Oleh:
Fadila Kurnia Alannur (
Marwati Ulfah (122010024)
Sumiani (122010049)
Trisnawati (122010056)
KELAS A PAGI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN
KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN SOSIAL
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PONTIANAK
2022
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunianya
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Suku Melayu Pontianak Kalimantan
Barat”.
Kami juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Fety Novianty,
M. Pd. selaku dosen mata kuliah Pendidikan Multikultural yang sudah memberikan
kepercayaan kepada kami untuk menyelesaikan tugas ini.
Kami sangat berharap makalah ini dapat bermanfaat dalam rangka menambah
pengetahuan juga wawasan mengenai Suku Melayu Pontianak Kalimantan Barat.
Kami pun menyadari bahwa di dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran
demi perbaikan makalah yang akan kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada
sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Mudah-mudahan makalah sederhana ini dapat dipahami oleh semua orang khususnya
bagi para pembaca. Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya jika terdapat kata-kata yang
kurang berkenan.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN …………………...…………………………...…..……………. 1
C. Tujuan Penulisan ……………………………………………………..…………….…... 2
BAB 2 PEMBAHASAN ……………………………………...…...……………..……….. 3
BAB 3 PENUTUP …………………...…………………………..……..…………....….... 9
A. Kesimpulan …………………………………….………………..……………….....…... 9
B. Saran …………………………………………………………….....….……………..…. 9
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………..……………...……………... 10
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebudayaan adalah cara hidup yang dianut secara kolektif dalam suatu masyarakat
(Sumarto dalam Mardimin, 1994: 55). Kebudayaan tercipta karena keberadaan manusia.
Manusialah yang menciptakan kebudayaan dan manusia pula yang menjadi pemakainya
sehingga kebudayaan akan selalu ada sepanjang peradaban manusia. Kebudayaan dari sudut
pandang antropologi dianggap sebagai tata kehidupan, way of life, dan tata tingkah laku (Pelly,
1994: 5). Kebudayaan dan masyarakat merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan.
Dalam perkembangannya, budaya masyarakat menghasilkan corak-corak khas yang
tercermin dalam budaya etnikal. Satu daerah yang memiliki kekayaaan budaya etnikal adalah
Kalimantan Barat. Kalbar memiliki tingkat keragaman budaya yang tinggi. Kalimantan Barat
merupakan provinsi yang unik dalam kajian etnik dan kebudayaan. Keunikan budaya di Kalbar
juga muncul dari polarisasi identitas pelaku kebudayaan atau etnik masyarakatnya. Satu di antara
identitas etnik asli Kalbar yaitu etnis Melayu yang memiliki khazanah kebudayaan yang
menarik.
Melayu sebagai sebuah identitas pelaku kebudayaan Kalbar terbagi menjadi lima wilayah
kebudayaan besar. Satu di antara kebudayaan itu adalah kebudayaan Melayu Pontianak dengan
wilayah domisili di Kota Pontianak dan Kabupaten Pontianak (Effendi, 2006: 85), Wilayah
kebudayaan ini memiliki khazanah kebudayaan lokal yang unik.
1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Asal Muasal dan Adat Istiadat Suku Melayu Pontianak?
2. Bagaimana Pakaian dan Makanan Tradisional Suku Melayu Pontianak?
3. Bagaimana Bahasa Melayu Pontianak?
4. Bagaimana Senjata dan Alat Kesenian Tradisional Melayu Pontianak?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Asal Muasal dan Adat Istiadat Suku Melayu Pontianak
2. Mengetahui Pakaian dan Makanan Tradisional Suku Melayu Pontianak
3. Mengetahui Bahasa Melayu Pontianak
4. Mengetahui Senjata dan Alat Kesenian Tradisional Melayu Pontianak
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
dalam beberapa upacara adat kaum di rantau-rantau Melayu. Dari upacara pernikahan
hingga Pengobatan tradisional.
Sirih Junjung dihias cantik sebagai sebagian barang hantaran pengantin dan juga sirih
penyeri kepada pengantin perempuan. Selain itu di dalam upacara resmi kebesaran istana dan
kerajaan juga, sirih junjung memainkan peranan penting, sirih menjadi penyeri majelis dan
mengepalai sesuatu perarakan yang diadakan. Tradisi makan sirih merupakan warisan budaya
masa silam, lebih dari 3000 tahun yang lampau atau di zaman Neolitik, hingga saat ini. Budaya
makan sirih hidup di Asia Tenggara.
Sirih untuk dimakan didalam adat resam puak Melayu diletakkan di dalam tempat yang
disebut Tepak Sirih. Tepak terbuat dari kayu berukir, dalam suasana adat tepak dibungkus kain
berhias. Ada pula tepak yang berukir terbuat dari logam tertentu. Di beberapa rantau Melayu,
4
Cerana juga difungsikan untuk meletakkan sirih dan pelengkapnya. Dalam kehidupan orang
melayu dikenal sebagai sebuah tradisi yang disebut dengan berkapur sirih, yaitu tradisi makan
sirih yang diramu dengan kapur dan pinang. Tradisi makan sirih merupakan warisan budaya
masa silam, lebih dari 300 tahun yang lampau hingga sat ini.
Di dalam tepak sirih terdapat beberapa perlengkapan yang lainnya seperti Cembul yang
berjumlah empat atau lima yang digunakan untuk tempat menyimpan pinang, gambir, kapur,
tembakau, dan bunga cengkeh. Bekas sirih yang digunakan untuk menyimpan sirih. Kacip
merupakan alat yang berfungsi sebagai pisau untuk memotong dan mengiris buah pinang atau
obat-obat tradisional yang terdiri dari tumbuh-tumbuhan.
Didalam tradisi makan sirih sering disebut dengan ramuan berkapur sirih, yang biasanya
dilengkapi dengan sirih, pinang, gambir, tembakau dan kapur. Semua ramuan atau bahan yang
digunakan dalam berkapur sirih memiliki makna dan falsafah tersendiri, yang mana sirih
memiliki lambang sifat rendah hati, memberi, serta selalu memuliakan orang.
Ada beberapa aksesoris yang ditambahkan seperti penutup kepala berupa peci untuk pria,
dan kerudung untuk wanita. Kemudian untuk pria ditambah sarung yang dililit di pinggang
sampai batas lutut. Berikutnya adalah selempang yang digunakan baik pria maupun wanita yang
5
umumnya terbuat dari kain songket. Teluk Belanga adalah pakaian adat Kalimantan Barat untuk
pria dari suku Melayu. Pakaian ini dipakai bersama dengan celana panjang dan sarung yang
dililit di pingga hingga lutut serta songkok atau peci hitam.
Makanan Melayu
- Mie Sagu Khas Pontianak
Mie sagu merupakan salah satu kuliner khas suku Melayu di Pontianak. Biasanya
makanan ini dijadikan makanan pendamping di Kalimantan Barat. Mie
Sagu merupakan kuliner berbahan mie yang terbuat dari tepung sagu yang diolah dari
batang Pohon Sagu (Sago Palm) atau Pohon Rumbia, pohon ini paling banyak
tumbuh di Indonesia khususnya di daerah tropis seperti Maluku, Papua, Riau,
Sulawesi tanpa kecuali Kalimantan, baik secara liar maupun dibudidayakan pada
perkebunan rakyat.
Mie Sagu Khas Pontianak memiliki tekstur yang kenyal dan lembut. Bentuk mie-nya
pipih lebar dan berwarna bening seperti bihun hanya lebih tebal. Ciri Mie Sagu yang
merupakan khas dari Kota Pontianak ini adalah terletak pada tambahan ikan teri,
kecambah, potongan daun kucai, kuah kaldu dan juga dapat dikolaborasikan dengan
beberapa item lainnya seperti telur, bakwan, ebi, udang, bakso hingga aneka vegetarian.
6
telur, dan kapur, serta berbentuk kipas. Proses penggorengan pisang goreng
Pontianak dilakukan dua kali.
- Ce Hun Tiau atau Sagu Gunting menjadi salah satu makanan khas Pontianak yang
dapat mendinginkan tubuh dan dahaga di kala panas. Makanan yang satu ini terbuat
dari tepung beras dan tepung kanji berbentuk mie. Biasanya disajikan bersama ketan
hitam, bongko, mutiara, dan yang paling utama adalah es.
7
Artinya, penggunaan bahasa Melayu ini hanya pada sesama pengguna bahasa Melayu.
Penggunaan bahasa Melayu Pontianak digunakan pada saat berkomunikasi tatap langsung.
Tetapi, penggunaan bahasa Melayu Pontianak pada komunikasi tatap langsung berbeda dengan
komunikasi melalui media tulisan. Kata yang mereka gunakan hanya sebagian kecil dari yang
dikategorikan sebagai bahasa Melayu Pontianak, yaitu hanya kata yang telah dan biasa
didengarkan oleh sebagian besar bukan pengguna bahasa Melayu Pontianak dan mudah
dimengerti.
Faktor Penyebab Penggunaan Bahasa Melayu Pontianak di masyarakat Kota Pontianak
a. Faktor Sosial/Pergaulan
Pergaulan masyarakat saat ini bisa dikatakan luas karena banyaknya akses yang
digunakan baik dari lingkungan keluarga, sekolah, maupun media sosial yang
menghubungkan satu sama lain. Pada semua akses inilah muncul dan berkembang bahasa
Melayu Pontianak yang sudah ada dari zaman nenek moyang di Kota Pontianak
Kalimantan Barat. Baik tulis maupun lisan pada pergaulan sehari-hari yang kemudian
saling berinteraksi dan akan mengikuti pemakaian bahasa Melayu Pontianak sehingga
semakin banyak digunakan oleh masyarakat. Bahasa ini berkembang dalam pergaulan
sehari-hari di kalangan masyarakat yang paling sering digunakan. Semakin lama bahasa
ini terus berkembang sehingga telah dianggap wajar pada kalangannya. Dalam bahasa
Melayu Pontianak, masyarakat Kota Pontianak bebas menggunakan bahasa dalam
pergaulan sehari-hari sesuai dengan keinginan mereka.
b. Faktor Budaya
Penggunaan bahasa Melayu Pontianak sebagai sarana komunikasi yang kuat dipengaruhi
oleh budaya. Bahasa Melayu Pontianak sebagai suatu sistem simbol atau lambang yang
dapat berubah kalau berkaitan dengan ide, perasaan, pengalaman, peristiwa dan
fenomena lainnya serta dipengaruhi oleh aturan-aturan yang berlapis-lapis dikembangkan
oleh masyarakat Kota Pontianak. Dengan demikian, budaya sebagai sesuatu yang
dihasilkan dari pikiran atau pemikiran sebagai perwujudan kebudayaan.
c. Faktor Media
Kegemaran seseorang membaca, menulis, menonton film bahkan iklan, cukup
memengaruhi dalam pemakaian bahasa sehari-hari. Bahasa yang digunakan oleh
masyarakat dikarenakan oleh apa yang mereka dengarkan. Pada televisi lokal misalnya,
8
banyak program televisi, lagu-lagu daerah, novel, cerpen, film bahkan iklan yang telah
menggunakan dan ikut membantu mempopulerkan bahasa Melayu Pontianak tersebut.
Sosial media juga menjadi pengaruh terbesar saat ini. Masyarakat justru bangga dan
banyak menggunakan bahasa Melayu Pontianak dalam menulis status maupun artikel.
Tanpa disadari bahwa bahasa yang digunakan oleh publik figur maupun masyarakat itu
dapat memengaruhi masyarakat Kota Pontianak dalam berbahasa Melayu Pontianak.
9
tersebut adalah Syarief Husein Al-Qadrie. Kesenian hadroh melayu yang berisikan
dzikir-dzikir, yang menjadi strategi Syarief Husein Al-Qadrie dan anaknya Syarief
Abdurrahman Al-Qadrie, untuk menyebarkan Agama Islam Di Pontianak Kalimantan
Barat.
- Segi Kegunaan
Kesenian Hadroh Melayu atau biasa disebut tar atau terbang, dengan alunan gendang
yang sangat khas. Oleh orang-orang melayu di Pontianak biasanya kesenian hadroh
melayu digunakan untuk, Maulidan, dzikiran, pementasan, dan sebagai pengiring arak-
arakan pengantin. Suatu rangkaian kegiatan pertunjukan seni tentu memiliki urutan dan
berbagai persiapan yang berhubungan dengan pementasannya, struktur pertunjukan
musik hadrah meliputi beberapa unsur yaitu: urutan penyajian, tata panggung, tata suara,
tata lampu, dan pemain musik.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Asal muasal Orang Melayu Pontianak bermula dari kisah Sayyid Kubu yang diminta
bantuan oleh Raja Dharmasraya untuk mencari pasukan Dharmasraya yang telah lama tidak
kembali ke Dharmasraya. Rombongan pasukan dari Dharmasraya dan Siak kemudian
membangun pemukiman baru di wilayah yang sekarang disebut Jeruju, yang selanjutnya
menjadi asal muasal Orang Melayu Pontianak. Adat istiadat adalah aneka kelaziman dalam
suatu negeri mengikuti pasang surut situasi atau keadaan masyarakat. Kelaziman ini pada
umunya menyangkut keistimewaan masyarakat. Adat istiadat merupakan gagasan
kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai kebudayaan, norma, kebiasaan, kelembagaan, dan
hukum adat yang lazim dilakukan di suatu daerah.
2. Pakaian adat Kalimantan Barat dari suku Melayu hampir sama dengan pakaian suku
Melayu di Pulau Sumatera seperti Riau, Medan dan Bengkulu. Pakaian adat Kalimantan
Barat dari suku Melayu menggunakan baju kurung yang berwarna sama dengan celana
panjang yang dipakai. Untuk wanita baju kurung berukuran lebih panjang untuk menutup
seluruh badan. Makanan Melayu adalah masakan dari etnis Melayu yang dapat ditemukan
di Indonesia (di daerah Pulau Sumatra, dan Kalimantan). Ciri utama dari makanan
tradisional Melayu adalah menggunakan rempah-rempah yang cukup banyak, dan santan
juga penting dalam memberikan cita rasa pada hidangan Melayu.
3. Bahasa Melayu Pontianak merupakan dialek bahasa Melayu yang dituturkan di Kota
Pontianak, Kabupaten Kubu Raya dan Kabupaten Mempawah. Dialek ini dipengaruhi oleh
bahasa Dayak dari rumpun Klemantan. Kata adalah satuan bahasa yang memiliki satu
pengertian; atau kata adalah deretan huruf yang diapit oleh dua buah spasi, dan mempunyai
satu arti (Chaer, 1994: 162). Penggunaan bahasa Melayu Pontianak terjadi jika penutur dan
lawan tutur adalah dari masyarakat yang sama yaitu masyarakat Kota Pontianak.
4.
B. Saran
11
DAFTAR PUSTAKA
https://media.neliti.com/media/publications/293875-budaya-kemponan-pada-masyarakat-
melayu-p-22f76ff7.pdf
https://opac.perpusnas.go.id/DetailOpac.aspx?id=1051875
https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jpdpb/article/download/36472/75676583357
https://jurnal.uns.ac.id/prosidingprasasti/article/download/1692/1574
http://lib.unnes.ac.id/25856/1/2501914018.pdf
12