Anda di halaman 1dari 38

ANALISIS BUDAYA MENJAGA LISAN PELAJAR KELAS 11 PUTRA

SMA ADZKIA ISLAMIC SCHOOL MELALUI PERSPEKTIF RUMUS

DUZALKAKOSI PADA ASPEK BERKATA KASAR

Karya Tulis

diajukan untuk Persyaratan Kelulusan Sekolah

Oleh:

RIZKY FADHILLA SANDI

No. Induk Siswa :

Kelas : XII MIPA

Angkatan : XV

SMA ADZKIA ISLAMIC SCHOOL

PESANTREN DAARUT TAUHIID

BANTEN

2023
LEMBAR PENGESAHAN

Guru Pembimbing Wali Kelas

Vivi Nirmala Rahma, S.Pd Tedi Kodin, S.si

Tanggal: ………………… Tangga: …………………

Guru Penguji 1 Guru Penguji 2

Hijriahtun Khairiahty, S.Pd Meliani, S.Pd

Tanggal: ………………… Tanggal: …………………

ii
KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirahim

Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh

Segala puji serta syukur akan peneliti persembahkan kepada Tuhan

semesta alam, tidak ada satupun tuhan selain Allah Subhanahu wa ta'ala. Dan

hanya Allah yang layak untuk disembah. Segala apa yang ada di bumi maupun di

langit berada dalam kekuasaanNya. Atas rahmat dan hidayah-Nya peneliti dapat

menuntaskan karya tulis ilmiah ini yang berjudul “Analisis Budaya Menjaga

Lisan di Sekolah Adzkia Islamic School melalui Rumus Duzalkakosi”. Shalawat

beriring salam semoga senantiasa dihaturkan kepada kekasih tercinta baginda

Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam. Yang diutus oleh Allah untuk

menyempurnakan akhlak manusia dan menjadi rahmatan lil ‘alamin.

Karya tulis ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan dan

menyelesaikan pendidikan peneliti di sekolah Adzkia Islamic School Pesantren

Daarut Tauhid pada tahun 2022/2023.

Tidak dapat disangkal bahwa penulisan karya tulis ini beberapa kali

mengalami kendala. Akan tetapi semua yang terjadi tidak terlepas dari takdir yang

telah ditentukan Allah dan pasti semua adalah yang terbaik.

Dengan selesainya karya tulis ini, peneliti mengucapkan banyak

terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu prosesi pembuatan karya

tulis ini, terkhusus kepada Ustadzah Vivi Nirmala Rahma, S.Pd. selaku

iii
pembimbing yang telah memberikan banyak bimbingan, komsultasi, arahan,

evaluasi serta masukan terhadap penulisan Karya Tulis ini.

Tangerang Selatan, 16 Februari 2023

Peneliti,

Rizky Fadhilla Sandi

iv
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... ii

KATA PENGANTAR........................................................................................ iii

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... v

BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................. ......... ......... 1

A. LATAR BELAKANG .................................................................................... 1

B. IDENTIFIKASI MASALAH ......................................................................... 3

C. PEMBATASAN MASALAH ........................................................................ 3

D. PERUMUSAN MASALAH ........................................................................... 4

E. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ................................................. 5

F. METODOLOGI PENELITIAN...................................................................... 5

G. INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA..................................................... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA ............................................................................ 9

A.BUDAYA MENJAGA LISAN ....................................................................... 9

B. PENTINGNYA MENJAGA LISAN ............................................................. 11

C. DUZALKAKOSI ............................................................................................ 17

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 22

v
A.PENYEBAB KELAS 11 PUTRA SMA ADZKIA BERKATA KASAR .... 22

B. UPAYA MENGHINDARI PERKATAAN KASAR .................................. 24

C. PERAN RUMUS MQ DUZALKAKOSI DALAM UPAYA MENCIPTAKAN

BUDAYA MENJAGA LISAN ........................................................................... 27

BAB IV PENUTUP ............................................................................................ 29

A.KESIMPULAN ................................................................................................ 29

B. SARAN ............................................................................................................ 30

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 31

LAMPIRAN ........................................................................................................ vii

RIWAYAT HIDUP ............................................................................................

vi
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Dunia pendidikan merupakan sebuah lembaga untuk meningkatkan

kualitas kecerdasan intelektual dan karakter manusia. Secara umum, fungsi

pendidikan bukan hanya meningkatkan kualitas intelektual pelajar saja, melainkan

membina para pelajar supaya menjadi pribadi bermoral, berakhlak mulia,

bertoleran, tangguh, dan berprilaku baik terhadap sesama. Dengan terciptanya

generasi bangsa yang memiliki moral yang baik maka bangsa itu akan semakin

baik pula, alasannya manusia tidak dapat terlepas daripada peraturan di dunia ini

yang mana peraturan sudah tercipta sebelum manusia tercipta, yaitu peraturan

atau hukum-hukum Allah SWT. Baik peraturan agama atau peraturan yang dibuat

manusia, tertulis maupun tidak tertulis seperti norma sosial yang tercipta oleh

naluri manusia bahwa makan pakai tangan kiri itu tidak diperkenankan, duduk di

atas meja tidak baik, dan berbicara tidak sopan menjadi prilaku yang salah.

Pendidikan menjadi instansi yang berperan penting dalam menjaga norma-norma

tadi, jika para pelajar tidak memiliki moral maka bangsa ini akan diisi masalah

pelanggaran norma-norma yang seharusnya menjadi fitrah dari manusia. Salah

satu indikasi seseorang itu dapat dinilai bermoral, berakhlak mulia dan berprilaku

baik dapat dilihat dari bagaimana cara orang tersebut berkomunikasi. Ketika

1
seseorang berkomunikasi, maka lisannya akan menjadi deskripsi daripada

bagaimana karakternya.

Sejalan dengan hal tersebut, terdapat suatu lembaga pendidikan yang

sangat memperhatikan budaya menjaga lisan dengan sebuah rumus yang dibuat

oleh pimpinan sekolah tersebut untuk membina pelajar di dalamnya agar menjaga

lisan, yaitu rumus duzalkakosi sebagai singkatan dari larangan berkata dusta,

zalim, kasar, kotor, sia-sia. Lembaga pendidikan tersebut menaungi tingkat SMP

dan SMA, terletak di Tangerang Selatan, tepatnya di Serua. Sekolah ini bernama

SMP dan SMA Adzkia Islamic School berada dalam naungan pondok pesantren

Daarut Tauhiid milik K.H. Abdullah Gym Nastiar.

Pada awal bulan September di tahun 2022 K.H. Abdullah Gymnastiar

menyampaikan kepada seluruh pelajar di Adzkia Islamic School bahwa karakter

seseorang dapat dilihat dari kualitas lisannya, hal ini bisa dilihat dari sejauh mana

seseorang tersebut dapat menghindari perkataan duzalkakosi (dusta, zalim, kasar,

kotor, sia-sia) beliau menyampaikan kepada pelajar putra maupun putri untuk

menerapkan kebiasaan menjaga lisan dalam kehidupan sehari-hari.

Faktanya, masih banyak pelajar yang tidak menjaga lisan dari duzalkakosi

sehingga menimbulkan konflik pertengkaran, kasus pencurian karena kebiasaan

berkata dusta, perundungan atau bullying bahkan ada satu pelajar yang

dikeluarkan karena beberapa kali melakukan tindakan tersebut. Kejadian ini

terjadi di kelas 11 putra.

2
Berdasarkan hal tersebut, peneliti merasa tertarik untuk meneliti lebih

lanjut mengenai masalah perkataan kasar di kelas 11 putra SMA Adzkia Islamic

School, hal ini dikarenakan kelas 11 akan menjadi penerus kelas 12 ketika sudah

lulus dalam meneruskan budaya menjaga lisan dan diharapkan menjadi teladan

bagi adik kelasnya. Sehingga peneliti membuat karya tulis ilmiah yang berjudul

“Analisis Budaya Menjaga Lisan Pelajar Kelas 11 Putra SMA Adzkia melalui

Perspektif Rumus Duzalkakosi pada Aspek Bekata Kasar”.

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti mencoba untuk

memaparkan beberapa permasalahan yang terkait pada budaya menjaga lisan:

1. Tingkat pemahaman pelajar di sekolah Adzkia mengenai pentingnya menjaga

lisan masih kurang

2. Cara berkomunikasi yang tidak baik menimbulkan konflik dan perundungan

(bullying)

3. Terjadinya kasus pencurian karena kebiasaan berkata dusta.

4. Budaya menjaga lisan dari duzalkakosi pada kalangan pelajar Adzkia belum

terimplementasikan dengan maksimal

5. Menurunnya kualitas pembinaan menjaga lisan setelah tidak ada yang terdata

berkata duzalkakosi.

3
C. PEMBATASAN MASALAH

Agar penelitian ini tidak bercabang pada pembahasan yang luas dan dapat

dikaji lebih mendalam, maka peneliti perlu membatasi permasalahan yang akan

dikaji, penelitian ini dibatasi pada ;

1. Kebiasaan berkomunikasi dengan bahasa kasar dari duzalkakosi

2. Objek penelitian hanya pada pelajar kelas 11 SMA Adzkia Islamic School

putra

D. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah tersebut, peneliti

membuat rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apa saja faktor yang mempengaruhi pelajar kelas 11 Putra di Adzkia berkata

kasar?

2. Upaya apa yang dapat membantu pelajar kelas 11 Putra di Adzkia untuk

menghindari kebiasaan berkata kasar?

3. Bagaimana peran rumus duzalkakosi dalam upaya menciptakan budaya

menjaga lisan di sekolah Adzkia Islamic School?

E. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

1. Mendeskripsikan kondisi budaya menjaga lisan yang terjadi di sekolah

Adzkia Isamic School

4
2. Mempelajari bagaimana pendidikan, pelatihan, dan pembinaan di sekolah

Adzkia Islamic School dalam mengimplementasikan budaya menjaga lisan

dari duzalkakosi.

3. Menyelesaikan syarat kelulusan peneliti di sekolah Adzkia Islamic School

F. METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian kualitatif

merupakan penelitian yang menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya

deskriptif, seperti transkripsi wawancara, catatan lapangan, gambar, foto, rekaman

video dan lain sebagainya. Pendekatan pada penelitian ini yaitu studi kasus,

menurut Creswell Studi kasus dilakukan melalui penyelidikan secara cermat

mengenai suatu program, peristiwa, aktivitas, proses atau sekelompok individu 1.

Pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini melalui wawancara,

dokumentasi dan observasi. Selanjutnya data yang telah di dapatkan akan diolah

oleh peneliti dengan membandingkan, menganalisis, serta memadukan data-data

dari hasil wawancara, observasi dan dokumentasi sehingga dapat memperoleh

suatu kesimpulan.

G. INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA

Teknik pengumpulan data yang akan digunakan peneliti pada penelitian ini

adalah sebagai berikut:


1
J.R Raco, Metode Penelitian Kualitatif Jenis Karakteristik dan Keunggulannya, (Jakarta: Gramedia
WidiaSarana Indonesia, 2010), hal.33-38.

5
1. Wawancara

Dalam penelitian kualitatif, metode wawancara merupakan yang paling sering

digunakan para peneliti untuk mengumpulkan data. Menurut Moelong metode

wawancara merupakan proses percakapan yang dilakukan dengan maksud

tertentu, seperti untuk mendapatkan suatu informasi melalui percakapan antara

dua pihak yaitu pewawancara sebagai pemberi pertanyaan dan yang

terwawancarai sebagai penjawab atas pertanyaan tersebut. Saat ini wawancara

bukan hanya bisa dilakukan lewat tatap muka, akan tetapi bisa dilakukan via

online jika dirasa mendesak2.

Dalam penelitian ini peneliti mewawancarai beberapa pihak yang ada di

sekolah Adzkia Islamic School seperti beberapa guru, pihak pengasuhan,

kesiswaan, pelajar laki-laki maupun perempuan, bahkan alumni demi

mendapatkan informasi penting yang berkaitan terhadap penelitian ini. Hasil

wawancara kepada sebagian pelajar peneliti dapatkan melalui media online.

2. Observasi

Menurut Widoyoko (2014) observasi merupakan pengamatan dan pencatatan

secara sistematis terhadap unsur-unsur yang nampak dalam suatu gejala pada

objek penelitian. Unsur-unsur yang nampak itu disebut sebagai data atau

informasi yang harus diamati dan dicatat secara benar dan lengkap.

2
Krisbiyantoro, .Upaya Guru Dalam Keterampilan Pengelolaan Kelas untuk Menciptakan Iklim Kelas
Yang Kondusif di SD Negeri 4 Gumelar Tahun Pelajaran 2018/2019 Doctoral dissertation, Universitas
Peradaban. 2019

6
Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis observasi partisipan, jenis

observasi partisipan merupakan salah satu jenis obsevasi dimana orang yang

melakukan pengamatan berperan serta dalam bagian aktivitas dari suatu objek

yang diobservasi3. Peneliti menjadi bagian daripada objek yang dikaji sehingga

peneliti juga tergabung dalam interaksi komunikasi yang berjalan dikalangan

pelajar Adzkia.

3. Dokumentasi

Pada penelitian ini dokumentasi yang dilakukan adalah bukti foto bersama

narasumber yang pernah diwawancarai oleh peneliti namun sebagian dari

pengambilan foto dilakukan setelah wawancara dilaksanakan, program divisi

bahasa SMA dan peraturan dari kesiswaan.. Peneliti juga mencantumkan

beberapa daftar pustaka sebagai bukti sumber yang diambil untuk menguatkan

argumen-argumen yang akan disampaikan.

Pada tahap ini, peneliti akan membandingkan, menganalisis, serta

memadukan data-data yang didapat dari hasil wawancara dan observasi yang

kemudian akan menghasilkan suatu kesimpulan.

3
Maymunah, & Watini, Pemanfaatan Media Video Dalam Pembelajaran Anak Usia Dini Di Masa
Pandemi Covid-19. Jurnal Pendidikan Tambusai, 5(2), 4120-4127. 2021

7
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. BUDAYA MENJAGA LISAN

Budaya menurut KBBI ialah berupa pikiran, akal budi yang sudah menjadi

kebiasaan dan sukar diubah1. Cara berpikir dan bertingkah laku tersebut merupakan

hasil pengkondisian budaya (cultural conditioning) melalui pendidikan dan

pengajaran yang diberikan oleh orang tua, guru, dan masyarakat sekitar kita baik

secara langsung maupun tidak langsung.

Secara etimologis kata “budaya” atau “culture” dalam bahasa Inggris berasal

dari bahasa Latin “colere” yang berarti “mengolah” atau “mengerjakan” sesuatu yang

berkaitan dengan alam (cultivation). Dalam bahasa Indonesia, kata budaya

(nominalisasi: kebudayaan) berasal dari bahasa Sanskerta “buddhayah” yaitu bentuk

jamak dari kata buddhi (budi atau akal). Penjelasan lain tentang etimologi kata

“budaya” yakni sebagai perkembangan dari kata majemuk “budi daya” yang berarti

pemberdayaan budi yang berwujud cipta, karya dan karsa2.

Berdasarkan para pendapat ahli, dapat disimpulkan bahwa Secara asosiatif

dapat dikemukakan bahwa kata “budaya” atau “kultur” mempunyai pengertian dasar

usaha budi/akal dalam rangka memperbaiki kualitas dan kuantitas (peradaban) hidup

manusia.

Setiap manusia yang lahir ke dunia hal paling mendasar untuk mengetahui sesuatu

adalah dengan menggunakan bahasa, dari seluruh penjuru dunia tentu mempunyai

bahasa yang digunakan. Bahasa ini merupakan salah satu alat komunikasi yang

1
Budaya, pada KBBI Daring, 2022
2
R. Kusherdyana, Pemahaman Lintas Budaya, Jakarta: 2021, Hal. 2.

9
digunakan dalam membangun hubungan interpersonal antar sesama manusia. Bahasa

tersebut berupa ikon bunyi yang diperoleh dari alat ucap manusia. Bahasa juga

digunakan dalam komunikasi secara verbal yaitu dengan menggunakan kata-kata,

lisan maupun tulisan3

Dalam Al-Qur’an kata lisan itu sendiri mengandung lima makna, yaitu sebagai

pancaindera, alat bicara, alat untuk mentrasformasikan pikiran kepada pendengar,

lisan sebagai kesan yang baik, dan digunakan untuk berdo’a. Salah satu kelebihan

yang diberikan Allah Swt. kepada manusia selain akal adalah lisan. Lisan digunakan

manusia untuk bisa berinteraksi antar sesamanya, seseorang berkomunikasi kepada

hewan, alam, bahkan dengan tuhannya juga menggunakan lisan. Namun dibalik itu

semua, lisan mempunyai bahaya yang sangat besar apabila tidak dijaga dengan baik.

Banyak cara yang dapat dilakukan manusia untuk dapat berinteraksi antar

sesamanya, bisa melalui bahasa lisan, isyarat, maupun tulisan. Pada dasarnya ketika

membahas tentang lisan, secara tidak langsung seseorang tersebut sedang

membicarakan sebuah proses interaksi atau komunikasi antar sesama manusia karena

hanya manusia yang menggunakan kemampuan berbahasa untuk bisa saling

terhubung kepada sesamanya. Manusia dianugerahi kemampuan untuk berbicara

dengan lisan. Lisan memiliki kemampuan yang luar biasa berupa berbicara. Dalam

hal ini lisan memiliki peran penting dalam berkomunikasi, baik pembicara maupun

lawan bicara keduanya mengetahui bahwa terdapat kaidah-kaidah yang mengatur

tindakan apa yang akan dilakukan, penggunaan bahasanya, serta pemahaman tentang

perbuatan dan ujaran lawan bicaranya. Setiap manusia bertanggung jawab atas

3
Kusumawati, Tri Indah, Komunikasi Verbal dan Nonverbal, Al-Irsyad: Jurnal Pendidikan dan Konseling, Vol,
6. No, 2. 2018. h 83.

10
perbuatan dan penyimpangan terhadap kaidah kebahasaan dalam interaksi sosial

tersebut agar terhindar dari kesalahpahaman4.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa Dalam hal ini menunjukkan

bahwa budaya dalam menjaga lisan merupakan bagian dari sopan santun dalam

bertutur kata. Budaya menjaga lisan adalah bentuk ikhtiar dari kesalahan dalam

bertutur kata, yang dapat menyebabkan lawan bicara merasa tidak nyaman dan

tersakiti. Hal ini dapat disebut dengan penindasan secara vebal (bullying). Menurut

Martono Nanang menyebutkan bahwa penindasan termasuk kedalam bentuk

kekerasan yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain. Kekerasan ini dapat

terjadi di mana pun baik secara verbal maupun nonverbal. Kekerasan juga merupakan

perbuatan yang dilakukan untuk menyakiti seseorang baik sengaja ataupun tidak

sengaja. Kekerasan terjadi apabila seseorang memaksa atau bahkan mengancam orang

lain dengan menyakiti baik fisik maupun psikologis 5.

B. PENTINGNYA MENJAGA LISAN

Lisan merupakan sumber utama ujaran kebencian, cacian hingga ungkapan-

ungkapan kasar dan terlontar dari mulut sehingga melukai yang mendengarnya. Hal

ini sering kali terjadi diluar kendali manusia lantaran emosi atas perasaan yang

dialaminya membuat ia tidak bisa mengendalikan lisannya. Maka dari itu menjaga

lisan adalah upaya kita untuk menjaga diri dari dibalas lagi dengan lisan orang lain

dan menjaga hati orang lain dari lisan kita.6 Bahkan di zaman digital seperti sekarang

4
Suciartini dan Ni Luh, Verbal Bullying dalam Media Sosial, Jurnal Pendidikan Bahasa Indonesia, Vol, 6. No,
2. 2018, h 153
5
Martono, Nanang, Kekerasan Simbolik di Sekolah, Sukma: Jurnal Pendidikan. Vol, 2. Issue, 2. 2018. h 312.
6
Abdul, Manap, Pentingnya Menjaga Lisan, Berikut 9 Jenis Bertutur Kata menurut Al-Qur’an. Tersedia di
https://jabar.nu.or.id/ubudiyah/pentingnya-menjaga-lisan-berikut-9-jenis-bertutur-kata-menurut-al-qur-an-
giWzihttps://jabar.nu.or.id/ubudiyah/pentingnya-menjaga-lisan-berikut-9-jenis-bertutur-kata-menurut-al-qur-an-
giWzi, 2022, di akses pada 22 Desember 2022.

11
ini ungkapan yang tidak layak sudah dalam bentuk tulisan melalui komunikasi di

dalam dunia maya.

Perintah mengenai menjaga lisan telah dijelaskan di dalam Al Qur’an surah ke

49 Al Hujurat ayat 11-12 Allah berfirman ;

ٰٰٓٓ‫ن ٰٓ َو َل‬ َّٰٓ ُ‫ن ٰٓيَّك‬


َّٰٓ ‫ن ٰٓ َخي ًْرآٰ ٰٓ ِمنْ ُه‬ ْٰٓ َ ‫عسٰٓى ٰٓا‬
َ ٰٓ ‫سآٰ ٰٓء‬ ْٰٓ ‫سآٰءٰٓ ٰٓ ِم‬
َ ‫ن ٰٓ ِن‬ ٰٓ َ ‫عسٰٓىٰٓ ٰٓا َ ْنٰٓ ٰٓيَّكُ ْون ُْوا ٰٓ َخي ًْرآٰ ٰٓ ِمنْ ُه ْٰٓم ٰٓ َو‬
َ ‫ل ٰٓ ِن‬ َ ٰٓ ٰٓ‫س خ َْرٰٓ ٰٓقَ ْومٰٓ ٰٓم ِْنٰٓ ٰٓقَ ْوم‬ ٰٓ َ ٰٓ ٰٓ‫يٰٓاَيُّ َها ٰٓالَّ ِذيْ َنٰٓ ٰٓآٰ َمن ُْوا‬
ْ ‫ل ٰٓ َي‬

َٰٓ ْ‫ ٰٓياَيُّ َها ٰٓالَّ ِذي‬.ٰٓ‫ك ٰٓهُ ُٰٓم ٰٓالظٰٓلِ ُم ْو َن‬


ٰٰٓٓ‫ن ٰٓا َمنُوا‬ ْٰٓ ُ ‫ن ٰٓلَّ ْٰٓم ٰٓ َيت‬
َٰٓ ٰٓ‫ب ٰٓفَاُولٰٓى‬ ْٰٓ ‫ان ٰٓ َو َم‬
ِٰٓ ‫اليْ َم‬ ُٰٓ ‫س ُٰٓم ٰٓالْفُس ُْو‬
ِ ْ ٰٓ َٰٓ‫ق ٰٓ َب ْعد‬ ِٰٓ ‫اللْقَا‬
َٰٓ ْٰٓ‫ب ٰٓ ِبئ‬
ْ ‫س ٰٓ ِال‬ َ ْ ‫ل ٰٓتَنَا َب ُز ْوا ٰٓ ِب‬ َ ُ‫ت َلْم ُِز ْٰٓوا ٰٓاَنْف‬
ٰٓ َ ‫سكُ ْٰٓم ٰٓ َو‬

ٰٰٓٓ‫حْم ٰٓاَخِ يْ ِٰٓه ٰٓ َميْتًا‬ َٰٓ ُ‫ن ٰٓيَّأْك‬


َٰٓ َ‫ل ٰٓل‬ ْٰٓ َ ‫ب ٰٓا َ َحدُكُ ْٰٓم ٰٓا‬
ُّٰٓ ِ‫ضكُ ْٰٓم ٰٓبَعْ ضًآٰ ٰٓاَيُٰٓح‬ ٰٓ َ ‫ن ٰٓاِثْمٰٓ ٰٓ َّو َلٰٓ ٰٓت َ َجسَّس ُْوا ٰٓ َو‬
ْٰٓ ‫ل ٰٓيَغْت‬
ُ ْ‫َب ٰٓبَّع‬ ِٰٓ َّ‫ضٰٓ ٰٓالظ‬ ِٰٓ َّ‫ن ٰٓالظ‬
َّٰٓ ِ‫ن ٰٓا‬
َ ْ‫ن ٰٓبَع‬ َٰٓ ‫اجْ تَنِب ُْوا ٰٓكَثِي ًْرا ٰٓ ِم‬

ٰٓ‫للآٰت ََّوابٰٰٓٓ َّرحِ يْم‬


َٰٓ ٰٓ‫ن‬ َٰٓ ٰٰٓٓ‫فَك َِر ْهت ُ ُم ْوهُٰٰٓٓ َواتَّقُوا‬
َّٰٓ ِ‫للآٰا‬

Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok

kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari

mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-

olokkan) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih

baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama

lain dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk

panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barangsiapa tidak

bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. Wahai orang-orang yang

beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa

dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara

kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka

memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan

bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat, Maha

Penyayang7.

7
Qur’an Surat Al Hujurat ayat/49:11-12

12
Allah menyampaikan dalam surah ini bahwa orang yang menjaga lisannya adalah

yang tidak mengolok-olok suatu kaum karena boleh jadi yang diolok-olok lebih baik dari

yang mengolok-olok dan pada ayat ini ditekankan kepada kaum perempuan, lalu mencela

adalah ketika ada seseorang yang dicela itu benar tapi karena tidak sependapat maka

mencelanya, memanggil dengan gelaran atau panggilan buruk seperti nama binatang atau

sebutan yang merendahkan, kemudian berburuk sangka kepada orang lain, mencari-cari

kekurangan orang lain, membicarakan orang lain yang jika orang yang dibicarakan

mendengar tidak menyukainya.

Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh imam Ahmad Rasulullah SAW. Bersabda

” Menjaga lisan berarti tidak berbicara atau berucap kecuali dengan baik, menjauhi

perkataan buruk dan kotor, menggosip (ghibah), fitnah dan adu domba” (HR.Ahmad). 8

Jadi maksud dari menjaga lisan itu adalah tidak berbicara kecuali yang baik-baik,

menghindari perkataan buruk atau kotor. Menahan diri dari ghibah atau membicarakan

seseorang yang sedang tidak bersamanya, dimana apabila orang yang dibicarakan

mendengar hal itu akan tidak menyukainya meskipun hal yang fakta. Menjauhi fitnah

yaitu menyatakan sesuatu yang tidak benar tentang seseorang untuk menjelekkan nama

orang yang difitnah dan adu domba membuat orang lain bertengkar. Memang pada

dasarnya lisan dapat membawakan manusia kepada manfaat maupun kerugian baik untuk

dirinya sendiri maupun orang lain. Intinya yang dimaksud dari menjaga lisan adalah

menahan diri dari segala hal yang tidak disukai oleh Allah SWT.

Setiap manusia dibekali atau dalam bahasa Al-Qur’an adalah diilhamkan oleh

Allah SWT. Dua jalan, yaitu fujur dan takwa, jalan kebaikan dan kejahatan dalam surah

ke 91 Asy-Syams ayat ke 7-9. Allah berfirman ;

8
Ach Puniman, Keutamaan Menjaga Lisan Dalam Perspektif Hukum Islam, Jurnal Yustitia Universitas Madura.
Vol. 19 No 2 Desember 2018

13
َٰٓ َ‫ٰٰٓٓقَدْٰٰٓٓاَفْل‬.ٰٓ‫ٰٓفَاَلْ َه َم َهآٰفُ ُج ْو َرهَآٰ َوتَقْوى َها‬.ٰٰٓٓ‫سوى َها‬
ْٰٓ ‫حٰٓ َم‬
ٰٓ‫نٰٓزَ كى َها‬ َ ٰٓ‫َونَفْسٰٰٓٓ َّو َما‬

Artinya : “Demi jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)nya. Maka Dia

mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya. Sungguh beruntung

orang yang menyucikannya (jiwa itu)” 9

Pada ayat ke 7 dijelaskan, dua sifat tadi fujur dan taqwa Allah ilhamkan ke dalam

diri manusia yaitu pada nafs. Nafs ini adalah inti jiwa yang sifatnya netral, berada di

dalam qolbu atau sering kita sebut dengan hati, qolbu ini terletak di dalam shudur yaitu

tempat letak tangan kita ketika bersedekap saat shalat. Semua yang kita lakukan

sumbernya dari nafs, Ketika kita ingin mengatakan yang baik maka itu muncul dari

taqwa, naik ke nafs, kemudian qolbu, terus ke atas hingga masuk ke dalam akal sampai

muncul dalam bentuk perbuatan dan semua itu terjadi dalam sepersekian detik. Dan jika

yang keluar buruk maka sumbernya dari fujur, lawan dari nafs.

Setan sudah meminta kewenangan kepada Allah sejak nabi Adam diturunkan

untuk menggoda satu bagian dari manusia yaitu fujur. Ada di dalam surah An-Nisa ayat

116 - 118 yang intinya dijelaskan pada ayat 118. Allah berfirman ;

ٰٓ‫َصيْبًآٰ َّمفْ ُر ْو ضًا‬


ِ ‫ِكٰٓن‬ َّٰٓ َ‫لتَّخِ ذ‬
ْٰٓ ‫نٰٓ ِم‬
َٰٓ ‫نٰٓ ِعبَاد‬ َٰٓ ‫لَّعَنَهُٰٓللآُٰٰٰٓۘٓ َوقَا‬
َ َ ٰٓ‫ل‬

Artinya : “Yang dilaknati Allah, dan (setan) itu mengatakan, “Aku pasti akan

mengambil bagian tertentu dari hamba-hamba-Mu”10

Allah SWT. Menciptakan di dalam diri manusia akal dan nafsu, nafsu bukan

untuk menghinakan atau sengaja menyesatkan manusia, nafsu ini justru yang dapat

9
Qur’an surah Asy-Syams/91: 7-9
10
Qur’an surah An-Nisa/4 : 116 - 118

14
membuat manusia lebih mulia dari malaikat dan disisi lain juga bisa membuat manusia

lebih hina daripada binatang. Malaikat tidak diciptakan nafsu atau kecenderungan untuk

melanggar perintah Allah SWT. Wajar saja bila malaikat selalu patuh. Sehingga manusia

bisa lebih mulia dari malaikat ketika manusia mampu menahan nafsunya dari perbuatan

yang tidak disukai Allah dan melakukan apa yang disukai Allah. Dibalik itu, manusia bisa

lebih hina daripada binatang jika senantiasa mengikuti hawa nafsunya, karena manusia

bukan hanya dibekali nafsu tetapi juga akal.

Akan berbeda antara manusia yang bisa menahan dibanding yang selalu menuruti

nafsunya, terkhusus dalam menjaga nafsu untuk berbicara buruk pada pembahasan kali

ini. Seperti yang disinggung pada surah Asy-Syams ayat ke 9 nya Allah berfirman bahwa

yang beruntung itu adalah bagi siapa yang menyucikan jiwanya, yaitu dari hal-hal buruk.

Jadi jika dianalogikan maksud Allah menciptakan kotor pada baju itu bukan untuk

mengotori bajunya tapi untuk menetapkan atau memperjelas baju mana yang bersih.

Tidak bisa suatu baju dikatakan bersih ketika tidak ada perbandingannya, sama halnya

tidak mungkin seseorang dikatakan pemenang jika tidak ada yang kalah, tidak mungkin

seseorang dikatakan sabar jika tidak ada marah. Dalam bahasa kimianya ini disebut

katalis, sebagai pendorong untuk dikatakan orang baik itu dengan cara adanya

kecenderungan atau keinginan berbuat jahat namun tidak dilakukan.

Akan banyak alasan atas pentingnya menjaga lisan selain karena menjadi sebuah

keniscayaan bagi manusia secara nalulinya, di dalam dalil baik dari Al Quran atau hadits

banyak disebutkan yang salah satunya menjaga lisan menjadi tolak ukur atas keimanan

seseorang kepada tuhannya, seperti hadits berikut ; Tidaklah istiqomah keimanan

seseorang sebelum istiqomah hatinya dan tidak istiqomah hati seseorang sebelum

istiqomah lisannya. (HR. Imam Ahmad, dinilai hasan oleh Syaikh Al-Albani). “ Orang

15
mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya “ (HR.

Tirmidzi no. 1162.) Atau di dalam hadits lain Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

ْ ‫ص ُم‬
ٰٓ‫ت‬ ْٰٓ ُ‫اآلخ ِرٰٰٓٓفَلْيَق‬
ْ َ‫ٰٓأ َ ْٰٓوٰٓلِي‬،‫لٰٓ َخي ًْرا‬ ِٰٓ ٰٓ‫اّللٰٓ َوالْيَ ْو ِٰٓم‬ ْٰٓ
ُٰٓ ‫منٰٓكَا َنٰٰٓٓيُؤْ ِم‬
َِّٰٓ ِ‫نٰٓب‬

“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik dan jika

tidak maka diamlah.” (HR. Bukhari no. 6018 dan Muslim no. 47)

Ketika seseorang merasa yakin akan adanya hari akhir, yakin bahwa akan dihisab,

maka cirinya orang itu hanya akan berkata baik dan diam adalah sikap yang akan dipilih

ketika tidak bisa berkata baik. Sifat orang beriman lainnya itu tidak mengumpat dengan

perkataan dan tingkah laku. Ancaman bagi mereka yang mencela tercantum di dalam

surat Al Humazah berikut:

ٰٓ‫لٰٓهُ َمزَ ةٰٰٓٓلُ َمزَ ة‬


ِٰٓ ُ‫َويْلٰٰٓٓ ِلك‬

Artinya : “Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela” 11

Ayat ini adalah ancaman bagi orang yang mencela yang lain dengan perbuatan

dan mengumpat dengan ucapan. Hamaz adalah mencela dan mengumpat orang lain

dengan isyarat dan perbuatan. Sedangkan lamaz adalah mencela orang lain dengan

ucapan. Ancaman wail pada ayat di atas adalah ancaman berat. Salah satu tafsiran

menyatakan wail adalah lembah di neraka.

Di antara orang yang tidak boleh diikuti adalah orang yang banyak menyebut

dengan kata-kata kotor. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an: “Yang banyak

mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah 12”.

11
Qur’an Surah Al Humazah/104: 1
12
Qur’an Surah Al Qalam: 11

16
Mukmin atau muslim yang baik tidak akan berkata keji, kotor, melaknat, mencela,

dan sebagainya yang buruk-buruk. Muslim sejati akan berbicara sopan, santun, tidak

menyakiti hati orang lain, dan selalu baik dalam berbicara atau berkomentar.

C. DUZALKAKOSI

Duzalkakosi merupakan subuah rumus MQ ( Manajemen Qolbu ) yang dibuat

oleh KH. Abdullah Gymnastiar sekitar pada tahun 2020 di Serua Tangsel, tepatnya

ketika menyampaikan tausiah di sekolah Adzkia Islamic School sebagai salah satu

strategi dakwah bagi masyarakat atau siapapun yang menyimaknya supaya bisa lebih

mudah mengingat dan memahami isi dari ceramah yang akan disampaikan.

Kepanjangan dari rumus ini adalah dusta, zalim, kasar, kotor, sia-sia. Kemudian peneliti

sempat mengajukan pertanyaan kepada beliau tentang apa yang melatarbelakangi rumus

ini dibuat dan inti dari jawaban beliau adalah karena suatu hadits yang berisi bahwa

keistiqomahan iman seseorang didasari dari istiqomahnya hati, dan tidak istiqomah hati

sebelum istiqomah lisannya (berkata baik). Kemudian cara pembinaan untuk bisa

menjaga lisan dari rumus duzalkakosi ini yang pertama adalah dengan menjadi contoh

atau teladan, kedua dengan diklatna atau kepanjangan dari mendidik supaya paham, latih

agar bisa dan dibina supaya terbiasa. Beliau menyampaikan bahwa belajar itu untuk

paham bukan tentang nilai, seperti membaca Al-Qur’an meski tidak tahu artinya Allah

akan kasih pahala, tetapi jika tahu makna yang terkandung dari apa yang dibaca bukan

hanya mendapat pahala tetapi akan lebih tenang hatinya, mendapat petunjuk dan masih

banyak lagi. Kemudian upaya ke tiga adalah dengan menciptakan lingkungan yang

kondusif atau mendukung dan yang terakhir dengan cara memperbanyak berdoa.

Berikut ini akan dibahas secara lebih dalam terkait masing-masing singkatan dari

rumus ini, merujuk pada pengetahuan peneliti sebagai salah satu santri beliau yang

pernah mendengarkan kajian rumus ini dan juga peneliti mencantumkan pemahaman dari

17
hasil wawancara bersama seorang guru BK di SMA Adzkia Islamic School, ustadzah

Rina Nurutami S.Psi. mengenai makna duzalkakosi dilihat dari segi ilmu psikologi.

Berikut adalah singkatan dari duzalkakosi, yaitu:

1. Dusta

Secara bahasa yang kita ketahui bersama, dusta merupakan perkataan yang tidak

mengandung kebenaran didalamnya atau suatu tindakan seseorang untuk

menyembunyikan sebuah kebenaran. Seseorang berdusta bisa disebabkan oleh beberapa

faktor, seperti untuk menyembunyikan kesalahan atau kekurangan dirinya, supaya

terlihat baik atau menjaga nama baiknya, tekanan eksternal seperti harapan orang tua

yang tidak setara dengan kemampuan anaknya kerap jadi peluang seorang anak memilih

untuk berdusta demi mewujudkan harapan orang tuanya.

Seseorang bisa memiliki karakter jujur atau tidak itu besar ditentukan dari didikan

orang tuanya. Bagaimana didikan di masa kecil akan membentu karakter seseorang.

Orang tua yang terbuka, mendengarkan keluh kesah anaknya, menanyakan terlebih

dahulu sebelum menghukum anaknya ketika melakukan kesalahan akan membuat anak

merasa nyaman terhadap orang tuanya sehingga ketika segala hal tentang diri anak

tersebut diketahui orang tuanya tidak menjadi sebuah ancaman. Banyak orang tua yang

seperti selalu menyalahkan anaknya dan orang tu itu selalu benar, sehingga untuk

mengikuti kebenaran orang tua, anak itu merekayasa suatu hal atau disebut dengan

berdusta.

Lawan daripada kata dusta adalah jujur. Jujur seringkali disalahartikan, sehingga

segala fakta seakan harus disampaikan. Padahal jujur bukan berarti menyampaikan

segala informasi yang tidak perlu disampaikan. Tidak perlu memberi tahu jumlah hutang

seseorang dengan alasan karena itu sikap jujur, ini salah karena sikap tersebut justru

18
dianggap membuka aib orang lain. Atau menyampaikan secara jujur kepada orang lain

wajahnya buruk, itu bukan jujur tapi menghina. Atau membocorkan strategi perang

kepada musuh, itu bukan jujur akan tetapi khianat.

2. Zalim

Zalim adalah sikap seseorang ketika menempatkan suatu perkara bukan pada

tempatnya. Orang yang berbuat zalim dinamakan zalimin dan lawan kata dari zalim

adalah sifat adil yaitu menempatkan sesuatu sesuai pada takarannya. Zalim dapat

dikategorikan menjadi dua, yaitu zalim kepada dirinya sendiri seperti tentang bagaimana

urusan seorang hamba kepada Allah atau zalim kepada orang lain.

Secara etimologi, zalim merupakan serapan dari bahasa arab yakni dari huruf (ٰٓ‫ظ‬

‫ ) م ل‬yang artinya gelap. Pengertian zalim memiliki arti yang luas sesuai dengan kalimat

yang disandarkan kepadanya, bisa berarti melanggar hak orang lain atau salah satu

bentuk kezaliman adalah menyekutukan Allah SWT.

Kalimat zalim juga bisa digunakan untuk melambangkan sifat kejam, tidak

berkemanusiaan, penganiayaan, ketidakadilan, senang melihat orang lain dalam

kesengsaraan dan lain sebagainya. Pada dasarnya sifat ini merupakan sifat yang keji,

bertentangan dengan akhlak dan fitrah seorang manusia yang seharusnya mampu

menggunakan akal untuk berbuat kebaikan.

Di dalam syariat islam prilaku zalim dampaknya bukan hanya dirasakan bagi pelaku

zalim saja, orang yang tidak melakukannya pun akan terkena dampaknya. Allah

berfirman yang artinya:

“...dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang

zalim saja di antara kamu dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya." (QS.

Al-Anfaal 8:25)

19
Isi dari ayat ini merupakan peringatan dari Allah untuk berhati-hati terhadap siksa-

Nya yang tidak hanya dikhususkan menimpa orang-orang zalim saja. Bila suatu daerah

sebagian penduduknya melakukan perbuatan zalim maka Allah menurunkan siksa

contohnya tsunami, maka yang akan tenggelam bukan hanya yang zalim saja tapi yang

beriman juga akan terkena tsunami. Itulah alasan mengapa wajib hukumnya ketika

melihat suatu kemungkaran untuk melakukan tindakan mencegahnya atau

menghilangkannya.

3. Kasar

Maksud dari kasar adalah mengatakan sesuatu yang bersifat menyakiti perasaan

orang lain. Kasar yang dimaksud di dalam rumus duzalkakosi adalah segala bentuk

bahasa yang bersifat menyakiti atau menyerang orang lain baik secara ucapan secara

langsung maupun tulisan, seperti di media sosial misalnya.

Bericara kasar dapat ditentukan dari intonasi bicara seseorang, ketika berbicara

menggunakan nada yang tinggi bahkan terkesan membentak itu dikategorikan sebagai

perkataan kasar. Kosa kata yang digunakan juga mempengaruhi ucapan seseorang dinilai

kasar seperti berbicara menggunakan umpatan-umpatan, sebutan yang merendahkan dan

semacamnya. Tindakan mengatakan kata-kata kasar termasuk kedalam tindak pidana

berdasarkan Pasal 315 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dalam

menjalankan tugas sebagai aparat penegak hukum, seorang polisi bisa saja melakukan

hal-hal yang berada di luar norma kesopanan, misalnya berkata kasar. Pasal 315 KUHP

berbunyi “Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau

pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum dengan

lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau

dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan

20
ringan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda

paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”.13

4. Kotor

Berbeda dngan kasar, kotor lebih kepada berbicara dengan bahasa yang

mengandung unsur pornografi, vulgar atau membicaraan hal-hal mesum14.

5. Sia-Sia

Dalam hadits Arba’in yang ke 12 karya imam Nawawi, dibahas mengenai

keislaman seseorang yang baik. Indikator kualitas keimanan seseorang dapat dilihat

dari ketika orang tersebut meninggalkan apa yang tidak bermanfaat atau berguna

baginya. Hadits ini diriwayatkan oleh sahabat yang bernama Abu Hurairah atau

Abdurrahman bin Shakrhin.

13
Stop Body Shaming, indonesiabaik.id
14
Makalah Pengaruh Bahasa Kotor (Jorok) Terhadap Perkembangan Bahasa Anak Usia 4 Tahun
(adisastrajaya.blogspot.com)

21
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada 27 narasumber

yang berasal dari kelas 11 putra SMA Adzkia Islamic School mengenai “ Analisis

Budaya Menjaga Lisan Pelajar Putra Kelas 11 melalui Perspektif Rumus Duzalkakosi

pada Aspek Perkataan Kasar” tersaji dalam uraian sebagai berikut:

A. Penyebab Kelas 11 putra SMA Adzkia Berkata Kasar

1. Hubungan Pertemanan yang Kurang Baik

Hubungan pertemanan menjadi faktor yang cukup banyak dari jawaban

narasumber yang terbiasa berkata kasar, hal ini terjadi ketika pelajar yang

bersangkutan merasa terganggu oleh temannya sendiri dalam kondisi suasana hati

yang kurang baik menimbulkan rasa marah sehingga memicu terucapnya perkataan

kasar. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara dari beberapa narasumber kelas 11

putra yang mengatakan bahwa perkataan kasar seperti imbuhan binatang atau kalimat

merendahkan biasanya terucap ketika marah.

Hubungan pertemanan merupakan sebuah perkumpulan yang terbentuk karena

kesamaan frekuensi antar individu. Artinya pelajar yang banyak berinteraksi atau

berkomunikasi dengan pergaulan yang di dalamnya tidak menjaga lisan akan

cenderung menimbulkan kebiasaan berkata kasar atau biasa disebut toxic friendship

karena mereka merasa perlu menghargai teman yang terbiasa berkata kasar namun

akhirnya tertular menjadi kebiasaan. Selain itu, hasil observasi peneliti mengenai

kategori perkataan kasar diantaranya seperti imbuhan binatang atau kalimat

merendahkan. Meski hanya gurauan, kebiasaan ini akan tetap menjadi masalah ketika

ditujukan kepada orang yang tidak terbiasa berkata kasar atau ketika tidak bisa

22
menempatkan diri berbicara dengan siapa dan pada situasi yang bagaimana,

sedangkan untuk mengetahui karakter seseorang itu dibutuhkan kemampuan khusus.

Sebagian besar dari kelas 11 putra SMA Adzkia Islamic School memahami

bagaimana menempatkan berbicara dengan seseorang.

2. Program dan Peraturan Pondok yang Belum Konsisten

Program dan peraturan pondok menjadi salah satu aspek yang berpengaruh

terhadap efektifnya budaya menjaga lisan dapat terimplementasikan sesuai yang

diharapkan atau tidak. Seperti halnya yang telah dipaparkan oleh kepala sekolah SMA

Adzkia Islamic School, yakni bapak Irwan Gunawan, S.Pd.I beliau menyampaikan

bahwa sekolah ini adalah sekolah berbasis karakter (akhlak mulia) dengan kurikulum

khas Daarut Tauhiid yang mana harapannya semua pihak dari civitas sekolah dapat

mengawal peraturan dan memonitoring budaya menjaga lisan di sekolah. Namun pada

kenyataannya sekolah belum bisa maksimal dalam kontrol dan evaluasi terkait budaya

menjaga lisan melalui menghindari perkataan duzalkakosi terkhusus perkataan kasar.

Program dari divisi bahasa SMA Adzkia juga sempat menjalankan

pengawasan terhadap budaya duzalkakosi, tapi hanya berjalan di kalangan pelajar

perempuan saja dan karena atas dasar insidental sehingga tidak diteruskan pada masa

jabatan selanjutnya. Sedangkan untuk pengawasan tehadap budaya menjaga lisan

dengan menghindari perkataan duzalkakosi di kalangan pelajar SMA putra sempat

diberlakukan pendataan kasus secara rutin, namun belakangan ini belum berjalan lagi.

Selama melakukan observasi peneliti pernah menjumpai pandangan pelajar

Adzkia yang sebelumnya pernah mengemban Pendidikan di pesantren luar, dia

merasa bahwa di Adzkia peraturannya tidak ada hukuman fisik sehingga membuat

para pelajar menyepelekan budaya menjaga lisan dengan menghindari perkataan

23
duzalkakosi terkhusus perktaan kasar. Berdasarkan hasil wawancara tersebut peneliti

menyimpulkan bahwa dikarnakan belum adanya pengontrolan dan evaluasi yang

maksimal, sehingga menjadikan salah satu penyebab pelajar masih terbiasa berkata

kasar.

B. Upaya Menghindari Kebiasaan Perkataan Kasar

1. Lingkungan yang Baik dan Bijak dalam Pergaulan

Dari hasil observasi dan wawancara peneliti, seseorang yang tertutup dari

lingkungan pergaulan yang tidak menjaga lisan akan sedikit sekali berkata kasar.

Meskipun hidup dalam lingkungan yang tidak terbiasa menjaga lisan, seseorang yang

mampu bijak dalam bergaul pasti akan dengan mudah membatasi dirinya agar tidak

mengikuti perkataan kasar, tetapi sebaliknya orang tersebut akan mampu mengajak

temannya berkata baik. Hal ini sejalan dengan wawancara dari salah satu narasumber

yang menyebutkan bahwa Lingkungan akan tetap mempengaruhi seseorang untuk

bisa konsisten menjaga lisan karena seseorang akan cenderung menyesuaikan diri

kepada lingkungannya.

Maka dari itu penting untuk memilih teman dekat supaya bisa saling mendukung

untuk menjadi lebih baik. Mungkin berteman dengan orang yang tidak menjaga lisan

dapat menambahkan wawasan dan pengalaman dari mereka akan tetapi perlu diingat

bahwa kebiasaan akan membentuk bagaimana karakter seseorang dan ketika karakter

itu telah terbentuk akan sulit untuk diubah.

2. Peraturan dan Hukuman yang ditegakan

Sekolah sebagai instansi pendidikan menjadi media untuk meningkatkan mutu

manusia di bidang intelektual dan karakter, yang mana kualitas karakter seseorang

salah satunya dapat dilihat dari kualitas perkataan (lisan) dalam berkomunikasi
24
sehari-hari. Sejalan dengan hal tersebut, perlu adanya upaya dari sekolah untuk

membuat dan menjalankan program atau peraturan yang dapat membiasakan para

pelajar menjaga lisannya. Dikarenakan dengan adanya peraturan diharapkan pelajar

akan lebih berhati-hati dalam berucap dan bisa mengetahui apa saja yang boleh atau

tidak boleh untuk diucapkan.. Seperti yang terdapat di SMA Adzkia, salah satu

peraturan yang ada yaitu mengenai larangan berkata dusta, zalim, kasar, kotor, sia-sia,

yang selama ini di kenal oleh para pelajar adzkia sebagai rumus Duzalkakosi.

Selain adanya sebuah peraturan, dalam upaya penerapan budaya menjaga lisan

juga diperlukan adanya penegakan hukuman bagi para pelajar yang melanggar.

Hukuman dirasa penting karena dapat memberikan efek jera kepada pelanggar.

Sekalipun hukumannya termasuk kategori ringan namun jika hukuman dijalankan

dengan konsisten, maka secara perlahan akan menjadikan pelajar mematuhi apa saja

yang ada di dalam aturan dan menciptakan lingkungan yang kondusif khususnya dari

aspek duzalkakosi pada perkataan kasar. Hal ini sejalan dengan yang di sampaikan

oleh salah satu narasumber yang menyatakan bahwa dengan adanya hukuman akan

menciptakan suatu keadilan bagi yang menjaga lisan dan akan menyadarkan untuk

berubah bagi yang belum menjaga lisannya.

3. Memilih dan Menjadi Teladan yang Baik

Setiap orang akan mengikuti siapa yang dikaguminya, biasanya orang yang di

kagumi (idola) akan membantu seseorang untuk bisa meninggalkan kebiasaan berkata

kasar. Tentunya panutan terbaik bagi seorang muslim adalah Nabi Muhammad

shallallahu ‘alaihi wa salam. Ketika seseorang mengaku mencintai bahkan

merindukan baginda maka seharusnya orang tersebut menjaga lisannya karena Nabi

shallallahu ‘alaihi wa salam sendiri sangat menjaga lisannya, sangat menjaga

25
perasaan orang yang berbicara dengannya. Maka ketika seseorang mengidolakan

siapa yang tidak menjaga lisan akan secara tidak langsung mengikutinya dan begitu

pun sebaliknya.

Hal ini juga berlaku bagi pelajar adzkia yang juga membutuhkan sosok teman

atau teladan untuk dapat berubah menjadi lebih baik untuk terbiasa menjaga lisan.

Sejalan dengan beberapa jawaban dari narasumber pelajar kelas 11 putra yang merasa

apabila berteman dengan seseorang yang bisa mengajak dan mencontohkan berkata

hal yang baik dan sopan maka secara tidak langsung akan membantu dirinya untuk

meninggalkan kebiasaan berkata kasar.

4. Perubahan dari Diri Sendiri

Selain dibantu oleh pengaruh eksternal, pembiasaan menjaga lisan dapat

diupayakan dengan beberapa hal dari diri sendiri, menurut K.H. Abdullah Gymnastiar

pada pada tanggal 30 Januari 2023 saat berkunjung ke Adzkia Islamic School

menyampaikan bahwasannya menjaga lisan dapat dilatih dengan berpuasa, diam dan

berpikir sebelum berbicara. Ketika berpuasa seseorang akan lebih berhati-hati dalam

melakukan sesuatu karena khawatir puasanya akan batal atau nilai pahala puasanya

akan berkurang. Kemudian dengan memperbanyak diam akan menyelamatkan

seseorang dari terjerumus berkata duzalkakosi, menjaga lisan adalah kemampuan

untuk menahan diri ketika mampu untuk meluapkan amarah dengan diam. Dan yang

terakhir, memikirkan manfaat atau tidak ketika sebelum berbicara atau akan

memberikan dampak apa ketika mengatakan suatu hal kepada lawan bicara. Intinya,

dari pelajar Adzkia juga menyadari bahwa permasalahan duzalkakosi khususnya pada

perkataan kasar ini kembali lagi kepada tekad atau kesadaran masing-masing individu

26
dan meskipun lingkungannya mendukung belum tentu dapat merubah kebiasaan

tersebut.

Kemudian setelah peneliti analisis kembali, jawaban dari para narasumber kelas

11 putra, sebagian besar menjawab dengan jawaban yang serupa sebagaimana K.H.

Abdullah Gymnastiar menyampaikan tausiahnya. Hal ini membuktikan bahwa pelajar

kelas 11 putra memiliki pemahaman yang cukup baik dalam upaya meninggalkan

kebiasaan berkata kasar.

C. Peran Rumus Duzalkakosi dalam Upaya Menciptakan Budaya Lisan

Rumus Duzalkakosi cukup efektif dalam memberikan pemahaman kepada

para pelajar kelas 11 putra SMA Adzkia Islamic School untuk menjaga lisan dari

perkataan kasar. Banyak dari pelajar yang merasakan peningkatan kemampuan

menjaga lisan dengan bekal pemahaman yang dijelaskan K.H. Abdullah Gymnastiar

tentang rumus duzalkakosi ini, bahkan ada beberapa yang bisa mengamalkan budaya

menjaga lisan dari rumus ini ketika di rumahnya. Di dalam rumus ini ada aspek sia-sia

yang membuat para pelajar merasa sia-sia saja tidak diperkenankan apalagi berkata

kasar.

Iman manusia itu sifatnya naik turun, ada kalanya pelajar lalai dalam menjaga

lisan. Akan tetapi menurut sebagian besar kelas 11 putra merasa dengan adanya

rumus ini selalu menjadi pengingat bagi mereka bahwa berkata kasar adalah hal yang

tidak baik dan merugikan. Mungkin saat pertama kali diingatkan seseorang akan bisa

berubah tapi belum tentu seterusnya bisa meninggalkan kebiasaan berkata kasar.

Maka dari itu peran dari rumus ini adalah sebagai acuan untuk berubah, adapun

bagaimana bisa benar-benar meninggalkan kebiasaan berkata kasar itu perlu

pembinaan lebih lanjut seperti dengan peringatan, peraturan atau pemantauan dari

27
sekolah. Selain itu, apabila budaya menjaga lisan dengan menghindari perkataan

duzolkakosi terkhusus menghindari perkataan kasar dapat terimplementasikan dengan

maksimal serta benar-benar bisa menjadi karakter atau ciri khas dari pelajar adzkia,

pasti akan berperan dalam terciptanya suasana yang nyaman dan damai di lingkungan

adzkia.

28
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab

sebelumnya mengenai analisis budaya menjaga lisan di Pelajar Kelas 11 Putra

SMA Adzkia melalui Perspektif Rumus Duzalkakosi pada Aspek Bekata

Kasar dapat disimpulkan beberapa hal, diantaranya:

1. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan pelajar kelas 11 putra

berkata kasar yaitu hubungan pertemanan yang kurang baik serta program

dan peraturan pondok yang belum konsisten

2. Upaya yang dapat membantu pelajar kelas 11 Putra di Adzkia untuk

menghindari kebiasaan berkata kasar diantaranya ialah lingkungan yang

baik dan bijak dalam pergaulan, peraturan dan hukuman yang ditegakan,

memilih dan menjadi teladan yang baik, dan perubahan dari diri sendiri.

3. Peran rumus duzalkakosi dalam upaya menciptakan budaya menjaga lisan

di sekolah Adzkia Islamic School adalah menjadi acuan untuk berubah

dan pengingat bagi pelajar bahwa berkata kasar adalah hal yang tidak baik

serta merugikan. Selain itu, apabila menghindari perkataan duzolkakosi

terkhusus perkataan kasar dapat terimplementasikan dengan maksimal

serta benar-benar bisa menjadi karakter atau ciri khas pelajar adzkia pasti

29
akan berperan dalam terciptanya suasana yang nyaman dan damai di

lingkungan adzkia.

B. SARAN

Saran untuk sekolah adalah sebaiknya dibuat suatu peraturan tertulis

atau sistem untuk mengurangi kasus duzalkakosi sebagai bentuk penerapan

budaya menjaga lisan. Peneliti menyadari banyak aspek yang belum diteliti

lebih mendalam, oleh karena itu diperlukan saran kepada peneliti selanjutnya

untuk bisa meneliti:

1. Bagaimana cara meningkatkan kualitas menjaga lisan (metode/program)

2. Pembahasan duzalkakosi secara rinci dalam prespektif islam

3. Penelitian duzalkakosi di kalangan akhwat

4. Pengaruh broken home terhadap kemampuan menjaga lisan

5. Metode atau program pembinaan untuk mengatasi perkataan dusta

30
DAFTAR PUISTAKA

Budaya. 2022. Dalam KBBI Daring. Di akses melalui Pencarian - KBBI Daring

(kemdikbud.go.id) pada 28 Desember 2022

Krisbiyantoro. 2019.Upaya Guru Dalam Keterampilan Pengelolaan Kelas untuk

Menciptakan Iklim Kelas Yang Kondusif di SD Negeri 4 Gumelar Tahun

Pelajaran 2018/2019. Doctoral dissertation, Universitas Peradaban

Kusherdyana, R.n 2021. Pemahaman Lintas Budaya, Jakarta.

Manap, Abdul. 2022. Pentingnya Menjaga Lisan, Berikut 9 Jenis Bertutur Kata

menurut Al-Qur’an. Tersedia di

https://jabar.nu.or.id/ubudiyah/pentingnya-menjaga-lisan-berikut-9-jenis-

bertutur-kata-menurut-al-qur-an-

giWzihttps://jabar.nu.or.id/ubudiyah/pentingnya-menjaga-lisan-berikut-9-

jenis-bertutur-kata-menurut-al-qur-an-giWzi di akses pada 22 Desember

2022

Maymunah, & Watini. 2021. Pemanfaatan Media Video Dalam Pembelajaran

Anak Usia Dini Di Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Pendidikan Tambusai

No5 vol 2, 4120-4127.

Nanang, Martono. 2018. Kekerasan Simbolik di Sekolah, Sukma: Jurnal

Pendidikan. Vol, 2. Issue, 2.

Raco J.R. 2010. Metode Penelitian Kualitatif Jenis Karakteristik dan

Keunggulannya, Jakarta: Gramedia Widia Sarana Indonesia

Suciartini dan Ni Luh. 2018. Verbal Bullying dalam Media Sosial. Jurnal

Pendidikan Bahasa Indonesia. Vol, 6. No, 2.

31
Tri Indah, Kusumawati. 2018. Komunikasi Verbal dan Nonverbal. Al-Irsyad:

Jurnal Pendidikan dan Konseling. Vol, 6. No, 2.

32
LAMPIRAN
PERTANYAAN WAWANCARA
No Poin Pertanyaan
1. Apa yang kamu pahami tentang rumus duzalkakosi?

2. Bagaimana tanggapan kamu setelah mengetahui rumus Duzalkakosi?

3. Menurutmu apakah pada lingkungan pertemanan di Adzkia masih ada yang


menggunakan perkataan kasar?

4. Apakah kamu sering berkata kasar?

5. Faktor apa yang membuat kamu berkata kasar?

6. Apa yang dapat membuat kamu bisa menjaga lisan atau menghindari
perkataan kasar?

7. Bagaimana pendapatmu tentang sisi positif dan negatif berkata kasar?

8. Bagaimana pembinaan di SMA Adzkia putra dalam menciptakan budaya


menjaga lisan?

33

Anda mungkin juga menyukai