Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH PENDIDIKAN

KEWARGANEGARAAN
“NEGARA”
Disusun untuk memenuhi tugas Pendidikan Kewarganegaraan
Dosen Pengampu : Drs. Somantri, M.Pd.I.

Disusun oleh :
Kanaia Maharani (11122010)
Najwa Kamila (11122020)
Siti Aisyah (11122030)

SEKOLAH TINGGI FARMASI MUHAMMADIYAH CIREBON


2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang hingga saat ini masih memberikan kita
nikmat iman dan kesehatan, sehingga penulis diberi untuk menyelesaikan makalah tentang
“NEGARA”.
Makalah ini ditulis untuk memenuhi syarat nilai mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.
Tak lupa penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada setiap
pihak yang telah mendukung serta membantu penulis selama proses penyelesaian tugas
kelompok ini hingga selesainya makalah ini.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan pada Bapak Drs. Somantri, M.Pd.I. selaku dosen
pengampu atas bimbingan dan tugas yang diberikan.
Demikian makalah ini kami buat, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan, atau pun
adanya ketidaksesuaian materi yang kami angkat pada makalah ini, kami mohon maaf. Tim
penulis menerima kritik dan saran seluas-luasnya dari pembaca agar bisa membuat karya
makalah yang lebih baik pada kesempatan berikutnya.

Cirebon, 28 Maret 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar tentang Negara
2.2 Unsur-unsur Negara
2.3 Teori tentang Terbentuknya Negara

2.4 Bentuk-bentuk Negara

2.5 Negara dan Agama

2.6 Konsep Relasi Agama dan Negara dalam Islam

2.7 Hubungan Islam dan Negara di Indonesia

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Istilah negara diterjemahkan dari kata-kata asing Staat (bahasa Belanda dan Jerman); State
(bahasa Inggris); Etat (bahasa Prancis). Istilah Staat mempunyai sejarah sendiri. Istilah itu
mula-mula dipergunakan dalam abad ke- 15 di Eropa Barat. Anggapan umum yang diterima
bahwa kata Staat (state, etat) itu dialihkan dari bahasa Latin status atau statum.

Secara etimologis kata status itu dalam bahasa Latin Klasik adalah suatu istilah abstrak
yang menunjukan keadaan yang tegak dan tetap, atau sesuatu yang dimiliki sifat-sifat yang
tegak dan tegak itu.1 Kata “negara” mempunyai dua arti. Pertama, negara adalah masyarakat
atau wilayah yang merupakan satu kesatuan politis.

Dalam arti ini India, Korea Selatan, atau Brazil merupakan negara. Kedua, negara adalah
lembaga pusat yang menjamin kesatuan politis itu, yang menata dan dengan demikian
menguasai wilayah itu. Sementara itu dalam ilmu politik, istilah “negara” adalah agency (alat)
dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan yang mengatur hubungan-hubungan manusia
dalam masyarakat dan menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat.

Di dalam bukunya Politica Aristoteles merumuskan pandangannya tentang negara.


Menurutnya negara adalan persekutuan dari keluarga dan desa guna memperoleh hidup yang
sebaik-baiknya. Negara yang dimaksud adalah negara hukum yang didalamnya terdapat
sejumlah warga negara yang ikut serta dalam permusyawaratan negara (ecclesia). Yang
dimaksud negara hukum ialah negara yang berdiri diatas hukum yang menjamin keadilan
pada warga negaranya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah pengertian Negara?
2. Apa saja unsur-unsur Negara?
3. Bagaimana teori tentang terbentuknya Negara?
4. Apa saja bentuk-bentuk Negara?
5. Bagaimana hubungan Negara dan Agama?
6. Bagaimana konsep relasi Agama dan Negara dalam Islam?
7. Bagaimana hubungan Islam dan Negara di Indonesia?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Negara.
2. Untuk mengetahui unsur dan teori terbentuknya Negara.
3. Untuk mengetahui hubungan Negara dan Agama.
4. Untuk mengetahui hubungan Islam dan Negara di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar tentang Negara


Istilah negara merupakan terjemahan dari beberapa kata asing: state (Inggris), staat
(Belanda dan Jerman), atau etat (Perancis). Secara terminologi, negara diartikan sebagai
organisasi tertinggi di antara satu kelompok masyarakat yang memiliki cita-cita untuk bersatu,
hidup di dalam suatu kawasan, dan mempunyai pemerintahan yang berdaulat. Pengertian ini
mengandung nilai konstitutif yang pada galibnya dimiliki oleh suatu negara berdaulat:
masyarakat (rakyat), wilayah, dan pemerintahan yang berdaulat. Ketiga unsur ini perlu
ditunjang dengan unsur lainnya seperti adanya konstitusi dan pengakuan dunia internasional
yang oleh Mahfud M.D. disebut dengan unsur deklaratif.

Rakyat dalam pengertian keberadaan suatu negara adalah sekumpulan manusia yang
dipersatukan oleh persamaan dan bersama-sama mendiami suatu wilayah tertentu. Tidak bisa
dibayangkan jika ada suatu negara tanpa rakyat. Hal ini mengingat rakyat atau warga negara
adalah substratum personel dari negara.

Adapun wilayah adalah unsur negara yang harus terpenuhi karena tidak mungkin ada
negara tanpa batas-batas teritorial yang jelas. Secara umum, wilayah dalam sebuah negara
biasanya mencakup daratan, perairan (samudra, laut, dan sungai), dan udara. Dalam konsep
negara modern masing-masing batas wilayah tersebut diatur dalam perjanjian dan perundang-
undangan internasional.

Sedangkan pemerintah adalah alat kelengkapan negara yang bertugas memimpin


organisasi negara untuk mencapai tujuan bersama didirikannya sebuah negara. Pemerintah,
melalui aparat dan alat-alat negara, yang menetapkan hukum, melaksanakan ketertiban dan
keamanan, mengadakan perdamaian dan lainnya dalam rangka mewujudkan kepentingan
warga negaranya yang beragam. Untuk mewujudkan cita-cita bersama tersebut dijumpai
bentuk-bentuk negara dan pemerintahan. Pada umumnya, nama sebuah negara identik dengan
model pemerintahan yang dijalankannya, misalnya, negara demokrasi dengan sistem
pemerintahan parlementer atau presidensial. Ketiga unsur ini dilengkapi dengan unsur negara
lainnya, konstitusi.
Unsur pengakuan oleh negara lain hanya bersifat menerangkan tentang adanya negara. Hal
ini hanya bersifat deklaratif, bukan konstutif, sehingga tidak bersifat mutlak. Ada dua macam
pengakuan suatu negara, yakni pengakuan de facto dan pengakuan de jure. Pengakuan de
facto ialah pengakuan atas fakta adanya negara. Pengakuan ini didasarkan adanya fakta bahwa
suatu masyarakat politik telah memenuhi tiga unsur utama negara (wilayah, rakyat, dan
pemerintah yang berdaulat). Adapun pengakuan de jure merupakan pengakuan akan sahnya
suatu negara atas dasar pertimbangan yuridis menurut hukum. Dengan memperoleh
pengakuan de jure, maka suatu negara mendapat hak-haknya di samping kewajiban sebagai
anggota keluarga bangsa sedunia. Hak dan kewajiban dimaksud adalah hak dan kewajiban
untuk bertindak dan diberlakukan sebagai suatu negara yang berdaulat penuh di antara
negara-negara lain.

2.2 Unsur-unsur Negara


Unsur untuk melengkapi arti negara perlu kiranya diuraikan unsur - unsur negara ada
bagiannya untuk menjadi negara itu ada. Unsur - unsur negara dikenal dalam tiga hal yaitu :

1. Rakyat

Rakyat adalah semua orang yang menjadi penghuni suatu negara. Tanpa rakyat mustahil
negara akan terbentuk. Leacock mengatakan bahwa, "Negara tidak akan berdiri tanpa adanya
sekelompok orang yang mendiami bumi ini".

Rakyat terdiri dari penduduk dan bukan penduduk. Penduduk ialah semua orang yang ingin
menetap disebuah wilayah atau negara tertentu. Mereka yang ada dalam wilayah yang
bertujuan tidak ingin menetap, tidak dapat disebut penduduk. Misalnya orang yang ingin
berkunjung karena wisata. Dan ada juga beberapa istilah yang erat dengan pengertian rakyat
yaitu :

a) Rumpun (ras)

Rumpun diartikan sebagai sekumpulan manusia yang merupakan suatu kesatuan karena
mempunyai ciri - ciri jasmani yang sama, seperti warna kulit warna rambut, dan lainnya.
Karena persamaannya ciri - ciri jasmani itu maka penduduk dunia dibagi dalam macam -
macam rumpun, seperti rumpun melayu, rumpun kuning, rumpun putih, dan sebagainya.

b) Bangsa ( volks)
Bangsa diartikan sebagai kumpulan manusia yang merupakan satu kesatuan karena
mempunyai perasaan kebudayaan. Misalnya : bahasa adat kebiasaan, agama dan sebagainya.

c) Nazi ( natie)

Natie juga sering disebut sebagai bangsa akan tetapi mempunyai ciri-ciri yang berbeda. Natie
diartikan sebagai sekumpulan manusia yang merupakan suatu kesatuan karena mempunyai
kesatuan politik yang sama. Ciri jasmaniah maupun kebudayaan bukan syarat mutlak bagi
terbentuknya suatu bangsa (natie). Oleh karena itu disebut sebagai nasional oleh karena,
negara didirikan atas keadaan nasional. Maka rakyat mempunyai arti yang netral dan rakyat
sebagai salah satu unsur dari pada negara harus dihubungkan dengan ikatannya dengan
negara, oleh karena itu rakyat harus dimaksudkan sebagai warga negara. Ikatan warga negara
tersebut menimbulkan hak dan kewajiban baginya.

2. Wilayah

Wilayah adalah sebagian permukaan bumi yang punya karakteristik tertentu sehingga tempat
tersebut memiliki perbedaan dengan wilayah lain.
Wilayah tertentu ialah batas wilayah dimana kekuasaan negara itu tidak berlaku diluar batas
wilayahnya karena bisa menimbulkan sengketa internasional, walaupun sebagai pengecualian
dikenal apa yang disebut daerah ekstrateritorial yang artinya kekuasaan negara bisa berlaku
diluar daerah kekuasaannya sebagai pengecualian misalnya ditempat kediaman kedutaan
asing berlaku kekuasaan negara asing itu. Mengenai batas wilayah negara itu orang tidak
dapat melihat dalam Undang-Undang Dasar Negara, tapi merupakan pernjanjian (traktat)
antara dua negara atau lebih yang berkepentingan dan biasanya merupakan negara tetangga.
Jika hanya antara dua negara maka perjanjian tersebut bersifat billateral. Jika lebih maka sifat
perjanjian tersebut multilateral. Wilayah/teritori mempunyai arti luas yang meliputi: Udara,
Darat dan Laut. Ketiganya ditentukan oleh perjanjian internasional.

Karaktersitik wilayah bisa berupa kondisi alam, ekonomi, demografi, dan sosial-budaya.
Beberapa contoh wilayah yang ada di permukaan bumi antara lain:

 Wilayah hutan hujan tropis (region alamiah)

 Amerika latin (region budaya)

 Kepulauan Wallacea (region fauna)

 Corn belt (region pertanian)


 Zona dataran rendah Jakarta (region fisiografi)

Secara umum suatu wilayah terbagi menjadi dua, yaitu:

1. Wilayah formal

Wilayah ini identik dengan definisi wilayah secara umum, yaitu suatu daerah atau kawasan di
muka bumi yang memiliki karakteristik yang khas sehingga dapat dibedakan dari wilayah lain
di sekitarnya. Contoh wilayah formal adalah dataran tinggi, perkebunan, serta wilayah tropis.

2. Wilayah fungsional

Suatu kawasan yang terdiri atas beberapa pusat wilayah yang berbeda fungsinya. Contoh jelas
dari wilayah fungsional adalah perkotaan. Dilihat dari konsepnya, wilayah perkotaan terdiri
atas tiga komponen, yaitu:

1) Nodus atau inti, yang merupakan pusat kota.

2) Internal area (hinterland), wilayah sekitar kota yang fungsinya memasok kebutuhan harian
kota tersebut.

3) area, merupakan jalur penghubung antara kota wilayah pemasok kebutuhan kota tersebut.

3. Pemerintah

a. Pengertian

Pemerintah merupakan alat bagi negara dalam menyelenggarakan segala kepentingan


warganya dan merupakan alat dan juga dalam mewujudkan tujuan yang sudah ditetapkan.
Pemerintah harus diartikan luas yang mencakup semua badan-badan negara. Yang penting
adalah pemerintah yang berkuasa harus diakui oleh rakyatnya karena pada hakekatnya
pemerintah merupakan pembawa suara dari rakyat sehingga pemerintah dapat berdiri stabil.
Demikian pula pengakuan dari luar ata negara lain.

Pemerintah adalah sekelompok orang atau organisasi yang diberikan kekuasaan untuk
memerintah serta memiliki kewenangan dalam membuat dan menerapkan hukum di suatu
wilayah. Pemerintah merupakan lembaga atau badan publik yang bertugas mewujudkan
tujuan negara. Lembaga itu juga diberikan kewenangan untuk melaksanakan kepemimpinan
dan koordinasi pemerintahan serta pembangunan masyarakat dari berbagai lembaga dimana
mereke ditempatkan.

b. Fungsi
Ada empat fungsi pemerintah yakni:

 Pelayanan, meliputi pelayanan publik dan pelayanan sipil yang mengedepankan


kesetaraan. Pelayanan yang dilakukan pemerintah pusat mencakup masalah luar negeri,
peradilan, keuangan, agama, pertahanan dan keamanan.

 Pengaturan, yakni membuat peraturan perundang-undangan yang mengatur hubungan


manusia di dalam masyarakat agar kehidupan berjalan lebih harmonis dan dinamis.

 Pembangunan, yakni pemerintah sebagai pemacu pembangunan, baik di baik itu


infrastruktur maupun pembangunan SDM di wilayahnya.

 Pemberdayaan, yakni pemerintah berperan mendukung otonomi daerah sehingga


masingmasing daerah dapat mengelola sumber daya secara maksimal.

c. Tujuan Pemerintahan

Suatu pemerintahan dibentuk pasti dengan beberapa tujuan. Yang pasti pemerintah harus
bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Adapun beberapa tujuan pemerintahan
adalah sebagai berikut:

1) Hak asasi manusia, kebebasan, kesetaraan, perdamaian, dan keadilan bagi seluruh
rakyatnya.

2) Konstitusi sehingga setiap warga negara diperlakukan dengan adil.

3) Perdamaian dan keamanan di dalam masyarakat dengan menerapkan hukum secara adil.

4) Melindungi kedaulatan bangsa dari berbagai unsur yang mengancam, baik dari dalam
maupun dari luar.

5) Membuat dan menjaga sistem moneter sehingga memungkinkan perdagangan domestik


dan internasional berjalan dengan baik.

6) Menarik pajak dan menetapkan APBN secara bijak sehingga pengeluaran negara tepat
sasaran.

7) Membuka dan menciptakan lapangan pekerjaan sebanyak-banyaknya sehingga


kesejahteraan masyarakat menjadi lebih baik.

8) Menjaga hubungan diplomatik dengan negara lain dengan cara membangun kerjasama di
berbagai bidang.
2.3 Teori tentang Terbentuknya Negara

Bentuk-bentuk negara yang telah disebutkan di atas ada teori tentang pembentukannya. Di
antara teori-teori terbentuknya sebuah negara, yaitu :

a. Teori Kontrak Sosial (Social Contract)

Teori kontrak sosial atau teori perjanjian masyarakat beranggapan bahwa negara dibentuk
berdasarkan perjanjian-perjanjian masyarakat dalam tradisi sosial masyarakat. Teori ini
meletakkan negara untuk tidak berpotensi menjadi negara tirani, karena keberlangsungannya
bersandar pada kontrak-kontrak sosial antara warga negara dengan lembaga negara. Penganut
mazhab pemikiran ini antara lain Thomas Hobbes, John Locke, dan J.J. Roussae.

Menurut Hobbes, kehidupan manusia terpisah dalam dua zaman, yakni keadaan selama belum
ada negara, atau keadaan alamiah (status naturalis, state of nature), dan keadaan setelah ada
negara. Bagi Hobbes, keadaan alamiah sama sekali bukan keadaan yang aman dan sejahtera,
tetapi sebaliknya, keadaan alamiah merupakan suatu keadaan sosial yang kacau, tanpa hukum,
tanpa pemerintah, dan tanpa ikatan-ikatan sosial antar-individu di dalamnya. Karenanya,
menurut Hobbes, dibutuhkan kontrak atau perjanjian bersama individu-individu yang tadinya
hidup dalam keadaan alamiah berjanji akan menyerahkan semua hak-hak kodrat yang
dimilikinya kepada seseorang atau sebuah badan yang disebut negara.

Berbeda dengan Hobbes yang melihat keadaan alamiah sebagai suatu keadaan yang kacau,
John Locke melihatnya sebagai suatu keadaan yang damai, penuh komitmen baik, saling
menolong antar individuindividu di dalam sebuah kelompok masyarakat. Sekalipun keadaan
alamiah dalam pandangan Locke merupakan suatu yang ideal, ia berpendapat bahwa keadaan
ideal tersebut memiliki potensial terjadinya kekacauan lantaran tidak adanya organisasi dan
pimpinan yang dapat mengatur kehidupan mereka. Di sini, unsur pimpinan atau negara 40
menjadi sangat penting demi menghindari konflik di antara warga negara bersandar pada
alasan inilah negara mutlak didirikan.

Namun demikian, menurut Locke, penyelenggara negara atau pimpinan negara harus dibatasi
melalui suatu kontrak sosial. Dasar pemikiran kontrak sosial antar negara dan warga negara
dalam pandangan Locke ini merupakan suatu peringatan bahwa kekuasaan pemimpin
(penguasa) tidak pernah mutlak, tetapi selalu terbatas. Hal ini disebabkan karena dalam
melakukan perjanjian individu-individu warga negara tersebut tidak menyerahkan seluruh
hak-hak alamiah mereka. Menurut Locke, terdapat hak-hak alamiah yang merupakan hak-hak
asasi warga negara yang tidak dapat dilepaskan, sekalipun oleh masing-masing individu.

Berbeda dengan Hobbes dan Locke, menurut Roussaeu keberadaan suatu negara bersandar
pada perjanjian warga negara untuk meningkatkan diri dengan suatu pemerintah yang
dilakukan melalui organisasi politik. Menurutnya, pemerintah tidak memiliki dasar
kontraktual, melainkan hanya organisasi politiklah yang dibentuk melalui kontrak.
Pemerintah sebagai pimpinan organisasi negara dan ditentukan oleh yang berdaulat dan
merupakan wakil-wakil dari warga negara. Yang berdaulat adalah rakyat seluruhnya melalui
kemauan umumnya. Pemerintah tidak lebih dari sebuah komisi atau pekerja yang
melaksanakan mandat bersama tersebut.

Melalui pandangannya ini, Roussaeu dikenal sebagai peletak dasar bentuk negara yang
kedaulatannya berada di tangan rakyat melalui perwakilan organisasi politik mereka. Dengan
kata lain, ia juga sealigus dikenal sebagai penggagas paham negara demokrasi yang
bersumberkan pada kedaulatan rakyat, yakni rakyat berdaulat dan penguasa-penguasa negara
hanyalah merupakan wakil-wakil rakyat pelaksana mandat mereka.

b. Teori Ketuhanan (Teokrasi)

Teori ketuhanan dikenal juga dengan istilah doktrin teokritis. Teori ini ditemukan di Timur
maupun di belahan dunia Barat. Teori ketuhanan ini memperoleh bentuknya yang sempurna
dalam tulisan-tulisan para sarjana Eropa pada Abad Pertengahan yang menggunakan teori ini
untuk membenarkan kekuasaan mutlak para raja.

Doktrin ini memiliki pandangan bahwa hak memerintah yang dimiliki para raja berasal dari
Tuhan. Mereka mendapat mandat Tuhan untuk bertakhta sebagai penguasa. Para raja
mengklaim sebagai wakil Tuhan di dunia yang mempertanggungjawabkan kekuasaannya
hanya kepada Tuhan, bukan kepada manusia. Praktik kekuasaan model ini ditentang oleh
kalangan monarchomach (penentang raja). Menurut mereka, raja tiran dapat diturunkan dari
mahkotanya, bahkan dapat dibunuh. Mereka beranggapan bahwa sumber kekuasaan adalah
rakyat.

Dalam sejarah tata negara Islam, pandangan teokritis serupa pernah dijalankan raja-raja
Muslim sepeninggal Nabi Muhammad saw. Dengan mengklaim diri mereka sebagai wakil
Tuhan atau bayang-bayang Allah di dunia (khalifatullah fi al-ard, dzilullah fi al-ard), raja-raja
Muslim tersebut umumnya menjalankan kekuasaannya secara tiran. Serupa dengan para raja-
raja di Eropa Abad Pertengahan, raja-raja Muslim merasa tidak harus
mempertanggungjawabkan kekuasaannya kepada rakyat, tetapi langsung kepada Allah.
Paham teokrasi Islam ini pada akhirnya melahirkan doktrin politik Islam sebagai agama
sekaligus kekuasaan (dien wa dawlah). Pandangan ini berkembang menjadi paham dominan
bahwa Islam tidak ada pemisahan antara agama dan negara. Sama halnya dengan pengalaman
teokrasi di Barat, penguasa teokrasi Islam menghadapi perlawanan dari kelompok-kelompok
anti-kerajaan.

c. Teori Kekuatan

Secara sederhana teori ini dapat diartikan bahwa negara terbentuk karena adanya dominasi
negara kuat melalui penjajahan. Menurut teori ini, kekuatan menjadi pembenaran (raison
d’etre) dari terbentuknya sebuah negara. Melalui proses penaklukan dan pendudukan oleh
suatu kelompok (etnis) atas kelompok tertentu dimulailah proses pembentukan suatu negara.
Dengan kata lain, terbentuknya suatu negara karena pertarungan kekuatan di mana sang
pemenang memiliki kekuatan untuk membentuk sebuah negara.

Teori ini berawal dari kajian antropologis atas pertikaian di kalangan suku-suku primitif, di
mana sang pemenang pertikaian menjadi penentu utama kehidupan suku yang dikalahkan.
Bentuk penaklukan yang paling nyata di masa modern adalah penaklukan dalam bentuk
penjajahan Barat atas bangsa-bangsa Timur. Setelah masa penjajahan berakhir di awal abad
ke-20, dijumpai banyak negara-negara baru yang kemerdekaannya banyak ditentukan oleh
penguasa kolonial. Negara Malaysia dan Brunei Darussalam bisa dikategorikan ke dalam
jenis ini.

2.4 Bentuk-bentuk Negara

Negara sendiri memiliki bentuk yang berbeda-beda. Secara umum, dalam konsep teori
modern, negara terbagi ke dalam dua bentuk: negara kesatuan (unitarianisme) dan negara
serikat (federasi).

Negara kesatuan adalah bentuk suatu negara yang merdeka dan berdaulat, dengan satu
pemerintah pusat yang berkuasa dan mengatur seluruh daerah. Namun dalam pelaksanaannya,
negara kesatuan ini terbagi ke dalam dua macam sistem pemerintahan: sentral dan otonomi.

a. Negara kesatuan dengan sistem sentralisasi adalah sistem pemerintahan yang langsung
dipimpin oleh pemerintah pusat, sementara pemerintah daerah di bawahnya melaksanakan
kebijakan pemerintah pusat. Model pemerintahan Orde Baru di bawah pemerintahan Presiden
Soeharto adalah salah satu contoh sistem pemerintahan model ini.

b. Negara kesatuan dengan sistem desentralisasi adalah kepala daerah diberikan kesempatan
dan kewenangan untuk mengurus urusan pemerintah di wilayahnya sendiri. Sistem ini dikenal
dengan istilah otonomi daerah atau swatantra. Sistem pemerintahan negara Malaysia dan
pemerintahan pasca-Orde Baru di Indonesia dengan sistem otonomi khusus dapat dimasukkan
ke model ini.

Negara serikat atau federasi merupakan bentuk negara gabungan yang terdiri dari beberapa
negara bagian dari sebuah negara serikat. Pada mulanya negara-negara bagian tersebut
merupakan negara yang merdeka, berdaulat, dan berdiri sendiri. Setelah menggabungkan diri
dengan negara serikat, dengan sendirinya negara tersebut melepaskan sebagian dari
kekuasaannya dan menyerahkannya kepada negara serikat.

Di samping dua bentuk ini, dari sisi pelaksana dan mekanisme pemilihannya, bentuk negara
dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok: monarki, oligarki, dan demokrasi.

Pemerintahan monarki adalah model pemerintahan yang dikepalai oleh raja atau ratu. Dalam
praktiknya, monarki memiliki dua jenis: monarki absolut dan monarki konstitusional.
Monarki absolut adalah model pemerintahan dengan kekuasaan tertinggi di tangan satu orang
raja atau ratu. Termasuk dalam kategori ini adalah Arab Saudi. Adapun, monarki
konsitusional adalah pemerintahan yang kekuasaan kepala pemerintahannya (perdana
menteri) dibatasi oleh ketentuan-ketentuan konstitusi negara. Praktik monarki konstitusional
ini adalah yang paling banyak dipraktikkan di beberapa negara, seperti, Malaysia, Thailand,
Jepang, dan Inggris. Dalam model monarki konstitusional ini, kedudukan raja hanya sebatas
simbol negara.

Model pemerintahan oligarki adalah pemerintahan yang dijalankan oleh beberapa orang yang
berkuasa dari golongan atau kelompok tertentu.

Pemerintahan model demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang bersandar pada kedaulatan
rakyat atau mendasarkan kekuasaannya pada pilihan dan kehendak rakyat melalui mekanisme
pemilihan umum (pemilu).

2.5 Negara dan Agama

2.6 Konsep Relasi Agama dan Negara dalam Islam


Dalam Islam, hubungan agama menjadi perdebatan yang cukup hangat dan berlanjut hingga
kini di antara para ahli. Bahkan menurut Azzumardi Azra, perdebatan itu telah berlangsung
sejak hampir satu abad, dan berlangsung hingga dewasa ini. Ketegangan perdebatan tentang
hubungan (agama dan negara diilhami oleh hubungan yang agak canggung antara Islam
sebagai agama (din) dan negara (dawlah). Dalam bahasa lain, hubungan antara agama dengan
politik (siyasah) dikalangan umat Islam, terlebih-lebih dikalangan sunni yang banyak diatur
oleh masyarakat Indonesia, pada dasarnya bersifat ambigous atau ambivalen. Hal demikian itu
karena ulama sunni sering mengatakan bahwa pada dasarnya dalam Islam tidak ada
pemisahan antara agama dan negara. Sementara terdapat pula ketegangan pada tataran
konseptual maupun tataran praktis dalam politik, sebab seperti itu yang dilihat terdapat
ketegangan dan tarik ulur dalam hubungan agama dan politik.

Sumber dari hubungan yang canggung di atas, berkaitan dengan kenyataan bahwa din dalam
pengertian terbatas pada hal-hal yang berkenaan dengan bidang-bidang ilahiyah, yang bersifat
sakral dan suci. Sedangkan politik kenegaraan (siyasah) pada umumnya merupakan bidang
prafon atau keduniaan.

Selain hal-hal yang disebutkan di atas, kitab suci Alquran dan hadis tampaknya juga
merupakan inspirasi yang dapat menimbulkan pemahaman yang berbeda. Kitab suci sendiri
menyebutkan dunya yang berarti dunia dan din yang berarti agama. Ini juga menimbulkan
kesan dikotomis antara urusan dunia dan akhirat, atau agama dan negara yang bisa
diperdebatkan oleh kalangan para ahli.

Tentang hubungan antara agama dan negara dalam Islam, menurut Munawir Sjadzali, ada tiga
aliran yang menanggapinya. Pertama, aliran yang menganggap bahwa agama Islam adalah
agama paripurna yang mencakup segala-galanya, termasuk masalah-masalah negara. Oleh
karena itu, agama tidak dapat dipisahkan dari negara, dan urusan negara adalah urusan agama
serta sebaliknya.

Aliran kedua, mengatakan bahwa Islam tidak ada hubungannya dengan negara, karena Islam
tidak mengatur kehidupan bernegara atau pemerintahan. Menurut aliran ini Nabi Muhammad
saw tidak punya misi untuk mendirikan negara. Aliran ketiga berpendapat bahwa Islam tidak
mencakup segala-gelanya, tapi mencakup seperangkat prinsip dan tata nilai etika tentang
kehidupan bermasyarakat termasuk bernegara. Oleh karena itu, dalam bernegara, umat Islam
harus mengembangkan dan melaksanakan nilai-nilai dan etika yang diajarkan secara garis
besar oleh Islam.
Hussein Muhammad, menjelaskan bahwa dalam Islam ada dua model hubungan antara agama
dan negara. Model pertama, ia disebut sebagai hubungan integralistik, dan yang kedua disebut
hubungan simbiosis mutualistik.

Hubungan integralistik dapat diartikan sebagai hubungan totalitas, di mana agama dan negara
mempunyai hubungan yang merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Kedua
merupakan dua lembaga yang menyatu (integral). Ini juga memberikan pengertian bahwa
negara merupakan suatu lembaga politik dan sekaligus lembaga agama. Konsep ini
menegaskan kembali dalalm Islam bahwa tidak mengenal pemisahan agama, politik atu
negara. Konsep seperti ini sama dengan konsep teokrasi.

Model hubungan kedua adalah hubungan simbiosis-mutualistik. Model hubungan agama dan
negara model ini, menurut Hussein Muhammad, menegaskan bahwa antara agama dan negara
terdapat hubungan yang saling membutuhkan. Menurut pandangan ini, agama harus
dijalankan dengan baik dan tertib. Hal ini hanya terlaksana bila ada lembaga yang bernama
negara. Sementara itu, negara juga tidak dapat dibiarkan berjalan sendiri tanpa agama. Sebab
tanpa agama, akan terjadi kekacauan dan amoral dalam bernegara.

2.7 Hubungan Islam dan Negara di Indonesia


DAFTAR PUSTAKA
Ni’matul Huda, Ilmu Negara, (Jakarta: Rajawali pers, 2013)

Anda mungkin juga menyukai