NEGARA
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Civic Education
Dosen Pengampu :
Eli Wulandari, M.Pd
Latif 2211102071
2023
KATA PENGANTAR
Untaian rasa syukur dengan menyebut nama-Mu ya Allah, Dzat yang telah
melimpahkan segala karunia-Nya kepada manusia. Dialah yang telah meninggikan
langit tanpa menyanggah dan telah menghamparkan bumi dengan segala kenikmatan
yang terkandung di dalamnya. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada
Nabi Muhammad SAW sang nabi pamungkas, seorang figur utama bagi kehidupan kini
dan tumpuan syafaat bagi kehidupan kelak. Sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini yang membahas tentang “NEGARA”.
Adapun makalah ini telah disusun dengan semaksimal mungkin dan tentunya
dengan penyusunan makalah ini tidak terlepas atas bantuan serta bimbingan dari
berbagai aspek, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah kali ini. Untuk itu
tidak lupa disampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak dan refrensi-refrensi
yang telah membantu dalam pembuatan makalah kali ini.
Terlepas dari itu, penulis menyadari sepenuhnya akan kekurangannya, baik dari
segi bahasa maupun aspek lainnya. oleh karena itu, penulis membuka tangan untuk para
pembaca yang ingin memberikan kritik dan saran demi perbaikan makalah ini telah
memberikan informasi dan manfaat untuk memperdalam wawasan dan pengetahuan
kita semua.
i
DAFTAR ISI
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
BAB II........................................................................................................................................ 3
PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 3
PENUTUP ............................................................................................................................... 12
A. Kesimpulan.................................................................................................................... 12
B. Saran .............................................................................................................................. 12
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istilah negara diterjemahkan dari kata-kata asing Staat (bahasa Belanda dan
Jerman); State (bahasa Inggris); Etat (bahasa Prancis). Istilah Staat mempunyai sejarah
sendiri. Istilah itu mula-mula dipergunakan dalam abad ke-XV di Eropa Barat.
Anggapan umum yang diterima bahwa kata Staat (state, etat) itu dialihkan dari bahasa
Latin status atau statum.
Secara etimologis kata status itu dalam bahasa Latin Klasik adalah suatu istilah
abstrak yang menunjukan keadaan yang tegak dan tetap, atau sesuatu yang dimiliki
sifat-sifat yang tegak dan tegak itu.'
Kata "negara mempunyai dua arti. Pertama, negara adalah masyarakat atau
wilayah yang merupakan satu kesatuan politis. Dalam arti ini India, Korea Selatan, atau
Brazil merupakan negara. Kedua, negara adalah lembaga pusat yang menjamin kesatuan
politis itu, yang menata dan dengan demikian menguasai wilayah itu. Sementara itu
dalam ilmu politik, istilah "negara adalah agency (alat) dari masyarakat yang
mempunyai kekuasaan yang mengatur hubungan-hubungan manusia dalam masyarakat
dan menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat.
1
pertengahan sebagai agama yang sejak awal yang menekankan aspek solidaritas sosial
yang karenanya memiliki relevansi dengan politik dan kemasyarakatan. Sampai saat ini
pemikiran politik Islam Klasik dan pertengahan, tidak ada satupun ahli yang
mempunyai pandangan agama dan negara harus dipisah. Semuanya berpandangan
agama mesti mengatur negara, supaya terjadi maslahat kepada masyarakatnya. Maka
oleh sebab itu, wajar jika isu hubungan agama dan negara menjadi persoalan
kontroversial, kalau bukan sebagai kesulitan besar dalam merumuskan jawabannya,
ketika kaum Muslimin bersentuhan dengan ide Barat tentang nation state yang sekuler
pada masa modern yang mengharuskan pemisahan agama dan negara. Bahkan, realitas
kontroversial itu, baik dalam teori maupun praktik, hingga saat ini masih terjadi.1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar tentang negara?
2. Apa saja unsur-unsur negara?
3. Bagaimana bentuk-bentuk negara?
4. Apa hubungannya negara dan agama?
C. Tujuan Penulisan
1
Ni’matul huda, “Ilmu Negara”. (Jakarta: Rajawali pers, 2013) hal 8.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Negara
Istilah negara merupakan terjemahan dari beberapa kata asing: state (Inggris), staat
(Belanda dan Jerman), atau etar (Perancis). Secara terminologi, negara diartikan sebagai
organisasi tertinggi di antara satu kelompok masyarakat yang memiliki cita-cita untuk
bersatu, hidup di dalam suatu kawasan , dan mempunyai pemerintahan yang berdaulat.
Pengertian ini mengandung nilai konstitutif yang pada galibnya dimiliki oleh suatu negara
berdaulat: masyarakat (rakyat), wilayah, dan pemerintahan yang berdaulat. Ketiga unsur ini
perlu ditunjang dengan unsur lainnya seperti adanya konstitusi dan pengakuan dunia
internasional yang oleh Mahfud M.D. disebut dengan unsur deklaratif.2
Rakyat dalam pengertian keberadaan suatu negara adalah sekumpulan manusia yang
dipersatukan oleh persamaan dan bersama-sama mendiami suatu wilayah tertentu. Tidak
bisa dibayangkan jika ada suatu negara tanpa rakyat. Hal ini mengingat rakyat atau warga
negara adalah dasar personel dari negara. Adapun wilayah adalah unsur negara yang harus
terpenuhi karena tidak mungkin ada negara tanpa batas-batas teritorial yang jelas. Secara
umum, wilayah dalam sebuah negara biasanya mencakup daratan, perairan (samudra, laut,
dan sungai), dan udara. Dalam konsep negara modern masing-masing batas wilayah tersebut
diatur dalam perjanjian dan perundang-undangan internasional.
2
A. Ubaudillah , Abdul Rozak,” pendidikan kewarganegaraan” ( Civic Education , Jakarta: Kencana 2012) hal
120.
3
bentuk-bentuk negara dan pemerintahan. Pada umumnya, nama sebuah negara identik
dengan model pemerintahan yang dijalankannya, misalnya, negara demokrasi dengan sistem
pemerintahan parlementer atau presidensial. Ketiga unsur ini dilengkapi dengan unsur
negara lainnya,konstitusi. Unsur pengakuan oleh negara lain hanya bersifat menerangkan
tentang adanya negara. Hal ini hanya bersifat deklaratif, bukan konstutif, sehingga tidak
bersifat mutlak. Ada dua macam pengakuan suatu negara, yakni pengakuan de facto dan
pengakuan de jure. Pengakuan de facto ialah pengakuan atas fakta adanya negara.
Pengakuan ini didasarkan adanya fakta bahwa suatu masyarakat politik telah memenuhi tiga
unsur utama negara (wilayah, rakyat, dan pemerintah yang berdaulat).
Adapun pengakuan de jure merupakan pengakuan akan sahnya suatu negara atas
dasar pertimbangan yuridis menurut hukum. Dengan memperoleh pengakuan de jure, maka
suatu negara mendapat hak-haknya di samping kewajiban sebagai anggota keluarga bangsa
sedunia. Hak dan kewajiban dimaksud adalah hak dan kewajiban untuk bertindak dan
diberlakukan sebagai suatu negara yang berdaulat penuh di antara negara-negara lain.3
B. Unsur-unsur negara
3
M. Solly Lubis, “ Asas- Asas Hukum Tata Negara”, (Bandung: Alumni, 1982), hal 15.
4
1. Unsur pertama yang disebutkan dalam ayat ini adalah "al-tamkin" atau peneguhan
kedudukan, yang berarti adanya kekuasaan (pemerintah) yang hukumnya mengikat
Al-Thabari (w. 310 H) berkata tentang ayat ini, maknanya adalah: "Kami teguhkan
mereka di dalam negeri serta menjadikan mereka menang atas kaum musyrikin.
2. Rukun kedua disebutkan melalui ibarat "al-ardhi" atau permukaan bumi. Kata al-
ardhi dalam ayat ini diarahkan pada makna negeri atau al-daar.
3. Rukun ketiga, yakni rakyat maka ia tercakup dalam kata sambung (isim maushul)
dan kata ganti (dhomir) pada firman Allah "alladzina" yakni orang- orang dan
"makkannahum", "hum" merupakan kata ganti orang ketiga jamak yang artinya
mereka, yakni para sahabat Rasulullah SAW dan setiap orang yang mengikuti jalan
mereka.
4. Sedangkan rukun keempat, yakni kesanggupan mewujudkan hubungan dengan
negara (orang) lain, tercakup dalam penggalan akhir dari ayat."menyuruh berbuat
ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar", atau biasa diistilahkan sebagai
amar ma'ruf nahi mungkar, yang merupakan konsekuensi logis dari sebuah
kehidupan sosial yang melibatkan banyak pihak. Hakikat dari amar ma'ruf nahi
mungkar tersebut adalah upaya mewujudkan mashlahat bagi umat serta mencegah
mereka dari kerusakan. Muhammad Fathi Utsman menyatakan, unsur-unsur negara
Islam telah mencapai kesempurnaan berupa wilayah, rakyat dan pemerintah melalui
hijrah Rasulullah SAW ke Madinah.
1. Wilayah
Maksud dari wilayah adalah daerah dimana kekuasaan negara itu berlaku, termasuk
pada wilayah-wilayah yang berada dibawah kekuasaannya. Dengan kata lain,
kekuasaan itu tidak berlaku diluar batas wilayahnya karena akan menimbulkan
sangketa internasional, kendati sebagai pengecualian dikenal sebagai istilah daerah-
daerah ekstrateritorial yang artinya kekuasaan negara bisa berlaku di luar daerah
kekuasaannya. Misalnya ditempat kediaman kedutaan asing berlaku kekuasaan
5
negara asing tersebut. Oleh karena itu tidak jarang orang meminta suara politik
kepada kedutaan asing yang dalam beberapa hal tidak dapat diganggu gugat.
Masalah wilayah ini pada prinsipnya merupakan batas geografis dimana negara
masih memaksakan kekuasaannya, baik menggunakan kekerasan fisik secara sah,
jangkauan monopoli, maupun pemberlakuan ketentuan perundang-undangan yang
mengikat. Mudah dipahami bahwasanya masalah yang secara langsung berkaitan
dengan kewilayahan adalah tapal batas.
Wilayah suatu negara tidak hanya terbatas pada daratan, tetapi udara diatasnya dan
lautan disekelilingnya, sesuai ketentuan konvensi PBB tentang hukum laut tahun
1892.
2. Rakyat
Rakyat atau penduduk merupakan seseorang atau sekelompok orang yang karena
keberadaannya dalam wilayah tertentu, diwajibkan untuk mematuhi segenap
ketentuan perundangan yang berlaku dalam wilayah tersebut.
Ikatan seseorang yang menjadi warga negara itu menimbulkan suatu hak dan
kewajiban baginya. Karena hak dan kewajiban itu, maka kedudukan seorang warga
negara dapat disimpulkan dalam status positif,status nrgatif, status aktif dan status
pasif.
3. Pemerintahan
7
menggunakan konsep kemerdekaan (independence) untuk mendeskripsikan unsur
keempat ini.4
C. Bentuk-bentuk negara
Bentuk negara merupakan hal yang sangat penting dalam suatu negara. Hal ini di dasari
bahwa dalam kehidupan ketatanegaraan perlu adanya suatu hubungan yang jelas antara
pemerintah pusat dengan pemerintah daearah. Tujuan akhir dari adanya bentuk negara
adalah sebagai landasan dalam mewujudkan tujuan dari negara. Bentuk negara dalam suatu
negara menggaris bawahi secara jelas tentang tanggung jawab setiap pemerintah baik itu
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Dalam kehidupan ketatanegaraan negara-
negara di dunia dikenal dua bentuk negara yang sangat dominan dipakai oleh sebuah negara,
yaitu bentuk negara kesatuan dan bentuk negara federal. Dikatakan oleh Ni'matul Huda
"Negara kesatuan dideklarasikan oleh para pendirinya saat kemerdekaan dengan mengklaim
seluruh wilayahnya sebagai bagian dari suatu negara, negara tidak dibentuk berdasarkan
kesepakatan, setelah itu baru dibentuk wilayah atau daerah di bawahnya. Kewenangan yang
didapat oleh daerah merupakan pelimpahan dari pemerintah pusat untuk diatur sebagian.
Miriam Budiardjo menyatakan, bahwa negara kesatuan hanya ada satu pemerintah saja,
dalam negara ini ikatan serta integrasi sangat kokoh. Menurut Moh.
Kusnardi dan Bintan R. Saragih, disebut negara kesatuan apabila pemerintah pusat dan
pemerintah daerah tidak sama dan tidak sederajat, kekuasaan pusat lebih menonjol dan tidak
ada saingan bagi badan legislatif pusat dalam membuat Undang-undang, kekuasaan
pemerintah daerah hanya bersifat derivatif. Intinya negara kesatuan tidak mengenal ada
negara dalam negara, pemerintahan yang yang berdaulat hanya satu yakni pemerintah pusat.
Kekuasaan yang ada di tangan pemerintah daerah merupakan mandat atau wewenang dari
pusat dan tidak boleh hukum daerah bertentangan dengan hukum nasional, peraturan pusat
tidak lagi memerlukan pengakuan dari daerah.
4
Rapung, andi, dkk “ Unsur-Unsur Perspektif Al-Siyasah Al-Syari’yyah”, Jurnal Hukum Pidana Islam. Volume
4 No.1.2022.
8
Negara sendiri memiliki bentuk yang berbeda-beda. Secara umum, dalam konsep teori
modern, negara terbagi ke dalam dua bentuk: negara kesatuan (unitarianisme) dan negara
serikat (federasi). Negara kesatuan adalah bentuk suatu negara yang merdeka dan berdaulat,
dengan satu pemerintah pusat yang berkuasa dan mengatur seluruh daerah. Namun dalam
pelaksanaannya, negara kesatuan ini terbagi ke dalam dua macam sistem pemerintahan:
sentral dan otonomi.
Di samping dua bentuk ini, dari sisi pelaksana dan mekanisme pemilihannya, bentuk
negara dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok: monarki, oligarki, dan demokrasi.
Pemerintahan monarki adalah model pemerintahan yang dikepalai oleh raja atau ratu. Dalam
praktiknya, monarki memiliki dua jenis: monarki absolut dan monarki konstitusional.
Monarki absolut adalah model pemerintahan dengan kekuasaan tertinggi di tangan satu
orang raja atau ratu.
Termasuk dalam kategori ini adalah Arab Saudi. Adapun, monarki konsitusional adalah
pemerintahan yang kekuasaan kepala pemerintahannya (perdana menteri) dibatasi oleh
9
ketentuan-ketentuan konstitusi negara. Praktik monarki konstitusional ini adalah yang
paling banyak dipraktikkan di beberapa negara, seperti, Malaysia, Thailand, Jepang, dan
Inggris. Dalam model monarki konstitusional ini, kedudukan raja hanya sebatas simbol
negara."Model pemerintahan oligarki adalah pemerintahan yang dijalankan oleh beberapa
orang yang berkuasa dari golongan atau kelompok tertentu.
Diskursus tentang agama, politik dan negara telah berlangsung cukup lama di negara
kita ini. Secara khusus di dalam beberapa tahun terakhir ini, menjadi hangat dibicarakan,
terutama berkaitan dengan fenomena agama dan politik yang muncul di masyarakat
misalnya, dengan munculnya partai. Politik yang membawa bendera agama, munculnya
kerusakan-kerusakan sosial yang membongkar agama, politik dan negara. Secara konseptual
jelas bahwa tujuan Islam atau negara Islam adalah untuk menciptakan kedamaian bagi setiap
manusia untuk mengembangkan ketakwaan kepada Tuhan yang Maha Esa. Sedangkan,
negara secara mendalam menurut plato dan aristoteles yakni perlunya negara mempunyai
kekuasaan yang dominasi kekuasaan negara ini tidak lama dimaksudkan untuk mencegah
setiap kepentingan judusidan yang akan bertindak sewenang-wenang.
Hubungan Agama (Islam) dan negara dalam masalah ini merupakan salah satu isu
hangat karena sepanjang sejarah peradapan manusia agama dan negara merupakan dua
justikusi yang saling mempunyai pengaruh yang cukup kuat, hanya saja untuk kedua
justikusi yaitu hubungan agama dan negara terkadang manusia rela untuk mengorbankan
dirinya, dalam pandangan agama untuk memperoleh gelar syahrul atau syukada demikian
pula dalam pandangan kenegaraan manusia rela untuk memperoleh gelar sebagai pahlawan.
5
Ni’matul Huda, “Sejarah Ketatanegaraan Indonesia, Pilihan Atas Federalisme atau Negara Kesatuan”,
(Yogyakarta: UII Press, 2004) hal 22.
10
Dengan pengaruh dan sam kuat ini tidak jarang diantara keduanya terjadi pengkeokan
dan bahkan saling memanfaatkan dalam kurum waktu tertentu hanya sebagai ingin meraih
kekuasaan adan menciptakan bangsa islam. Akibatnya, pemikir politik cenderung
berkembang kearah yang diolah sejalan antara kelompok Islam dengan kelompok nasionalis
sekuler yang kebanyakan tokohnya juga beragama Islam. Kelompok nasionalis seluler tidak
pernah menyetujui hubungan antara agama dan negara, mereka menolak berdirinya negara
Islam sebagai mana yang diinginkan oleh "kelompok Islam". Memasuki pemerintahan orde
baru pemikiran politik kelompok "Islam politik" belum juga berubah tetap terobsesi dan
menginginkan berdirinya "Negara Islam".
Salah satu tokoh yakni Nurcholish Madjid, dilahirkan di sudut kampung kecil di Desa
Mojo Anyar Jombang, Jawa Timur pada tanggal 17 Maret 1939 atau 12 Muharram 1358 H.
Ayahnya bernama KH. Abdul Madjid yang hidup dalam tradisi pesantren tradisional,
dimana KH. Abdul Madjd merupakan kyai hasil godokan pesantren Tebu Ireng, dan
termasuk dalam keluarga besar Nahdatul Ulama (NU). Pendidikan dasar Nurcholish Madjid
ditempuh di dua sekolah tingkat dasar yaitu di Madrasah Al Wathoniyah yang dikelola oleh
ayahnya sendiri dan di sekolah Rakyat IV (SR IV) diMojo Anyar, Jombang Jawa Timur
Kemudian Nurcholish Madjid melanjutkan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di kota yang
sama. Jadi sejak di tingkat pendidikan dasar Nurcholish Madjid telah mengenal dua model
pendidikan Pertama, pendidikan dengan pola Madrasah dengan penggunaan kitab-kitab
kuning sebagai bahan rujukannya. Kedua, Nurcholish Madjid juga memperoleh pendidikan
umum secara memada sekaligus dengan metode pengajaran modem, pada masa pendidikan
dasar inilah khususnya di Madrasah Al Wathoniyah Nurcholish Madjid memperoleh nilai
tertinggi dan memperoleh juara kelas d Madrasah tersebut.6
6
Yusafrida Rasyidin, “Menjelajahi Pemikiran Politik Nurcholis Madjid Tentang Agama dan Negara” , Jurnal
Teropong Aspirasi Politik Islam (Lampung : UIN Raden Intan Lampung, 2020) hal 35-44.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Terkait hal tersebut, maka penulis harap untuk seluruh Mahasiswa bahwa
memahami beberapa hal diantaranya yaitu dalam hal mengetahui konsep dasar tentang
negara, unsur-unsur negara, bentuk-bentuk negara, dan negara dan agama. Berharap
kepada seluruh Mahasiswa dapat diterapkan pada pelajaran yang mudah ditemui atau
diamati dalam kehidupan dunia nyata, serta hendaknya para Mahasiswa dapat
menambahkan wawasan mengenai apa yang sudah dibahas melalui makalah ini.
12
DAFTAR PUSTAKA
13