KELOMPOK 1:
AISYA PUTRI JAENUDIN
JESSICA ANYA ANGELICA
YULIANTI PRASETYA
Puji syukur ke hadirat Allah SWT kami panjatkan, karena telah melimpahkan berkat
rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga penulisan makalah ini dapat
terselesaikan pada waktunya. Tanpa pertolongan-Nya kami tidak akan bisa menyelesaikan
makalah ini dengan baik.
Makalah ini disusun berdasarkan tugas dari proses pembelajaran yang telah disampaikan
kepada kelompok kami. Makalah ini memuat tentang kajian Q.s. An-Nissa ‘/4 : 59 dan hadits
tentang memaknai ketaatan secara benar.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambahkan pengetahuan para pembaca,
namun terlepas dari itu, kami selaku penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran serta kritikan yang bersifat
membangun agar kami dapat membuat makalah selanjutnya yang lebih baik lagi. Kami
mohon maaf apabila dalam penulisan dan perkataan dalam makalah ini kurang berkenan
kepada pembaca. Terimakasih.
Penyusun,
Yulianti Prasetya
DAFTAR ISI
BAB1:PENDAHULUAN ...................................................................................... 4
BAB II : KAJIAN Q.S. AN-NISA ‘/4 : 59 DAN HADITS TENTANG MEMAKNAI KETAATAN SECARA BENAR......................
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Al-Qur’an adalah mukjizat bagi umat Islam yang diturunkan kepada nabi
Muhammad SAW untuk disampaikan kepada umat manusia. Al-Qur’an
sendiri dalam proses penurunannya mengalami banyak proses, yang mana
dalam penurunannya itu berangsur-angsur dan bermacam-macam peristiwa.
Kita mengenal mengenal tuerunnya Al-Qur’an pada tanggal 17 Ramadhan.
Maka setiap tanggal 17 bulan Ramadhan kita mengenal yang namanya
Nuzulul Qur’an yaitu hari turunnya Al-Qur’an. Mengetahui latar belakang
turunnya ayat-ayat Al-Qur’an, akan menimbulkan banyak prespektif dan
menimbulkan banyak khazanah perbendaharaan pengetahuan baru. Dengan
mengetahui hal tersebut kita akan lebih memahami arti dan makna ayat-ayat
itu dan akan menghilangkan segala keraguan-keraguan dalam
menafsirkannya. Dalam penurunan Al-Qur’an terjadi di dua kota yaitu
Makkah dan Madinah. Surat yang turun di Makkah disebut dengan surat
Makiyah, sedangkan surat yang turun di Madinah disebut surat Madaniyah.
Asbabun Nuzul adalah salah satu Ilmu yang harus dipelajari bagi seseorang
yang ingin menafsirkan Al-Qur’an lebih mendalam. Namun Asbabun Nuzul
hanya disebutkan atau diriwayatkan melalui pendapat bukan pencatatan yang
langsung dari zaman Nabi.
B. Rumusan masalah
1. Menjelaskan tentang kajian QS, an nissa ayat /4:59
2. Menjelaskan kajian hadis tentang taat
3. Menjelaskan tentang pengertian taat
4. Menjelaskan tentang Batasan taat kepada ulil azmi
5. Menujukan contoh prilaku taat kepada aturan
C. Tujuan pembahasan
Untuk memahami mata pelajaran agama Islam tentang tentang kajian Q.S an-
nissa /4:59 dan hadist tentang memaknai ketaatan secara benar
BAB II
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih
baik akibatnya.
ومن يعصني فقد، (من أطاعني فقد أطاع هللا:عن أبي هريرة – رضي هللا عنه أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قال
ومن يعص اْلمير فقد عصاني) رواه البخاري و مسلم، ومن يطع اْلمير فقد أطاعني،عصى هللا
Diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia
berkata: Bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam “Barangsiapa yang taat kepadaku
berarti ia telah taat kepada Allah dan barangsiapa yang durhaka terhadapku maka ia telah
durhaka terhadap Allah.”
عن عبد هللا بن الزبير رضي هللا عنهما أنه حدثه أن رجل من اْلنصار خاصم الزبير عند النبي صلى هللا عليه وسلم في
شراج الحرة التي يسقون بها النخل فقال اْلنصاري سرح الماء يمر فأبى عليه فاختصما عند النبي صلى هللا عليه وسلم
فقال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم للزبير أسق يا زبير ثم أرسل الماء إلى جارك فغضب اْلنصاري فقال أن كان ابن
عمتك فتلون وجه رسول هللا صلى هللا عليه وسلم ثم قال اسق يا زبير ثم احبس الماء حتى يرجع إلى الجدر فقال الزبير
وهللا إني ْلحسب هذه اْلية نزلت في ذلك فل وربك ْل يؤمنون حتى يحكموك فيما شجر بينهم
Dari Abdullah bin Az-Zubair: Bahwa seorang laki-laki dari golongan Anshar bersengketa
dengan Az-Zubair tentang tanah datar yang penuh bebatuan dan tempat mengalirnya air,
yang mana air dari tempat itu digunakan untuk menyirami pohon kurma, laki-laki dari
golongan Anshar itu berkata: ”Biarkan air itu mengalir”, lalu Zubair tidak memenuhi
permintaan itu, maka kedua orang ini menyerahkan perkara itu kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‘’Wahai Zubair siramlah kemudian bendunglah air itu hingga kembali kepada dinding-
dinding (pembatas).”
Kemudian Az-Zubair berkata: “Demi Allah sesungguhnya aku menduga bahwa ayat ini
diturunkan berkenaan dengan hal itu.” Yakni ayat.
َ َفَ َل َو َر ِبكَ َْل يُؤْ ِمنُونَ َحتَّ َٰى يُ َح ِك ُموكَ فِي َما
ش َج َر بَ ْينَ ُهم
“Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan
kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan.” (QS. An-Nisa: 65) Dan telah
diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Setiap umatku akan masuk Surga kecuali yang tidak mau?” Para sahabat bertanya: “Wahai
Rasulullah siapakah yang tidak mau?” Beliau bersabda: “Barangsiapa yang taat kepadaku
maka ia masuk Surga dan barangsiapa yang tidak taat padaku maka dialah yang tidak mau
(masuk Surga).”
“Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebahagian kamu
kepada sebahagian (yang lain). Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang
berangsur-angsur pergi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), maka
hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau
ditimpa azab yang pedih.” (QS. An-Nur: 63).
Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dari Sufyan tentang firman Allah: “Maka hendaklah orang-
orang yang menyalahi perintah rasul takut akan ditimpa cobaan,” Ia (Sufyan) berkata:
Maksudnya adalah bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menutup hati mereka untuk
menerima segala sesuatu yang diberikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada
mereka dan meninggalkan segala sesuatu yang dilarang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam terhadap mereka, maka Allah berfirman,
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu
maka tinggalkanlah.” (QS. Al-Hasyr: 7)
Diriwayatkan pula oleh Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu
‘anhu, bahwa ia berkata: “Allah Subhanahu wa Ta’ala melaknat wanita yang mentato
tubuhnya, wanita yang meminta di tato tubuhnya, wanita yang mencabut bulu (alis dan bulu
mata) dan wanita yang membuat celah di antara giginya untuk memperindah (dirinya)
dengan merubah bentuk ciptaan Allah”, kemudian ucapan Ibnu Mas’ud ini sampai kepada
seorang wanita yang dikenal dengan panggilan Ummu Yaq’ub, maka Ummu Yaq’ub datang
kepada Ibnu Mas’ud dan berkata: “Sesungguhnya telah sampai berita kepadaku bahwa
engkau mengucapkan begini dan begitu”, maka Ibnu Mas’ud berkata: “Apa tidak boleh saya
melaknat orang yang dilaknat Rasulullah, dan hal itu telah disebutkan dalam Kitabullah”,
lalu Ummu Yaq’ub berkata: “Sesungguhnya saya telah membaca seluruh Al-Qur’an dan
saya tidak mendapatkan tentang hal itu”, Ibnu Mas’ud berkata: “Jika engkau telah membaca
Al-Qur’an maka engkau telah mendapatkan tentang itu, apakah engkau membaca firman
Allah,
سو ُل فَ ُخذُوهُ َو َما نَ َها ُك ْم َع ْنهُ فَا ْنتَ ُهوا َّ َو َما آت َا ُك ُم
ُ الر
Artinya: “Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang
dilarangnya bagimu maka tinggalkan.” (QS. Al-Hasyr: 7)
Wanita itu menjawab: “Ya”, Ibnu Mas’ud berkata: “Sesungguhnya Rasulullah sallalahu
‘alaihi
wa sallam telah melarang hal itu”.Berkata Imam Syafi’i: “Al-Qur’an juga telah menerangkan
bahwa sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi petunjuk pada jalan
yang lurus, Allah berfirman.
“Tetapi kami menjadikan Al-Qur’an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang
Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar
memberi petunjuk kepada jalan yang lurus (Yaitu) jalan Allah.” (QS. Asy-Syura: 52-
53TAAT) Berkata Imam Syafi’i: “Kewajiban bagi manusia yang hidup di zaman Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bagi manusia yang hidup setelah beliau adalah kewajiban
yang sama, yaitu diwajibkan bagi tiap-tiap manusia untuk taat kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam.
Taat dapat diartikan patuh. Dengan kata lain, taat adalah upaya untuk selalu
mengikuti petunjuk Allah dengan cara melaksanakan perintah dan menjauhi
segala larangan-Nya. Ketaatan seseorang kepada Allah sangat bergantung
kepada keimanannya. Semakin kuat imannya maka semakin taat kepada Allah. Kalau taat
kepada Allah swt., kita juga harus taat kepada Rasulullah.
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di
antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah
kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya
“. (Surah An-Nisa’ [4]:59)
Dalam Al-Qur’an, surah An-Nisa’ [4]:59, orang beriman harus taat kepada Allah, rasul,
ataupun ulil amri. Ulil amri di sini, yaitu pemimpin yang taat kepada Allah dan rasul-Nya.
Ada 3 makna taat kepada Allah swt., yaitu taat bermakna patuh, penurut dan tunduk.
Taat bermakna patuh adalah mematuhi perintah Allah swt. dan menjauhi larangannya.
Perintah Allah, contohnya salat, puasa, dan menunaikan zakat.Sementaraitu,
yangdilarangAllah, sepertiminumminumanyangmemabukkan,meninggalkan salat fardu,
berjudi, dan mengambil hak orang lain.
Taat bermakna penurut adalah menuruti semua aturan yang bersumber dari ajaran Islam.
Contohnya, yang tercantum dalam surah Al-Maidah ayat 6, yangmenerangkan jika kita
hendak melaksanakan salat harus ada aturan, yaitu harus berwu«u atau bertayamum.
Taat bermakna tunduk adalah tunduk terhadap qada dan qadar yang datangnya dari Allah
swt., seperti kita tunduk bahwa Allah swt. menetapkan manusia hanya boleh beribadat
kepada Allah.
Ketaatan terhadap Allah, rasul, dan ulil amri merupakan hal yang baik untuk amal ibadah
kita. Ketaatan kepada Allah tidak hanya asal taat. Dalampelaksanaannya, ketaatan kepada
Allah harus sungguh-sungguh sesuai dengan kemampuan yang dimiliki tanpa alasan
apapun.
Sebagai utusan Allah swt., Nabi Muhammad saw. mempunyai tugas menyampaikan amanat
kepada umat manusia tanpa memandang status, jabatan, suku, dan sebagainya. Oleh karena
itu, bagi setiap Muslim yang taat kepada Allah swt., harus melengkapinya dengan menaati
segala perintah Rasulullah saw. sebagai utusan-Nya.
Artinya:
“ Dan taatlah kepada Allah dan taatlah kepada rasul, jika kamu berpaling, maka
sesungguhnya kewajiban rasul kami hanyalah menyampaikan (amanah Allah) dengan terang
“.(Surah At-Tagabun [64]:12)
Jenis ketaatan seperti yang disebutkan di atas akan lebih sempurna kalau diiringi dengan
ketaatan dan kepatuhan kepada ulil amri atau pemimpin. Ketaatan tersebut artinya harus
selalu taat dan patuh terhadap peraturan yang telah ditentukan bersama. Hal ini dilakukan
selama peraturan itu masih di atas nilai-nilai kemanusiaan dan tidak menyimpang dari aturan
agama Islam. (PAI Rahmat Hidayat)
Ketaatan itu tidak hanya pada pemimpin secara luas, dalam arti sempit pun harus menjadi
keseharian kita. Contohnya, seorang anak harus taat dan patuh pada kedua orang tuanya,
murid kepada gurunya, atau istri kepada suaminya.
Artinya :
“Dari Ibnu Umar r.a. dari Nabi Muhammad saw.: Beliau bersabda, “Seorang Muslim wajib
patuh dan setia terhadap pemimpinnya, dalam hal yang disukai maupun tidak disukai,
kecuali dia diperintah untuk melakukan maksiat, dia tidak boleh patuh dan taat
kepadanya”. (H.R.Muslim ).
1.Ulil amri yang wajib ditaati adalah ulil amri dari kalangan orang-orang beriman dan
memerintah dengan adil.
Ketaatan kepada ulil amri tidak mutlak, namun bersyarat. Yaitu selama bukan dalam perkara
maksiat.
2.Ulil amri yang tidak menjadikan syariat Islam sebagai hukum dalam pemerintahannya
tidak wajib ditaati secara mutlak baik ketika hukumnya bersesuaian dengan hukum syar’i
ataupun menyelisihi
3. Ulil amri seperti ini tidak sah. Point ini akan dijelaskan lebih rinci dalam pembahasan
berikutnya.
2.5 CONTOH PERILAKU TAAT PADA ATURAN
● Berbakti dengan guru, dengan cara melaksanakan perintah dan nasihat nasihat yang
baik
● Menghormati guru, karyawan dan pegawai lainnya
● Menaati peraturan dan tata tertib yang ada di sekolah
● Terus terang dan jujur dalam mengikuti pelajaran
● Belajar dengan tekun dan di simplin
● Saling menyayangi satu sama lain
Contoh taat pada aturan Dalam Lingkungan Masyarakat
● Ikut serta dalam kegiatan di masyarakat, misalnya kerja bakti, siskamling, dll.
● Menghormati tetangga sekitar.
● Membayar iuran yang telah disepakati.
● Tidak atau menghindari perbuatan yang bisa membuat warga resah, misalnya mabuk.
● Menjaga nama baik lingkungan masyarakat.
● Taat dan patuh terhadap aturan yang ada.
● Tidak bertindak diluar norma Agama.
● Selalu berusaha menjaga ketertiban, keamanan, dan ketenteraman.
● Mematuhi peraturan lalu lintas, misalnya tidak menerobos lampu merah, memakai
peralatan berkendara secara lengkap.
● Tidak mencuri, tidak menganiaya, tidak memeras orang lain.
BAB lll
Penutup
3.1 kesimpulan
Wajib taat kepada pemerintah Indonesia dalam perkara yang bukan maksiat kepada
Allah Ta’ala. Tidak boleh memberontak atau membangkang meskipun mereka tidak
berhukum dengan hukum Allah, sebab kafirnya seseorang karena tidak berhukum
dengan hukum Allah perlu adanya syarat-syarat yang terpenuhi (syuruth at-takfir) dan
terangkatnya penghalang (intifaul mawani’). Selama syarat - syarat itu belum terpenuhi
dan penghalang-penghalangnya belum terangkat maka hukum asalnya ia adalah muslim.
Jika ia seorang penguasa, berlaku baginya hak-hak seorang penguasa muslim.Dan perlu
juga dicatat, bahwa para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah tidak ada satupun yang
mempersoalkan dasar negara pemimpin tersebut, apakah dasarnya Islam atau sekuler.
Tetapi yang menjadi ukuran apakah pemimpinnya muslim atau kafir, baik muslim yang
adil dan bertakwa atau yang zalim dan fasik, tetap wajib menaatinya dalam perkara yang
bukan maksiat kepada Allah. Mereka yang mempersoalkan dasar negara dalam hal
ketaatan kepada pemimpin muslim dan haramnya pemberontakan
3.2. Saran
Kami menyadari bahwa makalah yang kami sajikan ini masih memiliki banyak kekurangan baik
dari teknik penyajian maupun bahasanya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik
dan saran yang sifatnya membangun untuk penyempurnaan makalah ini dan untuk menjadi
pembelajaran bagi kita semua.
Al-Wadi’i, Muqbil bin Hadi, As-Shahih Al-Musnad Min Asbab An-Nuzul, (Jakarta: Pustaka As-
Sunnah, 2007)
Ibnu Jauziy, Jamaluddin, Zadu Al-Masir fi Ilmi Tafsir, (Lebanon: Dar Al- Kotob Al-Ilmiyah, 2002)
https://tafsirweb.com/1591-surat-an-nisa-ayat-59.html
https://www.yuksinau.id/30-contoh-sikap-taat-terhadap-hukum/