Anda di halaman 1dari 19

JENIS-JENIS PENINGGALAN MEGALIT DI DESA TANJUNG ARO

Disusun Oleh Kelompok 4 Kelas X.G :

ASYIFA DEA SEPTIANI

BINTANG PUTRA YUDHAYANA

CINTA LAURA

IBRAHIM HABIBUR RAHMAN

TIARA AGUSTINA

SMA NEGERI 1 PAGARALAM

TAHUN AJARAN 2023 – 2024

KATA PENGANTAR
1
Puji syukur penulis ucapakan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan
karuniaNya sehingga makalah yang berjudul “Jenis Jenis Peninggalan Megalit di desa
Tanjung Aro” ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam semoga
terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita
selaku umatnya. Makalah ini penulis buat untuk melengkapi tugas pelajaran Sejarah. Saya
ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah
ini.

Dan saya juga menyadari akan pentingnya sumber bacaan dan referensi internet yang
telah membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah. Saya juga
mengucapkan terima kasih kepada bapak guru Hardianto Spd , sebagai guru bidang studi
yang telah banyak memberi petunjuk dan semua pihak yang telah memberikan arahan serta
bimbingannya selama ini sehingga penyususan makalah dapat dibuat dengan sebaik baiknya.
Saya menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini sehingga saya
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.
Saya mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan,
karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekurangan pasti
milik kita sebagai manusia. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Pagaralam, 18 0ktober 2023

ASYFA DEA SEPTIANI

DAFTAR ISI

2
Halaman

HALAMAN JUDUL..................................................................................................... 1

KATA PENGANTAR................................................................................................... 2

DAFTAR ISI.................................................................................................................. 3

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................. 4
A. Latar Belakang.................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah............................................................................................... 4
C. Metode Penulisan................................................................................................ 5

BAB II PEMBAHASAN............................................................................................... 6
A. Pembahasan Rumusan Masalah.......................................................................... 6

BAB III SIMPULAN DAN SARAN………………………………………………… 15


A.. Kesimpulan……………………………………………………………………. 15
B. Saran…………………………………………………………………………… 15

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 16


DOKUMENTASI.......................................................................................................... 17

BAB 1
3
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kota Pagaralam disebut dengan kota Besemah, Besemah sendiri adalah nama
tanah, nama daerah, nama etnik, nama bahasa, nama adat, dan nama kebudayaan
provinsi Sumatera Selatan. Besemah berasal dari kata dasar “Semah” yang berarti air
(sungai) yang ada ikan semah hidup di sungai-sungai atau danau- danaunya (Tim,
2014:11). Dahulu Besemah mencakup suatu wilayah yang luas, menjadi terpecah-
pecah karena dikecilkan oleh Belanda. Sehingga tampaklah oleh kita sekarang kalau
Besemah hanya sebatas Pagaralam. Namun ada yang menarik, bila keturunan
Besemah ini ingin bersatu kembali maka sudah tersedia jalan, yakni adanya
persamaan bahasa, adat, dan seperasaan, terbukti masih adanya bahasa Besemah
meskipun orang tersebut tidak di Pagaralam. Contoh beberapa daerah yang
menggunakan bahasa Besemah, antara lain: Pagaralam, Lahat, Palas Pasemah
(Lampung), Kota Agung, Padang Guci, dan daerah lainnya (Puspa, 2013:16).
Situs-situs megalitik tersebar di daratan tinggi seperti di puncak gunung, di
lereng dan di lembah. Pada umumnya situs-situs megalitik berada di ketinggian 500
mdpl, karena terletak di dataran tinggi maka daerah ini mempunyai curah hujan yang
tinggi sepanjang tahun yang terletak di desa Tanjung Aro. Di daerah Pagaralam
tepatnya di situs megalit Tanjung Aro yang termasuk dalam kecamatan Pagaralam
Utara. Temuan megalitik yang terdapat dalam kawasan ini yaitu: Arca Megalit
Manusia Dililit Ular, , kubur batu,, dan sebaran batu-batu megalit. Kebudayaan di
situs ini yang menarik bahwa hasil dari peninggalan-peninglan di situs ini yaitu pada
masa prasejarah zaman megalitikum atau juga disebut zaman batu besar.
B. Adapun rumusan masalah

Menurut Asyifa temuan Arca yang dibahas yaitu Kubur Batu sangatlah
bersejarah yang ada dikomplek sejarah Ttanjung Aro.

Menurut Cinta temuan Arca yang berada di Tanjung Aro yang dibahas dan
dipertanyakan ialah Manusia Dililit Ular yang memiliki sejarah tersendiri.

Menurut Tiara terdapat sejarah tersembunyi yang menyebabkan terjadinya


persebaran batu-batu Megalit.

4
Menurut Ibrahim Ular yang membelit kedua leluhur tanjung aro adalah
Anaconda prasejarah karena memiliki ukuran yang sangat besar

Menurut Bintang bagaimana kondisi lanskap fisik yang ada disitus Tanjung
Aro.

C. Metode penulisan
Metode yang kami lakukan Asyifa dan kawan-kawan yaitu secara langsung
dengan melihat subjek peninggalan sejarah yang ada di Tanjung Aro Kota Pagaralam.

5
BAB II
PEMBAHASAN.

A. Pembahasan Rumusan masalah


1. Menurut Asyifa temuan Arca yang dibahas yaitu Kubur Batu sangatlah bersejarah
yang ada dikomplek sejarah tanjung aro Di situs Tanjung Aro ini kubur batu
berjumlah 2 buah dan letaknya berdampingan dengan bentuk dan ukurannya
hampir sama. Kubur batu terbuat dari susunan lempengan batu membentuk sebuah
ruang atau bilik dan terletak di bawah permukaan tanah, bilik tersebut memiliki
ukuran a) lebar 1,33 m, panjang 1,74 m, tinggi 1,57 m dan b) lebar 0,70 m,
panjang 0,85 m, tinggi 0,90 m. Lempengan batu tersebut disusun menjadi sebuah
dinding ruang dan atap. Di dalamnya sendiri selain ada ruang menyerupai kamar
juga terdapat ruangan yang lebih kecil berada di bagian ujung dinding yang
berhadapan dengan pintu masuk. Sedangkan lantai yang ada di dalam ruangan
tersusun atas lempengan-lempengan batu kecil yang berfungsi sebagai ubin.
Kubur Batu Tanjung Aro terletak di Desa Tanjung Aro, Kecamatan Pagar Alam
Utara, Kota Pagar Alam, Propinsi Sumatera Selatan. Secara astronomis berada
pada koordinat S 04º001’17.1” E 103º14’12.8”.

Pada masa prasejarah ketika kebudayaan megalitik berkembang bahwa kubur batu
merupakan salah satu dari jenis peninggalan batu-batu besar (megalit). Sedangkan
sesuai dengan namanya fungsi dari kubur batu sendiri sebagai tempat penguburan
(stonecists) bagi orang-orang yang dihormati di lingkungan masyarakat yang
hidup pada masa megalit. Kubur batu ini sudah dilakukan pengamanan dengan

6
cara diberi pagar keliling yang terbuat dari kayu dengan ukuran panjang 5,50
meter dan lebar 5 meter. Sedang bagian atas di beri cungkup seng dengan tiang
penyangga dari kayu dan pondasi semen.

2. Arca Manusia Dibelit Ular berada di Dusun Tanjung Aro, Keluruhan Kuripan
Babas, Kecamatan Pagar Alam Utara, Kota Pagar Alam, Provinsi Sumatera
Selatan. Pada kegiatan inventarisasi yang dilaksanakan pada tahun 2010 oleh Tim
Kelompok Kerja Dokumentasi Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi. Tinggalan
megalitik yang berada di kaki Gunung Dempo ini, didata sebagai inventaris
dengan nomor : SML/PGR/02/2010. Secara astronomis Arca Manusia Dibelit Ular
berada di titik 4°00’17.2″S 103°14’11.0″R
Di Situs Tanjungaro ini, selain Arca Manusia Dibelit Ular juga terdapat tinggalan
megalitik lainnya, yaitu Kubur Batu. Keletakan kedua tinggalan megalitik ini
berjarak sekitar 50 M, Arca Manusia Dibelit Ular berada di area persawahan
sementara Kubur Batu berada di tengah-tengah pemukiman di Tanjung Aro.
Tinggalan megalitik lainnya yang berada di Dusun Tanjung Aro antara lain berupa
Batu Dakon dan Monolit.
Arca figur manusia dibelit ular ini terbuat dari batu alam tunggal (monolit) dengan
pahatan profil 2 manusia dililit ular, sedangkan salah satu dari manusia tersebut
pada bagian kepala digigit ular. Arca ini sendiri merupakan salah satu dari
peninggalan prasejarah masa megalit yang pernah berkembang di daerah Pagar
Alam dan Lahat dan sering disebut dengan kebudayaan Pasemah. Arca yang
terletak di tengah sawah ini telah diberi pagar keliling yang terbuat dari besi
Situs ini dikenal karena dua arca manusia yang dililit oleh seekor ular besar,
sebuah pemandangan yang memukau dan misterius.
Situs ini terkenal karena dua arca manusia yang menjadi pusat perhatian.
Arca tersebut menggambarkan sebuah adegan yang menakjubkan, dengan bagian
kepala ular yang memakan kepala seorang manusia, sementara bagian tubuh ular
membelit tubuh seorang lainnya.
Kejadian ini telah menarik perhatian banyak orang selama berabad-abad.
Selama masa penjajahan Jepang, arca ini menjadi fokus perhatian tentara Jepang.
Mereka mengirim puluhan tentara dan menggunakan alat berat dalam upaya untuk
mengambil arca ini

7
Setelah upaya penjajah Jepang yang gagal, arca ini tetap berada di tempatnya
semula. Saat ini, situs megalitik ini dirawat dan dilestarikan oleh Balai Pelestarian
Cagar Budaya Jambi.
Arca ini menjadi bagian dari warisan budaya yang penting bagi masyarakat
setempat dan Indonesia pada umumnya.
Selain arca manusia yang dililit ular, situs ini juga memiliki beberapa batu
istimewa lainnya.
Beberapa di antaranya termasuk “batu kompas,” “batu menyesui,” “batu
beraganjal tiga” sebanyak dua buah, “arca musibah,” dan arca “orang mendukung
anak.” Semua batu ini memiliki nilai sejarah dan budaya yang tinggi.
Situs Megalitik di Desa Tanjung Aro, Pagar Alam Utara, adalah tempat bersejarah
yang penuh misteri dan keindahan.
Arca manusia yang dililit oleh ular besar menjadi daya tarik utama, sementara
batu-batu istimewa lainnya juga memberikan wawasan tentang budaya kuno.

3. Di Sumatera, bangunan megalitik terdapat di bagian selatan pulau tersebut, yang


di dataran tinggi Tanah Besemah. Daerah ini terleak di antara Bukit Barisan dan
Pegunungan Gumay, di lereng Gunung Dempo (3173 m). Peninggalan situs
megalitik di daerah ini pernah dilaporkan oleh Ullman tahun 1850, Tombrink
tahun 1870, Engelhard tahun 1891, Krom tahun 1918, Westernenk tahun 1922,
dan Hoven tahun 1927, yang hampir semuanya beranggapan bahwa bangunan-
bangunan tersebut merupakan peninggalan Hindu. Pada tahun 1929, van Eerde
mengunjungi tempat tersebut, ia berbeda pendapat dengan angggapan-anggapan
terdahulu. Van Eerde menyatakan, bahwa peninggalan megalitik di Besemah tidak
pernah dipengaruhi oleh budaya Hindu, tetapi masih termasuk dalam jangkauan
masa prasejarah. Bentuk megalitik tampak nyata pada peninggalan tersebut seperti
pada menhir, dolmen, dan lain-lain. Kemudian van der Hoop melakukan
penelitian yang lebih mendalam selama kurang lebih 7 bulan di Tanah Besemah,
ia menghasilkan publikasi lengkap tentang megalit di daerah tersebut. Publikasi
ini sampai kini masaih sangat berharga bagi penelitian situs-situs megalit di Tanah
Besemah. Van Heerkeren telah membuat ikhtisar tentang penemuan-penemuan
megalitik di Indonesia, termasuk di Sumatera Selatan, sedangkan Peacock
mencoba membahas megalit Besemah ini dari sudut pandang sejarah dan
fungsinya dalam usaha penelahan kehdupan sosial masa lampau.
8
Namun yang pasti, di Tanah Besemah, Sumatera Selatan, pernah ada budaya yang
hidup dan berkembang dalam lintasan prasejarah.Hal ini terbukti dengan
banyaknya peninggalan budaya megalitik yang tersebar, misalnya di dusun
Tegurwangi (batu beghibu dan lain-lain), gunungmigang (batu rang, batu kitap
dan lain-lain), Gunung kaye (batu bupean / kubus dan batu pidaran/dakon),
simpang pelajaran (batu pidaran, dan lain-lain), situs Muarapayang (batu perahu,
peti kubur batu dan lain-lain), Tanjung-aghe (batu jeme dililit ulagh, peti kubur
batu dan lain-lain), Talangtinggi Gunung Dempo (peti kubur batu), Keban-agung
(batu jelapang), Belumay (batu nik kuanci dan peti kubur batu), Tebingtinggi,
Lubukbuntak (batu jeme) Nanding (batu gung), Geramat Mulak Ulu (batu
bercoret), Semende (batu tapak puyang awak), Pagaralam-Pagargunung (batu
ghuse, batu bekatak, dan lain-lain), Kuteghayewe (batu gajah, peti kubur batu,
batu kursi dan lain-lain), Pulaupanggung, Impit Bukit (batu jeme ngilik anak)
Pajarbulan, Tanjungsakti (batu tiang/menhir), Genungkerte, Tanjungsakti (batu
kawah), Baturancing (batu kebau tanduk runcing) dan lain-lain.
Peninggalan megalitik yang terdapat di Besemah terutama berupa menhir,
dolmen, peti kubur batu, lesung serta patung-patung batu yang bergaya statis dan
dinamis (Kherti, 1953:30). Menhir adalah sebuah batu tegak, yang sudah atau
belum dikerjakan dan diletakkan dengan sengaja di suatu tempat untuk
memperingati orang yang telah mati. Benda tersebut dianggap sebagai medium
penghormatan, menampung kedatangan roh sekaligus menjadi symbol dari orang-
orang yang diperingati. Di Besemah ditemukan menhir berdiri tunggal atau
berkelompok, membentuk formasi temugelang, persegi atau bujursangkar dan
sering bersama-sama dengan bangunan lainnya, seperti dolmen, peti kubur batu
atau lainnya. Di Karangdalam ditemukan menhir polos setinggi 1,6 meter, berdiri
di atas undak batu. Di atas undak batu ini terdapat pula sebuah batu berlubang
seperti batu lumping. Di dusun Tegurwangi, banyak ditemukan menhir polos
dengan tinggi maksimal 1,5 meter di dekat dolmen, patung-patung dan peti kubur
batu. Menhir yang lebih kecil setinggi 0,4 meter yang berdekatan dengan undak
batu ditemukan di dusun Mingkik.
Menurut pengamatan van der Hoop, dolmen yang paling baik terdapat di
Batucawang. Papan batunya berukuran 3 x 3 m dengan tebal 7 cm, terletak di atas
4 buah batu penunjang. Salah satu dolmen yang digalinya di Tegurwangi, diduga
berisi tulang-tulang manusia, tetapi tulang dan benda-benda lain yang dianggap
9
sebagai bekal kubur tidak ditemukan. Selain dolmen-dolmen, di daerah Besemah
banyak ditemukan patung batu yang diduga merupakan patung manusia. Di antara
dolmen-dolmen, terdapat juga dolmen yang papan batunya ditunjang oleh 6 buah
batu tegak. Tradisi setempat menyatakan bahwa tempat ini merupakan pusat
aktivitas upacara ritual pemujaan nenk moyang. Di daerah ini ditemukan juga
dolmen bersama-sama menhir. Temuan-temuan lainnya terdapat di Pematang dan
Pulaupanggung (Sekendal). Di dua tempat ini ditemukan palung batu. Daerah
temuan lain adalah dusun Nanding, Tanjung-aghe, Pajarbulan (tempat
ditemukannya dolmen dan menhir bersama dengan lesung batu, Gunungmigang,
Tanjungsakti dan Pagardiwe (Kherti, 1953;30).
Kubur berundak adalah kuburan yang dibuat di atas sebuah bangunan berundak
yang biasanya terdiri dari satu atau lebih undak-undak tanah, dengan tebing-tebing
yang diperkuat dengan batu kali. Di dusun Mingkik ditemukan sebuah bangunan
berundah dua, dengan tebing-tebing yang diperkuat dengan batu kali. Tinggi
undak bawah 1,5 m dengan luas dataran berukuran 4 x 3,5 m. di dataran kedua
didapatkan 2 buah batu tegak dengan sebuah batu kali berbentuk segi-empat. Di
Karangdalam ditemukan bangunan batu berundak yang tiap datarannya dilapisi
dengan papan batu dan banyak diantaranya belubang-lubang kecil. Di atas
susunan batu berundak ini berdiri sebuah menhir setinggi 1,6 meter. Temuan di
dusun Keban-agung yang mungkin berasal dari zaman yang lebih muda berupa
sebuah kubur batu berundak dengan empat buah nisan yang diukir dengan pola
daun (arabesk) dan pola burung. Nisan lainnya berbentuk manusia yang dipahat
secar sederhana.
Peti kubur batu adalah kubur berupa sebuah peti yang dibentuk dari enam keping
papan batu; terdiri dari dua sisi panjang, dua sisi lebar, sebuah lantai dan sebuah
penutup peti. Papan-papan batu tersebut disusun secara langsung dalam lubang
yang telah disiapkan terlebih dahulu. Peti kubur batu sebagian besar membujur
dengan arah timur-barat. Temuan peti kubur batu yang paling penting terdapat di
dusun Tegurwangi, sebuah daerah yang memang kaya dengan situs megalit seperti
dolmen, menhir dan patung-patung.
Selain van der Hoop, penelitian tentang peti kubur batu ini dilakukan juga oleh
peneliti C.C. Batenberg dan C.W.p. de Bie. Van der hoop, sendiri telah meggali
salah satu peti yang berada di Teguwangi, yang dianggap paling besar di antara-
antara peti kubur batu lainnya. Ia berhasil menemukan benda-benda yang penting
10
yang dianggap sebagai bukti peninggal dari pendukung tradisi peti kubur batu.
Pemukaan atas tutup peti kubur batu berada 25cm dibawah permukaan tanah, dan
tutup peti kubur batu ini terdiri dari beberapa papan batu. Sela – sela antara batu –
batu penutup dan antara penutup dengan peti tersebut disi dengan batu – batu
kecil. Diantara papan – papan penutup, yang paling besar berukuran panjang
2,5m. lantai peti yang agak melambai dengan arah timur barat, terdiri dari 3 papan
batu. Sisa – sisa tidak terdapat dalam peti – peti yang penuh dengan tanah dan
pasir itu. Lapisan tanah selebar 20 cm dari atas peti, berisi temuan – temuan,
sseperti 4 butir manik – manik merah berbentuk selindik, sebuah manik berwarna
hijau transparan berbentuk heksagonal tangkup, sebuah paku emas berkepala bulat
dan ujung yang tumpul, sebuah manik berwarna kuning keabu – abuan dua buah
mekanik berwarna biru serta sebuah fragment perunggu selain itu masih
ditemukan manik – manik dalam berbagai bentuk sebanyak 63 buah. Didalam peti
kubur batu yang lainnya yang pernah dibuat oleh Batenburg, ditemukan beberapa
buah manik – manik berwarna kuning dan sebuah mata tombak dari besi yang
telah sangat berkarat.
Didalam peti kubur batu yang ditemukan oleh de Bie, terdapat sebuah lempengan
perunggu berbentuk segiempat yang mengembung di bagian tengah. Selanjutnya
de Bie menemukan peti kubur batu rangkap di tanjung-aghe yang terdiri dari dua
ruang sejajar berdampingan, dipisahkan oleh dindingyang di lukis dengan warna-
warna hitam, putih, merah, kuning, dan kelabu.lukisan ini menggambarkan
manusia dan binatang yang distilir. Antra lain tampak gambar tangan dengan tiga
jari, kepala kerbau dengan tanduknya, dan mata kerbau yang di gambarkan
dengan lambang-lambangnya, mempunyai hubungan dengan konsepsi pemujaan
nenek-moyang.
Temuan-temuan megalitik yang paling menarik di Tanah Besemah adalah arca-
arca batu yang dinyatakan oleh von Heine Geldern bergaya “dinamis”. Arca-arca
ini juga menggambarkan bentuk-bentuk binatang, seperti gajah, harimau, dan
moyet. Kelihatan bentuk-bentuk arca yang membulat. Dapat ditafsirkan bahwa
pendukung budaya megalitik mekanik di sini memilih bahannya sesuai dengan
bentuk arca yang akan dipahat; kemudian pemahatan arca itu disesuaikan lagi
dengan bentuk asli batunya. Plastisitas seni arca yang menonjol menandakan
keahlian si pemahat. Sebagian besar arca-arca tersebut mewujudkan seorang lelaki
bertutup kepala berbentuk topi baju, bermata bulat yang menonjol dengan dahi
11
yang menjorong, yang semuanya memperlihatkan ciri ras Negrito. Arca-arca ini
selanjutnya memakai gelang tangan dan karung, sedangkan pedang pendek yang
lurus dan runcing tergantung di pinggang. Bagian kaki, dari betis sampai
pergelangan kaki, tertutup oleh lilitan pembalut kaki. Kadang-kadang dipundak
tampak “ponco”, yaitu selembar kaki penutup punggung, seperti yang bias dipakai
oleh orang Amerika Latin.
Arca-arca ini tersebar di Kabupaten Lahat dan Kota Pagaralam, seperti
Karangindah, Tinggiari Gumai, Tanjungsirih, Padang Gumay, Pagaralam, Tebat
sementur (Tanjung tebat), Tanjunng Menang-Tengahpadang, Tanjungtebat,
Pematang, Ayik Dingin, Tanjungberingin, Geramat Mulak Ulu, tebingtinggi-
Lubukbuntak, Nanding, Batugajah (Kutaghaye Lame), Pulaupanggung
(Sekendal),Gunungmigang, Tegurwangi, Airpur. Penemuan yang paling menarik
adalah megalitik yang dinamakan “Batugajah”, yakni sebongka batu berbentuk
bulat telur, berukuran panjang 2,17 m dan dipahat pada seluruh permukaannya.
Bentuk batunya yang asli hampir tidak diubah, sedangkan pemahatan objek yang
dimaksud disesuaikan dengan bentuk batunya. Namun, plastisitas pahatannya
tampak indah sekali. Batu dipahat dalam wujud seekor gajah yang sedang
melahirkan seekor binatang antara gajah dan babi-rusa, sedangkan pada ke dua
bela sisinya dipahatkan dua orang laki-laki. Laki-laki sisi kiri gajah berjongkok
sambil memegang telinga gajah, kepalanya dipalingkan ke belakang dan bertopi.
Perhiasan berbentuk kalung besar yang melingkar pada lehernya,begitu pula pada
betis tampak tujuh gelanng. Pada ikat pinggang yang lebar tampak pedang berhulu
panjang, sedangkan sebuah nekara tergantung pada bahunya. Pada sisi lain (sisi
kakan gajah) dipahatkan seorang laki-laki juga, hanya tidak memakai pedang.
Pada pergelangan tangan kanan, terdapat gelang yang tebal, pada betis tampak 10
gelang kaki.
Temuan batu gajah dapat membatu usaha penentuan umur secara relative dengan
gambar nekara itu sebagai petunjuk yang kuat, selain petunjuk-petunjuk lain
seperti pedang yang mirip dengan belati Dong Son (Kherti, 1953:30), serta benda-
benda hasil penggalian yang berupa perunggu (Besemah, gangse) dan manik-
manik. Dari petunjuk-petunjuki diatas, para ahli berkesimpulan bahwa budaya
megalitik di Sumatera Selatan, Khususnya di Kabupaten Lahat dan Kota
Pagaralam, berlangsung pada masa perundagian; pada masa ini teknik pembuatan
benda logam mulai berkembang. Sebuah nekara juga dipahatkan pada arca dari
12
Airpuar. Arca ini melukiskan dua orang prajurit yang berhadp-hadapan, seorang
memegang tali yang diikatkan pada hidung kerbau, dan orang yang satunya
memegang tanduknya. Kepala serigala (anjing), tampak di bawah nekara
perunggu tersebut.
Selain temuan-temuan di atas terdapat pula benda-benda megalitik berupa batu
palung dan batu lesung. Batu palung adalah jambangan batu yang berbentuk
panjang dengan sudut-sudut membulat. Jambangan ini fungsinya dipergunakan
untuk menyimpan tulang-tulang manusia, seperti yang dilakukan di Nias. Batu-
batu palung antara lain terdapat di Pajarbulan (Impit Bukit ), Gunungmigang,
Tebatgunung, dusun Pagaralam, dan Pulaupanggung (Sekendal). Di beberapa
tempat batu-batu palung tersebut, dibentuk seperti tubuh manusia, bahkan didekat
Tebat Beluhu, sebuah palung dipahatkan bersama-sama dengan arca manusia,
seolah-olah manusia tersebut memeluk palung. Arca tersebut berbentuk seperti
arca-arca yang umumnya terdapat di daerah Besemah.
Batu lesung adalah sebungkah batu yang diberi lubang sebuah atau klebih, dengan
diameter lubang dan dalam rata-rata 15 cm.permukaan batu yang rata dibagi
dalam empat ruang oleh bingkai-bingkai. Kadang-kadang tiap ruang berlubang.
Penduduk setempatmengatakan bahwa batu-batu tersebut pada zaman dahulu
digunakan untuk menumbuk padi-padian. Batu lesung seperti ini ditemukan pada
tempat-tempat kompleks bangunan megalitik. Di Besrmah, batu tersebut
dinamakan batu lesung atau lesung batu, ditemukan antara lain di Tanjungsirih,
Geramat (Mulak Ulu), Tanjung-aghe, Tebingtinggi, Lubukbuntak,
Gunungmigang, danPajarbulan Impit Bukit.di luar daerah Besemah ditemukan
pula peninggalan-peninggalan megalitik, yaiti di daerah Lampung, Baturaja,
Muarakomering dan Pugungraharjo, antara lain berupa arca-arca nenek moyang,
seperti yang ditemukan di Jawa Barat.
Selain situs-situs yang disebutkan diatas, pada tahun 1999-2002 Balai Arkeologi
Palembang melakukan penelitian lanjutan di situs Muarapayang yang merupakan
salah satu kompleks situs prasejarah di Tanah Besemah. Temuan yang didapat
berupa pecahan periuk, kendi tanah liat, fragmen keramik asing, tempayan kubur,
kerangka manusia, alat-alat batu, bagunan megalitik, benteng tanah, makam
puyang, dan sebagainya (Indriastuti, 2003:1). Situs Muarapayang sebagai salah
satu situs pemukiman pra-sejarah telah dikenal sejak tahun 1932 oleh peneliti van
der Hoop yang pernah menerbitkan buku berjudul “Megalitic Remain in South
13
Sumatra”. Dalam buku tersebut di uraikan tentang adanya penemuan sebuah
dolmen di dusun Muarapayang. Informasi tentang tinggalan-tinggalan budaya dari
situs Muarapayang tanpak nyata, seperti tinggalan berupa kompleks bagunan
megalik, kompleks kubur tempayan, dan benteng tanah.
Kelanjutan tradisi megalitik pada umumnya masih ditempat-tempat lainnya di
Indonesia yang berkembang dalam corak-corak local dan kondisi masa sekarang.
Di Tanah Besemah yang telah beragama islam dan telah bayak menerima
pengaruh budaya dari luar, agak sulit untuk menentukan kebiasaan-kebiasaan
yang berasal dari zaman megalitik. Tetapi kadang-kadang nuasa tradisi prasejarah
ini masih tampak nyata di tempat yang masih kuat tradisinya masih melekat
beberapa aspek kehidupan.
4. Sesungguhnya situs Tanjung Aro sangat lengkap dari sisi temuan arkeologi dan
telah dikaji lebih dalam oleh para ahli megalitik. Atas dasar itu, maka memiliki
kelayakan data menjadi bahan informasi yang penting untuk kemudian dikemas
dan dipublikasikan kepada masyarakat luas. Tetapi hingga kini, belum terlihat
adanya upaya yang serius oleh pemerintah daerah untuk dikelola dan
dikembangkan sebagai obyek warisan budaya yang penting untuk dimanfaatkan,
kecuali sebatas penempatan petugas (jupel) untuk menjaga dan memeliharanya.
“Mengapa saya mengatakan jika ular Anaconda prasejarah yang memlilit. Terlihat
dari ukuran yang cukup besar bahkan bisa memlilit 2 orang sekaligus.”
“Bahkan, rekor ular terbesar di zaman sekarang masih dipegang oleh ular
Anaconda dengan jenis Green Anaconda yang berada di sungai Amazon, negara
Brazil, benua Amerika Latin.”
5. Tinggalan megalitik yang ditemukan di situs Tanjung Aro sangat banyak dan
Beragam, yang terdiri dari dolmen, bilik batu, arca, tetralith, batu datar, batu gong,
lumpang batu, lukisan cadas, dan sejumlah temuan artefaktual lainnya. Tinggalan-
tinggalan tersebut terletak pada suatu bentuklahan yang subur yang menyediakan
berbagai kebutuhan manusia, baik kebutuhuan jasmani maupun rohani. Keletakan
dan susunan dari tinggalan-tinggalan megalitik tersebut dapat memperlihatkan
struktur ruang yang memiliki fungsi-fungsi tertentu dengan hierarkinya, yang
merupakan hasil perilaku masyarakat situs Tanjung Aro di masa lalu. Dengan
demikian, hubungan antara perilaku masyarakat pendukung situs Tanjung Aro
dengan lingkungan disekitarnya (lanskap fisiknya) tercerminkan dari distribusi
tinggalan-tinggalan megalitik tersebut.
14
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil kesimpulankami dari kelompok 4 mengenai jenis-jenis
peninggalan megalit di desa Tanjung Aro sebagai sumber pembelajaran sejarah di sekolah
menengah atas, jadi penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa di situs Tanjung Aro ini
yang kami bahas terdapat peninggalan-peninggalan megalit yang terdiri dari, 1 arca yaitu arca
manusia dililit Ular, serta kubur batu, dan persebaran batu megalit, peninggalan-peninggalan
di situs Tanjung Aro ini sudah termasuk dalam perlindungan dan pengawasan Balai
Perlindungan Cagar Budaya Jambi (BPCB Jambi).

Kebudayaan manusia prasejarah itu sendiri dapat dilihat dari peninggalan-


peninggalan megalit di situs Tanjung Aro yaitu jika dilihat kubur batu kebudayaan yang
dapat diambil yaitu kebudayaan religi karna fungsi dari dolmen yaitu tempat meletakkan
sesaji kepada roh nenek moyang dan kubur batu merupakan lambang penghormatan terhadap
roh nenek moyang, sedangkan manusia dililit ular kebudayaan yang dapat diambil yaitu
pentingnya nilai moral dalam kehidupan manusia selain itu kebudayaan manusia prasejarah
di desa Tanjung Aro kota Pagaralam.

Berdasarkan saran kami dari kelompok 4 peninggalan sejarah haruslah kita jaga
sebagai penerus generasi muda supaya generasi muda dapat memviralkan tempat wisata
peninggalan sejarah dan menjadi tempat edukasi bagi pelajar dan anak anak bahwa di
pagaralam ini terdapat tempat edukasi sejarah.

15
DAFTAR PUSTAKA

Bedur, Marzuki. 2009. Sejarah Besemah dari Zaman Megalitikum, Lampik Mpat
Mardike Duwe, Sindang Mardike ke Kota Perjuangan. Pagaralam: Pemerintah Kota
Pagaralam.

Dinas Kebudayaan dan Pariwsata Kota Pagaralam. (n.d). Pagar Alam Beauty Of
South Sumatera. Pagaralam: Pemerintah Kota Pagaralam Dinas Kebudayaan dan Pariwsata.
Puspa, Eti. 2013. Sastra Basemah Bagian Dari “Sastra Melayu Lama”. Bandung, Jawa Barat.
Sumardjo, Jacob. 2002.

Arkeologi Budaya Indonesia (Pelacakan Hermeneutis- Historis Terhadap Artefak-


Artefak Kebudayaan). Yogyakarta: Qalam. Tim. 2014. Sastra Tutur Sumatera Selatan
Besemah. Palembang: Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan Dinas Pendidikan

16
DOKUMENTASI

17
18
19

Anda mungkin juga menyukai