DOSEN PENGAMPUH :
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK : III (TIGA)
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas mata
kuliah “Pengembangan Budaya dan Seni dalam PAI”. Kami berharap
dengan adanya makalah ini, dapat menambah wawasan pengetahuan bagi
para pembaca. Dan kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan makalah ini.
Kelompok III
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Budaya Dalam Islam?
2. Bagaimana Tantangan Budaya Dalam Islam?
3. Bagaimana Problem Budaya Dalam Islam?
C. Tujuan
1. Mengetahui bagaimana Konsep Budaya Dalam Islam
2. Mengetahui bagaimana Tantangan Budaya Dalam Islam
3. Mengetahui bagaimana Problem Budaya Dalam Islam
1
BAB II
PEMBAHASAN
1
Moetojib, “Globalisasi Kebudayaan Dan Ketahanan Nasional,” (Diskusi, Yogyakarta: Balai
Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional, 2010), hal. 2.
2
Fitriyani, “Islam Dan Kebudayaan”, Jurnal Al- Ulum Volume. 12, Nomor 1, Juni 2012, hal.
132
2
manusia yang membentuk masyarakat”, atau dapat disarikan sebagai “cara hidup
taqwa”. Cara hidup taqwa yaitu menempuh jalan syariat, menjalankan suruhan serta
menghentikan larangan. Syariat mengikatkan/ mempertalikan muslim kepada
prinsip-prinsip tertentu yang digariskan oleh Al-Qur'an dan assunnah/hadits
(naqal). Karena itu akal dalam kegiatnnya mengatur kehidupan merujuk kepada
naqal, dengan kata lain gerak atau kegiatan kebudayaan itu memang dari akal, tetapi
asas gerak itu atau prinsip yang dipegangi akal dalam kegiatannya adalah dari naqal.
Dari asas yang ditentukan dan digariskan oleh naqal itu kemudian adalah
menentukan cara pelaksanaannya. Karena itu yang merupakan karya manusia
dalam kebudayaan Islam ialah cara pelaksanaan yang bersifat dinamik, sedangkan
prinsip-prinsipnya dari Allah dan bersifat serba tetap.3
Kebudayaan tidak bertentangan dengan Islam karena cukup banyak ayat Al-
Qur‟an dan hadist yang mendorong manusia untuk belajar dan menggunakan
akalnya melahirkan sesuatu yang bermanfaat untuk kehidupan masyarakat. Ini
berarti Islam membenarkan penalaran akal pikiran dan mendorong semangat
intelektualisme.4
Oleh karena itu dapat dipahami kebudayaan merupakan hasil akal budi, karya
cipta dan rasa manusia sehingga tidak mungkin terlepas dengan nilai nilai
kemanusiaan yang bersifat universal walaupun sangat mungkin terlepas dari nilai
nilai ketuhanan. Kebudayaan Islam adalah hasil akal, budi, cipta, rasa dan karsa
manusia yang berlandaskan pada nilai nilai tauhid. Islam sangat menghargai akal
manusia untuk berkiprah dan berkembang.
Jadi Islam mempunyai dua aspek, yakni segi agama dan segi kebudayaan.
Dengan demikian, ada agama Islam dan ada kebudayaan Islam. Dalam pandangan
ilmiah, antara keduanya dapat dibedakan, tetapi dalam pandangan Islam sendiri tak
mungkin dipisahkan. Antara yang kedua dan yang pertama membentuk integrasi.
Demikian eratnya jalinan integrasinya, sehingga sering sukar mendudukkan
suatu perkara, apakah agama atau kebudayaan. Misalnya nikah, talak, rujuk, dan
waris. Dipandang dari kacamata kebudayaan, perkara-perkara itu masuk
3
Tadjab, dkk., Dimensi-Dimensi Studi Islam, (Surabaya: Karya Aditama, 1999), hal. 312
4
Rois Mahfud. Al-Islam Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Erlangga, 2011), hal.185-186
3
kebudayaan. Tetapi ketentuan-ketentuannya berasal dari Tuhan. Dalam hubungan
manusia dengan Tuhan, manusia menaati perintah dan larangan-Nya. Namun
hubungan manusia dengan manusia, ia masuk katagori kebudayaan.
4
Salah satu realitas budaya yang dihasilkan dari kehidupan masyarakat muslim
adalah kesusastaraan. Walaupun al-Quran menolak dirinya sebagai hasil ucapan
sastrawan, namun sebagaimana diakui oleh para pengkajinya, salah satu
keunggulan al-Quran adalah ketinggian sastranya yang sulit tertandingi oleh karya
cipta sastra manusia. Tidak heran apabila ajaran yang tertuang dalam lembaran
kitab suci kaum muslimin itu pun banyak dikaji dari sudut sastra. Tidak hanya itu
kesusastraan bahkan kemudian menjadi salah satu medium yang digunakan untuk
menafsirkan, mengembangkan, dan menyebarkan ajaran Islam. Kitab-kitab karya
orang-orang Islam baik dalam bidang tauhid, fiqih, maupun tasawuf banyak
menggunakan sastra seperti nadzam dan sya’ir.
Salah satu produk budaya lokal yang hingga hari ini masih eksis di Indonesia
adalah, pertama, produk kesusastraan pesantren yang bernama Syi’iran. Syi’iran
pesantren adalah sebagai hasil ekspresi dan perenungan paling dalam yang dikarang
oleh para ulama dan pujangga kita, Syi’iran tentu mengandung maksud dan makna
tertentu. Selain berfungsi sebagai sarana dakwah yang sengaja dijadikan untuk
memudahkan para Wali dan Kiai dalam menyampaikan ajaran-ajaran Islam,
Syi’iran ternyata memiliki banyak fungsi dengan jenis ragamnya, yakni; Syi’iran
sebagai ajaran moral, Syi’iran sebagai ajaran spiritual, Syi’iran sebagai media
Ta’lim, Syi’iran sebagai Ijazah Kiai.5
Di sini agama secara nyata memiliki tantangan yang besar, adanya tantangan
tersebut merupakan buah dari menumpuknya problematika yang mencatut nama
agama, seperti halnya kekerasan, terorisme,budaya modern, perekonomian,
kehidupan bersama, problem ketenangan diri dan lain sebagainya. Semua persoalan
ini merupakan wujud hubungan antara manusia dan manusia, manusia dengan
budaya yang belum bisa secara total dijelaskan secara mendalam oleh agama.
Padahal perubahan zaman menciptakan budaya baru yang menuntut umat
Islam untuk cepat-cepat meresponnya, agar fungsi agama di tengah-tengah
kehidupan umat Islam selalu relevan dan selalu memberikan solusi konkrit terhadap
persoalan yang dihadapi dalam budaya yang berbeda.Budaya dulu dengan budaya
5
M. Mukhsin Jamil, Syi’iran Dan Transmisi Ajaran Islam Di Jawa, (Semarang: Walisongo
Press, 2010), hal. 3
5
sekarang tentu terdapat perbedaan yang signigifikan,karena pada zaman dulu
budaya Islam mengalami kemajuan yang luar biasa dengan tokoh-tokoh yang hebat
pula seperti, Al-Ghazali, Al-Farabi, Ibnu Rusyd, Al-Kindi, Ibnu Arabi, Ibnu
Khaldun.Tokoh-tokoh ini begitu cepat merespon keadaan zaman yang telah
berubah, sehingga Islam tetap bisa menyeimbangkan ajarannya dengan budaya
yang telah berubah.
Di sisi lain, orang-orang Barat sedang gencar-gencarnya melakukan
perubahan dan pengembangan di segala bidang, baik bidang politik, sosial,
pendidikan, agama, ekonomi, dan budaya. Perubahan yang dilakukan oleh orang-
orang Barat pasca Renaissance sangat besar pengaruhnya terhadap agama-agama
di dunia, tak terkecuali Islam. Budaya nusantara dan budaya lokal juga terkena
pengaruhnya, hingga muncul budaya modern di tengah-tengah umat beragama.6
6
Arief Rifkiawan Hamzah dan Heri Cahyono, “Agama Dan Tantangan Budaya Modern
Perspektif Islam”, Jurnal Fikri, Vol. 1, No. 2, Desember 2016, hal. 424-425
6
dalamnya. Agama memerlukan sistem simbol, dengan kata lain agama memerlukan
kebudayaan agama. Hal ini menunjukkan hubungan antara agama dan budaya yang
begitu erat. Tetapi perlu diperhatikan, keduanya perlu dibedakan. Agama adalah
sesuatu yang final, universal, abadi (parennial), dan tidak mengenal perubahan
(absolut). Sedangkan kebudayaan bersifat partikular, relative, dan temporer. Agama
tanpa kebudayaan memang dapat bekembang sebagai agama pribadi; namun tanpa
kebudayaan agama sebagai kolektivitas tidak akan mendapat tempat.7
Dalam kaidah usul fikih disebutkan bahwa adat istiadat atau budaya dapat
menjadi sumber hukum (al-‘adat muhakkamah). Hal ini memposisikan budaya dan
adat istiadat sebagai sumber hukum yang diakui agama. Karenanya, aturan dan
tradisi yang sesuai dengan syariat bisa menjadi sebuah hukum atas kasus tertentu.
“Namun perlu ditekankan di sini bahwa adat istiadat yang bisa dijadikan sumber
hukum itu syarat utamanya ialah tidak bertentangan dengan Al-Quran dan as-
Sunah”,
Salah satu permasalahan umat Islam saat ini adalah tidak mempunyai
semangat kebudayaan, sehingga melahirkan dampak pada permasalahan ekonomi,
politik, dan budaya. Hingga pada akhirnya lebih banyak melahirkan konsekuensi
negatif daripada konsekuensi positif. Bahkan di Indonesia mulai diterapkan pada
ajaran-ajaran liberal sejak masa reformasi, termasuk dalam bidang ekonomi.
Dengan demikian dikatakan bahwa umat Islam belum punya konsep
kebudayaan yang matang dan utuh berkaitan dengan Indonesia dan ke-Indonesiaan.
Islam bukanlah ajaran yang perlu menghancurkan tradisi dalam suatu kebudayaan.
7
Kuntowijoyo, Muslim Tanpa Masjid, Essai-essai Agama, Budaya, dan Politik dalam
Bingkai Strukturalisme Transendental, (Bandung: Mizan, 2001), hal. 196.
7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Islam mempunyai dua aspek, yakni segi agama dan segi kebudayaan. Dengan
demikian, ada agama Islam dan ada kebudayaan Islam. Dalam pandangan ilmiah,
antara keduanya dapat dibedakan, tetapi dalam pandangan Islam sendiri tak
mungkin dipisahkan. Antara yang kedua dan yang pertama membentuk integras.
Agama secara nyata memiliki tantangan yang besar, adanya tantangan
tersebut merupakan buah dari menumpuknya problematika yang mencatut nama
agama, seperti halnya kekerasan, terorisme,budaya modern, perekonomian,
kehidupan bersama, problem ketenangan diri dan lain sebagainya. Semua persoalan
ini merupakan wujud hubungan antara manusia dan manusia, manusia dengan
budaya yang belum bisa secara total dijelaskan secara mendalam oleh agama.
Salah satu permasalahan umat Islam saat ini adalah tidak mempunyai
semangat kebudayaan, sehingga melahirkan dampak pada permasalahan ekonomi,
politik, dan budaya. Hingga pada akhirnya lebih banyak melahirkan konsekuensi
negatif daripada konsekuensi positif. Bahkan di Indonesia mulai diterapkan pada
ajaran-ajaran liberal sejak masa reformasi, termasuk dalam bidang ekonomi.
Dengan demikian dikatakan bahwa umat Islam belum punya konsep
kebudayaan yang matang dan utuh berkaitan dengan Indonesia dan ke-Indonesiaan.
Islam bukanlah ajaran yang perlu menghancurkan tradisi dalam suatu kebudayaan.
B. Saran
Jika ditinjau ulang, tentu didalam makalah ini tidak akan lepas dari koreksi
para pembaca. Karena kami menyadari apa yang kami sajikan ini sangatlah jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca agar nantinya makalah ini akan menjadi lebih
sempurna
8
DAFTAR PUSTAKA
Arief Rifkiawan Hamzah dan Heri Cahyono, “Agama Dan Tantangan Budaya
Modern Perspektif Islam”, Jurnal Fikri, Vol. 1, No. 2, Desember 2016
Fitriyani, “Islam Dan Kebudayaan”, Jurnal Al- Ulum Volume. 12, Nomor 1, Juni
2012,
Kuntowijoyo, 2001, Muslim Tanpa Masjid, Essai-essai Agama, Budaya, dan
Politik dalam Bingkai Strukturalisme Transendental, Bandung: Mizan
M. Mukhsin Jamil, 2010, Syi’iran Dan Transmisi Ajaran Islam Di Jawa, Semarang:
Walisongo Press
Moetojib, 2010, “Globalisasi Kebudayaan Dan Ketahanan Nasional,Diskusi”,
Yogyakarta: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional
Rois Mahfud. 2011, Al-Islam Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Erlangga
Tadjab, dkk., 1999, Dimensi-Dimensi Studi Islam, Surabaya: Karya Aditama