Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring berjalan waktu dan perubahan menuju era modernisasi, Budaya
tradisinonal atau budaya warisan leluhur hampir punah di Kota Bekasi, tapi
siapa sangka ternyata ada di sebuah kampung di Bekasi yang masyarakatnya
masih memelihara budaya atau tradisi warisan nenek moyangnya. Yaitu
kampung Kranggan namanya.
Kranggan adalah sebuah perkampungan yang masih menjunjung tinggi
dan lekat dengan kehidupan budaya dan tradisi masa silam. Masyarakat
kampung kranggan sampai saat ini masih taat menjaga dan menghidupkan
tradisi leluhur mereka. Di kampung ini masih dapat dijumpai rumah-rumah
tradisional yang berbentuk rumah panggung, meskipun sudah banyak yang
mulai rusak dimakan usia.
Masyarakat Kampung Kranggan memiliki pedoman hidup yang
dipegang teguh yaitu seperti Nutur galur mapai asal, menjaga kelestarian
budaya leluhur.
Salah satu tradisi yang dilangsungkan secara periodik oleh warga
Kampung Kranggan adalah babarit, sebuah prosesi upacara syukuran dan
penghormatan kepada leluhur, langit dan bumi, serta sang pencipta. Prosesi ini
sarat nuansa budaya Sunda, baik dari bentuk sesajian, atau sesajen, tata
upacara, dan doa yang dilantunkan pemimpin upacara.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana adat istiadat di kampung Kranggan?
2. Seperti apa tradisi upacara adat di kampung Kranggan?
3. Bagaimana bentuk ritual dan tradisi masyarakat di kampung Kranggan?

1
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui adat istiadat masyarakat kampung Kranggan
2. Mengetahui proses upacara adat di kampung Kranggan
3. Mengetahui bentuk ritual dan tradisi masyarakat di Kampung Kranggan

2
BAB II

A. Adat Istiadat Masyarakat di Kampung Kranggan


Kranggan adalah sebuah perkampungan yang terletak persis di
perbatasan antara Kota Bekasi dan Kabupaten Bogor. Meski berada di tengah
derasnya laju pembangunan yang berlangsung di Kota Bekasi maupun di
Cibubur, Kabupaten Bogor, masyarakat Kampung Kranggan, yang kini
termasuk wilayah Kecamatan Jatisampurna, Kota Bekasi, masih lekat dengan
kehidupan budaya dan tradisi masa silam.
Di kampung ini masih dapat dijumpai rumah-rumah tradisional yang
berbentuk rumah panggung, meskipun sudah banyak yang mulai rusak
dimakan usia. Disebut rumah panggung karena bangunan rumah ditopang
sejumlah tiang penyangga, dengan jarak antara lantai rumah dan tanah rata-
rata sekitar 50 sentimeter. Keunikan lain rumah tradisional di Kampung
Kranggan adalah terletak pada bentuk atap rumah yang bervariasi dan fungsi
masing-masing ruangan di dalam rumah tersebut.
Sedikitnya ada tiga bentuk atap rumah panggung yang kini masih
tersisa di Kampung Kranggan, yakni atap model limas, model jure, dan model
julang ngapak. Atap model limas dan jure sepintas mirip, namun atap model
limas tidak memiliki ampig, atau penutup bagian depan dan belakang yang
terbuat dari anyaman bambu. Atap model julang ngapak berbentuk seperti atap
rumah joglo, dengan bagian puncak meruncing.
Rumah panggung ini punya tiga ruangan inti, yaitu ruang tengah
berbentuk los, sebuah kamar tidur, dan ruangan belakang digunakan tempat
penyimpanan benda pusaka atau padi yang disebut pangkeng atau
pandaringan. Selain ketiga ruang itu, rumah panggung dilengkapi balai
tambahan, atau paseban, yang berfungsi sebagai tempat bersantai atau
menerima tamu.
Di masa silam, pemilik rumah menyediakan gentong berisi air bersih
dan gayung di balai paseban rumahnya. Para pengelana yang kehausan dapat
menciduk air dan beristirahat di balai paseban itu tanpa harus mengganggu
pemilik rumah. Tradisi menyiapkan gentong air dan gayung itu sudah hilang,
namun pengelana tidak perlu khawatir kehausan, karena di sepanjang jalan

3
alternatif menuju Cibubur ini sudah banyak berdiri warung makanan dan
minuman.

B. Tradisi Upacara Adat di Kampung Kranggan


Masyarakat Kampung Kranggan sampai saat ini masih taat menjaga
dan menghidupkan tradisi leluhur mereka. Nutur galur mapai asal, menjaga
kelestarian budaya leluhur, demikian pedoman hidup yang dipegang teguh
masyarakat asli kampung ini. Salah satu tradisi yang dilangsungkan secara
periodik oleh warga Kampung Kranggan adalah babarit, sebuah prosesi
upacara syukuran dan penghormatan kepada leluhur, langit dan bumi, serta
sang pencipta. Prosesi ini sarat nuansa budaya Sunda, baik dari bentuk
sesajian, atau sesajen, tata upacara, dan doa yang dilantunkan pemimpin
upacara ini.
Upacara babarit atau disebut pula salametan bumi ini digelar setiap
tahun menyambut datangnya Tahun Baru Saka, Mapag Taun Baru Saka, dan
berlangsung selama sebulan penuh. Puncak acaranya adalah mengarak kerbau
putih keliling kampung. Ini adalah bentuk ungkapan rasa syukur dan terima
kasih warga Kampung Kranggan kepada Yang Maha Kuasa karena mereka
diberikan berkah dan keselamatan.
Dalam salah satu rangkaian upacara babarit, warga Kampung
Kranggan berkumpul dan menggelar tikar dan terpal di jalanan. Sebuah ancak,
yakni alas dari jalinan bambu berukuran 1,5 m x 1,5 m berisikan sesajen
berupa buah-buahan dan hasil bumi lainnya, kue, ikan, daging, serta nasi lima
warna dan janur, diletakkan di tengah jalan. Sesajen lainnya ditempatkan di
sejumlah baskom.
Upacara ini dipimpin sesepuh desa yang dikenal sebagai Bapak Kolot.
Pemuka desa ini biasanya duduk menyendiri di ujung barisan. Sebuah tempat
pembakaran kemenyan, atau disebut parupuyan, dan sesajian diletakkan di
hadapannya. Sebelum acara doa bersama dimulai, Bapak Kolot membakar
kemenyan di pedupaan dan membacakan doa- doa dalam bahasa Sunda.
Upacara dilanjutkan dengan penyampaian maksud dan tujuan acara
serta siapa-siapa tokoh warga yang dihadirkan. Disusul dengan penyampaian
secara ringkas tentang sejarah dan tradisi di Kranggan serta ucapan terima

4
kasih dan permohonan kepada Tuhan agar warga Kampung Kranggan dan
seluruh masyarakat di Indonesia diberikan keselamatan dan berkah.
Sekilas disebutkan, leluhur warga Kampung Kranggan ini adalah
keturunan Prabu Siliwangi, Raja Pajajaran dari tanah Sunda (Nusa Kalapa),
yang mengungsi ke wilayah tengah, yang kini meliputi wilayah Bogor, Bekasi,
Cirebon, dan Banten. Kampung Kranggan ini diperkirakan mulai dibangun
sekitar abad ke-15 atau abad ke-16 Masehi, dan pemuka desa, Bapak Kolot
Kampung Kranggan, saat ini merupakan keturunan yang ke-9 dari pendiri
desa.
Selesai didoakan, sebagian sesajian di atas ancak kemudian digantung
di pohon dan sebagian sesajian lainnya ditanam di tiga lubang yang sudah
disiapkan di tepi ujung persimpangan jalan. Bapak Kolot Kisan, sesepuh
warga Kampung Kranggan, mengatakan, upacara salametan bumi bukan
semata-mata ditujukan bagi kepentingan warga Kampung Kranggan, namun
untuk keselamatan dan kesejahteraan Indonesia.
Tradisi dan budaya yang hidup dan dipertahankan warga Kampung
Kranggan adalah akar dari tradisi dan budaya Betawi saat ini. Warga asli
Kampung Kranggan diyakini merupakan sebagian penduduk asli Jakarta yang
leluhur mereka tersingkir ke pedalaman akibat penyerbuan Fatahillah ke
gerbang utama Jayakarta, Pelabuhan Kalapa.

C. Bentuk ritual dan tradisi masyarakat di kampung Kranggan


Kepercayaan terhadap dunia ghaib dan praktek ilmu magis masih
sangatlah kental di kampung Kranggan ini. Dengan mempercayai tempat –
tempat kramat di daerah tersebut untuk melakukan ritual – ritual. Ada
beberapa tempat di kampung Kranggan ini yang menjadi tempat ritual yaitu :
1. Makam Nyi Ratu Mayang Sari

5
Letak makam keramat Nyi Ratu Mayang Sari tepatnya berada di
lingkungan Taman Pemakaman Umum (TPU) Desa Bojong Sari,
Kelurahan Jatisari – Jati Asih. Letak makamnya berada di depan masjid di
area pemakaman tersebut dan menempel langsung dengan dinding masjid.
Saat baru memasuki area pemakaman umum tersebut langsung tercium
aroma wewangian yang sangat menyengat maklum karena berada di area
pemakaman umum namun yang menjadi ciri khas adalah wangi bunga
kenanga yang tercium sangat kuat. Bau wangi ini berasal dari dalam
makam Nyi Ratu Mayang Sari yang konon katanya Nyi Ratu sangat
menyukai bunga kenanga.
Dahulu di samping makam Nyi Ratu terdapat pohon benda yang sangat
besar yang diameter batang pohonnya tidak dapat dipeluk oleh tangan
orang dewasa, namun saat ini pohon benda itu sudah ditebang oleh
pengurus makam. Menurut juru kunci pemakaman alasan penebangan
pohon benda itu karena banyak orang datang untuk duduk dan bertirakat di
bawah pohon sampai berhari-hari tidak bangun dari duduknya. Dan
banyak yang memberikan sesembahan berupa ancak dan sesajen dengan
tujuan tertentu. Jadi penebangan pohon benda itu dilakukan karena
ditakutkan terjadi prilaku yang menyimpang dan mengarah ke hal-hal
kemusyrikan. Bekas tebangan pohon benda yang sangat besar itu pun
sekarang sudah tidak terlihat lagi dan sudah diganti dengan pohon beringin
yang ditanam hasil dari sumbangan warga.

6
2. Makam Keramat Mbah Raden

Lokasi makam keramat Mbah Raden ini berada di Kampung Raden


Kelurahan Jati Raden Kecamatan Jati Sampurna. Lokasi makam juga
terdapat di Taman Pemakaman Umum (TPU) Kampung Raden, bedanya di
area pemakaman ini tidak terdapat gerbang pemakaman jadi menyatu
dengan lingkungan warga sekitar dan dibelah oleh jalan beraspal. Tidak
ada tulisan atau plang petunjuk mengenai makam Mbah Raden, jadi jika
berkeinginan utuk mengunjungi dan berziarah harus bertanya-tanya ke
penduduk setempat dimana lokasinya.
Terdapat dua pohon beringin besar yang sudah berusia ratusan tahun
yang menurut juru kunci bahwa dulunya adalah makam Mbah Raden
tersebut namun berjalannya waktu tumbuh dengan sendirinya dua pohon
beringin tepat diatas makam. Saat ini sudah tidak terlihat bentuk makam
Mbah Raden tersebut karena hanya terlihat dua batang pohon beringin tua
yang diperkirakan sudah mencapai usia 500 tahun.

3. Sumur Binong

Sumur tua yang terletak di Kampung Kranggan Kecamatan Jati


Sampurna ini sangatlah dikeramatkan oleh penduduk setempat, bahkan
dihari-hari tertentu seperti bulan Mulud ini banyak para pecinta ziarah dan
spiritual datang ke sumur ini. Konon jika seseorang mandi atau membasuh
muka menggunakan air dari sumur Binong itu dipercaya akan membuat
awet muda dan mempesona. Bahkan ada yang sengaja mengambil air
sumur untuk keperluan hajat tertentu seperti media pengobatan, dan lain
sebagainya.
Kondisi sumur Binong saat ini sudah sangat baik dan nyaman
dijadikan tempat untuk bertafakur dan bermeditasi, sudah ada jalan setapak
yang dibuatkan tangga beton dari atas pemukiman warga sampai ke lokasi
sumur jadi tidak lagi khawatir jatuh atau terpeleset karena medannya yang
sangat curam. Di samping sumur terdapat dua pohon beringin sangat besar
7
seolah bagaikan pintu gerbang menuju mata air yang konon airnya tidak
pernah kering walaupun dalam kondisi cuaca kemarau panjang.

4. TPU Ganceng Pondok Ranggon


Asal muasal dari makam keramat ini dari kerajaan yang menguasai
Bekasi dan sekitarnya termasuk Selain sebagai tempat ziarah, ndok
Rangon ini masih terdapat tradisi sedekah desa atau sedekah bumi. Tradisi
ini setiap tahun digelar di makam leluhur warga Pondok Rangon yakni
makam keramat Ganceng dan makam keramat Embah Uyut Embah
Kudung. “Sedekah bumi di makam keramat Ganceng diadakan pada hari
Jumat terakhir di bulan Haji atau Dzulhijjah”. Malam itu, sesuai tradisi
yang turun temurun, disembelih 4 ekor kambing. Kelima kepala kambing
diarak keliling desa. Masyarakat yang mengiringi berduyun-duyun sambil
membunyikan berbagai alat musik tardisional. Kepala kambing itu
disebarkan ke lima wilayah perbatasan Kelurahan Pondok Ranggon
dengan sekitarnya. Di sudut-sudut desa Pondok Rangon, kepala kambing
itu di tanam diiringi upacara ritual oleh sesepuh desa. Empat kepala
kambing ditanam di pertigaan atau perempatan jalan seperti perbatasan di
TPU Pondok Rangon, Makam Kramat Ampel, dan perbatasan wilayah
DKI Jakarta dengan Jawa Barat. Kelurahan Pondok Ranggon memiliki 6
RW dengan 63 RT. Arak-arakan kepala kambing ini berakhir di Rawa
Jemblung di danau Situ Baru, Jambore – Cibubur.

8
BAB III

SIMPULAN

Kranggan adalah sebuah perkampungan yang terletak persis di perbatasan


antara Kota Bekasi dan Kabupaten Bogor. Meski berada di tengah derasnya laju
pembangunan yang berlangsung di Kota Bekasi maupun di Cibubur, Kabupaten
Bogor, masyarakat Kampung Kranggan, yang kini termasuk wilayah Kecamatan
Jatisampurna, Kota Bekasi, masih lekat dengan kehidupan budaya dan tradisi masa
silam. Di kampung ini masih dapat dijumpai rumah-rumah tradisional yang berbentuk
rumah panggung, meskipun sudah banyak yang mulai rusak dimakan usia. Salah satu
tradisi yang dilangsungkan secara periodik oleh warga Kampung Kranggan adalah
babarit, sebuah prosesi upacara syukuran dan penghormatan kepada leluhur, langit
dan bumi, serta sang pencipta.

Adapun tempat – tempat kramat yang sering dijadikan tempat ritual oleh
masyarakat kranggan yaitu :

1. Makam Nyi Ratu Mayang Sari


2. Makam Keramat Mbah Raden
3. Sumur Binong
4. TPU Ganceng Pondok Ranggon

9
DAFTAR PUSTAKA

http://www.kilesmono.com/2015/12/wisata-ghaib-ke-lokasi-keramat-di-
kota.html?m=1
http://tellypuspitasari18.blogspot.co.id/2015/04/keramat-sumur-binong-
bekasi.html?m=1
http://www.ayobekasi.com/sedekah-bumi-tradisi-warga-kranggan/
http://pkldlampahdiri.blogspot.co.id/2008/05/betawi-dan-kranggan.html?m=1

10

Anda mungkin juga menyukai