DI SUSUN OLEH:
IKA AYU ROSDIYANTI (2021G1B022)
1
Ernawati, “Peningkatan Kesadaran Santri terhadap Perilaku Ghasab dan Pemaknaannya Dalam Hukum Islam dan
Hukum Positif” Vol. 4 No. 2, 2018.
Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan yang lebih memfokuskan tentang
pemahaman ilmu agama, Meskipun pesantren merupakan tempat belajar menuntut ilmu
agama namun tidak memungkinkan untuk munculnya perilaku menyimpang salah
satunya yaitu ghasab. Mengambil atau menggunakan yang bukan haknya dan miliknya
tanpa seizin si pemilik adalah tindakan menyimpang yang tidak dibenarkan, atau dalam
Islam biasa disebut Ghasab. Perilaku yang sering kali dianggap sepele itu tak ayal juga
mejadi kebiasaan buruk di kehidupan pesantren. Walaupun sebenarnya kasus seperti ini
tidak hanya terjadi di lingkungan pesantren saja, namun mejadi hal yang ironis dimana
seharusnya pesantren sebagai tempat perbaikan akhlak namun malah menjadi salah satu
pemicu munculnya perilaku ghasab ini.
Ghasab yang marak terjadi di lingkungan pesantren adalah ghasab sandal. Sungguh
amat lucu saat melihat santri berangkat ke masjid memakai sepatu sekolah. Ada juga
santri yang numpang bahu atau minta gendong pada teman yang lain. Bahkan ada santri
yang jalannya seperti kanguru. Ia melompat-lompat dengan satu kaki dikarenakan hanya
kebagian sandal sebelah. Anggaplah santrinya 50 puluh, tapi sandalnya 40 puluh pasang.
Hingga muncul bahasa santri “Siapa yang cepat dia yang bersandal, siapa yang lambat
dia yang kenak begal”. Tidak cukup sampai di situ, bahkan ketika sandal temannya sudah
tidak ada milik pengurus pondokpun “disikat”. Mungkin dalam benaknya mengira
“jangankan hanya sandal yang harganya tidak seberapa, ilmunya yang tak ternilai dikasih
secara cuma-cuma kok”. Semua ini mungkin masih bisa dimaklumi, mereka sudah saling
kenal dan paham atas keadaan santri di pondok. Hanya saja ketika yang dibegal bukan
milik sesama santri, baru hal ini tidak bisa dibiarkan. Mereka perlu ditegur atau dikasih
punishment yang mendidik. Sebut saja wali santri yang sedang ngirim anaknya. Mau
pulang masih disibukkan dengan mencari sandal yang hilang terlebih dahulu.
Dari sedikit paparan cerita kehidupan santri di atas, lantas bagaimana sebenarnya
agama memandang prilaku ghasab, bukan hanya di lingkungan di pesantren yang
kebanyakan dipraktekkan oleh kaum sarungan di pondok pesantren? Menurut bahasa
ghasab adalah mengambil sesuatu secara paksa dan terang-terangan. Sedangkan menurut
istilah, ghasab berarti menguasai harta (hak) orang lain dengan tanpa izin (melampaui
batas). Ghasab ini dilakukan secara terang-terangan, hanya saja tanpa sepengetahuan
pemiliknya. Berbeda dengan pencurian yang memang dilakukan secara diam-diam.
Ghasab juga tidak harus berbentuk pada barang yang konkret, hal yang abstrak seperti
kemanfaatan juga masuk didalamnya. Mulai dari duduk didepan teras rumah orang lain
tanpa izin sampai numpang bercermin di kaca spion motor milik orang lain.2
2
Nanang Afriansyah, “Peran Bimbingan Keagamaan Dalam Menangani Perilaku Menyimpang (Studi Kasus Perilaku
Ghasab di Pondok Pesantren Darut Tauhid Al-Amin, Desa Margodadi Kecamatan Tumijajar Kabupaten Tulang
Bawang Barat), 2020.
Hal ini memang tidak mengurangi kualitas dan kuantitas barangnya secara langsung, namun
tetap saja kita telah mengambil manfaat dari barang yang dighasab. Karena yang dimaksud
ghasob secara definitive adalah mengambil manfaat suatu barang tanpa idzin dari pemilik
barang.
Berdasarkan sejumlah ayat, hadis, dan pendapat ulama’, ghasab itu hukumnya haram.
Dalam kitab Kifayatu al-Akhyar, pekerjaan ghasab pada salah satu dosa besar. Adapun
firman Allah Swt. yang menjadi rujukan hukum ghasab ini adalah Surat Al-Baqarah [2]:
188,
َاس بِاِإْل ْث ِم َوَأ ْنتُ ْم تَ ْعلَ ُمون ِ َواَل تَْأ ُكلُوا َأ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالبَا ِط ِل َوتُ ْدلُوا بِهَا ِإلَى ْال ُح َّك ِام لِتَْأ ُكلُوا فَ ِريقًا ِم ْن َأ ْم َو
ِ َّال الن
Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara
kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada
hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu
dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.
Intinya degan berbagai macam alasan apapun, kebiasaan ghasab ini secara lambat
laun harus dihilangkan, apalagi dari lingkungan pesantren. Hal-hal yang bernilai ibadah
seperti mondok di pesantren, namun dicampuri dengan perkara haram seperti
ghasabmaka pasti akan memengaruhi nilai kebaikannya.
Perilaku ghasab secara umum di anggap sudah mendarah daging di lingkungan pesantren,
artinya penggunaan harta orang lain secara tidak sah untuk kepentingan sendiri sering
terjadi di kalangan santri dan masyarakat. Memberikan pemahaman yang komprehensif
kepada santri untuk mengurangi, menghilangkan atau bahkan memutus mata rantai
budaya ghasab di lingkungan pesantren, dan mengingatkan bahwa setiap perilaku ghasab
tidak wajar dalam ajaran Islam.
3
Ahmad Mawardi Imron, “Ghasab dan Penjelasan Lengkap Tentang Keharamannya”, 19 Januari 2019.
Pemahaman Ghasab tentang hukum positif
Santri sudah mengetahui tentang hukum ghasab, namun tetap saja melakukannya. Santri
menganggap bahwa menggunakan barang orang lain itu adalah hal yang wajar dalam
lingkungan pesantren. Suka meremehkan barang yang di gunakan, para santri
menganggap bahwa ghasab merupakan hal wajar di kalangan pesantren dan santri yakin
bahwa pemilik dari barang yang mereka pakai akan ikhlas barangnya di pinjamkan.
Jika perilaku ini tidak di perhatikan secara serius, juga dapat membentuk mentalitas
seseorang yang melakukan pencurian dan pencurian di perlakukan berbeda, sanksi di
kenakan pada orang yang mencuri, tetapi tidak ada sanksi yang di kenakan pada ghasab.
Sanksi ghasab bagi santri di sebut ta’zir, dan pada dasarnya ta’zir menanamkan sikap
tanggung jawab dan mendidik santri agar menaati aturan. Biarlah santri yang di siplin
menjadi takut dan tidak mengulanginya.
Dampak dari memakai barang orang lain memiliki kebiasaan unik menggunakan
barang-barang milik santri lain sesuka hati. Kebiasaan ini di sebut ghasab. Setiap santri
memperlakukan barang dan barang yang ada sebagai milik bersama, sehingga dapat di
gunakan bersama. Jika ada barang atau barang yang di butuhkan, siapa pun pemiliknya,
akan langsung di gunakan. Perilaku tersebut tidak terbatas pada satu jenis barang, seperti
sandal, pakaian, sarung, peci, handuk, dan lainnya, tetapi juga berlaku untuk makanan.
Jika seorang santri memasuki kamar teman dan kebetulan memiliki makanan di sana,
siswa tersebut segera makan, bahkan jika pemiliknya tidak ada.
Hadist Nabi Muhammad Saw yang terdapat dalam kitab Al-Majmu’ Syarhul
Muhadzdzab (Hal 227 Juz 14 )
فإذا أخذ أحدكم عصا أخيه فليردها،ال يأخذ أحدكم متاع أخيه العبا أو جادا
Janganlah di antara kalian mengambil barang milik saudaranya, baik secara main-main
atau sungguh-sungguh. Apabila salah satu dari kalian mengambil tongkat milik
saudaranya maka hendaklah ia mengembalikannya. Oleh karena itu, harus di capai
kesepakatan dalam lingkungan pesantren yang benar-benar kebersamaan. Jika tidak ada
kesepakatan, maka hukum proyek mungkin meragukan atau bahkan ilegal.
Hampir semua santri mengetahui bahwa fenomena tersebut adalah hal yang negatif,
namun hal tersebut tetap saja terjadi.4
Perilaku seorang santri saat melakukannya dapat memicu perilaku ghasab lainnya.
Jadi ada hipotesis bahwa “orang yang memakai barang tanpa izin pasti akan di ghasab.”
Dengan mengubah kesadaran santri terhadap meminjam sesuatu tanpa izin, memberikan
contoh untuk tidak melanggar aturan, dan memperkuat di siplin, dapat di lakukan upaya
untuk mengatasi fenomena ini di lingkungan pesantren. Santri harus mampu menerapkan
4
Santi Rahmawati,”Meningkatkan Kesadaran Santri Tentang Jeleknya Ghasab”, 6 September 2021.
apa yang telah mereka pelajari dari pesantren ke dalam kehidupan sehari-hari mereka dan
memahami langkah-langkah yang akan mereka ambil.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana pandangan santri tentang perilaku ghasab yang ada di ponpes Al-
istiqomah Kapu, Desa Sama Guna.?
2. Mengapa terjadi perilaku ghasab di ponpes Al-istiqomah Kapu, Desa Sama
Guna.?
3. Bagaimana solusi yang dapat ditempuh untuk menanggulangi budaya ghasab
di ponpes Al-istiqomah Kapu, Desa Sama Guna.?
b. Manfaat
1. Teoritis
Untuk menambah pengetahuan serta wawasan tentang perilaku ghasab
melalui pendekatan terhadap santri dan mengetahui segala gejala yang
terjadi akibat perilaku ghasab yang terjadi dalam pondok.
2. Praktis
Penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca di semua kalanganan dan dapat menambah pengetahuan serta
pengalaman peneliti dengan terjun langsung ke pondok dan juga dapat
dijadikan bekal untuk melakukan penelitian-penelitian selanjutnya.
E. Telaah Pustaka
Ada beberapa penelitian yang sudah membahas tentang tema mengenai perilaku
ghasab yang sudah terjadi dikalangan pondok. Dari sekian banyak tulisan yang bisa
peneliti lacak adalah beberapa tulisan berikut ini;
1. Skripsi yang ditulis oleh Nahdhiyah Dinda, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri
Malang, Tahun 2018 yang berjudul Prilaku Ghasab di Pondok Pesantren Roudlotun
Nasyiin Berat Kulon Kemlagi Mojokerto. Penelitian ini bersifat kualitatif subyek
penelitian ini meliputi pengasuh pondok ustadzah dan santri pondok pesantren
Roudlotun Nasyiin. Penelitian ini bertujuan untuk membahas tentang praktek ghasab
yang ada di Pondok Pesantren. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan
metode observasi wawancara dan dokumentasi.5
2. Al-Mujahidah dan Ulfa Latifah, Tahun 2018 yang berjudul Upaya Ustadz Ustadzah
Dalam Meminimalkan Perilaku Ghasab Di Pondok Pesantren Al-Hikmah
Karangmojo Gunungkidul. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa parah
tindakan ghasab yang dilakukan oleh para santri-santri. Serta mengetahui sistem
pembelajaran santri tentang tindakan ghasab tersebut. Selanjutnya, penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui upaya ustadz ustadzah dalam meminimalkan tindakan
ghasab Jenis penelitian yang telah penulis lakukan adalah termasuk kedalam
pendekatan kualitatif deskriptif selanjutnya penulis melakukan kajian lapangan (field
reserch) dengan teknik pengumpulan data antara lain wawancara, dokumentasi, serta
observasi. Kemudian data yang telah dikumpulkan dianalisi sacara redukasi data,
penyajian data dan kesimpulan, sehingga penulis mendapatkan hasil secara
sempurna.6
3. Artikel yang di tulis oleh Nurul Shofiah, hlm.13 yang berjudul Kenakalan Remaja
Dalam Bentuk Ghasab. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan solusi alternatif
untuk mengatasi perilaku ghasab di Mabna Fatimah Az-Zahra. Maka dari itu adanya
penelitian yang mennjukan bahwa perilaku ghasab semakin meluas di kalangan
mahasantri bahkan mereka menganggap bahwa apa yang dilakukannya merupakan
budaya dari santri-santri sebelumnnya.7
Dari ketiga penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa perilaku ghasab dilihat dari
sudut pandang yang berbeda-beda, penulis melihat fenomena ghasab dari hasil tinjauan
secara pandangan sosial, sedangkan beberapa skripsi dan jurnal diatas ada yang melihat
fenomena ghasab dari segi budaya, akhlak, dan segi pemaknaan dalam hukum islam yang
positif. Dari hasil penelitian terdahulu ini dapat memberikan alasan bagi peneliti untuk
5
Dinda Nahdhiyah, “Perilaku Ghasab di Pondok Pesantren Roudlotuh nasyiin, Berat Kulon, Kemlagi Mojokerto”, 3
Juli 2018.
6
Al-Mujahidah dan Ulfa Latifah, “Upaya Ustadz Ustadzah Dalam Meminimalkan Perilaku Ghasab di Pondok
Pesantren Al-Hikmah Karangmojo Gunungkidul”, 2018.
7
Nurul Shofiyah, “Kenakalan Remaja Dalam Bentuk Ghasab", hlm. 13
https://www.scribd.com/document/563744831/01-artikel
melakukan penelitian yang lebih mendalam mengenai Analisis perilaku ghasab pada
santri.
F. Kajian Teori
1. Pengertian perilaku ghasab
a. Perilaku Ghasab
Ghasab menurut bahasa ialah mengambil suatu barang secara terang-terangan
yaitu bisa dinamakan sebagai perbuatan yang dzalim. Sedangkan menurut istilah
ialah menguasai hak orang lain secara keseluruhan. Di dalam pembelajaran ilmu
fikih terdapat beberapa pengertian mengenai tindakan ghasab yang dibahas oleh
para ulama. Pertama, berdasarkan Mazhab Maliki, ghasab adalah mengambil
benda orang lain dengan paksa dan sewenang-wenang, bukan diartikan sebagai
merampok. Definisi ini membedakan antara mengambil barang dan mengambil
manfaat.
Mereka berpendapat, tindakan sewenang-wenang tersebut dikategorikan
menjadi empat bentuk, yakni:
a. Mengambil benda tidak seizin yang punya disebut ghasab,
b. Mengambil manfaat dari suatu benda, bukan materinya dinamakan juga
sebagai tindakan ghasab,
c. Manfaatkan suatu benda sampai merusak atau menghilangkan barang tersebut
dikatakan tindakan ghasab,
d. Melakukan suatu perbuatan yang menyebabkan hilang atau rusaknya milik
orang lain tidak dapat disebut sebagai tindakan ghasab, tapi disebut ta’addi
(Dahlan, 1997 : 401).
9
Mila Nabila Zahara, “Tinjauan Sosiologis Fenomena ghasab di Lingkungan Pesantren Dalam Perspektif
Penyimpang Sosial”, Agustus 2018.
bahwa perilaku ghasab adalah perilaku dzalim yang akan merugikan orang lain,
namun mereka tetap melakukannya demi memenuhi kebutuhan sesaat.
10
Nurul Shofiyah, “Kenakalan Remaja Dalam Bentuk Ghasab”
https://www.scribd.com/document/563744831/01-artikel
11
Halim Purnomo, Azam Syukur Rahmatullah, “Kenakalan Remaja Kaum Santri Di Pesantren (Telaah Deskriptif-
Fenomenologis), Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 8 No. 2, Desember 2022, Hal.222-245
Adapun menurut juvenile delinquency dimaknai sebagai tindakan
yang tidak beretika dan tidak bermoral yang dilakukan oleh remaja, yang
tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadis Nabi.
“Tindakan atau perilaku yang dilakukan oleh kaum remaja yang nyantri di
pesantren namun berpaling dari jalan lurus dan jalan yang benar. Meskipun ada di
antaranya yang bersifat sementara karena mereka khilaf dan kemudian kembali
lagi pada jalan lurus. Namun ada pula di antara mereka yang bersifat baku, artinya
kenakalannya tidak bisa diperbaiki lagi selama nyantri di pesantren. Dan
kenakalan tersebut melanggar aturanaturan yang telah ditetapkan oleh pesantren
yang bersumberkan pada Al-Qur’an dan Hadis.”
Berdasar dari pemaparan definisi di atas, ada beberapa unsur atau muatan
tentang kenakalan remaja santri; Pertama, dilakukan oleh seorang santri yang
merupakan penyebutan bagi seseorang yang belajar dan mondok (mean: tinggal)
di pesantren. Kedua, berpaling dari jalan lurus dan benar. Ketiga, kenakalannya
ada yang bersifat sementara dan kekal (baqa’). Keempat, melanggar aturan
kepesantrenan yang pondasi dasarnya adalah Al-Qur’an dan Hadis.
Sedangkan definisi kenakalan remaja santri yang mengarah pada aspek umum
adalah:
b. Adanya aturan yang terlalu longgar juga bisa menjadikan anak-anak yang
nyantri berbuat sekehendak hatinya, karena merasa tidak ada yang membatasi dan
melarang, sehingga santri akan mengeskpresikan kenegatifan perilakunya dengan
leluasa.
c. Adanya kedekatan dan kelekatan yang kurang antara ustadz atau mudabbir
dengan para santri. Apalagi terkadang jumlah ustadz pembimbing atau mudabbir
lebih sedikit daripada jumlah santri, sehingga minimnya pendekatan dan sentuhan
dari para asatidz dan mudabbir. Akbat itu semua, anak yang memang sudah
memiliki bibit nakal semakin tidak terkendali.
d. Lingkungan pesantren yang tidak nyaman, bisa juga menjadikan anak tumbuh
kenakalannya. Ketidaknyamanan bisa dilihat dari kondisi pesantren yang kumuh,
kamar tidur yang berantakan, minimnya kegiatan-kegiatan santri sehingga
menjadikan santri semakin tidak betah di pesantren dan mengembangkan potensi
kenakalannya baik di dalam maupun di luar pondok.
C. Meski sejatinya, lingkungan santri yang satu rumpun, misalkan semuanya laki-
laki atau pesantren yang semuanya perempuan, dengan asrama yang jaraknya jauh
antara asrama laki-laki dan perempuan pun bisa saja memunculkan hubungan
yang menyimpang, seperti halnya hubungan sejenis atau pacaran antara sesama
jenis. Hal yang merupakan bentuk dari kenakalan santri yang ada di pesantren.
Karena lingkungan kita umumnya terdiri atas orang-orang lain, maka kita
dan orang-orang lain tersebut dipandang mempunyai perilaku yang saling
mempengaruhi Dalam hubungan tersebut terdapat unsur imbalan (reward),
pengorbanan (cost) dan keuntungan (profit). Imbalan merupakan segala hal yang
diperloleh melalui adanyapengorbanan, pengorbanan merupakan semua hal yang
dihindarkan, dan keuntungan adalah imbalan dikurangi oleh pengorbanan. Jadi
perilaku sosial terdiri atas pertukaran paling sedikit antar dua orang berdasarkan
perhitungan untung-rugi.