Oleh :
Ian Roni Rezky Raja Rio M. Sigalingging
I11111336
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah studi literatur yang
berjudul Pemanfaatan Pucuk Tebu sebagai Pakan Sapi Potong dan
Pengaruhnya terhadap Produksi Sapi Bali, sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan tugas dari mata kuliah seminar.
Pada kesempatan yang baik ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada Bapak Prof. Dr. Ir. H Sudirman Baco, M.Sc selaku pembimbing penulisan
makalah seminar studi pustaka yang telah mencurahkan perhatian untuk membimbing
dan mengarahkan penulis dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dan mungkin
masih terdapat kekurangan maupun kesalahan. Oleh karena itu kritik dan saran
perbaikan sangat diharapkan untuk revisi.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ..................................................................................
ii
iii
iv
vi
PENDAHULUAN .......................................................................................
PEMBAHASAN .........................................................................................
10
PENUTUP ...................................................................................................
14
15
LAMPIRAN
iv
DAFTAR TABEL
No.
Teks
Halaman
1.
Komposisi Zat-zat Makanan Pucuk Tebu Segar dan Rumput Gajah ......
2.
3.
10
DAFTAR GAMBAR
No.
1.
Teks
Halaman
vi
PENDAHULUAN
wafer, dalam bentuk pellet, melalui proses fermentasi, serta pembuatan silase pucuk
tebu. Pengolahan dalam pemanfaatan pucuk tebu secara khusus ditujukan untuk
memberi nilai tambah baik dari segi kandungan nutrisinya, daya cerna, hingga daya
tahan terhadap lingkungan dan waktu. Sehingga setelah diberikan pada ternak
diharapkan mampu memberi pengaruh pada produksi dan produktivitas yang lebih
baik.
Dari itu, disadari perlunya mengenal berbagai macam pengolahan dalam
pemanfaatan pucuk tebu sebagai pakan sapi potong dan bagaimana pengaruhnya
terhadap Produksi Sapi Bali.
PERMASALAHAN
Limbah industri
gula
pemanfaatannya dalam bentuk segar maupun olahan sebagai pakan sapi potong masih
kurang. Salah satu solusi berkaitan hal tersebut adalah melalui pengetahuan akan
potensi dari limbah pucuk tebu dalam pemanfaatannya sebagai pakan sapi potong dan
pengaruhnya terhadap Produksi Sapi Bali. Maka masalah yang akan dibahas adalah
pemanfaatan pucuk tebu sebagai pakan sapi potong dan pengaruhnya terhadap
Produksi Sapi Bali.
PEMBAHASAN
: Plantae
Divisio
: Spermathophyta
Sub Divisio
: Angiospermae
Class
: Monocotyledone
Ordo
: Glumiflorae
Famili
: Graminae
Genus
: Saccharum
Spesies
: Saccharum officinarum L.
panen. Limbah dari industri gula dapat dimanfaatkan dalam banyak hal dan sebagian
besar dapat di manfaatkan sebagai pakan ternak (Herawati, 2009).
Pucuk tebu merupakan limbah tanaman yang sangat potensial sebagai pakan
ternak karena jumlahnya tersedia banyak dan tidak bersaing dengan kebutuhan
manusia. Satu hehktar kebun tebu akan diperoleh 180 ton biomassa/tahun yang terdiri
atas 38 ton pucuk tebu dan 72 ton ampas tebu yang mampu menyediakan pakan
ternak sapi sebanyak 17 ekor dengan bobot 250-450 kg. Pucuk tebu yang
dimanfaatkan sebagai pakan ternak adalah ujung atas batang tebu berikut 5-7 helai
daun yang dipotong dari tebu yang dipanen untuk tebu bibit atau bibit giling. Bila
dilihat dari kandungan nutrisinya, protein kasar pucuk tebu lebih tinggi bila
dibandingkan kandungan protein kasar jerami padi maupun jerami jagung, akan tetapi
kandungan serat kasarnya adalah yang tertinggi (Sandi dan Arianto, 2012).
Pucuk tebu digunakan sebagai hijauan makanan ternak pengganti rumput
gajah tanpa ada pengaruh negatif pada ternak ruminansia. Pucuk tebu meskipun
potensinya cukup besar, namun angka pemanfaatnya relatif sangat rendah (3,4%).
Hal ini disebabkan antara lain turunnya palatabilitasnya yang besar apabila
dikeringkan dengan matahari, sedangkan yang diekspor umumnya dikeringkan
dengan matahari atau dikeringkan dengan mesin pengering, sehingga tetap hijau dan
bebau manis. Dilihat dari potensi bahan kering, maka pucuk tebu masih mampu
menghidupi sebanyak 377.860UT/tahun, sedangkan dengan kandungan PK 5,6 %
mampu mensuplai sebanyak 262.662 UT/tahun, dari kandungan TDN 54,1% mampu
menghidupi 448.361 UT/tahun (Kuswandi, 2007).
Perbandingan kandungan nutrisi pucuk tebu dan rumput gajah dapat dilihat
pada tabel berikut :
Tabel 1. Komposisi Zat-zat Makanan Pucuk Tebu Segar dan Rumput
Gajah.
Kandungan Nutrisi
Pucuk Tebu
Rumput Gajah
(%)
Bahan Kering
39,45
25,50
Protein Kasar
5,33
6,04
Serat Kasar
35,48
39,25
Lemak
0,90
1,80
BETN
48,60
45,84
Sumber : Musofie et al. (1981).
Berdasarkan Table 1 di atas, dapat dilihat bahwa pucuk tebu memiliki nilai
nutrisi yang lebih rendah dibandingkan dengan rumput gajah, khususnya kandungan
protein dan serat kasar. Hal ini disebabkan karena umur tanaman yang tua, sehingga
kualitasnya menurun. Hal ini sesuai dengan pendapat Afandie dan Nasih (2002) yang
menyatakan bahwa kualitas makanan ternak seperti rumput-rumputan dan legum
dipengaruhi oleh mudah tidaknya dicerna oleh binatang (digestability). Digestability
turun bila kadar serat kasar naik misalnya selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Jika
kadar protein turun, kualitas rumputan makanan ternak tersebut akan menjadi rendah.
Makin tua umur tanaman, makin rendah kualitasnya. Sebaliknya serat kasar akan
makin tinggi (makin jelek).
B. Pemanfaatan Pucuk Tebu sebagai Pakan Sapi Potong
Praperlakuan maupun penambahan konsentrat atau hijauan bergizi tinggi
dapat menaikkan kecernaan dan konsumsi pakan, pertambahan bobot hidup, produksi
dan kualitas susu. (Wanapat, 2002). Keterbatasan serat pucuk tebu adalah
kecernaannya yang rendah dan daya konsumsi oleh ternak tidak sebanyak pada
rumput. Musofie (1987) melaporkan bahwa pucuk tebu hanya mampu dikonsumsi
oleh sapi sebanyak kurang dari 1% dari bobot hidup (dalam hitungan bahan kering).
Oleh karena itu, limbah perkebunan ini perlu diproses dulu sebelum diberikan pada
ternak, sedangkan untuk optimasi produksi ternak, perlu suplementasi zat tertentu,
dan suplementasi substrat dari bahan pakan yang akan tersedia di usus halus.
Pucuk tebu dapat diolah melalui proses fermentasi. Terdapat beberapa
perbandingan pengaruh perlakuan fermentasi pada pucuk tebu terhadap kadar
nutrisinya dapat dilihat pada table berikut :
Table 2. Nilai Nutrisi Pucuk Tebu pada Berbagai Perlakuan.
Perlakuan
Pucuk tebu
difermentasi
Pucuk tebu difermentasi
Parameter
Pucuk tebu
menggunakan
menggunakan Phanerochaete
segar
Mikroorganisme
chrysosporium
(Starbio)
Bahan kering
24,77*
92,77*
90,26**
Protein
5,47*
2,62*
8,20**
Serat
37,90*
30,55*
32,73**
Abu
10,21*
11,02*
13,44**
Sumber : *Nurhayu et al. (2001)
**Prasetyo et al. (2013)
karena kualitas protein suatu bahan makanan banyak dipengaruhi oleh aktivitas
mikoorganisme dalam retikulo-rumen. Mikroorganisme dapat mendegradasi semua
protein dan asam amino makanan membentuk asam amino baru. Fermentasi protein
makanan yang berkualitas rendah dalam rumen dapat meningkatkan kualitas protein
karena nilai biologis protein mikroorganisme tinggi.
Perbandingan yang nyata dapat juga dilihat pada pucuk tebu difermentasi
menggunakan Phanerochaete chrysosporium. Kendala penggunaan pucuk tebu untuk
pakan adalah sangat rendahnya kecernaan karena kandungan lignoselulosa yang
sangat tinggi. Kandungan lignin pada pucuk tebu sebesar 14 % (Alvino, 2012).
Menurut Nelson dan Suparjo (2011), efisiensi degradasi lignin yang tinggi dan
minimal dalam memanfaatkan polimer selulosa dibanding fungi pelapuk putih lain
menjadikan Phanerochaete chrysosporium sebagai pilihan terbaik dalam perlakuan
degradasi lignin.
Selain proses fermentasi, pengolahan dalam pemanfaatan pucuk tebu dapat
juga berupa perlakuan fisik lainnya. Perlakuan fisik dapat berupa pencacahan,
pembentukan pelet (setelah digiling) atau pembuatan hay. Rendahnya kecernaan
pucuk tebu di Indonesia dapat diatasi dengan amoniasi. Dengan N-amonia 6% dari
berat bahan kering pucuk tebu, hanya diperlukan waktu 2 minggu untuk menaikkan
kandungan asam lemak hasil fermentasi (Pangestu et al., 1992). Selain itu, alkali
seperti NaOH, Ca (OH)2 dan KOH perlu dipertimbangkan sebagai bahan aktif yang
memisahkan ikatan selulosa dan hemiselulosa dari ikatan lignin. Pucuk tebu yang
direaksikan dengan NaOH (4%) menaikkan konsumsi dan kecernaan bahan kering,
tapi untuk penggunaannya masih harus ditambah bahan pakan sumber protein dan
pati yang lolos dari pencernaan di rumen, seperti katul (Kuswandi, 2007).
Hijauan yang terdapat di daearah tropis umumnya berkualitas rendah. Ternak
ruminansia yang hanya diberi hijauan saja, tidak akan dapat diharapkan produksi
maupun efisiensi reproduksi yang tinggi. Manfaat hasil sampingan pertanian dan
agro-industri sebagai pakan ternak, sangat tergantung dari ketersediaan bahan,
kemampuan ekonomi petaniternak, dan efisiensi penggunaan bahan pakan tersebut.
Ternak ruminansia mampu menggunakan zat-zat makanan di dalam pakan, seperti
karbohidrat, protein, nitrogen bukan protein dan lemak secara efisien. Dalam
penggunaan ransum diperlukan pencampuran berbagai bahan pakan dalam jumlah
tertentu, disamping menyediakan zat makanan yang secara langsung dapat diserap
dari berbagai alat pencernaan pasca rumen. Penambahan konsentrat dalam ransum
ternak ruminansia dapat meningkatkan konsentrasi produk akhir fermentasi rumen
yang akan meningkatkan pertambahan bobot badan (Nurhayu, 2010).
Kebutuhan akan konsentrat dalam ransum ternak dipertimbangkan dari
kondisi hijauan yang dimiliki. Kualitas hijauan yang rendah membutuhkan konsentrat
dengan kualitas yang tinggi. Sedangkan kualitas hijauan yang tinggi dapat
dikombinasikan dengan konsentrat dengan kualitas yang rendah. Hal ini ditujukan
agar kebutuhan akan sumber pakan pokok ini bisa saling melengkapi sehingga dapat
diperoleh efisiensi produksi yang baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Chuzaemi
(2002) bahwa ransum komplit merupakan salah satu metode yang dapat digunakan
untuk meningkatkan pemanfaatan limbah pertanian yaitu dengan cara mencampurkan
10
11
Berdasarkan pada Tabel 3 secara jelas menunjukkan bahwa pucuk tebu dapat
memberi pengaruh yang lebih baik terhadap produksi sapi bali jika dibandingkan
rumput gajah dengan melihat persentase pertambahan berat badannya. Pucuk tebu
mampu memberikan tambahan berat badan 59,56 %, sedangkan rumput gajah hanya
37,08 %. Angka yang berbeda tersebut tentunya dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti kualitas ransum yang diberikan, kondisi dan umur awal ternak yang diteliti,
serta perbedaan perlakuan pemeliharaan. Daniel et al. (2006) menyatakan bahwa
peranan pakan dalam usaha ternak sapi potong sangat penting karena merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dan merupakan kunci keberhasilan produksi ternak.
Jenis pakan ternak yang terpenting adalah hijauan dan konsentrat karena merupakan
pakan utama ternak ruminansia.
Penambahan konsentrat dalam ransum ternak merupakan suatu usaha untuk
mencukupi kebutuhan zat-zat makanan. Pada penggemukan di Indonesia biasanya
dengan dry lot fattening dan kereman. Salah satu faktor yang berpengaruh di
dalamnya adalah pemberian pakan, khususnya ransum dan konsentrat. Pencernaannya
sangat melibatkan pada unsur N yaitu dalam protein dan C dalam karbohidrat.
Semakin tinggi tingkat pemberian konsentrat maka daya cerna bahan kering juga
meningkat, karena konsentrat mampu merangsang pertumbuhan mikroba rumen
sehingga aktivitas pencernaan fermentatif lebih meningkat, yang pada gilirannya
makin banyak bahan kering ransum yang dapat dicerna, dengan kata lain konsentrat
mempunyai nilai kecernaan yang tinggi dalam saluran ternak ruminansia (Koddang,
2008).
12
PENUTUP
Kesimpulan
Pucuk tebu sebagai limbah industri pangan dapat dimanfaatkan untuk
menggantikan fungsi rumput sebagai hijauan pakan ternak untuk peningkatan
produksi dan produktivitas sapi potong.
Saran
Pemanfaatan pucuk tebu sebagai pakan sapi potong diperlukan untuk
peningkatan produksi dan produktivitas sapi potong.
14
DAFTAR PUSTAKA
15
16
17
18