Anda di halaman 1dari 29

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan kasih
sayang, taufiq, hidayah, serta inayah-nya kepada kita semua. Ucapan syukur kami panjatkan
kepada Allah SWT, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan kunjungan dan wisata
sejarah ini tanpa ada halangan suatu apapun.

Maka pada kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak
yang ikut berpartisipasi mendukung dan membimbing kami dalam penyusunan laporan
kunjungan dan wisata sejarah ini,diantaranya adalah :

1. Ibu Pujiati selaku Kaprodi pendidikan biologi yang telah memberi izin kunjungan dan
wisata sejarah kepada kami
2. Bapak Joko Widiyanto, selaku dosen evolusi yang telah memberikan pengarahan dan
bimbingannya kepada kami demi kelancaran pembuaran laporan kunjungan dan
wisata sejarah di museum Sangiran ini.
3. Bapak dan ibu dosen pendamping dalam melaksanakan pengamatan objek untuk
menyelesaikan laporan kunjungan museum ini.
4. Biro wisata yang telah mengarahkan dan membimbing kami selama perjalanan
dengan penuh kesabaran dan pengertian sehingga kegiatan wisata sejarah ini
terselenggara dengan baik dan lancar.
5. Teman-teman mahasiswa dan mahasiswi pendidikan biologi angkatan tahun 2017
yang telah membantu melancarkan pembuatan karya wisata ini.

Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga laporan Kunjungan dan wisata sejarah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua dan para pembaca karya tulis ini kami memohon kritik dan
sarannya demi kelancaran penulisan laporan karya wisata yang akan datang.

i
Daftar Isi

Kata Pengantar ................................................................................................................... i


Daftar Isi .............................................................................................................................. ii
BAB I Pendahuluan ........................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ....................................................................................... 1
1.2 Tujuan Kunjungan ................................................................................................ 2
1.3 Tujuan Laporan ..................................................................................................... 2
1.4 Manfaat Kunjungan .............................................................................................. 2
1.5 Lokasi Kunjungan ................................................................................................. 3
BAB II Isi ............................................................................................................................. 4
2.1 Lapisan Tanah Proses Pembentukan Awal ......................................................... 4
2.2 Lokasi Penemuan Manusia Purba ....................................................................... 6
2.3 Jenis – Jenis Manusia Purba ................................................................................. 8
2.4 Kehidupan Tumbuhan dan Hewan Purba Masa Lalu ....................................... 12
2.5 Alat - Alat yang digunakan pada masa lampau .................................................. 15
2.6 Nilai Penting Situs Sangiran ................................................................................. 17
BAB III Penutup ................................................................................................................. 18
3.1 Saran ....................................................................................................................... 18
3.2 Kesimpulan ............................................................................................................. 18
Lampiran Foto ..................................................................................................................... 20

ii
Bab 1

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah


Museum Manusia Purba Sangiran adalah salah satu tempat wisata di Jawa
Tengah yang wajib dikunjungi karena museum sangiran merupakan museum yang
memberikan informasi tentang manusia purba dan peradabannya, terlengkap di
Indonesia. Museum Manusia Purba Sangiran sampai saat ini merupakan museum
dengan koleksi fosil dan artefak terlengkap di Indonesia dengan jumlah koleksi
mencapai puluhan ribu, khususnya kehidupan manusia pada Kala Plestosen. Sangiran
merupakan situs terpenting untuk berbagai ilmu pengetahuan terutama untuk
penelitian dan juga pariwisata yang di dalamnya terdapat nilai-nilai spektakuler yang
diakui oleh UNESCO sebagai salah satu Warisan Dunia untuk pemahaman evolusi
manusia.
Untuk mencapai keadaan sekarang ini Situs Sangiran telah melewati
perjalanan yang panjang, tidak hanya dalam bidang penelitian yang menghasilkan
temuan prima dan publikasi-publikasi ilmiah internasional, melainkan merupakan
hasil kerja sama dan dukungan berbagai pihak termasuk masyarakat, sehingga hal ini
bias terwujud.
Beberapa fosil manusia purba disimpan di museum geologi, Bandung dan
laboratorium Paleoantropologi, Yogjakarta. Dilihat dari hasil temuannya, situs
sangiran merupakan situs pra sejarah yang memiliki peran yang sangat penting dalam
memahami proses edukasi dan merupakan purbakala yang paling lengkap di Asia
bahkan di dunia. Penemuan-penemuan fosil di dunia banyak disumbang oleh
Indonesia. Penemuan–penemuan fosil sangat berguna bagi perkembangan ilmu
sejarah sekarang ini. Baik dalam hal menjelaskan kehidupan manusia kala itu. Hewan
yang pernah hidup dan bagaimana evolusi manusia hingga menjadi sekarang ini.
Dilihat dari hasil penemuan di Indonesia maka dapat dipastikan Indonesia
mempunyai banyak sejarah peradapan manusia mulai saat manusia hidup. Dengan
begitu ilmu sejarah akan terus berkembang sejalan dengan fosil- fosil yang
ditemukan. Hal ini bermanfaat untuk mengetahui perkembangan fosil terbaru yang
ditemukan. Dan berdasarkan hal ini dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai
berikut :

1
1. Bagaimana lapisan tanah pada awal pembentukannya?
2. Diamana saja lokasi penemuan manusia purba ?
3. Bagaimana jenis dan ciri manusia purba pada zaman dahulu?
4. Bagaimana kehidupan tumbuhan dan hewan purba di masa lampau?
5. Apa saja alat-alat yang digunakann pada masa lampau?
6. Apa nilai penting dari situs Sangiran ?

1.2 Tujuan Kunjungan


1. Untuk mengetahui lapisan tanah pada awal proses pembentukannya.
2. Untuk mengetahui lokasi mana saja yang menjadi temuan manusia purba
3. Untuk mengetahui jenis dan ciri manusia purba pada masa lampau.
4. Untuk mengetahui kehidupan tumbuhan dan hewan purba di masa lampau.
5. Untuk mengetahui alat-alat yang digunakan pada masa lampau.
6. Untuk mengetahui nilai penting dari situs Sangiran

1.3 Tujuan Laporan


1. Sebagai media pembelajaran.
2. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang manusia purba.
3. Menjadikan referensi untuk melakukan kunjungan wisata di museum sangiran.
4. Laporan kunjungan dan wisata sejarah ini dapat menjadi acuan bagi penelitian
dan penulisan laporan kunjungan dan wisata sejarah untuk selanjutnya.
5. Dapat membuka kepedulian masyarakat terhadap museum sejarah di Indonesia
disertai dengan kehidupan pada masa lampau.
6. Dapat membuka masyarakat tentang sejarah evolusi nenek moyang di Indonesia.

1.4 Manfaat Kunjungan


1. Untuk mengetahui dan mempelajari proses pembentukan lapisan bumi.
2. Untuk mengetahui sejarah museum sangiran.
3. Untuk mengetahui koleksi dari situs sangiran.
4. Untuk mempelajari kehidupan manusia purba pada masa lampau.
5. Untuk mempelajari fosil beserta manfaatnya.

2
1.5 Lokasi Kunjungan
Museum Sangiran terletak di sebelah utara Kota Solo dan berjarak sekitar
15 km (tepatnya di desa krikilan, kec. Kalijambe, Kab.Sragen). Museum ini
berdekatan dengan area situs fosil purbakala Sangiran yang merupakan salah satu
Situs Warisan Dunia UNESCO. Situs Sangiran memiliki luas mencapai 56 km²
meliputi tiga kecamatan di Sragen (Gemolong, Kalijambe, dan Plupuh) serta
Kecamatan Gondangrejo yang masuk wilayah Kabupaten Karanganyar. Situs
Sangiran berada di dalam kawasan Kubah Sangiran yang merupakan bagian dari
depresi Solo, di kaki Gunung Lawu (17 km dari kota Solo)

3
Bab 2

Isi

2.1 Lapisan Tanah pada Proses Awal Pembentukan

Lapisan tanah pada zaman purba dibagi menjadi 5 bagian lapisan tanah, yaitu :

A. Lapisan Notopuro
Lapisan Notopuro ini menunjukkan keadaan dimana lingkungan sangiran 300
ribu tahun silam dan merupakan lapisan paling atas. Lapisan ini mnengandung gravel,
pasir, lanau, dan lempung. Juga terdapat sisipan lahar, batu pumisan, dan tufa dengan
litologi breksi laharik dan batu gamping tufaan yang diakibatkan oleh banyaknya
aktivitas vulkanik. Satuan batuan ini memiliki ketebalan sekitar 47 meter, yang
terbentuk dari endapan berbagai material gunung api lalu mengeras menjadi batuan
breksi – laharik. Hanya sedikit fauna yang sanggup bertahan karena perubahan iklim
di masa itu yang menyebabkan tanah menjadi kering dan tandus.
Selain itu, debit air sungai mengecil dang mendangkal sehingga menjadikan
kelompok manusia Homo erectus Sangiran mulai punah atau meninggalkan Sangirann
untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Contoh hewan yang mampu bertahan
adalah kerbau, gajah purba, dan badak, sedangkan tumbuhan yang mampu bertahan
adalah semak belukar, kacang-kacangan, dan bunga-bungaan khas lingkungan stepa.
Dalam lapisan notopuro akan membentuk kubah sangiran dan erupsi gunung sehingga
terbentuknya formasi dan karena proses tersebut fosil-fosil yang pernah terendapkan
bermunculan di sangiran.
B. Lapisan Kabuh
Lapisan Kabuh merupakan endapan yang merekam jejak kehidupan di
Sangiran pada 730 ribu tahun yang lalu. Pada awal kala Plestosen Tengah ini,
sangiran menjadi sabana yang subur dengan aliran sungai yang berkelok-kelok.
Sungai ini membawa materi erosi dari Pegunungan Kendeng Utara dan Pegunungan
Sewu, lalu terendapkan menjadi lapisan lempung di bagain bawah lapisan ini. Berada
di wilayah beriklim tropis yang lembab, sabana Sangiran menjadi tempat hidup bagi
satwa dan manusia kala itu. Tidak heran pada lapisan ini terkandung banyak fosil,
termasuk Homo erectus.
Pada lapisan ini, banyak ditemukan alat-alat yang terbuat dari batu dan tulang
untuk berburu hewan serta mempertahankan diri. Lapisan Kabuh salah satunya

4
terdapat horizon tanah caliche atau lapisan tanah yang berisi batuan sedimen, berupa
endapan dari kalsium karbonat yang mengeras. Letusan gunung api sekitar sangiran
menghasilkan endapan abu vulkanik di antara endapan tebal pasir silang-siur.
Sangiran pada waktu itu merupakan lingkungan pengendapan sungai bermeander.
C. Lapisan Grenzbank
Nama lapisan ini berasal dari bahasa Jerman yang berarti “zona batas” yang
dipopulerkan oleh G.H.R von Koenigswald. Lapisan Grenzbank terletak tepat di
bawah formasi kabuh, tebalnya sekitar 60-120 cm. Lapisan ini merekam jejak
peristiwa alam Sangiran sekitar 900 ribu tahun lalu. Saat itu sangiran masih berupa
laut dangkal dengan laguna tempat hidup berbagai jenis kerang laut dan foraminifera.
Lapisan ini ditandai dengan batuan kapur yang terbentuk dari sering terjadinya
perubahan daratan menjadi laut dan sebaliknya. Selain itu, Grenzbank tersusun dari
paduan mineral, gamping, batuan beku, lempung, fosil moluska, dan foraminifera.
Lapisan ini menjadi sangat khas dan begitu keras bagai beton. Ketika suhu bumi
memanas, muka air laut naik menyebabkan rawa-rawa Sangiran menjadi laut dangkal,
menyisakan beting atau endapan pasir agak tinggi yang terletak agak jauh dari pantai.
Dengan diendapkannya grenzbank, menandai perubahan lingkungan pengendapan
yaitu di lingkungan rawa menjadi lingkungan darat. Sejak saat itulah lingkungan laut
telah hilang dari Sangiran untuk selama-lamanya.
D. Lapisan Pucangan
Lapisan pucanagan ini adalah lapisan peralihan air ke darat dan breksi lahar
yang membentang. Ciri khas dari lapisan ini adlah tersusun dari material lempung
hitam hingga abu-abu dengan lapisan pasir tipis yang halus sehingga terbentuk dari
lingkungan rawa dan hutan bakau. Peristiwa terbentuknya lapisan ini sekitar 1,8 juta
tahun yang lalu terdapat aktivitas vulkanik yang merubah Sangiran menjadi rawa-
rawa akibat dari mengendapannya abu vulkani gunung berapi purba di sekitar
Sangiran. Diikuti dengan proses gempa tektonik yang mengangkat dasar laut menjadi
semakin ke atas hingga merubah dasar lautan.
Fosil fauna yang pernah ditemukan di lapisan pucangan ini adalah hewan
vertebrata seperti Buaya sungai, Kuda air, Arthopoda, dan Labi-labi. Selain itu, juga
ditemukan fosil manusia purba Homo erectus tipe arkaik yang menjadi penghuni
pulau jawa pertama.

5
E. Lapisan Kalibeng
Lapisan Kalibeng ini terbentuk pada sekitar 2,4 juta tahun yang lalu, saat itu sangiran
(pulau jawa) masih merupakan daerah laut dalam.

2.2 Lokasi Penemuan Manusia Purba

A. Sangiran

Sangiran adalah sebuah situs arkeologi di Sragen, Jawa Tengah. Area ini
memiliki luas 56 km² dan terletak di Jawa Tengah, 15 kilometer sebelah utara
Surakarta di lembah Sungai Bengawan Solo dan terletak di kaki gunung Lawu. Secara
administratif Sangiran terletak di kabupaten Sragen dan kabupaten Karanganyar di
Jawa Tengah. Pada tahun 1977 Sangiran ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Indonesia sebagai cagar budaya. Pada tahun 1996 situs ini terdaftar
dalam Situs Warisan Dunia UNESCO. Tahun 1934 antropolog Gustav Heinrich Ralph
von Koenigswald memulai penelitian di area tersebut. Pada tahun-tahun berikutnya,
hasil penggalian menemukan fosil dari nenek moyang manusia pertama,
Pithecanthropus erectus ("Manusia Jawa"). Ada sekitar 60 lebih fosil lainnya di
antaranya fosil Meganthropus palaeojavonicus telah ditemukan di situs tersebut.

Di Museum Sangiran, yang terletak di wilayah ini juga, dipaparkan sejarah


manusia purba sejak sekitar 2 juta tahun yang lalu hingga 200.000 tahun yang lalu,
yaitu dari kala Plestosen akhir hingga akhir Plestosen tengah. Di museum ini terdapat
13.086 koleksi fosil manusia purba dan merupakan situs manusia purba berdiri tegak
yang terlengkap di Asia. Selain itu juga dapat ditemukan fosil hewan bertulang
belakang, fosil binatang air, batuan, fosil tumbuhan laut serta alat-alat batu. Pada
awalnya penelitian Sangiran adalah sebuah kubah yang dinamakan Kubah Sangiran.
Puncak kubah ini kemudian terbuka melalui proses erosi sehingga membentuk
depresi. Pada depresi itulah dapat ditemukan lapisan tanah yang mengandung
informasi tentang kehidupan pada masa lampau.

Sangiran mencakup beberapa lapisan tanah atau formasi tanah. Yang tertua
adalah formasi "kalibeng" formasi ini diperkirakan berumur 3 juta - 1,8 juta tahun
yang lalu. Pada formasi ini terdiri atas 4 lapisan yaitu lapisan bawah merupakan
endapan laut dalam dengan ketebalan lapisan ini 107 meter. Sangiran pertama kali
ditemukan oleh P.E.C. Schemulling tahun 1864, dengan laporan penemuan fosil

6
vertebrata dari Kalioso, bagian dari wilayah Sangiran. Semenjak dilaporkan
chemulling situs itu seolah-olah terlupakan dalam waktu yang lama. Eugene Dubois
juga pernah datang ke Sangiran, akan tetapi ia kurang tertarik dengan temuan-temuan
di wilayah Sangiran. Pada 1934,G.H.R von Koenigswald menemukan artefak litik di
wilayah Ngebung yang terletak sekitar dua km di barat laut kubah Sangiran. Artefak
litik itulah yang kemudian menjadi temuan penting bagi Situs Sangiran. Semenjak
penemuan von Koenigswald, situs Sangiran menjadi sangat terkenal berkaitan dengan
penemuan-penemuan fosil Homo erectus yang berkesinambungan. Homo erectus
adalah tahapan paling penting dalam sejarah manusia, sebelum masuk pada tahapan
manusia Homo sapiens, manusia modern.

B. Trinil, Ngawi, Jawa Timur

Secara administratif, Trinil berada di Desa Kawu, Kedunggalar, Ngawi, Jawa


Timur. Trinil menjadi hunian manusia purba pada masa pleistosen tengah atau sekitar
1 juta tahun lalu. Penelitian manusia purba di Trinil pertama kali dilakukan oleh
Eugene Dubois yang diawali dengan penggalian pada endapan aluvial Bengawan Solo
dan berhasil menemukan tulang raham, gigi geraham, bagian atas tengkorak, dan
tulang paha kiri. Eugene Dubois kemudian memberi nama penemuannya
Pithecanthropus erectus yang berarti manusia berjalan tegak (Homo Erectus).
Penemuan ini mendorong beberapa penemuan lain seperti Lenore Salenka yang
melakukan penggalian dan penelitian di Desa Trinil pada tahun 1907-1908 dan
berhasil menemukan fosil dan tumbuhan yang dapat menggambarkan lingkungan
hidup Homo Erectus.

C. Wajak
Wajak terletak di Tulungagung, Jawa Timur. Nama Wajak mulai terkenal pada
tahun 1889 saat B.D. Reitschoten menemukan sebuah fosil tengkorak yang kemudian
diserahkan kepada C.P. Sluiter, kurator dari Koninklijke Natuurkundige Vereeniging
di Batavia yang kemudian diserahkan kepada Eugene Dubois. Dubois akhirnya
tinggal selama 5 tahun di Tulungagung dan kembali menyisir tempat ditemukannya
fosil tengkorak itu, yakni di cekungan bebatuan sekitar Wajak dan menemukan sisa
fosil reptil dan mamalia serta fosil tengkorak manusia yang disebut sebagai Homi
Wajakensis.

7
D. Flores
Flores merupakan salah satu pulau gugusan di Kepulauan Nusa Tenggara.
Penelitian di Flores ini diawali pada tahun 2003 oleh para ilmuwan Australia
(dipimpin oleh Mike Morwood dari Unervesitas New England) dan Indonesia
(dipimpin oleh Raden Pandji Soejono dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional). Pada
penggalian di Gua Liang Bua Flores, para ilmuwan tersebut menemukan fosil
manusia kerdil atau hobbit yang diberi nama Homo Floresiensis.

2.3 Jenis-Jenis Manusia Purba

1. Meganthropus

Megantropus merupakan jenis manusia purba paling tua. Fosil Meganthropus


ditemukan Von Koenigswald pada tahun 1936. Von Koenigswald menemukan
fosil Meganthropuss di Desa Sangiran, lembah Sungai Bengawan Solo. Fosil yang
ditemukan Koenigswald berupa fragmen rahang bawah sebelah kanan (dengan
kedua geraham muka dan geraham bawah), rahang atas sebelah kiri (dengan
geraham kedua dan ketiga), dan gigi lepas. Fosil ini menyerupai manusia raksasa
karena ukurannya sangat besar dan diperkirakan hidup pada satu hingga dua juta
tahun lalu. Fragmen fosil Meganthropus yang ditemukan masih sangat sedikit. Para
ahli mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi keberadaan dan kebudayaan yang
ditinggalkan.

2. Pithecanthropus

Pithecanthropus (manusia kera) diperkirakan hidup pada masa pleistosen


awal, tengah, dan akhir. Fosilnya termasuk yang paling banyak ditemukan di
Indonesia. Sisa-sisa kehidupan Pithecanthropus dapat ditemukan di Mojokerto,
Kedungbrubus, Trinil, Sangiran, Sambungmacan, dan Ngandong. Mereka tinggal
di tempat-tempat terbuka dan selalu hidup berkelompok. Manusia jenis ini hidup
dengan cara berburu dan mengumpulkan makanan. Pithecanthropus memiliki
tubuh tegap dengan tinggi 165-180 cm, alat pengunyahnya tidak sehebat
Meganthropus, dagu belum ada dan hidungnya lebar, serta volume otak berkisar
750-1.300 cc. Diperkirakan Pithecanthropus hidup 2,5 juta-200 ribu tahun yang
lalu. Beberapa jenis Pithecanthropus yang ditemukan di Indonesia :

8
 Pithecanthropus Mojokertensis

Pithecanthropus Mojokertensis (manusia kera dari Mojokerta) merupakan jenis


manusia purba tertua yang ditemukan di Indonesia dan hidup sekitar 2,5-1,25
juta tahun lalu. Fosilnya ditemukan oleh von Koenigswald pada tahun 1936
pada lapisan pleistosen bawah. Fosil yang berhasil ditemukan berupa tengkorak
anak-anak, atap tengkorak, rahang atas, rahang bawah, dan gigi lepas.

 Pithecanthropus erectus atau Homo Erectus

Pithecanthropus erectus (manusia kera berjalan tegak) memiliki daerah


persebaran yang paling luas dan jumlah fragmen fosil yang ditemukan juga
lebih banyak. Fosil manusia purba jenis ini pertama kali ditemukan oleh Eugene
Dubois di Kedungbrubus, Trinil, dan Ngawi. Beberapa fragmen fosil yang
ditemukan seperti atap tengkorak, tulang paha, rahang bawah, rahang atas, gigi
lepas, dan tulang kering. Sebagian besar fosilnya ditemukan di tepi Sungai
Bengawan Solo terdapat pada lapisan pleistosen tengah. Pithecanthropus atau
Homo Erectus bermigrasi selama masa pleistosen (dua tahun yang lalu) dan
terus menyebar ke seluruh dunia hingga mencapai Asia Tenggara. Penelitian
terbaru menunjukkan bahwa Homo Erectus memiliki kemampuan intelegensia
tinggi. Kesimpulan ini diperoleh dari kebiasaan mereka menggunakan api dan
menunjukkan bahwa Homo Erectus mungkin lebih cerdas dari perkiraan para
ahli sebelumnya.

3. Homo erectus

Homo erectus bukanlah manusia yang pertama. Sebelum itu, telah hadir
Homo habilis yang diakui sebagai Homo (manusia) yang pertama. Namun, Homo
habilis hanya tinggal di Afrika. Homo erectus adalah manusia pertama yang
menjelajahi dunia. Hal itu dibuktikkan dengan temuan fosil dan jejak-jejak
budaya Homo erectus yang tersebar luas di Dunia lama (Afrika, Eropa, dan
Asia). Homo erectus tidak saja menjadi pengelana di sabana atau hutan terbuka di
daera tropis, tetapi juga berkelana ke daerah sub-tropis Eropa dan Asia. Homo
erectus diperkirakan telah menghuni pulau Flores sekitar 800.000 tahun yang
lalu.

9
4. Homo sapiens

Homo sapiens (manusia cerdas) terbentuk setelah terjadi proses evolusi


selama ribuan tahun. Manusia jenis ini telah mampu membuat peralatan
sederhana dari batu dan tulang yang digunakan untuk berburu dan mengolah
makanan. Kehidupan Homo sapiens masih sederhana dan masih mengembara.
Atap tengkorak Homo sapiens lebih bundar dan lebih tinggi serta sangat
tangguh dalam beradaptasi dengan lingkungannya.

Homo sapiens dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :

 Manusia Wajak (Homo Wajakensis)


Homo Wajakensis ditemukan di lembah Sungai Brantas, Wajak,
Tulungagung, Jawa Timur. Fosilnya ditemukan oleh Eugene Dubois pada
pleistosen atas tahun 1889. Homo Wajakensis diperkirakan hidup 40-50
ribu tahun lalu. Menurut Eugene Dubois, Homo Wajakensis termasuk ras
Australoid dan bernenek moyang Homo Soloensis.Von Koenigswald
mengkatagorikan Homo Wajakensis dalam jenis Homo sapiens karena
sudah mengenal upacara penguburan.
Jenis Homo Wajakensis kedua ditemukan oleh Eugene Dubois tahun
1890 di tempat yang sama dan menunjukkan ciri-ciri pada tengkorak yang
besar dan busur kening yang nyata. Homo Wajakensis memiliki ciri-ciri
yang hampir mendekati Austromelansoid dan Mongoloid. Diperkirakan
Homo Wajakensis adalah subras Melayu Indonesia dan turut berevolusi
menjadi ras Austromelanoid. Hal ini dapat dilihat dari ciri tengkoraknya
yang sedang atau sedikit lonjong menjadi sedikit berbentuk persegi.

 Manusia Liang Bua (Homo Floresiensis)

Homo Floresiensis (manusia dari Flores) ditemukan oleh para ilmuwan


Australia dan Indonesia pada tahun 2003 di Gua Liang Bua, Flores. Ukuran
manusia purba jenis ini tidak lebih besar dari anak-anak usia 5 tahun dan
diperkirakan hidup sekitar 18.000 tahun lalu (sezaman dengan gajah-gajah
pigmi dan kadal-kadal raksasa). Homo Floresiensis diperkirakan memiliki

10
tinggi 100 cm dengan berat badan 30 kg, sudah berjalan tegak tetapi tidak
memiliki dagu.

 Homo Soloensis

Homo Soloensis ditemukan oleh von Koenigswald tahun 1931-1934 di


daerah Ngandong, di tepi Sungai Bengawan Solo. Selain itu, fosil Homo
Soloensis juga ditemukan di Sambungmacan dan Ngawi. Homo Soloensis
diperkirakan hidup sekitar 900-200 ribu tahun yang lalu. Homo Soloensis
memiliki ciri fisik volume otak 1.000-2.000 cc, tinggi 130-210 cm, dan
berat badan 30-150 kg. Otak Homo Soloensis sudah berkembang, bagian
belakang tengkorak sudah membulat dan tinggi, otot-otot bagian tengkuk
sudah mengalami reduksi, alat pengunyah menyusut sehingga rahang
menjadi lebih kecil. Selain itu, para ahli memperkirakan Homo Soloensis
sudah bisa berjalan dan berdiri dengan sempurna.

Untuk koleksi replika fosil yang terdapat pada Sangiran adalah :

 S31
Sangiran 31 atau S31 atau Meganthropus II merupakan pecahan colatte
yang ditemukan tahun 1979 dan disimpan di Balai Pelestarian Situs
Manusia Purba Sangiran, Sragen, Jawa Tengah.
 S17
Sangiran 17 atau S17 atau disebut juga Homo erectus 8 atau
Pithecanthropus D/VII merupakan tengkorak dengan rahang atas dan C1,
M1-M3 sebelah kanan serta P3 sebelah kiri diteukan tahun 1969 di Pucung
oleh Towikromo dan Tukimin. Fosil S17 disimpan di Museum Geologi
Bandung.
 S8
Sangiran 8 atau yang lebih umum disebut S8 memiliki nama lain
Meganthropus B. Temuan rahang bawah beserta gigi C1P1P2M2M3
ditemukan pada September 1952. Fosil ini ditemukan oleh penduduk
Glagahombo. Temuan ini diserahkan kepada Marks dan Sartono,
berdasarkan penelusuran oleh Aziz dan Kurniawan tahun 2014. Fosil S8
disimpan di Museum Geologi Bandung.

11
 S9
Sangiran 9 atau biasa disebut S9 atau Mandible C, Pithecanthropus C
merupakan pecahan rahang bawah dengan gigi C1P1P2M2M3 kanan.
Ditemukan pada November 1960 oleh penduduk local di lereng bukit
Mlandingan atau Bojong, berdasarkan penelusuran oleh Aziz dan
Kurniawan tahun 2014. Fosil S9 disimpan di Museum Geologi Bandung.
 S27
S27 merupakan jenis hominid Meganthropus yang ditemukan oleh
penduduk local saat membangun saluran irigasi/bendungan Bapang yang
terletak di Dusun Sangiran, Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe
Kabupaten Sragen. Temuanya berupa crania menyatu dengan rahang
atas.
 Bukuran 1996
Specimen temuan berupa collate. Individu ini terkenal karena ada ciri
patologis depresi pada bagian belakang tengkorak oleh infeksi
sistematis. Tengkorak terdapat cekungan seperti terkena benturan.
 S2
S2 adalalah wakil perempuan dari manusia Sangiran yang hidup pada
Kala Plestosen Tengah. Struktur fisik tengkorak relative halus walau
tonjola kening dan bangun tengkorak yang pendek dan memanjang
masih tetap mencirikan atribut Homo erectus.

2.4 Kehidupan Tumbuhan dan Hewan Purba Masa Lalu

Pada periode 500 ribu - 1 juta tahun yang lalu manusia dan hewan purba hidup
berdampingan secara selaras dilingkungan terbuka yang berada diantara dua gunung api
dengan aliran sungai dan danau disekitarnya. Ini dapat dibuktikan dengan ditemukannya
beberapa fosil hewan yang hidup pada era 300-700 ribu tahun yang lalu. Manusia, gajah
purba, kuda air, badak, babi, macan, rusa, kerbau, banteng, kijang, buaya, kura-kura, dan
tumbuhan hidup berdampingan, inilah masa jaman keemasan Sangiran. Dengan aneka
ragam fauna yang sangat kaya raya, manusia purba mulai memanfaatkan bebatuan untuk
diasah sebagai alat berburu hingga meramu. Di musium sangiran tak hanya terdapat
banyak fosil dan artefak Homo erectus dilapisan stratigrafi, juga banyak ditemukan fosil
fauna yang diantaranya :

12
a. Hewan Air
Fosil hewan air Sangiran ditemukan dalam jumlah yang relatif banyak.
Tisak kurang dari 6 ribu buah fosil Moluska seperti Gastropoda dan Bivalvia
berhasil diidentivikasi dab sejumlah spesies lainnya seperti oenyu, kura-kura,
dan berbagai jenis ikan. Fosil tersebut tersebar secara vertikal dalam lapisan
tanah yang menunjukkan habitat hidup yang berbeda. Tidak hanya ketika
Sangiran berada dilingkungan berair asin (laut), tetapi fosil hwan air tersebut
hidup dalam lapisan tanah dilingkungan air tawar baik rawa maupun sungai.

b. Hewan Reptil
Jenis predator yang hidup di Sangiran adalah reptil berdarah dingin yaitu
buaya. Ada dua spesies buaya yang ditemukan hidup disangiran sekitar 1,2
juta-500 ribu tahun yang lalu yaitu
 Crocodylus
Crocodylus adalah jenis buaya muara yang hidup pada masa transisi dari
lingkungan pantai dan bakau menjadi daratan.
 Galvialus
Galvialus adalah jenis buaya yang hidup didaerah sungai dengan bentuk
rahang memanjang yang cocok untuk memangsa ikan kecil-kecil.
Di Museum Sangiran juga terdapat replica dari Goechelone Atlas yang
merupakan kura-kura raksasa yang hidup sekitar 2 juta tahun yang lalu. Kura-
kura dewasa dapat tumbuh mencapai 2,5 meter, tinggi 0,9 meter, berat 850 kg.
kura-kura ini punah dari zaman Miosen hingga zaman Pleistosen.

c. Hewan Vertebrata Darat


Hewan vertebrata darat yang ada di Sangiran adalah hewan bertanduk,
mereka hidup dia Sangiram sekita 700.00 hingga 300.000 tahun yang lalu
ketika lingkungan Sangiran masih berupa padang rumput yang luas. Mereka
menggunakan tanduknya yang kuat dan besar untuk menggugurkan ranting
dan daun makanannya, sebagai senjata mempertahankan diri dari musuh, dan
digunakan untuk menarik perhatian hewan betina. Berikat adalah hewan
bertanduk yang hidup di Sangiran :
 Banteng Purba

13
Fosil bagian kepala banteng purba (Bibos Palaesondaecus) ditemukan
warga saat menggali tanah untuk fondasi calon museum lapangan situs
gajah purba Banjarejo, Sabtu tanggal 4/11/2017.
 Kuda Nil
Kuda nil yang pernah hidup di sangiran yaitu Hexatoprodon dan
Hippopotamus. Dalam suatu penelitian ditemukan fosil Hippopotamus
dari Situs Bukuran (Sangiran) pada tahun 1998. Sebanyak 109 fragmen
tulang-tulang kuda nil ini terendap didalam endapan lempung hitam
formasi pucangan, yang berusia 1,2 juta tahun silam ketika lingkungan
Sangiran dikelilingi rawa-rawa.
 Kerbau
Kerbau purba hidup di sangiran pada era plestosen awal sampai
plestosen akhir. Hewan ini mempunyai ciri berupa sepasang tanduk
yang permanen dan berongga ditengah, berbentuk memanjang
kesamping dan bisa mencapai panjang 1,5 meter. Tanduk tersebut
tumbuh tidak lama setelah hewan tersebut lahir dan terus tumbuh
hingga usia tua. Kerbau purba hidup dalam habitat peralihan yaitu
habitat pdang rumput terbuka, semak-semak, rerumputan tinggi dan
habitat rawa.
 Antelop
Antelop adalah hewan yang mirip dengan kambing dan
merupakan hewan endemik Sangiran. Ada dua jenis antelop yang
pernah hidup di Sangiran yaitu Duboisia santeng dan Epileptobos
groenoveldtii. Kedua jenis antelop ini dapat dibedakan dari ukuran
tanduknya. Duboisia santeng memiliki tanduk yang lebih pendek dari
jenis Epileptobos groenoveldtii.
 Gajah
Ada tiga jenis gajah pernah hidup di Sangiran, satu juta hingga
200.000 tahun lalu, yaitu Mastodon, Stegodon, dan Elephas. Ketiganya
bisa dibedakan dari bentuk gigi dan gading.
 Mastodon, gajah paling primitif yang pernah tinggal di
Sangiran. Besar badan lebih kurang seperti gajah era sekarang
dengan gading besar di rahang atas, dan gading kecil di rahang
bawah. Gigi untuk melumatkan daun dan tunas muda.

14
 Stegodon memiliki gading panjang melengkung hingga empat
meter. Gigi dirancang mengunyah makanan lembut.
 Elephas adalah leluhur gajah modern mempunyai gading lurus.
Gigi mampu mengunyah benda yang keras.

2.5 Alat-alat yang digunakan pada masa lampau

1. Kapak Genggam
Pertama adalah kapak genggam yang digunakan oleh manusia
jenis Pithecanthropus untuk berburu. Struktur dan bentuknya masih sangat
sederhana, ada satu bagian yang tajam yaitu hanya terdapat di satu sisi saja. Kapak
ini digunakan dengan cara digenggam dan ditemukan di beberapa tempat, yaitu di
Trunyan (Bali), Awangbangkal (Kalimantan Selatan), dan Kalianda (Lampung).
2. Alat Serpih
Kedua, adalah alat serpih. Alat ini digunakan oleh manusia purba untuk menusuk,
memotong dan melubangi kulit binatang, dan terbentuk dari batu. Diperkirakan,
alat ini merupakan serpihan-serpihan dari batu yang dibuat sebagai kapak
genggam. Alat ini pernah ditemukan di Sangiran dan Gombong (Jawa Tengah),
serta Cabbenge (Flores)
3. Kapak Persegi
Ketiga adalah kapak persegi, kapak ini merupakan alat yang terbuat dari batu
dan digunakan oleh manusia untuk mencangkul, memahat, dan berburu. Alat ini
terbuat dari batu berbentuk segi empat yang kedua sisinya diasah halus. Pada salah
satu sisi pangkal, ada bagian berlubang untuk tangkai. Sementara pangkal lainnya
adalah bagian yang tajam. Alat ini banyak ditemukan di berbagai tempat di
Indonesia lho, mulai dari Sumatra, Jawa, Nusa Tenggara, hingga Sulawesi.
4. Kapak Lonjong
Keempat adalah kapak lonjong. Pangkal kapak tersebut lebar dan tajam,
sedangkan ujungnya runcing dan diikatkan pada gagang. Alat ini terbuat dari batu
yang telah diasah sampai halus. Kapak lonjong zaman praaksara pernah ditemukan
di Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.

5. Menhir

15
Kelima adalah menhir yang merupakan tugu batu yang tinggi. Diperkirakan
menhir digunakan sebagai tempat pemujaan oleh manusia prasejarah.
6. Dolmen
Keenam adalah dolmen yaitu meja yang terbuat dari batu, diperkirakan
digunakan oleh manusia pra sejarah sebagai tempat menyimpan sesaji untuk
sesembahan.
7. Sarkofagus
Ketujuh adalah sarkofagus yaitu peti mati yang terbuat dari batu.
8. Arca
Arca merupakan batu yang dibentuk hingga menyerupai makhluk hidup
tertentu.
9. Bejana Perunggu
Kesembilan adalah bejana perunggu, bejana ini merupakan benda yang
terbuat dari perunggu. Bentuknya mirip dengan gitar Spanyol tanpa gagang. Alat
ini hanya ditemukan di dua tempat yaitu di Madura dan Sumatra.
10. Kapak Corong
Kesepuluh, sekaligus terakhir adalah kapak corong yang terbuat dari
perungu dan bentuk bagian atas mirip dengan corong. Alat ini pernah ditemukan
di Jawa, Bali, Sulawesi, dan Papua.

2.6 Nilai Penting Situs Sangiran


Sangiran memiliki nilai penting dalam memahami evolusi manusia di dunia;
1. Nilai Penting Budaya: Homo erectus dan alat batu. Sangiran adalah salah satu
situs dimana alat batu di temukan pada lapisan yang sama dengan lapisan Homo
erectus, meskipun tidak ditemukan konteks. Sangiran memberikan bukti bahwa
Homo erectus Indonesia sudah memiliki budaya menciptakan alat batu.
2. Morofologi Homo erectus: temuan Homo erectus Sangiran dapat memeberikan
gambaran evolutif gradual menusia. Perkembangan gradual manusia dapat dilihat
pada fosil-fosil yang dapat dibagi menjadi Homo erectus arkaik, Homo erectus
tipik, dan Homo erectus progresif.
3. Geografis: Sangiran terletak di daerah kepulauan, berbeda dengan situs-situs
Homo erectus lainnya yang terletak di benua-benua utama (Asia, Eropa, Afrika).

16
Ini telah memberikan Sangiran suatu karakteristik situs yang berbeda dengan
situs-situs Homo erectus lainnya.
4. Persebaran paling jauh: Sangiran merupakan salah satu titik persebaran terjauh
Homo erectus yang keluar dari Afrika.

17
Bab 3

Penutup

3.1 Saran

Pada saat pembuatan “Laporan Praktek Kerja Lapangan di Museum Manusia Purba
Sangiran”, kami menyadari bahwa banyak sekali kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. 
Dengan berbagai pedoman yang bisa dipertanggungjawabkan dari banyaknya sumber, kami
sebagai penulis akan memperbaiki hal tersebut . Oleh sebab itu, kami harapkan kritik serta
sarannya mengenai laporan dalam kesimpulan di bawah ini.

3.2 Kesimpulan

 Lapisan tanah pada zaman purba dibagi menjadi 5 bagian lapisan tanah, yaitu :
1. Lapisan Notosuro
Merupakan lapisan paling atas. Lapisan ini mnengandung gravel, pasir, lanau, dan
lempung. Juga terdapat sisipan lahar, batu pumisan, dan tufa dengan litologi
breksi laharik dan batu gamping tufaan yang diakibatkan oleh banyaknya aktivitas
vulkanik.
2. Lapisan Kabuh
Lapisan Kabuh merupakan endapan yang merekam jejak kehidupan di Sangiran
pada 730 ribu tahun yang lalu.
3. Lapisan Grenzbank
Terletak tepat di bawah formasi kabuh, tebalnya sekitar 60-120 cm. Lapisan ini
ditandai dengan batuan kapur yang terbentuk dari sering terjadinya perubahan
daratan menjadi laut dan sebaliknya. Selain itu, Grenzbank tersusun dari paduan
mineral, gamping, batuan beku, lempung, fosil moluska, dan foraminifera.
Lapisan ini menjadi sangat khas dan begitu keras bagai beton
4. Lapisan pucangan
Lapisan pucangan adalah lapisan peralihan air ke darat dan breksi lahar yang
membentang. Ciri khas dari lapisan ini adlah tersusun dari material lempung hitam
hingga abu-abu dengan lapisan pasir tipis yang halus sehingga terbentuk dari
lingkungan rawa dan hutan bakau.
5. Lapisan Kalibeng
Lapisan ini terbentuk pada sekitar 2,4 juta tahun yang lalu, saat itu sangiran (pulau
jawa) masih merupakan daerah laut dalam.

18
 Manusia purba ditemukan dibeberapa tempat yang berbeda antara lain Sangiran,
Trinil, Wajak dan Flores
 Manusia purba dibagi menjadi beberapa jenis diantaranya :
a. Megantropus merupakan jenis manusia purba paling tua. Fosil Meganthropus
ditemukan Von Koenigswald pada tahun 1936, di Desa Sangiran tepatnya
dilembah Sungai Bengawan Solo.
b. Pithecanthropus (manusia kera) diperkirakan hidup pada masa pleistosen awal,
tengah, dan akhir. Fosilnya termasuk yang paling banyak ditemukan di Indonesia.
Sisa-sisa kehidupan Pithecanthropus dapat ditemukan di Mojokerto,
Kedungbrubus, Trinil, Sangiran, Sambungmacan, dan Ngandong. Beberapa jenis
Pithecanthropus yang ditemukan di Indonesia antara lain Pithecanthropus
Mojokertensis dan Pithecanthropus erectus
c. Homo erectus adalah manusia pertama yang menjelajahi dunia. Hal itu
dibuktikkan dengan temuan fosil dan jejak-jejak budaya Homo erectus yang
tersebar luas di Dunia lama (Afrika, Eropa, dan Asia). Homo erectus diperkirakan
telah menghuni pulau Flores sekitar 800.000 tahun yang lalu.
d. Homo sapiens (manusia cerdas) terbentuk setelah terjadi proses evolusi selama
ribuan tahun. Atap tengkorak Homo sapiens lebih bundar dan lebih tinggi serta
sangat tangguh dalam beradaptasi dengan lingkungannya. Kehidupan Homo
sapiens masih sederhana dan masih mengembara. Homo sapiens dibagi menjadi
tiga jenis, yaitu Homo Wajakensis, Homo Floresiensis, dan Homo Soloensis.
 Untuk koleksi replika fosil yang terdapat pada Sangiran antara lain S31, S17, S8, S9,
S27, Bukuran 1996, S2
 Pada periode 500 ribu - 1juta tahun yang lalu Sangiran berada pada masa
keemasannya. Pada periode tersebut manusia dan hewan purba hidup berdampingan
secara selaras dilingkungan terbuka yang berada diantara dua gunung api dengan
aliran sungai dan danau disekitarnya. Ini dapat dibuktikan dengan ditemukannya
beberapa fosil hewan yang hidup pada era 300-700 ribu tahun yang lalu seperti fosil
kuda nil, fosil kerbau, fosil antelop dan fosil gajah.
 Dengan aneka ragam fauna yang sangat kaya raya, manusia purba mulai
memanfaatkan bebatuan untuk diasah sebagai alat berburu hingga meramu seperti
kapak genggam, alat serpih, kapak persegi, kapak lonjong, menhir, kapak corong
sarkofagus dan alat purba lainnya.

19
 Sangiran memiliki nilai penting dalam memahami evolusi manusia di dunia yang dapat dilihat
dari 3 aspek antara lain :
1) Nilai Penting Budaya: Sangiran memberikan bukti bahwa Homo erectus Indonesia sudah
memiliki budaya menciptakan alat batu.
2) Morofologi Homo erectus: temuan Homo erectus Sangiran dapat memeberikan
gambaran evolutif gradual menusia.
3) Geografis: Sangiran terletak di daerah kepulauan yang memberikan suatu
karakteristik situs yang berbeda dengan situs-situs Homo erectus lainnya.
4) Persebaran paling jauh: Sangiran merupakan salah satu titik persebaran terjauh
Homo erectus yang keluar dari Afrika.

Lampiran Foto

Lapisan tanah hasil erupsi dari Gunung Lawu

20
Penayangan video berkaitan tentang letak Sangiran

Fosil dari gading gajah stegodon

21
Bagian fosil dari gajah stegodon

Bagian gigi lepas Elephas sp.

Replika Geochelone Atlas

22
Fosil dari badak purba Fosil harimau purba

Fosil kayu Fosil babi purba

23
Kepala tengkorang manusia dari zaman ke zaman

Peta wilayah Penemuan fosil

24
Bahan dasar alat batu homo erectus

Miniature penggalian fosil

25
Alat-alat yang digunakan dalam proses penggalian fosil

Gambaran proses penggalian fosil

26
Mulai ditemukannya kebudayaan mengubur mayat

27

Anda mungkin juga menyukai