TERPENDAM PAPUA
Potensi Kearifan Lokal untuk Perdamaian
di Tanah Papua
Mutiara Terpendam Papua
Potensi Kearifan Lokal untuk Perdamaian di Tanah Papua
Januari 2015
Editor: Suhadi
K ATA P E N G A N TA R
iii
Mutiara Terpendam
iv
Kata Pengantar
v
Mutiara Terpendam
vi
Kata Pengantar
Samsul Maarif
(CRCS, Sekolah Pascasarjana UGM)
vii
Pengantar Penulis
PENGANTAR PENULIS
ix
Mutiara Terpendam
x
Pengantar Penulis
Tulisan ini dibagi dalam tiga bab utama. Bab kedua akan
mendiskusikan tentang situasi Papua. Situasi Papua ini meliputi
migrasi, pendidikan, ekonomi, dan politik. Sistematika tersebut
mengandaikan ada kelindan yang saling mempengaruhi.
Meskipun migrasi bukan faktor satu-satunya, tetapi konteks
tersebut memiliki pengaruh besar terhadap situasi dunia
pendidikan di Papua, khususnya tentang akses pendidikan.
Terpenuhinya akses pendidikan ini kemudian berpengaruh
terhadap pemenuhan lapangan pekerjaan. Dengan kata lain,
faktor pendidikan berpengaruh terhadap situasi atau kondisi
ekonomi orang Papua. Dari sini pula, akhirnya persoalan politik
di Papua sulit ditemukan jalan keluarnya. Persoalan politik di
Papua terbatas pada kemerdekaan Papua atau tetap terintegrasi
ke dalam NKRI. Bab ketiga akan fokus pada eksplorasi
kekayaan budaya Papua, yakni tentang keragaman suku bangsa
dan agama. Keragaman-keragaman ini layak ditonjolkan
sebagai kekuatan kultural yang kaya di Papua. Kemudian bab
keempat melanjutkan bab ketiga. Yaitu membahas keragaman
xi
Mutiara Terpendam
xii
Pengantar Penulis
xiii
Mutiara Terpendam
Daftar Isi
xiv
Pendahuluan
BAB I
PENDAHULUAN
1
Mutiara Terpendam
2
Pendahuluan
3
Mutiara Terpendam
4
Pendahuluan
5
Mutiara Terpendam
6
Pendahuluan
7
Mutiara Terpendam
8
Pendahuluan
2009: 486). Konsep ini secara historis mengacu pada kajian para
sosiolog dan ekonom, seperti Adam Smith, John Stuart Mill,
dan Max Weber, yang memperlakukan kebudayaan sebagai
penjelasan gejala ekonomi. Umumnya, konsep ini dianggap
bersifat abstrak, karena berakar pada ide tentang kepercayaan
(trust), norma, jaringan informal, nilai-nilai, keyakinan,
kewajiban, kolektivitas, pertemanan, keanggotaan, keterlibatan
masyarakat, informasi, dan lembaga kolektif, yang berkontribusi
terhadap pembangunan sosial dan ekonomi.
Mayoritas teori modal sosial sama-sama menekankan
hubungan sosial yang menghasilkan keuntungan yang
produktif. Perbedaannya, terdapat teori yang menganggap
modal sosial sebagai sumber daya pribadi, sedangkan teori yang
lain menganggapnya sebagai sumber daya sosial. Teori-teori
tersebut memandang dasar modal sosial adalah hubungan sosial
yang menimbulkan manfaat bagi individu dan kolektif, yang
dibangun secara komunikatif. Bangunan kolektif ini memiliki
unsur-unsur yang penting, yakni: jaringan sosial (keluarga,
teman, masyarakat, dan asosiasi), norma-norma (norma-norma
bersama, nilai-nilai, dan perilaku), dan kepercayaan (pada orang
dan lembaga). Ketiga kategori ini dianggap sebagai sumber daya
kolektif yang berpengaruh positif pada pembangunan ekonomi.
Menurut Bhandari dan Yasunobu, Pierre Bourdieu
membedakan tiga bentuk modal sebagai aset kolektif yang
bersifat instrumental, yakni ekonomi, budaya, dan sosial.
Bordieu menekankan pentingnya jaringan sosial melalui
peluang dan keuntungan yang tersedia bagi anggota suatu
kelompok. Bourdieu mengindentifikasi tiga unsur modal sosial:
(a) hubungan sosial yang memungkinkan aktor mendapatkan
akses ke sumber daya; (b) jumlah sumber daya yang dihasilkan
oleh totalitas hubungan antara aktor; dan (c) kualitas sumber
daya tersebut.
Teori yang lain dikemukakan Coleman. Ia mengidentifikasi
modal sosial pada tataran fungsi, yakni berupa kombinasi
9
Mutiara Terpendam
10
Pendahuluan
11
Mutiara Terpendam
12
Membaca Situasi Papua
BAB II
MEMBACA SITUASI PAPUA
13
Mutiara Terpendam
A. Migrasi
Kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan
sosial dan ekonomi yang terjadi di Papua dan Papua Barat
banyak dipengaruhi oleh migrasi. Migrasi ikut mewarnai
sejumlah perubahan dan dinamika di banyak aspek kehidupan
di Papua. Maksud migrasi di sini adalah perpindahan penduduk
dari luar wilayah Papua dan Papua Barat ke dua provinsi ini.
Migrasi dapat bersifat sukarela (berdagang dan lain-lain), tapi
juga karena tugas kemiliteran dan kepegawaian, atau bahkan
keagamaan.
Secara sederhana migrasi didefinisikan sebagai aktivitas
perpindahan. Sedangkan secara formal, migrasi didefinisikan
sebagai perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap
dari suatu tempat ke tempat lain yang melampaui batas politik/
negara atau pun batas administrasi/batas bagian suatu negara.
Bila melampaui batas negara maka disebut dengan migrasi
internasional (migrasi internasional). Sedangkan migrasi
dalam negeri merupakan perpindahan penduduk yang terjadi
dalam batas wilayah suatu negara, baik antardaerah atau pun
antarprovinsi. Pindahnya penduduk ke suatu daerah tujuan
disebut dengan migrasi masuk. Sedangkan perpindahan
penduduk keluar dari suatu daerah disebut dengan migrasi
keluar (Depnaker dalam Safrida 2014).
Definisi di atas kemudian diperjelas dengan definisi
yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS). Bahwa migrasi
adalah perpindahan seseorang melewati batas administrasi
provinsi menuju provinsi lain dalam jangka waktu enam bulan
atau lebih. Lebih jauh lagi, BPS menjelaskan bahwa terdapat
tiga jenis migran antarprovinsi. Migran semasa hidup (life
time migrant) adalah mereka yang pindah dari tempat lahir ke
tempat tinggal sekarang, atau mereka yang tempat tinggalnya
sekarang bukan di wilayah provinsi tempat kelahirannya.
Migran risen (recent migrant) adalah mereka yang pindah
melewati batas provinsi dalan kurun waktu lima tahun terakhir
14
Membaca Situasi Papua
15
Mutiara Terpendam
16
Membaca Situasi Papua
17
Mutiara Terpendam
18
Membaca Situasi Papua
19
Mutiara Terpendam
20
Membaca Situasi Papua
21
Mutiara Terpendam
22
Membaca Situasi Papua
23
Mutiara Terpendam
24
Membaca Situasi Papua
5 Lihat juga, Institut Teknologi Bogor, Gambaran Umum Provinsi Papua, dalam
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/53600/BAB%20IV %20
Gambaran%20Umum%20Provinsi%20Papua.pdf ?sequence=4. Diakses pada 02
Mei 2013. Namun, sektor pertanian lebih stabil pertumbuhannya dibanding
pertambangan. Meskipun tidak tajam, sektor pertanian sedikit demi sedikit
mengalami kenaikan, sebagaimana juga sektor usaha di bidang bangunan. Dalam
rentang waktu 20012010, dua sektor tersebut mengalami kenaikan yang stabil.
Hal ini berbeda dengan sektor pertambangan dan penggalian. PT. Freeport
mempengaruhi naiknya laju perekonomian Papua hanya pada tahun 2005,
sebagaimana juga BP Migas di Papua Barat pada tahun 2010. Tahun 2006 hingga
2010, PT. Freeport tidak kuat lagi pengaruhnya dalam laju perekonomian Papua.
Hal ini mungkin dipengaruhi oleh berbagai kasus yang terjadi di perusahaan
tersebut yang melibatkan masyarakat asli Papua. Sementara BP. Migas di Papua
Barat belum teruji pengaruhnya karena tidak diperoleh data laju pertumbuhan
ekonomi Papua Barat pada tahun 2012.
6 Mengenai sektor pariwisata ini dapat dilihat dalam Yansen Saragih dalam I
Ngurah Suryawan (ed.) (2011). Yansen memberikan contoh potensial pariwisata
Pulau Mansinam.
25
Mutiara Terpendam
26
Membaca Situasi Papua
27
Mutiara Terpendam
28
Membaca Situasi Papua
29
Mutiara Terpendam
30
Membaca Situasi Papua
31
Mutiara Terpendam
32
Membaca Situasi Papua
33
Mutiara Terpendam
34
Membaca Situasi Papua
35
Mutiara Terpendam
36
Membaca Situasi Papua
37
Mutiara Terpendam
38
Membaca Situasi Papua
39
Mutiara Terpendam
40
Membaca Situasi Papua
untuk menyebut kata Papua lebih dulu atau Jakarta lebih dulu.
Penempatan dua kata tersebut mengkonotasikan makna yang
berbeda-beda. Papua lebih dulu dimaknai sebagai tempat
keberadaan persoalan. Ada kalanya Jakarta dimaknai sebagai
kelompok penindas, sementara Papua menjadi korbannya.
Selain itu, tawaran dialog tersebut juga dibenturkan
dengan isu referendum oleh sebagian kelompok Papua yang pro-
merdeka. Hal ini karena masih belum ada kejelasan mengenai
makna dialog dan referendum di dua pihak. Dialog seharusnya
dipahami sebagai cara untuk menyampaikan permasalahan,
merumuskan, dan membuat pilihan. Sedangkan referendum
atau juga NKRI, Otsus, dan lain sebagainya merupakan hasil
atau pilihan dari berdialog. Oleh karena itu, tentu saja kotak
untuk meletakkan dialog tidak sama dengan kotak untuk
meletakkan referendum, NKRI, Otsus, atau pilihan lainnya.
Dialog adalah jalan atau cara untuk sampai pada kotak-kotak
berikutnya tersebut.
Dalam perkembangannya, dialog model ketiga ini
memang sudah melangkah sangat jauh. Neles Tebay dan LIPI
telah menggagas pertemuan di Singapura akhir November
2009. Pertemuan ini melibatkan aktifis LSM, pemuda,
mahasiswa, tokoh adat, dan kelompok akademisi. Hasil dari
pertemuan tersebut adalah terbentuknya Jaringan Damai Papua
( JDP). Agenda JDP antara lain melakukan sosialisasi konsep
dialog dan menghimpun berbagai masukan dari masyarakat
mengenai tawaran dialog. Selain itu JDP juga memiliki agenda
untuk memfasilitasi konsultasi publik di Papua dan Papua
Barat sebagai satu-satunya langkah pendekatan dan konsolidasi
dengan menghadirkan tokoh-tokoh Papua, termasuk di
dalamnya mantan Tapol, Napol, dan tokoh Papua di luar negeri.
Pemaparan mengenai dinamika situasi Papua di atas ingin
menggambarkan bahwa beberapa aspek tersebut sangat penting
dalam melihat Papua sekarang. Tilikan dari beberapa aspek di
atas menjadi latar penting untuk melihat lebih jauh tentang
41
Mutiara Terpendam
42
Keragaman Suku Bangsa dan Agama Di Papua
BAB III
KERAGAMAN SUKU
B A N G S A DA N AG A M A
DI PAPUA
43
Mutiara Terpendam
44
Keragaman Suku Bangsa dan Agama Di Papua
45
Mutiara Terpendam
46
Keragaman Suku Bangsa dan Agama Di Papua
47
Mutiara Terpendam
48
Keragaman Suku Bangsa dan Agama Di Papua
49
Mutiara Terpendam
50
Keragaman Suku Bangsa dan Agama Di Papua
51
Mutiara Terpendam
52
Keragaman Suku Bangsa dan Agama Di Papua
53
Mutiara Terpendam
54
Keragaman Suku Bangsa dan Agama Di Papua
55
Mutiara Terpendam
56
Keragaman Suku Bangsa dan Agama Di Papua
57
Mutiara Terpendam
58
Keragaman Suku Bangsa dan Agama Di Papua
59
Mutiara Terpendam
60
Kearifan Lokal dan Agama Sebagai Modal Perdamaian
BAB IV
KEARIFAN LOKAL DAN
AGAMA SEBAGAI MODAL
PERDAMAIAN
Pada bab sebelumnya, disajikan kajian literatur
tentang keragaman suku bangsa dan agama
beserta dinamikanya di Papua. Bab ini, dengan
menggunakan studi literatur juga, berusaha
menjelaskan tentang kekayaan kearifan
lokal dan agama yang dimiliki Papua. Kajian
terhadap kekayaan ini memberikan modal
sosial yang sangat berharga dan potensial untuk
mengembangkan perdamaian di Papua.
A. Modal Perdamaian dari Kearifan Lokal
Perdamaian di Papua terbangun melalui
jaringan internal suku bangsa maupun dengan
luar suku bangsa. Konflik antarsuku bangsa
memang masih sering terjadi sebagai upaya
peneguhan identitas kesukuannya. Akan tetapi,
konflik suku bangsa tersebut sebenarnya dapat
teratasi dengan mekanisme yang mereka
61
Mutiara Terpendam
62
Kearifan Lokal dan Agama Sebagai Modal Perdamaian
63
Mutiara Terpendam
64
Kearifan Lokal dan Agama Sebagai Modal Perdamaian
65
Mutiara Terpendam
66
Kearifan Lokal dan Agama Sebagai Modal Perdamaian
67
Mutiara Terpendam
68
Kearifan Lokal dan Agama Sebagai Modal Perdamaian
69
Mutiara Terpendam
70
Kearifan Lokal dan Agama Sebagai Modal Perdamaian
71
Mutiara Terpendam
72
Kearifan Lokal dan Agama Sebagai Modal Perdamaian
73
Mutiara Terpendam
74
Penutup
BAB V
PENUTUP
75
Mutiara Terpendam
76
Penutup
77
Mutiara Terpendam
78
Penutup
79
Mutiara Terpendam
Daftar Pustaka
Buku
Andersen, Oysten Lund, 2007. Suku Ketengban di daerah
Nongme dan Lingkungan Mereka, Jayapura: Universitas
Cendrawasih.
Athwa, Ali, 2004. Islam atau Kristenkah Agama Orang Irian?,
Jakarta: Pustaka Dai.
Bhandari, Humnath & Kumi Yasunobu, 2009. What is Social
Capital? A Comprehensive Review of the Concept, Asian
Journal of Social Science, 37.
Chauvel, Richard, 2005. Constructing Papuan Nationalism:
History, Ethnicity, and Adaptation, Policy Studies 14,
Washington: East-West Center.
Dale, Cypri J. P. & John Djonga, 2011. Paradoks Papua: Pola-pola
Ketidakadilan Sosial, Pelanggaran Hak atas Pembangunan,
dan Kegagalan Kebijakan Afirmatif, dengan Fokus di
Kabupaten Keerom, Papua dan NTT: FOKER LSM,
YTHP, Sunspirit For Justice and Peace.
Encyclopaedia Britannica, 2007. Anthropology, The study of
ethnicity, minority groups, and identity.
Ernas, Saidin, 2014. Dinamika Integrasi Sosial di Papua
Fenomena Masyarakat Fakfak di Provinsi Papua Barat,
dalam Jurnal Kawistara, Vol. 4 No. 1.
80
Daftar Pustaka
81
Mutiara Terpendam
Jennifer Bensley (1994), The Dani Church of Irian Jaya and the
Challenges Its Facing Today.
Kandipi, Dian, Faiths Co-exist Peacefully in Papuan Town,
Khabar Southeast Asia diakses dari http://khabarsoutheastasia.
com/en_GB/articles/apwi/articles/features/2013/12/18/
feature-04 pada tanggal 18 Agustus 2014.
Klinken, Gerry van, 2004. Ethnicity in Indonesia, dalam Colin
Mackerras (ed), Ethnicity in Asia, London dan New York:
Routledge.
Lin, Nan, 2008. A Network Theory of Social Capital, Dario
Castiglione, Jan W. Van Deth, Guglielmo Wolleb (eds),
Handbook of Social Capital, Oxford: Oxford University Press.
Maarif, Samsul (et al.), 2014. Peran Kearifan Lokal Kasultanan
Ngayogyakarta Hadiningrat dalam Pengelolaan
Keragaman. Dalam Mendukung Keistimewaan Yogyakarta
melalui Perspektif Keilmuan Multidisiplin Guna Membangun
Kemandirian Bangsa. Yogyakarta Sekolah Pascasarjana,
UGM.
Meteray, Bernard, 2012. Nasionalisme Ganda Orang Papua , Ja-
karta: Kompas.
Mujiburrahman (et al.), 2011. Badingsanak Banjar-Dayak:
Identitas Agama dan Ekonomi Etnisitas di Kalimantan
Selatan. Yogyakarta: CRCS UGM.
Munir, Rozy, 2011. Migrasi,Ed. Sri Moertiningsih Adioeto-
mo & Omas Bulan Samosir Dasar-dasar Demografi,
Depok: Penerbit Salemba Empat dan Lembaga Demo-
grafi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
OBrien, Denise, 1969. A Highland New Guinea Society, The
Graduate school of Yale University.
Parimartha, I Gde (et al.), 2012. Bulan Sabit di Pulau Dewata:
Jejak Kampung Kusamba Bali. Yogyakarta: CRCS UGM.
82
Daftar Pustaka
83
Mutiara Terpendam
84
Daftar Pustaka
85
Mutiara Terpendam
BIODATA PENULIS
86