Anda di halaman 1dari 22

TUGAS

AL-ISLAM & KEMUHAMMADIYAHAN 4 (AIK 4)

TATA CARA WUDHU, MANDI WAJIB, ISTINJA DAN TAYAMMUN

DOSEN : Drs. ALI KHAN, M.Pd

Oleh:

IRLAN

105831103118

4A ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2020
1. TATA CARA WUDHU

a). Kedudukan wudhu dalam sholat

Wudhu merupakan suatu hal yang tiada asing bagi setiap muslim, sejak
kecil ia telah mengetahuinya bahkan telah mengamalkannya. Karena suatu hal yang
telah menjadi konsekwensi dari dua kalimat syahadat bahwa ibadah harus ikhlas
mengharapkan ridho Allah dan sesuai sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi was
sallam. Demikian juga telah masyhur bagi kita bahwa wudhu merupakan syarat sah
sholat, yang mana jika syarat tidak terpenuhi maka tidak akan teranggap/terlaksana
apa yang kita inginkan dari syarat tersebut. Sebagaimana sabda Nabi yang mulia,
Muhammad shallallahu ‘alaihi was sallam,

«َ ‫وت ا اثتَح َ ا َثداحا اْ َن ا‬


‫ُةاال ُ ُ ُ َلبا ُق ا‬ َ ‫» َات ااض‬

“Tidak diterima sholat orang yang berhadats sampai ia berwudhu”.

Demikian juga dalam juga Allah Subhanahu wa Ta’ala perintahkan kepada


kita dalam KitabNya,

‫ة اة ِال اِ ا ح ُْ َمت ُ َم اِذاَ ا ا اَُْضَ َ َيَِنا َاَُّ ايي َاي‬ ِ ِْ َ‫ا ُمضَ َ َ ام اا‬
َ َ ‫ْ اِ اح اَْ ا ََ ِدَاوُ َم ُْ ُمض اَوُ َم ِاُُضَْاي َا‬ َ ْ‫َ ا َْ ُمُاوُ َم اْ ِْ ُا ُكْ ِووُ َم ا‬
‫َْ ا‬
‫َ َ او ََباَ َِن اِ اح‬

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka
basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan
(basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki”. (QS Al Maidah [5] : 6).

Maka marilah duduk bersama kami barang sejenak untuk mempelajari


shifat/tata cara wudhu Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam.

b). Pengertian wudhu


Secara bahasa wudhu berarti husnu/keindahan dan nadhofah/kebersihan,
wudhu untuk sholat dikatakan sebagai wudhu karena ia membersihkan anggota
wudhu dan memperindahnya. Sedangkan pengertian menurut istilah dalam syari’at,
wudhu adalah peribadatan kepada Allah ‘azza wa jalla dengan mencuci empat
anggota wudhu dengan tata cara tertentu. Jika pengertian ini telah dipahami maka
kita akan mulai pembahasan tentang syarat, hal-hal wajib dan sunnah dalam wudhu
secara ringkas.

c).Tata Cara Wudhu secara Global

Adapun tata cara wudhu secara ringkas berdasarkan hadits Nabi shallallahu
‘alaihi was sallam dari Humroon budak sahabat Utsman bin Affan rodhiyallahu
‘anhu,

Dari Humroon -bekas budak Utsman bin Affan–, suatu


ketika ‘Utsman memintanya untuk membawakan air wudhu (dengan wadahpent.),
kemudian ia tuangkan air dari wadah tersebut ke kedua tangannya. Maka ia
membasuh kedua tangannya sebanyak tiga kali, lalu ia memasukkan tangan
kanannya ke dalam air wudhu kemudian berkumur-kumur, lalu beristinsyaq dan
beristintsar. Lalu beliau membasuh wajahnya sebanyak tiga kali, (kemudian)
membasuh kedua tangannya sampai siku sebanyak tiga kali kemudian menyapu
kepalanya (sekali sajapent.) kemudian membasuh kedua kakinya sebanyak tiga kali,
kemudian beliau mengatakan, “Aku melihat Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam
berwudhu dengan wudhu yang semisal ini dan beliau shallallahu ‘alaihi was sallam
mengatakan, “Barangsiapa yang berwudhu dengan wudhu semisal ini kemudian
sholat 2 roka’at (dengan khusyuked.)dan ia tidak berbicara di antara wudhu dan
sholatnya maka Allah akan ampuni dosa-dosanya yang telah lalu”.

Dari hadits yang mulia ini dan beberapa hadits yang lain dapat kita
simpulkan tata cara wudhu Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam secara ringkas
sebagai berikut:

1) Berniat wudhu (dalam hati) untuk menghilangkan hadats.


2) Mengucapkan basmalah (bacaan bismillah).
3) Membasuh dua telapak tangan sebanyak 3 kali.
4) Mengambil air dengan tangan kanan kemudian memasukkannya ke dalam
mulut dan hidung untuk berkumur-kumur dan istinsyaq (memasukkan air
dalam hidung). Kemudian beristintsar (mengeluarkan air dari hidung)
dengan tangan kiri sebanyak 3 kali.
5) Membasuh seluruh wajah dan menyela-nyelai jenggot sebanyak 3 kali.
6) Membasuh tangan kanan hingga siku bersamaan dengan menyela-nyelai
jemari sebanyak 3 kali kemudian dilanjutkan dengan yang kiri.
7) Menyapu seluruh kepala dengan cara mengusap dari depan ditarik ke
belakang, lalu ditarik lagi ke depan, dilakukan sebanyak 1 kali, dilanjutkan
menyapu bagian luar dan dalam telinga sebanyak 1 kali.
8) Membasuh kaki kanan hingga mata kaki bersamaan dengan menyela-nyelai
jemari sebanyak 3 kali kemudian dilanjutkan dengan kaki kiri.

d). Syarat-Syarat Wudhu

Syaikh Dr. Sholeh bin Fauzan bin Abdullah Al


Fauzan hafidzahullah menyebutkan syarat wudhu ada tujuh, yaitu :

1) Islam,
2) Berakal,
3) Tamyiz,
4) Berniat,
5) Air yang digunakan adalah air yang bersih dan bukan air yang diperoleh
dengan cara yang haram,
6) Telah beristinja’ & istijmar lebih dulu (jika sebelumnya memiliki keharusan
untuk istinja’ dan istijmar dari hadats),
7) Tidak adanya sesuatu hal yang mencegah air sampai ke kulit.

Kami tidak menyebutkan dalil tentang hal di atas karena kami menganggap hal
ini telah ma’ruf dikalangan kaum muslimin.

Wajib Wudhu
Membaca bismillah ketika hendak wudhu, sebagaimana sabda Nabi
kita shallallahu ‘alaihi was sallam,

«َ ‫ُِا ََ ِه ُاَاي اح َ َُ ِه َو اَم َايَكُ ِا ا َم ِ ام َن ُْوُض اك اَْا اهُ ُْوُض اك َا ِ ام َن ا‬


‫ُةاالا ا‬ ‫» ا‬

“Tidak ada sholat bagi orang yang tidak berwudhu, dan tidak ada wudhu bagi orang
yang tidak menyebut nama Allah Ta’ala (bismillah) ketika hendak berwudhu”.

Membasuh wajah, termasuk dalam membasuh wajah adalah berkumur-kumur,


istinsyaq dan istintsar. Para ‘ulama mengatakan batasan bagian wajah yang dibasuh
adalah mulai dari atas ujung dahi (awal tempat tumbuhnya rambut) sampai bagian
bawah jenggot dan batas kiri kanan adalah telinga.

Adapun yang dimaksud dengan istinsyaq adalah sebagaimana yang


dikatakan Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqolaniy rohimahullah, “Memasukkan air ke
hidung dengan menghisapnya sampai ke ujungnya, sedangkan istintsar adalah
kebalikannya”. Dalil tentang hal ini sebagaimana yang firman Allah ‘azza wa jalla,

‫ة اة ِال اِ ا ح ُْ َمت ُ َم اِذاَ ا ا اَُْضَ َ َيَِنا َاَُّ ايي َاي‬


َ َ َ‫ُْ ُمض اَوُ َم ْاي َا ِاُُض‬

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat,


maka basuhlah wajah”. (QS Al Maidah [5] : 6).

Sebagaimana dalam ilmu ushul fiqh perintah dalam perkara ibadah


memberikan konsekwensi wajib. Maka membasuh wajah dalam wudhu adalah
wajib. Sedangkan dalil yang menunjukkan wajibnya berkumur-kumur, istinsyaq
dan istintsar adalah ayat di atas yang memerintahkan kita untuk membasuh wajah,
sedangkan mulut dan hidung merupakan bagian dari wajah. Demikian juga hadits
Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam,

« َ‫وت ا ِاذا‬ َ ‫» َ اَ ََتان َِا َّ ُ َم َ َ اميكِ ِْنا ِْ ام ََرِ اا ََ ِه ْا َُ اَ َات ا ََي‬


َ ‫ِْ َ ا اثدُكُ َم ُ ااض‬

“Jika salah seorang dari kalian hendak berwudhu maka beristinsyaqlah di


hidungnya dengan air kemudian beristintsarlah”.

Dalil khusus dalam masalah kumur-kumur adalah hadits Nabi shallallahu ‘alaihi
was sallam,
« َ‫م ُ ااضوَتَوا ِاذا‬ َ ‫» ْا ام‬
َ ‫م ِم‬

“Jika engkau hendak wudhu, maka berkumur-kumurlah”.

Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani rohimahullah mengatakan,


“Cara berkumur-kumur, istinsyaq dan istintsar dilakukan bersamaan (satu kali
jalan), maka setengah air digunakan untuk berkumur-kumur dan sisanya untuk
istinsyaq dan istintsar”.

Menyela-nyelai jenggot, dalil tentang hal ini adalah hadits Nabi shallallahu
‘alaihi was sallam dari sahabat Anas bin Malik rodhiyallahu ‘anhu,

‫وت ا اِذاَ اكياا‬


َ ‫ِ َمَاتاهُ ِْ ِه ْا ار َُقا اثَا ِو ِه ُ ا َمحا ْاتاََ اذُاهُ اْي َك ْ َِن اكفَي َ ا اذيا ُ ااض‬

‫ِ َز اَِْْح َ ا اْ اامِح اَ اوياَ « اْْايقا‬


‫» اْ ام َق ا‬

“Merupakan kebiasaan (Nabi shallallahu ‘alaihi was sallampent. ) jika beliau akan
berwudhu, beliau mengambil segenggaman air kemudian beliau basuhkan (ke
wajahnyapent) sampai ketenggorokannya kemudian beliau menyela-nyelai
jenggotnya”. Kemudian beliau mengatakan, “Demikianlah cara berwudhu yang
diperintahkan Robbku kepadaku”.

Dan cara menyela-nyelai jenggot adalah sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi
was sallam di atas yaitu dengan menyela-nyelainya bersamaan dengan membasuh
wajah.

Membasuh kedua tangan sampai siku, dalilnya adalah firman Allah ‘azza wa jalla,

ِ َِْ‫َ َ ام اا‬
َ َ َ‫ْ اِ اح اَْ ا ََ ِدَاوُ َم ُْ ُمض اَوُ َم ْاي َا ِاُُض‬
َ‫ة اة ِال اِ اح ُْ َمت ُ َم اِذا‬

“Apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan


tanganmu sampai dengan siku”. (QS Al Maidah [5] : 6).

Demikian juga hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam,

« ‫ا اق َّ ُ َم‬ ‫ْ اِ اح َ ََُ َمَاح َادادُ ا‬


‫ا ا‬ ِ ِْ‫ َّاةاََّي َ َ ام َا‬، ‫ا اق َّ ُ َم‬ ‫ْ اِ اح َ ََُا اَاا َادادُ ا‬
‫ا ا‬ ِ ِْ‫» َّاةاََّي َ َ ام َا‬

“Kemudian beliau membasuh tangannya yang kanan sampai siku sebanyak tiga
kali, kemudian membasuh tangannya yang kiri sampai siku sebanyak tiga kali”.
Menyapu kepala dengan air, kedua telinga termasuk dalam bagian kepala. Dalilnya
adalah firman Allah ‘azza wa jalla,

َ‫ا ُمض‬ َ ْ‫ِْ ُا ُكْ ِووُ َم ا‬


‫َْ ا‬

“Dan sapulah kepalamu”. (QS Al Maidah [5] : 6).

Perintah dalam ayat ini menunjukkan hukum menyapu kepala adalah wajib
bahkan hal ini diklaim ijma’ oleh An Nawawi Asy Syafi’i rohimahullah. Demikian
juga sabda Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam,

« ‫ا اس َّ ُ َم‬ ‫ َِْادا ََ ِه اََْ ا‬، ‫ اَْاََْا اا ِْ ِي امي ْات ا َْ ابقا‬، ‫ اََْ ِو ِه ِْ ُملاد َِم ْاداَ ا‬، ‫اه اثتَح‬
‫وهُ اْ ا‬ ‫ ْافايدُ اِ اح ِْ ِي امي ذاَ ا‬، ‫يََْ َّ ُ َم‬
‫ايا احاِ َُ ام ا‬ ِ ‫َ َ امو‬
‫» ِْ ََهُ ْاداَ ا َ َيِا‬

“Kemudian beliau membasuh mengusap kepala dengan tangannya,(dengan


carapent.) menyapunya ke depan dan ke belakang. Beliau memulainya dari bagian
depan kepalanya ditarik ke belakang sampai ke tengkuk kemudian
mengembalikannya lagi ke bagian depan kepalanya”.

Hadits ini menunjukkan bagaimana cara mengusap kepala yang Allah


perintahkan dalam surat Al Maidah ayat 6 di atas. Demikian juga hadits ini juga
dalil bahwa yang bagian kepala yang dihusap dalam ayat di atas adalah seluruh
kepala/rambut dan inilah pendapat Al Imam Malik rohimahullah demikian juga hal
ini merupakan pendapat Al Imam Al Bukhori rohimahullah sebagaimana dalam
kitab shahihnya. Jadi mengusap kepala bukanlah hanya sebagian (hanya ubun-
ubun) sebagaimana anggapan sebagian orang. Sedangkan dalil bahwa menyapu
kedua telinga termasuk dalam menyapu kepala adalah sabda Nabi ’alaihish sholatu
was salam,

ِ ‫» َ َاََ ِر ِْنا َ ُذُم‬


« ‫ايا‬

“Kedua telinga merupakan bagian dari kepala”.

Lalu cara menyapu kedua telinga adalah sebagaimana sabda


Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam,

‫ابَي اثتاَ َِن ْايِِ َِ ِي امي اَُْذُما ََ ِه ِْ ااََ ِو ِه اْ ا‬


« ‫ا اس َّ ُ َم‬ ‫» ِْه ِ َْ ايي اْ ََ ِه اْ ا‬
َ ‫ميَ ِِا َِ امي ِْي‬
“kemudian beliau menyapu kedua telinga sisi dalamnya dengan dua telunjuknya
dan sisi luarnya dengan kedua jempolnya”.

Adapun untuk cara mengusap kepala dan kedua telinga dengan air, untuk
perempuan sama seperti untuk laki-laki sebagaimana yang dikatakan oleh An
Nawawi Asy Syafi’i rohimahullah demikian juga hal ini merupakan pendapat Imam
Syafi’i rohimahullah sendiri dan dinukil oleh Al Bukhori rohimahullah dalam kitab
shohihnya dari Sa’id bin Musayyib rohimahullah .

Membasuh kedua kaki hingga mata kaki. Dalil hal ini adalah firman
Allah Subhanahu wa Ta’ala,

‫َ َ او ََباَ َِن ِا اح اَْ ا َْ ُمُاوُ َم‬

“(basuh) kaki-kaki kalian sampai dengan kedua mata kaki”.

(QS Al Maidah [5] : 6).

Demikian juga hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam,

‫ا اق َّ ُ َم‬ ‫َ َ او ََباََن اِ اح ِْمَ ُا ََ ِه ا‬


‫ا ا‬

“Kemudian beliau membasuh kedua kakinya hingga dua mata kaki”.

Membasuh kedua mata kaki hukumnya wajib karena Allah sebutkan dengan
lafadz/bentuk perintah, dan hukum asal perintah dalam masalah ibadah adalah
wajib. Adapun cara membasuhnya adalah sebagaimana yang disabdakan
beliau alaihish sholatu was salam,

َ‫ُيِْ اص َا الا ُ ااضوَت ا اِذا‬


‫ة ِا ِد ََ ِه ِْمَ ُا َ ا ا‬
‫ِْرِ ََ ا‬

“Jika beliau shallallahu ‘alaihi was sallam berwudhu, beliau menggosok jari-jari
kedua kakinya dengan dengan jari kelingkingnya”.

Demikian juga pendapat Al Ghozali rohimahullah, namun beliau qiyaskan


dengan cara istinja’, sebagaimana yang dinukilkan oleh Al ‘Amir Ash
Shon’ani rohimahullah.

e). Muwalah
Muwalah adalah berturut-turut dalam membasuh anggota-anggota wudhu
dalam artian membasuh anggota wudhu lainnya sebelum anggota wudhu (yang
sebelumnya telah dibasuh pent.) mengering dalam kondisi/waktu normal[40].

Dalil wajibnya hal ini adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

‫ة اة ِال ا ِاقا ُْ َمت ُ َم ِاذاَ ا ا اَُْضَ َ َيَِنا َاَُّ ايي َاي‬ ِ ِْ َ‫َ َ ام اا‬
َ َ َ‫ْ ِا اح اَْ ا ََ ِدَاوُ َم ُْ ُمضَاوُ َم ْاي َا ِاُُض‬

“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka
basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku”. (QS Al Maidah [5] : 6).

Sisi pendalilannya sebagai berikut, jawab syarat (dari kalimat syarat yang ada
dalam ayat inipent.) merupakan suatu yang berurutan dan tidak boleh diakhirkan.
Adapun dalil dari Sunnah adalah Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam berwudhu
dengan tidak memisahkan membasuh anggota wudhu (yang satu dengan yang
lainnyapent.) dan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam yang diriwayatkan dari
sahabat Umar bin Khottob rodhiyallahu ‘anhu

‫ة َ ا َا‬
َ ‫وت ا اْ ُم‬ ِ ‫ُِاح مُفُ َا اْ َض‬
َ ‫و اص ْات اااتا ُ ااض‬ ‫ َ ََ ِب ُّح ْات ا َْ ا‬-‫ْ و ُم ِ ُ َه هللا ُ ُح‬- ‫َْ ِم « ْالايقا‬
‫ة اادُ ْادا ِْ ِه ا‬ َ ‫َص‬
‫» ُْوُض اكتا ْاتاثَ ا َِن‬. ‫َُُح َّ ُ َم ْا اا ام اص‬
‫ا‬

“Bahwasanya ada seorang laki-laki berwudhu dan meninggalkan bagian yang


belum dibasuh sebesar kuku pada kakinya. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi was
sallam melihatnya maka Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam mengatakan,
“Kembalilah (berwudhupent.) perbaguslah wudhumu”.

Hal ini merupakan pendapat Imam Syafi’i dalam perkataannya yang lama,
serta pendapat Al Imam Ahmad dalam riwayat yang masyhur dar beliau.

f). Sunnah Wudhu

Bersiwak, hal sebagaimana dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam,

«َ ‫ُةاالَ كُ َِق ِِ ََدا ِْي ِا اَضَتِ ا اْ َاُ ُ ُي َم َ ُ َْتِح ا‬


‫ُِاح َاق َُْ َ ا َا ا َض ا‬ ‫» ا‬

“Seandainya jika tidak memberatkan ummatku, niscaya aku perintahkan mereka


untuk bersiwak pada setiap hendak berwudhu”.
Mencuci kedua tangan tiga kali ketika hendak berwudhu, sunnah ini lebih
ditekankan ketika bangun dari tidur atau dengan kata lain hukumnya wajib. Dalil
yang menunjukkan bahwa mencuci tangan ketika hendak berwudhu sunnah adalah
hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam,

‫ِ َفياا ْ َِن ُِنَ امياا اْ َض اح ااَاا ُث َم ا‬


‫ِ َن‬ ‫ِي ُِنَ امياا اَْاا َامَهُ ا‬ ‫ُِاح ْات ا َْ اا ا‬
‫ ِْ اضوُض َك َا ا‬، ‫أ‬ ‫ ِاماياِ ِه ْ َِن َادا ََ ِه ا‬، ‫اُا ُي امي‬
‫َّاةاحا ْاما ا‬
َ َ‫… اْ َا‬.. ‫اَياَ ُْوُضاِح مامَ اض اَت ااضوَت ُ – ْ و ُم ِ ُ َه هللا ُ ُح – َ ََ ِب َح اَْاََحُ ْايقا َّ ُ َم‬
‫و‬

Dari Humroon budaknya Utsman bin Affan, (ketika ia menjadi budaknya


Utsmanpent.) suatu ketika beliau memintanya untuk membawakan air wudhu
(dengan wadahpent.), kemudian aku tuangkan air dari wadah tersebut ke kedua
tangan beliau. Maka ia membasuh tangannya sebanyak tiga kali……kemudian
beliau berkata, “Aku dahulu melihat Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam berwudhu
dengan wudhu seperti yang aku peragakan ini”.

Hal ini ditetapkan sebagai sunnah dan bukan wajib sebab


Utsman rodhiyallahu ‘anhu melakukannya karena melihat Nabi shallallahu ‘alaihi
was sallam melakukannya. Semata-mata perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi was
sallam yang dicontoh para sahabat menunjukkan hukum anjuran atau sunnah.
Kemudian dalil yang menunjukkan wajibnya mencuci tangan ketika bangun dari
tidur adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam,

‫ اْوُضاِ ِه ِْح َُدَذِ ُا ايي َ ا َا ْابَقا َادادُ ْا ََُا َما َِق م َاضِْ ِه ْ َِن َ ا اثدُكُ َم َ َوت ا ََلا ا‬، ‫حْايُ ا َاََنا َاد َِْا َا َ ا اثداكُ َم ْاهِ َا‬
َ‫ْ اْاِذا‬ َ ُ‫َادُد‬

“Jika salah seorang dari kalian bangun dari tidurnya maka hendaklah ia mencuci
tangannya sebelum ia memasukkan tangannya ke air wudhu, karena ia tidak tahu di
mana tangannya bermalam”.

Jika ada yang bertanya apakah hal ini hanya berlaku pada tidur di malam
hari saja atau umum? Maka jawabannya adalah sebagaimana yang disampaikan
Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam di atas yaitu semua tidur yang menyebabkan
orang tidak tahu di mana tangannya berada ketika ia tidur. Dan inilah pendapat yang
dipilih oleh Al Imam Asy Syafi’i rohimahullah, demikian juga mayoritas ‘ulama.
Bersungguh-sungguh dalam beristinsyaq dan berkumur-kumur ketika tidak sedang
berpuasa. Dalilnya adalah sabda Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam,

ِ ‫ُياِ َمي ُاوُضاا َ ا َا اََِ َ َِ َوتِ ََياي‬


‫ِ ِْح ْاي ِ َا‬ ‫ا‬

“Bersungguh-sungguhlah dalam beristinsyaq kecuali jika kalian sedang berpuasa”.

Mendahulukan membasuh anggota wudhu yang kanan. Dalilnya adalah sabda


Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam,

« ‫ َ َُ ِه اْوُض ُق اكياا‬-‫ْ و ُم ِ ُ َه هللا ُ ُح‬- ُّ‫ضْ ِد ِْح َ تََا ُّمنا اَُمِ ه‬


ِ ‫ر َي اا اِذاَ ُِ ُي‬
‫» ُا ا‬

“Adalah kebiasaan Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam sangat menyukai


mendahulukan kanan dalam thoharoh (berwudhupent.)”.

Membasuh anggota wudhu sebanyak 2 kali atau 3 kali. Dalil bahwa


Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam membasuh anggota wudhunya 2 kali adalah
hadits yang diriwayatkan dari sahabat Abdullah bin Zaid,

‫وت ا – ْ و ُم ِ ُ َه هللا ُ ُح – َ ََ ِب َح َ ا َا‬


َ ‫اْ َاُاَ َِن اْ َاُاَ َِن ُ ااض‬

“Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam berwudhu (membasuh anggota


wudhunya sebanyakpent.) dua kali-dua kali.”

Dalil bahwa beliau membasuh anggota wudhu sebanyak tiga kali adalah
hadits yang diriwayatkan Humroon dari tentang wudhu Utsman bin
Affan rodhiyallahu ‘anhu ketika melihat cara wudhu Nabi shollallahu ‘alaihi was
sallam,

‫ِفَياا ْ َِن ُِنَ امياا اْ َض اح ُث َم ااَاا ا‬


‫ِ َن‬ ‫ِي ُِنَ امياا اَْاا َامَهُ ا‬ ‫ُِاح ْات ا َْ اا ا‬
‫ ِْ اضوُض َك َا ا‬، ‫أ‬ ‫ اِماياِ ِه ْ َِن َادا ََ ِه ا‬، ‫اُا ُي امي‬
‫َّاةاحا ْاما ا‬
َ َ‫… اْ َا‬. ‫ا اق َّ ُ َم‬
‫و‬ ‫…َّاةاََّي اْ َم ايهُ ا‬
‫ا ا‬

Dari Humroon budaknya Utsman bin Affan, (ketika ia menjadi budaknya


Utsmanpent.) suatu ketika beliau memintanya untuk membawakan air wudhu
(dengan wadahpent.), kemudian aku tuangkan air dari wadah tersebut ke tangan
beliau. Maka ia membasuh tangannya sebanyak 3 kali…kemudian dia membasuh
wajahnya sebanyak 3 kali….
Hal ini sering beliau lakukan pada anggota wudhu selain pada mengusap kepala,
berdasarkan salah satu riwayat hadits Abdullah bin Zaid rodhiyallahu ‘anhu di atas
yang juga dalam shohihain,

‫ا اس َادادُ َاََذاقا َّ ُ َم‬ ‫ اََْ ا‬، ‫اَْثِ داال َ اْ َاال َ اَْاََْا اا ِْ ِي امي ْات ا َْباقا‬
‫وهُ ْا ام ا‬

“Kemudian beliau memasukkan tangannya ke dalam wadah air lalu menyapu


kepalanya ke arah depan dan belakang sebanyak 1 kali”.

Namun demikian dianjurkan juga menyapu kepala sebanyak tiga kali,


namun hal ini dianjurkan dengan catatan tidak dilakukan terus menerus berdasarkan
salah satu riwayat hadits yang diriwayatkan Humroon tentang cara wudhu Utsman
bin Affan rodhiyallahu ‘anhu ketika beliau melihat cara wudhu Nabi shollallahu
‘alaihi was sallam,

‫ا اس‬ ‫ا اق َّ ُ َم َّاةاََّي اََْ ا‬


‫وهُ اْ اْ ا‬ ‫وض اق اَْاََحُ ْايقا َّ ُ َم َّاةاََّي ِْ َمُا ََ ِه ا‬
‫ا ا‬ ُ ْ‫ َ َُ ِه ا‬-‫ْ و ُم ِ ُ َه هللا ُ ُح‬- ‫وت ا‬
َ ‫اوياَ اَ ُ ااض‬

Beliau (Utsman bin Affan pent.)menyapu kepalanya tiga kali kemudian membasuh
kakinya tiga kali, kemudian beliau berkata, “Aku melihat Rosulullah shallallahu
‘alaihi was sallam berwudhu dengan wudhu seperti ini”.

Tertib, yang dimaksud tertib di sini adalah membasuh anggota wudhu sesuai
tempatnya (urutan yang ada dalam ayat wudhupent.). Hal ini kami cantumkan di
sini sebagai sebuah sunnah bukan wajib dalam wudhu dengan alasan hadits Al
Miqdam bin Ma’dikarib Al Kindiy rodhiyallahu ‘anhu,

‫ َ َُ ِه اْوُض ُق َُُ اِح‬-‫ْ و ُم ِ ُ َه هللا ُ ُح‬- ‫ا اق ْات ااضوَت ا ِْ اضوُض َك‬ ‫م َّ ُ َم َّاةاََّي اكفَ ََ ِه ْاما ا‬ ‫م ام ا‬ َ ‫َّاةاََّي ََياْا اَْ َوت ا ُ ا ام‬
‫ا اق‬ ‫ا اق َّ ُ َم َّاةاََّي اْ َم ايهُ اْ ا‬
‫ا ا‬ ‫ا ا‬
‫ِ ََ ِه ا‬ ‫ميَ ِِا َِ امي اَُْذُما ََ ِه ِْ ااََ ِو ِه اْ ا‬
‫ا اس َّ ُ َم َّاةاََّي َّاةاََّي ذ اَِْ ا‬ ‫اْْايِِ َِ ِي امي ا‬

“Rosulullah shallallahu ‘alaihi was sallam melakukan wudhu dengan membasuh


tangannya tiga kali kemudian berkumur-kumur dan istinsyaq tiga kali, kemudian
membasuh wajahnya tiga kali, kemudian membasuh kakinya tiga kali, kemudian
menyapu kepalanya dan telinga bagian luar maupun dalam”.

Berdo’a ketika telah selesai berwudhu. Hal ini berdasarkan sabda


Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam,
« ‫َ ِا ا اه َا َ ا َا َ ا َق ايد ُ اَلُض ُق َّ ُ َم َ َ ُضوُض اك – ْاَُ َا ِب ُا َ ا َْ – ْاَُ َب ُِ ُا اَت ااضوَت ُ َ ا اث َد ْ َِن ِْ ََوُ َم اْي‬
َ ‫ِ َبد ُ ُْ ام َمدََ اَْ ا َا َ َُهُ ِا‬
‫َ َُ ِه ا‬
ُ ‫ح اََِ اْ اْوُض ُه‬ ُ ‫» قاي اك اييَاََِ ْ َِن َادَ ُذ ُق َ ن َ اميمَِاُْ َ َ اَََّ ِْ َاْ اَض‬.
َ ‫َب اهُ ُْتِ ام‬

“Tidaklah salah seorang dari kalian berwudhu dan ia menyempurnakan wudhunya


kemudian membaca, “Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak
disembah kecuali Allah, dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah” melainkan
akan dibukakan baginya pintu-pintu surga yang jumlahnya delapan, dan dia
bisa masuk dari pintu mana saja ia mau”.

At Tirmidzi menambahkan lafafdz,

‫ر َِي ِاَنا ِْنا اَْ َمَا ََُِح َِْنا َ ت َ َضَ ِْنا َمَ َا ََُِح َ َُ ُي َم‬
‫َ َ ُمت ا ا‬

“Ya Allah jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertaubat dan jadikanlah aku
termsuk orang-orang yang selalu mensucikan diri”.

Sholat dua raka’at setelah wudhu. Hal ini berdasarkan hadits Nabi shollallahu
‘alaihi was sallam,

‫وت ا اْ َن‬
َ ‫َُُح َّ ُ َم اَياَ ُْوُضاِح ما َم اض ُ ااض‬
‫ اْ َكَاتاَ َِن ا‬، َ ‫بِ ِهذا َم ْ َِن ُالاد اَم اْي اهُ َ َُهُ ا‬
‫ ما َف ا‬، ‫اف ااا‬
ُ ‫اهُ َِْ ِي امي َُ ام ِد‬
‫َح ا‬

“Barangsiapa berwudhu sebagaimana wudhuku ini, kemudian sholat 2


raka’at (dengan khusyuked.) setelahnya dan ia tidak berbicara di antara keduanya,
maka akan diampuni seluruh dosanya yang telah lalu”.

2. TATA CARA MANDI WAJIB

a). Pengertian Mandi Wajib

Mandi junub biasa disebut dengan mandi besar. Mandi junub adalah mandi
untuk menghilangkan hadas besar agar ibadah yang dilakukan seorang muslim atau
muslimah bisa dianggap sah. Bagi mereka yang memiliki hadas besar atau dalam
kondisi junub diharamkan membaca Al-Qur'an, menyentuh/membawa mushaf Al-
Qur'an, sholat, berdiam diri di masjid, serta thawaf mengelilingi Ka'bah. Terdapat
beberapa sebab yang mewajibkan seorang muslim melakukan mandi junub karena
hadas besar. Sejumlah penyebab keharusan melaksanakan mandi junub adalah haid
atau nifas, keluarnya sperma, berhubungan suami-istri walaupun tak keluar sperma,
hingga bermimpi basah atau tidak sengaja mengeluarkan sperma.

b). Sebab-Sebab Mandi Wajib dan Tata Cara Mandi Wajib

Pertama, keluarnya mani dari alat kelamin laki-laki atau perempuan, baik
disebabkan oleh mimpi basah, mempermainkannya, ataupun gairah yang
ditimbulkan penglihatan dan pikiran. Kedua, jimak atau berhubungan seksual,
meski tidak mengeluarkan mani. Ketiga, karena melahirkan. Bagi pasangan suami-
istri, hubungan seksual pada bulan Ramadan memiliki ketentuan tersendiri. Pada
malam hari, hubungan suami-istri tetap bernilai sedekah seperti hari-hari lain.
Namun, pada siang hari, sejak selepas subuh hingga magrib, hubungan badan
termasuk dosa berat dan dapat membatalkan puasa.

Mereka yang melakukan hubungan suami-istri pada siang hari saat


melaksanakan ibadah puasa Ramadan diharuskan membayar kafarat atau denda
yang berat. Terdapat tiga opsi pembayaran kafarat, yaitu memerdekakan budak,
berpuasa dua bulan berturut-turut, atau memberi makan orang miskin 60 orang,
masing-masing sebanyak satu mud (0,6 kg beras).

Selain berhubungan suami istri, orang yang berhadas karena keluar sperma
terbagi menjadi dua. Pertama, ia mengeluarkan sperma dengan sengaja melalui
onani atau masturbasi saat siang hari pada bulan Ramadan. Hukum puasanya batal
dan berdosa. Kedua, ia sedang tidur dan bermimpi basah. Hukum puasanya masih
sah dan tetap bisa dilanjut hingga magrib karena orang yang tidur bebas dari
ketentuan hukum Islam.

Cara Mandi Junub Perempuan dan Laki-Laki Semua golongan orang yang
berhadas besar wajib melakukan mandi junub. Terdapat 2 rukun yang wajib
dilakukan saat melaksanakan mandi junub. Pertama adalah membaca niat saat air
pertama disiram ke tubuh. Kedua, mengguyur semua badan dengan air dan
menghilangkan najis pada tubuh. Pada bagian tubuh yang berambut atau berbulu,
harus dipastikan bahwa air mengalir hingga kulit. Menurut Imam Al-Ghazali dalam
kitab Bidâyatul Hidâyah, selain dua rukun di atas, ada aktivitas lain saat mandi
junub yang hukumnya sunnah muakkadah untuk dilakukan.

Orang yang mengabaikan sunah ini dianggap merugi karena sesungguhnya


amalan-amalan sunah dapat menambal kekurangan pada amalan fardu. Yang juga
perlu menjadi catatan, suci dari hadas besar tidak termasuk syarat sah puasa.

Kendati seseorang berhadas besar, misalnya berhubungan seksual di malam


harinya atau bermimpi basah, kemudian lupa atau tertidur hingga subuh, ia tetap
wajib berpuasa. Namun, sebaiknya ia segera bersuci dengan mandi junub, terutama
jika akan memasuki waktu salat.

Apabila dalam kondisi berhadas besar pada malam hari, mereka yang akan
berpuasa Ramadhan juga dianjurkan untuk mandi besar sebelum makan sahur.
Apabila tidak sempat karena waktu mepet, mereka yang dalam kondisi junub
dianjurkan untuk membasuh kemaluan dan berwudhu terlebih dahulu sebelum
makan sahur. Kemudian, Mandi junub sebaiknya dilakukan setelah makan sahur,
agar dapat segera melakukan sholat subuh begitu fajar shodiq terbit.

Berikut tata cara melakukan mandi junub untuk laki-laki dan perempuan,
beserta amalan sunnah yang sebaiknya dilakukan sebagai adab dalam mandi besar.

Tata Cara Mandi Wajib Bagi Laki-Laki Dalam kitab Safinatun Najah, Syekh
Salim bin Sumair Al Hadlrami menjelaskan bahwasanya rukun mandi besar ini
dibagi menjadi dua: niat dan meratakan air ke seluruh tubuh. Adapun niat mandi
junub adalah sebagai berikut: ُ‫ح اِا َْ ِص َ َمُ َا اق م ااضََح‬
ِ ‫ ُاَاي اح ُِ ِه ْا َاوَي ََ ََِّايْا ِْ ِْنا ََ ا َكبا ِا ََ امدا‬Lafaz
latinnya: Nawaitul gusla lirof'il hadatsil akbari minal jinabati fardlon lillahi ta'ala.
Artinya: "Aku niat mandi untuk menghilangkan hadats besar dari janabah, fardu
karena Allah ta'ala." Kemudian, mandi junub dengan meratakan air ke seluruh
badan dapat dilakukan dengan langkah-langkah berikut ini: Ambil air di kamar
mandi, lalu basuh tangan 3 kali. Bersihkan najis atau kotoran yang menempel pada
tubuh. Berwudu. Guyur kepala hingga 3 kali pakai air, bersamaan dengan
mengucap niat. Siram seluruh anggota badan bagian kanan hingga 3 kali. Lalu siram
semua anggota badan bagian kiri sebanyak 3 kali. Gosok seluruh tubuh 3 kali, baik
bagian depan atau belakang Pastikan air membasuh seluruh bagian kulit Menyela
rambut, bulu tebal serta jenggot agar kulit terbasuh air. Jika menyentuh kemaluan
saat mandi, berwudu kembali di akhir mandi.

Cara Mandi Wajib untuk Perempuan Bagi perempuan, mandi junub biasa
dilakukan karena mereka memiliki siklus bulanan, yaitu haid atau menstruasi.
Tentu saja, setelah mereka menstruasi, mandi junub wajib dilakukan. Sebenarnya,
tata cara mandi junub bagi perempuan tidak jauh berbeda dengan tata cara mandi
besar bagi laki-laki. Bedanya adalah bagi perempuan diperbolehkan menggelung
rambutnya.

Rujukannya adalah hadis dari Ummu Salamah, beliau bertanya: "Wahai


Rasulullah, aku seorang perempuan yang gelungan rambutnya besar. Apakah aku
harus membuka gelungan rambutku ketika mandi junub?” Nabi SAW menjawab:
“Jangan (kamu buka). Cukuplah kamu menyela-nyelai kepalamu dengan air tiga
kali, kemudian guyur kepala dan badanmu dengan air, sehingga kamu suci,” (HR.
Muslim).

Tata cara mandi junub untuk perempuan adalah sebagai berikut: Ambil air di
kamar mandi, lalu basuh tangan 3 kali. Bersihkan najis atau kotoran yang menempel
pada tubuh. Berwudu. Guyur kepala 3 kali, bersama dengan mengucap niat (rambut
boleh digelung). Siramkan air ke seluruh badan, dimulai dari bagian kanan, lalu
kiri. Gosok seluruh tubuh sebanyak 3 kali, baik depan maupun belakang Pastikan
air membasuh semua bagian kulit Menyela rambut dan bulu tebal agar kulit
terbasuh air Jika menyentuh kemaluan saat mandi, berwudu kembali di akhir mandi
junub.

Sebagai catatan, saat mandi junub, laki-laki maupun perempuan diperbolehkan


memakai sabun dan shampo atau tidak memakainya.

3. TATA CARA ISTINJA

Selaras dengan tuntunan Rasulullah SAW, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan oleh seseorang yang buang air, yakni:
1. Tidak buang air sembarangan, khususnya di tempat berteduh, tempat
berkumpul manusia, di bawah pohon yang sedang berbuah, di jalanan, di
lubang hewan, dan lainnya. Karena hal tersebut berpotensi merugikan
manusia dan makhluk lainnya, sedangkan Islam mengajarkan untuk tidak
merugikan siapa pun.
2. Haram hukumnya menghadap atau membelakangi arah kiblat apabila buang
air di tempat terbuka. Adapun bila dilakukan di tempat tertutup yang
disediakan khusus untuk buang air semisal toilet, maka hukumnya makruh.
3. Menggunakan tangan kiri saat bersuci (cebok).

Adapun praktik buang air dan bersuci sesudahnya sesuai tuntunan Rasulullah ialah:

1. Saat hendak masuk toilet berdoa:

ِ ‫ْ َ َ ُر َب‬
‫ْ ْن ِْل َاُِضذ ُ امَِإ َ َُ ُي َم َ ُ ِه ِْا َِم‬ ِ ِ‫اَْ َ اربايا‬

“Ya Allah, aku berlindung pada-Mu dari godaan iblis jantan dan betina.”

Hikmah doa ini adalah meminta perlindungan dari Allah agar kita terhindar
dari Iblis betina dan jantan yang sering membuat kita was-was dalam bersuci,
menggoda kita dengan khayalan yang tidak baik saat masuk toilet, dan agar Allah
menjaga alat kelamin kita dari perbuatan keji lagi hina, yakni zina.

Doa ini diucapkan saat kita hendak masuk tolet, namun posisi kita masih
berada di luar toilet, karena begitu kita sudah masuk toilet, maka kita tidak boleh
lagi mengucapkan ucapan-ucapan agung seperti nama Allah, nama Rasul, ayat Al-
Qur’an, dan doa-doa.

Perlu diingat bahwa toilet merupakan tempat manusia membuang kotoran,


sehingga tidak layak dijadikan tempat mengucapkan ucapan-ucapan yang agung.
Ketidaklayakan ini berlaku pula di tempat tidak baik lainnya seperti di
penampungan kotoran hewan dan lain-lain.
2. Masuk toilet dengan mendahulukan kaki kiri.
3. Membuang kotoran kita pada lubang kakus, bukan di dinding atau di lantai
toilet.
4. Duduk saat buang air kecil, apalagi buang air besar.
5. Mentuntaskan keluarnya kotoran. Ada kalanya dengan berdehem-dehem,
atau dengan mengelus alat kelamin atau perut kita dengan tujuan
melancarkan dan menuntaskan keluarnya kotoran.

Di antara hikmah melakukan hal ini adalah agar kita terhindar dari penyakit
akibat masih adanya sisa kotoran dalam tubuh kita yang belum terbuang, dan agar
kita terhindar dari rasa was-was. Seringkali pasca buang air kita merasa was-was
seolah kotoran keluar lagi dari tubuh kita.

Tindakan ”menuntaskan” ini merupakan bagian dari upaya kita untuk


menghindari was-was tersebut.

6. Melakukan istinja’ (cebok) menggunakan tangan kiri. Ada tiga macam cara
melakukan istinja, yakni:

Dengan menggunakan tiga buah batu atau bisa diganti dengan tiga lembar
tisu. Namun apabila masih belum bersih, maka ditambah lagi hingga ganjil, lima
atau tujuh dan seterusnya.

Ini dilakukan apabila tidak ada air, atau ada air yang tersedia, namun
disediakan untuk minum.

Menggunakan tiga lembar tisu terlebih dahulu, dan diakhiri dengan


menggunakan air. Cara istinja yang ketiga ini adalah yang terbaik.

7. Keluar toilet membaca doa:


‫اه َ يي ُِ ِه َ َ ام َمدُ اُ َف ااَمالا‬
‫ََِ َِإ َاذََ ا‬ ‫ر َِي ِا ََ ِْنا اَْ َم اَ ََُ َِإ َ ت َ َضَ ََِْنا ِْنا َمَ اَ ََُ َِإ َ ُيم اْ ا‬
‫ِيْايم َِإ َ َ اذاا ا‬ ‫نا َ َ ُمت ا ا‬.
‫َِ ِْنا ْا َُبِ َإ ا‬
‫ِ َِي َا َ َُ ُي َم‬ َ ِ ‫َ َف ااضَثِ ِْ ِْنا ْا َا ِم َإ اْ اث‬
ِ ‫ة َن ََِفاي‬

“Dengan mengharap ampunanmu, segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan
penyakit dari tubuhku, dan mensehatkan aku. Ya Allah, jadikanlah aku sebagian
dari orang yang bertaubat dan jadikanlah aku sebagian dari orang yang suci. Ya
Allah, bersihkan hatiku dari kemunafikan, dan jaga kelaminku dari perbuatan keji
(zina).”

Ketika berada di kamar mandi, barangkali ada kesalahan yang kita perbuat
semisal tidak sengaja menghayalkan hal yang tidak-tidak dan lain sebagainya, oleh
karenanya saat keluar kita meminta ampunan pada Allah, dilanjutkan dengan
bersyukur pada Allah yang telah menghilangkan penyakit dan kotoran dari diri kita,
sambil tidak lupa memohon agara Allah menjadikan kita sebagai orang yang baik
dan menjaga kita dari perbuatan tercela.

4. TATA CARA TAYAMMUN

Sebelum melakukan salat, lebih dulu kita akan mengambil air wudhu
untuk mensucikan diri. Akan tetapi dalam berbagai kondisi, berwudhu bisa
digantikan dengan tayamum.

Tayamum dilakukan saat tengah berada dalam kondisi tidak memungkinkan


untuk berwudhu. Seperti sakit keras, perjalanan jauh atau tidak ada air.

Seperti dalam firman Allah di al-Qur’an surah keempat, an-Nisa ayat 43 :


"Jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air
atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air,
maka bertayamumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan
tanganmu".
Untuk itu agar tak keliru lebih dulu harus mengetahui cara tayamum dan
doanya.

a). Tata Cara Tayamum

1) Siapkan tanah berdebu atau debu yang bersih. Apabila Anda sedang
dalam perjalanan, bisa dengan jendela yang bersih.
2) Ketika posisi Anda sedang sakit parang di kamar atau rumah sakit, pilih
dinding berdebu yang sekiranya bersih dari kotoran cicak.
3) Kemudian menghadap kiblat, ucapkan basmalah. Letakkan kedua
telapak tangan pada debu dengan posisi jari-jari tangan dirapatkan.
4) Lalu usapkan kedua telapak tangan pada seluruh wajah Anda, disertai
membaca niat dalam hati. Salah satu bacaan niat tayamum
: NAWAITUT TAYAMMUMA LISSTIBAAHATISH SHALAATI
FARDLOL LILLAAHI TAAALAA.

Artinya: Aku niat melakukan tayamum agar dapat mengerjakan shalat fardlu
karena Allah taala.

Tayamum berbeda dengan wudhu, tidak disyaratkan mengusap pad


abagian-bagian yang ada di bawah rambut atau bulu wajah, baik yang tipis
maupun tebal. Terpenting meratakan debu pada seluruh bagian wajah.

5. Selanjutnya, letakkan lagi telapak tangan pada debu, sebaiknya di tempat


yang berbeda dari letak yang pertama tadi. Kali ini jari-jari direnggangkan,
jika ada cincin pada jari dilepas dulu sementara.
6. Kemudian usap telapak tangan kiri pada punggung tangan kanan ke arah
bagian dalam lengan hingga siku. Lanjutkan dari telapak tangan kanan
untuk mengusap punggung tangan kiri hingga siku.
7. Terakhir, usapkan bagian jempol kiri ke bagian punggung jempol kanan.
Selanjutnya lakukan hal yang sama pada tangan kiri.
8. Pertemukan kedua telapak tangan dan usap-usapkan di antara jari-jari.

b). Doa Tayamum


Layaknya selesai dari berwudhu, setelah tayamum membaca doa yang
sama,yakni:
Asyhadu Allaa Ilaaha Illalloohu Wandahuu Laa. Syariika Lahu Wa Asyhadu
Anna Muhammadan 'Abduhuuwa Rosuuluhuu, Alloohummaj'alnii Minat
Tawwaabiina Waj'alnii Minal Mutathohhiriin.

Artinya: Aku mengaku bahwa tidak ada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa,
tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku mengaku bahwa Nabi Muhammad itu
adalah hamba dan Utusan Allah. Ya Allah, jadikanlah aku dari golongan orang-
orang yang bertaubat dan jadikanlah aku dari golongan orang-orang yang
bersuci (sholeh).

Sebab Dibolehkannya Tayamum

Mengikuti dalil firman Allah dalam al-Quran, setidaknya ada dua sebab
pasti diperbolehkannya tayamum. Pertama, karena kondisi yang sakit berat dan
ketiadaan air. Kedua, ketika dalam keadaan bepergian, sepulang dari buang air,
junub.

Tayamum dilakukan sebagai bentuk bersuci selain wudhu ketika kondisi


yang sangat terpaksa. Ketika kekeringan berat melanda hingga susah
menemukan air, kondisi ini bisa dibolehkan juga.

c). Aturan Tayamum yang Tepat

1. Bersuci dengan tayamum harus dilakukan setelah masuk waktu sholat.


2. Hanya boleh dilakukan sekali ketika kondisi terpaksa, untuk waktu
sholat tersebut. Apabila sesudahnya bisa menemukan air atau sudah
sembuh, mengerjakan bersuci dengan wudhu lagi.
3. Tanah yang digunakan harus bersih, lembut dan berdebu. Maksudnya
bukan tanah basah, tidak tercampur dengan tepung, kapur, batu, tinja,
dan kotoran lainnya.
4. Tayamum hanya sebagai pengganti wudhu dan mandi besar, bukan
menghilangkan najis. Artinya sebelum tayamum, najis di badan harus
dihilangkan terlebih dahulu.
5. Satu kali tayamum untuk satu kali sholat fardhu.
6. Bersuci dengan tayamum memiliki enam rukun, yakni niat dalam hati,
mengusap wajah, mengusap kedua tangan, dan tertib. Berbeda dengan
wudhu yang memiliki enam rukun.

Anda mungkin juga menyukai