Anda di halaman 1dari 15

KAJIAN FOLKLOR

LAKU TAPA WUDA RATU KALINYAMAT DI DESA TULAKAN


KECAMATAN KELING KABUPATEN JEPARA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Folklor

Dosen Pengampu:

Dr. Mukh Doyin, M.si. dan Maharani Intan Andalas Irp, S.s., M.a.

Oleh:

Fitratul A’yuniyah (2111418034)

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

SASTRA INDONESIA

2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang cerita rakyat dari kabupaten Jepara mengenai
pertapaan Ratu Kalinyamat.

Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari
pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin


masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.

Semarang, 15 Juni 2019

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ 2

BAB 1 ..................................................................................................................... 4

PENDAHULUAN .................................................................................................. 4

A. LATAR BELAKANG .................................................................................... 4

B. RUMUSAN MASALAH................................................................................ 6

C. TUJUAN PENULISAN.................................................................................. 6

BAB II ..................................................................................................................... 7

PEMBAHASAN ..................................................................................................... 7

A. PENGERTIAN TAKHAYUL ATAU KEPERCAYAAN RAKYAT ........... 7

B. FUNGSI TAKHAYUL ATAU KEPERCAYAAN RAKYAT ...................... 9

C. MACAM-MACAM TAKHAYUL MENURUT WAYLAND D. HAND


............................................................................ Error! Bookmark not defined.

BAB III ................................................................................................................. 13

PENUTUP ............................................................................................................. 13

A. KESIMPULAN ............................................................................................ 13

B. SARAN ......................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 15


BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Folklore atau folklor dalam bahasa Indonesia, merupakan sebuah elemen
penting yang ada dalam suatu sistem tatanan budaya dan sosial suatu masyarakat,
folklor merupakan sebuah refleksi sosial akan suatu masyarakat dan segala sistem
yang berlaku didalamnya, sebuah cerminan akan nilai-nilai baik moral, etik dan
nilai-nilai normalitas yang berlaku dalam suatu masyarakat.
Menurut Danandjaja (1991:2) foklor adalah sebagian kebudayaan suatu
kolektif, yang tersebar dan diwariskan turun-temurun, diantara kolektif macam apa
saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun
contoh yang disertai gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonicdevice).
Menurut Rudito,dkk (2009:40) mengatakan: foklor dapat dimaksudkan
sebagai aktivitas manusia berkenaan dengan mitologi, legenda, cerita rakyat,
candaan (joke), pepatah, hikayat, ejekan, koor, sumpah, cercaan, celaan, dan juga
ucapanucapan ketika berpisah.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa folklor adalah
sebagian kebudayaan sesuatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan turuntemurun.
Di antara kolektif tersebut secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam
bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat, atau alam
pembantu pengingat (mnemonic device).
Bruvand (dalam Danandjaja, 1991:21), mengelompokkan folklor atas tiga
bentuk kelompok.
Pertama, folklor lisan adalah bentuknya memang murni lisan. Bentuk-
bentuk yang termasuk ke dalam kelompok besar ini antara lain:
(1) bahasa rakyat (folkspeech) seperti logat, julukan, pangkat tradisional,
dan titel kebangsawan;
(2) ungkapan tradisional, seperti pepatah, pribahasa, dan pameo;
(3) pertanyaan tradisional, seperti teka-teki;
(4) puisi rakyat, seperti pantun, gurindam dan syair;
(5) cerita prosa rakyat, seperti legenda dan dongeng; dan
(6) nyanyian rakyat.
Kedua, folklor sebagian lisan adalah folklor yang bentuknya merupakan
campuran unsur lisan dan unsur bukan lisan. Misalnya kepercayaan rakyat yang
seringkali disebut takhayul, terdiri dari pernyataan yang bersifat lisan yang
ditambah dengan gerak isyarat yang dianggap mempunyai makna gaib.
Bentuk-bentul folklor yang tergolong ke dalam kelompok ini, selain
kepercayaan rakyat adalah permainan rakyat, teater rakyat, tari rakyat, adat istiadat,
upacara, pesta rakyat, dan lain-lain.
Ketiga, folklor bukan lisan adalah folklor yang bentuknya bukan lisan,
walaupun cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Folklor ini dapat dibagi
menjadi dua bagian, seperti material dan bukan material.
Bentuk folklor yang tergolong ke dalam yang material antara lain: arsitektur
rakyat (bentuk rumah asli derah, bentuk lumbung padi, dan sebagainya), kerajinan
rakyat: pakaianadat, makanan dan minuman rakyat, dan obat-obatan tradisional.
Sedangkan yang termasuk yang bukan material adalah gerak isyarat
tradisional (gesture), bunyi isyarat untuk komunikasi rakyat, dan musik rakyat.
Salah satu jenis folklor lisan adalah cerita rakyat, cerita rakyat laku tapa
wuda Ratu Kalinyamat sangat populer di wilayah Kecamatan Keling, Kabupaten
Jepara Propinsi Jawa Tengah. Tokoh Ratu Kalinyamat yang dikenal masyarakat
sebagai tokoh legendaris dan dianggap sakti oleh masyarakat, karena kesetiaannya
kepada suaminya, kesabarannya kepandaiannya, keberanianya, serta pembela.
Cerita rakyat yang diwariskan secara turun temurun secara lisan banyak dijumpai
di berbagai daerah Indonesia. Salah satu daerah yang kaya akan sastra lisan adalah
di daerah Jepara, diantaranya adalah Cerita Rakyat Laku Tapa Wuda Ratu
Kalinyamat yang berada di Desa Tulakan, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sejarah laku tapa wuda Ratu Kalinyamat ?

2. Bagaimana bentuk laku tapa wuda Ratu Kalinyamat ?

3. Apasaja fungsi cerita rakyat laku wuda Ratu Kalinyamat ?

4. Apa simbol dari cerita rakyat laku wuda Ratu Kalinyamat ?

C. TUJUAN PENULISAN
Sejalan dengan rumusan masalah diatas, makalah ini disusun dengan tujuan
untuk mengetahui:

1.Sejarah laku tapa wuda Ratu Kalinyamat

2. Bentuk laku tapa wuda Ratu Kalinyamat

3. Fungsi cerita rakyat laku wuda Ratu Kalinyamat

4. Simbol dari cerita rakyat laku wuda Ratu Kalinyamat


BAB II

PEMBAHASAN
A. SEJARAH LAKU TAPA WUDA RATU KALINYAMAT

Cerita ini bermula dari perebutan tahta kerajaan Demak oleh Ario
Penangsang dengan membunuh Sultan Prawata sebagai pewaris raja Demak
III dengan motif menuntut balas kematian ayahnya yang mestinya lebih dahulu
menjadi raja ketimbang Sultan Trenggono.
Untuk mewujudkan cita-citanya menjadi raja Demak maka setelah Sunan
Prawata meninggal, Sultan Hadirin juga menjadi penghalangnya,
akhirnya Sultan Hadirin juga terkena pembunuhan tatkala pulang dari kasunanan
kudus. Ratu kalinyamat merasa prihatin atas kematian saudaranya dan
suaminya maka dia pergi bertapa untuk meminta pengadilan kepada yang kuasa.
Hal ini di sebutkan dalam Babat Tanah Jawa:

Kacarios Sunan Prawata wau gadah sederek istri, anomo Ratu Kalinyamat. Puniko
senget ngenipun mboten narimah pjhahe sedereipun jaler. Lajeng mangkat
dhateng ing Kudus inggih sampun kapanggih, serto nyuwun adil, wangsulanipun
Sunan Kudus “Kakangmu kuwi wis utang pati marang Arya Pinangsang,
samengko dadi sumurup nyaur bae” Ratu Kalinyamat miring wangsulanipun
Sunan Kudus mekaten sanget sakit ing manahipun.
Lajeng mangkat mantuk. Wonten ing margi dipun begal utusanipun Arya
Penangsang. Lakinipun Ratu Kalinyamat dipun pejahi. Ratu Kalinyamat
selangkung memales, sebab mentas kepejahan sedulur, nunter kepejahan bojo,
dados sanget ngenipun prehatin. Lajeng mertopo awudo wonten ing redi Donorojo.
Kang minongko tapeh remanipun kaore. Ratu Kalinyamat nudalaken prasetyo,
mboten bade ngangge sinjang selaminipun gesang yen Aryo Jipang dereng pejah
lan opuragi sinten-sinten ingkang saget mejahi Ariyo Penagsang, Ratu bade
nyuwito lan sembarang gedhahipun kasukaaken sedoyo.
Artinya:
Sunan Prawata tadi mempunyai saudara wanita, bernama Ratu Kalinyamat,
dia tidak rela atas kematian saudaranya bersama suaminya ia pergi ke Kudus
memohon keadilan pada Sunan Kudus, kemudian Ratu sudah bertemu dan minta
keadilan padanya dan diberinya jawaban “kakakmu berhutang nyawa pada Aryo
Penangsang jadi sekarang anggap saja sebagai pelunas” ratu Kalinyamat sakit
hatinya mendengar jawaban Sunan Kudus kemudian dia bersama suaminya pulang,
namun dalam perjalanan dia disambut utusan Aryo Penangsang dan suaminya
terbunuh. Ratu Kalinyamat sangat kasihan nasibnya, oleh karena baru suka
kematian saudaranya lalu kematian suaminya jadi sangat prehatin lalu Ratu bertapa
telanjang di gunung Danaraja yang dijadikan kain adalah rambutnya yang terurai.
Ratu bersumpah selama hidupnya tidak mau memakai kain jika Aryo Pengsang
belum mati. Ratu juga berjanji kepada siapa saja yang dapat membunuh Aryo
Penangsang Ratu akan mengabdi dan memberikan semua harta miliknya.
Di dalam buku serat Babat Demak di lukiskan dalam bentuk pangkur, senagai
berikut:
Nimas Ratu Kalinyamat
Tilar puro mratopo ing wukir
Topo wudo sinjang rambut
Aning wukir Donorojo
Apratopo nora tapih-tapihan ingsun
Yen tan antuk adhiling Hyang
Patine sedulur mami.
Artinya:
Ratu Kalinyamat
Meninggalkan gerbang istana
Pergi bertapa di atas gunung
Tapa telanjang berkain rambut
Di atas gunung Danaraja
Saya bersumpah tak akan berkain
Jika belum menerima keadilan Tuhan
Atas kematian saudara saya.

Di dalam kedua sumber di atas disebutkan bahwa Ratu Kalinyamat bertapa


dengan telanjang. Dalam bahasa Jawa wudo (telanjang) bisa berarti tidak
mengenakan pakaian tapi juga bisa berarti tidak memakai barang-
barang perhiasan dan pakaian yang bagus-bagus. Jika demikian maka “Wudo”
artinya kiasan.
Topo wudo Ratu Kalinyamat merupakan kejujuran seorang hamba kepada
Tuhannya tentang harapan dan permohonan. Telanjang berarti menyerahkan diri
sepenuhnya kepada Allah Yang Maha Kuasa. Tentunya kalau wudo atau telanjang
itu kita artikan secara wujud dhohir tanpa ada pakaian yang menempel di badan
sedikitpun, tapi kalau dalam arti hakiki bisa saja seperti di atas adalah sebuah
kejujuran sebagai manusia yang tidak ada daya apa-apa kecuali pemberian Sang
Pencipta. Jadi penyerahan diri yang dilakukan Ratu Kalinyamat adalah sebuah
kenisacayaan yang tak terbantahkan.

B. BENTUK LAKU TAPA WUDA RATU KALINYAMAT


Cerita rakyat adalah cerita yang berasal dari masyarakat dan
berkembang dalam masyarakat pada masa lampau yang menjadi ciri khas setiap
bangsa yang memiliki kultur budaya yang beraneka ragam mencakup kekayaan
budaya dan sejarah yang dimiliki masing-masing bangsa. Pada umumnya, cerita
rakyat mengisahkan tentang suatu kejadian di suatu tempat atau asal muasal
suatu tempat. Tokoh-tokoh yang dimunculkan dalam cerita rakyat umumnya
diwujudkan dalam bentuk binatang, manusia maupun dewa.

Ciri-ciri Cerita rakyat

a) Disampaikan turun-temurun.
b) Tidak diketahui siapa yang pertama kali membuatnya
c) Kaya nilai-nilai luhur
d) Bersifat tradisional
e) Memiliki banyak versi dan variasi
f) Mempunyai bentuk – bentuk klise dalam susunan atau cara
pengungkapannya
g) Bersifat anonim, artinya nama pengarang tidak ada.
h) Berkembang dari mulut ke mulut.
i) Cerita rakyat disampaikan secara lisan.

Cerita prosa rakyat dibagi menjadi tiga golongan besar, yaitu:


a. Mite (myth) adalah cerita prosa rakyat yang dianggap benar-benar terjadi serta
dianggap suci oleh yang empunya cerita, mite ditokohi oleh para dewa atau
makhluk setengah dewa, peristiwa terjadi di dunia lain atau di dunia yang bukan
seperti yang dikenal sekarang dan terjadi pada masa lampau.

b. Dongeng adalah prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi oleh yang
empunya cerita dan dongeng tidak terikat oleh waktu maupun tempat.

c. Legenda adalah prosa rakyat yang mempunyai ciri-ciri yang mirip dengan mite,
yaitu dianggap pernah benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci berlainan
dengan mite, legenda ditokohi oleh manusia, walaupun ada kalanya mempunyai
sifat-sifat luar biasa dan sering kali juga dibantu makhluk- 17 makhluk ajaib,
tempat terjadinya adalah di dunia seperti yang dikenal kini, karena waktu
terjadinya belum terlalu lampau (Bascom, 1965b:3-20).

Jenis cerita rakyat dapat dibagi atau dikelompokkan menurut ciri-cirinya,


Cerita Rakyat Laku Tapa Wuda Ratu Kalinyamat termasuk ke dalam cerita prosa
rakyat yang berbentuk Mite, untuk mengetahui pastinya akan dibahas bentuk cerita
prosa rakyat yang sesuai dengan Cerita Rakyat Laku Tapa Wuda Ratu Kalinyamat
seperti di bawah ini.

Ciri Mite adalah anggapan dari para pendukungnya, yaitu bahwa cerita
rakyat benar-benar terjadi dan perasaan yang suci dari cerita rakyat. Untuk itu benda
atau apa saja yang kaitannya dengan cerita juga dianggap suci dan keramat bagi
mereka.

Cerita yang termasuk ke dalam golongan mite pada umumnya adalah


mengisahkan tentang terjadinya alam semesta, dunia, manusia pertama, terjadinya
maut, bentuk khas binatang, dan lain sebagainya. Di dalam Cerita Rakyat Laku
Tapa Wuda Ratu Kalinyamat berbentuk Mitos karena ceritanya benar-benar terjadi
dan tokohnya disakralkan oleh pendukungnya.

Tokohnya merupakan manusia biasa yang mempunyai kekuatan atau


kemampuan yang luar biasa, tempat terjadinya di dunia ini penyebarannya masih
melalui tuturan yakni dari mulut ke mulut dan dituturkan dari generasi ke generasi
berikutnya sampai sekarang.

Hubungan yang terkait dengan Cerita Rakyat Laku Tapa Wuda Ratu
Kalinyamat adalah jika kita melaksanakan ziarah pada malam jum’at wage
kemudian minum, berwudhu, mandi atau membawa air dari Sumber air yang berada
di dekat pertapaan Ratu Kalinyamat, dipercaya sangat mujarab bila diminum
perempuan yang telat menikah sehingga cepat mendapatkan jodoh selain itu untuk
pria dan wanita sebagai obat awet muda, air itu juga bisa untuk dibuat wudhu,
minum, cuci muka dan mandi dipercaya akan mendapatkan berkah.

C. FUNGSI CERITA RAKYAT LAKU TAPA WUDA RATU


KALINYAMAT
Fungsi-fungsi cerita rakyat menuurt Dundes (dalam Sudikan, 2001: 109)
adalah sebagai berikut.

a) Membantu pendidikan anak muda (aiding in the education of the young).

Cerita ini dapat membantu pendidikan anak muda, dengan dijadikan


pembelajaran sejarah dan pelestarian cerita rakyat di daerah Jepara, selain itu, cerita
Laku Tapa Ratu Kalinyamat ini dapat diambil hikmah dan amanahnya sehingga
dapat menjadi acuan kehidupan yang lebih baik baik, dengan meniru sifat baik,
pemberani dan berwibawa seperti Sang Ratu.

b) Meningkatkan perasaan solidaritas suatu kelompok (promoting a group’s feeling


of solidarity)

cerita Laku Tapa Ratu Kalinyamat dapat meningkatkan perasaan solidaritas


rakyat Jepara sebagai pemilik folklor yang sama, sebagai anak cucu Ratu
Kalinyamat, rakyat jepara harus turut menjaga solidaritas agar kelestarian folklor
tetap terjaga.

c) Memberi sangsi sosial agar orang berperilaku baik atau memberi hukuman
(providing socially sanctioned way is for individuals to act superior to or to censure
other individuals)
Ratu kalinyamat dikenal sebagai sesosok yang baik cantik, baik hati dan ratu
yang adil dalam memimpin rakyatnya dan leluhur yang patut ditauladani beliau
adalah wanita yang pemberani, taat dan patuh terhadap suami. Ketaatan dan patuh
terhadap suami adalah suatu kewajiban istri tetapi tidak menutup kemungkinan istri
dapat berperan serta dalam menghidupi keluarga mereka. Masyarakat Jepara sangat
menghargai jasa-jasa Ratu Kalinyamat

d) Sebagai sarana kritik sosial (serving as a vehicle for social protest)

e) Memberikan suatu pelarian yang menyenangkan dari kenyataan (offering an


enjoyable escape from reality)

f) Mengubah pekerjaan yang membosankan menjadi permainan (converting dull


work into play).

C. SIMBOL CERITA RAKYAT LAKU TAPA WUDA RATU


KALINYAMAT
Dalam Cerita Rakyat Laku Tapa Ratu Kalinyamat Desa Tulakan Kecamatan
Keling Kabupaten Jepara memiliki simbol-simbol mitos yang sangat dipercayai
oleh masyarakat sekitar, khususnya masyarakat Desa Tulakan.

Simbol mitos tersebut mengenai bagaimana masyarakat sekitar menghargai


dan menghormati tempat pertapaan Ratu Kalinyamat. Dalam Cerita Laku Tapa
Ratu Kalinyamat ini dipercaya terdapat mitos-mitos sebagai berikut :

(a) Tempat Pertapaan Ratu Kalinyamat ini setiap malam Jumat Wage
dipenuhi peziarah yang datang dari berbagai daerah, karena dipercaya pada malam
Jumat Wage merupakan malam yang penuh berkah dan doa mudah terkabul,
mereka datang untuk mengunjungi tempat pertapaan Ratu Kalinyamat dan berdoa
di tempat itu untuk mendapatkan berkah.

(b) Masyarakat desa Tulakan ini mempercayai jika setiap tahun sekali
mengadakan prosesi upacara Jembul, maka masyarakat sekitar akan merasa
makmur, tentram dan selamat karena upacara ini juga dimaksudkan sebagi ucapan
rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rizki dan
keamanan desa.

(c) Masyarakat desa Tulakan maupun masyarakat luar yang datang pada
prosesi upacara Jembul mempercayai jika mereka bisa mendapatkan makanan yang
ada didalam ancak mereka akan mendapatkan berkah, maka dari itu para warga
setelah selesai melakukan prosesi pemutaran Jembul, mereka memperebutkan
makanan yang ada di dalam ancak tersebut.

(d) Sumber air yang berada di dekat pertapaan Ratu Kalinyamat ini
dipercaya sangat mujarab bila diminum perempuan yang telat menikah sehingga
cepat mendapatkan jodoh selain itu untuk pria dan wanita sebagai obat awet muda,
air itu juga bisa untuk dibuat wudhu, minum, cuci muka dan mandi dipercaya akan
mendapatkan berkah

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kepercayaan rakyat atau yang biasa disebut takhyul masih dipercaya
masyarakat pemilik folklor tersebut hingga saat ini adapun jenis kepercayaan
rakyat yang dikemukakan oleh Hand adalah:

a. takhayul disekitar lingkar hidup manusia

b. takhayul mengenai alam gaib

c. takhayul mengenai terciptanya alam semesta

d. takhayul jenis lainnya


B. SARAN
Kita sebagai pemilik folklor harus senantiasa menjaga dan memelihara
folklor tersebut, karena semodern apapun manusia tidak bisa terlepas dari folklor.
DAFTAR PUSTAKA

Danandjaja,James. 2007. Folklor Indonesia:ilmu gosip, dongeng, dan lain lain.


Jakarta. Grafiti

Wibatsuh,Alphine G.2011. Pengertian Folklor Beserta Jenis-Jenisnya.


https://alpineavira.blogspot.com/2011/11/pengertian-folklore-beserta-
jenis.html?m=1. Diakses pada 5 Juni 2019

Priyanto,Edi.2010.Kepercayaan Rakyat.
https://gladhenbasajawa.blogspot.com/2010/05/kepercayaanrakyat.html?m
=1

Anda mungkin juga menyukai