Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

STRATEGI KULTURAL WALI SONGO DALAM PENYEBARAN ISLAM


(ISLAMISASI) PADA MASYARAKAT JAWA
PROSES PENGISLAMAN
WAYANG JAWA ,SARANA MEMPERKENALKAN AGAMA ISLAM KEPADA
MASYARAKAT JAWA
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah Islam Nusantara
Dosen Pengampu Faizah, M.Pd.

Oleh:
Sem. 3/S1 PGMI
1. Muhammad naufal hilmi(2220019)
2 . Dina Septiyana (2220002)
3. Kuni Milata Zakia(2220016)

PROGRAM PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


JURUSAN TARBIYAH
INISNU TEMANGGUNG
2021

1
KATA PENGANTAR

Segala puji saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan hidayah Nya dan memberi saya kesempatan dalam menyelesaikan tugas
makalah ini tanpa suatu halangan apapun.
Makalah ini disusun sebagai dasar penilaian tugas mata kuliah Islam Nusantara
bagi mahasiswa jurusan Tarbiyah Prodi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI)
Institut Islam Nadhlatul Ulama (INISNU) Temanggung Tahun Ajaran 2021/2022.
Makalah ini berisi tentang Strategi kultural wali songo dalam penyebaran isalm pada
masyarakat jawa.
Tidak lupa saya mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak terkait yang telah
memberi dukungan demi terselesaikannya makalah ini. Ucapan terimakasih saya tujukan
kepada Ibu Faizah M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah.
Makalah ini sudah disusun sebaik-baiknya, jika terdapat kekurangan dalam
penulisan, isi dan segalanya penulisan, saya meminta maaf setulusnya. Kritik dan saran
masih saya perlukan untuk memperbaiki dalam pembuatan makalah dengan senang hati
akan saya terima.

Temanggung, 30 November 2021

Penulis,

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar..................................................................................................................i

Daftar Isi.............................................................................................................................ii

BAB I Pendahuluan

A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................1
C. Maksud dan Tujuan.....................................................................................1

BAB II Pembahasan

A. Strategi ........................................................................................................5
B. Proses Pengislaman.....................................................................................7
C. Wayang jawa,sarana memeperkenalkan agama islam kepada masyarakat
jawa..............................................................................................................7

BAB III Penutup

Simpulan......................................................................................................9

Daftar Pustaka...................................................................................................................10

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejarah mencatat peran besar para ulama’ dalam mengemban dakwah di pelosok
dunia termasuk di Indonesia sehingga Islam menjadi agama mayoritas di negeri ini.
Salah satu topik menarik mengupas peran ulama dalam “islamisasi” di Indonesia adalah
tindak tanduk dakwah para “Walisongo” di Pulau Jawa, mereka itu adalah Sunan
Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Gungung Jati, Sunan Muria,
Sunan Kudus, Sunan Drajat, Sunan Kali Jaga, dan Sunan Bonang.
Walisongo dipercaya sebagai peletak batu pertama Islam di pulau Jawa. Kiprah
Walisongo dalam peta dakwah Islam di Indonesia pada umumnya dan di pulau Jawa
khususnya memang merupakan fakta sejarah yang tidak terbantahkan. Oleh sebab itu,
wajar jika H.J. Vanden Berg pun tanpa ada rasa keraguan mengatakan, “Adapun yang
memimpin penyebaran Islam ini adalah para Wali, merekalah yang memimpin
pengembangan agama Islam di seluruh Jawa” (Van Den Berg, 1959: 393). Walisongo
masyhur sebagai juru syiar kebenaran dan pekerja giat dalam menggembleng
masyarakat, lahir-batin, di semua lapisan sosial, dari kelas “akar rumput” hingga ke para
punggawa dan pembesar negeri. Di samping tetap memelihara sebagaimana dengan
ajaran Islam murni, juga tidak tanggung-tanggung memberantas kebiasaan dan
kepercayaan yang berbau kemusyrikan, lalu digiringnya kembali ke tauhid sejati.
B. Rumusan Masalah
1. Bagamana strategi kultural walisongo dalam penyebaran agama islam pada
masyarakat Jawa?
2. Bagaimana proses pengislaman dengan metode pewayangan Jawa?

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Strategi
Beberapa strategi dakwah Walisongo yang bisa diidentifikasi antara lain:
1. Pembagian Wilayah Dakwah.
Para Walisongo dalam melakukan aktivitas dakwahnya antara lain sangat
memperhitungkan wilayah strategis. Beranjak dari sinilah, para Walisongo yang
dikenal jumlahnya ada sembilan orang tersebut melakukan pemilihan wilayah
dakwahnya tidak sembarangan. Penentuan tempat dakwahnya dipertimbangkan pula
dengan faktor geostrategi yang sesuai dengan kondisi zamannya. Kalau kita
perhatikan dari kesembilan wali dalam pembagian wilayah kerjanya ternyata
mempunyai dasar pertimbangan geostrategis yang mapan sekali. Kesembilan wali
tersebut membagi kerja dengan rasio 5:3:1. Jawa Timur mendapat perhatian besar dari
para Walisongo. Di sini terdapat 5 Wali, dengan pembagian teritorial dakwah yang
berbeda. Maulana Malik Ibrahim, sebagai wali perintis, mengambil wilayah
dakwahnya di Gresik. Setelah Malik Ibrahim wafat, wilayah ini dikuasai oleh Sunan
Giri. Sunan Ampel mengambil posisi dakwah wilayahnya di Surabaya, Sunan Bonang
sedikit ke Utara di Tuban. Sedangkan, Sunan Drajat di Sedayu. Berkumpulnya kelima
wali ini di Jawa Timur adalah karena kekuasaan politik saat itu berpusat di wilayah
ini. Kerajaan Kediri, di Kediri dan Majapahit di Mojokerto. Di Jawa Tengah para wali
mengambil posisi di Demak, Kudus, dan Muria. Sasaran dakwah para wali yang ada
di Jawa Tengah tentu berbeda dengan yang ada di Jawa Timur. Di Jawa Tengah dapat
dikatakan bahwa pusat kekuasaan politik Hindu dan Budha sudah tidak berperan lagi.
Hanya para wali melihat realitas masyarakat yang masih dipengaruhi oleh budaya
yang bersumber dari ajaran Hindu dan Budha. Saat itu para Wali mengakui seni
sebagai media komunikasi yang mempunyai pengaruh besar terhadap pola pikir
masyarakat. Oleh kerana itu, seni dan budaya yang sudah berakar di tengah-tengah
masyarakat menurut mereka perlu dimodifikasi, dan akhirnya bisa dimanfaatkan
untuk kepentingan dakwah. Terakhir yaitu di Jawa Barat, menempatkan seorang wali
yaitu Sunan Gunung Jati.

2. Asimilasi budaya.
Bagi seorang juru dakwah, mengubah sebuah tatanan masyarakat yang sangat
kompleks dan telah mengakar dalam sebuah tatanan laku hidup sehari-hari memang
tidaklah semudah berdebat secara ilmiah dan logika. Oleh karena itu, dalam
dakwahnya kepada masyarakat Jawa, tidak jarang para wali menerapkan beberapa
model dakwah dengan memasuki unsur-unsur kebudayaan yang ada di masyarakat.
Para Wali berani memasuki wilayah ini tentu dengan sebuah prinsip yang tidak dapat
ditawar, yaitu senantiasa membelokkan adat dan norma yang sesuai dengan ajaran
Islam dan membuang serta mengganti adat yang berbau kesyirikan dengan
memasukkan unsur Islam ke dalam adat tersebut.Para juru dakwah kontemporer
menamakan model dakwah ini dengan sebutan Metode al-hikmah, dimana cara-cara
berdakwah para wali merupakan jalan kebijaksanaan yang diselenggarakan secara
popular, atraktif, dan sensasional. Cara ini mereka pergunakan dalam menghadapi
masyarakat awam. Dengan tata cara yang amat bijaksana, masyarakat awam itu
mereka hadapi secara massal. Kadang-kadang terlihat sensasional bahkan ganjil dan
unik sehingga menarik perhatian umum. Dalam rangkaian metode ini kita dapati

5
misalnya, Sunan Kalijaga dengan gamelan Sekatennya. Atas usul Sunan kalijaga,
maka dibuatlah keramaian dengan gamelan Sekaten yang secara istilah diambil dari
ata syahadattain (dua kalimah pesaksian kunci keIslaman), yang diadakan di Masjid
Agung dengan memukul gamelan yang sangat unik dalam hal langgaman lagu
maupun komposisi instrumental yang telah lazim pada waktu itu. Keramaian diadakan
menjelang peringatan hari Maulud Nabi Muhammad SAW. Selain itu, Sunan Kalijaga
juga menggelar lakon wayang baru dan telah dimodifikasi dengan mengganti seluruh
konten-konten syirik karya Mpu Walmi dengan konsep tauhid dan ajaran Islam.

Selain Sunan Kalijaga, ada pula Sunan Giri yang banyak menciptakan tembang-
tembang macapat seperti Asmarandhana, dan Pucung yang kesemuanya merupakan
sebuah tutur laku dalam kehidupan manusia. Asmarandhana adalah nasihat bagi
mereka yang sedang masuk usia pernikahan agar selalu mawas diri dan waspada
terhadap pergaulan yang tidak baik, sedangan pucung adalah pengingat bahwa setiap
manusia pasti akan menemui sebuah kematian. Selain itu Sunan Giri juga
menciptakan beberapa jenis permainan dan lagu dolanan. Hal ini ditujukan untuk
memberikan dakwah Islam kepada semua kalangan usia termasuk anak-anak.
Diantara karya tersebut adalah permainan cublak-cublak suweng, padhang mbulan
dan jelungan.

3. pendidikan dan pencetakan kader dakwah.


Setiap wali yang berperan dan memiliki sebuah wilayah dakwah, hal pertama
yang diperbuat adalh membangun sarana pendidikan berupa pesntren. Dari sinilah,
mereka menemukan atau kedatangan murid-murid dari kalangan warga sekitar dan
berbagai penjuru daerah. Dalam mencetak kader dakwah yang kuat, setiap pesantren
yang dahulunya diambil dari model pendidikan dukuh ala pendidikan Hindu-Budha
dalam mendidik para wiku, memiliki kurikulum yang ketat dan terstruktur. Mereka
diajarkan tentang ilmu utama dalam Islam yang meliputi Aqidah, Al-Quran, Hadits
hingga ilmu Fiqih dan tafsir. Kemudian mereka juga mendapatkan tambahan materi
berupa ilmu ketatanegaraan, ekonomi dan ilmu aplikatif lainnya seperti pertanian. Tak
lupa dalam pesantren ini seorang santri juga wajib menguasai ilmu beladiri, karena
sebagai seorang kader dakwah selain dituntut memiliki kapasitas keilmuan juga harus
memiliki tubuh yang kuat guna melawan hal-hal yang tidak diinginkan. Dengan
adanya basis pendidikan ini maka para wali berhasil membentu generasi yang unggul.
Beberapa contoh Wali yang berhasil mengembangkan model pendidikan ini
adalah Sunan Ampel yang melahirkan generasi Sultan Fattah dan Sunan Bonang, Giri
Kedathon yang menghasilkan murid dari seluruh Jawa hingga melahirkan Kesultanan
Ternate, Tidore, Lombok dan Bima.

4. Strategi dakwah di bidang politik.


Dalam mengembangkan dakwah Islam di tanah Jawa para wali tentu juga
menggunakan sarana politik untuk mencapai tujuannya, yaitu menegakkan hukum
Allah secara menyeluruh. Oleh karena itu, dengan melihat keadaan kekuasaan
Majapahit yang terus mengalami penurunan, maka para Wali saat itu mulai
mengarahkan perhatiannya kepada Demak. Sebagai langkah awal adalah dengan
mendirikan pusat dakwah dan koordinasi yaitu Masjid Demak. Setelah posisi
Majapahit benar-benar lemah maka Demak tampil sebagai wajah baru dalam babak
dakwah Islam di tanah Jawa. Yaitu dengan tegaknya pemerintahan Islam dan
diberlakukannya hukum syariat melalui kitab undang-undang Angger-angger Surya

6
Alam.Dengan adanya perlindungan dari sebuah negara, maka dakwah Islam semakin
meluas. Langkah-langkah amar ma’ruf nahi munkar juga lebih efektif karena umat
Islam memiliki kekuatan hukum dan kekuatan penegakan hukum alhasil akselerasi
dakwah menjadi sangat pesat jika unsur kekuatan politik telah dimiliki.
B. Proses Pengislaman

Berikut merupakan saluran-saluran Islamisasi di Nusantara:

1) Saluran Perdagangan
Saluran perdagangan merupakan saluran utama penyebaran Islam di Nusantara.
Dalam buku Arkeologi Islam Nusantara (2009) karya Uka Tjandrasasmita, pembawa
dan penyebar agama Islam pada masa-masa permulaan adalah golongan pedagang.
Pada sekitar abad 7-16 Masehi, Kepulauan Nusantara merupakan kawasan
perdagangan Internasional yang ramai dikunjungi oleh pedagang-pedagang
internasional, termasuk pedagang dari Arab, Persia dan Gujarat. Ramainya aktivitas
perdagangan Nusantara menjadi faktor penting dalam kesuksesan Islamisasi
Nusantara melalui jalur perdagangan.

2) Saluran Pendidikan
Islamisasi di Nusantara semakin berkembang pesat ketika para ulama, guru agama
dan raja turut menyebarkan agama Islam melalui pendidikan. Para Ulama dan guru
agama mendirikan pondok pesantren sebagai tempat pengajaran Islam dan
keterampilan hidup bagi masyarakat nusantara.Jaringan keilmuan Islam Nusantara
juga dapat terbentuk melalui perkembangan pesantren di Nusantara.

3) Saluran Perkawinan
Saluran perkawinan merupakan salah satu cara yang mudah dan efektif dalam
Islamisasi Nusantara. Pedagang Islam banyak yang melakukan perkawinan dengan
kaum perempuan pribumi dari kalangan bangsawan hingga anggota kerajaan.

C. Wayang jawa,sarana memeperkenalkan agama islam kepada masyarakat jawa


Islam datang ke Nusantara dengan damai. Ajaran Islam diterima masyarakat
tanpa ada paksaan. Di Pulau Jawa, Islam disebarkan para ulama yang dikenal dengan
julukan Walisongo: Sunan Gresik, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan
Kudus, Sunan Giri, Sunan Kalijaga, Sunan Muria, serta Sunan Gunung Jati, melalui
dakwah kultural. Para wali berdakwah dengan bahasa lokal, memperhatikan
kebudayaan dan adat, serta kesenangan dan kebutuhan masyarakat setempat. Ketika
masyarakat Jawa amat senang dengan kesenian, para wali menggunakan berbagai
kesenian itu sebagai media dakwah.Salah satu kesenian rakyat yang dijadikan media
dakwah adalah wayang. Sunan Kalijaga, misalnya, mengembangkan wayang purwa,
yakni wayang kulit bercorak Islam. Selain itu, Sunan Kalijaga juga menciptakan
corak batik bermotif burung (kukula) yang mengandung ajaran etik agar seseorang
selalu menjaga ucapannya.

Wayang secara harfiah berarti bayangan. Ia merupakan istilah untuk


menunjukkan teater tradisional di Indonesia. Ada yang berpendapat, wayang berasal
dari India dan rekaman pertama pertunjukan wayang telah ada sejak 930 M.Namun,
ada pula yang meyakini wayang kulit sebagai salah satu dari berbagai akar budaya
seni tradisional Indonesia.

7
Sejatinya, wayang merupakan media yang digunakan Wali Songo untuk menyebarkan
Islam di Nusantara. Cikal bakal wayang berasal dari wayang beber—yang gambarnya
mirip manusia dan lakonnya bersumber dari sejarah sekitar zaman Majapahit.

Wayang dinilai sebagai media dakwah Islam yang sukses di Indonesia.


Wayang dianggap berhasil sebagai media dakwah dan syiar Islam karena
menggunakan pendekatan psikologi, sejarah, pedagogi, hingga politik. Dulu, wayang
dipertunjukkan di masjid dan masyarakat bebas untuk menyaksikan. Namun, dengan
syarat, mereka harus berwudhu dan mengucap syahadat dulu sebelum masuk masjid.

Memang, wayang kulit merupakan produk budaya yang telah ada sebelum
Islam berkembang di Pulau Jawa. Namun, sejak Islam datang dan disebarkan, wayang
telah mengalami perubahan. Budaya keislaman dalam wayang kulit purwa tak hanya
dijumpai pada wujudnya, tetapi juga pada istilah-istilah dalam bahasa padhalangan,
bahasa wayang, nama tokoh wayang, dan lakon (cerita) yang dipergelarkan.

Nama-nama tokoh pewayangan khas Jawa (Punakawan), seperti Semar,


Petruk, Bagong, dan Gareng pun berasal dari bahasa Arab. Setiap tokoh memiliki
karakter tertentu, yang memiliki peran sebagai media penyampai syiar dan dakwah
Islam pada zaman itu. Tema utama edisi ini secara khusus mengupas tentang peran
wayang sebagai media dakwah Islam.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan terdahulu, pada bagian penutup
ini dapat diberikan kesimpulan antara: 1. Walisongo dipercaya sebagai peletak batu
pertama Islam di pulau Jawa. Kiprah Walisongo dalam peta dakwah Islam di
Indonesia pada umumnya, di pulau Jawa khususnya memang merupakan fakta sejarah
yang tidak terebantahkan.
Sejarah kesuksesan dakwah para wali songo tidak terlepas dari strategi dan
metode dakwah yang dipergunakan dalam dakwah. Beberapa strategi dakwah
walisongo yaitu
1. Dengan pembagian wilayah dakwah
2. Asimilasj budaya
3. Pendidikan dan pencetakan kader dakwah.
4strategi dakwah bidang politik
Adapun saluran salura. Islamisasi yaitu dengan perdagangan, pendidikan dan
perkawinan.

DAFTAR PUSTAKA

Agus Sunyoto. 2016. Atlas Walisongo. Tangerang Selatan:Pustaka IIIMaN


Dian Noiyanti. 2019. Walisongo The Wisdom, Syiar 9 Wali Selama 1 Abad. Jakarta:
Gramedia Pustaka
Hatmansyah, Strategi dan Metode Dakwah WalisongoJurnal “Al-Hiwar” Vol. 03, No. 05-
Januari-Juni-2015

Anda mungkin juga menyukai