Disusun oleh :
Mutia Afifah 2101016045
Safana Fitriani Mufila 2101016134
Muhammad Wafiq Afiful Muntaha 2101016153
Puji Syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk menyelesaikan tugas makalah ini dengan lancar. Berkat Rahmat dan Hidayah-
Nya, penulis mampu menyelesaikan makalah yang berjudul “Agama dan Masyarakat” Dalam
ini dengan tepat waktu. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Psikologi
Agama di UIN Walisongo Semarang. Selain itu, penulis berharap makalah ini dapat
menambah pemahaman dan wawasan bagi pembacanya.
Penulis mengucapkan Terima Kasih kepada Ibu Wieke Diah Anjaryani, S.Psi., M.Kes,
Psikolog. selaku dosen pengampu Mata Kuliah Psikologi Agama atas materi dan tugas ini,
sehingga dapat menambah ilmu dan wawasan bagi penulis dan pembacanya. Kemudian
penulis juga mengucapkan Terima Kasih kepada tim yang telah membantu proses
penyusunan makalah ini dengan baik.
Penulis juga menyadari bahwa semua materi dan komponen dalam makalah ini masih
banyak kekurangannya. Oleh karena itu, penulis membutuhkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca, agar makalah ini dapat diterima, dipahami, dan dibaca dengan
baik.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................................ii
BAB 1...................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian.................................................................................................................2
BAB II..................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN...................................................................................................................................3
2.1. Agama dan Masyarakat......................................................................................................3
2.2. Fungsi Agama dalam Kehidupan Masyarakat..................................................................5
2.3. Konflik yang Ada Dalam Agama........................................................................................8
2.4. Pelembagaan Agama.........................................................................................................10
BAB III...............................................................................................................................................13
PENUTUP..........................................................................................................................................13
3.1. Kesimpulan.........................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................14
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa pengertian dari psikologi dalam agama dan masyarakat ?
1.2.2 Apa saja fungsi agama dalam kehidupan masyarakat ?
1.2.3 Bagaimana konflik yang ada dalam agama?
1.2.4 Apa saja pelembagaan agama di Indonesia?
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
berdasarkan kehendak yang diwahyukan Tuhan kepada para Nabi, dan ada yang
muncul dalam benak manusia berdasarkan emosi keagamaan pribadi manusia sendiri.
Sehingga agama dijadikan masyarakat sebagai ukuran dalam berbuat, bersikap dan
tingkah laku individu.
Dalam pandangan Yusuf Al- Qorodowi masyarakat Islam adalah masyarakat yang
berdasarkan iman kepada Allah SWT, sebab iman kepada-Nya akan membuat
kehalusan dan ketinggian moral serta kesadaran sosial. Selanjutnya akan melahirkan
perilaku budaya dan kontrol sosial yang tinggi. Semua prinsip dan nilai-nilai dari
Allah
menjadi dasar dari semua aspek kehidupan manusia baik, sosial, ekonomi, politik,
hukum, pendidikan, seni, kebudayaan dan sebagainya. Sehingga masyarakat Islam
adalah masyarakat yang Rabbani (berpegang pada nilai-nilai Ilahi), manusiawi dan
seimbang.
Agama dan masyarakat memiliki hubungan yang kompleks dan saling
memengaruhi satu sama lain. Pertama-tama, agama memainkan peran penting dalam
membentuk norma, nilai, dan aturan sosial yang mengatur perilaku individu dalam
masyarakat. Misalnya, ajaran agama dapat mengatur tata cara berinteraksi sosial,
seperti norma-norma moral dan etika. Selain itu, agama juga berfungsi sebagai
sumber dukungan sosial bagi individu dalam masyarakat. Melalui jaringan
keagamaan, individu dapat merasa terhubung dengan komunitas yang memiliki nilai-
nilai yang sama, sehingga memberikan rasa kebersamaan dan solidaritas. Dukungan
sosial dari komunitas keagamaan juga dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis
individu, terutama dalam menghadapi stres atau kesulitan hidup.
Dalam konteks masyarakat yang multikultural, psikologi agama mempelajari
bagaimana individu dari latar belakang agama yang berbeda berinteraksi satu sama
lain. Studi tentang toleransi, penghargaan terhadap perbedaan, dan dialog antaragama
menjadi penting untuk mempromosikan harmoni dan kerukunan antar individu dalam
masyarakat yang beragam. Selain itu, psikologi agama juga meneliti peran agama
dalam proses sosialisasi individu dalam masyarakat. Agama sering menjadi bagian
integral dalam pembentukan identitas individu, terutama dalam hal nilai-nilai,
kepercayaan, dan tujuan hidup. Oleh karena itu, pemahaman tentang bagaimana
4
agama memengaruhi perkembangan psikologis individu dari masa kanak-kanak
hingga dewasa sangatlah penting.2
Secara keseluruhan, hubungan antara agama dan masyarakat merupakansuatu
hubungan yang kompleks. Dari agama dapat menjadi sumber nilai, dukungan sosial,
dan identitas bagi individu dalam masyarakat, namun juga dapat menjadi sumber
konflik jika tidak dikelola dengan baik. Oleh karena itu, pemahaman mendalam
tentang dinamika hubungan antara agama dan masyarakat sangatlah penting untuk
menciptakan keharmonisan dan kesejahteraan sosial.
2
Sari Dewi Purnama, Lisnawati Aprilia, Idi Wirsah, “Peran Psikologi Agama Terhadap Perkembangan
Masyarakat Islam”, Jurnal Muhafadzah: Jurnal Ilmiah Bimbingan dan Konseling Islam. 3.2 (2023),hlm.64
5
2. Berfungsi Penyelamat
Dimanapun manusia berada dia selalu menginginkan dirinya selamat.
Keselamatan yang diajarkan oleh agama. Keselamatan yang diberikan oleh
agama kepada penganutnya adalah keselamatan yang meliputi dua alam yaitu
dunia dan akhirat. Dalam mencapai keselamatan itu agama mengajarkan para
penganutnya melalui: pengenalan kepada masalah sakral, berupa keimanan
kepada Tuhan.
3. Berfungsi Sebagai Pendamaian
Melaui agama seseorang yang bersalah atau berdosa dapat mencapai
kedamaian batin melalui tuntunan agama. Rasa berdosa dan rasa bersalah akan
segera menjadi hilang dari batinnya apabila sesoerang pelanggar telah menebus
dosanya melalui :tobat, pensucian ataupun penebusan dosa.
4. Berfungsi Sebagai Sosial Kontrol
Para pengganut agama sesuai dengan ajaran agama yang dipeluknya terikat
batin kepada tuntunan ajaran tersebut, baik secara pribadi maupun secara
kelompok. Ajaran agama oleh penganutnya dianggap sebagai pengawasan sosial
secara individu maupun kelompok.
5. Berfungsi Sebagai Pemupuk Rasa Solidaritas
Para penganut agama yang sama secara psikologis akan merasa memiliki
kesamaan dalam satu kesatuan: iman dan kepercayaan. Rasa kesatuan ini akan
membina rasa solidaritas dalam kelompok maupun perorangan, bahkan
kadangkadang dapat membina rasa persaudaraan yang kokoh.
6. Berfungsi Transformatif
Ajaran agama dapat mengubah kehidupan kepribadian seseorang atau
kelompok menjadi kehidupan baru sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.
Kehidupan baru yang diterimanya berdasarkan ajaran agama yang dipeluknya
itu kadangkala mampu mengubah kesetiaannya kepada adat atau norma
kehidupan yang dianutnya sebelum itu.
7. Berfungsi Kreatif
Ajaran agama mendorong dan mengajak para penganutnya produktif bukan
saja untuk kepentingan dirinya sendiri, tetapi juga untuk kepentingan orang lain.
Penganut agama bukan saja disuruh bekerja secara rutin dalam pola hidup yang
sama, akan tetapi juga dituntut untuk melakukan inovasi dan penemuan baru.
8. Berfungsi Sublimatif
6
Ajaran agama mengkuduskan segala usaha manusia, bukan saja yang
bersifat agama ukhrawi, malinkan juga yang bersifat duniawi. Segala usaha
manusia selama tidak bertentangan dengan norma-norma agama, bila dilakukan
atas niat tulus, karena dan untuk Allah merupakan ibadah.3
Agama memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat, dan
perspektif psikologi agama membantu kita memahami bagaimana hal ini terjadi.
Secara fundamental, agama memberikan kerangka makna yang membantu individu
dan masyarakat dalam memahami diri mereka dan alam semesta di sekitar mereka. Ini
memberikan suatu arah dan tujuan yang memandu perilaku dan keputusan sehari-hari.
Selain memberikan makna, agama juga memenuhi berbagai kebutuhan psikologis
individu. Misalnya, kebutuhan akan keamanan, rasa harga diri, dan hubungan yang
bermakna sering kali dipenuhi melalui keyakinan dan praktik keagamaan. Agama
juga membantu individu dalam mengelola emosi mereka, memberikan kerangka kerja
untuk mengatasi stres, kecemasan, dan rasa sakit emosional.
Manusia modern saat ini pun ketika merasa tidak aman dalam menghadapi
berbagai bahaya yang mengancamnya, masih mempergunakan do’a pengharapan
sebagai salah satu alat untuk melindungi diri dari berbagai ketidakamanan ini.
Menurut Prof. Dr. Hamka, fungsi dan peranan agama itu ibaratkan “tali kekang”,
yaitu kekang dari pada pengumbaran akal pikiran, tali kekang dari pada gejolak hawa
nafsu (yang angkara murka), dan tali kekang dari pada ucap dan perilaku (yang keji
dan biadab). Agama menuntun perjalan hidup manusia agar tetap berada diatas jalan
lurus (shirotol mustaqim) yang diridhai oleh Allah Swt.4 Sedangkan menurut hukum
Islam, agama berfungsi sebagai sarana untuk mengatur sebaik mungkin dan
memperlancar proses interaksi sosial sehingga terwujudnya masyarakat yang
harmonis, aman, dan sejahtera.5
Agama juga memberikan kerangka etika dan moral yang membimbing perilaku
individu dan masyarakat secara keseluruhan. Prinsip-prinsip moral yang diajarkan
dalam agama dapat mempromosikan perilaku yang prososial dan mengurangi konflik
dalam masyarakat. Selain itu, agama sering kali menjadi sumber dukungan spiritual
dan psikologis bagi individu yang mengalami krisis atau kesulitan.
3
H Robert Thouless. Pengantar Psikologi Agama, (Jakarta: Rajawali, 1992), hlm. 105
4
Muhaimin, Problema Agama Dalam Kehidupan Manusia, (Jakarta: Kalam Mulia, 1989), hlm 16
5
Rois Mahfud, Al-Islam Pendidikan Agama Islam, (Palangkaraya: Erlangga, 2011), hlm. 129
7
2.3. Konflik yang Ada Dalam Agama
Dalam perjalannya sejarah, sejak kepercayaan animisme dan dinamisme sampai
monotheisme menjadi agama yang paling banyak dianut di muka bumi ini agama
hampir selalu menciptakan perpecahan. Sebagai contoh, dalam agama India,
khususnya Hindu-Budha, agama yang dibawa Sidharta Gautama ini merupakan rekasi
dari ekses negative yang di bawa oleh agama Hindu. Walaupun agama Budha
disebarkan dengan damai namun dapat dengan jelas terlihat bahwa masalah
pembagian kasta dalam bingkai caturvarna menjadi masalah utama. Pada awalnya
memang pembagian kasta ini merupakan spesialisasi pekerjaan, ada yang menjadi
pemimpin agama, penguasa dan prajurit, dan rakyat biasa. Namun, dalam perjalannya
terjadi penghisapan terutama dari pemimpin agama, prajurit, dan penguasa terhadap
rakyat jelata. Implementasi yang salah dari caturvarna inilah yang diprotes dengan
halus oleh Budha yang pada awalnya tidak menyebut diri mereka sebagai agama,
tetapi berfungsi menebarkan cinta kasih terhadap sesama mahluk hidup, bukan saja
manusia, tetapi juga hewan, dan tumbuhan. Sebagai reaksi dari meluasnya pengaruh
Budha, Otoritas Hindu kemudian mengadakan pembersihan terhadap pengaruh Budha
ini. Namun demikian, karena ajaran Budha lebih bersifat egaliter, usaha otoritas hindu
ini menemui jalan buntu, bahkan agama Bundha sendiri dapat berkembang jauh lebih
pesat dari pada agama Hindu, dan mendapat banyak pemeluk di Negara Tiongkok di
kemudian hari.
Selain itu unsur konflik yang terbesar terjadi pula pada pengikut agama terbesar di
dunia yaitu Abraham Religions, atau agama yang diturungkan oleh Abraham, yaitu
Yahudi, Nasrani, dan Islam. Tulisan ini hanya membatasi pada penggambaran konflik
di antara ketiga agama tersebut, bukan pada konflik intern dalam masing-masing
agama tersebut. Inti dari agama-agama Abraham ini adalah akan datang nabi terakhir
yang akan menyelamatkan dunia ini. Hal yang menjadi masalah utama adalah tidak
ada kesepakatan diantara ketiga agama tersebut tentang siapa nabi yang akan datang
tersebut. Pihak Yahudi menyatakan belum datang nabi terakhir itu, sedangkan pihak
Nasrani mengatakan Nabi Isa (Yesus Kristus) adalah nabi terakhir, lalu Islam
mengklaim Nabi Muhhamad sebagai nabi terakhir. Keadaan ini kemudian semakin
diperparah ketika tidak ada pengakuan dari masing-masing agam yang masih
bersaudara tersebut. Ketika berbagai unsure non-theologis, khususnya politik,
ekonomi, dan budaya, menyusup ke dalam masalah ini, konflik memang tidak dapat
dielakkan. Berbagai konflik diantara agama-agama dipaparkan secara khusus:
8
1. konflik antara Yahudi dan Nasrani. Walaupun sumber konflik ini didasarkan atas
kitab suci namun justru unsur dogmatis agama ini sangat mendukung
pengambaran konflik yang terjadi. Menurut versi Yahudi, Nasrani adalah agama
yang sesat karena menganggap Yesus sebagai mesias (juru selamat). Dalam
pandangan Yahudi sendiri Yesus adalah penista agama yang paling berbahaya
karena menganggap dirinya adalah anak Allah, sampai akhirnya otoritas Yahudi
sendiri menghukum mati Yesus dengan cara disalibkan, sebuah jenis hukuman
bagi penjahat kelas kakap pada waktu itu. Sedangkan menurut pandangan
Kristen, umat Yahudi adalah umat pilihan Allah yang justru menghianati Allah
itu sendiri. Untuk itu Yesus datang ke dunia demi menyelamatkan umat tersebut
dari murka Allah. Dalam beberapa kesempatan, misalnya, ketika Yesus
mengamuk di bait Allah karena dipakai sebagai tempat berjualan, atau dalam
kasus lain yaitu penolakan orang Israel terhadap ajaran Yesus.6
2. konflik Islam-Kristen. Konflik ini pada awalnya diilhami oleh kepercayaan
bahwa Islam memandang Nasrani sebagai agama kafir karena mempercayai
Yesus sebagai anak Allah, padahal dalam ajaran Islam Nabi Isa (Yesus)
merupakan nabi biasa yang pamornya kalah dari nabi utama mereka Muhammad
S.A.W. Konflik ini pada awalnya hanya pada tataran kepercayaan saja, namun
ketika unsur politis, ekonomi, dan budaya masuk, maka konflik yang bermuara
pada pecahnya Perang Salib selama beberapa abad menegaskan rivalitas Islam-
Kristen sampai sekarang. Konflik itu sendiri muncul ketika Agama Kristen dan
Islam mencapai puncak kejayaannya berusaha menunjukkan dominasinya. Ketika
itu Islam yang berusaha meluaskan pengaruhnya ke Eropa, mendapat tantangan
dari Nasrani yang terlebih dahulu ada dan telah mapan. Puncak pertempuran itu
sebenarnya terjadi ketika perebutan Kota Suci Jerusalem yang akhirnya
dimenangkan tentara salib. Sebagai balasan, Islam kemudian berhasil merebut
Konstatinopel yang merupakan poros dagang Eropa-Asia pada saat itu.7
3. konflik antara Yahudi-Islam yang masih hangat dalam ingatan kita. Konflik ini
berawal dari kepercayaan orang Yahudi akan tanah yang dijanjikan Allah kepada
mereka yang dipercayai terletak di daerah Israel, termasuk Yerusalem, sekarang.
Pasca perbudakan Mesir, ketika orang Yahudi melakukan eksodus ke Mesir
6
Elis Suryani Nani Sumarlina &Rangga Saptya Mohamad Permana. "REVITALISASI TEKS NASKAH
PUPUJIAN." Proceeding: The Second International Symposium on Religious Literature and Heritage. 109
7
Mohamad Nur Kholis Setiawan, dan Djaka Soetapa. “Meniti kalam kerukunan: beberapa istilah kunci
dalam Islam dan Kristen”. Vol. 1. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010).
9
namun kemudian malah diperbudak sampai akhirnya diselamatkan oleh Musa,
orang Yahudi kemudian kembali ke tanah mereka yang lama, yaitu Israel. Akan
tetapi, pada saat itu orang Arab telah bermukim di daerah itu. Didasarkan atas
kepercayaan itu, kemudian orang Yahudi mulai mengusir Orang Arab yang
beragama Islam itu. Inilah sebenarnya yang menjadi akar konflik Israel dan
Palestina dalam rangka memperebutkan Jerusalem. Konflik ini semakin panas
ketika unsure politis mulai masuk.8
8
Jonar Situmorang. “Mengenal Agama Manusia: Mempelajari dan Memahami Agama-agama Manusia
Untuk Menciptakan Ketentraman dan Rasa Solidaritas”. (PBMR ANDI, 2021).
9
Rahmat Robuwan. “Analisis Asuransi Kesehatan Oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Berdasarkan Hukum Asuransi Islam”. ISLAMITSCH FAMILIERECHT JOURNAL. 4(1). (2023): 49-58
10
Riedel Ch Gosal. “Sejarah Ekumene GMIM Tahun 1934-1980”. Titian Emas. 1(1). (2020): 73-98.
10
Keuskupan bukanlah KWI daerah. Yang menjadi anggota KWI adalah para
Uskup di Indonesia yang masih aktif, tidak termasuk yang sudah pensiun. KWI
bekerja melalui komisi-komisi yang diketuai oleh Uskup-Uskup. Pada 2006
anggota KWI berjumlah 36 orang, sesuai dengan jumlah keuskupan di Indonesia
(35 keuskupan) ditambah seorang uskup dari Ambon (Ambon memiliki 2
uskup).11
4. Hindu : Parisada
Parisada Hindu Dharma Indonesia ( Parisada ) ialah: Majelis tertinggi umat
Hindu Indonesia.12
5. Budha : MBI
Majelis Buddhayana Indonesia adalah majelis umat Buddha di Indonesia.
Majelis ini didirikan oleh Bhante Ashin Jinarakkhita pada hari Asadha 2499 BE
tanggal 4 Juli 1955 di Semarang, tepatnya di Wihara Buddha Gaya, Watugong,
Ungaran, Jawa Tengah, dengan nama Persaudaraan Upasaka-Upasika Indonesia
(PUUI) dan diketuai oleh Maha Upasaka Madhyantika S. Mangunkawatja.13
6. Konghucu : MATAKIN
Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (disingkat MATAKIN) adalah
sebuah organisasi yang mengatur perkembangan agama Khonghucu di Indonesia.
Organisasi ini didirikan pada tahun 1955. Keberadaan umat beragama Khonghucu
beserta lembaga-lembaga keagamaannya di Nusantara atau Indonesia ini sudah
ada sejak berabad-abad yang lalu, bersamaan dengan kedatangan perantau atau
pedagang-pedagang Tionghoa ke tanah air kita ini. Mengingat sejak zaman Sam
Kok yang berlangsung sekitar abad ke-3 Masehi, Agama Khonghucu telah
menjadi salah satu di antara Tiga Agama Besar di China waktu itu; lebih-lebih
sejak zaman dinasti Han, atau tepatnya tahun 136 sebelum Masehi telah dijadikan
Agama Negara.14
11
Ismail, Nawari. Menakar Peran Lembaga Pengembang Kerukunan Umat Beragama. (Yogyakarta:
Samudra Biru, 2017).
12
I. Wayan Sukabawa. "Strategi Phdi Meningkatkan Sradha Dan Bhakti Umat Hindu Di Kota Palangka
Raya Kalimantan Tengah." VIDYA SAMHITA: Jurnal Penelitian Agama. 1.2 (2015).
13
Endang Ekowati. Agama-agama di Indonesia. (Merdeka Kreasi Group, 2022).
14
Wawan Wahyuddin. "KEPUASAN MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN TANDA DAFTAR
RUMAH IBADAH KHONGUCU DI INDONESIA." (Jakarta: Kementerian Agama Republik Indonesia Badan
Penelitian Dan Pengembangan, Dan Pendidikan Dan Pelatihan, 2020).
11
12
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Agama memainkan peran yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat.
Psikologi agama membantu kita memahami bagaimana agama memengaruhi perilaku
dan kesejahteraan psikologis individu dalam masyarakat. Agama tidak hanya
berfungsi sebagai sumber nilai dan norma sosial, tetapi juga memberikan dukungan
sosial dan identitas bagi individu. Namun, kompleksitas hubungan antara agama dan
masyarakat juga dapat menyebabkan konflik, baik di antara pemeluk agama yang
berbeda maupun di dalam agama itu sendiri.
Fungsi agama dalam kehidupan masyarakat mencakup berbagai aspek, mulai dari
edukasi moral hingga memupuk solidaritas sosial. Agama memberikan pedoman etika
dan moral yang membimbing perilaku individu dan masyarakat, serta memberikan
dukungan spiritual dan psikologis dalam menghadapi krisis. Namun, fungsi agama
juga dapat menjadi sumber konflik jika tidak dikelola dengan baik, terutama ketika
nilai-nilai agama bertentangan dengan nilai sosial atau politik.
Konflik dalam agama sering kali muncul akibat perbedaan keyakinan atau
interpretasi teks suci, serta persaingan politik atau ekonomi di antara pemeluk agama
yang berbeda. Konflik ini dapat memunculkan ketegangan antara kelompok-
kelompok agama, seperti yang terjadi dalam sejarah antara Yahudi dan Nasrani, Islam
dan Kristen, serta antara agama-agama Abraham secara umum. Konflik ini sering kali
bersifat kompleks dan sulit untuk diselesaikan.
Pelembagaan agama di Indonesia memiliki peran penting dalam membimbing,
membina, dan mengayomi umat beragama di negara ini. Organisasi seperti MUI, PGI,
KWI, Parisada, MBI, dan MATAKIN membantu dalam menjaga harmoni antarumat
beragama dan mempromosikan toleransi serta kerukunan antarumat beragama.
Namun, pelembagaan agama juga harus terus beradaptasi dengan perubahan sosial
dan memastikan bahwa hak-hak serta kebutuhan spiritual umat beragama terpenuhi
secara adil dan inklusif.
13
DAFTAR PUSTAKA
14
15