Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH KEWARGANEGARAAN

HUBUNGAN NEGARA DAN WARGA NEGARA


Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Kewarganegaraan
Dosen Pengampu: Dr. Buhori Muslim M.Ag.

Disusun Oleh :
Kelompok 2 – Kelas C Semester 1

1. Muhammad Rizki Al-Fathir (1227050093)


2. Onixa Shafa Putri Wibowo (1227050107)
3. Rizkco Fauzan Adhim (1227050117)
4. Zulfan Al-Zahwan Putra Ashadi (1227050138)

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan taufiq dan hidayah-Nya kepada kami sehingga kelompok kami dapat
menyusun makalah yang berjudul “Hubungan Negara dan Warga Negara”. Semoga
Allah senantiasa memberkati Nabi Muhammad, beserta keluarga dan para
sahabatnya.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat mempermudah dalam pembuatan makalah ini.
Untuk itu, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Secara khusus, kami ingin
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Buhori Muslim
M.Ag. sebagai dosen pendukung kami dalam mata kuliah Kewarganegaraan.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat
kekurangan baik dari segi struktur kalimat maupun tata bahasa. Oleh karena itu,
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari para pembaca
agar kami dapat menyempurnakan makalah ini.

kata, kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi pengembangan


wawasan dan peningkatan pengetahuan bagi kita semua.

Bandung, 15 September 2022

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I .......................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 2
1.3 Tujuan ................................................................................................................. 2
BAB II .....................................................................................................................3
2.1 Definisi Hubungan Negara dan Warga Negara ................................................... 3
2.2 Unsur - Unsur Negara ......................................................................................... 4
A. Rakyat (masyarakat/warga negara) ..................................................................... 4
B. Wilayah ............................................................................................................... 4
C. Pemerintah .......................................................................................................... 6
D. Pengakuan Negara Lain. ..................................................................................... 6
2.3 Macam-macam Teori Pembentukan Negara ....................................................... 7
A. Teori Kontrak Sosial (Social Contract) .............................................................. 7
B. Teori Ketuhanan (Teokrasi) ................................................................................ 8
C. Teori Kekuatan.................................................................................................... 9
2.4 Bentuk – Bentuk Negara ........................................................................................... 9
A. Bentuk Pemerintahan Aristoteles ........................................................................ 9
B. Bentuk Pemerintahan Klasik Plato ................................................................... 10
C. Bentuk Pemerintahan Modern .......................................................................... 11
2.5 Batasan Mengenai Hak dan Kewajiban Negara dan Warga Negara ....................... 12
2.6 Undang – Undang Mengatur Hubungan Negara dan Warga Negara ...................... 14
A. Pasal 2 ............................................................................................................... 14
B. Pasal 4 ............................................................................................................... 14
BAB III ..................................................................................................................16
3.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................17

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Negara dan warga negara memiliki hubungan timbal balik dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Dimana, negara memiliki tanggung jawab terhadap
warganya dan sebaliknya. Dalam Pembukaan UUD 1945. Tujuan negara Indonesia
adalah "Memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
ikut serta dalam mewujudkan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial" Dalam hal ini dapat dilihat bahwa terdapat
hubungan antara negara dan warga negara terkait dengan aspek kehidupan
berbangsa dan bernegara

Namun, suatu negara membutuhkan dukungan warganya untuk dapat


menjalankan kewajibannya sebagai negara. Dukungan yang dimaksud adalah
bentuk pelaksanaan kewajiban sebagai berikut: warga negara. Dalam memenuhi
hak warga negaranya harus sejalan dengan pelaksanaan kewajibannya, salah
satunya adalah warga negara yang harus menunjukkan sikap mematuhi peraturan
yang berlaku.

Menjadi warga negara yang baik merupakan hasil yang diharapkan dari
hubungan antara negara dan warga negaranya. Penduduk Negara yang baik adalah
warga negara yang sadar akan hak dan kewajibannya mampu mengkritik, serta
partisipatif, dan bertanggung jawab dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dari sini warganya mampu menerapkan dan memahami keseimbangan antara hak
dan kewajibannya sehingga masyarakat mandiri yang sering disebut masyarakat
madani.

Di Indonesia, sering terjadi kesenjangan antara peran negara dan kehidupan


warga negara. Masalah politik, sosial, ekonomi, dan budaya, misalnya, sering
terjadi karena adanya kesenjangan antara peran negara dan kehidupan warganya.

Dalam rangkaian pasal dan ayat-ayatnya, UUD 1945 dengan jelas


menyatakan hak dan kewajiban negara kepada rakyatnya yang juga harus secara

1
jelas dipenuhi melalui tangan trias politika Monteqeiu. Melalui tangan Legislatif,
suara rakyat tersampaikan, melalui tangan eksekutif, kewajiban negara dipenuhi,
dan di tangan yudikatif dijelaskan aturan pelaksanaan hak dan kewajiban. Idealnya
begitu, tapi apa daya yang dimiliki sampai saat ini bisa dihitung dengan satu tangan
seberapa jauh negara menjalankan kewajibannya. Bisa juga dihitung berapa negara
yang mengklaim haknya.

1.2 Rumusan Masalah


1) Apa definisi dari hubungan negara dan warga negara?
2) Apa saja unsur-unsur negara sebagai prasyarat berdirinya suatu negara?
3) Apa saja macam-macam teori terbentuknya suatu negara?
4) Apa saja macam-macam bentuk negara?
5) Apa saja yang dapat membatasi hak dan kewajiban negara dan warga negara?
6) Apakah ada undang-undang yang mengatur tentang hubungan negara dan
warga negara?

1.3 Tujuan
1) Untuk mengetahui dan memahami hubungan negara dan warga negara.
2) Untuk mengetahui dan memahami unsur-unsur negara.
3) Untuk mengetahui dan memahami macam-macam teori pembentukan negara.
4) Untuk mengetahui dan memahami bentuk-bentuk negara.
5) Untuk mengetahui dan memahami konsep dari batasan mengenai hak dan
kewajiban negara dan warga negara.
6) Untuk mengetahui dan memahami undang-undang yang mengatur tentang
hubungan negara dan warga negara.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Hubungan Negara dan Warga Negara

Terdapat banyak aneka ragam pengertian negara yang sudah di ungkapkan,


pengertian negara telah diartikan oleh banyak tokoh ilmu negara sejak zaman
Yunani Kuno hingga abad modern. Pengertian yang lebih komprehensif dan aktual
dicetuskan oleh tokoh-tokoh pada abad modern, terutama oleh Kranenburg, yang
mengatakan bahwa negara pada hakikatnya merupakan organisasi kekuasaan yang
diciptakan oleh suatu kelompok manusia yang disebut bangsa.

Warga negara merupakan penduduk yang bertempat tinggal di dalam suatu


negara secara sah yang berarti tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dan
tata cara masuk bertempat tinggal dalam suatu wilayah negara yang bersangkutan.
Status kewarganegaraan dalam suatu negara terkait dalam dua asas, yaitu Ius
Sanguinis (asas keturunan) dan asas Ius Soli (asas tempat kelahiran).

Hubungan antara negara dan warga negara memiliki hubungan timbal balik
dalam kehidupan, seperti adanya hak dan kewajiban antar warga negara dan
negaranya. Negara memiliki kewajiban untuk memberikan keamanan,
kesejahteraan, dan perlindungan terhadap warga negara, dan warga negara memiliki
kewajiban untuk membela negara juga menghormati negara.

Di Indonesia sering terjadi masalah antara peran negara dengan kehidupan


warga negara dalam berbagai aspek seperti masalah politik, ekonomi, sosial, dan
budaya.

Dalam deretan pasal-pasal dan ayat-ayat UUD 1945 secara jelas


mencantumi hak serta kewajiban negara kepada rakyatnya dengan jelah. Contohnya
dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, disebutkan bahwa “Memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial”. Dapat dilihat dalam kutipan tersebut bahwa hubungan antara negara dan
warga negara memiliki revelansi dalam aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.

3
Tetapi, kewajiban negara untuk memenuhi hak-hak warga negaranya tidak
dapat berlangsung dengan baik jika tidak diberi dukungan dari warganya.
Dukungan yang dimaksud merupakan bentuk pelaksanaan kewajiban sebagai
warga negara seperti sikap mematuhi peraturan yang diberlakukan juga menjadi
warga negara yang baik.

2.2 Unsur - Unsur Negara

Dalam rumusan Konvensi Montevideo tahun 1933 disebutkan bahwa


negara harus memiliki tiga unsur penting: rakyat, wilayah, dan pemerintah. Sejalan
dengan itu, Mac Iver merumuskan bahwa suatu negara harus memenuhi tiga unsur
pokok: pemerintahan, komunitas atau rakyat, dan wilayah tertentu. Ketiga unsur ini
oleh Mahfud M.D. disebut sebagai unsur konstitutif. Tiga unsur ini perlu ditunjang
dengan unsur lainnya, seperti adanya konstitusi dan pengakuan dunia internasional
yang oleh Mahfud disebut dengan unsur deklaratif.

Untuk lebih jelas memahami unsur-unsur, akan dijelaskan sebagaimana


uraian berikut.

A. Rakyat (masyarakat/warga negara)

Setiap negara tidak mungkin ada tanpa kehadiran warga atau rakyatnya.
Unsur rakyat merupakan unsur yang paling utama dan sangat penting dalam
sebuah negara yang secara konkret memiliki kepentingan agar negara itu dapat
berjalan dengan baik. Bagaimana akan terbentuk suatu negara kalau tidak ada
rakyat yang akan membentuk hukum negara dan sekaligus yang akan menjadi
objek dari hukum negara tersebut. Rakyat itu sendiri merupakan suatu
persekutuan hidup manusia yang mempunyai keinginan untuk bersatu dan
mempunyai persamaan cita-cita.

B. Wilayah

Wilayah dalam sebuah negara merupakan unsur yang harus ada. Tidak
mungkin ada negara jika tanpa ada batas-batas territorial yang jelas. Menurut
Endang (2009), Dasim (2008), Miriam (2008), Muhammad (2011), menyatakan
dalam rangka menjamin aktivitas kehidupan rakyatnya, suatu negara harus
memiliki wilayah. Wilayah yang ditempati oleh rakyat suatu negara haruslah

4
didiami dan dikelola secara berkesinambungan dan memiliki batas-batas yang
jelas, agar dapat memperoleh legimitas/pengakuan sebagai wilayah negara.
Secara mendasar, wilayah sebuah negara mencakup daratan (wilayah darat),
perairan (wilayah laut/perairan), dan udara (wilayah udara).

1) Daratan (wilayah darat)

Daratan suatu negara dibatasi oleh wilayah darat dan/atau laut


(perairan) negara lain. Perbatasan wilayah sebuah negara biasanya
ditentukan berdasarkan perjanjian. Perjanjian internasional yang dibuat
antara dua negara disebut perjanjian bilateral (bi=dua); perjanjian yang
dibuat antara banyak negara disebut perjanjian multilateral (multi=banyak).
Perbatasan antar dua negara dapat berupa:

a) perbatasan alam, seperti sungai, danau, pegunungan, atau lembah.


b) perbatasan buatan, seperti pagar tembok, pagar kawat, atau tiang
tembok.
c) perbatasan menurut ilmu pasti, yakni dengan menggunakan ukuran
garis lintang atau bujur pada peta bumi.

2) Perairan (wilayah laut)

Perairan atau laut yang menjadi bagian atau termasuk wilayah suatu
negara disebut perairan atau laut territorial dari negara yang bersangkutan.
Adapun batas dari perairan teritorial itu pada umumnya 3 mil laut (5,555
km) yang dihitung dari pantai ketika air surut. Laut yang berada di luar
perairan teritorial disebut lautan bebas (mare liberum).

3) Udara (wilayah udara)

Udara yang berada di atas wilayah darat (daratan) dan wilayah laut
(perairan) teritorial suatu negara merupakan bagian dari wilayah udara
sebuah negara. Mengenai batas ketinggian sebuah wilayah negara tidak
memiliki batas yang pasti, asalkan negara yang bersangkutan dapat
mempertahankannya.

5
C. Pemerintah

Di dalam suatu negara memerlukan kekuasaan dan pemerintahan, adapun


pemerintahan itu sendiri merupakan perwakilan negara untuk menjalankan
kekuasaan negara untuk mencapai tujuan negara. Menurut Utrecht, jika ditinjau
dari pertanggungjawaban kekuasaan, maka pemerintahan itu mempunyai tiga
pengertian, yakni:

1) Pemerintah dalam pengertian luas adalah keseluruhan badan-badan


kenegaraan yang bertugas menjalankan kekuasaan negara, termasuk di
dalamnya badan yang membuat undang-undang, badan yang menjalankan
undang-undang, dan badan yang bertugas mengadili pelaksanaan undang-
undang.
2) Pemerintah dalam pengertian yang sempit adalah seluruh aparat yang
bertugas melaksanakan pemerintahan sehari-hari. Jadi dalam hal ini adalah
keseluruhan anggota eksekutif atau kabinet. Misalnya, di Indonesia yang
dimaksud anggota eksekutif adalah kabinet presidensial Indonesia seperti
presiden, wakil presiden, dan menteri-menterinya.
3) Pemerintah dalam pengertian lebih sempit adalah penanggungjawab
tertinggi dari pelaksana pemerintahan sehari-hari. Jadi dalam hal ini adalah
kepala pemerintahan atau pimpinan kabinet.

Selain itu, pemerintah menegakkan hukum dan memberantas kekacauan,


mengadakan perdamaian, serta menyelaraskan kepentingan-kepentingan yang
bertentangan. Pemerintah yang menetapkan, menyatakan, dan menjalankan
kemauan individu-individu yang bergabung dalam organisasi politik yang
disebut negara.

D. Pengakuan Negara Lain.

Pengakuan oleh negara lain didasarkan atas hukum internasional,


pengakuan itu bersifat deklaratif, bukan bersifat konstitutif. Adanya pengakuan
dari negara lain menjadi tanda bahwa suatu negara baru yang telah memenuhi
persyaratan konstitutif diterima sebagai anggota dalam pergaulan antarnegara.
Keberadaan negara sebagai kenyataan fisik (pengakuan de facto) secara formal

6
dapat ditingkatkan kedudukannya menjadi suatu judicial fact (pengakuan de
jure).

2.3 Macam-macam Teori Pembentukan Negara


A. Teori Kontrak Sosial (Social Contract)

Teori kontrak sosial atau teori perjanjian masyarakat beranggapan bahwa


negara dibentuk berdasarkan perjanjian-perjanjian masyarakat dalam tradisi
sosial masyarakat. Teori ini meletakkan negara untuk tidak berpotensi menjadi
negara tirani, karena keberlangsungannya bersandar pada kontrak-kontrak sosial
antara warga negara dengan lembaga negara. Penganut mazhab pemikiran ini
antara lain Thomas Hobbes, John Locke, dan J.J. Roussae.

Menurut Hobbes, kehidupan manusia terpisah dalam dua zaman, yakni


keadaan selama belum ada negara, atau keadaan alamiah (status naturalis, state
of nature), dan keadaan setelah ada negara. Bagi Hobbes, keadaan alamiah sama
sekali bukan keadaan yang aman dan sejahtera, tetapi sebaliknya, keadaan
alamiah merupakan suatu keadaan sosial yang kacau, tanpa hukum, tanpa
pemerintah, dan tanpa ikatan-ikatan sosial antar-individu di dalamnya.
Karenanya, menurut Hobbes, dibutuhkan kontrak atau perjanjian bersama
individu-individu yang tadinya hidup dalam keadaan alamiah berjanji akan
menyerahkan semua hak-hak kodrat yang dimilikinya kepada seseorang atau
sebuah badan yang disebut negara.

Berbeda dengan Hobbes yang melihat keadaan alamiah sebagai suatu


keadaan yang kacau, John Locke melihatnya sebagai suatu keadaan yang damai,
penuh komitmen baik, saling menolong antar individu di dalam sebuah
kelompok masyarakat. Sekalipun keadaan alamiah dalam pandangan Locke
merupakan suatu yang ideal, ia berpendapat bahwa keadaan ideal tersebut
memiliki potensial terjadinya kekacauan lantaran tidak adanya organisasi dan
pimpinan yang dapat mengatur kehidupan mereka. Di sini, unsur pimpinan atau
negara menjadi sangat penting demi menghindari konflik di antara warga negara
bersandar pada alasan inilah negara mutlak didirikan.

7
Namun demikian, menurut Locke, penyelenggara negara atau pimpinan
negara harus dibatasi melalui suatu kontrak sosial. Dasar pemikiran kontrak
sosial antar negara dan warga negara dalam pandangan Locke ini merupakan
suatu peringatan bahwa kekuasaan pemimpin (penguasa) tidak pernah mutlak,
tetapi selalu terbatas. Hal ini disebabkan karena dalam melakukan perjanjian
individu-individu warga negara tersebut tidak menyerahkan seluruh hak-hak
alamiah mereka. Menurut Locke, terdapat hak-hak alamiah yang merupakan
hak-hak asasi warga negara yang tidak dapat dilepaskan, sekalipun oleh masing-
masing individu.

Berbeda dengan Hobbes dan Locke, menurut Roussaeu keberadaan suatu


negara bersandar pada perjanjian warga negara untuk meningkatkan diri dengan
suatu pemerintah yang dilakukan melalui organisasi politik. Menurutnya,
pemerintah tidak memiliki dasar kontraktual, melainkan hanya organisasi
politiklah yang dibentuk melalui kontrak. Pemerintah sebagai pimpinan
organisasi negara dan ditentukan oleh yang berdaulat dan merupakan wakil-
wakil dari warga negara. Yang berdaulat adalah rakyat seluruhnya melalui
kemauan umumnya. Pemerintah tidak lebih dari sebuah komisi atau pekerja
yang melaksanakan mandat bersama tersebut.

Melalui pandangannya ini, Roussaeu dikenal sebagai peletak dasar bentuk


negara yang kedaulatannya berada di tangan rakyat melalui perwakilan
organisasi politik mereka. Dengan kata lain, ia juga sealigus dikenal sebagai
penggagas paham negara demokrasi yang bersumberkan pada kedaulatan rakyat,
yakni rakyat berdaulat dan penguasa-penguasa negara hanyalah merupakan
wakil-wakil rakyat pelaksana mandat mereka.

B. Teori Ketuhanan (Teokrasi)

Teori ketuhanan dikenal juga dengan istilah dokrin teokritis. Teori ini
ditemukan di Timur maupun di belahan dunia Barat. Teori ketuhanan ini
memperoleh bentuknya yang sempurna dalam tulisan-tulisan para sarjana Eropa
pada Abad Pertengahan yang menggunakan teori ini untuk membenarkan
kekuasaan mutlak para raja.

8
Doktrin ini memiliki pandangan bahwa hak memerintah yang dimiliki para
raja berasal dari Tuhan. Mereka mendapat mandat Tuhan untuk bertakhta
sebagai penguasa. Para raja mengklaim sebagai wakil Tuhan di dunia yang
mempertanggungjawabkan kekuasaannya hanya kepada Tuhan, bukan kepada
manusia. Praktik kekuasaan model ini ditentang oleh kalangan monarchomach
(penentang raja). Menurut mereka, raja tiran dapat diturunkan dari mahkotanya,
bahkan dapat dibunuh. Mereka beranggapan bahwa sumber kekuasaan adalah
rakyat.

C. Teori Kekuatan

Secara sederhana teori ini dapat diartikan bahwa negara terbentuk karena
adanya dominasi negara kuat melalui penjajahan. Menurut teori ini, kekuatan
menjadi pembenaran (raison d’etre) dari terbentuknya sebuah negara. Melalui
proses penaklukan dan pendudukan oleh suatu kelompok (etnis) atas kelompok
tertentu dimulailah proses pembentukan suatu negara. Dengan kata lain,
terbentuknya suatu negara karena pertarungan kekuatan di mana sang pemenang
memiliki kekuatan untuk membentuk sebuah negara.

Teori ini berawal dari kajian antropologis atas pertikaian di kalangan suku-
suku primitif, di mana sang pemenang pertikaian menjadi penentu utama
kehidupan suku yang dikalahkan. Bentuk penaklukan yang paling nyata di masa
modern adalah penaklukan dalam bentuk penjajahan Barat atas bangsa-bangsa
Timur. Setelah masa penjajahan berakhir di awal abad ke-20, dijumpai banyak
negara-negara baru yang kemerdekaannya banyak ditentukan oleh penguasa
kolonial. Negara Malaysia dan Brunei Darussalam bisa dikategorikan ke dalam
jenis ini.

2.4 Bentuk – Bentuk Negara

Dilihat dari siapa subjek pemegang kekuasaan untuk negara, maka bentuk
negara dapat dibedakan republik, monarki, oligarki, dan demokrasi.

A. Bentuk Pemerintahan Aristoteles

Aristoteles membagi bentuk pemerintahan suatu Negara berdasarkan


jumlah pemegang kekuasaan dan kualitas pemegangnya kekuasaan. Aristoteles

9
adalah seorang filsuf Yunani yang pemikirannya sangat berpengaruh. Sebelum
menjadi salah satu filosof terkenal, Aristoteles belajar dengan Plato. Ide lain
Aristoteles, antara lain, metafisika, ilmu kedokteran, ilmu alam, karya seni.
Aristoteles juga mengemukakan bentuk-bentuk pemerintahan. Bentuk
pemerintahan menurut Aristoteles adalah :

1) Monarki adalah bentuk pemerintahan yang dipimpin oleh seorang raja atau
kaisar.
2) Tirani adalah bentuk pemerintahan oleh seorang raja yang bertindak
sewenang-wenang demi dirinya sendiri. Bisa konon tirani adalah bentuk
degenerasi pemerintahan kerajaan.
3) Aristokrasi adalah bentuk pemerintahan yang dipimpin oleh beberapa orang
yang memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi untuk membuat rakyat lebih
sejahtera.
4) Oligarki adalah bentuk pemerintahan yang dipimpin beberapa orang tetapi
mereka hanya memikirkan kepentingan kelompok saja.
5) Plutokrasi merupakan bentuk kemunduran dari aristokrasi. Plutokrasi
(dipimpin oleh sekelompok bangsawan) dan oligarki adalah suatu bentuk
pemerintahan yang dipimpin oleh suatu kelompok untuk kepentingan
kelompok saja.
6) Polity adalah bentuk pemerintahan yang dipimpin oleh rakyat banyak untuk
kepentingan rakyat. Demokrasi adalah sebuah bentuk Pemerintahan
tertinggi dipimpin oleh rakyat. Menurut Aristoteles ini adalah bentuk regresi
Polity.

B. Bentuk Pemerintahan Klasik Plato

Ada lima jenis pemerintahan menurut Plato. Lima bentuk Pemerintahan ini
sesuai dengan fitrah manusia. Plato memiliki Pendapat berbeda dari bentuk
pemerintahan Aristoteles. Inilah bentuk pemerintahan menurut Plato.

1) Aristrokrasi, yaitu bentuk pemerintahan yang diselenggarakan oleh ulama


yang dijalankan menurut akal keadilan

10
2) Timokrasi, yaitu suatu bentuk pemerintahan yang diselenggarakan oleh
orang-orang yang ingin mencapai ketenaran dan kehormatan

3) Oligarki, yaitu bentuk pemerintahan yang diselenggarakan oleh sekelompok


orang raja

4) Demokrasi, yaitu bentuk pemerintahan yang diselenggarakan oleh rakyat


orang biasa

5) Tirani, yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh satu orang kezaliman
(sewenang-wenang) begitu jauh dari cita-cita keadilan.

C. Bentuk Pemerintahan Modern

Bentuk pemerintahan modern diklasifikasikan menjadi: Pemerintah:


Monarki, Republik, Emirates, Federal, dan negara-kota. Ada beberapa bentuk
pemerintahan republik, yaitu: Republik Absolut, Republik Konstitusional, dan
Republik Parlementer. Republik berasal dari kata res publica yang berarti
kepentingan umum. Di dunia ini ada tiga macam republik yang disebutkan di
atas. Berikut penjelasan masing-masing:

1) Republik Mutlak Ciri dari republik absolut adalah kediktatoran tanpa


apapun keterbatasan daya. Penguasa mengabaikan konstitusi dan Partai
politik digunakan untuk melegitimasi kekuasaannya Di pemerintahan ini
ada parlemen tapi tidak fungsi
2) Republik Konstitusi Ciri dari republik konstitusional adalah presiden
memegang kekuasaan kepala negara dan kepala pemerintahan dengan
pembatasan konstitusional yang berlaku di negara itu dan dengan 39
pengawasan parlemen. Bentuk pemerintahan Indonesia adalah Republik
konstitusional.
3) Republik Parlementer Ciri khas Republik Parlementer adalah presiden
hanya sebagai kepala Negara. Namun, presiden tidak dapat diganggu gugat.
Sementara kepala pemerintahan ada di tangan perdana menteri yang
bertanggung jawab atas parlemen. dalam sistem Dalam hal ini kekuasaan
legislatif lebih tinggi dari kekuasaan eksekutif.

11
2.5 Batasan Mengenai Hak dan Kewajiban Negara dan Warga Negara

Hubungan antara negara dengan warga negaranya dibatasi oleh hak dan
kewajiban masing-masing. Secara umum hak negara adalah sebagai berikut:

a. Hak memaksa, dapat diartikan sebagai hak untuk memaksakan peraturan-


peraturan negara secara legal atau sah
b. Hak monopoli, yaitu hak untuk memonopoli dalam penetapan tujuan bersama
dari masyarakat dalam artian kegiatan yang menyangkut hajat orang banyak
c. Hak mencakup semua, dapat diartikan sebagai hak untuk mencapai tujuan
negara yang dicita-citakan yaitu menciptakan masyarakat yang tertib, damai
dan sejahtera.

Selain hak-hak tersebut, negara juga mempunyai kewajiban yang harus


dilaksanakan oleh organ-organnya. Secara universal kewajiban negara tersebut
adalah:

a. Membuat dan menetapkan peraturan, dalam rangka menciptakan kehidupan


bernegara yang harmonis, negara mempunyai kewajiban untuk membuat
peraturan atau undang- undang
b. Melaksanakan peraturan–peraturan yang telah ditetapkan, termasuk
mengontrol pelaksanaan peraturan
c. Kewajiban untuk memelihara, menjamin dan melindungi hak-hak warga
negara.

Adapun hak dan kewajiban warga negara tercantum dalam pasal 27 sampai
dengan pasal 34 UUD 1945. Beberapa hak dan kewajiban tersebut antara lain:

a. Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak tercantum dalam pasal 27
Ayat (2) UUD 1945, yaitu: “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.” Pasal ini menunjukan asas
keadilan sosial dan kerakyatan.
b. Hak membela negara, tercantum dalam pasal 30 Ayat (1) UUD 1945 yang
berbunyi “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya
pembelaan negara.”

12
c. Hak berpendapat, tercantum dalam pasal 28 UUD 1945, yaitu “Kemerdekaan
berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan
sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”.
d. Hak kemerdekaan memeluk agama, tercantum dalam pasal 29 Ayat (1) dan (2)
UUD 1945 yang berbunyi:
1) Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya itu.
e. Hak ikut serta dalam pertahanan negara, tercantum dalam pasal 30 Ayat (1)
UUD 1945. Yang menyatakan bahwa: “Tiap-tiap warga negara berhak dan
wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.”

Dalam Bab tentang Hak Asasi Manusia terdapat dua pasal yang saling
berkaitan erat, yaitu Pasal 28I dan Pasal 28J. Keberadaan Pasal 28J dimaksudkan
untuk mengantisipasi sekaligus membatasi Pasal 28I.

Pasal 28I mengatur beberapa hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi
dalam keadaan apa pun, termasuk di dalamnya hak untuk tidak dituntut atas dasar
hukum yang berlaku surut.

Sedangkan Pasal 28J memberikan pembatasan yang ditetapkan dengan


undang-undang dan untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan
kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan
pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam
suatu masyarakat demokratis.

Adapun pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang, terdapat dalam


pasal 28J antara lain:

a. Pasal 28 J ayat 1 mencantumkan bahwa setiap orang wajib menghormati hak


asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
b. Pasal 28 J ayat 2 dicantumkan, dalam menjalankan hak dan kebebasannya,
setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-

13
undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta
penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan
yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan
ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

Beberapa contoh penerapan Pasal 28 J Ayat 2 yaitu:

1) Menaati tata tertib lingkungan


2) Menjaga kebersihan lingkungan
3) Membayar pajak
4) Tidak memaksakan kehendak pada orang lain
5) Hidup rukun dengan keluarga dan masyarakat

2.6 Undang – Undang Mengatur Hubungan Negara dan Warga Negara


Hubungan negara dan warga negara diatur dalam Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2006, berikut pasal-pasal yang mengatur hubungan negara dan warga
negara.

A. Pasal 2
Yang menjadi Warga Negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia
asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai
warga negara.

B. Pasal 4
Warga Negara Indonesia adalah:

a. Setiap orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau


berdasarkan perjanjian Pemerintah;
b. Republik Indonesia dengan negara lain sebelum Undang-Undang ini berlaku
sudah menjadi Warga Negara Indonesia;
c. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu Warga
Negara Indonesia;
d. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga Negara
Indonesia dan ibu warga negara asing;

14
e. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara
asing dan ibu Warga Negara Indonesia;
f. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara
Indonesia, tetapi ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum
negara asal ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut;
g. Anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari setelah ayahnya
meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya Warga Negara
Indonesia;
h. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara
Indonesia;
i. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara
asing yang diakui oleh seorang ayah Warga Negara Indonesia sebagai anaknya
dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 (delapan belas)
tahun atau belum kawin;
j. Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir
tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya;
k. Anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik Indonesia
selama ayah dan ibunya tidak diketahui;
l. Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya
tidak mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya;
m. Anak yang dilahirkan di luar wilayah negara Republik Indonesia dari seorang
ayah dan ibu Warga Negara Indonesia yang karena ketentuan dari negara
tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak
yang bersangkutan;
n. Anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan
kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum
mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.

15
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Warga negara merupakan orang-orang yang menjadi unsur negara. Warga
negara mengandung arti peserta, anggota, atau warga dari sebuah negara, yakni
peserta dari suatu persekutuan yang didirikan dengan kekuatan bersama, atas dasar
tanggung jawab bersama dan untuk kepentingan bersama. Negara merupakan suatu
daerah territorial yang rakyatnya diperintah oleh sejumlah pejabat yang berhak
menuntut dari warga negaranya untuk taat pada peraturan perundang-undangan
melalui penguasaan (kontrol) monopolistis dari kekuasaan yang sah.

16
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Asep Sulaiman, M. P. (2015). Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan


(Tim Redaksi, Ed.; Issue Unsur-Unsur Negara). CV Arfino Raya.
E Purba. 2017, UNIMED.

Islami, M.Rafif Gayuh. 2017. Makalah Hubungan Negara dan Warga Negara.
Fakultas Ekonomi Jurusan S1 Akuntansi Universitas Semarang.
Listiyani, Nurul. 2016. Bangsa, Negara, Dan Warganegara.
Fitria. 2013. “Kewarganegaraan Dan Warga Negara.” Journal of Chemical
Information and Modeling 53(9):57–64.
Sultan Syarif Kasim State Islamic University. (2016). BAB III teori pembentukan
negara. Teori Pembentukan Negara, 38–43.
Undang-Undang Dasar Tahun 1945 pasal 28 tentang Hak Asasi Manusia. (n.d.).
Fitria. 2013. “Kewarganegaraan Dan Warga Negara.” Journal of Chemical Information
and Modeling 53(9):57–64.

17

Anda mungkin juga menyukai