DI KABUPATEN JEMBRANA
OLEH :
NPM : 1910121286
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS WARMADEWA
DENPASAR
2019
KATA PENGANTAR
Hyang Widhi Wasa, karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan
Rasa Bahagia penulis tak terhingga karena telah menyelesaikan tugas yang diberikan
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi
Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Mahaesa selalu melimpahkan
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................................. ii
ii
3.1 Saran ...............................................................................................................................10
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
Kebudayaan sebagai aktivitas manusia yang melibatkan unsur karsa, rasa dan cipta
diibaratkan lingkaran yang tiak mengenal ujung ataupun pangkalnya. Suatu produk budaya
dikatakan merupakan awal, dalam waktu yang singkat bisa menjadi pijakan untuk kegiatan
budaya yang baru lainnya. Hal ini karena kegiatan kebudayaan berhubungan dengan kondisi
yang berhubungan dengan manusia sebagai aktornya maupun alam dan benda sebagai
objeknya selalu berubah atau berkembang. Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang
dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.
Budaya dibentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat
istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Kebudayaan perlu dihimpun
karena berpotensi hilang atau musnah yang bisa berarti putusnya rantai sejarah suatu
peradaban, hilangnya nilai kearifan, ilmu pengetahuan dan keindahan, serta keunikannya.
Setelah dihimpun kebudayaan juga perlu dirawat untuk menjaga eksistensinya. Tahap
dalam arti keseluruhan. Ciri khas dan kepribadian suatu bangsa terutama terletak pada
Indonesia merupakan Negara yang memiliki keanekaragaman yang melimpah dalam hal
suku, agama, budaya serta Bahasa yang tersebar di berbagai daerah. Setiap daerah memiliki
berbagai macam ciri khasnya masing-masing, baik dari segi budaya, tradisi maupun tempat
wisatanya. Salah satu tempat wisata yang paling dikenal oleh seluruh dunia ialah Bali. Bali
1
terkenal dengan objek wisatanya, namun sebenarnya Bali masih memiliki keberagaman
Jembrana terletak di bagian barat Pulau Bali yang berbatasan langsung dengan Pulau Jawa
lewat Pelabuhan Gilimanuk. Jembrana sebagai wilayah agraris ternyata memiliki banyak
potensi budaya yang masih belum dikelola secara maksimal, salah satunya tradisi yang
dikenal sebagai Makepung yang dilaksanakan sebagai acara yang selalu diadakan setiap
tahun.
penarik kendaraan yang disebut dengan cikar. Kerbau tersebut dihiasi dengan hiasan kepala
yang sangat menarik dengan warna keemasan. Panjang lintasan yang dilalui sekitar 4 km.
kompetisi Makepung ini merupakan kompetisi yang dilakukan dalam sebuah grup, dimana
peserta terbagi atas grup barat dan grup timur. Sebagai pembatas antar grup barat dan grup
timur adalah sebuah sungai yang melintang di tengah-tengah kota Negara yang bernama
Sungai Ijo Gading. Dalam kompetisi ini tidak ada juara perorangan melainkan juara beregu
atau kelompok.dalam pelaksanaan lomba ini selalu diiringi dengan musik Jegog dan tari
Makepung yang dibawakan oleh remaja putri Jembrana. Acara ini diselenggarakan sebagai
upaya pelestarian potensi budaya Makepung itu sendiri sekaligus sebagai upaya inventarisasi
dan pengembangan seni budaya asli Jembrana, dimana dalam pengembangan tersebut
kompetisi Makepung ini mampu mengangkat nilai-nilai sportifitas dan rasa tanggung jawab
yang terdapat didalamnya dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari serta diupayakan
Makepung dapat dikemas dan dikembangkan sebagai salah satu daya tarik wisata yang
2
Namun akhir-akhir ini tradisi Makepung dirasakan semakin tenggelam digerus oleh
perkembangan zaman, ini dapat dilihat dari banyaknya jalanan sawah yang dahulunya
digunakan untuk tradisi Makepung kini sudah berubah menjadi jalan yang berbatu dan
beraspal, sehingga tidak dapat lagi dapat digunakan untuk melaksanakan tradisi Makepung.
Perhatian Pemerintahan Provinsi Bali pun mulai berkurang terhadap kelangsungan tradisi
Makepung ini.
Berdasarkan penelitian yang telah saya lakukan, maka adapun tujuan dari penelitian yaitu,
sebagai berikut :
3
Berdasarkan penelitian yang telah saya lakukan, maka adapun manfaat dari penelitian ini
Tempat dan waktu penelitian yang saya lakukan pada 10 Oktober 2019 bertempat di
4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Makepung dalam bahasa Indonesia berarti berkejar-kejaran. Tradisi ini sudah lama
melekat di masyarakat Bali sebagai lomba pacu kerbau. Pada awalnya hanya berupa kegiatan
iseng para petani di sela-sela kegiatan membajak sawah, ketika itu kerbau dipacu dengan
diikatkan pada sebuah gerobak yang dikendarai oleh seorang joki. Lama kelamaan,
makepung ini semakin banyak diminati orang, terbukti banyaknya penonton yang datang
ketika permainan ini dilakukan. Sehingga saat ini tradisi Makepung dianggap sebagai sebuah
atraksi budaya yang menarik dan harus dilestarikan. ( Haridianta dan dkk, 2015 )
Tradisi Makepung awalnya muncul pada saat para petani melakukan proses
melumatkan tanah menjadi lumpur dengan menggunakan alat yang dinamakan bajak lampit.
Bajak lampit ditarik oleh dua ekor kerbau dan dikendalikan oleh seroang joki atau juga sering
disebut sais. Dalam melakukan proses melumatkan tanah menjadi lumpur tersebut para petani
di Desa Kaliakah dahulu selalu bergotong-royong dan saling membantu antara satu dengan
yang lainnya. Suatu saat untuk menghilangkan jenuh dalam proses membajak, para joki mulai
menarik bajak lampit. Ternyata hal tersebut menimbulkan kesenangan di kalangan para
petani sehingga dilakukan secara berulang-ulang pada setiap kegiatan membajak sawah. Dari
kegiatan inilah awal mula tradisi Makepung di tanah sawah yang berlumpur. Di desa
5
Kaliakah kegiatan Makepung di tanah sawah pertama kali dilakukan sekitar tahun 1930.
mengalami pergeseran dan berkembang menjadi Makepung di tanah yang kering. Makepung
yang semula dilakukan di sawah bergeser menjadi menjadi Makepung yang dilakukan di
jalan yang berada di sekitaran sawah. Tradisi Makepung di jalan sawah di Desa Kaliakah
berkembang sekitaran tahun 1960 hingga saat ini, dimana Tradisi Makepung ini dibentuk
organisasi yang terdiri dari dua kelompok, yaitu Ijo Gading Timur dan Ijo Gading Barat.
Sarana yang digunakan dalam tradisi Makepung di jalan sekitar sawah tidak lagi bajak lempit,
melainkan menggunakan gerobak kecil yang dihiasi dengan ukiran yang dinamakan cikar.
pertemuan atau sangkep yang dihadiri oleh oleh para pemilik kerbau Pepadu dan para
pengurus organisasi Makepung baik kelompok Ijo Gading Timur maupun Ijo Gading Barat,
pada saat malam sebelum dilakukannya tradisi Makepung. Pertemuan ini bertujuan untuk
memberi nomor pada masing-masing pasangan kerbau Pepadu serta mencari lawan yang
akan ditandingkan pada saat Makepung nantinya. Setelah semua peserta mendapatkan nomor
keesokan harinya para pemilik kerbau dari seluruh Desa di Kabupaten Jembrana berkumpul
di lintasan Makepung Blatung Cina di Desa Kaliakah dengan membawa kerbau miliknya
masing-masing. Terdapat beberapa alat-alat yang digunakan oleh pemilik kerbau Pepadu di
Desa Kaliakah dalam mengikuti tradisi Makepung yaitu, berupa cikar, uge, cagak, kronongan,
gongsang, tungked, sarung tanduk dan kerbau Pepadu dihias dengan berbagai macam
aksesoris agar terlihat menarik, aksesoris yang dipakaikan seperti rumbing, selongsong
tanduk, kronongan dan gondang kaki. Makepung dimulai dengan membacakan nama-nama
6
Desa Kaliakah yang memiliki kerbau Pepadu biasanya melakukan latihan atau nguruk
pada setiap hari minggu, mulai dari bulan Mei di lintasan Makepung Blatung Cina, yaitu
lintasan Makepung kebanggaan masyarakat Desa Kaliakah. Kegiatan latihan ini selalu rutin
dilakukan setiap hari minggu, hal ini bertujuan untuk mengetahui dan melatih kemampuan
kerbau Pepadu sebelum diikutkan dalam Makepung, dimana biasanya kerbau yang sudah
sering dilatih akan lebih terbiasa dalam menghadapi orang banyak, sehingga mental kerbau
tersebut akan semakin baik untuk diikutkan dalam Makepung. ( Haridianta dan dkk, 2015 ).
pasangan kerbau yang satu di depan dan yang satu pasang lagi di belakang dengan jarak 10
meter. Tradisi makepung mempunyai aturan yang terbilang unik, karena lintasannya yang
berbentuk huruf U jadi peraturannya adalah pergi dan pulang. Kerbau yang di lepaskan pada
saat garis start kemudian diberhentikan di tempat pemberhentian. Pada saat kerbau
dilepaskan dari garis start atau pada saat pergi menuju tempat pemberhentian itu lebih
sebagai pemanasan dan para joki biasanya tidak begitu sering memukul kerbaunya dengan
tungked atau tongkat penyalin berpaku untuk memukul kerbau. Kemudian kerbau tersebut
dilepaskan kembali dari tempat pemberhentian ke garis start awal. Biasanya saat inilah para
joki secara habis-habisan memukuli pasangan kerbau dengan tungked dari penyalin berpaku,
agar pasangan kerbau yang dikendalikannya tersebut mampu berlari dengan sekencang-
kencangnya. Jika pasangan kerbau yang berada didepan berjarak lebih dari 10 meter dari
pasangan kerbau yang berada di belkangnya maka pasangan kerbau yang di depannya lah
yang menjadi pemenangnya, dan jika pasangan kerbau yang berada di depan berjarak kurang
dari 10 meter dari pasangan kerbau yang berada dibelakangnya maka pasangan kerbau yang
berada di belakanglah yang menjadi pemenangnya. Jadi dalam tradisi Makepung daris start
awal juga sekaligus sebagai garis finish.( Haridianta dan dkk, 2015 ).
7
2.5 Upaya pemertahanan tradisi Makepung
1. Menyediakan sarana seperti lintasan Makepung menjadi lebih baik serta dapat
digunakan baik dalam perlombaan maupun pelatihan untuk kerbau Pepadu yang
Desa Kaliakah yang selalu menyelenggarakan tradisi ini tiap tahun oleh karena itu
secara tidak langsung akan dapat menjaga dan melestarikan tradisi Makepung ini,
sehingga nantinya akan terus dapat terus berlangsung dari generasi ke generasi.
3. Desa Kaliakah juga tidak memungut biaya apapun menyangkut perlombaan dalam
tradisi Makepung, upaya ini diharapkan akan membuat para pemilik kerbau
1. Masalah modal, modal disini baik dalam pengadaan atau pembelian kerbau
Pepadu membutuhkan biaya yang sangat besar, disebabkan oleh harga kerbau
Pepadu jauh lebih mahal dibandingkan dengan kerbau biasa. Membeli atau
membuat alat-alat yang digunakan dalam tradisi Makepung seperti cikar, uge,
2. Susahnya mencari bibit-bibit kerbau Pepadu yang akan digunakan dalam tradisi
Makepung, dimana bibit-bibi kerbau Pepadu baik untuk makepung itu sudah
jarang ditemukan di Bali sehingga tidak jarang para pecinta Makepung biasanya
8
harus mencari dan mendatangkan bibit kerbau yang baik dan berkualitas dari luar
pulau Bali.
3. Terbatas dan sulitnya mencari rumput segar pada saat musim kemarau. Meskipun
desa Kaliakah dikenal sebagai desa yang subur, tetapi tetap saja pada musim
kemarau datang, para pemilik kerbau Pepadu sulit mendapatkan rumput segar
yang dijadikan sebagai pakan kerbau mereka. Pakan berupa rumput gajah dan
rumput tegalan yang tidak lagi tersedia, dikarenakan rumput tersebut mati dan
Setelah saya melakukan observasi dan wawancara mengenai alternatif apa saja yang
1. Kepedulian pemerintah berupa bantuan dana kepada para pemilik kerbau Pepadu
bantuan dari pemerintah dapat meringankan beban para pemilik kerbau Pepadu
2. Penyediaan bibit-bibit kerbau Pepadu dari pihak pemerintah, agar para pecinta
Makepung tidak perlu mencari dan mendatangkan bibit-bibit kerbau dari luar
pulau Bali.
3. Mencari dan membeli pakan berupa rumput segar di luar desa. Daerah desa Yeh
Mbang, Trgal cangkring dan desa-desa lainnya masih memiliki rumput segar
ataupun pakan alternative berupa pohon jagung yang dapat diberikan sebagai
9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tradisi Makepung muncul pada saat para petani melakukan proses meluatkan
tanah menjadi lumpur dengan menggunakan alat yang dinamakan bajak lampit.
Tradisi ini berkembang sekitaran tahun 1960 hingga sekarang. Strategi dalam
Makepung, menyelenggarakan tradisi tiap tahun, dan tidak memungut biaya apapun
kerbau Pepadu, dan terbatas persediaan rumput pada musim kemarau. Alternatif
kerbau Pepadu.
3.2 Saran
zaman.
10
2. Bagi perbekel Desa Kaliakah diharapkan agar mengeluarkan kebijakan-
di Desa Kaliakah.
3. Bagi para pemilik kerbau Pepadu diharapkan agar selalu ikut dan
Makepung kedepannya.
11
DAFTAR PUSTAKA
Hardianta, I.K.S., Sudiatmaka, K., Si, M., Sanjaya, D.B. and Si, M., 2015. Identifikasi Nilai-
nilai Pendidikan Karakter Pada Tradisi Makepung Sebagai Sumber Belajar PPKn
Undiksha, 3(1).
12
DAFTAR GAMBAR
13