Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

SITUS BATU GULING DATAR DI KECAMATAN SUMBANG

KELOMPOK 5 :
1. Kevin Julian Saputra J1D022069
2. Putri Slabililla J1D022070
3. Noor Zakiyah Rahma J1D022071
4. Tisa Agistia Wilasinta J1D022072
5. Gagat Dhamar Pambayun J1D022073
6. Zeuska Azis Alfarizi J1D022074
7. Putri Syalsabila J1D022075

PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA


FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
TAHUN 2022//2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt. yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Situs Batu Guling Datar ”
tepat pada waktunya. Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen
di bidang Pengantar Ilmu Budaya. Selain itu, tulisan ini juga bertujuan untuk menambah
pengetahuan pembaca dan penulis tentang budaya yang ada di Banyumas.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Widya Putri Ryolita, S.S., M.A., selaku
Dosen Pembimbing mata kuliah Pengantar Ilmu Budaya, yang telah memberikan tugas ini
untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah berbagi sebagian ilmunya untuk membantu penulis
menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari makalah yang ditulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun penulis nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Purwokerto, 23 Mei 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ ii


DAFTAR ISI ......................................................................................................................................... iii
BAB I ...................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ................................................................................................................................. 4
A. Latar Belakang .......................................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah .................................................................................................................... 4
C. Tujuan Masalah......................................................................................................................... 4
BAB II .................................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN .................................................................................................................................... 5
A. Sejarah Batu Guling ............................................................................................................... 5
B. Makna Simbolis dalam Situs Batur Guling .......................................................................... 9
C. Upaya Melestarikan Situs Batur Guling Datar .................................................................. 10
BAB III................................................................................................................................................. 11
PENUTUP ............................................................................................................................................ 11
A. Kesimpulan .............................................................................................................................. 11
B. Saran ........................................................................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 12

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Situs merupakan tempat-tempat dimana peninggalan arkeologi, di kediaman makhluk
manusia pada zaman dahulu dikenal dengan nama situs. Situs biasanya ditentukan berdasarkan
survei suatu daerah. Ahli arkeologi mempelajari peninggalan-peninggalan yang berupa benda
untuk menggambarkan dan menerangkan perilaku manusia. Situs sejarah adalah tempat
dimana terdapat informasi tentang peninggalan-peninggalan bersejarah.
Di Indonesia terdapat banyak tempat bersejarah salah satunya adalah peninggalan Situs
Batu Guling Datar. Situs Batu Guling yang terdapat di Desa Datar, Kecamatan Sumbang
Kabupaten Banyumas. Situs Batu Guling berada dideka pemukiman warga. Situs ini diyakini
sebagai pepunden (tempat permohonan) oleh masyarkat pada zaman dahulu dan masih ada
sebagian kecil masyarakat yang berkunjung ke tempat tersebut untuk melakukan permohonan.
Kisah yang berkembang dimasyarakat terkait dengan keberadaan situs Batu Guling,
salah satunya batu-batuan tersebut berasal dari daerah pegunungan yang terguling hingga
akhirnya berhenti ditempat yang datar. Situs Batu Guling memiliki keunikan berupa keunikan
berupa genangan air pada cekungan salah satu batu yang tidak pernah kering meskipun sedang
berlangsung musim kemarau.
Pada tahun 2009 situs Batu Guling diberi pagar karena telah menjadi benda cagar
budaya dan lokasi di sekitarnya direnovasi sehingga tampak lebih aman dan tidak rusak.
Keberadaan situs Batu Guling harus tetap dilestarikan karena situs tersebut merupakan salah
satu destinasi wisata religi.

B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana kearifan lokal pada situs Batu Guling Datar?
b. Bagaimana sejarah Batu Guling Datar?
c. Apa makna simbolis yang terdapat pada Batu Guling?
d. Bagaimana upaya pelestarian yang dilakukan masyarakat terhadap Situs Batu Guling
Datar di Banyumas?

C. Tujuan Masalah
a. Untuk mengetahui kearifan lokal yang terdapat pada situs Batu Guling Datar.
b. Untuk mengetahui situs sejarah di wilayah Banyumas.
c. Untuk mengetahui sejarah Batu Guling.
d. Untuk mengetahui apa makna simbolis yang terdapat pada Batu Guling.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kearifan Lokal Pada Situs Batu Guling Datar


Kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi
kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab
berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Kearifan lokal biasanya diwariskan
secara turun temurun dari satu generasi ke generasi melalui cerita dari mulut ke mulut.
Kearifan lokal juga mencakup nilai-nilai, norma, dan praktik yang diwariskan dari generasi
ke generasi dalam suatu komunitas. Ini mencakup adat istiadat, sistem kepercayaan, bahasa,
seni, musik, dan perayaan yang khas. Tradisi-tradisi ini mencerminkan cara hidup yang
harmonis dengan lingkungan dan mewakili identitas budaya suatu kelompok masyarakat.
Situs Batu Guling Datar di Banyumas menggambarkan kearifan lokal yang kaya dalam
warisan budaya dan sejarah. Kearifan lokal terkait dengan Situs Batu Guling Datar yaitu
berupa warisan budaya. Situs Batu Guling Datar juga menjadi tempat untuk berbagai ritual
keagamaan dan kegiatan kebudayaan yang mempertahankan identitas lokal. Dan Situs Batu
Guling Datar sering kali merupakan bagian dari warisan budaya dari suatu daerah.
Situs Batu Guling Datar di Banyumas menjadi bukti yang menakjubkan tentang betapa
pentingnya menjaga dan melestarikan kearifan lokal. Mereka mungkin telah ada selama
bertahun-tahun dan menjadi simbol penting dari tradisi dan identitas lokal. Orang-orang
setempat mungkin menganggapnya sebagai bagian penting dari kearifan mereka yang
diwariskan dari generasi ke generasi. Dan juga melalui ini, masyarakat Banyumas dapat terus
menghormati dan mengapresiasi warisan budaya mereka sendiri, sambil membagikannya
dengan dunia yang lebih luas untuk dinikmati oleh semua orang.
B. Sejarah Batu Guling dan Hubungannya dengan Penyebaran Islam di Nusantara

Pemerintah Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, akan menjadikan Situs Batu Guling di
Desa Datar sebagai salah satu destinasi wisata religi. Situs Watu Guling merupakan situs yang
terdapat di Desa Datar, Kecamatan Sumbang, Kabupaten Banyumas dan terletak di sebelah
selatan pemakaman umum Desa Datar. Dinamakan Situs Batu Guling menurut cerita
masyarakat setempat, pada awalnya situs tersebut merupakan punden berundak yang
berorientasi ke arah utara-selatan mengarah ke Gunung Slamet yang diyakini sebagai tempat
bersemayamnya para arwah nenek moyang. Dan batu tersebut jatuh terguling-guling dan
akhirnya berhenti di daerah datar kemudian, karena tempat berhentinya batu tersebut maka
disebut dengan Desa Datar, sedangkan batunya dikenal dengan Batu Guling.

5
Gambar 1.1 Situs Batu Guling Datar

Menurut Ibu Karsinah sebagai juru kunci mengatakan tidak mengetahui secara pasti
sejarah Situs Batu Guling karena situs ini telah ada sejak nenek moyang beliau. Tapi, Ibu
Karsinah memperkirakan Situs Batu Guling pada masa orang tuanya sudah ada sekitar 95
tahun dan diperkirakan telah berusia ratusan tahun. Situs Batu Guling ini merupakan
peninggalan zaman majapahit pada saat penyebaran agama sebelum masehi.

Gambar 1.2 Menhir Situs Batu Guling Datar

Di area Situs Batu Guling ini terdapat dua buah menhir yang cukup tinggi berdiri dalam
jarak beberapa langkah. Di sisi sebelah kanan terdapat tatanan batu berbagai bentuk dan
ukuran. Di atas batu datar, disebelah kanan menhir terdapat onggok hitam bekas bakaran
kemenyan. Terlihat beberapa buah batu menhir berukuran kecil disebelah kanan batu menhir
besar di ujung. Dan ada juga sebuah batu dakon yang cukup besar, dengan lubang-lubang di
atas permukaannya yang telah diisi batu-batu bulat. Ada lima buah lubang melingkar di
permukaan batu batu itu, dengan satu lubang di tengahnya.

6
Ketinggian batu menhir berbentuk persegi ini adalah 137 cm, dengan lebar 42 cm. Kedua
menhir itu berjajar ke arah Utara-Selatan, mengarah ke Gunung Slamet dimana arwah
leluhur bersemayam dan Laut Selatan. Sedangkan batu lumpang tingginya 25 cm, garis
tengah 46 cm dan ketebalan dindingnya sekitar 4 cm. Batu-batu lainnya di situs ini
kebanyakan memiliki permukaan yang halus, berbentuk lonjong atau datar.
Situs Batu Guling ini berada di tanah milik keluarga Ibu Karsinah di area sekitar panjang
5 m dan lebar 4 m, pembangunan pagar dilakukan oleh beberapa mahasiswa Universitas
Sebelas Maret (UNS) agar Terawat dan pada tanggal 18 Juli 2008 diresmikan oleh Kepala
Dinas Pariwisata Kebudayaan dan Kabupaten Banyumas. Di lokasi situs, selain Watu
Guling juga terdapat batu kecil yang berkap tiga jari manusia dan ada batu yang memiliki
keunikan berupa genangan air pada cekungan salah satu batu yang tidak pernah kering dan
biasanya pengunjung meminta air atau bisa langsung meminum airnya ditempat bagi orang
yang percaya bahwa air tersebut konon bisa menyembuhkan orang-orang yang sakit.
Menurut orang zaman dulu diperkirakan sebagai alat untuk menumbuk atau meracik obat-
obatan. Dihari- hari tertentu situs juga ramai di datangi pengunjung,
Menurut Ibu Karsinah, dahulu batu yang sebelah kanan pernah diambil orang. Namun,
setelah orangnya balik batu tersebut sudah kembali lagi yang menurut Ibu Karsinah, orang
zaman dahulu merupakan orang sakti. Sebagai bentuk penghormatan kepada Situs Batu
Guling ini Ibu Karsinah melakukan perawatan secara rutin. Perawatan yang dia lakukan
adalah dengan membersihkan tempat tersebut.
Ibu Karsinah juga mengatakan dari sekian banyak kisah yang berkembang tentang Situs
Batu Guling, salah satunya berkaitan dengan sejarah penyebaran agama Islam oleh Syekh
Maulana Maghribi. Dalam hal ini kata Ibu Karsinah, masyarakat meyakini bahwa batu-
batuaun Situs Guling ini merupakan peninggalan Syekh Maulana Maghribi yang singgah di
Desa Datar. Masyarakat Desa Datar menduga batu yang mirip lumpang ini merupakan
tempat penampungan air yang digunakan Syekh Maulana Maghribi untuk berwudhu. Dan
tempat ini dekat dengan sungai dan memiliki kemiripan dengan beberapa situs lainnya di
Sumbang dan Baturraden yang konon merupakan peninggalan Syekh Maulana Maghribi.
Dalam Babad Banyumas versi Wirjaatmadjan disebutkan bahwa pengaruh Islam di Jawa
khususnya Banyumas, tidak dapat dilepaskan dari tokoh Maulana Malik Ibrahim atau
Makdum Ibrahim As-Samarkandy atau Syekh Ngabdul Kubro yang lahir di Samarkand,
Asia Tengah (paruh awal abad XIV M). Ia mempunyai saudara yang bernama Maulana
Ishak, ulama terkenal dari Samudra Pasai sekaligus ayah Sunan giri (Raden Paku). Maulana
Malik Ibrahim dan Maulana Ishak ialah putera Maulana Djumadil Kubro (ulama kenamaan
Persia), yang menetap di Samarkand. Maulana Djumadil Kubro ialah keturunan 10 dari
Syayyidina Husein, cucu Nabi Muhammad SAW.
Maulana Malik Ibrahim sebelumnya bermukim di Cempa (sekarang Kamboja) selama
13 Tahun mulai tahun 1379. Ia menikah dengan putri raja dan mempunyai dua putera yaitu
Raden Rahmat (lebih dikenal sebagai Sunan Ampel) dan Sayid Ali Murtadha atau Raden
Santri. Mereka sudah cukup berdakwah di negeri Cempa, pada tahun 1392 M, Maulana
Malaik Ibrahim hijrah menuju Pulau Jawa. Daerah pertamayang dituju oleh Maulana Malik
Ibrahim ialah Desa Sambalo, merupakan daerah kekuasaan Majapahit. Desa Sambalo ini
berada di Leran Kecamatan Manyar, 9 km arah Utara kota Gresik.
Maulana Malik Ibrahim berputra satu orang yang pada masa kecilnya bernama R.
Rakhmat. Setelah dewasa, R. Rakhmat menjadi putra menantu dari Sulthan Sirajuddin dari
negeri Cempa. Putri Sultan Sirajuddin yang menikah dengan R. Rakhmat bernama Nyai

7
Ageng Manila.17 Karena Sultan Siradjuddin tidak mempunyai putera laki-laki maka
putera menantunya yaitu R. Rakhmat kemudian menggantikan beliau dengan gelar
Kanjeng Sunan Makdum Djamnga Tadjuddin al-Kubro dank arena kemudian
bermukimnya di Ampel maka dikenal dengan nama Kanjeng Sunan Ampel Denta. Di
samping menikah dengan Nyai Ageng Menila, Kanjeng Sunan Ampel menikah pula
dengan puteri dari Atasangin-2. Sunan Atasangin-2 sebelumnya bernama R. Harja Hyang
Margana. Ia putera dari Sri Prabu Harja kusuma, putera ke-5 dari permaisuru Ambarsari.
Kanjeng Sunan Atasangin-2 adalah putera menantu dari Kanjeng Sunan Atasangin-1 atau
Syekh Sayid Maudakir yang bersemayam di Gunung Jati, Cirebon.
Kanjeng Sunan Ampel berputera empat. Anak pertama Sayyid Makdum Attas Ngali
Saddar atau Sultan Tadjuddin Bin Djamnga Abu Ngali Saddar al-Kubro, yang dikenal
dengan Sunan Bonang.Anak kedua Sayyid Ismapati Attas Bin Djamnga, setelah kembali
dari Arab, menjadi seorang wali dengan gelar Pangeran Pudjangga. Putera ketiga Sayid
Dahrubapi Attas Bin Djamnga Kadji Maulana, sekembali dari Negeri Arab, lalu menuju
ke kerajaan Djambu Dwipa, menikah dengan puteri dari Prabu Maradwipa bernama Rara
Rubiah Bekti, kemudian kembali ke Cempa. Dan selanjutnya kembali ke pulau Jawa dan
bermukim di desa Dradjat, sehingga lebih dikenal dengan nama Kanjeng Sunan Drajat.
Putera keempat Nyai Ageng Meloka menjadi Mertua perempuan dari Raden Patah, Sultan
Demak I.
Putera kedua dari Sunan Ampel yaitu Sayid Ismanapi Attas Bin Djamnga atau Pangeran
Pudjangga, setelah kembali dari Mekkah kemudian menetap di daerah Cirebon dan
menjadi putera menantu Sultan Lusmanakil Dja’dil Attas Al-Akbar dari Negeri Modang
Parahyangan atau disebut juga Medang Kamulan. Sayid Ismanapi Attas Bin Djamnga atau
Pangeran Pudjangga lalu menggantikan sebagai Sultan di Medang Kamulan dengan gelar
Sultan Modang.
Pangeran Pudjangga atau Sultan Modang juga menikah dengan salah seorang puteri
dari Pangeran Atasangin-3 yang bersemayam di Gunung Jati, Cirebon. Dalam perkawinan
ini, Pangeran Pudjangga atau Sultan Modang berputera 8 (delapan) orang yaitu;
1. Sayid Abu Ismanapi atau Raden Paguwan karena bermukim di desa Paguwan yaitu
Purwokerto sekarang dan kemudian menjadi Adipati Wirasaba yang Pertama
dengan gelar Kyai Adipati Wirahudoyo atau disebut juga Adipati Paguwan;
2. Sayid Abu Ismanapi Attas Djamnga atau disebut juga Kyai Rangga Sidayu karena
bermukimnya di daerah Sidayu;
3. Syarifah Nyai Ageng Magora;
4. Syarifah Nyai Ageng Banyupakis;
5. Syarifah Nyai Ageng Donan, Putera ke tiga, empat dan kelima ini kesemuanya
bermukim di daerah Banyumas dan keturunan-keturunannya.
6. Syarifah Nyai Ageng Awu-awu, yang mempunyai suami bernama Raden Djok Landjing
atau R. Harjo Surengbolo, salah seorang putera Sri Prabu Brawidjaya V dari garampean
dan yang bertapa di hutan Wukir Kenap di daerah Krakal, Kebumen. Syarifah Nyai
ageng Awu-awu menurunkan Nyai Ageng Wedi di Bagelen, Pangeran Aden Maduretna
di Kilang Kalegen, Sruni dan Kyai Ageng Wonokromo yang bermukim di sebelah utara
telaga Gapitan di daerah Krakal, Kebumen.Nyai Ageng Wedi, menurunkan Kanjeng
Sunan Geseng yang menjadi murid Kanjeng Sunan Kalidjaga di hutan Kredetan dan
Nyai Ageng Prindit. Nyai Ageng Prindit menurunkan sebagian darah Pasirluhur, ialah
Raden Banyak Thole, yang kemudian menurunkan Nyai Ageng Djeti di Pasir Bagelen,

8
dan Nyai Ageng Karanglo yang juga masih keturunan Raden Djoko Patah, Sultan
Demak PertamaKeturunan-keturunan R. Harja Surengbolo dan Nyai Ageng Awu-Awu
tersebar pula di daerah Kedu Bagelen, diantaranya Mracah, Sruni, Gesikan, Bocor,
Panjer, Kalijirek dan Kredetan.
7. Syarifah Nyai Ageng Tinebah, menikah dengan Raden Djoko Hantar atau Raden Djoko
Suwongso yang juga disebut Kyai Ageng Wotsinom karena waktu bertapanya di bawah
pohon Asem Galigang, dan adalah juga salah seorang putera dari Prabu Brawidjaja V
dan garwa ampean yang ke-30. Keturunan Raden Harja Suwongso dan Nyai Ageng
Tinebah tersebar di daerah Mracah, Katitang dan Bagelen, di antaranya adalah Bandoro
R. Ayu Srenggono, garwa-langen Sri Sultan Hamangku Buwono I di Yogyakarta, yang
berputra R. Ayu Guru Danukusumo. R. Ayu Gusti Danukusumo berputera Kanjeng R.
Adipati Arya Danuredjo II, patih kasultanan Yogyakarta dan menjadi putera menantu
Sri Sultan Hamangkubuwono II. Kanjeng Pangeran Adipati Arya Danuredjo II
berputera Kanjeng Ratu Kantjono, permaisuri Sri Sultan Hamangku Buwono IV yang
bersemayam di Pasarean Imogiri. Adapun putera-puteranya adalah Sri Sultan
Hamangku Buwono V, Sri Sultan Hamangku Buwono VI, Bandoro R. Ayu Gusti Sekar
Kedaton
8. Kyai Sayid Abu Boworo atau Kyai Ageng Buwaran I karena bermukimnya di Desa
Buwaran, berputera Kyai Ageng Buwaran II. Kyai Ageng Buwaran II berputera 2 (dua)
orang yaitu Pertama, Rara Wresti menikah dengan R. Djaka Hurang atau Kyai R.
Adipati Wirohutomo II, Adipati Wirasaba ke III. Putera Kedua, Kyai Sayid Buyud
Sudda, berputera Kyai Buyud Suwoto. Kyai Buyud Suwoto berputera Kyai Sayid
Atmoko yang menjadi putera menantu dari Kyai Buyud Kejawar I atau disebut Kyai
Mranggi Kejawar I. Kyai Sayid Atmoko kemudian menggantikan sebagai Kyai
Mranggi Kejawar II dan berputera Kyai Sayid Sambarto, menikah dengan Rara Wuku
atau Rara Ngaisah, puteri bungsu dari R. Harja Biribin Pandita Putra. Kyai Sayid
Sambarto disebut juga Kyai Mranggi Semu dan tidak berputera. Kyai dan Nyai Mranggi
Semu adalah yang mengasuh atau orang tua angkat Raden Djoko Kaiman atau raden
Semangun, ketika ayahnya wafat, yaitu R.Harja Banjaksosro (menantu Adipati
Pasirluhur), adalah saudara kandung (kakak) Nyai Mranggi (Rara Ngaisah/Rara Wuku).
Raden Adipati Wirasaba ke VII atau Adipati Banyumas I dengan gelar Kyai Raden
Adipati Wargohutomo II atau lebih dikenal dengan sebutan Adipati Marapat.

C. Makna Simbolis dalam Situs Batur Guling


Situs batu guling/ datar merupakan salah satu cagar budaya di kabupaten Banyumas yang
berlokasi di Desa Datar, Kecamatan Sumbang, Kabupaten Banyumas. Lokasi situs batu
guling/ datar berdekatan dengan pemukiman warga, lebih tepatnya sebelah selatan
pemakaman umum Desa Datar. Keberadaan situs ini diyakin sebagai pepunden(tempat
permohonan) oleh masyarakat sekitar. Menurut ibu Karsinah, biasanya warga yang akan
mengadakan hajatan akan sowan terlebih dahulu ke situs batu guling untuk memohon
kelancaran dan keselamatan selama acara berlangsung dengan memberikan sesajen. Bukan
hanya hajatan saja masih banyak acara lain seperti ebeg, wayang dan pementasan lainya.
Ibu Karsinah juga mengatakan, jika akan terjadi peristiwa yang besar maka batu itu kan
miring dengan sendirinya, dan kembali semula ketika peristiwa itu selesai. Di lokasi situs
batu guling juga terdapat batu kecil yang diperkirakan digunakan sebagai alat untuk meracik
obat obatan. sebagai banyak dikunjungi oleh peziarah, bisa juga dibilang sebagai tempat

9
wisata religi. Ibu Karsinah juga mengatakan bahwa situs batu guling ini memiliki pantangan
seperti, orang yang sedang haid dilarang memasuki wilayah ini, dilarang mengambil batu/
benda yang ada diwilayah sistus batu guling.

D. Upaya Melestarikan Situs Batur Guling Datar


Beberapa upaya yang dapat dilakukan terhadap situs Batur Guling Datar yang ada di
Banyumas adalah sebagai berikut:
1. Pengawasan dan perlindungan
Situs Batur Guling Datar harus dilindungi secara fisik dan diawasi untuk mencegah
kerusakan atau pencurian artefak. Hal ini dapat melibatkan pengawasan keamanan,
penempatan petugas keamanan di situs tersebut, dan lain lain.
2. Perlindungan lingkungan
Kelestarian situs Batur Guling Datar juga berkaitan erat dengan pelestarian lingkungan
sekitarnya. Upaya untuk menjaga situs tersebut diantaranya adalah pengelolaan
sampah, dan lain lain. akan membantu menjaga integritas situs tersebut.
3. Penelitian dan dokumentasi
Penelitian ilmiah dan dokumentasi terhadap situs Batur Guling Datar ini penting untuk
pemahaman yang lebih baik tentang sejarah, kebudayaan, dan lingkungan sekitarnya.
Pelestarian situs Batur Guling Datar ini juga membutuhkan komitmen jangka panjang dan
partisipasi dari berbagai pihak terkait. Penting untuk melibatkan masyarakat lokal, pemilik
tanah, dan pemangku kepentingan lainnya dalam upaya pelestarian ini untuk mencapai hasil
yang berkelanjutan.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Situs Batu Guling yang terletak di Desa Datar, Kecamatan Sumbang, Kabupaten
Banyumas merupakan salah satu Cagar Budaya berupa menhir sebanyak dua buah yang
digunakan sebagai tempat pemujaan arwah nenek moyang sekaligus tempat permohonan
oleh masyarakat sekitar biasanya sebelum mengadakan hajatan akan sowan terlebih dahulu
ke Situs Batu Guling untuk memohon kelancaran dan keselamatan selama acara
berlangsung dengan memberikan sesajen. Situs Batu Guling juga menjadi tempat wisata
religi dan terdapat pantangan bagi siapapun yang mengunjunginya seperti orang yang
sedang haid dilarang memasuki wilayah ini dan dilarang mengambil batu atau benda apapun
yang berada di kawasan Situs Batu Guling

B. Saran
Mengingat minimnya literatur atau informasi mengenai Situs Batu Guling dan hanya
ada sumber lisan dari masyarakat sekitar. Maka diperlukan perhatian Pemerintah Kabupaten
Banyumas melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata sangat dibutuhkan untuk menjaga dan
mengembangkan Situs Batu Guling. Dan perlu diketahui juga bahwasanya situs ini berdiri
di atas tanah pekarangan pribadi milik warga.

11
DAFTAR PUSTAKA

Rencana Induk Pelestarian dan Pengelolaan Cagar Budaya. Kebudayaan., Direktorat


Jenderal. 2019 . Jakarta : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia., 2019 .
Sejarah Situs Batu Guling. Wijaya, Astri. 2022. Jawa Tengah : Kompasiana , 2022.
Situs Watu Guling. Ipung. 2017 . Jawa Tengah : Tabloid Pamor , 2017 .
Wisata Religi Situs Batu Guling Di Banyumas . Sumarwoto. 2023 . Jawa Tengah : ANTARA
, 2023 .

12

Anda mungkin juga menyukai