Padahal ada sebuah hadist yang menjelaskan tentang hukum Ghasab." Barang
siapa yang melakukan kedhaliman dengan mengambil sejangkal tanah, maka Allah
akan menimpahkan padanya tuju lapis pada hari kiamat".(H.R. Al-Bukhari dan
Muslim/Muttafaq'Alaih). Hadist tersebut secara umum menjelaskan larangan untuk
mengambil dan memanfaatkan barang milik orang lain secara dholim baik secara
senda gurau dalam maksut main-main tanpa berniat dan menguasai barang tersebut
maupun secara terang-terangan, yakni memang berniat untuk menguasai dan
memiliki barang tersebut, sehingga sesuai dengan hadis tersebut.
Uniknya ghasab sandal disini sudah jelas di larang oleh agama islam malah
dijadikan suatu kebiasaan yang di anggap wajar oleh santri. Dimana budaya ini
sudah seperti warisan dari para leluhurnya. Seperti kebanggaan jika budaya ini terus
dilestarikan. Akhirnya, dalam pemahaman ini santri pun dilema. Antara meyakini
bahwa hal ini dilarang dalam islam atau sebuah budaya yang unik jika dilestarikan
Jika dikaitkan dengan istilah shubhat ghasab ini akan sangat masuk akal
karena shubhat merupakan istilah dalam islam yang menyatakan tentang keadaan
yang samar antar kehalalan dan keharoman. Seperti dibahas oleh para guru akhir-
akhir ini, Pada mulanya hukumnya haram akan tetapi kemudian muncul sesuatu yang
baru bahwa ghasab sandal ini sudah menjadi tradisi dalam sebuah pondok pesantren,
maka perbuatan tersebut di sebut shubhat karena dalam perilaku ghasab mengghasab
sandal sama-sama pernah melakukannya. Otomatis disini kami para santri saling
memaklumi akan hal pinjam meminjam tanpa izin pemiliknya dan sudah pasti ikhlas
jika sandal di ghasab oleh teman-teman santri yang lain.
1
Pengantar Filsafat
Program Studi Pendidikan Guru Madraah Ibtidaiyah 2022-2023
Pengampu
Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Aqidah Usymuni Sumenep Dr. Achmad Bahrur Rozi,
S.Hi, M.Hum.
bagaimana budaya (dosa turun-temurun) ini bisa hilang. Sebut saja salah satu
kreatifitas yang dilakukan untuk menghindari budaya ghasab tersebut semisal,
dengan menamai, memberi tanda di bagian atas sandal, melubangi dengan ukiran
yang estetik, bahkan ada sebuah pondok yang membelikan seluruh santrinya satu
persatu sandal lengkap beserta tandanya. Ini semua diharapkan agar setiap santri
tidak akan ghasab-menghasab sandal lagi dan tradisi ini agar secepat mungkin
dihapus dan ditinggalkan.