Anda di halaman 1dari 38

TAYAMUM

Asep Badrujamaludin, MN.,RN


PENDIDIKAN

2003 : AKPER POLRI JAKARTA


2005: S.Kp (STIKES BINAWAN JAKARTA)
2007: BN (Bachelor of Nursing), UTS (
University of Technology, Sydney- Australia)
2012 : MN (Master of Nursing), UWS (
University of Western, Sydney- Australia)
2012: RN ( registered Nurse- Nursing
Midwifery Board Australia)
PENGALAMAN
KERJA
2003-2005: IGD, RS. MITRA INTERNASIONAL-JAKARTA
2004-2005: ASISSTANT DOSEN, STIKES BINAWAN
JAKARTA
2006-2011: ASISSTANT IN NURSING, LIVERPOOL
HOSPITAL- SYDNEY, AUSTRALIA
2012-2015: RN/REGISTERED NURSE, UPPER GI &
GASTROLOGY WARD, LIVERPOOL , SYDNEY-
AUSTRALIA ( MEDICAL & SURGICAL WARD)
2015- sekarang : Dosen tetap Prodi D3
Keperawatan STIKES A YANI CImahi
TAYAMUM

Tayammum secara bahasa diartikan sebagai Al


ْ َ‫ )الق‬yang berarti maksud
Qosdu (ُ‫صد‬

istilah dalam syari‟at adalah sebuah peribadatan


kepada Allah berupa mengusap wajah dan kedua
tangan dengan menggunakan sho‟id yang bersih
(Utsaimin, Syarhul Mumti‟ ala Zaadil
Mustaqni‟)
• Sho‟id adalah seluruh permukaan bumi yang
dapat digunakan untuk bertayammum baik
yang terdapat tanah di atasnya ataupun
tidak[2].
Dalil Disyari’atkannya Tayammum

1. Al Quran
• firman Allah „Azza wa Jalla,

“Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan


atau kembali dari tempat buang air
atau berhubungan badan dengan perempuan,
lalu kamu tidak memperoleh air, maka
bertayammumlah dengan permukaan bumi yang
baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu
dengan tanah itu”. (QS. Al Maidah [5] : 6).
2. As SUNNAH

• sabda Rasulullah shollallahu „alaihi was


sallam dari sahabat Hudzaifah Ibnul
Yaman rodhiyallahu „anhu,
• « ْ‫ىرا إِذَا لَمْ ن َِج ِدْ ال َما َء‬ َ ‫» َو ُج ِعلَتْ تُربَت ُ َها لَنَا‬
ً ‫ط ُه‬
• “Dijadikan bagi kami (ummat Nabi
Muhammad shollallahu „alaihi was sallam )
permukaan bumi sebagai thohur/sesuatu yang
digunakan untuk besuci[4] (tayammum) jika
kami tidak menjumpai air”.[5]
MEDIA

Media yang dapat digunakan untuk


bertayammum adalah seluruh permukaan bumi
yang bersih baik itu berupa pasir, bebatuan,
tanah yang berair, lembab ataupun kering
• hadits Nabi shollallahu „alaihi was sallam dari
sahabat Hudzaifah Ibnul Yaman rodhiyallahu
„anhu di atas dan secara khusus,
ُ ‫تْ األَر‬
• ْ‫ض‬ َ ‫ِلى َوأل ُ َّمتِى َمس ِجداْ ً َو‬
ِ َ‫ط ُهىراْ ً كُلُّ َها ُج ِعل‬
• “Dijadikan (permukaan, pent.)
bumi seluruhnya bagiku (Nabi shollallahu
„alaihi was sallam) dan ummatku sebagai
tempat untuk sujud dan sesuatu yang
digunakan untuk bersuci”.[6]
Keadaan Penyebab

 Jika tidak ada air baik dalam keadaan


safar/dalam perjalanan ataupun tidak[15].
 Terdapat air (dalam jumlah terbatas pent.)
bersamaan dengan adanya kebutuhan lain yang
memerlukan air tersebut semisal untuk minum
dan memasak.
o Adanya kekhawatiran jika bersuci dengan air akan
membahayakan badan atau semakin lama sembuh
dari sakit.
o Ketidakmapuan menggunakan air untuk berwudhu
dikarenakan sakit dan tidak mampu bergerak untuk
mengambil air wudhu dan tidak adanya orang
yang mampu membantu untuk berwudhu
bersamaan dengan kekhawatiran habisnya waktu
sholat.
o Khawatir kedinginan jika bersuci dengan air dan
tidak adanya yang dapat menghangatkan air
tersebut.
‫‪TATA CARA‬‬
‫‪TAYAMUM‬‬

‫‪hadits ‘Ammar bin Yasir rodhiyallahu ‘anhu,‬‬

‫ْز ُث ذَ ِل َل فِى َحا َج ٍت فَأَ ْجىَ ْب ُج ‪ ،‬فَلَ ْم أَ ِج ِد ا ْل َما َء ‪ ،‬فَخَ َم هس ْغ ُج فِى ال هص ِعٍ ِد َم َما حَ َم هسملسو هيلع هللا ىلصُغ الدهابهتُ ‪ ،‬فَرَ َك – – بَعَثَىِى َز ُسى ُه هَّللاِ‬
‫فَ َض َس َب ِب َن ِفّ ِه َض ْسبَتً َعلَى اَِ ْز ِض ثُ هم وَفَ َض َها ‪ ،‬ثُ هم َم َس َح ِب َها ‪ِ » .‬إوه َما َما َن ٌَ ْن ِفٍ َل أَ ْن حَ ْصىَ َعملسو هيلع هللا ىلص َه َنرَا « فَقَا َه – – ِللىه ِب ِّى‬
‫َم َس َح ِب ِه َما َو ْج َههُ َظ ْه َس َم ِفّ ِه ِب ِش َما ِل ِه ‪ ،‬أَ ْو َظ ْه َس ِش َما ِل ِه ِب َن ِفّ ِه ‪ ،‬ثُ هم‬
• Rasulullah shallallahu „alaihi was sallam mengutusku
untuk suatu keperluan, kemudian aku mengalami
junub dan aku tidak menemukan air. Maka aku
berguling-guling di tanah sebagaimana layaknya
hewan yang berguling-guling di tanah. Kemudian aku
ceritakan hal tersebut kepada Nabi shallallahu „alaihi
was sallam. Lantas beliau mengatakan,
“Sesungguhnya cukuplah engkau melakukannya
seperti ini”. Seraya beliau memukulkan telapak
tangannya ke permukaan bumi sekali pukulan lalu
meniupnya. Kemudian beliau mengusap punggung
telapak tangan (kanan)nya dengan tangan kirinya
dan mengusap punggung telapak tangan (kiri)nya
dengan tangan kanannya, lalu beliau mengusap
wajahnya dengan kedua tangannya.[16]
• Dan dalam salah satu lafadz riwayat Bukhori,
ِ ‫س َحْ َوج َههُْ َو َكفَّي ِهْ َو‬
• ً ْ‫احدَة‬ َ ‫َو َم‬
• “Dan beliau mengusap wajahnya dan kedua
telapak tangannya dengan sekali usapan”.
Tata Cara Tayamum

 Memukulkan kedua telapak tangan ke


permukaan bumi dengan sekali
pukulan kemudian meniupnya.
 Kemudian menyapu wajah dengan dua telapak
tangan.
 Kemudian menyapu punggung telapak tangan kanan
dengan tangan kiri dan sebaliknya.

 Semua usapan baik ketika mengusap telapak


tangan dan wajah dilakukan sekali usapan saja.
 Bagian tangan yang diusap adalah
bagian telapak tangan sampai pergelangan
tangansaja atau dengan kata lain tidak sampai
siku seperti pada saat wudhu[17].
 Tayammum dapat menghilangkan hadats besar
semisal janabah, demikian juga untuk hadats
kecil.
 Tidak wajibnya urut/tertib dalam tayammum.
Pembatal Tayamum

Pembatal tayammum sebagaimana pembatal


wudhu
Demikian juga tayammum tidak dibolehkan lagi
apa bila telah ditemukan air bagi orang yang
bertayammum karena ketidakadaan air dan telah
adanya kemampuan menggunakan air atau tidak
sakit lagi bagi orang yang bertayammum karena
ketidakmampuan menggunakan air[18]
‫‪hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam dari sahabat Abu Sa’id Al‬‬

‫‪Khudri radhiyallahu ‘anhu,‬‬

‫فَخَ ٍَ هم َما َص ِعٍدًا َط ٍِّ ًبا ‪ ،‬فَ َصله ٍَا ‪ ،‬ثُ هم َو َجدَا ا ْل َما َء ِفً – َولَ ٍْ َس َم َع ُه َما َما ٌء – َخ َس َج َز ُج ََل ِن ِفً َسفَ ٍس ‪ ،‬فَ َح َض َس ْث ال هص ََلةُ‬

‫ثُ هم أَحٍََا َز ُسى َه هَّللاِ َصلهى هَّللاُ َعلَ ٍْ ِه َو َسله َم فَرَ َم َسا ذَ ِل َل لَهُ ‪ ،‬ا ْل َى ْق ِج ‪ ،‬فَأَعَا َد أَ َح ُد ُه َما ال هص ََلةَ َوا ْل ُى ُضى َء ‪َ ،‬ولَ ْم ٌُ ِع ْد ْاَ َخ ُس ‪،‬‬
‫فَقَا َه ِلله ِري لَ ْم ٌُ ِع ْد ‪ :‬أَ َص ْبج ال ُّسىهتَ َوأَ ْج َزأَحْل َص ََلحُل َوقَا َه ِل ُْ َخ ِس ‪ :‬لَل ْاَِ ْج ُس َم هسحَ ٍْ ِه‬
• Dua orang lelaki keluar untuk safar. Kemudian tibalah waktu shalat dan
tidak ada air di sekitar mereka. Kemudian keduanya bertayammum
dengan permukaan bumi yang suci lalu keduanya shalat. Setelah itu
keduanya menemukan air sedangkan saat itu masih dalam waktu yang
dibolehkan shalat yang telah mereka kerjakan tadi. Lalu salah seorang
dari mereka berwudhu dan mengulangi shalat sedangkan yang lainnya
tidak mengulangi shalatnya. Keduanya lalu menemui Nabi shallallahu
„alaihi was sallam dan menceritakan yang mereka alami. Maka beliau
shallallahu „alaihi was sallam mengatakan kepada orang yang tidak
mengulang shalatnya, “Apa yang kamu lakukan telah sesuai dengan
sunnah dan kamu telah mendapatkan pahala shalatmu”. Beliau
mengatakan kepada yang mengulangi shalatnya, “Untukmu dua
pahala[20]”[21].
hadits Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam dari sahabat Abu Huroiroh rodhiyallahu
‘anhu,

ُ‫سهُْبَ ََرت َ ْه‬


َّ ‫ْوليُ ِم‬ َ َ‫ َ ِذ‬.َْ ‫ْو ِإ ْلَمْ َ ِجدْال َما َءْ َ َرْ ِ نِي‬
َ َ َّ ْ ِ َّ ‫اْو َجدَْال َما َءْ َليَت‬ َ ْ‫ُْو ُى ُءْال ُمسل ِِم‬
ُ ‫ال َّ عِيد‬
“Seluruh permukaan bumi (tayammum)
merupakan wudhu bagi seluruh muslim
jika ia tidak menemukan air selama
sepuluh tahun (kiasan bukan pembatasan
angka)[22], apabila ia telah
menemukannya hendaklah ia bertaqwa
kepada Allah dan menggunakannya
sebagai alat untuk besuci”.[23]
References

• [1] Lihat Syarhul Mumti‟ „ala Zaadil Mustaqni‟ oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al
„Utsaimin rohimahullah hal. 231/I, terbitan Al Kitabul „Alimiy, Beirut, Lebanon.

• [2] Kami ringkas dengan penyesuaian redaksi dari Lisanul „Arob oleh Muhammad Al
Mishriy rohimahullah hal. 251/III, terbitan Darush Shodir, Beirut, Lebanon.

• [3] Sebagaimana dikatakan oleh An Nawawi Asy Syafi‟i rohimahullah. [Lihat Al Minhaaj Syarh
Shohih Muslim oleh An Nawawi rohimahullah hal. 279/IV cetakan Darul Ma‟rifah, Beirut dengan
tahqiq dari Syaikh Kholil Ma‟mun Syihaa].

• [4] Lihat Taudhihul Ahkam min Bulughil Maroom oleh Syaikh Abdullah Alu
Bassaam rohimahullah hal. 412/I terbitan Maktabah Asaadiy, Mekkah, KSA.

• [5] HR. Muslim no. 522.


• [6] HR. Ahmad no. 22190, dinyatakan shohih lighoirihi oleh Syaikh Syu‟aib Al
Arnauth dalam Ta‟liq beliau untuk Musnad Imam Ahmad, terbitan Muasa‟sah
Qurthubah, Kairo, Mesir.

• [8] Lihat Subulus Salaam Al Mausulatu ilaa Bulughil Maroom oleh Al „Amir Ash
Shon‟ani rohimahullah hal. 354/I dengan tahqiq dari Syaikh Muhammad Shubhi
Hasan Halaaq cetakan Dar Ibnul Jauziy, Riyadh, KSA.

• [9] Lihat Al Minhaaj Syarh Shohih Muslim hal. 280/IV.

• [10] Lihat Subulus Salaam Al Mausulatu ilaa Bulughil Maroom hal. 351-352/I.

• [11] Lihat Ats Tsamrul Mustathob fi Fiqhis Sunnah wal Kitaab oleh Syaikh
Muhammad Nashiruddin Al Albani rohimahullah hal. 31/I cetakan Ghiroos,
Kuwait.

• [12] Lihat Taudhihul Ahkam min Bulughil Maroom hal. 414/I.


WUDHU

Definisi Thaharah
Kata thaharah berasal dari bahasa Arab َ ‫ اَل‬yang secara bahasa artinya
ُ‫ط َهار‬
kebersihan atau bersuci.
Sedangkan menurut istilah, thaharah adalah menyucikan badan,pakaian, dan
tempat dari hadas dan najis dengan cara yang telah ditetapkan oleh syariat
Islam.
Menurut Imam Ibnu Rusyd, thaharah itu terbagi menjadi dua, yaitu :
1. Thaharah dari hadats, yaitu membersihkan diri dari hadats kecil (sesuatu
yang diminta -bersucinya dengan- wudhu) dan dari hadats besar (sesuatu
yang diminta bersucinya dengan mandi).
2. Thaharah dari khubts atau najis, yaitu membersihkan diri, pakaian, dan
tempat ibadah dari sesuatu yang najis dengan air.
Pengertian Wudhu

Menurut bahasa, Wudhu artinya Bersih dan Indah. sedangkan


menurut istilah (syariah islam) artinya menggunakan air pada anggota
badan tertentu dengan cara tertentu yang dimulai dengan niat guna
menghilangkan hadast kecil. Wudhu merupakan salah satu syarat
sahnya sholat (orang yang akan sholat, diwajibkan berwudhu lebih
dulu, tanpa wudhu shalatnya tidak sah).
Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- telah mengabarkan
kepada kita bahwa beliau akan mengenali ummatnya di
Padang Mahsyar dengan adanya cahaya pada anggota
tubuh mereka, karena pengaruh wudhu’ mereka ketika di
dunia.

ُ‫ن َح ْيثُ َي ْبلغُ ا ْل َوضوء‬


ُِ ‫ن ا ْلم ْؤ ِم‬
ُْ ‫تَ ْبلغُ ا ْل ِح ْل َيةُ ِم‬
“Perhiasan (cahaya) seorang mukmin akan mencapai tempat yang
dicapai oleh wudhu’nya”.[Muslim dalam Ath-Thoharoh,
bab: Tablugh Al-Hilyah haits Yablugh Al-Wudhu' (585)]
• Dalil disyariatkan wudhu ada dalam Alquran,
As Sunnah dan Ijma‟. Dalam Alquran, di
surat Al Maa‟idah: 6, sedangkan dalam As
Sunnah adalah sabda Rasulullah shallallahu
„alaihi wa sallam:
َ ‫ضُأ‬ َ ‫صالَةَُأ َ َح ِدك ْمُ ِإذَاُأ َ ْحد‬
َّ ‫َثُ َحتَّىُيَت َ َو‬ َ ُ‫• الَُيَ ْقبَلُهللا‬
• “Allah tidak menerima shalat salah seorang di
antara kamu sampai ia berwudhu.” (HR. Bukhari,
Muslim, Abu Dawud dan Tirmidzi)
Keutamaan Wudhu

/
Dari Abdullah Ash Shunaabihiy bahwa Rasulullah shallallahu „alaihi
wa sallam bersabda, “Apabila seorang hamba berwudhu lalu berkumur-
kumur, maka akan keluar dosa-dosa dari mulutnya. Jika ia
menghembuskan air dari hidung, maka akan keluar dosa-dosa dari
hidungnya. Ketika ia membasuh mukanya, maka akan keluar dosa-dosa
dari mukanya sampai keluar dari pinggir kelopak mata. Ketika ia
membasuh kedua tangannya, maka akan keluar dosa-dosanya dari kedua
tangannya sampai keluar dari bawah kuku tangannya. Ketika ia
mengusap kepala, maka akan keluar dosa-dosa dari atas kepalanya
sampai keluar dari kedua telinganya. Ketika ia membasuh kedua
kakinya, maka akan keluar dosa-dosanya dari kedua kakinya sampai
keluar dari bawah kuku kakinya. Kemudian dengan berjalannya menuju
masjid dan shalat yang dilakukannya sebagai tambahan untuknya.” (HR.
Malik, Nasa‟i, Ibnu Majah dan Hakim)
• Dan dari Abu Huirairah bahwa Rasulullah shallallahu
„alaihi wa sallam bersabda, “Maukah kamu aku
tunjukkan perbuatan yang dengannya Allah akan
menghapuskan dosa-dosa dan meninggikan derajat?”
Para sahabat menjawab: “Ya, mau wahai Rasulullah.”
Beliau bersabda: “Menyempurnakan wudhu saat
keadaan tidak menyenangkan, banyak melangkahkan
kaki menuju masjid dan menunggu shalat yang
berikutnya setelah melaksanakan suatu shalat; itulah
Ar Ribaath.” (HR. Malik, Muslim, Tirmidzi dan Nasa‟i)
• Ribaath artinya menjaga perbatasan dari serangan
musuh dan berjihad fii sabiilillah, yakni bahwa
senantiasa menjaga kesucian dan menekuni ibadah
seperti jihad fii sabiilillah.
Tata Cara Wudhu
• Dari Humran Maula (budak yang dimerdekakan) Utsman, bahwa
Utsman bin Affan radhiyallahu „anhu pernah meminta dibawakan
air wudhu, ia pun berwudhu, membasuh kedua telapak tangannya
tiga kali, lalu berkumur-kumur dan menghembuskan air dari
hidung, dan membasuh mukanya tiga kali, kemudian membasuh
tangan kanan sampai siku tiga kali, yang kiri juga seperti itu.
Kemudian ia mengusap kepalanya, lalu membasuh kaki kanannya
sampai mata kaki tiga kali, kaki kiri pun sama seperti itu. Setelah
itu, ia berkata, “Aku melihat Rasulullah shallallahu „alaihi wa
sallam berwudhu seperti wudhuku ini, kemudian
Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang
berwudhu seperti wudhuku ini, lalu berdiri shalat dua rak‟at dengan khusyu‟,
niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”

• Ibnu Syihab berkata, “Para ulama kami berkata, “Wudhu ini


merupakan wudhu paling sempurna yang dilakukan seseorang
ketika hendak shalat.” (HR. Bukhari, Muslim (ini adalah lafaznya),
Abu Dawud dan Nasa‟i)
Syarat Sah Wudhu

1. Niat
2. Membaca Basmallah
3. Muwaalaah (tidak memutuskan
dengan perbuatan lain).
Fardhu Wudhu

rukun wudhu, di mana Jika tidak dilakukan, maka dianggap


belum berwudhu. Berikut fardhu wudhu:
1. Membasuh muka sekali, yakni mengalirkan air ke atasnya, karena
arti membasuh adalah mengalirkan air. Batas muka, panjangnya dari
atas dahi hingga bawah janggut dan lebarnya dari syahmah (lentik)
telinga yang satu ke telinga yang satunya lagi.
2. Membasuh kedua tangan sampai sikut, yakni sikut pun harus kena.
3. Mengusap kepala. Mengusap di sini artinya adalah membasahkan
kepala.
4. Membasuh kedua kaki sampai mata kaki, beserta kedua mata
kakinya juga dibasuh.

• Dalil no. 1 sampai 4 ada di surat Al Maa‟idah: 6


Sunnah-sunnah Wudhu

• Bersiwak, berdasarkan hadis berikut:


ْ ‫اكُ َم َع‬
‫ُالوض ْو ُِء‬ َ ُ‫• لَ ْوالَُأ َ ْنُأَش َّق‬
ِ ِ‫علَىُأ َّمتِىُأل َ َم ْرته ْمُب‬
ِ ‫الس َو‬
• “Jika sekiranya aku tidak memberatkan umatku,
niscaya aku suruh mereka bersiwak setiap kali
berwudhu.” (Shahih, HR. Ahmad)
• Membasuh kedua telapak tangan tiga kali di awal wudhu, .
hadis Humran di atas.
• Menggabung berkumur-kumur dan menghirup air ke hidung
dalam sekali cidukan dengan satu telapak tangan sebanyak
tiga kali, berdasarkan hadis Abdullah bin zaid radhiyallahu
„anhu.
Menyela-nyela janggut, berdasarkan
hadis Utsman radhiyallahu „anhu
bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam menyela-nyela janggutnya.
(HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi, serta ia
menshahihkannya)
Menyela-nyela jari-jari tangan dan kaki,
dalilnya sudah disebutkan pada no. 4.
Dalam hadis Mustawrid bin Syaddad
dijelaskan bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menyela-nyela jari
kakinya dengan menggunakan jari
kelingking (HR. Lima orang selain
Ahmad).
Membasuh anggota wudhu sebanyak tiga kali, karena
Nabi shallallahu „alaihi wa sallam pernah membasuh dua
kali-dua kali atau sekali-sekali.Mendahulukan bagian
kanan.Menggosok-gosok, hal ini berdasarkan hadis
Abdullah bin Zaid bahwa Nabi shallallahu „alaihi wa
sallam berwudhu dengan air yang hanya 2/3 mud, lalu
Beliau menggosok-gosok tangannya (shahih, HR. Ibnu
Khuzaimah).Mengusap kedua telinga, namun di antara
ulama ada yang memasukkan “mengusap dua telinga” ke
dalam fardhu wudhu dengan alasan, karena kedua
telinga bagian dari kepala yang wajib dibasuh.
Fiqhus Sunnah, Al Wajiz, Min
mukhalafatil wudhu (Abdullah Zuqail)
dll.

Anda mungkin juga menyukai