Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

NEGARA
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Civic Education
Dosen Pengampu :
Eli Wulandari, M.Pd

Disusun Oleh Kelompok 2:

Dea Octaviani 2211102121

Latif 2211102071

Rosa Mulyani 2211102064

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SULTAN AJI MUHAMMAD IDRIS SAMARINDA

2023
KATA PENGANTAR
Untaian rasa syukur dengan menyebut nama-Mu ya Allah, Dzat yang telah
melimpahkan segala karunia-Nya kepada manusia. Dialah yang telah meninggikan
langit tanpa menyanggah dan telah menghamparkan bumi dengan segala kenikmatan
yang terkandung di dalamnya. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada
Nabi Muhammad SAW sang nabi pamungkas, seorang figur utama bagi kehidupan kini
dan tumpuan syafaat bagi kehidupan kelak. Sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini yang membahas tentang “NEGARA”.

Adapun makalah ini telah disusun dengan semaksimal mungkin dan tentunya
dengan penyusunan makalah ini tidak terlepas atas bantuan serta bimbingan dari
berbagai aspek, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah kali ini. Untuk itu
tidak lupa disampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak dan refrensi-refrensi
yang telah membantu dalam pembuatan makalah kali ini.

Terlepas dari itu, penulis menyadari sepenuhnya akan kekurangannya, baik dari
segi bahasa maupun aspek lainnya. oleh karena itu, penulis membuka tangan untuk para
pembaca yang ingin memberikan kritik dan saran demi perbaikan makalah ini telah
memberikan informasi dan manfaat untuk memperdalam wawasan dan pengetahuan
kita semua.

Samarinda, 21 Februari 2023

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i

DAFTAR ISI .............................................................................................................................ii

BAB I ......................................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah .............................................................................................................. 2

C. Tujuan Penulisan ................................................................................................................ 2

BAB II........................................................................................................................................ 3

PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 3

A. Konsep dasar tentang negara ............................................................................................. 3

B. Unsur-unsur negara ............................................................................................................ 4

C. Bentuk-bentuk negara ........................................................................................................ 8

D. Negara dan Agama .......................................................................................................... 10

BAB III .................................................................................................................................... 12

PENUTUP ............................................................................................................................... 12

A. Kesimpulan.................................................................................................................... 12

B. Saran .............................................................................................................................. 12

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Istilah negara diterjemahkan dari kata-kata asing Staat (bahasa Belanda dan
Jerman); State (bahasa Inggris); Etat (bahasa Prancis). Istilah Staat mempunyai sejarah
sendiri. Istilah itu mula-mula dipergunakan dalam abad ke-XV di Eropa Barat.
Anggapan umum yang diterima bahwa kata Staat (state, etat) itu dialihkan dari bahasa
Latin status atau statum.

Secara etimologis kata status itu dalam bahasa Latin Klasik adalah suatu istilah
abstrak yang menunjukan keadaan yang tegak dan tetap, atau sesuatu yang dimiliki
sifat-sifat yang tegak dan tegak itu.'

Kata "negara mempunyai dua arti. Pertama, negara adalah masyarakat atau
wilayah yang merupakan satu kesatuan politis. Dalam arti ini India, Korea Selatan, atau
Brazil merupakan negara. Kedua, negara adalah lembaga pusat yang menjamin kesatuan
politis itu, yang menata dan dengan demikian menguasai wilayah itu. Sementara itu
dalam ilmu politik, istilah "negara adalah agency (alat) dari masyarakat yang
mempunyai kekuasaan yang mengatur hubungan-hubungan manusia dalam masyarakat
dan menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat.

Didalam bukunya Politica Aristoteles merumuskan pandangannya tentang


negara. Menurutnya negara andalan persekutuan dari keluarga dan desa guna
memperoleh hidup yang sebaik-baiknya. Negara yang dimaksud adalah negara hukum
yang didalamnya terdapat sejumlah warga negara yang ikut serta dalam
permusyawaratan negara (ecclesia). Yang dimaksud negara hukum ialah negara yang
berdiri diatas hukum yang menjamin keadilan pada warga negaranya

Didirikannya negara untuk tujuan demikian bukan saja sebagai keharusan


rasional, melainkan jua agama Islam agaknya dinilai para politik Islam Klasik dan

1
pertengahan sebagai agama yang sejak awal yang menekankan aspek solidaritas sosial
yang karenanya memiliki relevansi dengan politik dan kemasyarakatan. Sampai saat ini
pemikiran politik Islam Klasik dan pertengahan, tidak ada satupun ahli yang
mempunyai pandangan agama dan negara harus dipisah. Semuanya berpandangan
agama mesti mengatur negara, supaya terjadi maslahat kepada masyarakatnya. Maka
oleh sebab itu, wajar jika isu hubungan agama dan negara menjadi persoalan
kontroversial, kalau bukan sebagai kesulitan besar dalam merumuskan jawabannya,
ketika kaum Muslimin bersentuhan dengan ide Barat tentang nation state yang sekuler
pada masa modern yang mengharuskan pemisahan agama dan negara. Bahkan, realitas
kontroversial itu, baik dalam teori maupun praktik, hingga saat ini masih terjadi.1

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar tentang negara?
2. Apa saja unsur-unsur negara?
3. Bagaimana bentuk-bentuk negara?
4. Apa hubungannya negara dan agama?

C. Tujuan Penulisan

a. Untuk mengetahui konsep dasar tentang negara.


b. Untuk mengetahui apa saja unsur-unsur negara.
c. Untuk mengetahui bentuk-bentuk negara.
d. Untuk mengetahui hunungan antara negara dan agama.

1
Ni’matul huda, “Ilmu Negara”. (Jakarta: Rajawali pers, 2013) hal 8.
2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep dasar tentang negara

1. Negara

Istilah negara merupakan terjemahan dari beberapa kata asing: state (Inggris), staat
(Belanda dan Jerman), atau etar (Perancis). Secara terminologi, negara diartikan sebagai
organisasi tertinggi di antara satu kelompok masyarakat yang memiliki cita-cita untuk
bersatu, hidup di dalam suatu kawasan , dan mempunyai pemerintahan yang berdaulat.
Pengertian ini mengandung nilai konstitutif yang pada galibnya dimiliki oleh suatu negara
berdaulat: masyarakat (rakyat), wilayah, dan pemerintahan yang berdaulat. Ketiga unsur ini
perlu ditunjang dengan unsur lainnya seperti adanya konstitusi dan pengakuan dunia
internasional yang oleh Mahfud M.D. disebut dengan unsur deklaratif.2

Rakyat dalam pengertian keberadaan suatu negara adalah sekumpulan manusia yang
dipersatukan oleh persamaan dan bersama-sama mendiami suatu wilayah tertentu. Tidak
bisa dibayangkan jika ada suatu negara tanpa rakyat. Hal ini mengingat rakyat atau warga
negara adalah dasar personel dari negara. Adapun wilayah adalah unsur negara yang harus
terpenuhi karena tidak mungkin ada negara tanpa batas-batas teritorial yang jelas. Secara
umum, wilayah dalam sebuah negara biasanya mencakup daratan, perairan (samudra, laut,
dan sungai), dan udara. Dalam konsep negara modern masing-masing batas wilayah tersebut
diatur dalam perjanjian dan perundang-undangan internasional.

Sedangkan pemerintah adalah alat kelengkapan negara yang bertugas memimpin


organisasi negara untuk mencapai tujuan bersama didirikannya sebuah negara. Pemerintah
melalui aparat dan alat-alat negara, yang menetapkan hukum, melaksanakan ketertiban dan
keamanan, mengadakan perdamaian dan lainnya dalam rangka mewujudkan kepentingan
warga negaranya yang beragam. Untuk mewujudkan cita-cita bersama tersebut dijumpai

2
A. Ubaudillah , Abdul Rozak,” pendidikan kewarganegaraan” ( Civic Education , Jakarta: Kencana 2012) hal
120.
3
bentuk-bentuk negara dan pemerintahan. Pada umumnya, nama sebuah negara identik
dengan model pemerintahan yang dijalankannya, misalnya, negara demokrasi dengan sistem
pemerintahan parlementer atau presidensial. Ketiga unsur ini dilengkapi dengan unsur
negara lainnya,konstitusi. Unsur pengakuan oleh negara lain hanya bersifat menerangkan
tentang adanya negara. Hal ini hanya bersifat deklaratif, bukan konstutif, sehingga tidak
bersifat mutlak. Ada dua macam pengakuan suatu negara, yakni pengakuan de facto dan
pengakuan de jure. Pengakuan de facto ialah pengakuan atas fakta adanya negara.
Pengakuan ini didasarkan adanya fakta bahwa suatu masyarakat politik telah memenuhi tiga
unsur utama negara (wilayah, rakyat, dan pemerintah yang berdaulat).

Adapun pengakuan de jure merupakan pengakuan akan sahnya suatu negara atas
dasar pertimbangan yuridis menurut hukum. Dengan memperoleh pengakuan de jure, maka
suatu negara mendapat hak-haknya di samping kewajiban sebagai anggota keluarga bangsa
sedunia. Hak dan kewajiban dimaksud adalah hak dan kewajiban untuk bertindak dan
diberlakukan sebagai suatu negara yang berdaulat penuh di antara negara-negara lain.3

B. Unsur-unsur negara

Unsur-unsur Negara Menurut Surah Al-Hajj Ayat 41 Berkenaan dengan unsur-unsur


negara dalam Islam, kita menemukan bahwa kendati persoalan ini tidak disebutkan secara
spesifik dalam Al-Qur'an dan Al-Sunnah. Akan tetapi, terdapat sebuah isyarat yang
menunjukkan akan keharusan bagi sebuah negara untuk memenuhi unsur-unsur tersebut.
Isyarat tersebut terdapat dalam firman Allah Ta'ala dalam surah al-Hajj Ayat 41, Allah Ta'ala
berfirman: "(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka (at- tamkin) di
muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat
ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar". Dari ayat Al-Qur'an di atas ditemukan
sakurangnya ada empat unsur bagi tegaknya sebuah kedaulatan di muka bumi Kedaulatan
di sini bisa saja diarahkan pada makna negara. Unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut:

3
M. Solly Lubis, “ Asas- Asas Hukum Tata Negara”, (Bandung: Alumni, 1982), hal 15.
4
1. Unsur pertama yang disebutkan dalam ayat ini adalah "al-tamkin" atau peneguhan
kedudukan, yang berarti adanya kekuasaan (pemerintah) yang hukumnya mengikat
Al-Thabari (w. 310 H) berkata tentang ayat ini, maknanya adalah: "Kami teguhkan
mereka di dalam negeri serta menjadikan mereka menang atas kaum musyrikin.
2. Rukun kedua disebutkan melalui ibarat "al-ardhi" atau permukaan bumi. Kata al-
ardhi dalam ayat ini diarahkan pada makna negeri atau al-daar.
3. Rukun ketiga, yakni rakyat maka ia tercakup dalam kata sambung (isim maushul)
dan kata ganti (dhomir) pada firman Allah "alladzina" yakni orang- orang dan
"makkannahum", "hum" merupakan kata ganti orang ketiga jamak yang artinya
mereka, yakni para sahabat Rasulullah SAW dan setiap orang yang mengikuti jalan
mereka.
4. Sedangkan rukun keempat, yakni kesanggupan mewujudkan hubungan dengan
negara (orang) lain, tercakup dalam penggalan akhir dari ayat."menyuruh berbuat
ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar", atau biasa diistilahkan sebagai
amar ma'ruf nahi mungkar, yang merupakan konsekuensi logis dari sebuah
kehidupan sosial yang melibatkan banyak pihak. Hakikat dari amar ma'ruf nahi
mungkar tersebut adalah upaya mewujudkan mashlahat bagi umat serta mencegah
mereka dari kerusakan. Muhammad Fathi Utsman menyatakan, unsur-unsur negara
Islam telah mencapai kesempurnaan berupa wilayah, rakyat dan pemerintah melalui
hijrah Rasulullah SAW ke Madinah.

Unsur Negara Menurut Hukum Internasional, menurut pakar-pakar hukum


internasional menyebutkan bahwa sebuah negara berdaulat menjadi tanggap jika memenuhi
empat unsur asasi, sebagai berikut:

1. Wilayah

Maksud dari wilayah adalah daerah dimana kekuasaan negara itu berlaku, termasuk
pada wilayah-wilayah yang berada dibawah kekuasaannya. Dengan kata lain,
kekuasaan itu tidak berlaku diluar batas wilayahnya karena akan menimbulkan
sangketa internasional, kendati sebagai pengecualian dikenal sebagai istilah daerah-
daerah ekstrateritorial yang artinya kekuasaan negara bisa berlaku di luar daerah
kekuasaannya. Misalnya ditempat kediaman kedutaan asing berlaku kekuasaan

5
negara asing tersebut. Oleh karena itu tidak jarang orang meminta suara politik
kepada kedutaan asing yang dalam beberapa hal tidak dapat diganggu gugat.

Masalah wilayah ini pada prinsipnya merupakan batas geografis dimana negara
masih memaksakan kekuasaannya, baik menggunakan kekerasan fisik secara sah,
jangkauan monopoli, maupun pemberlakuan ketentuan perundang-undangan yang
mengikat. Mudah dipahami bahwasanya masalah yang secara langsung berkaitan
dengan kewilayahan adalah tapal batas.

Wilayah suatu negara tidak hanya terbatas pada daratan, tetapi udara diatasnya dan
lautan disekelilingnya, sesuai ketentuan konvensi PBB tentang hukum laut tahun
1892.

2. Rakyat

Rakyat atau penduduk merupakan seseorang atau sekelompok orang yang karena
keberadaannya dalam wilayah tertentu, diwajibkan untuk mematuhi segenap
ketentuan perundangan yang berlaku dalam wilayah tersebut.

Terdapat beberapa istilah yang erat pengertiannya dengan rakyat, diantaranya


rumpun (ras), bangsa (volks) dan nazi (naite). Al-Syizari berkata : ketahuilah,
bahwasanya rakyat merupakan rukun (unsur) yang sangat spesifik dalam unsur-unsur
sebuah negara.

Ikatan seseorang yang menjadi warga negara itu menimbulkan suatu hak dan
kewajiban baginya. Karena hak dan kewajiban itu, maka kedudukan seorang warga
negara dapat disimpulkan dalam status positif,status nrgatif, status aktif dan status
pasif.

3. Pemerintahan

Pemerintah merupakan elemen penting bagi keberadaan suatu negara. Pemerintah


dalam hal ini dapat terdiri dari seorang atau beberapa orang yang mewakili rakyat
untuk memerintah menurut hukum negaranya. Keberadaan pemerintah disyaratkan
sekurang-kurangnya pada waktu atau setelah negara yang bersangkutan menyatakan
kemerdekaannya.
6
Dalam sistem Islam, pemerintah kebanyakan diartikan sebagai khalifah, raja atau
sultan yang bekerja mengatur segala persoalan yang menyangkut urusan rakyat dan
negara. Adapun dalam sistem negara modem pemerintah merupakan organisasi yang
berwenang untuk memutuskan dan melaksanakan keputusan- keputusan yang
mengikat bagi seluruh penduduk yang berada dalam wilayahnya. Pemerintah
diartikan secara luas yang mencakup semua badan-badan negara. Satu hal yang perlu
diperhatikan, bahwa pemerintah yang berkuasa harus diakui oleh rakyatnya karena
pada hakikatnya pemerintah merupakan wakil dari rakyat schingga pemerintah dapat
berdiri dengan stabil.

Penggunaan konsep "negara" dan "pemerintah" seringkali disamakan sehingga


menimbulkan kerancuan arti. Pada kenyataannya menurut Heywood, kedua konsep
ini memiliki perbedaan, antara lain:

a. Ruang lingkup negara lebih luas (extensive) dibanding pemerintah. Pemerintah


adalah bagian dari negara yang terdiri atas semua institusi pada ruang publik dan
meliputi semua anggota komunitas tersebut yang sering disebut sebagai warga
negara.
b. Negara adalah entitas yang kontinyu bahkan sering kali permanen sedangkan
pemerintah bersifat sementara karena terus-menerus berganti dimana sister
pemerintahan bisa mengalami perubahan.
c. Pemerintah adalah alat pelaksana otoritas negara dimana dalam perumusan dan
penyelenggaraan kebijakan, pemerintah berfungsi sebagai otak negara serta
mewakili keberadaan negara.
d. Kemampuan mengadakan hubungan dengan negara lain.
Kemampuan mengadakan hubungan dengan negara lain sesungguhnya merupakan
elemen faktual. Oleh karena itu, unsur ini dipandang sebagai konsekuensi
kenegaraan, dan bukan merupakan elemen konstitutif bagi keberadaan suatu
negara.

Oppenheim-Lauterpacht menggunakan konsep kedaulatan untuk memaknai unsur


"kemampuan mengadakan hubungan dengan negara lain", sementara Shaw

7
menggunakan konsep kemerdekaan (independence) untuk mendeskripsikan unsur
keempat ini.4

C. Bentuk-bentuk negara

Bentuk negara merupakan hal yang sangat penting dalam suatu negara. Hal ini di dasari
bahwa dalam kehidupan ketatanegaraan perlu adanya suatu hubungan yang jelas antara
pemerintah pusat dengan pemerintah daearah. Tujuan akhir dari adanya bentuk negara
adalah sebagai landasan dalam mewujudkan tujuan dari negara. Bentuk negara dalam suatu
negara menggaris bawahi secara jelas tentang tanggung jawab setiap pemerintah baik itu
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Dalam kehidupan ketatanegaraan negara-
negara di dunia dikenal dua bentuk negara yang sangat dominan dipakai oleh sebuah negara,
yaitu bentuk negara kesatuan dan bentuk negara federal. Dikatakan oleh Ni'matul Huda
"Negara kesatuan dideklarasikan oleh para pendirinya saat kemerdekaan dengan mengklaim
seluruh wilayahnya sebagai bagian dari suatu negara, negara tidak dibentuk berdasarkan
kesepakatan, setelah itu baru dibentuk wilayah atau daerah di bawahnya. Kewenangan yang
didapat oleh daerah merupakan pelimpahan dari pemerintah pusat untuk diatur sebagian.
Miriam Budiardjo menyatakan, bahwa negara kesatuan hanya ada satu pemerintah saja,
dalam negara ini ikatan serta integrasi sangat kokoh. Menurut Moh.

Kusnardi dan Bintan R. Saragih, disebut negara kesatuan apabila pemerintah pusat dan
pemerintah daerah tidak sama dan tidak sederajat, kekuasaan pusat lebih menonjol dan tidak
ada saingan bagi badan legislatif pusat dalam membuat Undang-undang, kekuasaan
pemerintah daerah hanya bersifat derivatif. Intinya negara kesatuan tidak mengenal ada
negara dalam negara, pemerintahan yang yang berdaulat hanya satu yakni pemerintah pusat.
Kekuasaan yang ada di tangan pemerintah daerah merupakan mandat atau wewenang dari
pusat dan tidak boleh hukum daerah bertentangan dengan hukum nasional, peraturan pusat
tidak lagi memerlukan pengakuan dari daerah.

4
Rapung, andi, dkk “ Unsur-Unsur Perspektif Al-Siyasah Al-Syari’yyah”, Jurnal Hukum Pidana Islam. Volume
4 No.1.2022.
8
Negara sendiri memiliki bentuk yang berbeda-beda. Secara umum, dalam konsep teori
modern, negara terbagi ke dalam dua bentuk: negara kesatuan (unitarianisme) dan negara
serikat (federasi). Negara kesatuan adalah bentuk suatu negara yang merdeka dan berdaulat,
dengan satu pemerintah pusat yang berkuasa dan mengatur seluruh daerah. Namun dalam
pelaksanaannya, negara kesatuan ini terbagi ke dalam dua macam sistem pemerintahan:
sentral dan otonomi.

a. Negara kesatuan dengan sistem sentralisasi adalah sistem pemerintahan yang


langsung dipimpin oleh pemerintah pusat, sementara pemerintah daerah di
bawahnya melaksanakan kebijakan pemerintah pusat. Model pemerintahan Orde
Baru di bawah pemerintahan Presiden Soeharto adalah salah satu contoh sistem
pemerintahan model ini.
b. Negara kesatuan dengan sistem desentralisasi adalah kepala daerah diberikan
kesempatan dan kewenangan untuk mengurus urusan pemerintah di wilayahnya
sendiri. Sistem ini dikenal dengan istilah otonomi daerah atau swatantra. Sistem
pemerintahan negara Malaysia dan pemerintahan pasca-Orde Baru di Indonesia
dengan sistem otonomi khusus dapat dimasukkan ke model ini. Negara serikat atau
federasi merupakan bentuk negara gabungan yang terdiri dari beberapa negara
bagian dari sebuah negara serikat. Pada mulanya I negara-negara bagian tersebut
merupakan negara yang merdeka, berdaulat. dan berdiri sendiri. Setelah
menggabungkan diri dengan negara serikat, dengan sendirinya negara tersebut
melepaskan sebagian dari kekuasaannya dan menyerahkannya kepada negara
serikat.

Di samping dua bentuk ini, dari sisi pelaksana dan mekanisme pemilihannya, bentuk
negara dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok: monarki, oligarki, dan demokrasi.
Pemerintahan monarki adalah model pemerintahan yang dikepalai oleh raja atau ratu. Dalam
praktiknya, monarki memiliki dua jenis: monarki absolut dan monarki konstitusional.
Monarki absolut adalah model pemerintahan dengan kekuasaan tertinggi di tangan satu
orang raja atau ratu.

Termasuk dalam kategori ini adalah Arab Saudi. Adapun, monarki konsitusional adalah
pemerintahan yang kekuasaan kepala pemerintahannya (perdana menteri) dibatasi oleh

9
ketentuan-ketentuan konstitusi negara. Praktik monarki konstitusional ini adalah yang
paling banyak dipraktikkan di beberapa negara, seperti, Malaysia, Thailand, Jepang, dan
Inggris. Dalam model monarki konstitusional ini, kedudukan raja hanya sebatas simbol
negara."Model pemerintahan oligarki adalah pemerintahan yang dijalankan oleh beberapa
orang yang berkuasa dari golongan atau kelompok tertentu.

Pemerintahan model demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang bersandar pada


kedaulatan rakyat atau mendasarkan kekuasaannya pada pilihan dan kehendak rakyat
melalui mekanisme pemilihan umum (pemilu).5

D. Negara dan Agama

Diskursus tentang agama, politik dan negara telah berlangsung cukup lama di negara
kita ini. Secara khusus di dalam beberapa tahun terakhir ini, menjadi hangat dibicarakan,
terutama berkaitan dengan fenomena agama dan politik yang muncul di masyarakat
misalnya, dengan munculnya partai. Politik yang membawa bendera agama, munculnya
kerusakan-kerusakan sosial yang membongkar agama, politik dan negara. Secara konseptual
jelas bahwa tujuan Islam atau negara Islam adalah untuk menciptakan kedamaian bagi setiap
manusia untuk mengembangkan ketakwaan kepada Tuhan yang Maha Esa. Sedangkan,
negara secara mendalam menurut plato dan aristoteles yakni perlunya negara mempunyai
kekuasaan yang dominasi kekuasaan negara ini tidak lama dimaksudkan untuk mencegah
setiap kepentingan judusidan yang akan bertindak sewenang-wenang.

Hubungan Agama (Islam) dan negara dalam masalah ini merupakan salah satu isu
hangat karena sepanjang sejarah peradapan manusia agama dan negara merupakan dua
justikusi yang saling mempunyai pengaruh yang cukup kuat, hanya saja untuk kedua
justikusi yaitu hubungan agama dan negara terkadang manusia rela untuk mengorbankan
dirinya, dalam pandangan agama untuk memperoleh gelar syahrul atau syukada demikian
pula dalam pandangan kenegaraan manusia rela untuk memperoleh gelar sebagai pahlawan.

5
Ni’matul Huda, “Sejarah Ketatanegaraan Indonesia, Pilihan Atas Federalisme atau Negara Kesatuan”,
(Yogyakarta: UII Press, 2004) hal 22.
10
Dengan pengaruh dan sam kuat ini tidak jarang diantara keduanya terjadi pengkeokan
dan bahkan saling memanfaatkan dalam kurum waktu tertentu hanya sebagai ingin meraih
kekuasaan adan menciptakan bangsa islam. Akibatnya, pemikir politik cenderung
berkembang kearah yang diolah sejalan antara kelompok Islam dengan kelompok nasionalis
sekuler yang kebanyakan tokohnya juga beragama Islam. Kelompok nasionalis seluler tidak
pernah menyetujui hubungan antara agama dan negara, mereka menolak berdirinya negara
Islam sebagai mana yang diinginkan oleh "kelompok Islam". Memasuki pemerintahan orde
baru pemikiran politik kelompok "Islam politik" belum juga berubah tetap terobsesi dan
menginginkan berdirinya "Negara Islam".

Salah satu tokoh yakni Nurcholish Madjid, dilahirkan di sudut kampung kecil di Desa
Mojo Anyar Jombang, Jawa Timur pada tanggal 17 Maret 1939 atau 12 Muharram 1358 H.
Ayahnya bernama KH. Abdul Madjid yang hidup dalam tradisi pesantren tradisional,
dimana KH. Abdul Madjd merupakan kyai hasil godokan pesantren Tebu Ireng, dan
termasuk dalam keluarga besar Nahdatul Ulama (NU). Pendidikan dasar Nurcholish Madjid
ditempuh di dua sekolah tingkat dasar yaitu di Madrasah Al Wathoniyah yang dikelola oleh
ayahnya sendiri dan di sekolah Rakyat IV (SR IV) diMojo Anyar, Jombang Jawa Timur
Kemudian Nurcholish Madjid melanjutkan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di kota yang
sama. Jadi sejak di tingkat pendidikan dasar Nurcholish Madjid telah mengenal dua model
pendidikan Pertama, pendidikan dengan pola Madrasah dengan penggunaan kitab-kitab
kuning sebagai bahan rujukannya. Kedua, Nurcholish Madjid juga memperoleh pendidikan
umum secara memada sekaligus dengan metode pengajaran modem, pada masa pendidikan
dasar inilah khususnya di Madrasah Al Wathoniyah Nurcholish Madjid memperoleh nilai
tertinggi dan memperoleh juara kelas d Madrasah tersebut.6

6
Yusafrida Rasyidin, “Menjelajahi Pemikiran Politik Nurcholis Madjid Tentang Agama dan Negara” , Jurnal
Teropong Aspirasi Politik Islam (Lampung : UIN Raden Intan Lampung, 2020) hal 35-44.
11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Negara bisa diartikan dengan organisasi tertinggi diantara satu kelompok


masyarakat yang mempunyai cita- cita untuk bersatu, hidup di dalam daerah tertentu
dan mempunyai pemerintah daewrah yang berdaulat. Unsur pembentuk negara adalah
konstitutif yang meliputi rakyat, wilayah, atau daerah, pemerintah yang berdaulat. Dan
unsur deklaratif (pengakuan dari negara lain) dan bentuk-bentuk negara antara lain
negara kesatuan dan negara serikat.
Teori-teori terbentuknya suatu negara meliputi teori kontrak sosial, teori
ketuhanan, teori kekuatan, teori organis, dan teori historis.hubungan agama antara
negara diindonesia secara umum dapat di golongkan kedalam dua 2 bagian, yakni
hubungan agama dan negara yang bersifat antagonistic dan hubungan agama dan negara
yang bersifat akomodatif.

B. Saran

Terkait hal tersebut, maka penulis harap untuk seluruh Mahasiswa bahwa
memahami beberapa hal diantaranya yaitu dalam hal mengetahui konsep dasar tentang
negara, unsur-unsur negara, bentuk-bentuk negara, dan negara dan agama. Berharap
kepada seluruh Mahasiswa dapat diterapkan pada pelajaran yang mudah ditemui atau
diamati dalam kehidupan dunia nyata, serta hendaknya para Mahasiswa dapat
menambahkan wawasan mengenai apa yang sudah dibahas melalui makalah ini.

12
DAFTAR PUSTAKA

Huda Ni’matul, “Ilmu Negara”. (Jakarta: Rajawali pers, 2013).


Ubaudillah A. , Rozak Abdul,” pendidikan kewarganegaraan” ( Civic Education , Jakarta:
Kencana 2012)
Lubis Solly M., “ Asas- Asas Hukum Tata Negara”, (Bandung: Alumni, 1982).
Rapung, Andi, dkk “Unsur-Unsur Perspektif Al-Siyasah Al-Syari’yyah”, Jurnal Hukum Pidana
Islam. Volume 4 No.1 2022.
Huda Ni’matul, “Sejarah Ketatanegaraan Indonesia, Pilihan Atas Federalisme atau Negara
Kesatuan”, (Yogyakarta: UII Press, 2004).
Rasyidin Yusafrida, “Menjelajahi Pemikiran Politik Nurcholis Madjid Tentang Agama dan
Negara” , Jurnal Teropong Aspirasi Politik Islam (Lampung : UIN Raden Intan
Lampung, 2020).

13

Anda mungkin juga menyukai