Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kita
berbagai macam nikmat, sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini akan selalu
membawa keberkahan, baik kehidupan di alam dunia ini, lebih-lebih lagi pada
kehidupan akhirat kelak, sehingga semua cita-cita serta harapan yang ingin kita
capai menjadi lebih mudah dan penuh manfaat.
Terima kasih sebelum dan sesudahnya kami ucapkan kepada Guru serta
teman-teman sekalian yang telah membantu, baik bantuan berupa moriil maupun
materil, sehingga makalah ini terselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan.
Kami menyadari sekali, didalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempuraan serta banyak kekurangan-kekurangnya, baik dari segi tata bahasa
maupun dalam hal pengkonsolidasian kepada guru serta teman-teman sekalian,
yang kadang kala hanya menturuti egois pribadi, untuk itu besar harapan kami
jika ada kritik dan saran yang membangun untuk lebih menyempurnakan
makalah-makah kami dilain waktu.
Harapan yang paling besar dari penyusunan makalah ini ialah, mudah –
mudahan apa yang kami susun ini penuh manfaat, baik untuk pribadi, teman-
teman, serta orang lain yang ingin mengambil atau menyempurnakan lagi.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................ ii
BAB I
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................. 1
BAB II
2.1 Pengertian Adab dan Adat Melayu Riau..................................................2
1. Pengertian Adab secara umum......................................................2
2. Pengertian Adat secara umum......................................................3
2.2 Adab dan Adat dalam Masyarakat Melayu Riau......................................4
1. Adab dalam Masyarakat Melayu Riau..........................................4
2. Adat dalam Masyarakat Melayu Riau...........................................6
BAB III
3.1 Kesimpulan ..................................................................................... 10
3.2 Saran ................................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 11
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Orang Melayu mengaku identitas kepribadiannya yang utama adalah adat
istiadat Melayu, dan agama Islam. Dengan demikian, seseorang yang
mengaku dirinya orang Melayu harus beradat-istiadat Melayu, berbahasa
Melayu, dan beragama Islam. Dari tiga ciri utama kepribadian orang Melayu
tersebut, yang menjadi pondasi pokok adalah agama Islam, karena agama
Islam menjadi sumber adat-istiadat Melayu. Oleh karena itu, adat-istiadat
Melayu Riau bersendikan syarak dan syarak bersendikan kitabullah. Dalam
bahasa Melayu berbagai ungkapan, pepatah, perumpamaan, pantun, syair, dan
sebagainya menyiratkan norma sopan-santun dan tata pergaulan orang
Melayu.
iii
BAB II
ISI
iv
Nafsu merupakan salah satu faktor pendorong manusia
untuk mendapatkan sesuatu seperti makan, ambisi, hubungan
biologis hingga kemewahan. Nah, nafsu manusia adalah hal
yang paling sering menjerumuskan mereka terutama jika tidak
dikendalikan oleh nurani ataupun berpegang teguh pada agama.
d) Undang-Undang
Undang-undang merupakan sebuah aturan dasar dalam
kehidupan bernegara. Aturan ini dibuat sebaik mungkin demi
kemakmuran rakyatnya. Tidak adanya aturan undang-undang
yang bersifat negatif. Oleh karena itu, manusia beradab tentu
akan berperilaku sesuai dengan aturan undang-undang.
2. Pengertian Adat Secara Umum
Dalam Ensiklopedi Umum, kata “adat” diartikan sebagai Aturan-
aturan tentang beberapa segi kehidupan manusia yang tumbuh dari usaha
orang dalam suatu daerah yang terbentuk di Indonesia sebagai kelompok
sosial untuk mengatur tata tertib tingkah-laku anggota masyarakatnya. Di
Indonesia, aturan-aturan tentang segi kehidupan manusia itu menjadi
aturan hukum yang mengikat dan disebut hukum adat.
Pengertian adat di sini sangat terbatas, karena hanya berupa aturan-
aturan tentang beberapa segi kehidupan. Hal ini berbeda dengan pendapat
Prof. Dr. J. Prins yang mengatakan, “De adat overheerste tot voor kort alle
terrein van het leven juist wat de plichtenleer idealiter beoogt te doen”
(Prins, 1954). Pendapat Prins ini lebih mendekati pengertian yang
sebenarnya, karena ia mengatakan bahwa adat meliputi semua segi
kehidupan dan hanya untuk jangka waktu yang singkat.
Pengertian adat di Riau sendiri adalah ketentuan-ketentuan yang
mengatur tingkah-laku dan hubungan antara anggota masyarakat dalam
segala segi kehidupan. Oleh karena itu, adat merupakan hukum tidak
tertulis dan sekaligus sebagai sumber hukum. Sebelum hukum Barat
masuk ke Indonesia, adat adalah satu-satunya hukum rakyat yang
kemudian disempurnakan dengan hukum Islam, sehingga disebut “adat
v
bersendikan syarak”. Menyatunya adat Melayu dengan hukum syarak
diperkirakan terjadi setelah Islam masuk ke Malaka pada akhir abad ke-14,
sebagaimana diungkapkan Tonel (1920):
Adat Melayu pada mulanya berpangkal pada adat-istiadat Melayu yang
digunakan dalam negeri Tumasik, Bintan, dan Malaka. Pada zaman
Malaka, adat itu menjadi Islam karena rajanya pun telah memeluk Islam.
Ketentuan-ketentuan hukum syarak telah dianggap sebagai adat yang
dipatuhi oleh anggota masyarakat, sehingga sukar untuk membedakan
ketentuan-ketentuan yang berasal dari adat murni dan ketentuan-ketentuan
yang berasal dari hukum syarak.
vi
pembesar, dan sebagainya. Tingkah-laku yang terpuji adalah yang bersifat
sederhana. Pola hidup sederhana yang dicanangkan oleh pemerintah
Republik Indonesia sejalan dengan sifat ideal orang Melayu
Kesederhanaan memang sudah menjadi sifat dasar orang Melayu
sehingga terkadang karena “salah bawa” menjadi sangat berlebihan.
Kesederhanaan ini membawa sifat ramah dan toleransi yang tinggi dalam
pergaulan. Kesederhanaan ini digambarkan pula dalam pepatah “Mandi di
hilir-hilir, berkata di bawah-bawah, “Ibarat padi, kian berisi kian runduk” .
Gotong-royong dan seia sekata sangat dianjurkan. Banyak pepatah
dan ungkapan yang menjadi falsafah hidup orang Melayu bertahan sampai
sekarang, seperti misalnya:
Berat sama dipikul
Ringan sama dijinjing
Hidup jelang-menjelang
Sakit jenguk-menjenguk
vii
Dalam bertutur dan berkata, banyak dijumpai nasihat, karena kata
sangat berpengaruh bagi keselarasan pergaulan, “Bahasa menunjukkan
bangsa”. Pengertian “bangsa” yang dimaksud di sini adalah “orang
baik-baik” atau orang berderajat yang juga disebut “orang berbangsa”.
Orang baik-baik tentu mengeluarkan kata-kata yang baik dan tekanan
suaranya akan menimbulkan simpati orang. Orang yang menggunakan
kata-kata kasar dan tidak senonoh, dia tentu orang yang “tidak
berbangsa” atau derajatnya rendah.
Bahasa selalu dikaitkan dengan budi, oleh karena itu selalu disebut
“budi bahasa”. Dengan demikian, ketinggian budi seseorang juga
diukur dari kata-katanya.
viii
“sumbang”. Pelanggaran dalam hal ini menimbulkan aib besar dan si
pelanggar dianggap tidak beradab.
Terdapat beberapa sumbang, yaitu sumbang dipandang mata,
sumbang sikap, dan sumbang kata yang pada umumnya disebut “tidak
baik”. Karakter anggota masyarakat dibentuk oleh norma-norma ini.
Dengan demikian tercipta pola sikap dalam pergaulan, seperti sikap
terhadap orang tua, terhadap ibu bapak, terhadap penguasa atau
pejabat, terhadap orang sebaya, terhadap orang yang lebih muda,
antara pria dan wanita, bertamu ke rumah orang, dalam upacara, dan
sebagainya. Banyak ungkapan yang kita jumpai di dalam masyarakat
Melayu yang digunakan sebagai tuntunan.
ix
bertentangan dengan hukum syarak tidak boleh dipakai lagi dan
hukum syaraklah yang dominan.
Dasar adat Melayu menghendaki sunah Nabi dan Al Quran sebagai
sandarannya. Prinsip itu tidak dapat diubah, tidak dapat dibuang,
apalagi dihilangkan, itulah yang disebut “adat sebenar adat”.
x
sangat memeliharakan yang sia-sia
xi
mempunyai corak dan variasinya yang disesuaikan dengan kondisi dan
latar belakang sejarah, serta pengaruh yang masuk ke sana.
Jika “adat yang diadatkan” di seluruh wilayah Provinsi Riau
dibahas secara mendalam, akan dijumpai perbedaan dan persamaan
antara kerajaan-kerajaan tersebut. Akan tetapi, perbedaannya hanya
terbatas dalam masalah “tingkat adat” saja, sedangkan “adat sebenar
adat” tetap sama. Demikian pula dengan ketentuan-ketentuan dalam
upacara, seperti dalam upacara nikah kawin, upacara yang menyangkut
daur hidup, dan sebagainya.
BAB III
PENUTUP
xii
3.1 KESIMPULAN
Dengan kerangka rujukan “adat bersendikan syarak” adat-istiadat
Melayu Riau tidak statis dan tidak menutup diri terhadap perkembangan
zaman. Etika pergaulan orang Melayu Riau telah memberikan saham
dalam pergaulan antarwarga Indonesia. Ajaran sopan-santun akhir-akhir
ini telah diabaikan, sehingga kebiasaan ini perlu dipulihkan dengan cara-
cara yang sesuai dengan keadaan sekarang, yakni dengan:
a. Menghidupkan dan menyebarluaskan ungkapan, pepatah, dan
sebagainya yang mengandung adab sopan-santun melalui media cetak
dan media massa.
b. Menerjemahkan dan menyebarluaskan pepatah, ungkapan, dan
manuskrip yang mengandung ajaran-ajaran.
c. Menulis buku pelajaran yang mengajarkan adab sopan-santun dengan
kerangka rujukan falsafah dan nilai yang terkandung dalam pepatah,
ungkapan, pantun, dan sebagainya, mulai dari tingkat dasar.
3.2 SARAN
Demikianlah makalah ini penulis buat. Semoga makalah ini dapat
memberikan pengetahuan bagi kita semua. Pemakalah menyadari bahwa
masih banyak kekurangan baik dari segi isi maupun dalam penulisan.
Untuk itu, diharapkan kritikan dan saran dari pembaca yang membangun
demi kesempurnaan makalah ini.
xiii
DAFTAR PUSTAKA
xiv