Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KOMPOSIT
2.1.1 Pengertian Komposit
Di dalam dunia industri kata komposit dalam pengertian bahan komposit
berarti terdiri dari dua atau lebih bahan yang berbeda yang digabung atau
dicampur menjadi satu. Menurut Kaw, komposit adalah struktur material yang
terdiri dari dua kombinasi bahan atau lebih, yang dibentuk pada skala
makroskopik dan menyatu secara fisika [9]. Sedangkan menurut Matthews dkk,
komposit adalah suatu material yang terbentuk dari kombinasi dua atau lebih
material pembentuknya melalui campuran yang tidak homogen, dimana sifat
mekanik dari masing-masing material pembentuknya berbeda. Dari campuran
tersebut akan dihasilkan material komposit yang mempunyai sifat mekanik dan
karakteristik yang berbeda dari material pembentuknya. Material komposit
mempunyai sifat dari material konvensional pada umumnya dari proses
pembuatannya melalui percampuran yang tidak homogen, sehingga kita leluasa
merencanakan kekuatan material komposit yang kita inginkan dengan jalan
mengatur komposisi dari material pembentuknya. Komposit merupakan sejumlah
sistem multi fasa sifat gabungan, yaitu gabungan antara bahan matriks atau
pengikat dengan penguat [10].

2.1.2 Jenis – Jenis Komposit


2.1.2.1 Berdasarkan Bahan Matriks
Berdasarkan bahan matriksnya, komposit dapat dibagi menjadi tiga [10],
yaitu :
1. Komposit matriks logam atau yang dikenal dengan istilah Metal Matrix
Composite (MMC). Komposit dengan matriks logam biasanya terdiri dari
aluminium, titanium, dan magnesium. Secara umum komposit matriks
logam mempunyai sifat seperti :
a. Ketahanan aus dan muai termal yang lebih baik .

4
Universitas Sumatera Utara
b. Kekuatan/kekakuan spesifik yang tinggi.
c. Diharapkan tahan terhadap temperatur yang tinggi.
2. Komposit matriks keramik atau yang dikenal dengan istilah Ceramic
Matrix Composite (CMC). Adapun keuntungan yang diperoleh dari
komposit matriks keramik seperti :
a. Tahan pada temperatur tinggi (creep).
b. Kekuatan tinggi, ketahanan korosi, dan tahan aus.
Sedangkan kelemahan komposit matriks keramik yaitu :
a. Susah diproduksi dalam jumlah besar.
b. Biaya mahal.
3. Komposit matriks polimer atau dikenal dengan istilah Polymer Matrix
Composites (PMC). Untuk pembuatan komposit ini, jenis polimer yang
banyak digunakan antara lain adalah :
a. Polimer termoplastik seperti poliester, nilon 66, polieter sulfon,
polipropilen, dan polietereterketon. Komposit ini dapat didaur
ulang.
b. Polimer termoset (untuk aplikasi temperatur tinggi) seperti
epoksida, bismaleimida (BMI), dan poli imida (PI). Komposit ini
tidak dapat didaur ulang.
Pada penelitian ini, jenis matriks yang digunakan adalah polimer termoset
yaitu resin epoksi.

2.1.2.2 Berdasarkan Bahan Pengisi


Berdasarkan bahan pengisi yang digunakan, komposit dibagi menjadi tiga
[1], yaitu:
1. Laminated Composite (Komposit Laminat)
Merupakan jenis komposit yang terdiri dari dua lapis atau lebih yang
digabung menjadi satu dan setiap lapisnya memiliki karakteristik sifat
sendiri.
2. Particulate Composite (Komposit Partikel)
Merupakan komposit yang menggunakan partikel/serbuk sebagai
pengisinya dan terdistribusi secara merata dalam matriksnya.

5
Universitas Sumatera Utara
3. Fibrous Composite (Komposit Serat)
Merupakan jenis komposit yang hanya terdiri dari satu lamina atau satu
lapisan yang menggunakan penguat berupa serat (fiber). Fiber yang
digunakan bisa berupa glass fibers, carbon fibers, aramid fibers (poly
aramide), dan sebagainya. Fiber ini bisa disusun secara acak maupun
dengan orientasi tertentu bahkan bisa juga dalam bentuk yang lebih
kompleks seperti anyaman. Pada penelitian ini, jenis bahan pengisi yang
digunakan adalah serat yaitu serat daun nanas.

2.1.2.3 Tipe – Tipe Komposit


Berdasarkan penempatannya ada beberapa tipe serat pada komposit [11],
yaitu:
1. Komposit Serat Anyaman
Komposit ini tidak mudah dipengaruhi pemisahan antar lapisan karena
susunan seratnya mengikat antar lapisan. Susunan serat memanjangnya
yang tidak begitu lurus mengakibatkan kekuatan dan kekakuan melemah.
2. Komposit Gabungan
Komposit gabungan merupakan komposit gabungan antara tipe serat lurus
dengan serat acak. Tipe ini digunakan supaya dapat menganti kekurangan
sifat dari kedua tipe dan dapat menggabungkan kelebihannya.
3. Komposit Serat Panjang
Tipe ini mempunyai susunan serat panjang dan lurus, membentuk lamina
diantara matriksnya. Tipe ini mempunyai kelemahan pemisahan antar
lapisan.
4. Komposit Serat Pendek
Komposit ini adalah tipe komposit dengan serat pendek. Tipe ini
dibedakan lagi menjadi tiga, yaitu :
a. Serat dengan susunan lurus.
b. Serat dengan susunan miring.
c. Serat acak.

6
Universitas Sumatera Utara
(a) (b) (c)

Gambar 2.1 Tipe Komposit Serat Pendek [11]


Pada penelitian ini, jenis serat yang digunakan adalah serat pendek dengan
arah orientasi acak.

(a) (b) (c) (d)

Gambar 2.2 Tipe Komposit Serat (a) Komposit Serat Panjang (b) Komposit Serat
Anyaman (c) Komposit Serat Pendek (d) Komposit Gabungan [11]

2.1.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Sifat Komposit


Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi sifat – sifat komposit yang
dihasilkan antara lain [12] :
1. Faktor Letak Serat
Serat adalah bahan pengisi matriks yang digunakan untuk dapat
memperbaiki sifat dan struktur matriks yang tidak dimilikinya, juga
diharapkan mampu menjadi bahan penguat matriks pada komposit untuk
menahan gaya yang terjadi.
Dalam pembuatan komposit tata letak dan arah serat dalam matriks
yang akan menentukan kekuatan mekanik komposit, dimana letak dan arah
dapat mempengaruhi kinerja komposit tersebut. Menurut tata letak dan
arah serat diklasifikasikan menjadi tiga bagian yaitu:

7
Universitas Sumatera Utara
a. One dimensional reinforcement, mempunyai kekuatan dan
modulus maksimum pada arah axis serat.
b. Two dimensional reinforcement (planar), mempunyai kekuatan
pada dua arah atau masing-masing arah orientasi serat.
c. Three dimensional reinforcement, mempunyai sifat isotropic
kekuatannya lebih tinggi dibanding dengan dua tipe sebelumnya.
Pada pencampuran dan arah serat mempunyai beberapa keunggulan,
jika orientasi serat semakin acak (random) maka sifat mekanik pada satu
arahnya akan melemah, bila arah tiap serat menyebar maka kekuatannya
juga akan menyebar ke segala arah maka kekuatan akan meningkat.
2. Panjang Serat
Panjang serat dalam pembuatan komposit serat pada matriks sangat
berpengaruh terhadap kekuatan. Ada dua penggunaan serat dalam
campuran komposit yaitu serat pendek dan serat panjang. Serat panjang
lebih kuat dibanding serat pendek. Serat alami jika dibandingkan dengan
serat sintetis mempunyai panjang dan diameter yang tidak seragam pada
setiap jenisnya. Oleh karena itu panjang dan diameter sangat berpengaruh
pada kekuatan maupun modulus komposit.
Panjang serat berbanding diameter serat sering disebut dengan istilah
aspect ratio. Bila aspect ratio makin besar maka makin besar pula
kekuatan tarik serat pada komposit tersebut. Serat panjang (continous
fiber) lebih efisien dalam peletakannya daripada serat pendek. Akan tetapi,
serat pendek lebih mudah peletakannya dibanding serat panjang. Panjang
serat mempengaruhi kemampuan proses dari komposit serat. Pada
umumnya, serat panjang lebih mudah penanganannya jika dibandingkan
dengan serat pendek. Serat panjang pada keadaan normal dibentuk dengan
proses filament winding, dimana pelapisan serat dengan matriks akan
menghasilkan distribusi yang bagus dan orientasi yang menguntungkan.
Ditinjau dari teorinya, serat panjang dapat mengalirkan beban maupun
tegangan dari titik tegangan ke arah serat yang lain. Pada struktur
continous fiber yang ideal, serat akan bebas tegangan atau mempunyai
tegangan yang sama. Selama fabrikasi, beberapa serat akan menerima

8
Universitas Sumatera Utara
tegangan yang tinggi dan yang lain mungkin tidak terkena tegangan
sehingga keadaan di atas tidak dapat tercapai.
Sedangkan komposit serat pendek, dengan orientasi yang benar, akan
menghasilkan kekuatan yang lebih besar jika dibandingkan continous
fiber. Hal ini terjadi pada whisker, yang mempunyai keseragaman
kekuatan tarik setinggi 1500 kips/in2 (10,3 GPa). Komposit berserat
pendek dapat diproduksi dengan cacat permukaan yang rendah sehingga
kekuatannya dapat mencapai kekuatan teoritisnya.
Faktor yang mempengaruhi variasi panjang serat chopped fiber
composites adalah critical length (panjang kritis). Panjang kritis yaitu
panjang minimum serat pada suatu diameter serat yang dibutuhkan pada
tegangan untuk mencapai tegangan saat patah yang tinggi.
3. Bentuk Serat
Bentuk serat yang digunakan untuk pembuatan komposit tidak begitu
mempengaruhi, yang mempengaruhi adalah diameter seratnya. Pada
umumnya, semakin kecil diameter serat akan menghasilkan kekuatan
komposit yang lebih tinggi. Selain bentuknya kandungan seratnya juga
mempengaruhi.
4. Faktor Matriks
Matriks dalam komposit berfungsi sebagai bahan mengikat serat
menjadi sebuah unit struktur, melindungi dari perusakan eksternal,
meneruskan atau memindahkan beban eksternal pada bidang geser antara
serat dan matriks, sehingga matriks dan serat saling berhubungan.
Pembuatan komposit serat membutuhkan ikatan permukaan yang kuat
antara serat dan matriks. Selain itu matriks juga harus mempunyai
kecocokan secara kimia agar reaksi yang tidak diinginkan tidak terjadi
pada permukaan kontak antara keduanya. Untuk memilih matriks harus
diperhatikan sifat-sifatnya, antara lain seperti tahan terhadap panas, tahan
cuaca yang buruk dan tahan terhadap goncangan yang biasanya menjadi
pertimbangan dalam pemilihan material matriks.

9
Universitas Sumatera Utara
Bahan Polimer yang sering digunakan sebagai material matriks dalam
komposit ada dua macam adalah termoplastik dan termoset. Termoplastik
dan termoset ada banyak macam jenisnya, yaitu:
a. Termoplastik, contohnya : polyamide (PI), polysulfone (PS),
polyetheretherketone (PEEK), polyhenylene sulfide (PPS),
polypropylene (PP), polyethylene (PE), dan sebagainya.
b. Termoset, contohnya : epoksi, polyester, phenolic, plenol, resin
amino, resin furan, dan sebagainya.
5. Faktor Ikatan Fiber Matriks
Komposit serat yang baik harus mampu untuk menyerap matriks yang
memudahkan terjadi antara dua fase. Selain itu komposit serat juga harus
mempunyai kemampuan untuk menahan tegangan yang tinggi, karena
serat dan matriks berinteraksi dan pada akhirnya terjadi pendistribusian
tegangan. Kemampuan ini harus dimiliki oleh matriks dan serat. Hal yang
mempengaruhi ikatan antara serat dan matriks adalah void, yaitu adanya
celah pada serat atau bentuk serat yang kurang sempurna yang dapat
menyebabkan matriks tidak akan mampu mengisi ruang kosong pada
cetakan. Bila komposit tersebut menerima beban, maka daerah tegangan
akan berpindah ke daerah void sehingga akan mengurangi kekuatan
komposit tersebut. Pada pengujian tarik komposit akan berakibat lolosnya
serat dari matriks. Hal ini disebabkan karena kekuatan atau ikatan
interfacial antara matriks dan serat yang kurang besar.
6. Katalis
Katalis ini digunakan untuk membantu proses pengeringan resin dan
serat dalam komposit. Waktu yang dibutuhkan resin untuk berubah
menjadi plastik tergantung pada jumlah katalis yang dicampurkan.
Semakin banyak katalis yang ditambahkan maka makin cepat pula proses
curing-nya. tetapi apabila pemberian katalis berlebihan maka akan
menghasilkan material yang getas ataupun resin bisa terbakar.

10
Universitas Sumatera Utara
2.2 RESIN EPOKSI
Resin epoksi termasuk ke dalam golongan termoset, sehingga dalam
pencetakan perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut [13] :
1. Mempunyai penyusutan yang kecil pada pengawetan.
2. Dapat diukur dalam temperatur kamar dalam waktu yang optimal.
3. Memiliki viskositas yang rendah disesuaikan dengan material penyangga.
4. Memiliki kelengketan yang baik dengan material penyangga.
Resin ini berbentuk cairan kental atau hampir padat, yang digunakan untuk
material ketika hendak dikeraskan. Hardener untuk sistem curing pada temperatur
ruang dengan resin epoksi pada umumnya adalah senyawa poliamid yang terdiri
dari dua atau lebih grup amina. Curing time sistem epoksi bergantung pada
kereaktifan atom hidrogen dalam senyawa amina.
Reaksi curing pada sistem resin epoksi secara eksotermis, berarti
dilepaskan sejumlah kalor pada proses curing berlangsung. Laju kecepatan proses
curing bergantung pada temperatur ruang. Untuk kenaikan temperatur setiap
10oC, maka laju kecepatan curing akan menjadi dua kali lebih cepat, sedangkan
untuk penurunan temperaturnya dengan besar yang sama, maka laju kecepatan
curing akan turun menjadi setengah dari laju kecepatan curing sebelumnya.
Epoksi memiliki ketahanan korosi yang lebih baik dari pada polyester pada
keadaan basah, namun tidak tahan terhadap asam. Epoksi memiliki sifat mekanik,
listrik, kestabilan dimensi dan penahan panas yang baik [13].
Tahapan reaksi curing dari resin epoksi [14], yaitu:
1. Sebuah grup epoksi bereaksi dengan satu –NH yang terdapat pada amina,
dimana setiap grup epoksi dibuka maka satu gugus hidroksil akan dihasilkan.
CH3

NH2 NH2 NH2 NH2

CH3

CH3
OH OH

NH2 N CH2 CH2 N NH2

H CH3 H

Gambar 2.3 Reaksi Epoksi Tahap 1 [14]

11
Universitas Sumatera Utara
2. Tahapan selanjutnya adalah proses pengikatan rantai satu sama lainnya atau
sambung silang, untuk mencapai hal ini setiap molekul amina akan
mempunyai lebih dari dua gugus –NH, terjadi saling mengikat antara rantai
molekul ini menyebabkan peningkatan viskositas yang cepat.
CH3
CH3
OH OH

NH2 N CH2 CH2 N NH2

H CH3 H CH3

CH3
OH OH

NH2 N CH2 CH2 N

H CH3 CH2

OH

Gambar 2.4 Reaksi Epoksi Tahap 2 [14]

3. Grup epoksi yang tidak bereaksi dapat berikatan dengan gugus hidroksil
dari rantai yang lain dengan bantuan katalis amina dan panas matahari.
CH3
OH OH CH3

NH2 N CH2 CH2 N

H CH3 CH2
CH3

OH

CH3
OH

CH3
OH CH3
O

NH2 N CH2 CH2 N

H CH3 CH2

OH

Gambar 2.5 Reaksi Epoksi Tahap 3 [14]

12
Universitas Sumatera Utara
4. Berikut merupakan struktur epoksi yang sudah mengalami proses curing.

Gambar 2.6 Rumus Struktur Epoksi [14]

2.3 SERAT
Serat dikelaskan dalam dua bagian besar yaitu serat alam dan serat buatan.
Serat alam yang utama adalah kapas, wol, sutra, sedangkan serat buatan seperti
rayon, poliester, akril, atau nilon. Setiap serat buatan (sintetik) terdiri dari rantai
polimer, dan kebanyakan merupakan polimer berkristal, sehingga sifat kimianya
bergantung kepada struktur rantai polimer tersebut. Serat mempunyai bentuk tipis
dan panjang. Dalam molekul rantai serat, orientasi molekul tersusun dalam arah
memanjang menurut arah panjang serat. Tegangan tarik dan modulus elastik pada
arah memanjang (modulus Young) untuk bahan serat adalah relatif tinggi [15].

13
Universitas Sumatera Utara
Adapun klasifikasi serat dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 2.1 Klasifikasi Serat [15]
Serat regenerasi Selulosa (Rayon)
Selulosa (Asetat)
Serat semi sintetik
Serat protein (Promiks)
Poliamid (Nilon 6, Nilon 66)
Polivinil alkohol (Vinilon)
Polivinilidin klorida (Vinilidin)
Serat kimia atau buatan Polivinil klorida (PVC)
Serat sintetik
Poliester
Poliakrilonitril (Akril)
Polietilen (PE)
Polipropilen (PP)
Serat gelas
Serat anorganik
Serat karbon
Serat tumbuhan Kapas, flaks, rami, jut
Serat alam Serat binatang Wol, sutra
Serat galian Asbes

2.3.1 Serat Daun Nanas


Serat daun nanas (pineapple leaf fibres) adalah salah satu jenis serat yang
berasal dari tumbuhan (vegetable fibre) yang diperoleh dari daun-daun tanaman
nanas. Bentuk daun nanas menyerupai pedang yang meruncing diujungnya
dengan warna hijau kehitaman dan pada tepi daun terdapat duri yang tajam.
Tergantung dari species atau varietas tanaman, panjang daun nanas berkisar antara
55 sampai 75 cm dengan lebar 3,1 sampai 5,3 cm dan tebal daun antara 0,18
sampai 0,27 cm.
Pengambilan serat daun nanas pada umumnya dilakukan pada usia
tanaman berkisar antara 1 sampai 1,5 tahun. Serat yang berasal dari daun nanas
yang masih muda pada umumnya tidak panjang dan kurang kuat. Sedang serat
yang dihasilkan dari tanaman nanas yang terlalu tua, terutama tanaman yang
pertumbuhannya di alam terbuka dengan intensitas matahari cukup tinggi tanpa
pelindung, akan menghasilkan serat yang pendek kasar dan getas atau rapuh [16].
Adapun komposisi serat daun nanas dan serat alami lainnya dapat di lihat
pada tabel di bawah ini :

14
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Komposisi Serat Daun Nanas dan Serat Alami lainnya [17]
Komposisi Kimia Serat Nanas (%) Serat Kapas (%) Serat Rami
(%)
Alpha Selulosa 69,5 – 71,5 94 72 – 92
Pentosa 17 – 17,8 - -
Lignin 4,4 – 4,7 - 0–1
Pektin 1 – 1,2 0,9 3 – 27
Lemak dan Wax 3 – 3,3 0,6 0,2
Abu 0,71 – 0,87 1,2 2,87
Zat – zat lain (protein,
4,5 – 5,3 1,3 6,2
asam organik, dll)

Adapun perbandingan sifat mekanis serat daun nanas dengan serat alami
lainnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 2.3 Sifat - Sifat Mekanis Serat Alami [18]
Serat Kekuatan Tarik (MPa) Pemanjangan (%) Kekerasan (MPa)
Tandan sawit 248 14 2.000
Mesocarp sawit 80 17 500
Sabut kelapa 140 25 3.200
Pisang 540 3 816
Sisal 580 4,3 1.200
Daun nanas 640 2,4 970

Berdasarkan data dari Tabel 2.3 yang menunjukkan bahwa serat daun
nanas memiliki kekuatan tarik yang tertinggi diantara serat alami lainnya dan
kekerasan yang cukup baik, dimana dari kedua data ini mengindikasikan bahwa
serat daun nanas memiliki sifat yang kuat, sehingga berpotensi untuk dijadikan
bahan pengisi pada komposit epoksi.

2.3.2 Proses Pengambilan Serat Daun Nanas


Proses pengambilan serat dari daunnya dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu dengan tangan (manual) ataupun dengan peralatan decorticator. Cara yang
paling umum dan praktis adalah secara manual, yaitu dengan proses water retting
dan scraping. Water retting adalah proses yang dilakukan oleh micro-organism
(bacterial action) untuk memisahkan atau membuat busuk zat-zat perekat (gummy
substances) yang berada disekitar serat daun nanas, sehingga serat akan mudah
terpisah dan terurai satu dengan lainnya. Proses water retting dilakukan dengan
cara memasukkan daun-daun nanas ke dalam air dalam waktu tertentu. Karena

15
Universitas Sumatera Utara
water retting pada dasarnya adalah proses micro-organism, maka beberapa faktor
sangat berpengaruh terhadap keberhasilan proses ini, antara lain kondisi dari pH
air, temperatur, cahaya, perubahan kondisi lingkungan, aeration, macronutrients,
jenis bakteri yang ada dalam air, dan lamanya waktu proses [19].
Daun-daun nanas yang telah mengalami proses water retting kemudian
dilakukan proses pengikisan atau pengerokan (scraping) dengan menggunakan
plat atau pisau yang tidak tajam untuk menghilangkan zat-zat yang masih
menempel atau tersisa pada serat, sehingga serat – serat daun nanas akan lebih
terurai satu dengan lainnya. Serat-serat tersebut kemudian dicuci dan dikeringkan.
Karena dilakukan dengan tangan (manual), proses water retting dan terutama
pada proses scraping diperlukan keahlian dan kesabaran seseorang untuk
mengerjakannya. Penelitian menunjukkan kadang proses water retting ini akan
menghasilkan warna serat daun nanas yang kecoklat-coklatan akibat adanya
proses micro-organism yang tumbuh pada serat tersebut, yang pada umumnya
dikenal dengan istilah rust atau karat [19].
Pengambilan serat daun nanas dengan mesin decorticator disebut dengan
dekortikasi. Mesin decorticator terdiri dari suatu drum yang dapat berputar pada
porosnya. Pada permukaan cylinder terpasang beberapa plat yang memiliki jarum-
jarum halus (blades) yang akan menimbulkan proses pemukulan (beating action)
pada daun nanas, saat cylinder berputar sehingga akan menguraikan serat daun
nanas [16].

2.4 PROSES PABRIKASI KOMPOSIT


Material komposit dapat diproduksi dengan berbagai macam metode
proses pabrikasi. Metode-metode pabrikasi ini disesuaikan dengan jenis matriks
penyusun komposit dan bentuk material komposit yang diinginkan sesuai aplikasi
selanjutnya, antara lain [12] [20]:
2.4.1 Close Molding Process (Pencetakan Tertutup)
Beberapa jenis metode pabrikasi komposit dengan metode pencetakan
tertutup antara lain [12] [20]:

16
Universitas Sumatera Utara
1. Compression molding
Metode ini menggunakan cetakan yang ditekan pada tekanan tinggi
sampai mencapai 1000 psi. Di awali dengan mengalirkan resin dan
reinforcement dengan viskositas yang tinggi ke dalam cetakan dengan
suhu 330 - 400oF, kemudian mold ditutup dan penekanan terhadap
material komposit tersebut, sehingga terjadi perubahan kimia yang
menyebabkan mengerasnya material komposit secara permanen mengikuti
bentuk cetakan.
2. Pultrusion
Pada metode ini pembentukan material komposit yang
menggabungkan antara resin dan fiber berlangsung secara kontinu. Proses
pultrusi digunakan pada pabrikasi komposit yang berprofil penampang
lintang tetap, seperti pada berbagai macam rods, bar section, ladder side
rails, tool handles dan komponen elektrikal kabel. Reinforcement yang
digunakan seperti roving, mat diletakkan pada tempat yang khusus dengan
menggunakan performing shapers atau guides untuk membentuk
karakteristiknya. Proses penguatan dilakukan melalui resin bath atau wet
out, yaitu tempat material diselubungi dengan cairan resin. Adanya panas
akan mengaktifkan sistem curing sehingga akan mengubah fasa resin
menjadi padat.
3. Resin Transfer Molding (RTM)
Pada proses ini resin ditransfer atau diinjeksikan ke dalam suatu
tempat yang berisi fiberglass reinforcement. Metode ini termasuk closed
mold process dimana reinforcement diletakkan di antara dua permukaan
cetakan yang terdiri dari dua bagian yang satu disebut bagian female dan
yang lainnya disebut male. Pasangan cetakan tersebut lalu ditutup, diberi
klem, lalu resin termoset berviskositas rendah diinjeksikan pada tekanan
50 - 100 psi ke dalam lubang cetakan melalui port injeksi. Resin
diinjeksikan sampai memenuhi seluruh rongga cetakan hingga meresap
dan membasahi seluruh material reinforcement.

17
Universitas Sumatera Utara
4. Vacuum Bag Molding
Metode ini merupakan pengembangan metode close mold yang
bertujuan untuk meningkatkan sifat mekanik dengan cara meminimalisasi
jumlah udara yang terperangkap dalam proses pembuatannya. Selain itu
dengan berkurangnya tekanan di dalam vacuum bag molding maka
tekanan udara atmosferik dari luar akan digunakan sebagai gaya untuk
menghilangkan kelebihan resin yang ada dalam laminasi sehingga
menghasilkan kandungan fiber reinforcement yang tinggi. Bentuk cetakan
yang digunakan disesuaikan dengan bentuk produk yang ingin dibuat.
5. Wet Lay-Up
Metode ini reinforcement digabungkan dengan menggunakan
tangan seperti metode hand lay-up untuk kemudian ditaruh ke dalam
cetakan vacuum bag untuk mempercepat proses laminasi dan
menghilangkan udara yang terperangkap yang dapat menimbulkan adanya
void dalam produk komposit yang dicetak.
6. Prepreg
Metode ini merupakan metode advance dalam pembuatan
komposit dengan adanya pemanasan atau cetakan yang diletakan pada
autoclave setelah campuran komposit dimasukkan. Hal ini bertujuan untuk
meningkatkan gaya tekan dari luar. Teknik menggunakan prepreg-vacuum
bag-autoclave banyak dimanfaatkan untuk pembuatan peralatan pesawat
terbang dan perlengkapan militer.
7. Vacuum Infusion Processing
Metode ini adalah variasi dari vacuum bag molding dimana resin
yang dituang dalam ruang hampa masuk ke dalam cetakan dan membentuk
laminasi. Pada metode ini tekanan dalam rongga cetakan lebih rendah
dibandingkan tekanan atmosferik udara. Setelah cetakan dipenuhi resin
kemudian dilapisi dengan fiber reinforcement dapat menggunakan tangan
yang disebut dengan istilah lay-up dry, kemudian resin diinfusikan
kembali ke dalam cetakan untuk menyempurnakan sistem laminasi
komposit sehingga tidak terdapat ruang untuk kelebihan resin. Rasio resin
yang sangat tinggi terhadap fiber glass yang digunakan memungkinkan

18
Universitas Sumatera Utara
penggunaan metode vacuum Infusion yang menghasilkan sifat mekanik
sistem laminasi yang sangat baik. Vacuum Infusion Processing dapat
digunakan untuk pencetakan dengan struktur yang besar dan tidak
dianjurkan untuk proses dengan volume yang rendah.

2.4.1 Open Molding Process (Pencetakan Terbuka)


Beberapa metode pabrikasi komposit dengan pencetakan terbuka antara
lain [12] [20]:
1. Chopped Laminate Process
Proses ini menggunakan alat pemotong fiber yang biasanya serat
panjang membentuk serat menjadi lebih pendek.
a. Atomized Spray-Up, pada teknik pabrikasinya sistem pada metode
ini tidak kontinu, biasanya digunakan untuk membuat material
komposit dengan ukuran yang lebih kecil.
b. Non Atomized Application, untuk metode ini pada
pengaplikasiannya menggunakan mesin potong fiber, pelaminasi
resin dan tekanan dari roller yang berjalan kontinu. Metode ini
lebih menguntungkan bila digunakan untuk pabrikasi material
komposit yang berdimensi besar mengingat prosesnya yang
kontinu.
2. Filament Winding Process
Proses ini melalui metode yang memanfaatkan sistem gulungan
benang pada sebuah sumbu putar. Serat komposit dibuat dalam bentuk
benang digulung pada sebuah mandril yang dibentuk sesuai dengan bentuk
rancangan benda teknik, misalnya berbentuk tabung, kemudian resin yang
berfungsi sebagai matriks dituangkan bersamaan dengan proses
penggulungan serat tersebut, sehingga keduanya merekat dan saling
mengikat antara satu lapisan gulungan dengan gulungan berikutnya,
sampai membentuk benda teknik yang direncanakan.
3. Hand Lay-Up Process
Pada Penelitian ini digunakan metode pencetakan terbuka jenis
hand lay-up dengan cara manual. Proses ini dilakukan pada suhu ruangan

19
Universitas Sumatera Utara
dan dengan memanfaatkan keterampilan tangan. Serat bahan komposit
ditata sedemikian rupa mengikuti bentuk cetakan atau mandril, kemudian
dituangkan resin sebagai pengikat antara satu lapisan serat dengan lapisan
yang lain. Demikian seterusnya, sehingga sesuai dengan ukuran dan
bentuk yang telah ditentukan. Ada dua cara aplikasi resin yaitu:
a. Manual Resin Application, proses pengaplikasian antara resin dan
fiber dilakukan secara manual dengan tangan.
b. Mechanical Resin Application, proses pengaplikasian antara resin
dan fiber menggunakan bantuan mesin dan berlangsung secara
kontinu.

Gambar 2.7 Metode Hand Lay-Up [12]

2.5 PENGUJIAN KOMPOSIT


2.5.1 Analisis Fourier Transform Infra Red (FT-IR)
Spektrofotometer infra merah terutama ditujukan untuk senyawa organik
yaitu menentukan gugus fungsional yang dimiliki senyawa tersebut. Pola pada
daerah sidik jadi sangat berbeda satu dengan yang lain, karenanya hal ini dapat
digunakan untuk mengidentifikasi senyawa tersebut. Penetapan secara kualitatif
dapat dilakukan dengan membandingkan tinggi peak (transmitansi) pada panjang
gelombang tertentu yang dihasilkan oleh zat yang diuji dan zat yang standar.
Dalam ilmu material analisa ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya reaksi
atau interaksi antara bahan-bahan yang dicampurkan. Selain itu, nilai intensitas

20
Universitas Sumatera Utara
gugus yang terdeteksi dapat menentukan jumlah bahan yang bereaksi atau yang
terkandung dalam suatu campuran [21].

2.5.2 Pengujian Kekuatan Tarik (Tensile Strength)


Uji tarik adalah salah satu uji stress-strain mekanik yang bertujuan
mengetahui kekuatan bahan terhadap gaya tarik. Dengan melakukan uji tarik kita
mengetahui bagaimana bahan tersebut bereaksi terhadap tenaga tarikan dan
mengetahui sejauh mana material bertambah panjang. Bila kita terus menarik
suatu bahan sampai putus, kita akan mendapatkan profil tarikan yang lengkap
berupa kurva. Kurva ini menunjukkan hubungan antara gaya tarikan dengan
perubahan panjang.

Tegangan tarik
maksimum
Titik luluh
Gaya tarik

Titik putus

Daerah linier

Pertambahan panjang

Gambar 2.8 Kurva Hubungan Gaya Tarik Terhadap Pertambahan Panjang [22]

Adapun yang menjadi perhatian dalam gambar tersebut adalah


kemampuan maksimum bahan dalam menahan beban. Kemampuan ini umumnya
disebut Ultimate Tensile Strength disingkat dengan UTS. Untuk semua bahan,
pada tahap sangat awal uji tarik, hubungan antara beban atau gaya yang diberikan
berbanding lurus dengan perubahan panjang bahan tersebut. Ini disebut daerah
linier atau linear zone. Di daerah ini, kurva pertambahan panjang vs beban

21
Universitas Sumatera Utara
mengikuti aturan Hooke, yaitu rasio tegangan (stress) dan regangan (strain)
adalah konstan [22].
Pengujian dilakukan sampai sampel uji patah, maka pada saat yang sama
diamati pertambahan panjang yang dialami sampel uji. Kekuatan tarik atau tekan
diukur dari besarnya beban maksimum (Fmaks) yang digunakan untuk memutuskan
/ mematahkan spesimen bahan dengan luas awal A0. Hasil pengujian adalah grafik
beban vs perpanjangan (elongasi) [22].

Enginering Stess (σ) :

σ= (2.1)

dimana :
Fmaks = Beban yang diberikan terhadap penampang spesimen (N)
A0 = Luas penampang awal spesimen sebelum diberikan pembebanan (m2)
σ = Enginering Stress (Nm-2)

Enginering Strain (ε):

ε= (2.2)

dimana :
ε = Enginering Strain
lo = Panjang mula-mula spesimen sebelum pembebanan
lt = Panjang setelah pembebanan
Δl = Pertambahan panjang

Hubungan antara stress dan strain dirumuskan:

E= (2.3)

dimana :
E = Modulus Elastisitas atau Modulus Young (Nm-2)
σ = Enginering Stress (Nm-2)
ε = Enginering Strain

22
Universitas Sumatera Utara
Dari gambar kurva hubungan antara gaya tarikan dan pertambahan
panjang kita dapat membuat hubungan antara tegangan dan regangan (stress vs
strain). Selanjutnya kita dapat gambarkan kurva standar hasil eksperimen uji tarik
[22].

Deformasi plastis

Tegangan tarik
maksimum
Tegangan

Titik putus

Daerah linier

Regangan maksimum

Regangan

Gambar 2.9 Kurva Tegangan dan Regangan Hasil Uji Tarik [22]

2.5.3 Pengujian Kekuatan Lentur (Flexural Strength)


Pada pengujian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya kekuatan lentur
dari material komposit. Pengujian dilakukan dengan jalan memberi beban lentur
secara perlahan-lahan sampai spesimen mencapai titik lelah. Pada perlakuan uji
lentur bagian atas spesimen mengalami proses penekanan dan bagian bawah
mengalami proses tarik sehingga akibatnya spesimen mengalami patah bagian
bawah karena tidak mampu menahan tegangan tarik. Dimensi balok dapat kita
lihat pada gambar berikut ini [23]:
P
d

b
R1 R2
L/2 L/2

Gambar 2.10 Penampang Uji Lentur [23]

23
Universitas Sumatera Utara
Momen flexural yang terjadi pada komposit dapat dihitung dengan persamaan
[24]:
M = x (2.4)

Menentukan kekuatan lentur menggunakan persamaan [24]:

σb = (2.5)

Sedangkan untuk menentukan modulus elastisitas flexural menggunakan rumus


sebagai berikut [24]:

Eb = (2.6)

dimana:
M = momen flexural
σb = kekuatan lentur (MPa)
P = beban yang diberikan (N)
L = jarak antara titik tumpuan (mm)
b = lebar spesimen (mm)
d = tebal spesimen (mm)
δ = defleksi (mm)
Eb = modulus elastisitas (MPa)

Sedangkan kekakuan dapat dicari dengan persamaan [24] :

(2.7)

(2.8)
dimana :
D = kekakuan (N/mm2)
E = modulus elastisitas (N/mm2)
I = momen inersia (mm4)
b = lebar (mm)
d = tinggi (mm)

24
Universitas Sumatera Utara
2.5.4 Pengujian Kekuatan Bentur (Impact Strength)
Pengujian impact bertujuan untuk mengukur berapa energi yang dapat
diserap suatu material sampai material tersebut patah. Pengujian impact
merupakan respon terhadap beban kejut atau beban tiba-tiba (beban impact).
Dalam pengujian impact terdiri dari dua teknik pengujian standar yaitu
Charpy dan Izod. Pada pengujian standar Charpy dan Izod, dirancang dan masih
digunakan untuk mengukur energi impact yang juga dikenal dengan ketangguhan
takik [25].

Gambar 2.11 Spesimen Uji Kekuatan Bentur [25]

Spesimen uji kekuatan bentur dalam penelitian ini adalah jenis unnochted
izod berbentuk batang dengan penampang lintang bujur sangkar. Mesin pengujian
impact diperlihatkan secara skematik dengan (Gambar 2.12). Beban didapatkan
dari tumbukan oleh palu pendulum yang dilepas dari posisi ketinggian h.
Spesimen diposisikan pada dasar seperti pada (Gambar 2.11) tersebut. Ketika
dilepas, ujung pisau pada palu pendulum akan menabrak dan mematahkan
spesimen ditakikannya yang bekerja sebagai titik konsentrasi tegangan untuk
pukulan impact kecepatan tinggi. Palu pendulum akan melanjutkan ayunan untuk
mencapai ketinggian maksimum h’ yang lebih rendah dari h. Energi yang diserap
dihitung dari perbedaan h’ dan h (mgh – mgh’), adalah ukuran dari energi impact.
Posisi simpangan lengan pendulum terhadap garis vertikal sebelum dibenturkan
adalah α dan posisi lengan pendulum terhadap garis vertikal setelah membentur
spesimen adalah β. Dengan mengetahui besarnya energi potensial yang diserap
oleh material maka kekuatan impact benda uji dapat dihitung [23].

25
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.12 Peralatan Uji Skematik Peralatan Uji Bentur [23]

Es = energi awal – energi yang tersisa


= m.g.h – m.g.h’ (2.9)
= m.g.(R – R.cos α) – m.g.(R – R.cos β) (2.10)
Es = m.g.R.(cos β – cos α), (2.11)
dimana :
Es = energi yang diserap (J)
m = berat pendulum (kg) = 20 kg
g = percepatan gravitasi (m/s2) = 10 m/s2
R = panjang lengan (m) = 0,8 m
α = sudut pendulum sebelum diayunkan = 30o
β = sudut ayunan pendulum setelah mematahkan spesimen

Harga impact dapat dihitung dengan :

(2.12)

dimana :
HI = Harga Impact (J/mm2)

26
Universitas Sumatera Utara
Es = energi yang diserap (J)
Ao = Luas penampang (mm2)

Keretakan akibat uji bentur ada tiga bentuk [23], yaitu :


1. Patahan getas
Permukaan patahan terlihat rata dan mengkilap, kalau potongan-
potongannya kita sambungkan lagi, ternyata keretakannya tidak disertai
dengan deformasinya bahan. Patahan jenis ini mempunyai harga impact
yang rendah.
2. Patahan liat
Permukaan patahan ini tidak rata, nampak seperti buram dan berserat, tipe
ini mempunyai harga impact yang tinggi.
3. Patahan campuran
Patahan yang terjadi merupakan campuran dari patahan getas dan patahan
liat. Patahan ini paling banyak terjadi.
Semakin besar posisi sudut β akan semakin getas, demikian sebaliknya. Artinya
pada material getas, energi untuk mematahkan material cenderung semakin kecil,
demikian sebaliknya [23].

2.5.5 Analisis Scanning Electron Microscopy (SEM)


Analisis ini digunakan sebagai data pendukung dalam pengujian kekuatan
bentur, dengan menggunakan analisis SEM kita dapat melihat struktur mikroskopi
untuk mengetahui bentuk patahan yang dialami komposit yang telah mengalami
pengujian bentur [26].

2.5.6 Pengujian Daya Serap Air (Water Absorption)


Penyerapan air (water absorption) dalam komposit merupakan
kemampuan komposit dalam menyerap uap air dalam waktu tertentu.
Penyerapan air pada komposit merupakan salah satu masalah terutama dalam
penggunaan komposit di luar ruangan. Semua komposit polimer akan
menyerap air jika berada di udara lembab atau ketika polimer tersebut
dicelupkan di dalam air. Penyerapan air pada komposit berpenguat serat alami

27
Universitas Sumatera Utara
memiliki beberapa pengaruh yang merugikan dalam sifatnya dan mempengaruhi
kemampuannya dalam jangka waktu yang lama juga penurunan secara perlahan
dari ikatan interface komposit serta menurunkan sifat mekanis komposit seperti
kekuatan tariknya. Penurunan ikatan antarmuka komposit menyebabkan
penurunan sifat mekanis komposit tersebut. Karena itu, pengaruh dari penyerapan
air sangat vital untuk penggunaan komposit berpenguat serat alami di
lingkungan terbuka [27].

2.6 APLIKASI DAN KEGUNAAN PRODUK KOMPOSIT


Penggunaan serat alam (organik) seperti serat daun nanas memiliki potensi
untuk digunakan sebagai pengganti fiberglass ataupun pengisi lainnya pada
material komposit diperkuat serat. Potensi serat alam ini didukung oleh beberapa
keunggulan serat organik, antara lain : densitas yang rendah, ramah lingkungan,
biodegradable, ketersediaan yang melimpah, ketangguhan yang tinggi, proses
penyiapan yang relatif mudah, harga bahan baku yang relatif murah, dan
mengurangi konsumsi energi pabrikasi [28]. Dari Tabel 2.4 dapat dilihat bahwa
beberapa serat alam seperti kayu dan flax memiliki harga yang jauh lebih murah
dibandingkan serat gelas [29].
Tabel 2.4 Perbandingan Harga antara Serat Alam dan Serat Sintetik [29]
Harga Spesifik Graviti Harga
Serat
$/m3 kg/m3 $/kg
Kayu 420 1600 0,26
Flax 600 1500 0,40
Gelas 4850 2600 1,87
Serat Daun Nanas* 250 1072 0,24
*Untuk penelitian ini
Material komposit dapat digunakan dalam berbagai macam aplikasi.
Bahan ini dapat digunakan dalam sektor aksesoris otomotif, beberapa diantaranya
kaca spion, pengisi jok mobil, bamper mobil, dll. Dalam proses pabrikasi
aksesoris tersebut biasanya menggunakan metode hand lay up [28]. Adapun
industri otomotif yang menggunakan resin epoksi sebagai matriks dalam
pembuatan aksesoris mobil sudah dijumpai pada tahun 1955, yaitu oleh
perusahaan otomotif amerika yang memproduksi leaf spring yang digunakan pada
mobil sports [30].

28
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.13 Jenis Mobil Sports yang Menggunakan Komponen Leaf Spring Dari
Komposit Epoksi [30]

Gambar 2.14 Leaf Spring Dari Bahan Komposit Epoksi [30]

Gambar 2.15 Posisi Leaf Spring Pada Bagian Depan Setir Mobil [30]

29
Universitas Sumatera Utara
Dalam penelitian ini, komposit epoksi berpengisi serat daun nanas diaplikasi
dalam pembuatan aksesoris exterior mobil, yaitu cover kaca spion mobil.

(a) (b)
Gambar 2.16 Cover Kaca Spion Mobil Dari Komposit Epoksi
(a) tampak depan (b) tampak belakang

2.7 ANALISIS BIAYA


Dalam penelitian ini, dilakukan suatu analisis biaya terhadap pembuatan
komposit epoksi berpengisi serat daun nanas. Rincian biaya diberikan dalam
Tabel 2.5 berikut.
Tabel 2.5 Rincian Biaya Pembuatan Komposit Epoksi
Berpengisi Serat Daun Nanas
Bahan dan Peralatan Jumlah Harga (Rp) Biaya Total (Rp)
Resin epoksi dan hardener 2 kg Rp 92.500 ,-/kg 185.000,-
Lilin cetakan (malam) 4 buah Rp 5.000,-/buah 20.000,-
Serat daun nanas 500 gram Rp 2.800,-/kg 1.400,-
Plastik transparan 10 lembar Rp 500,-/lembar 5.000,-
Analisis Fourier Transform 3 sampel Rp 75.000,-/sampel 225.000,-
Infra-Red (FT-IR)
Analisis sifat mekanik :
 Uji Kekuatan Tarik 36 sampel Rp 30.000,-/sampel 1.080.000,-
 Uji Kekuatan Lentur 36 sampel Rp 30.000,-/sampel 1.080.000,-
 Uji Kekuatan Bentur 36 sampel Rp 30.000,-/sampel 1.080.000,-
Analisis Scanning Electron 3 sampel Rp 175.000,/sampel 525.000,-
Microscopy (SEM)
Total 4.201.400,-

Dari rincian biaya yang telah dilakukan di atas maka total biaya yang diperlukan
untuk membuat komposit epoksi berpengisi serat daun nanas, yaitu sebesar Rp
4.201.400,-.

30
Universitas Sumatera Utara
Produk yang akan dihasilkan dari komposit epoksi berpengisi serat daun
nanas yaitu cover kaca spion mobil. Adapun dimensi cover spion mobil yang akan
diproduksi, yaitu :
 Panjang = 20 cm
 Lebar = 13 cm
 Tebal = 5 mm
Volume resin epoksi dan hardener yang diperlukan untuk membuat 1 unit cover
kaca spion adalah : v = p × l × t = 20 × 13 × 0,5 = 130 cm3
Adapun perkiraan biaya pembuatan 1 set produk (cover spion mobil
sebelah kanan dan kiri) antara lain :
Tabel 2.6 Perkiraan Rincian Biaya Pembuatan Produk
Bahan dan Peralatan Jumlah yang Biaya Total (Rp)
diperlukan
Resin Epoksi dan Hardener 351 g 32.500,-
Serat daun nanas 32,5 g 100,-
Cetakan 2 buah 14.000,-
Biaya Tambahan - 4.660,-
Total Rp 51.260,-

Total biaya yang diperkirakan untuk membuat 1 set produk (cover kaca spion
mobil sebelah kanan dan kiri), yaitu sebesar Rp 51.260,-. Harga produk sejenis di
pasaran memiliki rentang harga Rp 125.000,- s/d Rp 250.000,- [31]. Oleh karena
itu, maka produk ini memiliki potensi untuk dipasarkan dan bersaing dengan
produk lainnya yang sejenis.

31
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai