Anda di halaman 1dari 9

ANALISA PUTUSAN

NOMOR : 122/PDT.G/2013/PN.Tbn

PIHAK-PIHAK DALAM KASUS :


-

Penggugat I : Prof. Drs. Ketutsarna


Penggugat II : Nyomansai
Tergugat I : Men Kasih
Terugat II : Men Adi
Tergugat III : Made Adi
Tergugat IV : Ketut Sukarsana
Tergugat V : Komang Aryana

DUDUK PERKARA
-

Bahwa Kakek para penggugat yaitu Pan Intaran meninggalkan pekarangan


seluas 1735m2 yang berlokasi di Banjar Gerogak tengah, Kelurahan delod
peken, Kecamatan Tabanan, Kabupaten tabanan. Dengan batasbatas sebagai
berikut ;
Utara : Rumah keluarga pan jarwa
Timur : Jalan Durian Tabanan
Selatan : Rumah keluarga Nang Mendi
Barat : Jalan Melati tabanan
Kemudian tata letak tanah tersebut terbagi menjadi 3 pekarangan yakni
a. Pekarangan untuk ruwang kauh sebagai tempat hunian di bagian barat
yang ditempati keluarga Nang Petra
b. Pekarangan tengah tempat tinggal keluarga kakek para penggugat dan
keturunannya termasuk area sanggah dan disekitarnya berupa bale gede,
bale singasari, bale sakapat, meten banjah, dapur, jineng 2 unit serta
sanggah kawitan.
c. Pekarangan untuk ruwang kangin sebagai tempat tinggal ruwang dibagian
timur yang sebelumnya tempat tinggal men alih namun tidak memiliki

keturunan dan men alih sudah meninggal dunia.


Bahwa keluarga inti sekarang sudah berkembang menjadi 7 kepala keluarga
sehingga jika pada suatu kesempatan tertentu semua berkumpul rumah induk
tersa penuh dan sesak maka para penggugat (keluarga inti( memerlukan
palemahan yang dihuni oleh ruwang kauh untuk membangun rumah dan

juga temoat usaha bagi anak anak. Para penggugat telah menyampaikan dan
meminta dengan baik baik kepada para tergugat agar bersedia pindah dari
ruwang kauh tanah yang dahulu diberikan sebagai tetadanoleh wayan
geriya dan nengah rebut. Adapun tetadan tersebut berupa :
A. Sebidang tanah terletak di subak kota tabanan dengan luas 0,065 Ha
B. Sebidang tanah terletak di subak kota tabanan dengan luas 0,0180 Ha
Setelah diminta para tergugat menolak untuk pindah dengan alasan baru akan
pindah jika ada putusan pengadilan yang ingkrah.

DENAH TANAH OBJEK SENGKETA


U

Nang Petra

Men Alih

(Kadek Sabda)

WayanGriya

Deskripsi Tanah :
- Tanah ini seluas seluas 1735m2 yang berlokasi di Banjar Gerogak tengah,
Kelurahan delod peken, Kecamatan Tabanan, Kabupaten tabanan. Dengan
batasbatas sebagai berikut ;
Utara : Rumah keluarga pan jarwa
Timur : Jalan Durian Tabanan
Selatan : Rumah keluarga Nang Mendi
Barat : Jalan Melati tabanan
Kemudian tata letak tanah tersebut terbagi menjadi 3 pekarangan yakni

d. Pekarangan untuk ruwang kauh sebagai tempat hunian di bagian barat


yang ditempati keluarga Nang Petra
e. Pekarangan tengah tempat tinggal keluarga kakek para penggugat dan
keturunannya termasuk area sanggah dan disekitarnya berupa bale gede,
bale singasari, bale sakapat, meten banjah, dapur, jineng 2 unit serta
sanggah kawitan.
f. Pekarangan untuk ruwang kangin sebagai tempat tinggal ruwang dibagian
timur yang sebelumnya tempat tinggal men alih namun tidak memiliki
keturunan dan men alih sudah meninggal dunia.
g. Diantara palemahan ruwang kauh dan palemahan keluarga induk dan
palemahan ruwang kangin ada pembatas berupa tembok dan angkul
angkul sehingga keseluruhannya merupakan satu unit yang utuh dengan 4
angkul angkul sebagai layaknya sebuah puri.

BAGAN SISLSILAH KELUARGA PAN INTARAN

SILSILAH
Pan Intaran X Men Rusut

NengahSaih X Nengah Ribut


(Alm)

WayanGeriya X NengahMuklek
(Alm)WayanGeriya X

Wayan
Dudon

Mayun
Ketut
Kadek
Widiayasa
Mariati
Komang
Dirgayasa

Made
Mulastr

Nyoman
Sai
X
Adiarsa
Yanik
Nina
Yudi Arsini

Ketut
Sarna
X

Kadek
Nengah Kartika
Sabda
X X
Men
Adi
Komang
Made
Ketut

Dari bagan diatas dapat dijelaskan bahwa :


- Pan Intaran menikah dengan men Rusut. Dari perkawinan tersebut mereka
-

dikaruniai anak 2 orang yakni wayan geriya dan nengah saih.


Nengah saih selanjutnya menikah dengan nengah ribut namun mereka tidak

memilki anak.
Wayan geriya selanjutnya menikah dengan nengah muklek. Dari perkawinan
ini mereka memiliki 5 anak kandung yakni anak pertama meninggal, anak
kedua bernama wayan dudon, anak ketiga bernama made mulastri,
anak keempat benama nyoman sai, anak kelima bernama ketut sarna.
Wayan geriya dan nengah muklek juga memiliki seorang anak angkat yang

bernama kadek sabda alias I kade petri.


Anak keempat dari wayan geriya dan nengah muklek yaitu Nyoman Sai
menikah dengan wayan gedut. Mereka kemudian memilki 4 anak yaitu
anak pertama bernama mayun, anak kedua bernama kade mariati, anak
ketiga bernama komang dirgayasa
widiayasa.

(alm), anak keempat ketut

Anak kelima dari wayan geriya dan nengah muklek yaitu ketut saran
menikah dengan semandri. Mereka kemudian memiliki 4 anak yaitu anak
pertama bernama yanik, anak kedua bernama yudi, anak ketiga

bernama adiarsana, anak keempat bernama ninarsini


Bahwa kadek sabda alias kade petri adalah anak hasil hubungan diluar
nikah dari ninyoman semari dengan I nyoman tara. Kemudian kadek
sabda alias kade petri diajak tinggal bersama oleh keluarga wayan
geriya. Namun setelah dewasa, ikadek sabda diangkat diperas oleh
nak petra dan men petra. Kemudian kadek sabda berganti nama

menjadi kade petri.


Anak angkat dari wayan geriya dan nengah muklek yaitu kadek sabda alias
I kade petri menikah dengan men kasih. Mereka memiliki beberapa anak

yakni Komang sudantra dan nengah kartika.


Anak dari kadek sabda alias I kade petri dan men kasih yakni Nengah
kartika menikah dengan men adi. Mereka memiliki 3 anak yaitu Komang
Aryana, Made Adi, ketut Sukarsana.

PETITUM
Berdasarkan hal tersebut penggugat mengajukan gugatan ke pengadilan
negeri tabanan dengan tuntutan :
1. Mengabulkan gugatan para penggugatan untuk seluruhnya
2. Menyatakan objek sengketa yang dikuasai oleh tergugat adalah milik para
penggugat.
3. Menyatakan bahwa penghentian atas penghunian dan penguasaaan para
tergugat atas oibjek sengketa adalah berdasarkan alasan yang sah.
4. Menghukum para tergugat agar mengosongkan objek sengketa dan
membongkar segala bangunan dan memindahkan bangunan bangunan
suci yang didirikan di atas tanah dan menyerahkan obyek sengketa dalam
keadaan kosong kepada para penggugat
5. Menghukum para penggugat untuk membayar biaya perkara.

PUTUSAN
1. Mengabulkan gugatan para penggugat untuk seluruhnya
2. Menyatakan objek sengketa yang dihuni dan dikuasai para tergugat yaitu
sebidang tanah di Banjar Gerogak tengah, Desa Delod peken, Kecamatan
tabanan, Kabupaten tabanan seluas kurang lebih 200m2 dari luas
seluruhnya 1735m2 adalah milik para penggugat
3. Menyatakan bahwa penghentian atas penghunian dan penguasaan para
tergugat atas objek sengketa adalah berdasarkan atas alasan yang sah
4. Menghukum kepada para tergugat agar mengosongkan objek sengketa
dan membongkar segala bangunan dan memindahkan bangunan bangunan
suci yang didirikan di atas tanah dan menyerahkan obyek sengketa dalam
keadaan kosong kepada para penggugat
5. Menghukum para tergugat untuk membayar biaya perkara ini.

ANALISA :
dalam perkara ini timbul suatu pernyataan apakah objek sengketa merupakan
milik penggugat yaitu Drs. Ketut saran dan Ni nyoman Sai atau milik tergugat
Untuk menganalisa kasus ini, pertama yang harus dilakukan adalah
memahami teoriteori dalam hukum adat. Kemudian barulah kita dapat
menghubungkan kasus diatas dengan hukum adat di Bali dan hukum positif di
Indonesia. Dari kasus diatas yang menjadi objek sengketa merupakan tanah ruwang.
Bahwa menurut adat setempat yakni di Banjar Gerogak Kelod, Desa Tabanan
ruwang adalah oraang yang diajak dan dijinkan menempati tanah pekarang
keluarga induk sebagai pendamping atau pengabih keluarga induk (walaupun
memiliki kawitan yang berbeda(, dimana dalam perhubungan yang satu dengan
yang lain berlaku sesana untuk saling tolong menolong dalam hal suka duka
demikian juga jika keluarga induk menyelenggarakan acara khususnya upacara
manusa yadnya dan pitra yadnya ruwang dapat diikut sertakan tanpa mengeluarkan
biaya atau sarana kecuali bantuan tenaga. Ruwang selama menempati tanah yang

diberikan keluarga induk diperkenankan untuk mendirikan bangunan atau merubah


bangunan yang sudah ada hanya setelah mendapat izin dari keluarga induk dan jika
tanah tersebut diperlukan oleh keluarga induk maka atas pemberitahuan keluarga
induk ruwang harus meninggalkan tanah dimana ia dizinkan menempati
sebelumnya.
Maka berdasarkan penjelasan diatas setelah kami menganalisa kasus apabila
melihat hukum adat di bali mengenai ruwang para penggugat disini telah
melaksanakan sesana sebagai keluarga induk terhadap ruwang seperti mengikut
sertakan anak anak Kadek Sabda melakukan upacara mesambutan dan metatah
serta mengikutsertakan alm. Nang Petra dalam upacara pengabenan. Jadi dapat
disimpulkan secara adat keluarga penggugat telah menjalankan kewajiban sebagai
keluarga induk namun ketika penggugat menuntut haknya sebagai keluarga induk
atas tanah ruwang tergugat tidak memperlihatkan itikad baiknya.
Apabila kita tinjau status tanah sengketa tersebut dari aspek hukum waris adat
Bali, karena sejati tanah tersebut merpukan tanah warisan dari pan intaran yang
diturunkan kepadan wayan geriya maka tanah sengketa tersebut memang seharusnya
milik dari keluarga penggugat. Dalam hukum waris adat bali, yang dapat menempati
tanah waris adalah anak laki laki pewaris dan atau anak perempuan yang statusnya
sentana rajeg. Pada kasus ini, tanah yang ditempati tergugat merupakan tanah waris
dari orang tua penggugat. Dimasa lalu, orang tua penggugat memberikan orang tua
tergugat ruwang yang seperti penjelasan diatas ruwang ini dapat diminta kembali
oleh pemiliknya yang pada kasus ini penggugat yang meupakan ahli waris dari
wayan geriya pemilik tanah. Sementara, para tergugat tidak memiliki hak milik atas
tanah ruwang tersebut, karena tanah tersebut bukanlah warisan dari orang tua
tergugat.
Apabila kita tinaju dengan hukum positif, dalam pembuktian kasus diatas
diketahui bahwa tanah tersebut telah disertifikatkan oleh Nyoman Sai dan Ketut
Sarna dengan sertifikat hak milik Nomo 1675 tanggal 4 Mei 1995.namun dalam hal
ini para tergugat menyatakan penerbitan sertifikat tersebut melanggar hukum maka
cukup alasan untuk menyatakan sertifikat hak milik Nomor 1675 tanggal 4 Mei

1995 batal demi hukum atau setidaktidaknya tidak memilki kekuatan hukum tetap.
Apabila kita melihat ketentuan pasal 32 ayat 2 peraturan pemerintah no 24 tahun
19997 tentang pendaftaran tanah dalam hal atas suatu bidang tanah suah
diterbitkan sertifikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang
memperoleh tanah terebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya,
maka pihak lain yang merasa memiliki hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut
pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 tahun sejak diterbitkannya
sertifikat tersebut tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang
sertifikat dan kepala kantor pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak
mengajukan gugatan ke pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan
sertifikat tersebut
Jadi kesimpulan dari analisa yang kami lakukan bahwasanya putusan pengadilan
NOMOR : 122/PDT.G/2013/PN.Tbn sudah tepat. Tanah yang disengketakan
merupakan tanah yang merupakan warisan turun temurun dari Pan Intaran yang
disebut harta waris tetamian sehingga yang berhak atas tanah tersebut adalah ahli
waris yang merupakan kelomok keutamaan pertama yakni adalah keturunan dari Pan
Intaran (Wayan Griya).Kedudukan Kadek Sabda

dalam keluarga orang tua

angkatnya (Wayan Griya) adalah sebagai anak kandung, sehingga berfungsi sebagai
pelanjut keturunan dan berkedudukan sebagai ahli waris. Kadek Saba merupakan
anak angkat yang berada di luar clan Wayan Griya yang berhak atas harta warisan
gunakaya (harta yagg diperoleh selama perkawinan berlangsung) sedangkan dalam
kasus tersebut tanah yang diperebutkan merupakan harta pusaka yang diperoeh
karena warisan turun temurun yang memperkuat putusan perkara ini bahwa Kaek
Sabda tidak berhak atas tanah yang ia tempati sekarang.

Anda mungkin juga menyukai