Anda di halaman 1dari 53

PEMBINAAN AKHLAKUL KARIMAH PADA SISWA DI MI NURUT-

TAUFIQ PANGLEGUR TLANAKAN PAMEKASAN

PROPOSAL SKRIPSI

Disusun oleh:
WARDATUS ZAYYINAH
NIM. 18381052108

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA
HALAMAN PERSETUJUAN

Proposal skripsi berjudul “Pembinaan Akhlakul karimah Pada Siswa di MI


Nurut-Taufiq Panglegur Tlanakan Pamekasan” yang disusun oleh Wardatus
Zayyinah (18381052108) telah disetujui untuk diujikan dalam ujian Proposal
Skripsi.

Pamekasan, 16 November 2021


Pembimbing

H.A.Gazali, Lc., M.H.I


NIP.196210102000031001

ii
PERSETUJUAN PENGUJI PROPOSAL

Proposal Skripsi dengan judul “Pembinaan Akhlakul karimah Pada Siswa


di MI Nurut-Taufiq Panglegur Tlanakan Pamekasan”, yang ditulis oleh Wardatus
Zayyinah (NIM: 18381052108) ini telah diujikan di hadapan Dewan Penguji
Proposal Skripsi dan telah direvisi serta disetujui untuk dijadikan acuan penelitian
dalam rangka menyusun Skripsi.

Pamekasan, 11 Desember 2021

Dosen Pembimbing Dosen Penguji

H.A.Gazali, Lc., M.H.I. Tri Sutrisno M.Pd.


NIP.196210102000031001. NIP. 198910142019031016

iii
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang. Penulis panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
proposal skripsi dengan judul Pembinaan Akhlakul karimah Pada Siswa di MI
Nurut-Taufiq Panglegur Tlanakan Pamekasa ini dengan tepat waktu.
Proposal skripsi ini dapat terselesaikan karena bantuan dari banyak pihak
yang sudah ikut berkontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung,
Untuk itu, penulis ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
memberikan arahan dalam pembuatan proposal skripsi ini, terutama:
1. Dr. H. Mohammad Kosim, M.Ag. rektor IAIN Madura.
2. Dr. H. Atiqullah, M.Pd. Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Madura.
3. Aflahah, M.Pd. Ketua Prodi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah.
4. H. A. Gazali, Lc. M.H.I dosen pembimbing dalam mengarahkan dan membimbing,
serta meluangkan waktunya kepada penulis.
5. Seluruh Dosen PGMI IAIN Madura yang telah memberi ilmu dan pengalaman
baru selama kurang lebih tiga tahun perkuliahan ini.
6. Kedua orang tua yang telah memberikan seluruh doanya kepada penulis,
memberikan dukungan kepada penulis, sehingga bisa seperti saat ini.
7. Teman-teman seperjuangan PGMI kelas B angkatan 2018 yang erat
menyalurkan informasi, kebersamaan belajar, berbagi pengalaman, menyebar
tawa, dan berjuang meraih gelar sarjana strata satu bersama.
Terlepas dari itu semua, proposal skripsi ini tentulah tidak sempurna baik
dari segi bahasa dan susunan penulisannya. Maka dari itu, penulis berharap saran
dan kritik dari pembaca agar proposal skripsi ini dapat lebih baik lagi kedepannya.
Terakhir, penulis berharap proposal skripsi ini mampu memberi manfaat
dan inspirasi bagi para pembaca.
Pamekasan, 16 November 2021
Penulis,

Wardatus Zayyinah

iv
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ............................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................................ii
PERSETUJUAN PENGUJI PROPOSAL .............................................................iii
KATA PENGANTAR ...........................................................................................iv
DAFTAR ISI ...........................................................................................................v
A. Judul Proposal ..................................................................................................1
B. Konteks Penelitian ...........................................................................................1
C. Fokus Penelitian ...............................................................................................5
D. Tujuan Penelitian .............................................................................................5
E. Kegunaan Penelitian ........................................................................................5
F. Definisi Istilah ..................................................................................................6
G. Penelitian Terdahulu ........................................................................................7
H. Kajian Teori .....................................................................................................8
1. Pengertian pembinaan akhlakul karimah ................................................8
a. Pengertian Pembinaan ...................................................................8
b. Pengertian Akhlakul karimah ........................................................9
2. Dasar-dasar pembinaan akhlakul karimah ............................................12
3. Metode-metode pembinaan akhlakul karimah ......................................14
a. Keteladanan ................................................................................19
b. Pembiasaan ..................................................................................19
c. Nasihat .........................................................................................20
d. Latihan .........................................................................................20
e. Hukuman .....................................................................................21
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembinaan akhlakul karimah ........22
a. Faktor Internal .............................................................................22
b. Faktor Eksternal ..........................................................................23
I. Metode Penelitian ..........................................................................................25
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ...........................................................25
2. Kehadiran Peneliti ................................................................................26
3. Lokasi Peneliti ......................................................................................27
4. Sumber Data .........................................................................................27
5. Prosedur Pengumpulan Data ................................................................28
6. Analisis Data .........................................................................................31
7. Pengecekan Keabsahan Data ................................................................32
8. Tahap-Tahap Peneliti ............................................................................34

v
J. Sistematika Pembahasan 34
K. Outline Penelitian 35
L. Daftar Rujukan 36

vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Konteks Penilitian
Pada dasarnya pendidikan merupakan usaha manusia yang dilakukan secara
sengaja dan sadar untuk mengembangkan kepribadian anak didik serta
mempersiapkan mereka menjadi anggota masyarakat yang berakhlak mulia.
Menurut Langeveld “pendidikan ialah setiap pengaruh perlindungan dan bantuan
yang diberikan kepada anak tertuju kepada pendewasaan anak itu, atau lebih
membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri”.1
Tujuan pendidikan yang dicantumkan dalam undang-undang nomor 20 Tahun
2003 tentang system Pendidikan Nasional tidak lepas dari tujuan pendidikan
Islam. Tujuan pendidikan Islam secara umum dijabarkan dalam dua perspektif,
yaitu manusia sebagai pribadi ideal dan masyarakat sebagai representasi dari
makhluk sosial ideal, perspektif manusia ideal seperti insan kamil, insan cita,
muslim paripurna, manusia yang ber-imtaq, dan ber-iptek, sedangkan bentuk
masyarakat ideal seperti masyarakat madani ataupun masyarakat utama. Dalam
rangka mencapai masyarakat madani sebagaimana diamanatkan pada tujuan
pendidikan Islam, maka salah satu variable yang perlu untuk dikembangkan
secara berkelanjutan adalah pengembangan akhlak mulia (al-akhlaq al-karimah)
bagi setiap peserta didik dalam institusi pendidikan.2
Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat yang
penting, sebagai individu maupun masyarakat dan bangsa, sebab jatuh bangunnya
suatu masyarakat tergantung kepada bagaimana akhlaknya, akhlak yang baik
selalu membuat seseorang menjadi aman, tenang, dan tidak adanya perbuatan
yang tercela. Seseorang yang berakhlak mulia selalu melaksanakan kewajiban-
kewajibannya.3
Akhlakul karimah disebut dengan budi pekerti yang baik, sebagaimana yang
dijelaskan oleh buya hamka dalam bukunya Akhlakul karimah bahwa budi pekerti

1
Fatimah Juraini, Syarifah Habibah, Mislinawati, “Pembinaan Akhlak Terhadap Siswa Dalam
Proses Pembelajaran di SD Negeri Unggul Lampeneurut Aceh Besar,” Jurnal Ilmiah Pendidikan
Guru Sekolah Dasar FKIP Unsyiah 3 no. 2( April 2018):35.
2
Hendi Sugianto, Mawardi Djamaluddin, “Pembinaan Al-akhlaq al-karimah melalui Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam,” Jurnal Of Islamic Education 4 no. 1 (Agustus 2021):89.
3
Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an ( Jakarta:Amzah, 2007),1.

1
merupakan perangai dari para rasul, orang terhormat, sifat seorang muttaqin, dan
hasil dari perjuangan orang yang ‘abid.4 Akhlak yang baik ini dilahirkan oleh
sifat-sifat yang baik. Oleh karena itu, dalam hal jiwa manusia dapat menelurkan
perbuatan-perbuatan lahiriah. Tingkah laku dilahirkan oleh tingkah laku batin,
berupa sifat dan kelakuan batin yang juga dapat berbolak-balik yang
mengakibatkan berbolak-baliknya perbuatan jasmani manusia. Oleh karena itu,
tindak-tanduk batin (hati) itu pun dapat berbolak-balik.5
Pembinaan akhlakul karimah siswa merupakan kegiatan yang dilaksanakan di
dalam/luar lingkungan sekolah sebagai usaha membentuk anak dengan
menggunakan sarana pendidikan dan pembinaan yang terprogram dengan baik
dalam rangka memperluas pengetahuan, meningkatkan keterampilan serta
menginternalisasikan nilai-nilai agama serta mengembangkan akhlak para anak
didik agar mereka memiliki akhlak yang mulia, serta memiliki kebiasaan yang
baik.6
Secara hukum, undang-undang pendidikan mengisyaratkan bahwa pendidikan
harus mampu menjadikan peserta didik memiliki akhlak yang mulia, artinya
praktik pendidikan tidak hanya berorientasi pada aspek kognitif saja, akan tetapi
juga memperhatikan aspek efektif dan psikomotor, hal ini sejalan dengan tujuan
peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 tahun 2007 tentang
pendidikan Agama dan Keagamaan bab 2 pasal 2 yang berbunyi: “Pendidikan
agama berfungsi membentuk manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa berakhlak mulia dan mampu menjaga kedamaian
serta kerukunan hubungan umat beragama”.7
Dengan demikian, akhlakul karimah merupakan prioritas utama yang akan
dibangun bangsa Indonesia sebagai landasan ideal dalam dunia pendidikan.
Karena akhlak merupakan wujud dari kepribadian manusia. Akhlakul karimah
juga dapat menjadi ciri utama dari manusia sempurna.8 Maka, tidak heran jika
perbaikan akhlak dijadikan suatu misi yang paling utama yang harus dilakukan
4
Hamka, Akhlaqul Karimah (Depok:Gema Insani, 2020), 1.
5
Ibid,. 38.
6
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2011),158.
7
Departemen Agama, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2007 Tentang
Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, (Jakarta: Departemen Agama, 2007), 2.
8
Hefdon Assawqi, Pendidikan Akhlaqul Karimah Perspektif Ilmu Tasawuf, (Jawa Barat: Adab,
2021), 11.

2
oleh pendidik kepada peserta didiknya. Pendidikan akhlak berusaha menciptakan
situasi dan kondisi sedemikian rupa, sehingga peserta didik terdorong dan
tergerak jiwa dan hatinya untuk berprilaku dan beradab, atau sopan santu yang
baik.9
Pembinaan akhlakul karimah ini menjadi pondasi dalam kehidupan karena
akhlak mulia menjadi aspek penting dalam kehidupan manusia baik dalam
posisinya sebagai individu, anggota masyarakat maupun sebagai bangsa.
Penguatan akhlak mulia dinilai strategis untuk mengatasi problem moral di tengah
kompleksitas kehidupan bermasyarakat. Selain itu akhlak mulia dapat menjadi
barometer keshalehan seseorang di hadapan ilahi dan sesama, karenanya
seseorang yang berakhlak mulia akan mendapatkan sebutan dari masyarakat
sebagai orang shaleh.10
Pembinaan akhlak dimulai dari individu, namun bisa juga berlaku dalam
konteks yang tidak individual. Karenanya, pembinaan akhlak dimulai dari sebuah
gerakan individual, yang kemudian diproyeksikan menyebar ke individu-individu
lainnya, lalu setelah jumlah individu yang tercerahkan secara akhlak telah banyak
dengan sendirinya akan mewarnai masyarakat.11
Dalam Islam pembinaan akhlakul karimah ini memiliki tujuan utama yaitu
agar manusia berada dalam kebenaran dan senantiasa berada di jalan yang lurus,
jalan yang telah digunakan oleh Allah Swt. Inilah yang akan mengantarkan
manusia kepada kebahagiaan di dunia dan di ahirat. 12 Implikasi dari penerapan
akhlakul karimah akan melahirkan ketakwaan terhadap ilahi, ketakwaan
dibuktikan dengan menjauhi perbuatan jahat dan melakukan kebaikan. Sehingga
dapat dikatakan bahwa orang bertakwa berarti orang yang berakhlak mulia,
berbuat baik dan berbudi luhur.13
Selain itu, pembinaan akhlak yang baik bagi anak semakin terasa diperlukan
terutama pada saat manusia di zaman modern ini dihadapkan pada masalah moral

9
Ibid,. 50.
10
Zurqoni, Menakar Akhlak Siswa, (Jakarta: Ar-ruz Media, 2016), 19.
11
Hasan Basri, Haidar Putra Daulay, Ali Imran Sinaga, “Pembinaan Akhlak Dalam Menghadapi
Kenakalan Siswa di Madrasah Tsanawiyah Bukhari Muslim Yayasan Taman Perguruan Islam
Kecamatan Medan Baru Kota Medan” Jurnal 1 no. 4 2017), 646.
12
Ahmad Tafsir, Pendidikan Akhlak Karimah Berbasis Kultur Kepesantrenan (Bandung: Alfabeta
2018),188.
13
Ibid,. 16-17.

3
dan akhlak yang cukup serius, yang jika dibiarkan akan menghancurkan masa
depan bangsa. Dalam pembinaan akhlak diperlukan adanya strategi khusus agar
pembinaan akhlak peserta didik dapat berhasil.14 Pendidikan karakter harus
diberikan sedini mungkin. Dimulai dari keluarga dan kemudian dapat dibantu
dikembangkan oleh pendidik di lembaga pendidikan formal yang dimulai dari
jenjang pendidikan anak usia dini dan pendidikan dasar. Pendidikan anak usia dini
dan pendidikan dasar merupakan tingkatan pendidikan yang sangat krusial bagi
seorang peserta didik. Keberhasilan dalam pendidikan dasar merupakan tonggak
keberhasilan pada pendidikan selanjutnya. Sebaliknya, kegagalan dalam
pendidikan dasar akan berakibat terhadap penurunan kualitas pada pendidikan
selanjutnya.15
Maka dari itu, penting dilakukan penelitian secara detail dan mendalam
terhadap pendidikan dasar untuk mengukur keberhasilan pembinaan akhlakul
karimah demi masa depan pendidikan dasar yang lebih baik. MI Nurut Taufiq
adalah salah satu lembaga pendidikan dasar yang berbasis keIslaman yang
berafiliasi dengan organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdhatul Ulama, serta
juga berada di bawah naungan kementrian agama. Di samping itu pula, MI Nurut
Taufiq merupakan salah satu pendidikan dasar yang mendapat penilaian baik dari
BAN-S/M dengan predikan akreditasi B. Selain itu, MI Nurut Taufiq memiliki
kualitas pembinaan akhlak yang sangat baik dan efektif sehingga mampu
mengubah perilaku anak didik menjadi lebih baik dari sebelumnya. Realitas
tersebut menjadikan MI Nurut Taufiq sebagai icon yang dapat merefleksikan
pembinaan akhlakul karimah di madrasah-madrasah lainnya. Alasan-alasan di atas
menjadikan peneliti menetapkan penelitian dengan tema Pembinaan Akhlakul
Karimah Pada Siswa MI Nurut Taufiq Panglegur sebagai langkah untuk
melihat tingkat keberhasilan pembinaan akhlakul karimah di tingkat pendidikan
dasar khususnya MI Nurut Taufiq.
B. Fokus penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis dapat merumuskan masalah
sebagai berikut:

14
Ibid,. 50.
15
Helmawati, Pendidik Sebagai Model (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya 2017) ,94.

4
1. Bagaimana pelaksanaan pembinaan akhlakul karimah pada siswa di MI
Nurut-Taufiq Panglegur Tlanakan Pamekasan?
2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi pembinaan akhlakul karimah pada
siswa di MI Nurut-Taufiq Panglegur Tlanakan Pamekasan?
C. Tujuan penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini hendaknya
memecahkan masalah atau fenomena yang ada. Maka tujuan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk menjelaskan pelaksanaan pembinaan akhlakul karimah pada siswa di
MI Nurut-Taufiq Panglegur Tlanakan Pamekasan
2. Untuk mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi pembinaan
akhlakul karimah pada siswa di MI Nurut-Taufiq Panglegur Tlanakan
Pamekasan
D. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian yang diperoleh penulis dalam penelitian ini
adalah:
1. Kegunaan Ilmiah
a. Kegunaan bagi peneliti
1) Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bekal kepada kami sebagai
pendidik dimasa yang akan datang, untuk menambah suatu pengetahuan
dan pengalaman.
2) Untuk bisa terlaksananya tugas akhir
b. Kegunaan bagi lembaga MI
1) Untuk bisa mengetahui kemampuan anak.
2) Untuk bisa memperkenalkan kepada masyarakat luas akan kualitas
lembaga MI.
3) Berbagi ilmu kepada peneliti akan pengalamannya dalam dunia
pendidikan.
c. Kegunaan bagi Siswa
1) Agar anak memiliki akhlak yang baik
2) Untuk mengetahui akhlak yang dimiliki anak
2. Kegunaan Sosial

5
a. Kegunaan Bagi Masyarakat
Kegunaan bagi masyarakat yakni berdampak baik akan lembaga MI
yang terletak di kalangan masyarakat tersebut, karena masyarakat bisa
merasakan dan melihat akan kualitas yang ada di lembaga MI tersebut.
E. Definisi Istilah
Untuk menyamakan persepsi awal antara peneliti dengan para pembaca
terhadap istilah-istilah yang secara operasional dalam judul penelitian, maka
perlu peneliti memberi batasan pengertian secara definiitf, yang dimaksud
diantaranya.
1. Pengertian pembinaan
Pembinaan adalah upaya yang dilaksanakan secara sadar, berencana,
terarah, teratur dan bertanggung jawab dalam rangka memperkenalkan,
menumbuhkan, membimbng, mengembangkan pengetahuann dan
kecakapan yang sudah ada agar lebih berdaya guna dan berhasil guna
dalam rangka pembentukan kea rah yang lebih maju, serta mendapatkan
pengetahuan dan kecakapan baru untuk mencapai tujuan hidup.
2. Pengertian akhlakul karimah
Akhlakul karimah ialah segala tingkah laku terpuji (baik) yang
dilahirkan oleh sifat-sifat baik yang selalu identik dengan keimanan dan
perbuatan yang baik, terpuji serta tidak bertentangan dengan hokum syara’
dan akal fikiran yang sehat. Akhlakul karimah adalah akhlak yang baik
dan benar menurut syariat Islam yang dilahirkan oleh sifat-sifat yang baik
pula. Akhlakul karimah juga dapat didefinisikan sebagai sikap yang
melekat pada seseorang berupa kekuatan pada aturan dan ajaran syariat
Islam yang tercermin dalam berbagai amal. Indikator dari pembinan
akhlak merupakan penuntun bagi umat manusia untuk memiliki sifat dan
mental serta kepribadian sebaik yang ditunjukkan oleh Al-Qur’an dan
hadist nabi Muhammad SAW. Selain itu perbuatan dianngap baik dalam
Islam adalah perbuatan yang sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an dan sunah,
yaitu taat pada Allah dan Rasul, berbakti kepada orang tua, saling

6
menolong dan mendo’akan dalam kebaikan, menepati janji, menyayangi
anak yatim, jujur, amanah, sabar, ridha, dan ikhlas.16
F. Penelitian Terdahulu
1. Said Firdaus, pada tahun 2015 meneliti tentang “Pembinaan Akhlak Siswa
Melalui Program Mentoring di Sekolah Menengah Islam Pertama Terpadu
Al-Fityah Pekanbaru”. Menyimpulkan bahwa pembinaan akhlak siswa
melalui program mentoring di Sekolah Menengah Pertama Islam Terpadu al-
Fityah Pekanbaru dikategorikan “Baik” dengan presentase 78,31% yang
berada antara 66%-80%. Adapun persamaan penelitian ini adalah sama-sama
meneliti tentang pembinaan akhlak namun terdapat perbedaan, penelitian
penulis tentang Pembinaan Akhlakul karimah Pada Siswa di MI Nurut-Taufiq
sedangkan saudara said firdaus meneliti tetang pembinaan akhlak melalui
program mentoring.
2. Mhd. Yasir Arafat, pada tahun 2016 meneliti tentang “Keteladanan Guru
dalam Pembinaan Akhlak Siswa di Madrasah Tsanawiyah al-Huda
Pekanbaru”. Menyimpulkan bahwa keteladanan guru dalam pembinaan akhlak
siswa di sekolah Madrasah Tsanawiyah al-Huda adalah “Baik” dengan
persentase 80%. Adapun persamaan peneliti ini adalah sama-sama meneliti
tentang pembinaan akhlak namun terdapat perbedaan, penelitian penulis
tentang Pembinaan Akhlakul karimah Pada Siswa di MI Nurut-Taufiq
sedangkan saudara Mhd. Yasir Arafat hanya focus pada keteladanan guru
dalam pembinaan akhlak siswa.
3. Elfitri, pada tahun 2014 meneliti tentang “Peran Orang tua dalam Pembinaan
Akhlak Anak di Desa Pulau Sarak Kecamatan Kampar kabupaten Kampar”.
Menyimpulkan bahwa peran orang tua dalam pembinaan akhlak anak di Desa
Pulau Sarak Kecamatan Kampar termasuk dalam kategori “Berperan” dengan
persentase 65,97% yang berada diantara 60%-85%. Adapun persamaan
penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang pembinaan Akhlak namun
terdapat perbedaan, penelitian penulis tentang Pembinaan Akhlakul karimah

16
Sri Wulandari “Pembinaan Akhlakul Karimah Siswa Melalui Pembiasaan Membaca Al-Qur’an
Sebelum belajar” (Skripsi, Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang), 26-32.

7
Pada Siswa di MI Nurut-Taufiq sedangkan saudara Elfitri meneliti tentag
peran orang tua dalam pembinaan akhlak siswa.

8
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Tinjauan Tentang
1. Pengertian Pembinaan Akhlakul karimah
a. Pengertian Pembinaan
Pembinaan berasal dari kata bahasa arab “bana” yang berarti
membina, membangun, mendirikan. Menurut kamus besar Indonesia,
pembinaan adalah suatu usaha tindakan dan kegiatan yang dilakukan
secara berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang baik.
Sedangkan menurut pembinaan di definisikan sebagai : upaya pendidikan
baik formal maupun non formal yang dilaksanakan secara sadar,
berencana, terarah dan bertanggung jawab dalam rangka menumbuhkan,
membimbing dan mengembangkan dasar-dasar kepribadian yang
seimbang, utuh dan selaras pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan
bakat serta kemampuan-kemampuannya sebagai bekal untuk selanjutnya
atas prakarsa sendiri untuk menambah, meningkatkan dan
mengembangkan dirinya, sesamanya maupun lingkungannya kearah
tercapainya martabat, mutu dan kemampuan manusiawi yang optimal dan
pribadi mandiri.
Berdasarkan pengertian di atas, maka yang dimaksud dengan
pembinaan adalah suatu usaha yang dilakukan dengan sadar, sungguh-
sungguh, terencana dan konsisten dengan cara membimbing, mengarahkan
dan mengembangkan pengetahuan, kecakapan, dan pengamalan ajaran
Islam sehingga mereka mengeti, memahami dan menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari.17
Adapun pembinaan menurut Zakiah Daradjat yaitu upaya pendidikan
baik formal maupun non formal yang dilaksanakan secara sadar,
berencana, terarah, teratur dan bertanggung jawab dalam rangka
memperkenalkan, menumbuhkan, mengembangkan suatu dasar
kepribadian yang seimbang, utuh selaras. Pengetahuan dan keterampilan
sesuai dengan bakat, keinginan serta prakarsa diri, menambah,
17
Syaepul Manan Pembinaan Akhlak Mulia Melalui Keteladanan Dan Pembiasaan (Jurnal
Pendidikan Agama Islam-Ta’lim Volume 15 Nomor 1 Tahun 2017),52

9
meningkatkan dan mengembangkan kearah tercapainya martabat, mutu
dan kemampuan manusia yang optimal dan pribadi yang mandiri.
Sedangkan menurut M. Arifin dalam bukuya ilmu pendidikan
menyatakan bahwa dalam proses pembinaan akhlak diperlukan soal
perhitungan dimana proses pembinaan lebih terarah pada tujuan yang
hendak dicapai karena segala sesuatunya telah direncanakan dengan
matang. 18
b. Pengertian Akhlakul karimah
Akhlak berasal dari Bahasa Arab, isim masdar dari kata ikhlaqa,
yukhliqu, ikhlaqan yang berarti perangai, yang berarti prilaku, tabiat,
watak dasar. Sebenarnya sebagai kata mufrad sebagaimana diatas, kata
Akhlak yang diambil dari kata masdar dari kata akhlaqa, yukhliqu. Kata
masdar dari kata-kata itu adalah ikhlaqan. Berdasarkan diatas, maka kata
akhlak bukanlah isim masdar, tapi isim jamid atau ghairu musytaq, yaitu
isim yang tidak mempunyai akar kata.19
Akhlak adalah adab atau etika yang mengendalikan seseorang dalam
bertindak. Adapun tabiat yang sudah ada pada masing-masing orang
disebut watak. Dapat diambil kesimpulan bahwa watak adalah sesuatu
yang memang sudah ada pada masing-masing orang sedangkan akhlak
adalah perangai atau sikap yang dapat dibina dan diciptakan dalam diri
pribadi masing-masing. Akhlak merupakan pondasi yang kokoh bagi
terciptanya hubungan baik dengan Allah Swt dan sesama manusia. Akhlak
yang mulia tidak lahir berdasarkan keturunan atau terjadi secara tiba-tiba
akan tetapi membutuhkan waktu yang panjang yaitu melalui proses
pembinaan akhlak.20
Menurut bahasa (etimologi) perkataan akhlak adalah bentuk jamak
dari khuluq (khuluqun) yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku,
atau tabi’at. Akhlak disamakan dengan kesusilaan, sopan santun. Khuluq
merupakan gambaran sifat batin manusia, gambaran bentuk lahiriah

18
Ika Putri Arifani, “Strategi Pembinaan Akhlaqul Karimah Siswa di Madrasah Aliyah Negeri
Buduran Sidoarjo”(Skripsi, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, 2015), 1.
19
Moh. Muchlis Solichin, Ilmu Akhlak & Tasawuf, (Pamekasan Madura : STAIN Pamekasan
Press, 2009), 2.
20
Halim setiawan, wanita, jilbab & akhlak, (Jawa Barat: CV Jejak 2019), 69.

10
manusia, seperti raut wajah, gerak anggota badan dan seluruh tubuh.
Dalam bahasa yunani pengertian khuluq ini disamakan dengan kata ethicos
atau ethos, artinya adab kebiasaan, perasaan batin, kecenderungan hati
untuk melakukan perbuatan. Ethicos kemudian berubah menjadi etika.
Dalam kamus Al-Munjid, khuluq berarti budi pekerti, perangai,
tingkah laku atau tabi’at. Akhlak diartikan sebagai ilmu tatakrama. Ilmu
yang berusaha mengenal tingkah laku manusia, kemudian memberi nilai
kepada perbuatann baik atau buruk sesuai dengan norma-norma dan tata
susila.
Dilihat dari sudut istilah (terminology), para ahli berbeda pendapat,
namun intinya sama yaitu sebagai berikut:
1) Abdul Hamid mengatakan akhlak ialah ilmu tetang keutamaan yang
harus dilakukan dengan cara mengikutinya sehingga jiwanya terisi
dengan kebaikan, dan tentang keburukan yang harus dihindarinya
sehingga jiwanya kosong (bersih) dari segala bentuk keburukan.
2) Ibrahim anis mengatakan akhlak ialah ilmu yang objeknya membahas
nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatan manusia, dapat disifatkan
dengan baik buruknya.
3) Ahmad Amin mengatakan bahwa akhlak ialah kebiasaan baik dan
buruk. Contohnya apabila kebiasaan memberi sesuatu yang baik,
maka disebut akhlaqul karimah dan bila perbuatan itu tidak baik
disebut akhlaqul madzmumah.
4) Soegarda Poerbakawatja mengatakan akhlak ialah budi pekerti, watak,
kesusilaan, dan kelakuan baik yang merupakan akibat dari sikap jiwa
yang benar terhadap khaliknya dan terhadap sesame manusia.
5) Hamzah Ya’qubb mengemukakan bahwa pengertian akhlak sebagai
berikut:
a. Akhlak ialah ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk,
antara terpuji dan tercela, tentang perkataan atau perbuatan
manusia lahir dan batin.
b. Akhlak ialah ilmu pengetahuan yang memberikan pengertian
tentang baik dan buruk, ilmu yang mengajarkan pergaulan

11
manusia dan menyatakan tujuan mereka yang terakhir dari
seluruh usaha dan pekerjaan mereka.
6) Imam Al-Ghazali mengatakan akhlak ialah sifat yang tertanam dalam
jiwa yang menimbulkan bermacam-macam perbuatan dengan
gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
7) Farid Ma’ruf mendefinisikan akhlak sebagai kehendak jiwa manusia
yang menimbulkan perbuatan dengan mudah karena kebiasaan, tanpa
memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu.
8) M. Abdullah Daraz, mendefinisikan akhlak sebagai suatu kekuatan
dalam kehendak yang mantap, kekuatan berkombinasi membawa
kecenderungan pada pemilihan pihak yang benar (akhlak baik) atau
pihak yang jahat (akhlak buruk).
9) Ibn Miskawih mendefinisikan akhlak sebagai suatu keadaan yang
melekat pada jiwa manusia, yang berbuat dengan mudah, tanpa
melalui proses pemikiran ata pertimbangan (kebiasaan sehari-hari).
Jadi, pada hakikatnya khuluq (budi pekerti) atau akhlak ialah suatu
kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian.
Dari sini timbullah berbagai macam perbuatan dengan cara spontan tanpa
dibuat-buat dan tanpa memerlukan pikiran.
Dan dapat dirumuskan bahwa akhlak ialah ilmu yang mengajarkan
manusia berbuat baik dan mencegah perbuatan jahat dalam pergaulannya
dengan Tuhan, manusia, dan makhluk sekelilingnya.21
Sedangkan “karimah” dalam bahasa Arab artinya terpuji, baik atau
mulia. Jadi Akhlakul karimah adalah segala budi pekerti baik yang
ditimbulkan manusia tanpa melalui pemikiran dan pertimbangan yang
mana sifat itu menjadi budi pekerti yang utama dan dapat meningkatkan
harkat dan martabat manusia. Sedangkan menurut Ibn Qayyim akhlakul
karimah adalah perangai atau tabi’at yaitu ibarat dari suatu batin dan
perangai jiwa yang dimiiki oleh semua manusia.22

21
Ibid,. 2-4.
22
M. Zain Irwanto, Muhammad Syahrul, Pendidikan Karakter Dalam Membentuk Akhlak
Karimah (Pasuruan, jawa timur, CV. Penerbit Qiara Media 2021), 7-8.

12
Dalam dunia pendidikan, pembinaan akhlak dititik beratkan kepada
pembentukan mental anak agar tidak menyimpang. Secara moralistic,
pembinaan akhlak merupakan salah satu cara untuk membentuk pribadi
yang bermoral, berbudi pekerti yang luhur dan bersusila.
Dapat disimpulkan bahwa pembinaan akhlak adalah proses pelatihan
untuk memperbaiki sifat yang yang tertanam dalam diri manusia agar
melahirkan perbuatan-perbuatan yang lebih baik menurut pandangan akal
dan agama.23
Pembinaan Akhlakul karimah siswa merupakan kegiatan yang
dilaksanakan di dalam/luar lingkungan sekolah sebagai usaha membentuk
anak dengan menggunakan sarana pendidikan dan pembinaan yang
terprogram dengan baik dalam rangka memperluas pengetahuan,
meningkatkan keterampilan serta menginternalisasikan nilai-nilai agama
serta mengembangkan akhlak para anak didik agar mereka memiliki
akhlak yang mulia, serta memiliki kebiasaan yang baik.
Guru agama memiliki andil yang cukup besar dalam pembinaan
akhlakul karimah ini. Guru agama harus membawa anak didik kepada arah
pembinaan pribadi yang sehat dan baik. Apabila guru mampu membina
sikap dan jiwa anak dan berhasil dalam membentuk pribadi dan akhlak
anak, maka anak akan memiliki pegangan dalam menghadapi kemajuan
zaman yang penuh dengan dampak-dampak negatifnya. Dengan kata lain
pembinaan yang dilakukan pihak sekolah melalui guru-guru
mengharapkan agar anak didik memiiki akhlakul karimah.
2. Dasar-dasar Pembinaan Akhlakul karimah
Dalam agama Islam yang menjadi dasar atau alat pengukur yang
menyatakan bahwa sifat-sifat seseorang itu dapat dikatakan baik atau buruk
adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah. Apa yang baik menurut Al-Qur’an atau As-
Sunnah itulah yang baik untuk dijadikan pegangan dalam kehidupan sehari-
hari. Sebaliknya apa yang buruk menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah berarti itu
tidak baik dan harus dijauhi.

23
Halimah “Pelaksanaan Pembinaan Akhlak Siswa di SDIT Nurul Iman Palembang” (Skripsi,
Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang), 38.

13
Menurut pendapat Mahmud Yunus bahwa “pokok-pokok akhlak dalam
Islam ialah Al-Qur’an. Ditanyakan orang kepada ‘Aisyah” apakah akhlak nabi
Muhammad Saw.? Jawabnya akhlak Nabi Muhammad Saw ialah Al-Qur’an.
Akhlak-akhlak di dalam Al-Qur’an mengatur perbuatan manusia terhadap
dirinya sendiri dan perbuatan manusia terhadap orang lain atau masyarakat.
Menurut Athiyah Al-Abrasyi, beliau mengatakan bahwa tujuan utama dari
pendidikan Islam adalah pembentukan akhlak dan budi pekerti yang sanggup
menghasilkan orang-orang yang bermoral, baik laki-laki maupun perempuan,
jiwa yang bersih kemauan yang keras, cita-cita yang benar, akhlak yang tinggi,
tahu arti kewajiban dan pelaksanaannya, menghormati hak-hak yang tinggi,
dan tahu membedakan yang baik dan yang buruk.
Jika ada orang yang menjadikan dasar akhlak itu adat kebiasaan yang
berlaku dalam suatu masyarakat maka untuk menentukan atau menilai baik
buruknya adat kebiasaan itu, harus dinilai dengan norma-norma yang ada
dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, kalau sesuai terus di pupuk dan di
kembangkan, dan kalau tidak harus ditinggalkan.
Pribadi Nabi Muhammad adalah contoh yang paling tepat untuk dijadikan
teladan dalam membentuk kepribadian. Begitu juga sahabat-sahabat beliau
yang selalu mempedomani Al-Qur’an, dan ajaran-ajaran Nabi Muhammad Saw
dalam kesehariannya dengan demikian kitapun patut mematuhi ajaran yang
disampaikan Nabi Muhammad Saw.
Nabi Muhammad Saw bersabda:

" :‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم‬ ِ ُ ‫ قَ َال رس‬:‫ قَ َال‬،‫ عن َأيِب هري رةَ ر ِض ي اللَّه عْن ه‬،‫عن َأيِب ص الِ ٍح‬
َ ‫ول اللَّه‬ َُ ُ َ ُ َ َ َ ْ َُ ْ َ َ َْ
‫اب اللَّ ِه َو ُسنَّيِت‬ ِ ِ ِ ‫ِإيِّن قَ ْد َتر ْك‬
َ َ‫ كت‬:‫ت في ُك ْم َشيَْئنْي ِ لَ ْن تَضلُّوا َب ْع َدمُهَا‬
ُ َ
Artinya: “Dari Abu Hurairah RA. Berkata: Rasulllah Saw bersabda: Aku
tinggalkan untuk kamu dua hal yang kamu tidak akan sesat sesudahnya, ialah
kitab Allah Sunnahku.”(H.R. Hakim).
Dari keterangan hadits di atas jelaslah, bahwa yang menjadi dasar ideal
bagi seluruh aktivitas manusia dalam kehidupannya adalah Al-Qur’an dan As-
Sunnah Nabi Muhammad Saw, karena keduanya adalah kitab undang-undang

14
yang paling sempurna memuat petunjuk-petunjuk praktis untuk menjadi
pedoman bagi umat Islam.
Dengan demikian dasar akhlakul karimah adalah ajaran agama Islam yang
bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai pedoman dalam kehidupan
sehari-hari, baik dalam hubungan kepada Allah maupun sesama makhluk.24
Pada bagian lain Quraish Shihab menjelaskan bahwa “sesungguhnya telah
ada bagi kamu pada diri Rasulullah”yakni Nabi Muhammad Saw., suri
teladan yang baik bagi kamu” yakni bagi orang yang senantiasa mengharap
rahmat kasih sayang Allah dan kebahagiaan hari kiamat, serta teladan bagi
mereka, “yang berzikir” mengingat kepada Allah Swt dan menyebut-nyebut
nama-Nya dengan banyak dalam suasana susah maupun senang. Bisa juga ayat
ini masih merupakan kecaman kepada orang-orang munafik yang mengaku
memeluk Islam, tetapi tidak mencerminkan ajaran Islam.
3. Metode-metode pembinaan akhlakul karimah
Islam memberi perhatian yang sangat besar terhadap pembinaan akhlak,
termasuk juga tentang cara-caranya. Hubungan antara rukun Islam dan rukun
iman terhadap pembinaan akhlak yang ditempuh Islam menggunakan cara atau
system yang terintegritas, yaitu dengan menggunakan berbagai sarana
peribadatan dan lainnya yang secara simultan diarahkan pada pembinaan dan
pembentukan akhlak.
Menurut Sockrates, salah satu metode membentuk akhlak khusunya dalam
kaitannya dengan mengobati penyakit akhlak adalah memberikan hukuman
(siksaan). Dari konsep ini, maka selanjutnya dapat dilengkapi bahwa metode
pendidikan atau pembentukan akhlak yang efektif, selain memberikan dengan
cahaya ilmu pengetahuan bisa dilakukan dengan menyediakan dan menerapkan
hukuman dan ganjaran secara konsisten.
Humaidi Tatapangarsa memberikan tips tentang metode membentuk
akhlak yang menuurtnya dapat ditempuh baik dengan cara langsung maupun
tidak langsung. Cara langsung adalah dengan memberikan ilmu akhlak, yaitu
menjelaskan ajaran baik dan buruk (mahmudah dan mazmumah) berdasarkan
Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sedangkan cara tidak bisa ditempuh dengan cara 1)
24
Muhammad Rifqi, “Pembinaan Akhlakul Karimah Anak Melalui Kehidupan Keluarga Yang
Sakinah” (Skripsi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta), 18-20.

15
memberikan cerita (metode kisah) tentang hal yang bermuatan moral dan 2)
pembiasaan, pelatihan-pelatihan, termasuk dalam bentuk peribadatan.25
Pembinaan akhlak merupakan tumpuan perhatian pertama dalam Islam.
Hal ini dapat dilihat dari salah-satu misi kerasulan Nabi Muhammad SAW.
Yang utama adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Dalam salah-
satu hadisnya beliau menegaskan innama buitstu li utammima makarim al-
akhlaq (HR Ahmad) (Hanya saja aku diutus untuk menyempurnakan akhlak
yang mulia).
Perhatian Islam yang demikian terhadap pembinaan akhlak ini dapat pula
dilihat dari perhatian Islam terhadap pembinaan jiwa yang harus didahulukan
daripada pembinaan fisik, karena dari jiwa yang baik inilah akan lahir
perbuatan-perbuatan yang baik yang pada tahap selanjutnya akan
mempermudah menghasilkan kebaikan dan kebahagiaan pada seluruh
kehidupan manusia, lahir dan batin.
Pembinaan akhlak dalam Islam juga terintegrasi dengan pelaksanaan
rukun iman. Hasil analisis Muhammad Al-Ghazali terhadap rukun Islam yang
lima telah menunjukkan dengan jelas, bahwa dalamrukun Islam yang lima itu
terkandung konsep pembinaan akhlak. Rukun Islam yang pertama adalah
mengucapkan dua kalimah syahadat, yaitu bersaksi bahwa tiada Tuhan selain
Allah, dan bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Kalimat ini
mengandung pernyataan bahwa selama hidupnya manusia hanya tunduk
kepada aturan dan tuntutan Allah. Orang yang tunduk dan patuh pada aturan
Allah dan Rasul-Nya sudah dapat dipastikan akan menjadi orang baik.
Selanjutnya rukun Islam yang kedua adalah mengerjakan shalat lima
waktu. Shalat yang dikerjakan akan membawa pelakunya terhindar dari
perbuatan yang keji dan munkar. (QS Al-Ankabut [29]: 45). Dalam hadis
Qudsi dijelaskan pula sebagai berikut:
ِ‫تم‬ ِ ِ ِ ‫هِب‬ ‫ِإمَّنَ ا ت ْقب ل َّ مِم‬
‫ص ًّرا َعلَى‬ ُ ْ ِ‫ َومَلْ يَب‬،‫ َومَلْ يَ ْس تَط ْل َعلَى َخ ْلقي‬، ‫اض َع َ ا ل َعظَ َميِت‬
َ ‫الص الةُ َّْن َت َو‬ ُ َُ
ِ ِ ِ ِ ِ ِ
‫اب‬
َ ‫ص‬ ْ ‫السبِ ِيل َو‬
َ ‫ َو َرح َم الْ ُم‬،َ‫اَألر َملَة‬ َ ‫ َو َرح َم الْم ْسك‬،‫ َوقَطَ َع َن َه َارهُ يِف ذ ْك ِري‬، ‫َم ْعصيَيِت‬
َّ ‫ني َوابْ َن‬
25
Meiza Vita Rufiani “Pembinaan Akhlakul Karimah Sebagai Upaya Perbaikan Hasil Belajar
Siswa Kelas IV di MI Hidayatul Mubtadi-ien Lirboyo Kota Kediri” (Skripsi, Institut Agama Islam
Negeri Ponorogo), 21-22.

16
Artinya: “Bahwasanya Aku menerima shalat hanya dari orang yang
bertawadlu dengan shalatnya kepada keagungan-ku yang tidak terus-menerus
berdosa, menghabiskan waktunya sepanjang hari untuk zikir kepada-Ku, kasih
sayang kepada fakir miskin, ibn sabil, janda serta mengasihi orang yang
mendapat musibah.” (HR al-Bazzar).
Pada hadis tersebut shalat diharapkan dapat menghasilkan akhlak yang
mulia, yaitu bersikap tawadlu’, mengagungkan Allah, berzikir, membantu fakir
miskin, ibn sabil, janda dan orang yang mendapat musibah. Selain itu shalat
(Khusunya jika dilaksanakan berjama’ah) menghasilkan serangkaian perbuatan
seperti kesahajaan, imam dan ma’mum sama-sama berada dalam satu tempat,
tidak saling berebut untuk jadi imam, jika imam batal dengan rela untuk
digantikan yang lainnya, selesai shalat saling berjabat tangan, dan seterusnya.
Semua ini mengandung ajaran akhlak.
Selanjutnya dalam rukun Islam yang ketiga, yaitu zakat juga mengandung
didikan akhlak, yaitu agar orang yang melaksanakannya dapat membersihkan
dirinya dari sifat kikir, mementingkan diri sendri, dan membersihkan hartanya
dari hak orang lain, yaitu hak fakir miskin dan seterusnya. Muhammad Al-
Ghazali mengatakan bahwa hakikat zakat adalah untuk membersihkan jiwa dan
mengangkat derajat manusia ke jenjang yang lebih mulia.Pelaksanaan zakat
yang berdimensi akhlak yang bersifat sosial ekonomis ini dipersubur lagi
dengan pelaksanaan shadaqah yang bentuknya tidak hanya berupa materi,
tetapi juga nonmateri.
Begitu juga Islam mengajarkan ibadah puasa sebagai rukun Islam yang
keempat, bukan hanya sekedar menahan diri dari makan dan minum dalam
waktu yang terbatas, tetapi lebih dari itu merupakan latihan menahan diri dari
keinginan melakukan perbuatan keji yang dilarang. Dalam hubungan ini Nabi
mengingatkan:

‫ من مل ي دع ق ول‬:‫ ق ال رس ول اهلل ص لى اهلل علي ه وس لم‬:‫ ق ال‬،‫عن أيب هري رة رض ي اهلل عن ه‬

‫ فليس هلل حاجة يف أن يدع طعامه وشرابه‬،‫الزور والعمل به‬

17
Artinya: “siapa yang tidak suka meninggalkan kata-kata dusta, dan perbuatan
yang palsu, maka Allah tidak membutuhkan daripadanya, puasa meninggalkan
makan dan minumnya.” (HR. Bukhari)
Selanjutnya rukun Islam yang kelima adalah ibadah haji. Dalam ibadah
haji ini pun nilai pembinaan akhlaknya lebih besar lagi dibandingkan dengan
nilai pembinaan akhlak yang ada pada ibadah dalam rukun Islam lainnya. Hal
ini bisa dipahami karena ibadah haji ibadah dalam Islam yang bersifat
komprehensif yang menuntut persyaratan yang banyak, yaitu disamping harus
menguasai ilmunya, juga harus sehat fisiknya, ada kemauan keras, bersabar
dalam menjalankannya dan harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit, serta
rela meninggalkan tanah air, harta kekayaan dan lainnya. Hubungan ibadah haji
dengan pembinaan akhlak ini dapat dipahami dari ayat yang berbunyi:

‫وق َواَل ِج َد َال يِف ٱحلَ ِّج َو َم ا‬


َ ‫ث َواَل فُ ُس‬ ِ ‫ٱحل ُّج َأش هر َّمعلُ ومٰت فَمن َف ر‬
َ َ‫ض في ِه َّن ٱحلَ َّج فَاَل َرف‬
َ َ َ َ ُ َ
ِ َ‫ُٰأويِل ٱَأللب‬ ِ ِ َّ ‫تَفعلُواْ ِمن خري يعلَمه ٱللَّه وَتز َّودواْ فَِإ َّن خري‬
‫ٰب‬ ْ َ‫َّقو ٰى َو َّٱت ُقون ي‬
َ ‫ٱلزاد ٱلت‬ ََ ُ َ َُ ُ َ َ َ
Artinya: “(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa
yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak
boleh berkata kotor (jorok), berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam
masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan,
niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik
bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang
berakal.” (QS Al-Baqarah [2] : 197).
Cara lain yang dapat ditempuh untuk pembinaan akhlak ini adalah
pembiasaan yang dilakukan sejak kecil dan berlangsung secara continue.
Berkenaan dengan ini Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa kepribadian
manusia itu pada dasarnya dapat menerima segala usaha pembentukan melalui
pembiasaan. Jika manusia membiasakan berbuat jahat, maka ia akan menjadi
orang jahat. Untuk ini Al-Ghazali menganjurkan agar akhlak diajarkan, yaitu
dengan cara melatih jiwa kepada pekerjaan atau tingkah laku yang mulia. Jika
seseorang menghendaki agar ia menjadi pemurah, maka ia harus dibiasakan
dirinya melakukan pekerjaan yang bersifat pemurah, hingga murah hati dan
murah tangan itu menjadi bi’atnya yang mendarah daging.

18
Dalam tahap-tahap tertentu, pembinaan akhlak, Khusunya akhlak lahiriah
dapat pula dilakukan dengan cara paksaan yang lama-kelamaan tidak lagi
terasa dipaksa. Seseorang yang ingin menulis dan mengatakan kata-kata yang
bagus misalnya, pada mulanya ia harus memaksakan tangan dan mulutnya
menuliskan atau mengatakan kata-kata dan huruf yang bagus. Apabila
pembinaan ini sudah berlangsung lama, maka paksaan tersebut sudah tidak
terasa lagi sebagai paksaan.
Cara lain yang tak kalah ampuhnya dari cara-cara di atas dalam hal
pembinaan akhlak ini adalah melalui keteladanan. Akhlak yang baik tidak
dapat dibentuk hanya dengan pelajaran, instruksi dan larangan, sebab tabi’at
jiwa untuk menerima keutamaan itu tidak cukup dengan hanya seorang guru
mengatakan kerjakan ini dan jangan kerjakan itu, menanamkan sopan-santun
memerlukan pendidikan yang panjang dan harus ada pendekatan yang lestari.
Pendidikan itu tidak akan sukses, melainkan jika disertai dengan pemberian
contoh teladan yang baik dan nyata. Cara yang demikian itu telah dilakukan
oleh Rasulullah SAW. Keadaan ini dinyatakan dalam ayat yang berbunyi:

‫ٱألخَر َوذَ َكَر ٱللَّهَ َكثِريا‬


ِ ‫ول ٱللَّ ِه ُأسوةٌ حسنَة لِّمن َكا َن يرجواْ ٱللَّه وٱليوم‬
َ َ ََ ُ َ َ ََ َ
ِ ‫لََّقد َكا َن لَ ُكم يِف رس‬
َُ
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.
Pembinaan akhlak secara efektif dapat pula dilakukan dengan
memerhatikan faktor kejiwaan sasaran yang akan dibina. Menurut hasil
penelitian para psikolog bahwa kejiwaan manusia berbeda-beda menurut
perbedaan tingkat usia. Pada usia anak-anak misalnya lebih menyukai kepada
hal-hal yang bersifat rekreatif dan bermain. Untuk itu ajaran akhlak dapat
disajikan dalam bentuk permainan. Hal ini pernah dilakukan oleh para ulama di
masa lalu. Mereka menyajkan ajaran akhlak lewat syair yang berisi sifat-sifat
Allah dan rasul, anjuran beribadah dan berakhlak mulia dan lain-lainnya. Syair
tersebut dibaca pada saat menjelang dilangsungknnya pengajian, ketika akan
melaksanakan shalat lima waktu, dan acara-acara peringatan hari-hari besar
Islam.26
26
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (136-142.

19
Dalam rangka menuju tercapainya manusia yang dicita-citakan,
berakhlakul karimah, maka diperlukan adanya usaha pembinaan dan dalam
usaha pembinaan itu, harus ada suatu tujuan yang jelas. Seorang pendidik yang
buiajksana, sudah tentu akan terus mencari metode alternative yang lebih
efektif dengan menerapkan dasar-dasar pendidikan yang berpengaruh dan
mempersiapkan anak secara mental dan moral, saintikal, spiritual dan etos
sosial, sehingga anak luas dan berkepribadian integral, dan beberapa metode itu
antara lain :
a. Keteladanan
Pendidikan dengan keteladanan berarti pendidikan dengan memberi
contoh, baik berupa tingkah laku, sifat, cara berpikir, dan sebagainya.
Banyak para ahli yang berpendapat bahwa pendidikan keteladanan
merupakan metode yang paling berhasil hal itu karena dalam belajar
orang pada umumnya, lebih mudah menangkap yang konkret ketimbang
yang abstrak. Metode yang tak kalah ampuhnya dalam hal pendidikan
dan pembinaan akhlak adalah melalui keteladanan. Akhlak yang baik
tidak dapat dibentuk hanya dengan pelajaran, instruksi dan larangan,
sebab tabiat jiwa untuk menerima keutamaan itu, tidak cukup dengan
hanya seorang guru mengatakan kerjakan ini dn jangan kerjakan itu.

b. Pembiasaan
Pembentukan pembiasaan ini menurut Wetherington melalui dua
cara, pertama, dengan cara pengulangan dan kedua, disengaja dan
direncanakan. Jika melalui pendidikan keluarga pembentukan jiwa
keagamaan dapat dilakukan dengan menggunakan cara yang pertama,
maka melalui kelembagaan pendidikan cara yang kedua tampaknya akan
lebih efektif. Dengan demikian, pengaruh pembentukan jiwa keagamaan
pada anak di klembagaan pendidikan, baragkali banyak tergantung dari
bagaimana perencanaan pendidikan agama yang diberikan di sekolah
(lembaga pendidikan).
Tujuan utama dari pembiasaan ialah penanaman kecakapan-
kecakapan berbuat dan mengucapkan sesuatu, agar cara-cara yang tepat

20
dapat dikuasai oleh si terdidik. Bagi pendidikan manusia pembiasaan itu
mempunyai implikasi yang lebih mendalam daripada sekedar penanaman
cara-cara berbuat dan mengucapkan (melafadzkan). Pembiasaan ini harus
merupakan persiapan untuk pendidikan selanjutnya. Dan pendidikan
tidak usah berpegang teguh pada garis pembagian yang kaku.
c. Nasihat
Diantara metode dan cara-cara pendidik yang efektif didalam upaya
membentuk keimanan anak, mempersiapkan secara moral, psikis, dan
sosial adalah mendidiknya dengan memberi nasihat. Nasihat sangat
berperan dalam menjelaskan kepada anak tentang segala hakikat,
menghiasinya dengan moral mulia, dan mengajarinya tentang prinsip-
prinsip Islam. Maka tidak aneh bila kita dapati Al-Qur’an menggunakan
metode ini dan berbicara kepada jiwa dengan nasihat.
Karena itulah para pendidik hendaknya memahami hakikat dan
metode Al-Qur’an dalam upaya memberikan nasihat, petunjuk, dan
dalam membina anak-anak kecil sebelum dan sesudah dewasa secara
spiritual, moral, dan sosial sehingga mereka menjadi anak-anak yang
baik, sempurna, berakhlak, berfikir dan berwawasan matang.
d. Latihan
Sebagian ulama salaf menuturkan bahwa ilmu itu dapat bertambah
dan semakin kuat jika diamalkan dan akan berkurang jika tidak
diamalkan. Bertambahnya kekuatan ilmu itulah yang merupakan hakikat
pendidikan. Islam dan perkembangan psikologi manusia yang telah
dibuktikan melalui berbagai eksperimen.
Pada dasarnya, aplikasi ilmu merupakan pendukung kebenaran ilmu
itu sendiri serta penentu keberterimaan pencarian ilmu itu di sisi Allah.
Tujuan ini akan menjadi gambaran bagi anak didik untuk memahami
berbagai masalah yang tengah dipelajarinya sehingga rinciannya lebih
luas, dampaknya lebih dalam, dan manfaatnya lebih banyak bagi
hidupnya.
Dampak edukatif dari latihan ini dapat dijadikan tolak ukur dalam
memantau kesempurnaan hafalan dan pelaksanaan ibadah. Melalui

21
metode tersebut, kita dapat membiasakan anak-anak didik untuk teliti dan
menetapkan kesimpulan yang benar. Dalam hal ini, setiap anak didik
mengerjakan tugas-tugasnya di hadapan pendidiknya untuk kemudian
pendidik meluruskan setiap kekeliruan yang dilakukan anak didik.
e. Hukuman
Hukuman dan hadiah atau pemberian tsawab (pahala) dan iqab
(siksa) , yang tujuan pokoknya untuk membangkitkan perasaan tanngung
jawab manusia didik. Efektivitas ini terletak pada hubungannya dengan
kebutuhan individual.
Para ahli pikir Islam dalam bidang pendidikan telah memberikan
pandangan tentang penerapan hukuman untuk mendidik anak. Hukuman
yang edukatif adalah pemberian rasa nestapa pada diri anak didik akibat
dari kelalaian perbuatan atau tingkah laku yang tidak sesuai dengan tata
nilai yang diberlakukan dalam lingkungan hidupnya.
Hukuman tidak usah selalu hukuman badan. Hukuman biasanya
membawa rasa tidak enak, menghilangkan jaminan dan perkenan dan
kasih sayang. Hal mana yang tak diinginkan oleh anak. Ini mendorong
anak untuk selanjutnya tidak berbuat lagi. Tetapi seperti disebutkan
diatas anak-anak biasanya bersifat pelupa. Oleh karena itu tinjaulah
dengan seksama perbuatan-perbuatannya, bilakah pantas untuk dihukum.
Hukuman menghasilkan pula disiplin. Pada taraf yang lebih tinggi, akan
menginsafkan anak didik,. Berbuat baik atau tidak berbuat bukan karena
takut akan hukuman, melainkan karena keinsafan sendiri.
Sebagaimana uraian tersebut, agar dalam menerapkan pembinaan
akhlak dapat berjalan secara efektif perlu dilakukan dengan
memperhatikan faktor kejiwaan sasaran yang akan dibina. Menurut hasil
penelitian psikolog bahwa kejiwaan manusia berbeda-beda menurut
perbedaan tingkat usia. 27
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembinaan akhlakul karimah
Setiap manusia itu memiliki sifat yang berbeda-beda dan sifat-sifat itu
dapat berubah-ubah setiap saat, terkadang timbul sifat-sifat yang baik dan
27
Ika Putri Arifani, “Strategi Pembinaan Akhlaqul Karimah Siswa di Madrasah Aliyah Negeri
Buduran Sidoarjo,” 12-19.

22
terkadang timbul sifat buruk, hal itu terjadi karena ada beberapa faktor yang
mempengaruhi diantaranya faktor internal dan eksternal:
a. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang datang dari diri sendiri yaitu fitrah
yang suci yang merupakan bakat bawaan sejak manusia lahir dan
mengandung pengertian tentang kesucian anak yang lahir dari pengaruh-
pengaruh luarnya. Setiap anak yang lahir ke dunia ini telah memiliki naluri
keagamaan yang nantinya akan mempengaruh dirinya seperti unsur-unsur
yang ada dalam dirinya yang turut membentuk akhlak atau moral,
diantaranya adalah:
1) Instink (naluri)
Instink adalah kesanggupan melakukan hal-hal yang kompleks tanpa
latihan sebelumnya, terarah pada tujuan yang berarti bagi si subyek, tidak
disadari dan berlangsung secara mekanis. Ahli-ahli psikologi
menerangkan berbagai naluri yang ada pada manusia yang menjadi
pendorong tingkah lakunya, diantaranya naluri makan, naluri berjodoh,
naluri keibu-bapakan, naluri berjuang, naluri bertuhan dan sebagainya.
2) Kebiasaan
Salah satu faktor penting dalam pembinaan akhlak adalah kebiasaan
atau adat istiadat. Yang dimaksud kebiasaan adalah perbuatan yang selalu
diulang-ulang sehingga menjadi mudah dikerjakan. Kebiasaan dipandang
sebagai fitrah yang kedua setelah nurani. Karena 99% perbuatan manusia
terjadi karena kebiasaan. Misalnya makan, minum, mandi, cara berpakaian
itu merupakan kebiasaan yang sering diulang-ulang.
3) Keturunan
Ahmad Amin mengatakan bahwa perpindah sifat-sifat tertentu dari
orang tua kepada keturunannya, maka disebut al-Waratsah atau warisan
sifat-sifat. Warisan sifat orang tua terhadap keturunannya, ada yang
sifatnya langsung dan tidak langsung. Artinya, langsung terhadap anaknya
dan tidak langsung terhadap anaknya.
4) Keinginan atau kemauan keras

23
Salah satu kekuatan yang berlindung di balik tingkah laku manusia
adalah kemauan keras atau kehendak. Kehendak ini adalah suatu fungsi
jiwaa untuk dapat mencapai sesuatu. Kehendak ini merupakan kekuatan
dari dalam. Itulah yang menggerakkan manusia berbuat dengan sungguh-
sungguh. Seseorang dapat bekerja sampai larut malam dan pergi untuk
menuntut ilmu di negeri yang jauh berkat kemauan keras. Demikianlah
seseorang dapat mengerjakan sesuatu yang berat dan hebat memuat
pandangan orang lain karena digerakkan oleh kehendak. Dari kehendak
itulah menjelma niat yang baik dan yang buruk, sehingga perbuatan atau
tingkah laku menjadi baik dan buruk karenanya.
5) Hati nurani
Pada diri manusia terdapat suatu kekuatan yang sewaktu-waktu
memberikan peringatan apabila tingkah laku manusia berada di ambang
bahaya dan keburukan. Kekuatan tersebut adalah “suara batin” atau “suara
hati” yang dalam bahasa arab disebut dengan “dhamir”. Fungsi hati nurani
adalah memperingati bahayanya perbuatan buruk dan berusaha
mencegahnya. Jika seseorang terjerumus melakukan keburukan, maka
batin merasa tidak senang, dan selain memberikan isyarat untuk mencegah
dari keburukan, juga memberikan kekuatan yang mendorong manusia
untuk melakukan perbuatan yang baik. Oleh karena itu, hati nurani
termasuk salah satu faktor yang ikut membentuk akhlak manusia.28
b. Faktor Eksternal
Yaitu yang berasal dari luar peserta didik, yang meliputi pendidikan
keluarga, pendidikan sekolah dan pendidikan lingkungan masyarakat. Salah
satu aspek yang turut memberikan saham dalam terbentuknya corak sikap dan
tingkah laku seseorang adalah faktor lingkungan.
Selama ini dikenal adanya tiga lingkungan pendidikan, yaitu lingkungan
keluarga, sekolah, dan masyarakat. Merupakan faktor yang berpengaruh
terhadap pembentukan perilaku atau akhlak remaja, dimana
perkembangannya sangat dipengaruhi faktor lingkungan, di antaranya:
1) Faktor pendidik
28
Firdaus “Membentuk Pribadi Berakhlakul Karimah Secara Psikologis” (Jurnal Al-Dzikra
Volume XI Nomor 1 Tahun 2017) ,71-74.

24
Pendidik adalah salah satu faktor pendidikan yang sangat penting,
karena pendidik itulah yang akan bertanggung jawab dalam pembentukan
pribadi anak didiknya. Terutama pendidikan agama ia mempunyai
pertanggung jawaban yang lebih berat dibandingkan dengan pendidik pada
umumnya, karena selain bertanggung jawab sebagai pembentukan pribadi
anak yang sesuai dengan ajaran Islam, ia juga bertanggung jawab tehadap
Allah SWT.
2) Faktor Lingkungan
Adalah suatu kenyataan bahwa pribadi-pribadi atau individu-individu,
sebagai bagian dari alam sekitarnya, tidak dapat lepas dari lingkungannya
itu. Bahkan beberapa ahli menyatakan bahwa individu tak akan berarti apa-
apa tanpa adanya lingkungan yang mempengaruhinya. Pernyataan ini
banyak mengandung kebenaran sebab lingkungan adalah segala sesuatu
yang melingkupi atau mengelilingi individu sepanjang hidupnya. Karena
luasnya pengertian “segala sesuatu” itu, maka dapat disebut bahwa baik
lingkungan fisik, lingkungan sosial, maupun lingkungan psikologi,
merupakan sumber pengaruh terhadap kepribadian seorang.
Lingkungan mempunyai peranan yang sangat penting terhadap berhasil
tidaknya pendidikan agama. Karena perkembangan jiwa peserta didik itu
sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungannya. Lingkungan akan dapat
memberi pengaruh yang positif maupun yang negatif terhadap pertumbuhan
jiwanya, dalam sikapnya, dalam akhlaknya maupun perasaan agamanya.
Pengaruh tersebut diantaranya datang dari teman-teman sebayanya dan dari
masyarakat sekitarnya. Hal ini sesuai dengan pendapatnya Prof Muchtar
Yahya dalam bukunya “Fannut Tarbiyah”, yang menyatakan sering meniru
diantara anak dengan temannya sangat cepat dan sangat kuat.
Dengan demikian, apabila manusia tumbuh dalam lingkungan yang
baik terdiri dari rumah yang teratur, sekolah yang maju dan teman yang
sopan, mempunyai undang-undang yang adil dan beragama dengan agama
yang benar, tentu akan menjadi orang yang baik. Sebaliknya dari itu tentu
akan menjadi orang yang jahat. Oleh karena itu, dalam bergaul harus
memiliki teman bergaulnya.

25
3) Faktor Orang tua
Keluarga menurut para pendidik merupakan lapangan pendidikan yang
pertama dan pendidiknya adalah orang tua. Orang tua (bapak dan ibu)
adalah pendidik kodrati. Mereka pendidik bagi anak-anaknya karena secara
kodrat ibu dan bapak diberikan anugerah oleh Tuhan Pencipta berupa naluri
orang tua. Karena naluri ini tumbuh rasa kasih sayang para orang tua kepada
anak-anak mereka, hingga secara moral keduanya merasa terbeban tanggung
jawab untuk merawat, mengawasi, melindungi serta membimbing keturunan
mereka.
Menurut Rasulullah SAW, fungsi dan peran orng tua bahwa mampu
untuk membentuk arah keyakinan anak-anak mereka. Menurut Beliau,
setiap bayi yang dilahirkan memiliki potensi untuk beragama, namun bentuk
keyakinan agama yang akan dianut anak sepenuhnya tergantung dari
bimbingan, penjagaan dan pengaruh kedua orang tua mereka.29

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian.
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang saya lakukan yaitu melalui pendekatan kualitatif, yaitu
penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan
fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai
metode yang ada. Dari sisi definisi lain dikemukakan bahwa hal itu
29
Ika Putri Arifani “Strategi Pembinaan Akhlaqul Karimah Siswa di Madrasah Aliyah Negeri
Buduran Sidoarjo,” 20-24.

26
merupakan penelitian yang memanfaatkan wawancara terbuka untuk menelaah
dan memahami sikap, pandangan, perasaan, dan perilaku individu atau
sekelompok orang.30
Menurut Williams bahwa penelitian kualitatif adalah pengumpulan data
pada suatu latar alamiah, dengan menggunakan metode alamiah, dan
dilakukan oleh orang atau peneliti yang tertarik secara alamiah.
Alasan dari peneliti mengambil pendekatan kualitatif adalah karna
peneliti berpendapat bahwasanya penelitian kualitatif itu sangat menarik untuk
di teliti dan dikaji didalam jenis yang saat ini saya gunakan, yakni metode
deskriptif, penelitian deskriptif merupakan penelitian yang lebih banyak atau
masih dipengaruhi oleh paradigma positivistik, kendati ini dominan
menggunakan paradigma fenomenologis.31Dan berupa kata-kata, gambar, dan
buka angka-angka. Hal ini disebabkan oleh adanya penerapan metode
kualitatif.32
2. Kehadiran peneliti
Didalam penelitian, peneliti sebagai instrument sekaligus orang yang
mengumpulkan data. Moleong berpendapat kedudukan peneliti didalam
penelitian kualitatif ini sangat lah rumit, ia sekaligus merupakan perencana,
pelaksana dan pengumpulan data, analisis, dan penafsir data dan pada ahirnya
akan menjadi pelapor hasil yang sudah diteliti.33
Untuk mendapatkan sebuah data yang banyak maka peneliti harus
langsung terjun ke lapangan. Peran peneliti yaitu sebagai instrument utama
dalam proses mengumpulkan data. Peneliti mengamati dan berdialog secara
langsung dengan elemen-elemen yang bersangkutan. Sebagai pengamat
observasi, peneliti mengamati aktifitas guru dalam melaksanakan pembinaan
akhlakul karimah pada siswa di MI Nurut-Taufiq. Selain mengamati guru
dalam melakukan strateginya peneliti juga mengamati anak dalam mengikuti
strategi yang sudah guru lakukan. Karna nantinya peneliti akan menjadi
partisipan artinya peneliti akan terlibat langsung dalam melakukan strategi
dari guru. Jika peneliti tidak dilibatkan maka data yang akan didapatkan oleh
30
Lexy J. Moleong .Metodologi Penelitian Kualitatif ( Bandung PT. Remaja Rosdakarya ), 5.
31
Burhan Bungin,Penelitian Pendidikan,(Jakarta: Kencana Prenada Media Group,2021), 68.
32
Lexy J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif, 11.
33
Ibid,. 163.

27
peneliti tidak akan manjadi maksimal atau relative. Maka dari itu kehadiran
peneliti sangat penting dalam melaksanakan kegiatan karna kedalaman dan
ketajaman dalam melakukan analisis data tergantung oleh peneliti.
Waktu peneliti gunakan yaitu beragam dan direncanakan secara
sistematis, terkadang pada saat suasana santai, bahkan kadang suasananya
resmi. Yang dianggap dapat mendukung proses pembelajaran pada anak MI.
3. Lokasi Peneliti
Lokasi peneliti yang diambil dalam penelitian ini adalah MI Nurut-
Taufiq Desa Panglegur, Kecamatan Tlanakan, Kabupaten Pamekasan. Adapun
alasan kenapa peneliti memilih lokasi tersebut yaitu karna lokasinya yang
mudah untuk di jangkau yang terletak di pinggir jalan serta peneliti ingin
mengetahui lebih mendalam mengenai strategi yang di gunakan oleh guru di
MI Nurut Taufiq. Pengetahuan tentang strategi ini menjadi sangat penting
sebagai pedoman dan bekal bagi seorang pendidik di lembaga-lembaga lain.
Selain itu, kualitas pembinaan akhlak di lembaga tersebut sangat efektif
sehingga mampu merubah perilaku anak didik menjadi lebih baik dari
sebelumnya.
4. Sumber data
Sumber data adalah sebuah subjek dari mana data akan diperoleh. Maka
dari pengertian diatas data akan diperoleh dari guru. Dan sumber tersebut
disebut sebagai responden jika penelitiannya menggunakan observasi atau
wawancara dalam mengumpulkan data. Yang dimaksud dengan responden
adalah orang yang menjawab semua pertanyaan yang sudah diajukan oleh
peneliti baik pertanyaan dengan cara tertulis atau menggunakan lisan.
Sedangkan data lainnya akan didapatkan melalui dokumentasi yang
berhubungan dengan pembinaan akhlakul karimah pada siswa di MI Nurut-
Taufiq Ds. Panglegur, Kecamatan Tlanakan, Kabupaten Pamekasan.
a. Data primer
Data primer merupakan sumber data utama dalam penelitian
kualitatif yang berupa kata-kata serta tindakan. Data yang didapat dan
dikumpulkan langsung diperoleh dilapangan dari sumber asli oleh orang

28
yang melakukan penelitian tersebut.34 Dalam hal ini yang menjadi
sumber penelitian tersebut adalah guru/tenaga pendidik kelas 3.
b. Data sekunder
Data sekunder merupakan data yang di peroleh dari sumber bacaan
dan segala macam dari sumber lainnya.35 Dalam hal ini, sumber data
sekunder yang di perlukan adalah peneliti mengambil beberapa dokumen
pribadi, dan dokumen resmi. Sedangkan sumber data sekunder yang
digunakan penulis dalam penelitian ini adalah terdiri atas dokumen-
dokumen sebagai berikut:
1) Sejarah berdirinya MI Nurut-Taufiq Ds. Panglegur Kec. Tlanakan
Kab. Pamekasan.
2) Letak Geografis MI Nurut-Taufiq Ds. Panglegur Kec. Tlanakan Kab.
Pamekasan
3) Struktur Organisasi MI Nurut-Taufiq Ds. Panglegur Kec. Tlanakan
Kab. Pamekasan.
4) Data Guru, pegawai dan santri MI Nurut-Taufiq Ds. Panglegur Kec.
Tlanakan Kab. Pamekasan.
5) Sarana dan Prasarana MI Nurut-Taufiq Ds. Panglegur Kec. Tlanakan
Kab. Pamekasan.
5. Prosedur pengumpulan data
Dalam rangka memperoleh data dalam suatu penelitian perlu
memperhatikan dalam memilih dan menentukan metode pengumpulan data
yang akan digunakan dalam penelitian agar tepat dan sesuai.
Supaya data yang diperoleh dalam penelitian ini sesuai dengan adanya
suatu masalah yang terjadi di lapangan, maka perlu adanya prosedur
pengumpulan datanya, adapun metode pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu, observasi, wawancara dan dokumentasi, berikut ini
diuraikan terkait dengan prosedur pengumpulan data:
a. Metode Observasi
Observasi adalah dasar dari semua ilmu pengetahuan. Para peneliti
hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia nyata
34
Mahmud, Metode Penelitian Pendidikan, 146,
35
Lexy J, Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 24.

29
yang diperoleh melalui observasi. Melalui observasi, peneliti belajar
tentang prilaku, dan makna dari perilaku, dan makna prilaku tersebut.
Adapun macam-macam observasi yaitu:
1) Observasi Partisipatif
Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari
orang yang sedang diamati atau digunakan sebagai sumber data
penelitian. Sambil melakukan pengamatan peneliti
2) Observasi Terus Terang atau Samar
Dalam hal ini, peneliti dalam melakukan pengumpulan data
menyatakan terus terang kepada sumber data, bahwa ia sedang
melakukan penelitian.
3) Observasi tak berstruktur
Observasi tak terstruktur adalah observasi yang tidak
dipersiapkan secara sistematis tentang apa yang akan
diobservasi.36Jadi obeservasi yang dilakukan oleh peneliti yaitu
partisipasi pasif dan observasi terus terang atau samar. Penulis
menjadi peneliti sepenuhnya, artinya peneliti tidak terlibat langsung,
peneliti hanya mengamati saja tanpa harus berperan langsung dalam
sebuah kegiatan.
b. Metode Wawancara
Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi
dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan dalam suatu
topik tertentu. Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data
apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan
permasalahan yang harus diteliti. Macam-macam wawancara, yaitu:
1) Wawancara Terstruktur
Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan
data, bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti
tentang informasi apa yang akan diperoleh. Data yang digunakan
berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya telah
disiapkan.

36
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,226-227.

30
2) Wawancara Semiterstruktur
Wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan
secara terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat
dan ide-idenya. Dalam melakukan wawancara peneliti perlu
mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang yang dikemukakan
oleh informan.
3) Wawancara tak terstruktur
Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas dimana
peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersususn
secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman
wawancara yang digunakan hanya berupa garis besar permasalahan
yang akan ditanyakan.37
Pada penelitian ini wawancara yang akan digunakan oleh peneliti
yaitu wawancara semi terstruktur. Peneliti menyusun dahulu
pertanyaan-pertanyaan yang akan di jadikan bahan untuk wawancara.
Tujuannya adalah untuk dapat menghindari terjadinya kesalahan dalam
memperoleh data, karena dalam wawancara semi terstruktur ini masih
bisa ada jawaban atau pertanyaan lain diluar dari pedoman wawancara
yang sudah dibuat.
c. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.
Dokumentasi bisa berupa tulisan, gambar, atau karya-karya monumental
dari.38Dokumentasi yang digunakan oleh peneliti yaitu dengan cara
mengambil kumpulan data yang ada dikantor MI Nurut-Taufiq Ds.
Panglegur, Kec. Tlanakan Kab. Pamekasan, maupun dokumen lainnya
seperti RPPH, RPPM, PROSEM, PROTA serta dokumentasi pada proses
pelaksanaan pembiasaan praktek keagamaan disekolah, hal tersebut
sebagai bukti bahwa peneliti turun langsung ke lapangan untuk meneliti.
6. Analisis data
Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja
dengan data, mengorganiasikan data, memilah-milah menjadi satuan yang
37
Ibid., 231-234.
38
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, 124.

31
dapat dikelola, mensintensiskan data, mencari dan menemukan pola,
menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa
yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang
lain.39
Analisis data dilapangan menurut model Miles and Huberman ada tiga
langkah yaitu, sebagai berikut:
a. Reduksi Data
Reduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dan dicari tema dan polanya.
Data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas,
dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data, dan
mencarinya bila diperlukan. Reduksi dapat dibantu dengan peralatan
elektronik. Dalam mereduksi data, setiap peneliti akan dipandu oleh tujuan
yang akan dicapai. Reduksi data merupakan proses berfikir sensitif yang
memerlukan kecerdasan dan keluasan serta kedalaman wawasan yang
tinggi, dalam melakukan reduksi data dapat mendiskusikan pada teman
atau orang lain yang dipandang ahli.
Dalam melakukan reduksi data dipenelitian ini, langkah yang akan
diambil oleh peneliti yaitu memilah data dari hasil wawancara, observasi,
dan dokumentasi. Dari beberapa data yang diperoleh oleh peneliti dari
hasil pengumpulan data baik dari wawancara, observasi dan dokumentasi,
akan dipilih data yang dibutuhkan oleh peneliti dan sesuai dengan konsep
penelitian. Peneliti hanya memilih data dari hasil wawancara, observasi,
dan dokumentasi secara garis besar dan yang menjadi pokok penting suatu
permasalahan.
b. Penyajian Data
Penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan,
hubungan antar kategori, dan sejenisnya.Yang paling sering digunakan
untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang
bersifat narasi. Dengan mendisplay data, maka akan memudahkan untuk

39
Lexy J. Moleong, Metodelogo Penelitian Kualitatif, 248.

32
memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan
apa yang dipahami.
Setelah melakukan reduksi data, memilah-milah data dari hasil
wawancara, observasi, dan dokumentasi, peneliti menyajikan data atau
menyederhanakan data yang diperoleh tersebut. Dalam proses penyajian
data ini peneliti menyederhanakan hasil wawancara dari beberapa sumber,
kemudian peneliti memilah data dari hasil wawancara, observasi, dan
dokumentasi. Dalam penyajian data nantinya bisa berupa, uraian singkat,
tabel atau bagan dan sejenisnya. Dengan demikian, dengan adanya
penyajian data ini dapat dipahami dengan mudah oleh pembaca.
c. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi
Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan
akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung
tahapan pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang
dikemukakam pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan
konsistensaat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka
kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah temuan baru yang
sebelumnya belum pernah ada.Temuan dapat berupa deskripsi atau
gambaran suatu objek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap
sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atu
interaktif, dan hipotesis atau teori.40
7. Pengecekan Keabsahan Data
Keabsahan data merupakan konsep penting yang diperbaharui dari konsep
kesahihan (validitas) dan keandalan (reabilitas) menuurt versi ‘postivisme’
dan disesuaikan dengan tuntutan pengetahuan, criteria dan paradigmanya
sendiri.
Adapun teknik-teknik yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut:
a. Perpanjangan keikutsertaan
Dengan keikut sertaan peneliti sangat menentukan dalam
pengumpulan data. Dengan keikut sertaan tersebut tidak hanya dilakukan

40
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif R&D, 246-253.

33
dalam waktu yang sangat singkat, akan tetapi memerlukan perpanjangan
keikut sertaan pada latar penelitian. 41 Dengan perpanjangan keikut sertaan
dilakukan dengan memperpanjang waktu peneliti. Dengan memperpanjang
keikutsertaan dalam penelitian akan memungkinkan adanya peningkatan-
peningkatan derajat kepercayaan data yang dikumpulkan karna
perpanjangan keikutsertaan dalam penelitian akan banyak memperoleh dan
dapat menguji ketidak benaran informasi.
b. Ketekunan pengamatan
Ketekunan atau kejagaan pengamatan berarti mencari konsiten
interprestasi dengan berbagai cara dalam kaitan dengan proses analisis
yang konstan atau tentative. Dalam hal ini maksud perpanjangan dari
keikutsertaan memungkinkan peneliti terbuka terhadap pengaruh ganda
yang faktor-faktor kontekstual dan pengaruh bersama pada peneliti dan
subjek yang ahirnya mempengaruhi fenomena yang akan diteliti.42 Peneliti
hendaknya mengadakan pengamatan dengan secara teliti dan rinci secara
berkesinambungan terhadap faktor-faktor yang akan menonjol serta tidak
adanya kesalah fahaman antara peneliti dan yang meneliti.
c. Trianggulasi
Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu dalam hal ini
terdapat empat macam triangulangi sebagai tekhnik pemeriksaan yang
memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori.
Trianggulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek
kembali derajat kepercayaan suatu informan yang diperoleh melalui waktu
dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Hal itu dapat dicapai
dengan:
1) Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
2) Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan
apa yang dikatakannya secara pribadi.

41
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 327.
42
Ibid,. 329.

34
3) Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi
penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.
4) Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai
pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa,orang
berpendidikan menengah atau tinggi,orang berada,orang
pemerintahan.
5) Membandingkan hasil wawancara dengan isis suatu dokumen yang
berkaitan.
Trianggulasi dengan metode, pada trianggulasi metode terdapat dua
strategi yaitu:penegecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian
beberapa tehnik pengumpulan data dan pengecekan derajat kepercayaan
beberapa sumber data dengan metode yang sama.
Trianggulasi penyidik, trianggulasi jenis ketiga ini yaitu dengan jalan
memanfaatkan peneliti atau pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan
kembali derajat kepercayaan data. Selain itu juga bisa menggunakan cara
membandingkan hasil pekerjaan seorang analis dengan analisis lainnya.
Trianggulasi dengan teori, menurut Lincoln dan Guba, berdasarkan
anggapan bahwa fakta tidak dapat diperiksa derajat kepercayaannya
dengan satu atau lebih teori. Di pihak lain, patton berpendapat bahwa hal
itu dapat dilaksanakan dan hal itu dinamakannya penjelasan banding.43
Jadi trianggulasi adalah cara terbaik untuk menghilangkan perbedaan
kontruksi kenyataan yang ada dalam konteks suatu studi sewaktu
mengupulkan data tentang berbagai kejadian dan hubungan dari berbagai
pandangan. Maka berkenaan dengan penelitian ini peneliti menggunakan
trianggulasi yang palinf banyak di gunakan oleh peneliti lainnya yaitu
pemeriksaan melalui sumber lainnya.
8. Tahap-Tahap Penelitian
Tahap-tahap penelitian yang telah ditempuh dalam penelitian ini
dikategorikan menjadi tiga tahap, yaitu tahap pra-lapangan, tahap pekerjaan
lapangan, serta tahap penyusunan laporan.
a. Tahap Pra-Lapangan

43
Ibid.,331

35
Tahap pra-lapangan merupakan tahap yang harus dilakukan oleh
peneliti yakni rancangan peneliti yang merupakan kegiatan dan
pertimbangan.44
b. Tahap Pekerjaan Lapangan
Lapangan dibagi atas tiga tahap, yang pertama memahami latar
belakang penelitian serta Persiapan diri, yang kedua memasuki lapangan,
yang ketiga berperan sekaligus mengumpulkan data.45
c. Tahap Penyusunan Laporan
Pada tahap ini peneliti menyusun hasil penelitiannya, menyusun data
yang diperoleh dari lapangan yaitu melalui observasi, wawancara,
dokumentasi kemudian di analisis serta disimpulkan menjadi karya ilmiah,
yaitu berupa laporan hasil penelitian dengan mengacu pada pedoman
penulisan karya ilmiah institut Agama Negeri Madura. Kemudian karya
ilmiah yang telah disusun akan dikonsultasikan pada dosen pembimbing
yang telah di tunjuk dan dapat persetujuan, untuk dapat dikoreksi dan
disetujui untuk merealisasikan ujian skripsi.

B. Sistematika Pembahasan
Dalam penelitian ini, penulis menyusun sistematika pembahasan sebanyak tiga
bab agar mudah untuk menjadi bahan kajian bagi peneliti yang lain, yaitu sebagai
berikut:
Pada bab pertama berisi pendahuluan, yang terdiri dari judul Proposal Skripsi,
Konteks Penelitian, Fokus Peneltian, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian,
Definisi Istilah, dan Kajian Penelitian Terdahulu. Pada bab ini, penting bagi
peneliti untuk menjelaskan tentang latar belakang penelitian dan fokus penelitian
yang akan diteliti.
Pada bab kedua berisi tentang kajian teori yang terdiri dari Pengertian
Pembinaan Akhlakul karimah, Dasar-dasar Pembinaan Akhlakul karimah, Metode
Pembinaan Akhlakul karimah, dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembinaan
Akhlakul karimah, di dalam kajian teori tersebut merupakan poin-poin penting

44
Lexy J, Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, 127.
45
Ibid,. 137.

36
yang perlu peneliti bahas sehingga bisa menghasilkan sebuah kesimpulan dari
fokus penelitian.
Pada bab ketiga berisi tentang metode penelitian yang terdiri dari Pendekatan
dan Jenis Penelitian, Kehadiran Peneliti, Lokasi Penelitian, Sumber Data,
Prosedur Pengumpulan Data, Analisis Data, Pengecekan Keabsahan Data. Tahap-
Tahap Penelitian.
C. Ountline Penelitian
1. Judul Penelitian
2. Konteks Penelitian
3. Fokus Penelitian
4. Tujuan Penelitian
5. Kegunaan Penelitian
6. Definisi Istilah
7. Kajian Penelitian Terdahulu
8. Kajian Teori
a. Pembinaan Akhlakul karimah
1) Pengertian Pembinaan
2) Pengertian Akhlakul karimah
b. Dasar-dasar Pembinaan Akhlakul karimah
c. Metode Pembinaan Akhlakul karimah
1) Keteladanan
2) Pembiasaan
3) Nasihat
4) Latihan
5) Hukuman
d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembinaan Akhlakul karimah
1) Faktor Internal
a. Instink
b. Kebiasaan
c. Keturunan
d. Keinginan dan Kemauan Keras
e. Hati Nurani

37
2) Faktor Eksternal
a. Faktor Pendidik
b. Faktor Lingkungan
c. Faktor Orang Tua
9. Metode Penelitian
a. Pendekatan dan Jenis Penelitian
b. Kehadiran Peneliti
c. Lokasi Penelitian
d. Sumber data
e. Prosedur Pengumpulan Data
f. Analisis Data
g. Pengecekan Keabsahan Data
h. Tahap-Tahap Penelitian

BAB IV
PAPARAN DAN TEMUAN HASIL PENELITIAN

A. Paparan Data Peneliti


1. Latar Belakang Objek Penelitian
a. Sejarah Singkat MI Nurut-Taufiq
MI Nurut-Taufiq berdiri pada tahun 1990
b. Letak Geografis
MI Nurut-Taufiq terletak di Dsn. Pandan Ds. Panglegur Kec. Tlanakan
Kab. Pamekasan.
c. Visi dan Misi
1) Visi MI Nurut-Taufiq
Madrasah Ibtidaiyah Nurut-Taufiq mempunyai visi pendidikan yang
mampu mencetak generasi yang berkualitas dan berakhlaqul
karimah.
2) Misi Madrasah Ibtidaiyah Nurut-Taufiq yaitu

38
1) Menyelenggarakan pendidikan secara efeketif, sehingga siswa
berkembang secara maksimal
2) Menumbuhkan budaya islami dan hidup sehat.
3) Mewujudkan system pendidikan berkualitas guna tercapainya
siswa yang berakhalkul mulia, kreatif, inovatif dan menguasai
ilmu pengetahuan dan tehnologi.
4) Mencetak lulusan yang berkualitas dengan cara meningkatkan
profesionalisme guru, sarana dan rasarana yang memadai.
5) Membangun kerjasama antara pengelola yang transparan dan
akuntibilitas.
d. Tujuan Madrasah
1) Menyiapkan peserta didik menjadi insan yang beriman daan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia dan
berbudi pekerti luhur.
2) Lulusan dari madrasah di terima di SMP Negeri Favorit.
3) Terciptanya madrasah yang asri dan berbudaya islami.

e. Kondisi Objek
Kondisi objek ini sangat penting diketahui oleh semua pihak
utamanya instansi atau dinas yang terkait dalam mengevaluasi
pelaksanaan pendidikan madrasah tertentu, dengan cara mengaitkan
kondisi fasilitas yang tersedia seperti data siswa, data guru, sarana dan
prasarana, perangkat madrasah, keadaan sosial ekonomi orang tua
siswa, taraf kesadaran orangtua dalam pendiidkan, geografis, fasilitass,
kondisi lingkungan madrasah dan dewan madrasah. Kondisi objek
tersebut akan besar pengaruhnya dalam melaksanakan sebuah
pembelajaran.
1) Data Siswa Tahun Pelajaran 2021

Tabel 1
Daftar Siswa

39
Salah satu komponen dalam pwndidikan adalah peserta didik, karna dengan
adanya pserta didik akan berlangsung proses belajar mengajar. Berikut tabel
peserta diidk MI Nurut-Taufiq:

KELAS JUMLAH SISWA L P TOTAL


1 14 8 6 14
2 7 5 2 7
3 12 9 3 12
4 16 10 6 16
5 10 4 6 10
6 9 8 1 9

2) Data Guru

Tabel II
Data Guru
Salah satu yang menjadi syarat mutlak dalam proses belajar mengajar adalah
adanya seorang guru. Selama poses pembelajaran berlangsung, guru mempunyai
peran yang sangat penitng dalam mewujudkan visi dan misi lembaga pendidikan.
Berikut tabel guru-guru MI Nurut-Taufiq:

No Nama L/P JABATAN PENDIDIKAN TAHUN


TERAKHIR MASUK
Fathor Rasyi, S.Pd.I L Kepala Sekolah S1
Sitti Maryamah, S.Pd.I P BENDAHARA S1
Moh. Ali Zarkasyi L S1
S,Pd.I
Moh. Sobri, S.Pd.I S1
Hafsah, S.Pd.I S1

40
Tuhzirul Mizan, S.Pd.I S1
Tumina sari, S.Pd.I S1
Muhammad Niman, S1
S.Pd.I
Hairus Saleh, MA S2
Usmaniyah, S.Pd. S1
Mulyadi S1
Abd Ghafur, S.Pd.I S1
Hosnol Hotimah Dian S1
Agustiningsih, S.Pd.I

3) Data Sarana dan Prasarana

TABEL III
Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana adalah penunjang untuk mendukung kelancaran proses
belajar mengajar. Sarana dan prasaran yang lengkap akan mempengaruhi proses
pembelajaran di sekolah dan akan berdampak pada kemajuan dan kualitas anak
didik. Oleh sebab itu sarana dan prasrana haruslah tersedia dan memadai dalam
sebuah lembaga. Berikut tabel sarana dan prasana di MI Nurut-Taufiq:

41
N NAMA JUMLAH
O
1 Luas tanah seluruhnya 850 m2
2 Jumlah ruangan belajar 6
2. Pembahasan
3 Ruang kantor 1
a. Strategi
4 Ruang kepala MI Nurut-Taufiq 1
Pembinaan
5 Ruang guru 1 akhlakul
6 Perpustakaan 1 karimah pada
7 Musholla 1 siswa di MI
8 Kamar mandi guru 1 Nurut-Taufiq
9 Kamar mandi siswa 1 Tujuan
10 Toilet/Wc 1 pembinaan

11 Kantin siswa 1 akhlak menjadi

12 Tempat parker guru 1 prioritas utama


dalam
13 Proyektor 1
mewujudkan
14 Papan tulis 6
generasi
15 Computer & laptop 2
unggul dan
16 Printer 1
berprestasi.
17 Wastafel 3
Inilah yang
menjadi harapan terbesar suatu lembaga yang ingin menjadikan siswa
sebagai generasi yang unggul. Sebagaimana pernyataan dari ketua
yayasan Nurut-Taufiq yakni Hairus Saleh MA:
“Dengan adanya pembinaan akhlakul karimah dalam suatu lembaga
menjadi sangat penting karna akhlak menjadi control terhadap
intelektualitas seseorang jika intelektual brkembang tanpa etika itu
akan menghancurkan tatanan sosial, dan tatanan hidup yang lain”.46
Gambaran perilaku yang baik dapat dilihat dari perilaku atau
aktivitas-aktivitas anak didik, terutama aktivitas ibadah semakin
tingggi keimanan seesorang maka akan terlihat pula semakin tinggi

46
Hasil wawancara dengan Ketua Yayasan Nurut-Taufiq, Hairus Saleh (Rabu, 02
Februari 2022, 13:07 WIB) di MI Nurut-Taufiq.

42
pula semangatnya dalam beribadah dan semakin baik budi pekertinya.
Dengan demikian, maka dalam rangka mencetak generasi islami maka
pembinaan akhlak di mi nurut-taufiq menjadi sangat penting sehingga
pembinaan akhlak di MI Nurut-taufiq dilengkapi dengan fasilitas yang
memadai, sehingga Mi nurut-taufiq memiliki harapan dan tujuan
dalam mewujudkan generasi-generasi unggul yang berakhlakul
karimah yang dapat di realisasikan dalam lingkungan keluarga dan
masyaarakat. Selain dengan lengkapnya fasilitas di MI Nurut-Taufiq
sebagai penunjang pembinaan akhlak, untuk dapat mewwujudkannya
maka guru-guru MI Nurut-Taufiq mempunyai strategi-strategi dalam
pembinaan akhlak karena strategi tersebut dapat menghasilkan tujuan
yang diinginkan dalam sebuah lembaga pendidikan.
Pada penelitian ini penulis mengumpulkan data dengan
menggunakan sampel penelitian yaitu ketua yayasan, kepala sekolah,
waka kesiswaan, guru aqidah akhlak dan beberapa siswa di MI Nurut-
Taufiq. Dalam pembinaan akhlakul karimah di MI Nurut-Taufiq
ilakukan dengan mengunakan beberapa strategi sebagai berikut:
1) Keteladanan
Apa tujuan menerapkan keteladanan sswa di MI Nurut-
taufiq?
Supaya siswa bias mencontoh sifat dan gerak-geriknya guur,
hal ini tentunya perlu keteladanan yang baik.
Oleh karena itu MI Nurut-Taufiq menerapkanbentuk-bentuk
keteladanan diantaranya:
a) Cara berpakaian
b) Etika dengan guru
c) Budaya 5 S (senyum, salim, sapa dan santun)
2) Pembiasaan
a) Pembacaan juz ‘amma sebelum masuk kelas di pagi
hari
Supaya siswa bias mempraktikkan ketika beraktivitas
diluar sekolah

43
Supaya lebih mencintai terhadap Al-Qur’an
Supaya lebih banyak dan terbiasa membaca Al-Qur’an
dan menghafalnya.
b) Ziarah wali tiap akhir tahun
c) Kebersihan
3) Nasehat
Supaya siswa selalu ingat tentang nasehat-nasehat baik yang
diberikan guru dan bias mempraktikkan dalam kesehariannya.
Supaya siswa lebih berhati-hati dalam beraktivitas baik di
sekolah ataupun di luar sekolah
Supaya siswa menjadi orang yang bermanfaat bagi dirinya dan
masyarakat di kemudian hari.
a) Melalui pembelajaran didalam kelas
4) Hukuman dan ganjaran
b)
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembinaan akhlakul karimah pada
siswa di MI Nurut-taufiq

44
D. Daftar Rujukan

Nata,Abuddin. Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2011.


Tafsir, Ahmad. Pendidikan Akhlak Karimah Berbasis Kultur Kepesantrenan.
Bandung: Alfabeta 2018.
Bungin, Burhan. Penelitian Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
2021.
Departemen Agama, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun
2007 Tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan. Jakarta:
Departemen Agama. 2007.
Emzi. Metodelogi Penelitian Kualitatif Analisi Data. Jakarta: Rajawali Press,
2010.
Juraini, Fatimah. Syarifah Habibah. Mislinawati. “Pembinaan Akhlak Terhadap
Siswa Dalam Proses Pembelajaran di SD Negeri Unggul Lampeneurut
Aceh Besar,” Jurnal Ilmiah Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP
Unsyiah Volume 3 Nomor 2 Tahun 2018.
Firdaus. “Membentuk Pribadi Berakhlakul karimah Secara Psikologis,” Jurnal al-
Dzikra Volume XI Nomor 1 Tahun 2017.
Setiawan, Halim. wanita, jilbab & akhlak. Jawa Barat: CV Jejak 2019.
Halimah. “Pelaksanaan Pembinaan Akhlak Siswa di SDIT Nurul Iman
Palembang.” Skripsi, Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang.
Hamka. Akhlaqul Karimah. Depok:Gema Insani. 2020.
Basri, Hasan. Haidar Putra Daulay. Ali Imran Sinaga. Pembinaan Akhlak Dalam
Menghadapi Kenakalan Siswa di Madrasah Tsanawiyah Bukhari Muslim

45
Yayasan Taman Perguruan Islam Kecamatan Medan Baru Kota Medan.
Jurnal, Volume 1 Nomor 4 Tahun 2017.
Assawqi, Hefdon. Pendidikan Akhlaqul Karimah Perspektif Ilmu Tasawuf. Jawa
Barat: Adab. 2021.
Helmawati. Pendidik Sebagai Model. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya 2017.
Sugianto, Hendi. Mawardi Djamaluddin. Pembinaan Al-akhlaq al-karimah
melalui Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Jurnal Volume 4 Nomor 1
Tahun 2021.
Putri Arifani, Ika. Strategi Pembinaan Akhlaqul Karimah Siswa di Madrasah
Aliyah Negeri Buduran Sidoarjo.
J. Moleong, Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung PT. Remaja
Rosdakarya. 2016.
Irwanto,M Zain. Muhammad Syahrul. Pendidikan Karakter Dalam Membentuk
Akhlak Karimah. Pasuruan: CV. Penerbit Qiara Media. 2021.
Mahmud. Metode Penelitian Pendidikan.
Vita Rufiani, Meiza. Pembinaan Akhlakul karimah Sebagai Upaya Perbaikan
Hasil Belajar Siswa Kelas IV di MI Hidayatul Mubtadi-ien Lirboyo Kota
Kediri. Skripsi, Institut Agama Islam Negeri Ponorogo.
Solichin, Moh Muchlis. Ilmu Akhlak & Tasawuf. Pamekasan Madura : STAIN
Pamekasan Press. 2009.
Rifqi, Muhammad. Pembinaan Akhlakul karimah Anak Melalui Kehidupan
Keluarga Yang Sakinah. Skripsi, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Wulandari, Sri. Pembinaan Akhlakul karimah Siswa Melalui Pembiasaan
Membaca Al-Qur’an Sebelum belajar.
Sugiyono. Metode Penelitian Kualitatif dan KuantitatifR&D. Bandung: Alfaabeta.
2008.
Manan, Syaepul. Pembinaan Akhlak Mulia Melalui Keteladanan Dan Pembiasaan.
Jurnal Pendidikan Agama Islam-Ta’lim Volume 15 Nomor 1 Tahun 2017.
Abdullah, Yatimin. Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an. Jakarta:Amzah,
2007.
Zurqoni. Menakar Akhlak Siswa. Jakarta: Ar-ruz Media. 2016.

46
47

Anda mungkin juga menyukai