Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

NEGARA, POLITIK DAN AGAMA

Oleh :

1. Nurul Halimah 21045017


2. Silvi Putri 21045065

Dosen Pengampu : Dr.Afdal, M.Pd

PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah pada matakuliah Ekologi yang berjudul “ Politik, Negara dan Agama”.

Makalah ini dibuat untuk mememnuhi tugas matakuliah Ekologi pada semester 5 dengan
dosen pengampu matakuliah Dr. Afdal M.Pd. Tidak lupa kami sampaikan terimakasih kepada
dosen pengampu matakuliah Geografi Politik yang telah memberikan arahan dan bimbingan
dalam pembuatan makalah ini dan terimakasih juga pada orang tua yang selalu memberikan
dukungan atas kelancaran tugas kami.

Akhirnya, penulis sampaikan terimakasih atas perhatiannya terhadap makalah ini dan
kami berharap makalh ini bermanfaat bagi kami khususnya dan pembaca pada umumnya,
dengan segara kerendahan hati, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan dari
pembaca guna meningkatkan pembuatan makalah ini pada waktu mendatang.

Padang, 16 September 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang................................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................................................ 1
C. Tujuan Masalah................................................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Defenisi Politik, Agama dan Negara…………………………………………………….2


B. Hubungan Politik,Agama dan Negara…………………………………………………...3
C. Dinamika kehidupan politik,agama dan Negara…………………………………………4

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan……………………………………………………………………………….6
B. Saran……………………………………………………………………………………...6

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia sebagai zo on of political, atau makhluk yang berkongsi, tidak hidup
sendiri. Kongsi yang paling primer adalah keluarga dan suku atau klan. Dari kongsi
tersebut kemudian manusia memahami kehidupannya yang terbagi pada dua dimensi,
antara keduanya sulit dipisahkan. Pertama, dimensi kekinian yang bersifat sekuler,
dimana manusia harus mempertahankan dan menjamin kehidupannya, di tengah
kehidupan manusia lain. Kedua, dimensi religius adalah menyeberang kekiniannya dan
mengkaitkan dengan asal mulanya sekaligus dengan suatu alam di masa depan.
Hal-hal yang berkaitan dengan dimensi kekinian, manusia hidup secara
kelompok, membentuk paguyuban dan kemudian menjadi masyarakat. Atas dasar
kesepakatan bersama, tataran berikutnya menghasilkan kota atau wilayah (dalam tataran
yang lebih luas berbentuk negara) yang diatur oleh hukum. Namun demikian ketika
manusia berada dan mengurus kekiniannya ia juga tidak terlepas dari nilai-nilai religius
yang menyangkut nilai hidup.
Baik agama maupun politik merupakan lembaga masyarakat yang menghasilkan
nilai-nilai tertentu. Nilai agama yang diyakini bersumber dari Yang Kudus dijadikan
kerangka acuan seluruh realitas (dunia maupun akhirat); sedangkan nilai-nilai dalam
politik sebagai kerangka acuan untuk memfungsikan tatanan masyarakat. Nilai-nilai
politik ini tidak dapat dipisahkan dari ideology negara yang menjadi sumber nilai dan
cita-cita yang diaktualisasikan oleh lembaga-lembaga politik (partai, ormas). Oleh karena
itu membicarakan hubungan antara agama dan politik sebagai sistem sosial selalu
berkaitan denganidiologi negara.

B. Rumusan masalah
1. Apa itu politik, Agama, Negara?
2. Bagaimana Hubungan pilitik, agama dan Negara?
3. Bgaimana dinamika kehidupan politik, agama dan Negara?

C. Tujuan
1. Memahami tentang Politik, Agama dan Negara
2. Memahami Hubungan politik, agama dan Negara
3. Mengetahui dan memahami Dinamika Kehidupan Politik agama dan negara

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Defenisi Politik, Agama, dan Negara


1. Definisi Politik
Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat
yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara.
Pengertian inimerupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda
mengenai hakikat politikyang dikenal dalam ilmu politik. Politik adalah seni dan ilmu
untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional. Komponen-
komponen yang diperlukan dalam politik yaitu :
1. Masyarakat
2. Kekuasaan
3. Negara
Fungsi Politik adalah Perumusan kepentingan Pemaduan kepentingan, Pembuatan
kebijakan umum, Penerapan kebijakan Pengawasan pelaksanaan kebijakan.

2. Defenisi Agama
Agama dapat didefinisikan sebagai suatu realisasi sosio-individu yang hidup
(dalam ajaran, tingkah laku, ritus/upacara keagamaan dari suatu relasi dengan yang
melampaui kodrat manusia (Yang Kudus) dan dunianya dan berlangsung lewat tradisi
manusia dan dalam masyarakatnya. Realisasi sosio-individu yang hidup ini
menciptakan suatu sistem yang mengatur makna atau nilai-nilai dalam kehidupan
manusia yang digunakan sebagai kerangka acuan bagi seluruh realitas. Sementara itu,
istilah politik dimaksudkan seperangkat makna atau nilai-nilai serta pilihan-pilihan
yang diambil dari dalam masyarakat untuk membenarkan fungsi tatanan masyarakat
yang berlaku. Nilai-nilai dan pilihan-pilihan itu terjadi bila dalam masyarakat terdapat
ideologi dan hubungan kekuasaan yang menjamin efektivitasnya.

3. Defenisi Negara
Istilah negara merupakan terjemahan dari beberapa kata asing: state (Inggris),
staat (Belanda dan Jerman), atau etat (Perancis). Secara terminologi, negara diartikan
sebagai organisasi tertinggi di antara satu kelompok masyarakat yang memiliki cita-
cita untuk bersatu, hidup di dalam suatu kawasan, dan mempunyai pemerintahan yang
berdaulat. Pengertian ini mengandung nilai konstitutif yang pada galibnya dimiliki
oleh suatu negara berdaulat: masyarakat (rakyat), wilayah, dan pemerintahan yang
berdaulat. Ketiga unsur ini perlu ditunjang dengan unsur lainnya seperti adanya
konstitusi dan pengakuan dunia internasional yang disebut dengan unsur deklaratif.

2
B. Hubungan politik, agama dan Negara
Terdapat beberapa kemungkinan hubungan antara agama dan kekuasaan. Iqnas
Kliden memprediksi ada enam kemungkinan hubungan antara agama dan kekuasaan
tersebut.
1. Pertama, kekuasaan dan ideologi selalu saling mengandaikan, karena tidak ada
ideologi yang tidak mempunyai muatan kekuasaan.
2. Kedua, setiap agama dikehendaki atau tidak dikehendaki selalu berhadapan dengan
kemungkinan menjadi ideologis, dan sebaliknya setiap ideologi yang ingin
memantapkan diri cenderung menempuh jalan untuk memberikan warna keagamaan
dirinya. Ideologisasi agama selalu diimbangi dengan religiofikasi ideologi.
3. Ketiga, agama sebagai suatu lembaga cenderung mempunyai sejumlah kekuasaan
dalam dirinya dan selalu terdapat suatu proses sosial dimana kekuasaan agama
diperluas menjaditerhadap negara yang lebih ditekankan pada politik. Mechiavelli
dengan merujuk kasus G. Savanaralo (1452-1498) dari Ordo Dominikan dan didasari
pengalamannya mendampingi raja-raja Italia, serta kasus Ferdinand dari Arragorn,
Spanyol kekuasaan dunia, dan kekuasaan dunia diperluas kedalam daerah kekuasaan
agama. Kedua proses ini disebut oleh Max Weber sebagai hierokrasi dan
caesaropapisme. Persatuan kekuasaan politik dan agama sangat dimungkinkan dalam
ajaran sosial yang tidak membedakan antara kekuasaan keduanya.
4. Keempat, hubungan antara agama dan negara ditandai oleh persaingan diantara peran
keimaman dan peran kenabian agama. Semakin banyak agama memainkan peran
keimanan, maka semakin dekat agama itu kepada negara, dan semakin agama itu
menjalankan peran kenabian, maka semakin kritis agama itu terhadap negara.
5. Kelima, setiap agama memiliki fungsi ganda sebagai suatu institusi sosial dan sebagai
jalan kesempurnaan pribadi. Hubungan diantara keduanya bisa saling menunjang,
tetapi juga bisa saling bertentangan bahkan saling merugikan. Peran sosial agama
ditandai dengan fungsinya menjaga integrasi sosial, ketenangan, perkembangan dan
kelanjutan reproduksi masyarakat, dengan menghindari kemungkinan terjadinya
konflik yang membawa pada disintegrasi sosial. Sementara peran personal agama
ditandai dengan fungsinya sebagai jalan bagi individu untuk mencapai kesempurnaan
diri. Pada peran ini kadangkala agama melupakan peran yang pertama yakni
mengabaikan dan merugikan peran sosialnya.
6. Keenam, ketegangan antara peran institusional agama dan peran individual dan
personal agama dalam milinium ketiga akan diatasi oleh peran individual agama,
karena hal itu sangat ditunjang oleh tendensi umum kearah proses deinstitusionalisasi
berbagai lembaga sosial. Hal ini tentunya terjadi ketika agama dalam kedudukannya
sebagai ideologi beralih fungsinya sebagai utopia.

3
C. Dinamika kehidupan politik, agama dan Negara
Agama dapat berrelasi dengan politik dan negara (Pemerintah) di negara-negara yang
mengalami kondisi seperti diuraikan dalam penjelasan diatas dengan mayoritas
penduduknya beragama Islam yaitu Iran, Turki dan Indonesia, berikut ini
1. Iran
Sejarah Iran dapat di bagi dalam dua bagian , yaitu dua belas abad pertama, yang
berakhir dengan tibanya Islam sekitar tahun 640 M. Pada bagian pertama ini terbagi ke
dalam dua periode.
- Periode Achemenide (4-6 SM) yang ditandai dengan pengiriman 30 gubernur
(Sastrape) antara Cyprus dan Indus dan antara Memphis sampai dengan Armenia.
- Periode Sassanide (abad ke-3 sampai abad ke-8 M), kerajaan Sassanide bersama
Cina, India dan Byzantium membentuk empat peradaban terbesar di dunia.

Pada abad VII SM muncul kerajaan Medes di kota Hamadan, dan seabad kemudian
seorang Pangeran dari Persia, Cyrus mendirikan kerajaan Archemenide. Setelah itu
muncul orang-orang Yunani di bawah Iskandar Agung dari Macedonia menguasai Iran
lalu muncul Dinasti Parthes Arsacides, Dinasti Sassanide zaman Islam yang ditandai
dengan penyerbuan Arab, Turki dan Mongol.

Ketika kerajaan mengganti namanya menjadi Iran di tahun 1935, negeri ini telah
mengenal dan menerima berbagai peradaban besar dalam sejarah umat manusia yaitu
Yunani, Roma, Byzantium, Islam. Tetapi sejak masuknya kerajaan Eropa dan Barat di
abad XIX, Iran telah mengalami pemasukan kebudayan asing secara besar-besaran;
mula-mula di mulai oleh Inggris, Rusia kemudian Amerika. Pada tahun 1826-1828
dalam perang melawan kerajaan Iran, kerajaan Rusia mengalami kemenangan
sehingga mendapat konsensi politik, ekonomi dan wilayah, bahkan tahun 1846
mendapat konsensi kembali berupa pertambangan batu bara dan penggunaan dua buah
pelabuhan besar di laut Kaspia 4 . Sementara Inggris tertarik dan menguasai sebagian
wilayah Iran karena membutuhkan monopoli perdagangan yang dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan kolonial yang dilindunginya.

Persetujuan Paris tahun 1857 yang mengakhiri konflik InggrisIran menyebabkan


Inggris mendapatkan konsensi yang luar biasa, diantaranya konsensi untuk membuat
telegraf, pembuatan imperial Bank Of Persia, pengangkutan laut, pengolahan kayu dan
hasil-hasil tambang, pekerjaan irigasi dan sebagainya. Inggris dan Rusia makin
menguasai kehidupan ekonomi Iran sampai dengan menjelang Perang Dunia II. Ketika
kekuasaan khalifah jatuh di abad kesepuluh, para pangeran Iran membuat dinasti
sendiri, sementara orang-orang Turki masuk ke Iran mulai abad kesebelas dan pada
tahun 1220 Iran mengalami penjajahan Mongolia yang kejam dan merusak. Sejak
tahun 1260, Iran di perintah oleh cucu Jengis Khan yang bernama Hulagu.

4
Tahun 1370, Timur Lang yang keturunan Turki menguasai Iran dan menghancurkan
dinasti Mongolia - Iran terpecah belah, tetapi Shah Ismail berhasil membangun dan
menguasai kembali seluruh wilayah Iran dengan dinasti Saffavide yang berkuasa
antara 1502 sampai 1738, ia berasal dari Azarbaijan, putra raja tersebut Shah Abbas
(memerintah 1571 sampai 1629) merupakan raja yang terbesar di zaman Islam di Iran
dan menjadikan shi’ah sebagai agama Negara.

2. Turki
Republik Turki yang ada sekarang awalnya berasal dari kerajaan Turki Utsmani
(Ottoman) yang berdiri pada akhir abad ke-13. Pada masa kejayaannya, Kerajaan Turki
Utsmani pernah menguasai Eropa Tengah (Balkan, Rumania, Bulgaria, dan Yugoslavia)
dan wilayah Timur Tengah yang meliputi hampir seluruh Jazirah Arab serta Afrika
bagian utara dari Mesir sampai Aljazair hingga akhir abad ke-17.
Pada awal abad kesembilan belas, saat keadaan dalam negeri dan kebijakan
internasional Turki mengalami kemunduran muncul usaha-usaha untuk mengadakan
pembaharuan, Sultan Mahmud II (1808-1839) pengusa Turki terbesar setelah Sultan
Sulaeman, menghapus Korps Janisan yang dianggap sudah tidak cocok lagi.
Pembaharuan segera dilakukan di dalam tubuh pemerintahan dan militer. Namun
program ini sempat terhenti dengan adanya pemberontakan Muhammad Nasir di
Mesir.pada masa pemerintahan Abdul Majid (1839-1861). Pembaharuan dilaksanakan
di bawah pimpinan Rashid Pasha yang berupaya memperkuat serta memodernisasi
imperium.

3. Indonesia
- Wawasan Sebagai Geopolitik Indonesia Keluar
Tujuan wawasan nusantara sebagai geopolitik Indonesia keluar adalah menjamin
kepentingan nasional dalam era globalisasi yang semakin mendunia maupun
kehidupan dalam negeri. Selain itu turut serta melaksanakan ketertiban dunia
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, keadilan sosial, serta kerjasama dan
sikap saling hormat menghormati. Artinya, bangsa Indonesia harus terus-menerus
mengamankan dan menjaga kepentingan nasionalnya dalam kehidupan
internasionalnya dalam semua aspek kehidupan, baik politik, ekonomi, sosial budaya
maupun pertahanan dan keamanan demi tercapainya tujuan nasional sesuai tertera
dalam UUD 1945.
- Tujuan wawasan nusantara sebagai geopolitik
Indonesia ke dalam adalah menjamin persatuan dan kesatuan di segenap aspek
kehidupan nasional, baik aspek alamiah maupun aspek sosial. Bangsa Indonesia
harus meningkatkan kepekaannya dan berusaha untuk mencegah dan mengatasi
sedini mungkin faktor-faktor penyebab timbulnya disintregasi bangsa dan terus-
menerus mengupayakan dan terjaganya persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan.
5
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Agama dan Negara sesungguhnya memiliki fungsi yang sama bagi kehidupan
manusia. Jika Negara tugas pokoknya adalah mengatur dan memenuhi kesejahteraan
manusia pada dimensi kekiniannya, agama berfungsi bagi manusia untuk bahagia dalam
kehidupan kekinian dan masa depan bahkan sampai hidup lagi. Semestinya antara
keduanya sejalan seiring. Namun dalam perjalanannya justru terjadi kenyataan yang
berbeda. Negara sering menjadikan agama sebagai alat produksi guna menindas rakyat,
menjustifikasi atas keputusan dan segala kebijakan yang tidak “populis” sekalipun
dengan alasan-alasan ideologis sehingga masyarakat menjadi tak berdaya dibawah
tekanan, hegemoni makhluk yang bernama negara.
Semestinya agama tampil sebagai juru penyelamat atas ketertindasan manusia.
Keberadaan agama dapat menjadi roh sekaligus inspirasi bagi demokratisasi. Terbukti
kehadiran semua agama membawa imbas pada perombakan struktur masyarakat yang
tercekam oleh kekuasaan despotik dan otoriter, menuju masyarakat baru yang
demokratis. Namun, karena agama yang sering ditampilkan adalah agama atas nama
kelompok, lembaga atau apapun namanya dengan kecenderungan kaum elit agama
tersebut cenderung menjadi corong penguasa, maka jadilah agama pada akhirnya yang
tidak memiliki kekuatan apa pun.

B. Saran
Seharusnya, agama menarik garis pisah yang jelas dari politik agar tidak
terkooptasi dan disubordinasi. Ketika dikooptasi politik negara, agama hanya akan
menjadi alat legitimasi penguasa. Agamapun akan membisu ketika ketidakadilan dan
ketidakbenaran merajalela. Namun di sisi lain agama sebagai sebuah institusi dalam
masyarakat harus pula mengoreksi politik agar hakikat sejati politik tetap terpelihara.

6
DAFTAR PUSTAKA

Azra. Azyumardi, Pergolakan politik Islam Dari Fundamentalisme, Modernisme Hingga


Post Modernisme (Jakarta: Paramadina, 1996).
Taimiyah, Ibnu.1979. Pedoman Islam Bernegara. Bulan Bintang. Jakarta
Syamsuddin M. Din. 2001. Islam dan Politik Era Orde Baru. Jakarta: PT. Logos Wacana
Ilmu.
Sutana, Ija & Betty Tresnawaty. 2020. Political Knowlegde and Political Behavior
Among Highly Educated Muslims In Indonesia. Journal of Social Studies
Education Research, Vol 11, No. 4, hal. 150
Syamsuddin M. Din. 2001. Islam dan Politik Era Orde Baru. Jakarta: PT. Logos Wacana
Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai