Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN INDIVIDU

KULIAH KERJA LAPANGAN (KKL)


Menumbuhkan Rasa Tanggung Jawab Melestarikan Budaya
Melalui Kegiatan Parade Budaya di Desa Bejiharjo

Disusun Oleh
Ardela Aprilita
2001010009
PAI A

PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO
TAHUN AJARAN 2022/2023
HALAMAN PENGESAHAN

Menumbuhkan Rasa Tanggung Jawab Melestarikan Budaya


Melalui Kegiatan Parade Budaya di Desa Bejiharjo
KEGIATAN KULIAH KERJA LAPANGAN (KKL)

LEMBAR PENGESAHAN

Metro, 19 Januari 2023

Dosen Pembimbing Lapangan 1 Dosen Pembimbing Lapangan 2

Ghulam Murtadhlo, M.Pd.I Dewi Masitoh, M.Pd.I


2024047404 199306182020122019

Menyetujui,
Mahasiswa Ketua Program Studi

Ardela Aprilita Muhammad Ali, M.Pd.I


2001010009 NIP. 197803142007101003

KATA PENGANTAR

i
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan nikmat sehat, nikmat syukur kepada saya. Sehingga
dalam hal ini Laporan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) Individu
dapat terselesaikan dengan lancar. Sholawat dan salam juga gak
lupa dihaturkan kepada Nabi Muhammad Saw yang mana beliau
telah membawa umatnya yaitu kita semua dari zaman kegelapan
hingga ke zaman yang terang benderang. Yang semoga kita semua
mendapatkan syafaatnya di Hari Kiamat kelak. Aamiin. Dan tak
lupa ucapan terimakasih juga saya haturkan kepada :
1. Dr. H. Siti Nurjannah, M. Ag., PIA selaku Rektor IAIN
Metro Lampung
2. Dr. Zuhairi, M. Pd selaku Dekan FTIK IAIN Metri
Lampung
3. Muhammad Ali, M. Pd. I selaku Kaprodi PAI IAIN metro
Lampung
4. Ghulam Murtadlo, M. Pd. I selaku Dosen Pembimbing
Lapangan 1
5. Dewi Masitoh, M. Pd selaku Dosen Pembimbing Lapangan
2
6. Kepada Ketua Pelaksana yaitu Zam zam Mukti Khoiri
7. Kepada segenap panitia pelaksana yang telah mengarahkan
dan memimpin selama kegiatan Kuliah Kerja Lapangan
(KKL)
8. Kedua Orang Tua yang telah mendukung dan mendoakan
selama kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) berlangsung

ii
9. Rekan-rekan PAI IAIN Metro Lampung angkatan 2020
yang saking membantu dan memotivasi
Laporan individu ini merupakan suatu yang berkaitan dengan
kegiatan yang telah dilakukan selama kkl berlangsung dan hal-hal
yang di dapatkan selama kegiatan KKL. Salah satu kegiatan yang
diadakan dan diikuti adalah kegiatan Parade Budaya di Sasana Seni
Budaya Ndesane Mbah Gito, Desa Bejiharjo, Gunung Kidul,
Yogyakarta. Dengan ini saya berharap semoga laporan kegiatan
Parade Budaya ini dapat memberikan banyak manfaat untuk penulis
maupun pembaca.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat saya
butuhkan untuk laporan individu ini agar dikemudian hari saya
dapat memperbaiki laporan-laporan berikutnya.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Metro, 20 Januari 2023

Penulis

DAFTAR ISI

iii
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................ iv
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................ 1
A. Latar Belakang .................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................ 2
C. Rumusan Masalah ............................................................... 2
D. Tujuan................................................................................... 2
E. Manfaat ................................................................................ 2

BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN....................................... 4


A. Parade Budaya Masyarakat Desa Bejiharjo ........................4
B. Parade Budaya Mahasiswa IAIN Metro ..............................11

BAB III PENUTUP...................................................................... 19


A. Kesimpulan .......................................................................... 19
B. Saran..................................................................................... 20

LAMPIRAN ................................................................................ 23

iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Parade budaya adalah kegiatan mengenalkan
berbagai macam budaya atau kesenian yang memberikan
wadah untuk para peseni beraktivitas sesuai dengan
bidangnya. Dalam parade budaya para pelaku seni dapat
berkumpul serta bertukar ide dan ilmu. Manfaat yang
didapatkan pada saat kegiatan Parade budaya.
Salah satu acara yang dilakukan saat Kuliah Kerja
Lapangan (KKL) IAIN Metro adaalah Parade Budaya yang
dilakukan di Desa Bejiharjo, Gunung Kidul, Yogyakarta.
Dimana para masyarakat desa Bejiharjo melakukan sebuah
kolaborasi dengan Mahasiswa IAI Metro untuk
menampilkan kesenian dari daerah masing-masing.
Diharapkan dari dilaksanakannya kegiatan parade
budaya ini dapat menumbuhkan rasa tanggung jawa para
pemuda pemudi Indonesia agar semangan dalam
melestarikan kesenian dan kebudayan daerah di seluruh
Indonesia.
Berasarkan latar belakang diatas maka dari itu
penulis mengmbil sebuah judul “Menumbuhkan Rasa
Tanggung Jawab Melestarikan Budaya Indonesia Melalui
Kegiatan Parade Budaya di Desa Bejiharjo”.

1
B. Identifikasi Masalah
1. Pentingnya kegiatan Parade budaya untuk
menumbuhkan rasa tanggung jawab untuk
melestarikan budaya dan kesenian daerah.
2. Pentingnya mahasiswa untuk terus menjaga serta
melestarikan dan mengembangkan budaya-budaya
yang ada di Indonesia
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana deskripsi dan hasil kegiatan Parade
Budaya yang dilaksanakan?
D. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana budaya dan hasil dari
kegiatan Parade Budaya yang dilaksanakan
E. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Dengan adanya kegiatan Parade Budaya yang
dilaksanakan saat kegiatan Kuliah Kerja Lapangan
(KKL) mahasiswa dapat mengetahui hal-hal yang
penting mengenai kebudayaan Indonesia. Serta untuk
meningkatkan jiwa nasionalisme dan patriotisme
mahasiswa di masa depan. Dan meningkatkan rasa
ingin melestarikan dan mengembangkan budaya
Indonesia.

2. Bagi Program Studi

2
Sebagai salah satu acuan untuk meningkatkan
pendidikan yang bermutu dan berkualitas bagi prodi
Pendidikan Agama Islam (PAI) di IAIN Metro
Lampung .

3
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Parade Budaya Masyarakat Desa Bejiharjo


Di desa Bejiharjo sendiri memiliki banyak sekali budaya
daerah yang dimana pada saat kegiatan Parade Budaya
Kuliah Kerja Lapangan (KKL) di tanggal 9 Maret 2023 ada
beberapa yang ditampilkan. Beberapa budaya yang
ditampilkan dalam acara Parade Budaya yang dilaksanakan
di Sasana Seni Budaya Ndesane Mbah Gito yaitu sebagai
berikut:

1. Gejog Lesung Yogyakarta


Thok-thek-thok-thek,

“Lesunge digejogke, guyonan tembangane


Dilaras suarane, gayenge dijogedke”
Suara tabuhan musik yang harmonis
dihasilkan justru bukan dari sebuah alat musik.
Alunan musik yang semarak ini dihasilkan oleh alat
pemisah padi dengan kulitnya, lengkap dengan
iringan berbagai tembang jawa, seolah menghasilkan
harmonisasi yang unik.
Pertunjukan pertama yang disuguhkan oleh
warga Gunung Kidul Yogyakarta adalah gejog
Lesung yang dimainkan oleh beberapa ibu-ibu.

4
Gejok Lesung sendiri merupakan sebuah kesenian
tradisional masyarakat di pedesaan. Salah satunya
terdapat di dusun nitiprayan Desa Ngestiharjo.
Kesenian ini menggunakan alu dan Lesung sebagai
medianya.
Tabuhan dari lesung dan alu ini
menghasilkan nada atau suara yang sangat indah.
Dahulu Lesung dan alu merupakan sebuah alat
penting dalam pertanian untuk menumbuk padi.
Kesenian gejog Lesung sebagai alat untuk
memisahkan padi dari kulit dan tangkainya sejatinya
sudah ada di kalangan petani sejak lama sebelum
menjadi seni pertunjukan musik dalam arti
sebenarnya seperti saat ini. Kesenian ini juga kerap
digunakan sebagai pengisi waktu luang para petani
setelah seharian bekerja menumbuk padi di sawah.
Konon kabarnya permainan gejog Lesung
atau kesenian gejog lesung ini sudah dimainkan
sejak dahulu bahkan puluhan hingga ratusan tahun
yang lalu dan biasanya petani memainkan ini pada
saat panen tiba.
Gejog lesung dimainkan oleh 4 sampai 5
orang atau lebih tergantung besar Lesung yang
digunakan. Secara bergantian mereka memukuli
Lesung dengan alu atau antan pada bagian atas,
samping, tengah, atau tepat pada bagian cekungan

5
sedemikian rupa sehingga menimbulkan suara
pukulan alu terhadap lesung yang bersahut-sahutan
yang menghasilkan irama yang indah. Tembang-
tembang yang dilanjutkan biasanya bernuansa
agraris seperti Wulung kelalang, caping gunung,
empritneba dan ayam ngelik.
Keseniyini telah dikenal turun-temurun yang
diyakini bermula dari mitos atau legenda yang ada
dilingkungan masyarakat agraris Yogyakarta. Mitos
pertama yaitu tentang raksasa jahat yang bernama
Lembu Culung yang dihukum oleh Batara Wisnu.
Konon katanya gerhana terjadi karena matahari atau
bulan ditelan oleh mulut dari kepala raksasa tersebut.
Penduduk bumi mempunyai lesung atau tubuh jari-
jari yang si raksasa agar ia memuntahkan kembali
matahari atau bulan sehingga gerhana pun akan
berakhir.
Mitos yang kedua adalah legenda terjadinya
candi Sewu atau candi Prambanan. Semua orang
pasti sudah tahu tentang kisah candi Prambanan ini
yaitu kisah antara Bandung Bondowoso dan Roro
Jonggrang yang di mana Roro Jonggrang meminta
Bandung Bondowoso untuk membangun 1000 candi
dalam waktu satu malam dan digagalkan oleh Roro
Jonggrang dengan memukul Lesung agar ayam
berkokok dan seakan-akan wajah telah terbit.

6
“Gejog Lesung Yogyakarta” juga dikaitkan dengan
sejarah masuknya seni ketoprak ke Yogyakarta
sekitar abad XX. Karena dimainkan dengan iringan
“gejog lesung” ketoprak yang diciptakan oleh
Pangeran Wreksadiningrat (dari Kepatihan
Surakarta) ini dikenal sebagai “Ketoprak Lesung”.
Kesenian “Ketoprak Lesung” kemudian berkembang
menjadi “Ketoprak Mataram” yang diiringi gamelan
jawa lengkap.
Seiring dengan berkembangnya zaman serta
modernisasi dalam dunia pertanian terutama
kehadiran mesin penggiling atau pengupas padi
membuat para petani di pedesaan tidak lagi
melakukan kegiatan menumbuk padi. Sebagian
petani bahkan telah menjual lesungnya kepada
kolektor barang antik. Sebagai dampaknya kebiasaan
memainkan gejok Lesung yang biasanya marak di
musim panen perlahan-lahan mulai ditinggalkan dan
berpotensi mengalami kepunahan. Maka dari itu
pemerintah setempat dan berbagai kelompok
masyarakat di daerah istimewa Yogyakarta
melakukan beragam upaya untuk melestarikan
kesenian tersebut. Antaranya dengan cara
membangkitkan minat masyarakat terutama generasi
mudanya melalui sosialisasi dan pelatihan. Ada salah
satu maestro gejolak Lesung yang sering diundang

7
dalam pelatihan dan berbagai acara terkait adalah
Raijo penduduk desa Dukuh Panggang, Desa
Giriharjo, Gunung Kidul.
Mungkin dalam kegiatan acara parade
budaya yang diselenggarakan oleh panitia Kuliah
Kerja Lapangan (KKL) kemarin merupakan salah
satu bentuk upaya untuk mengenalkan kepada
mahasiswa-mahasiswi IAIN Metro tentang apa itu
kesenian gejog lesung. Agar kesenian ini tidak punah
dan bisa dapat dilestarikan oleh para pemuda
meskipun mereka bukan berasal dari Yogyakarta.
Karena memang pada dasarnya kesenian gejog
lesung sekarang dimainkan sebagai kegiatan budaya,
festival kesenian, upacara adat, upacara
penyambutan tamu, dan lain lain.
Semoga dengan diadakannya parade budaya
yang menampilkan kesenian gejog lesung ini
menjadikan suatu wadah atau jalan agar para pemuda
lebih semangat lagi untuk melestarikan budaya
budaya kesenian daerah yang ada di Indonesia agar
tidak punah dan terus bisa dinikmati sampai kepada
anak cucu kita nanti.
2. Wayang Beber Remeng Mangunjoyo
Pada umumnya pertunjukan wayang
menggunakan boneka sebagai wujud dari tokoh.
Boneka-boneka dalam wayang bisa berbentuk dua

8
dimensi seperti wayang kulit purwa atau wayang
berbentuk tiga dimensi seperti wayang klithik. Salah
satu bentuk wayang yang tidak berwujud boneka
adalah wayang beber. Wayang beber mewujudkan
tokoh-tokohnya dengan cara digambar pada
selembar kertas. Bentuknya dua dimensi. Lembaran
kertas tersebut melukiskan peristiwa yang terjadi
dalam lakon yang dimainkan. Pertunjukan wayang
beber dimainkan oleh seorang dalang yang
membentangkan lembaran kertas. Dalang
mengisahkan peristiwa demi peristiwa sesuai gambar
yang disajikan.
Pada awal kemunculannya, wayang beber
merupakan pertunjukan yang bersifat ritual.
Sebagaimana pertunjukan ritual, wayang beber
digelar dalam konteks upacara tertentu di mana
pertunjukan menjadi media yang menautkan antara
yang profan dan yang transendental. 
Pertunjukan wayang beber diduga telah ada
sejak zaman Majapahit kurang lebih 1361. Wayang
beber pada masa itu merupakan pusaka kerajaan.
Wayang beber dianggap sebagai pusaka karena
pertunjukan wayang beber pada masa menjadi
memiliki fungsi ritual. Di mana wayang beber tidak
sekedar sebuah tontonan tetapi menjadi sarana yang
menghubungkan antara manusia dengan kekuatan-

9
kekuatan di luar diri manusia yang berpengaruh
terhadap keseimbangan kehidupan. Wayang beber
menjadi bagian ritual daur hidup masyarakat Jawa.
Pada masa itu wayang beber masih dilukis hitam
putih. Medianya berupa kertas yang digulung dan
dibentangkan (dibeber) ketika dimainkan.
Pertunjukan wayang beber dipentaskan secara utuh
dengan iringan gamelan lengkap.
Pada sekitar 1378 gambar wayang beber
tidak lagi hitam putih. Wayang beber digambar
dengan berbagai perpaduan warna sehingga lebih
menarik. Puncak popularitas wayang beber
diperkirakan pada 1562.
Wayang beber juga ditemukan di daerah
Gunungkidul, yaitu di desa Gelaran, Kelurahan
Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo. Wayang beber di
Gunungkidul memainkan lakon Kyai Remeng atau
Remeng Mangunjaya. Oleh karena itu dinamakan
wayang beber Kyai Remeng. Wayang beber Kyai
Remeng terdiri dari 8 gulungan; ada yang memuat
cerita Jaka Tarub, cerita Syech Bakir, cerita
peperangan antara Resi Puyung Aking melawan
Kyai Remeng.

Selain dua kesenian diatas di sini mahasiswa


juga diberikan beberapa wejangan yang menjadi

10
bekal untuk terus melangkah kedunia masyarakat
dalam kegiatan kuliah selanjtnya. Diberikan
wejangan bagaimana bertindak yang sopan ddan
beradab jika sedang berada di tanah orang atau
ddiluar lingkungan tempat tinggalnya. Inilah yang
membuat Yogyakarta semakin dirindukan oleh
banyak orang karena suasananya dan adat istiadat
serta mereka dikenal sebaagai kota yang menjaamu
tamu dengan baik.

B. Parade Budaya Mahasiswa IAIN Metro


Sama halnya seperti desa Bejiharjo, Yogyakarta.
Lampung juga memiliki banyak kesenian budaya. Dalam
kesempatan kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) pada
acara Kegiatan Parade Budaya ada beberapa kesenian yang
ditampilkan oleh Mahasiswa/i IAIN Metro untuk
masyarakat Desa Bejiharjo di Sasana Seni Budaya Ndesane
Mbah Gito. Adapun kesenian budaya yang ditampilkan oleh
mahasiswa/i antara lain sebagai berikut:

1. Tari Bedana
Salah satu pertunjukan yang dipilih oleh
mahasiswa dan mahasiswi IAIN Metro yang
ditampilkan pertama yaitu tari bedana. Tadi belinya
sendiri diyakini berkembang seiring dengan
masuknya agama Islam di Lampung. Tari bedana ini

11
dibawa oleh orang Arab ke Lampung pada tahun
1930 pada saat itu diajarkan kepada tiga orang
penduduk Lampung bernama Makruf, amang dan
Kuta. Kemudian seiring dengan berjalannya waktu
tari bedana sendiri menyebar ke seluruh daerah
Lampung.
Hari ini merupakan tari tradisional
kerakyatan daerah Lampung yang mencerminkan
tata kehidupan masyarakat Lampung sebagai
perwujudan simbolis adat istiadat agama serta etika
yang telah menyatu dalam kehidupan masyarakat
Lampung.
Tari bedana merupakan salah satu tarian
tradisional zapin Melayu yang berasal dari daerah
Lampung. Hari ini biasa dibawakan oleh pemuda dan
pemudi Lampung dalam acara tertentu sebagai
ungkapan rasa gembira. Hari ini memiliki ciri khusus
pada adat Lampung pepadun maupun adat Lampung
saibatin .
Pada mulanya tari bedana dimainkan saat
salah seorang anggota keluarga ada yang hatam
Alquran. Seiring dengan berjalannya waktu atau
perkembangan zaman tari ini dapat dimainkan atau
dilakukan antara laki-laki dan perempuan secara
berpasangan maupun berkelompok yang awalnya
tarian ini dilakukan dengan dua laki-laki

12
berpasangan dan berkelompok saja. Tari bedana ini
menggambarkan kehidupan masyarakat Lampung
yang bersahabat dan beragama.
Tari Bedana pada umumnya diiringi dengan
alat musik tradisional khas Lampung seperti gitar
gambus, ketipung/marwis, dan karenceng/terbangan.
Selain dengan alat musik, Tari Bedana juga diiringi
lagu yang bersifat gembira dan seirama dengan
petikan gambus lunik.
Wanita yang menarikan tarian Bedana
menggunakan beberapa perlengkapan dan aksesori.
Beberapa diantaranya ialah sanggul malang atau
belattung tebak, penekan rambut, Gaharu Kembang
Goyang atau Sual Kira, Kembang Melati atau
Kembar Melur, Subang Giwir atau anting-anting,
Buah Jukum atau Bulan Termanggal, Bulu Serattei
atau Bebiting, Gelang Kano atau Gelang Bibit,
Kawai Kurung, serta Tapis atau Betuppal.
Bagi pria yang menarikan tarian Bedana,
beberapa aksesori dan perlengkapan yang dipakai
ialah Kilat akinan atau peci, Kawai Teluk Belanga
atau Belah Buluh atau Kakalah Bangkang, Kain
Bidak Gantung atau Betumpal sebatas lutut, Bulu
serattei atau Bebiting, Gelang Kano, Celana panjang
atau Pangal, serta Kalung atau Buah Jukum.

13
Terdapat berbagai macam gerakan pada
tarian Bedana, yakni Khesek Injing, Khesek
Gantung, Humbak Moloh, Ayun, Ayun Gantung,
Tahtim Sembah, Jimpang, Gelek, dan Belitut.
Tarian ini dibawakan dalam parade budaya
untuk dikenalkan kepada masyarakat desa Bejiharjo
dan untuk menyambung tali silaturahmi
persahabatan antara masyarakat Lampung dan
masyarakat Jawa.

2. Paduan suara
Kesenian yang ditampilkan oleh mahasiswa
IAIN Metro yang selanjutnya adalah paduan suara
atau menyayikan lagu-lagu khas Lampung. Paduan
suara atau kor merupakan istilah yang merujuk
kepada ensembel musik yang terdiri atas penyanyi-
penyanyi maupun musik yang dibawakan oleh
ensembel tersebut. Umumnya suatu kelompok
paduan suara membawakan musik paduan suara
yang terdiri atas beberapa bagian suara. Berikut
adalah lagu lagu yang dibawakan oleh tim paduan
suara mahasiswa mahasiswi IAIN Metro
 Cangget Agung
Lagu cangget agung adalah salah satu
lagu yang berasal dari daerah provinsi
Lampung yang merupakan suatu kebanggaan

14
untuk orang Lampung jika menyanyikan lagu
tradisional ini. Lagu ini diciptakan oleh
bapak Syaiful Anwar.
Biasanya lagu jangan tanggung
dipergunakan pada saat acara adat Lampung
dan cakap pepadun atau acara begawi untuk
mendapatkan gelar adat makna daripada lagu
cangget agung mengisahkan tentang
kekayaan bulat budaya yang dimiliki oleh
rakyat Lampung serta ajakan untuk pemuda-
pemudi Lampung dalam melestarikan budaya
Lampung. Dalam pengisian lagu cangget
agung lagu tradisional dari Lampung dapat
diambil makna-makna pemahaman dari kata-
kata yang terdapat di lirik lagu cangget agung
tersebut dan penafsiran per katanya.

 Sang Bumi Ruwa Jurai


Lirik lagu Sang Bumi Ruwa Jurai
sendiri ditulis oleh sang pencipta yakni
Syaiful Anwar. Adapun makna yang
terkandung dalam lagu tersebut yaitu di
dalam satu bumi (lampung) terdapat dua
cabang yakni pesisir dan pepadun. Dalam
tafsiran lain disebut dengan penduduk
pendatang dan asli. Kedua komponen besar

15
ini ingin disatukan dalam kalimat ‘Sang
Bumi Ruwa Jurai’.
Selain itu lagu ini juga menceritakan
betapa melimpahnya sumberdaya seperti
kopi, lada dan cengkeh yang menandakan
kemakmuran. Secara garis besar lagu tersebut
menggambarkan daerah Lampung yang
terdiri dari 2 kelompok masyarakat baik
masyarakat yang tinggal di pesisir serta yang
tinggal di pedalaman.
Dilantunkannya salah satu lagu daerah
Provinsi Lampung, menjadi harapan kepada
generasi muda untuk mau dan tidak malu
membawa nama Lampung untuk berkreasi di
tingkat nasional.

 Tanoh Lado
Tanoh lado, merupakan satu dari
sekian banyak lagu daerah asli Lampung
yang selalu dinyanyikan di acara-acara baik
pernikahan, pemerintahan dan acara lainnya.
Lagu ini bercerita tentang kejayaan Lampung
pada masa lampau serta betapa kayanya
budaya dan bahasa yang ada di Provinsi yang
terletak di ujung bawah Pulau Sumatera ini.
Lagu ini juga berkisah tentang Lada Hitam

16
sebagai produk andalan Lampung, hingga
diabadikan pada Lambang Sang Bumi Ruwa
Jurai.
Tanoh Lado juga merupakan lagu yang
dipopulerkan oleh Andy Achmad dan
diciptakan oleh Fatsyahbudin.
3. Silat PSHT (Persaudaraan Setia Hati Terate)
Mengutip laman resminya, PSHT didirikan di
Madiun pada tahun 1922 oleh Ki Hajar Hardjo
Oetomo (1888-1952), seorang pahlawan Perintis
Kemerdekaan RI. Mulanya PSHT bernama Setia
Hati Pemuda Sport Club (SH PSC) yang berbentuk
organisasi. Namun kemudian nama itu berubah
menjadi Persaudaraan Setia Hati "Pemuda Sport
Club". Dalam kongres pertama di Madiun, 25 Maret
1951 nama itu akhirnya diubah lagi menjadi
"Persaudaraan Setia Hati Terate". Nama ini dipakai
hingga saat ini. Pada tahun 1903, Ki Ageng Ngabehi
Soerodiwirjo (Ki Ageng Surodiwiryo) meletakkan
dasar gaya pencak silat Setia Hati di Kampung
Tambak Gringsing, Surabaya (kawasan dekat
Tanjung Perak). Sebelumnya, gaya silat ini ia namai
Djojo Gendilo Tjipto Muljo (Joyo Gendilo Cipto
Mulyo) dengan sistem persaudaraan yang dinamai
Sedulur Tunggal Ketjer. Pada tahun 1917, ia pindah

17
ke Madiun dan mendirikan Persaudaraan Setia Hati
di Winongo, Madiun.
PSHT lalu mengubah diri dari sistem yang
berbentuk perguruan menjadi sistem berbentuk
persaudaraan untuk mendukung konsep
demokratisasi organisasi, namun konsepsi dan tradisi
sistem perguruan masih tetap dilanjutkan.
Pendidikan pencak silat di PSHT memiliki
inti unsur pembelaan diri untuk mempertahankan
kehormatan, keselamatan, kebahagiaan, dan
kebenaran. Materi yang diajarkan terbagi untuk 3
kelompok, yaitu kelompok pencak silat ajaran
(pemula) yang terdiri dari, senam massal, senam
dasar, jurus, senam dan jurus toya, jurus belati,
kuncian (kripen), dan silat seni untuk tunggal, ganda,
dan beregu. Kelompok kedua adalah kelompok
pencak silat prestasi untuk mengikuti kejuaraan atau
ajang olahraga yang melibatkan pencak silat dengan
materi tanding serta dan silat seni baik tunggal,
ganda, maupun beregu. Dan yang terakhir adalah
kelompok Pencak Silat Bela Diri Praktis yang diberi
materi bela diri profesional, pertunjukan dan
keterampilan khusus.

18
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Parade budaya adalah kegiatan mengenalkan
berbagai macam budaya atau kesenian yang memberikan
wadah untuk para peseni beraktivitas sesuai dengan

19
bidangnya. Dalam parade budaya para pelaku seni dapat
berkumpul serta bertukar ide dan ilmu. Manfaat yang
didapatkan pada saat kegiatan Parade budaya.
Pada kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) IAIN
Metro kali ini parade budaya diadakan untuk menumbuhkan
rasa tanggung jawab para pemuda dan pemudi dalam
melestarikan kebudayaan serta kesenian daerah yang ada di
Indonesia bukan hanya di Jawa dan di Lampung saja.
Dalam Kegiatan kali ini masyarakat desa Bejiharjo
dan mahasiswa mahasiswi IAIN Metro berkolaborasi untuk
menampilkan beberapa kesenian dari masing-masing
daerahnya. Pada kesempatan kali ini masyarakat desa
Bejiharjo menampilkan beberapa kesenian yang ada di
daerah Gunung Kidul Yogyakarta yaitu kesenian musik
tradisional gejog lesung dan juga wayang. Sedangkan
mahasiswa mahasiswi IAIN Metro menampilkan beberapa
kesenian Lampung yang pertama ada tari bedana, musik
akustik dan paduan suara lagu-lagu daerah Lampung serta
salah satu kesenian silat yang ada di Lampung yaitu PSHT.
Bahkan diacara kali ini juga disampaikan beberapa
wejangan dari perwakilan masyarakat Desa Bejiharjo untuk
para mahasiswa mahasiswi IAIN metro. Wejangan ini
diberikan sebagai bekal bagi mahasiswa dan mahasiswi
IAIN Metro agar nanti jika menjalankan kegiatan berikut
nya dan berasa di desa orang bisa menghargai apa yang

20
sudah menjadi tradisi di desa tersebut. Dan bersikap lah
sesuai dengan apa yang seharusnya.
Dari kegiatan kali ini diharapkan para mahasiswa
dan mahasiswi IAIN Metro dapat menumbuhkan rasa
tanggung jawab dalam dirinya masing-masing untuk tetap
melestarikan kesenian-kesenian dan budaya-budaya daerah
yang ada di Indonesia. Serta mencerminkan wejangan-
wejangan yang disampaikan oleh perwakilan masyarakat
Desa Bejiharjo dan agar digunakan pada saat mahasiswa dan
mahasiswi IAIN metro nanti melanjutkan kegiatan setelah
program Kuliah Kerja Lapangan ini selesai dan menjalankan
kegiatan KPM serta PKL di desa di luar lingkungannya.
Semoga tujuan dari dilaksanakan nya kegiatan ini dapat
tercapai dan bermanfaat untuk mahasiswa dan mahasiswi
IAIN Metro serta bermanfaat untuk masyarakat Desa
Bejiharjo dan juga berguna untuk meningkatkan mutu serta
kualitas pendidikan IAIN Metro Lampung.
B. SARAN
Demikian laporan yang dapat saya uraikan tentang
kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) dalam acara Parade
Budaya di Desa Bejiharjo, Gunung Kidul, Yogyakarta
dengan judul “Menumbuhkan Rasa Tanggung Jawab
Melestarikan Budaya Daerah Indonesia Melalui Kegiatan
Parade Budaya Desa Bejiharjo “. Tentunya masih banyak
sekali kekurangan dari segi pengetahuan, penulisan dan
kata-kata serta kerapihan.

21
Saya berharap semoga para pembaca dapat
memberikan kritik dan saran yang membangun untuk
laporan yang telah saya buat. Agar kedepannya saya dapat
memperbaiki laporan-laporan berikutnya. Dan semoga
bermanfaat untuk penulis dan pembaca.

LAMPIRAN

22
23

Anda mungkin juga menyukai