Pendidikan Multikultural
Disusun Oleh :
Cintami Murti
Nim.210101158
FAKULTAS TARBIYAH
MIFTAHUL’ULUM MUKOMUKO
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat,
taufik hidayahnya serta nikmat sehat sehingga penyusunan makalah Pendidikan
Multikultursl guna memenuhi tugas sesuai dengan yang di harapkan.Saya
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan .................................................................................... 14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perbedaan adalah kodrat makhluk. Sejak pertama, Tuhan menciptakan
makhluk dengan membawa sifat masing-masing yang berbeda antara satu
dengan yang lainnya. Bahkan dalam jenis makhluk yang sama pun, Tuhan
telah menciptakan perbedaan.Perbedaan ini dengan tujuan agar mereka
saling berkenalan dan saling memahami. Dalam bahasa lain, umat manusia
diperintahkan oleh Tuhan untuk saling menghormati perbedaan yang ada
di antara mereka, karena perbedaan adalah pembawaan dasar mereka.
Karenanya, tata nilai universal yang ada pada manusia sejak dahulu
sampai sekarang tetap dan memiliki kesamaan. Namun dalam realita
kehidupan yang sudah diperankan umat manusia, kodrat manusia yang
semestinya bisa dipahami ini, selalu mengalami „kebuntuan‟ kalau tidak
bisa dikatakan mengalami „kegagalan‟ sampai saat ini. Fenomena ini
membuat sebagian orang pesimis atas fungsi dan peran agama, sehingga
semakin mempersulit upaya untuk mendekatkan agama dengan
keberagaman (perbedaan). Akan tetapi, dalam kenyataannya - posisi
agama tentunya akan lebih kuat dari pada pesimisme.1
Tema ini diangkat sekadar untuk memberikan gambaran singkat
bahwa Islam merupakan agama yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai
perbedaan, baik perbedaan yang berhubungan dengan suku, agama, ras,
maupun antar golongan (SARA). Islam sejak kelahirannya selalu berdialog
secara harmonis dengan berbagai perbedaan yang ada pada manusia.
Kaum muslim dilarang memaksakan „keyakinan/aqidah‟ mereka kepada
umat lain pemeluk agama non-Islam. Aqidah saja tidak boleh dipaksakan
apalagi yang selain aqidah? Dalam salah satu ayat al-Quran,Allah dengan
sangat terang benderang melarang pemaksaan dalam menganut keyakinan
1
Ahmad Al-Nadawi, Ali. Al-Qawa‟id al-Fiqhiyyah, Damaskus: Dar al-Qalam, 1994.
1
2
B. RUMUSAN MASALAH
2
Hussein Alatas, The Democracy of Islam, Bandung: W. Van Hoeve Ltd.-The Hague
And Bandung, 1956, hal. 38.
3
C. TUJUAN
PEMBAHASAN
3
Rahmat, Jalaludin. Islam Aktual. Cetakan II . Bandung: Al-Mizan, 1991.
4
5
4
Efendi, Johari. Problem Intoleransi dan Konflik Sosial di Indonesia. Dalam “Modul
Fiqh Tasamuh: Membangun Toleransi Berbasis Pesantren dan Masjid”, 2007.
6
5
Abdul Aziz, Amir. Ushul al-Fiqh al-Islamiy. Jilid II. Cet. I. Kairo: Dar al-Salam. tt.
7
Salah satu ketentuan dasar yang dibawakan Islam adalah keadilan, baik
yang bersifat perorangan maupun dalam kehidupan politik. Keadilan
adalah tuntutan mutlak dalam Islam, baik rumusan “hendaklah kalian
bertindak adil” (an ta‟dilû) maupun keharusan “menegakkan keadilan”
(kûnû qawwâmîna bil qisthi), berkali-kali dikemukakan dalam kitab suci
Al-Qur'an. Dengan meminjam dua buah kata sangat populer dalam
peristilahan kaum muslimin di atas, UUD 45 mengemukakan tujuan
bernegara: menegakkan keadilan dan mencapai kemakmuran. Masyarakat
adil dan makmur merupakan tujuan bernegara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Kalau negara lain mengemukakan kemakmuran dan
kemerdekaan (prosperity and liberty) sebagai tujuan, maka negara kita
lebih menekankan prinsip keadilan dari pada prinsip kemerdekaan itu.
6
Diane Ravicth, What Is Democracy?, terjemahan Budi Pyaritno, Amerika: United States
Information Agency, 1991, hal. 4.
10
HAM atau hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang me-
lekat pada diri manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang bersifat uni-
versal yang wajib dihormati serta dijunjung tinggi dan dilindungi oleh
7
Islamku Islam Anda Islam Kita: Agama Masyarakat Negara Demokrasi, KH
Abdurrahman Wahid, Jakarta, The Wahid Institute, 2006, halaman 168
11
negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan dan per-
lindungan harkat dan martabat manusia.8
Adapun islam sebagai agama yang rahmatan li al-„ālamīn telah
mengajarkan tentang HAM.Hal ini didasarkan pada tujuan disyari‟at-
kannya ajaran Islam ke dalam lima tujuan,yaitu:(1) memelihara agama;
(2)memelihara jiwa;(3)memelihara akal;(4) memelihara kehormatan atau
keturunan;dan (5)memelihara harta.Kelima tujuan itu kemudian menjadi
prinsip hak asasi manusia,yaitu:(1) hak perlindungan terhadap jiwa atau
hak hidup; (2)hak perlindungan keyakinan; (3) hak perlindu-ngan terhadap
akal pikiran;(4) hak perlindungan terhadap hak milik;dan (5) hak
berkeluarga atau hak memperoleh keturunan dan mempertahan-kan nama
baik.9
HAM PBB muncul sebagai hasil perjuangan kelas sosial yang
menuntut tegaknya nilai-nilai dasar kebebasan dan persamaan. Perju-
angan kelas tersebut secara kronologis tercermin dengan lahirnya Magna
Charta (Piagam Agung) pada 15 Juli 1215 di Inggris, kemudian berlanjut
hingga akhirnya pada tahun 1948 Majelis Umum PBB telah memprok-
lamirkan Universal Declaration of Human Rights yang terdiri dari 30
pasal.10
Pandangan HAM PBB memperlihatkan manusia dalam kaca mata
sekuler memunculkan tiga pandangan berbeda di kalangan umat Islam,
yaitu: Pertama, menolak secara keseluruhan konsep HAM PBB; kedua,
menerima secara keseluruhan konsep HAM PBB; dan ketiga, merupakan
tanggapan yang bersifat ambigu yang mencerminkan adanya keinginanan
untuk tetap setia pada syari‟ah di namun berkeinginan untuk menghor-mati
tatanan serta hukum-hukum internasional yang ada (HAM PBB). 11
8
Qamar, Hak Asasi Manusia, 88.
9
Trianto, Falsafah Nagara, 266.
10
Said Agil Husin Al Munawar, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki (Jakarta:
Ciputat Press, 2003), 296-297.
11
Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia (The Universal Declaration of Human
Rights) UN Doc.A/811, 10 Desember 1949 Pasal 16
12
12
Trianto dan Titik Triwulan Tutik, Falsafah Nagara & Pendidikan Kewarganegaraan
(Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007), 259.
13
agama atau suku lainnya. Suatu negara yang melestarikan dominasi suatu
suku atas suku lainnya atau dominasi suatu ras atas ras lainnya dikecam
tegas oleh al-Qur‟an dan assunnah.
Kesetaraan dalam agama Islam telah dinyatakan dengan jelas oleh
Allah SWT pada saat Allah menunjuk manusia untuk menjadi khalifah di
muka bumi ini dan menyediakan berbagai macam fasilitas kehidupan
untuk mereka. Menurutnya dasar dari nilai persamaan dalam agama Islam
adalah : asal kemuliaan kemanusiaan, asal tugas dan tangung jawab
beribadah kepada Allah SWT, dan keturunan yang berasal dari nabi Adam.
Lebih jauh ia mengatakan bahwa Manusia seluruhnya berasal dari satu
keturunan dari pasangan Adam dan hawa. Walaupun sekarang ini manusia
terdiri dari bermacam-macam bangsa, ras, bahasa, agama, dan warna kulit,
namun pada dasrnya bersaudara, tidak ada perbedaan keutamaan
antarmereka kecuali karena ketakwaan. Allah SWT berfirman di dalam
surat al-Hujurat ayat 13 yang artinya:
“Wahai manusia sesungguhnya kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling muliadiantara kamu di sisi Allah adalah
orang yang paling bertakwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah maha
mengetahui dan maha melihat.
Ayat tersebut menjelaskan tentang persamaan umum manusia.
Melalui ayat ini Allah SWT menjelaskan bahwa tidak ada perbedaan
diantara sekalian manusia. Meskipun Allah telah menciptakan manusia
dalam beragam bangsa dan suku, namun hal itu bukanlah menjadi ukuran
kelebihan atau keistimewaan seseorang. Keragaman itu tidak lebih dari
sebuah ralita agar masing-masing manusia dapat saling kenal dan bekerja
sama dalam mengelola alam semesta ini.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Sebagai sebuah negara yang plural seperti Indonesia, sikap arif dan
bijak antar golongan, suku, agama dan ras merupakan salah satu
bentuk kenyataan yang tidak dapat dielakkan. Konsekwensi
logisnya, tradisi dialog atau komunikasi adalah upaya konstruktif
dalam membangun kebersamaan dalam kemajemukan.Begitu
beragamnya budaya, agama, ras bahkan visi hidup harus disadari
sebagai gejala alamiah.Proses penyadaran ini, berarti menuntut
adanya pengakuan perbedaansekaligus persamaan satu sama
lain.Baik Perbedaan maupun persamaan seharusnya diakui dengan
sikap terbuka dan cara pandang luas dalam rangka menciptakan
keamanan, kerukunan menuju masyarakat Indonesia yang
harmonis. Islam mendorong bahkan mengharuskan terwujudnya
kebersamaan dalam keberagaman, sebagaimana dapat dilihat dari
sirah Rasulullah yang merupakan implementasi ajaran al-Quran.
2. Islam sebagai sebuah agama tidak dengan serta merta dapat
disepandankan dengan demokrasi. Oleh karena itu ketika ada orang
yang mengatakan bahwa Islam sepenuhnya kompatibel dengan
demokrasi, pernyataan itu barangkali tidak melihat keutuhan Islam
sebagai agama. Karena memang, kalau ditelusuri secara lebih
seksama dan terperinci akan ditemukan sejumlah ajaran dan
pandangan yang memang tidak sejalan dengan demokrasi.
Meminjam istilah Qurasih Shihab bahwa tidak semua persoalan
agama (ajaran Islam) dapat dimusyawarahkan. Pernyataan ini
mengandung pengertian bahwa ada ajaran-ajaran tertentu yang
sudah demikian eksak sehingga tidak lagi memerlukan pemikiran
manusia, baik perseorangan atau kelompok. Oleh karena itu dalam
satu sisi ada ajaran Islam yang tidak kompatibel dengan demokrasi.
3. Konsep keadilan yang pada prinsipnya berarti pemberdayaan kaum
miskin/lemah untuk memperbaiki nasib mereka sendiri dalam
sejarah manusia yang terus mengalami perubahan sosial. Secara
umum, Islam memperhatian susunan masyarakat yang adil dengan
membela nasib mereka yang miskin/lemah.
4. HAM atau hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang me-
lekat pada diri manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang
bersifat uni-versal yang wajib dihormati serta dijunjung tinggi dan
14
15
Abdul Aziz, Amir. Ushul al-Fiqh al-Islamiy. Jilid II. Cet. I. Kairo: Dar al-Salam.
tt.
Qamar, Nurul. Hak Asasi Manusia dalam Negara Hukum Demokrasi Human
Rights in Democratiche Rechtsstaat. Jakarta: Sinar Grafika, 2013.
Siswanto. Pendidikan Islam dalam Perspektif filosofis. Pamekasan: STAIN
Pamekasan Press, 2009.
16