Anda di halaman 1dari 7

Tayammum menurut bahasa berarti bermaksud, sedangkan menurut syariat: menyampaikan (meratakan) debu ke muka dan kedua tangan

dengan syarat-syarat tertentu. Rasulullah SAW bersabda : Tayammum itu dua pukulan (dua usapan), satu pukulan untuk muka dan satu lagi untuk kedua tangan sampai siku. (HR. Hakim) Tayamum dibolehkan sebagai wudhu dan mandi wajib, dengan syarat-syarat sebagai berikut : 1. Adanya halangan untuk berwudhu atau mandi wajib. Seperti tidak mendapatkan air, sakit yang menghalangi si sakit untuk menyentuh air, dll. 2. Sudah masuk waktu shalat, tetapi tidak mendapat air. 3. Debu yang dipakai harus suci. Rukun (yang harus dilakukan dalam) bertayammum: 1. Niat. 2. Mengusap muka dengan debu suci. 3. Mengusap kedua tangan sampai siku dengan debu suci. 4. Tertib. Sunnah (yang dianjurkan dan mendapat pahala dalam) bertayammum : 1. Membaca basmalah. 2. Mendahulukan anggota yang kanan daripada yang kiri. 3. Berturut-turut (tidak diselingi apapun) Adapun tata cara bertayammum : 1. Membaca basmalah. 2. Mengusap muka dengan debu yang suci sambil berniat tayammum dalam hati (dan boleh diucapkan). Dalam bertayammum, niatnya untuk melakukan shalat (bukan seperti niat wudhu untuk menghilangkan hadats kecil). yaitu NAWAITUTTAYAMMUM LISTIBAAHATISH SHOLATI LILLAHI TAAALAA 3. Mengusap kedua tangan sampai siku dengan debu yang suci dan mendahulukan tangan kanan dahulu. Yang demikian itu dilakukan dengan tertib (mendahulukan yang harus didahulukan dan mengakhirkan yang harus diakhirkan), dan juga dilakukan dengan berturut-turut (tidak diselingi dengan melakukan pekerjaan apapun). Tayammum hanya berlaku untuk shalat wajib sekali, sedangkan untuk shalat sunnah boleh beberapa kali Pendapat ini berdasarkan pada kata-kata Ibnu Abbas, ia berkata : Termasuk sunnah (yang biasa dilakukan) Nabi SAW (jika melakukan tayammum), tidak shalat dengan tayammum kecuali satu kali untuk shalat wajib. Perkataan beliau ini berdasarkan hadits Rasulullah SAW : (hendaklah) bertayammum tiap-tiap akan shalat walau belum berhadats (belul batal). (HR. Baihaqi) Yang membatalkan tayammum ada tiga, yaitu :

1. Semua yang membatalkan wudhu (keluarnya sesuatu dari dua lubang keluarnya kotoran, tidur, hilangnya akal, bersentuhan antara laki-laki dan perempuan, dan menyentuh kemaluan dengan telapak tangan). 2. Melihat air sebelum mengerjakan shalat. Rasulullah bersabda : Debu yang baik (bersih dan suci) itu mensucikan orang Islam walau tidak mendapatkan air sepuluh tahun. Apabila telah mendapatkan air maka basuhlah kulitnya. (HR. At-Tirmidzi) 3. Riddah (keluar dari Islam) Wallahu Alam Segala puji hanya kembali dan milik Allah Tabaroka wa Taala, hidup kita, mati kita hanya untuk menghambakan diri kita kepada Dzat yang tidak membutuhkan sesuatu apapun dari hambanya. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulul Islam, Muhammad bin Abdillah shollallahu alaihi wa sallam, beserta keluarga dan para sahabat beliau radhiyallahu anhum. Mungkin tidak jarang dari kita melihat sebagian dari saudara-saudara kita kalangan kaum muslimin yang masih asing dengan istilah tayammum atau pada sebagian lainnya hal ini tidak asing lagi akan tetapi belum mengetahui bagaimana tayammum yang Nabi shollallahu alaihi was sallam ajarkan serta yang diinginkan oleh syariat kita. Maka penulis mengajak pembaca sekalian untuk meluangkan waktu barang 5 menit untuk bersama mempelajari hal ini sehingga ketika tiba waktunya untuk diamalkan sudah dapat beramal dengan ilmu. Pengertian Tayammum Kami mulai pembahasan ini dengan mengemukakan pengertian tayammum. Tayammum secara bahasa diartikan sebagai Al osdu ( ) yang berarti maksud. Sedangkan secara istilah dalam syariat adalah sebuah peribadatan kepada Allah berupa mengusap wajah dan kedua tangan dengan menggunakan shoid yang bersih[1]. Shoid adalah seluruh permukaan bumi yang dapat digunakan untuk bertayammum baik yang terdapat tanah di atasnya ataupun tidak[2]. Dalil Disyariatkannya Tayammum Tayammum disyariatkan dalam islam berdasarkan dalil Al uran, As Sunnah dan Ijma (konsensus) kaum muslimin[3]. Adapun dalil dari Al uran adalah firman Allah Azza wa Jalla,

Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air atau berhubungan badan dengan perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan permukaan bumi yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. (QS. Al Maidah [5] : 6). Adapun dalil dari As Sunnah adalah sabda Rasulullah shollallahu alaihi was sallam dari sahabat Hudzaifah Ibnul Yaman rodhiyallahu anhu,

Dijadikan bagi kami (ummat Nabi Muhammad shollallahu alaihi was sallam ) permukaan bumi sebagai thohur/sesuatu yang digunakan untuk besuci[4] (tayammum) jika kami tidak menjumpai air.[5] Media yang dapat Digunakan untuk Tayammum Media yang dapat digunakan untuk bertayammum adalah seluruh permukaan bumi yang bersih baik itu berupa pasir, bebatuan, tanah yang berair, lembab ataupun kering. Hal ini berdasarkan hadits Nabi shollallahu alaihi was sallam dari sahabat Hudzaifah Ibnul Yaman rodhiyallahu anhu di atas dan secara khusus,

Dijadikan (permukaan, pent.) bumi seluruhnya bagiku (Nabi shollallahu alaihi was sallam) dan ummatku sebagai tempat untuk sujud dan sesuatu yang digunakan untuk bersuci.[6] Jika ada orang yang mengatakan bukankah dalam sebuah hadits Hudzaifah ibnul Yaman[7] Nabi mengatakan tanah?! Maka kita katakan sebagaimana yang dikatakan oleh Ash Shonani rohimahullah, Penyebutan sebagian anggota lafadz umum bukanlah pengkhususan[8]. Hal ini merupakan pendapat Al Auzaai, Sufyan Ats Tsauri Imam Malik, Imam Abu Hanifah[9] demikian juga hal ini merupakan pendapat Al Amir Ashonani[10], Syaikh Al Albani[11], Syaikh Abullah Alu Bassaam[12] -rohimahumullah-, Syaikh DR. Sholeh bin Fauzan Al Fauzan[13] dan Syaikh DR. Abdul Adzim bin Badawiy Al Kholafiy hafidzahumallah[14]. Keadaan yang Dapat Menyebabkan Seseorang Bersuci dengan Tayammum Syaikh Dr. Sholeh bin Fauzan Al Fauzan hafidzahullah menyebutkan beberapa keadaan yang dapat menyebabkan seseorang bersuci dengan tayammum,

Jika tidak ada air baik dalam keadaan safar/dalam perjalanan ataupun tidak[15]. Terdapat air (dalam jumlah terbatas pent.) bersamaan dengan adanya kebutuhan lain yang memerlukan air tersebut semisal untuk minum dan memasak. o Adanya kekhawatiran jika bersuci dengan air akan membahayakan badan atau semakin lama sembuh dari sakit. o Ketidakmapuan menggunakan air untuk berwudhu dikarenakan sakit dan tidak mampu bergerak untuk mengambil air wudhu dan tidak adanya orang yang mampu membantu untuk berwudhu bersamaan dengan kekhawatiran habisnya waktu sholat. o Khawatir kedinginan jika bersuci dengan air dan tidak adanya yang dapat menghangatkan air tersebut.

Tata Cara Tayammum Nabi shallallahu alaihi was sallam

Tata cara tayammum Nabi shollallahu alaihi was sallam dijelaskan hadits Ammar bin Yasir rodhiyallahu anhu, .

Rasulullah shallallahu alaihi was sallam mengutusku untuk suatu keperluan, kemudian aku mengalami junub dan aku tidak menemukan air. Maka aku berguling-guling di tanah sebagaimana layaknya hewan yang berguling-guling di tanah. Kemudian aku ceritakan hal tersebut kepada Nabi shallallahu alaihi was sallam. Lantas beliau mengatakan, Sesungguhnya cukuplah engkau melakukannya seperti ini. Seraya beliau memukulkan telapak tangannya ke permukaan bumi sekali pukulan lalu meniupnya. Kemudian beliau mengusap punggung telapak tangan (kanan)nya dengan tangan kirinya dan mengusap punggung telapak tangan (kiri)nya dengan tangan kanannya, lalu beliau mengusap wajahnya dengan kedua tangannya.[16] Dan dalam salah satu lafadz riwayat Bukhori,

Dan beliau mengusap wajahnya dan kedua telapak tangannya dengan sekali usapan. Berdasarkan hadits di atas kita dapat simpulkan bahwa tata cara tayammum beliau shallallahu alaihi was sallam adalah sebagai berikut.

Memukulkan kedua telapak tangan ke permukaan bumi dengan sekali pukulan kemudian meniupnya. Kemudian menyapu punggung telapak tangan kanan dengan tangan kiri dan sebaliknya. Kemudian menyapu wajah dengan dua telapak tangan. Semua usapan baik ketika mengusap telapak tangan dan wajah dilakukan sekali usapan saja. Bagian tangan yang diusap adalah bagian telapak tangan sampai pergelangan tangan saja atau dengan kata lain tidak sampai siku seperti pada saat wudhu[17]. Tayammum dapat menghilangkan hadats besar semisal janabah, demikian juga untuk hadats kecil. Tidak wajibnya urut/tertib dalam tayammum.

Pembatal Tayammum Pembatal tayammum sebagaimana pembatal wudhu. Demikian juga tayammum tidak dibolehkan lagi apa bila telah ditemukan air bagi orang yang bertayammum karena ketidakadaan air dan telah adanya kemampuan menggunakan air atau tidak sakit lagi bagi orang yang bertayammum karena ketidakmampuan menggunakan air[18]. Akan tetapi shalat atau ibadah lainnya[19] yang telah ia kerjakan sebelumnya sah dan tidak perlu mengulanginya. Hal ini berdasarkan hadits Nabi shallallahu alaihi was sallam dari sahabat Abu Said Al Khudri radhiyallahu anhu,

Dua orang lelaki keluar untuk safar. Kemudian tibalah waktu shalat dan tidak ada air di sekitar mereka. Kemudian keduanya bertayammum dengan permukaan bumi yang suci lalu keduanya shalat. Setelah itu keduanya menemukan air sedangkan saat itu masih dalam waktu yang dibolehkan shalat yang telah mereka kerjakan tadi. Lalu salah seorang dari mereka berwudhu dan mengulangi shalat sedangkan yang lainnya tidak mengulangi shalatnya. Keduanya lalu menemui Nabi shallallahu alaihi was sallam dan menceritakan yang mereka alami. Maka beliau shallallahu alaihi was sallam mengatakan kepada orang yang tidak mengulang shalatnya, Apa yang kamu lakukan telah sesuai dengan sunnah dan kamu telah mendapatkan pahala shalatmu. Beliau mengatakan kepada yang mengulangi shalatnya, Untukmu dua pahala[20][21]. Juga hadits Nabi shollallahu alaihi was sallam dari sahabat Abu Huroiroh rodhiyallahu anhu, . Seluruh permukaan bumi (tayammum) merupakan wudhu bagi seluruh muslim jika ia tidak menemukan air selama sepuluh tahun (kiasan bukan pembatasan angka)[22], apabila ia telah menemukannya hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dan menggunakannya sebagai alat untuk besuci.[23] Di Antara Hikmah Disyariatkannya Tayammum Sebagai penutup kami sampaikan hikmah dan tujuan disyariatkannya tayyamum adalah untuk menyucikan diri kita dan agar kita bersyukur dengan syariat ini serta tidaklah sama sekali untuk memberatkan kita, sebagaimana akhir firman Allah dalam surat Al Maidah ayat 6,

Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak menyucikan kamu dan menyempurnakan nikmatNya bagimu, supaya kamu bersyukur. (QS. Al Maidah: 6). Abul Faroj Ibnul Jauziy rohimahullah mengatakan ada empat penafsiran ahli tafsir tentang nikmat apa yang Allah maksudkan dalam ayat ini, Pertama, nikmat berupa diampuninya dosa-dosa[24]. Kedua, nikmat berupa hidayah kepada iman, sempurnanya agama, ini merupakan pendapat Ibnu Zaid rohimahullah. Ketiga, nikmat berupa keringanan untuk tayammum, ini merupakan pendapat Maqotil dan Sulaiman.

Keempat, nikmat berupa penjelasan hukum syariat, ini merupakan pendapat sebagian ahli tafsir[25]. Demikianlah akhir tulisan ini mudah-mudahan menjadi tambahan amal bagi penulis dan tambahan ilmu bagi pembaca sekalian. Allahumma Amiin. Di waktu Dhuha, Ahad 12 Dzulhijjah 1430 H. Penulis: Aditya Budiman Murojaah: M.A. Tuasikal Artikel www.muslim.or.id

Tata Cara Shalat Jenazah Dalam tata cara shalat jenazah ini terdapat perbedaan tentang jumlah takbir, ada yang berpendapat empat kali, lima kali takbir, dan enam kali takbir sebagaimana dalam hadits, Namun, dalam tulisan ini penulis akan menjelaskan tata cara Shalat Jenazah dengan empat kali takbir. Imam berdiri tepat di bagian kepala mayit, jika jenazah adalah seorang laki-laki atau di bagian tengah badan (perut) jika jenazah seorang wanita. Kemudian makmum berdiri di belakangnya, sebagaimana dalam shalat yang lain, kemudian bertakbir sebanyak empat kali dengan rincian sebagai berikut: 1. Takbir yang pertama, yaitu takbiratul ihram, lalu mengucapkan taawudz dan basmalah tanpa membaca doa istiftah, kemudian membaca surat al-Fatihah. 2. Takbir ke dua, Pada takbir ini membaca shalawat sebagaimana bacaan shalawat ketika Tahiyat. Yaitu mengucapkan shalawat atas Nabi shallallahualaihi wasallam,

Ya Allah limpahkanlah kesejahteraan kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah melimpahkan kesejahteraan kepada Ibrahim dan kepada keluarga Ibrahim sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia, dan berikanlah berkah kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberikan berkah kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. 3. Takbir Ketiga

Pada takbir yang ketiga ini membaca doa untuk jenazah, Diantara lafaznya yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam dalam sebuah hadits:

Alloohummaghfir lahu Warhamhu Wa Aafihi Wafu ahu, Wa Akrim Nuzulahu, Wa Wassi Madkholahu, Waghsilhu Bil Maai WatsTsalji Wal Barodi, Wa Naqqihi Minal Khothooyaa Kamaa Naqqaitats Tsaubal Abyadho Minad Danasi, Wa Abdilhu Daaron Khoiron Min Daarihi, Wa Ahlan Khoiron Min Ahlihi, Wa Zaujan Khoiron Min Zaijihi, Wa Adkhilhul Jannata, Wa Aidhu Min Adzaabil Qabri Ya Allah, Ampunilah dia (dari beberapa hal yang tidak disukai), maafkanlah dia dan tempat-kanlah di tempat yang mulia (Surga), luaskan kuburannya, mandikan dia dengan air salju dan air es. Bersihkan dia dari segala kesalahan, sebagaimana Engkau membersihkan baju yang putih dari kotoran, berilah rumah yang lebih baik dari rumahnya (di dunia), berilah keluarga (atau istri di Surga) yang lebih baik daripada keluarganya (di dunia), istri (atau suami) yang lebih baik daripada istrinya (atau suaminya), dan masukkan dia ke Surga, jagalah dia dari siksa kubur dan Neraka. (HR. Muslim 2/663)

Atau

Allahummaghfir lahu warhamhu, waaafihi wafu anhu, wa akrim nuzulahu, wa wassi madkhalahu, waghsilhu bil-mai watstsalji wal-baradi. Ya Allah, Ampunilah dia, maafkanlah dia dan tempat-kanlah di tempat yang mulia (Surga), luaskan kuburannya, mandikan dia dengan air salju dan air es.

Atau

Allahummaghfir lahu warhamhu, waaafihi wafu anhu. Ya Allah, Ampunilah dia, rahmati dia dan maafkanlah dia

4. Takbir Keempat Setelah takbir yang ke empat, diam sejenak, atau membaca doa yang berbunyi : Allahumma Laa Tahrimna Ajrahu wa laa taftinnaa badahu waghfirlana wa lahu setelahnya selanjutnya mengucapkan satu kali ke arah kanan, yaitu mengucapkan, Assalamu alaikum wa rahmatullah. 5. Salam

Salam Seperti biasa dilakukan dalam Shalat-Shalat yang lain dengan mengucapkan:

Wallahu Alam

Anda mungkin juga menyukai