Anda di halaman 1dari 15

PENDIDIKAN AGAMA DAN PENDIDIKAN KARAKTER

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Pendidikan islam Dalam Sisdiknas

DOSEN PEMBIMBING: ASWAN, S.Ag, MM

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 13

ASEP ROSANDI (1901020020)

ASRIANI RAMBE (1901020021)

RISMA KUMALASARI (1901020143)

PRODI : PAI SEMESTER VII

FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM DAAR AL ULUUM
ASAHAN-KISARAN
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan


rahmat serta hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga tugas makalah   ini dapat
terselesaikan dengan lancar dan tepat pada waktunya. Selanjutnya sholawat dan
salam kami kirimkan kepada nabi besar Muhammad SAW sebagaimana beliau
telah mengangkat derajat manusia dari alam kegelapan menuju alam yang terang
benderang.
Ucapan terima kasih kami berikan kepada Bapak Dosen Buya ASWAN,
S.Ag, MM Selaku dosen pengampu mata kuliah Pendidikan islam Dalam
Sisdiknas yang telah memberikan ilmu serta arahan pada tugas makalah ini.
Selanjutnya ucapan terima kasih kami berikan kepada teman-teman yang telah
mau bekerja sama dan memberikan bantuannya terhadap tugas ini, tanpa mereka
makalah ini juga tidak akan terselesaikan tepat pada waktunya. Harapan kami,
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya serta dapat menambah
pengetahuan dan pemahaman pada pembahasan makalah ini. Aamiin. Tentunya
masih banyak kesalahan pada tugas makalah ini yang mungkin kami tidak sadari,
oleh karena itu kritik dan saran bagi pembaca sangat kami harapkan guna
perbaikan tugas makalah-makalah selanjutnya.

Kisaran, Januari 2023


Penyusun

Kelompok 13

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1

A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................2

A. Pengertian karakter....................................................................................2
B. Problema Dan Pemberdayaan Pendidikan Agama....................................5
C. Manajemen Pembelajaran Dan Manajemen Kelembagaan.......................8
D. Kaitan Antara Pendidikan Agama Dan Pendidikan Karakter....................9

BAB III PENUTUP................................................................................................11

A. Kesimpulan ...............................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ajaran agama harus mengajarkan hal-hal yang baik kepada pemeluknya.
Meskipun memiliki prinsip doktrinal yang berbeda, setiap agama memiliki
doktrin atau pendidikan yang diusungnya. Islam adalah mayoritas yang
menempati wilayah Indonesia. Meski bukan agama tertua di Indonesia dalam
sejarah, namun masih banyak sejarah mengenai ajaran atau pendidikan yang
berasal dari Islam.
Dalam ukiran sejarah yang ada, para wali menyebarkan agama Islam
berkeliling untuk menyampaikan keyakinan bahwa agama Islam adalah
ajaran yang benar. Pendidikan yang diajarkan didasarkan pada sistem sekolah
asrama Islam. Di sana mereka tidak hanya mengajarinya ilmu pengetahuan,
tetapi juga nilai-nilai standar yang baik dan benar menurut ajaran Islam.
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi generasi bangsa
karena pembangunan bangsa ada di tangan generasi muda. Pendidikan bukan
hanya bidang ilmu akademik, tetapi ilmu yang menyampaikan nilai-nilai dan
standar kehidupan. Nilai-nilai standar kehidupan dapat ditularkan melalui
pembentukan karakter. Pendidikan yang meliputi tata krama atau adat
istiadat. Aturan yang berlaku di masyarakat kita harus dihormati, terutama
aturan yang dibuat sesuai dengan budaya atau adat istiadat daerah tersebut.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah
1. Apa pengertian karakter?
2. Bagaimana Problema Dan Pemberdayaan Pendidikan Agama?
3. Bagaimana Manajemen Pembelajaran Dan Manajemen Kelembagaan?
4. Bagaimana Kaitan Antara Pendidikan Agama Dan Pendidikan Karakter?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Karakter
Wyne mengungkapkan bahwa kata karakter berasal dari kata Yunani
“karasso” yang berarti “to mark” yaitu menandai dan mengukir, yang
menitikberatkan pada penerapan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau
perilaku. Oleh karena itu, seseorang yang tidak jujur, kejam atau serakah
disebut inferior, sedangkan seseorang yang jujur, suka menolong disebut
mulia. Oleh karena itu, konsep karakter terkait erat dengan kepribadian.
Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar umat manusia. Saat ini,
Itulah sebabnya pendidikan dasar sembilan tahun adalah wajib bagi setiap
orang.1
Karakter adalah nilai-nilai tingkah laku manusia dalam hubungannya
dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan
kebangsaan, yang diwujudkan dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan dan
perbuatan, berdasarkan norma agama, hukum, adat istiadat, budaya. . dan
berdasarkan kebiasaan. Pendidikan atau pedagogi berarti dalam
perkembangannya bimbingan atau pertolongan secara sadar dari orang
dewasa agar mereka berkembang. Selain itu, pendidikan diartikan sebagai
usaha seseorang atau kelompok lain untuk mendewasakan guna mencapai
taraf hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti spiritual.
Pasal 31 UUD 1945 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak
memperoleh pendidikan. Melalui program wajib belajar ini, pemerintah
berharap tujuan pendidikan yang dicapai dapat dipahami dan dicapai oleh
seluruh masyarakat.
Secara umum tujuan pendidikan adalah membentuk kedewasaan individu
dalam berbagai cara pandang, baik dalam tindakan maupun dalam
pemahaman. Jadi orang yang berpendidikan tentunya berperilaku lebih

1
Sudirman , Ilmu pendidikan, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1992) h. 4

2
dewasa dan lebih memahami perbedaan yang ada dibandingkan dengan orang
yang tidak berpendidikan.
Untuk negara Republik Indonesia sendiri, tujuan pendidikan telah
beberapa kali dirumuskan dengan beberapa kali perubahan. Terakhir,
Undang-Undang Sisdiknas RI No. 2 Tahun 2003 menyatakan bahwa tujuan
pendidikan adalah mengembangkan keterampilan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka pendidikan untuk
kehidupan masyarakat, yang bertujuan untuk mengembangkan potensi anak
bangsa. peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.2
Tujuan ini tidak hanya terkait dengan kecerdasan, tetapi juga
menginginkan warga negara yang bermartabat dan berakhlak mulia. Namun,
masih banyak warga negara yang konon berpendidikan masih melakukan hal-
hal yang jauh dari kata "berharga". Salah satu contohnya adalah elit politik
yang berkali-kali menggoyahkan negeri ini melalui korupsi dan mafia hukum.
Mereka adalah orang-orang cerdas yang menyalahgunakan kecerdasannya
karena tidak memiliki nilai karakter bangsa.
Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu perilaku dan
hasil pengajaran di sekolah, sehingga terwujud pendidikan budi pekerti dan
akhlak peserta didik yang holistik, terpadu, dan seimbang sesuai standar
kualifikasi lulusan. Dengan bantuan pendidikan karakter, peserta didik harus
mampu secara mandiri meningkatkan dan menerapkan ilmunya, mengkaji dan
menginternalisasi serta mempersonalisasikan nilai-nilai karakter dan akhlak
mulia sehingga terwujud dalam kehidupan sehari-hari. Pembentukan karakter
pada tataran kelembagaan mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu
nilai-nilai di balik tingkah laku, tradisi, kebiasaan sehari-hari dan simbol-
simbol yang dipraktikkan oleh seluruh warga sekolah dan masyarakat sekitar

2
Departemen Agama, Kendali Mutu,Pendidikan Agama Islam (Jakarta : Dirjen
Pembinaan Kelembagaan Agama Islam,2001), h.  10

3
sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri, esensi atau watak dan citra sekolah
di mata masyarakat luas.
Hal ini tidak hanya terjadi pada elit politik, tetapi para mahasiswa juga
mengalami kemerosotan moral. Salah satu contohnya adalah perjuangan
mahasiswa yang semakin meningkat dewasa ini. Pada 21 Januari 2013,
tawuran pelajar di Jakarta merenggut nyawa dua pelajar dengan luka tusukan.
Perjuangan seperti itu tidak hanya terjadi di Jakarta tetapi juga di banyak
tempat lainnya. Hal ini tentu sangat jauh dari tujuan pendidikan yang dicapai
oleh pemerintah. Ditambah lagi dengan isu seks pelajar di Situbondo secara
nasional pada akhir tahun 2012. Permasalahan tersebut sangat mengganggu
citra pelajar sebagai pembelajar ilmu. Menghadapi masalah tersebut,
pemerintah merumuskan sistem pendidikan berbasis karakter, yaitu
pendidikan yang melibatkan proses pengenalan nilai-nilai agama, budaya,
tradisi, dan estetika. Pendidikan karakter merupakan upaya agar peserta didik
mengetahui, merawat, dan menginternalisasikan nilai-nilai agar berperilaku
seperti manusia.
Untuk mewujudkan cita-cita pendidikan karakter dapat diusahakan
dengan memaksimalkan kegiatan mata pelajaran agama. Pendidikan agama
dianggap sebagai salah satu mata pelajaran yang mengembangkan karakter
peserta didik sebagai beban yang lebih besar, dan sebagai simbol keluhuran
budi, pendidikan agama harus mampu menanamkan akhlak mulia pada
peserta didik. Selain itu, tujuan pendidikan agama sama dengan pendidikan
karakter yang digagas oleh pemerintah. Karena pendidikan agama menambah
informasi dan mengembangkan sikap, kepribadian, dan keterampilan siswa
untuk pengamalan ajaran agama, maka pendidikan agama menjadi mata
pelajaran wajib di semua jenjang pendidikan, mulai dari sekolah dasar hingga
perguruan tinggi. Juga, kebobrokan moral yang sedang berlangsung terus
berkembang dan menyebar. Namun, tidak semua siswa mengalami
kemerosotan moral yang diwartakan oleh media arus utama. Beberapa murid
juga memiliki sifat menunggu.

4
Bahkan, kegiatan ekstrakurikuler di sekolah terkadang bernuansa religi.
Saat jam istirahat, beberapa siswa mengikuti ibadah di mushalla atau masjid
yang disediakan sekolah. Tidak jarang juga para siswa waspada sebelum
pelajaran pertama dimulai, seperti yang terjadi di beberapa sekolah menengah
di Situbondo. Hal ini tidak lepas dari peran guru agama dan dukungan
sekolah.

B. Problema Dan Pemberdayaan Pendidikan Agama


Ada dua problema utama dalam pendidikan agama yang terdapat di
lemabaga pendidikan formal pertama, problema intren; dan yang kedua,
problema ekstren, problema intren menyangkut tentang peserta didik,
pendidik, kurikulum, sarana, fasilitas, metode, serta manajemen
pembelajaran. 3
1. Pengertian Problematika Menurut Para Abli
Istilah problema/problematika berasal dari bahasa Inggris yaitu
"problematic" yang artinya persoalan atau masalah. Sedangkan dalam
bahasa Indonesia, problema berarti hal yang belum dapat dipecahkan;
yang menimbulkan permasalahan.
Sedangkan yang lain menyatakan bahwa "problema/
problematika merupakan suatu kesenjangan antara harapan dan
kenyataan. Masalah adalah sesuatu yang dipertanyakan dan sangat
penting untuk dipecahkan, hal ini diungkapkan dalam buku Pedoman
Karya Tulis Ilmiah yang dijadikan referensi oleh STAI Persis Garut.4
Jadi dapat disimpulkan bahwa problematika adalah berbagai
persoalan yang belum dapat terselesaikan, hingga terjadi kesenjangan
antara harapan dan kenyataan yang dihadapi dalam proses
pemberdayaan, baik yang datang dari individu. Guru maupun dalam

3
Aswan, Diktat Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional, (Asahan: IAIDU
Asahan Kisaran, 2016), h. 131
4
Ainiyah, Pembentukan Karakter Melalui Pendidikan Agama Islam. Jurnal Al-
Ulum.13 (1), 2013, h. 38. 

5
upaya pemberdayaan masyarakat Islami secara langsung dalam
masyarakat.
2. Pengertian Problematika Pendidikan Islam
Dapat penulis simpulkan dari pengertian problematika dan
pendidikan islam. Berarti problematika pendidikan islam adalah
masalah-masalah yang terjadi dalam pendidikan islam.
Ketertinggalan pendidikan Islam salah satunya dikarenakan oleh
terjadinya penyempitan terhadap pemahaman pendidikan Islam yang
hanya berkisar pada aspek kehidupan ukhrawi yang terpisah dengan
kehidupan.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Timbulnya Masalah Pendidikan
Islam
Masalah pendidikan Islam timbul karena dua faktor yaitu faktor
internal dan eksternal.
a. Faktor internal
Termasuk kepemimpinan pendidikan Islam, yang
umumnya tidak mampu memberikan pembelajaran dan
kepemimpinan pendidikan yang efektif dan berkualitas. Hal
ini tercermin dari tidak mampu bersaing dengan kebanyakan
sekolah modern di bawah pengawasan Kementerian
Pendidikan (Diknas). Koefisien remunerasi profesional guru
masih sangat rendah. Guru yang merupakan unsur terpenting
dalam kegiatan belajar mengajar cenderung lemah dalam
penguasaan mata pelajaran, terutama pada mata pelajaran
umum, keterampilan mengajar, pengelolaan kelas dan
motivasi mengajar. Karena sistem pendidikan Islam tidak
mengedepankan pengembangan kompetensi profesional guru.
Adanya faktor kepemimpinan berarti tidak sedikit kepala
madrasah yang tidak memiliki visi dan misi kemana
pendidikan ditempuh dan dikembangkan. Kepala madrasah
seharusnya menjadi simbol kepemimpinan, akhlak,

6
kecerdasan dan profesionalisme dalam lingkungan
pendidikan formal, namun hal tersebut sulit dicapai dalam
bidang pendidikan Islam. Tidak hanya para pemimpin
pendidikan Islam yang sering kali kurang memiliki
kemampuan untuk menjalin komunikasi internal dengan
guru, mereka juga kurang memiliki kemampuan untuk
berkomunikasi dengan masyarakat, orang tua dan pengguna
pendidikan untuk memberikan pendidikan yang berkualitas.
Pendekatan yang umumnya digunakan lebih merupakan
pendekatan birokrasi daripada pendekatan kolegial
profesional. Manajemen pendidikan tidak didasarkan pada
aspek teknis, tetapi pada pendekatan suka dan tidak suka
tanpa visi dan misi yang jelas.5
b. Faktor eksternal
Pemerintah memperlakukan pendidikan Islam dengan
diskriminasi. Hingga saat ini, pemerintah berusaha
memandang dan memperlakukan pendidikan Islam sebagai
anak tiri, terutama dalam hal pendanaan dan masalah lainnya.
Anggap saja alokasi dana yang diberikan pemerintah sangat
berbeda dengan pelatihan internal dinas pendidikan. Terlepas
dari segalanya, baik Kemenag maupun Kemendiknas, tidak
boleh ada perbedaan dalam pembagian APBN untuk
pendidikan Islam, memang pendidikan Islam juga berperan.
mencerdaskan bangsa, sebagaimana tugas pendidikan
umum.6
C. Manajemen Pembelajaran Dan Manajemen Kelembagaan
Manajemen pembelajaran adalah bagaimana pendidik mengelola
pembelajaran dengan baik, mulai dari persiapan (sebelum mengajar),
mengajar (proses pembelajaran) dan setelah pembelajaran (penilaian).
5
Syariffudin, Pendidikan Dan Pemberdayaan Masyarakat, (Medan : Perdana
Publishing, 2012), h. 156
6
Ibid, h. 157

7
Pengelolaan kelembagaan sangat erat kaitannya dengan bagaimana lembaga
pendidikan tersebut mengelola pendidikan dengan baik. Pendidikan agama di
suatu lembaga pendidikan bukanlah tugas seorang guru pendidikan agama
semata, melainkan tugas bersama, administrasi sekolah bertanggung jawab
atas pengelolaan pendidikan agama di lembaga pendidikannya. Ada dua tugas
pokok mereka yaitu:
1. Menanamkan kepada siswa nilai-nilai yang terdapat pada mata
pelajaran setiap mata pelajaran, setiap mata pelajaran memiliki nilai-
nilai positif untuk diajarkan dan merupakan bagian dari pendidikan
agama.
2. Berikan contoh.

Kebijakan pendidikan agama, menyangkut tentang bagaimana


pengaturan dan pengaturan serta upaya-upaya yang di laksanakan untuk
memberdayakan pendidikan agama. Hal ini dimulai dari bagaimana
meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidik agama, dana yang mencukupi,
kurikulum yang memungkinkan untuk mencapai tujuan pendidikan agama,
posisi dan kedudukan pendidikan agama mesti di letakkan pada posisi
marginal, manajemen pendidikan agama, tangung jawab pendidikan agama di
lembaga pendidikan formal tidak hanya berada di tangan kementerian agama
tetapi juga di tangan kementerian pendidikan, hal ini juga termasuk bahwa
pendidikan, hal ini juga masuk bahwa pendidikan agama di lembaga
pendidikan formal (sekolah dan perguruuan tinggi umum) tidak hanya
terletak di bahu pendidik agama, tetapi juga di tangan pimpinan perguruan.
Pendidikan agama juga tidak hanya di berikan oleh pendidik agama akan
tetapi juga oleh pendidik mata pelajaran lainnya lewat penarapan nilai (value)
Nilai-nilai agama yang terdapat pada mata pelajaran tersebut.

Kebijakan pendidikan agama menyangkut cara langkah-langkah dan


regulasi diambil dan diuji untuk memperkuat pendidikan agama. Hal itu
dimulai dari bagaimana meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidik agama,
sumber daya yang memadai, kurikulum yang memungkinkan tercapainya

8
tujuan pendidikan agama, status dan status pendidikan agama, tata kelola
pendidikan agama, tanggung jawab pendidikan agama. pendidikan. di
lembaga pendidikan formal tidak hanya berada di tangan Kementerian
Agama, tetapi juga di tangan Kementerian Pendidikan, termasuk
pendidikannya, yang juga berarti bahwa pendidikan agama di lembaga
pendidikan formal (sekolah dan lembaga pendidikan umum, universitas) tidak
hanya bertumpu pada pundak para pendidik agama, tetapi juga di tangan para
pimpinan perguruan tinggi. Pendidikan agama diberikan tidak hanya oleh
guru pendidikan agama, tetapi juga oleh guru mata pelajaran lain dengan
menerapkan nilai-nilai agama yang terkandung dalam mata pelajaran tersebut.

D. Kaitan Antara Pendidikan Agama Dan Pendidikan Karakter


Hakikat pendidikan agama dan pendidikan karakter, kedua hal ini
memiliki titik temu yang sangat erat, bahkan secara fundamental menyatu dan
tidak dapat dipisahkan. Dalam konsep Islam, ranah iman dan ibadah sangat
erat kaitannya dengan akhlak. Aqidah memoralkan manusia karena mereka
selalu merasakan kehadiran Allah dalam hidupnya, ketika seseorang memiliki
sikap seperti itu ia menghindari perbuatan yang tidak terpuji. Kata akhlak
merupakan bentuk jamak dari al khulq atau alkhulk, yang berarti secara
etimologis :
1. Tabiat, budi pekerti,
2. Kebiasaan atau adat;
3. Keperwiraan, kesatriaan, kejantanan;
4. Agama;
5. Kemarahan (gadap) 7
Jika perbuatan itu perbuatan baik dan terpuji menurut pandangan akal
dan syariat islam, di sebut dengan akhlak terpuji, tetapi jika perbuatan itu
bukan perbuatan baik di sebut dengan akhlak tercela. Rasulullah menegaskan
bahwa beliau di utus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia
(H.R.Ahmad). Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling
baik akhlaknya adalah (HR. Tarmiji).
7
Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islami, ( Surabaya: Al Ikhlas, 1983), h. 65

9
Moralitas sebenarnya adalah aktivitas antara tubuh dan pikiran.
Seseorang dikatakan bermoral ketika ada ritme antara perilaku lahiriah dan
batiniahnya. Karena akhlak juga berhubungan dengan hati, maka penyucian
hati adalah salah satu cara untuk mencapai akhlak mulia. Menurut pandangan
Islam, hati yang kotor menghalangi seseorang untuk mencapai akhlak mulia,
ia dapat berbuat baik, tetapi kebaikan yang dilakukannya tidak tergolong
akhlak mulia karena juga tidak dilandasi oleh hati yang mulia.
Pendidikan karakter melatih seseorang dalam perilaku yang baik
sehingga perilaku tersebut menjadi ciri khasnya, yang tidak dapat dipisahkan
dari dirinya dan kehidupannya. Karakter baik ini menjadi bagian dari
hidupnya. Dalam hal ini senada dengan apa yang dipaparkan Imam Al
Ghazali di atas, bahwa akhlak adalah sesuatu yang melekat dalam jiwa
manusia yang menghasilkan perbuatan indah tanpa refleksi atau penelitian.
Dari ungkapan yang telah diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa
pendidikan moral sangat erat kaitannya dengan pendidikan karakter, bahkan
topik yang dibahas dalam pendidikan karakter juga menjadi topik bahasan
dalam moralitas dan sebaliknya. Mengenai keseluruhan pendidikan akhlak,
kaffah termasuk juga pendidikan karakter karena salah satu bagian yang perlu
dikuatkan di Indonesia saat ini adalah pendidikan akhlak yang merupakan
bagian dari pendidikan agama. Dalam kaitan ini, penguatan pendidikan
agama merupakan salah satu upaya penguatan pendidikan karakter bangsa.

BAB III

10
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Karakter adalah nilai-nilai tingkah laku manusia dalam hubungannya
dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan
dan kebangsaan, yang tercermin dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan
dan perbuatan, budaya dan adat istiadat berdasarkan norma agama, hukum,
tata krama, budaya dan adat istiadat.
2. Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu dan hasil
penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang mengarah pada pembentukan
karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu dan seimbang
sesuai standar kualifikasi kelulusan.
3. Salah satu penyebab tertundanya pendidikan Islam adalah menyempitnya
pemahaman pendidikan Islam yang hanya mengenai aspek-aspek
kehidupan Ukhrawi yang terpisah dari kehidupan manusia.
4. Manajemen pembelajaran adalah bagaimana pelatih mengelola
pembelajaran dengan baik, mulai dari persiapan (sebelum mengajar),
mengajar (proses pembelajaran) dan setelah pembelajaran (evaluasi).
Manajemen kelembagaan, yang erat kaitannya dengan bagaimana lembaga
pendidikan tersebut mengelola pendidikan dengan baik.
5. Pendidikan akhlak sangat erat kaitannya dengan pendidikan karakter,
bahkan topik pembahasan pengetahuan karakter juga menjadi topik
pembahasan moralitas begitu juga sebaliknya. Mengenai keseluruhan
pendidikan akhlak, kaffah termasuk juga pendidikan karakter karena salah
satu bagian yang perlu dikuatkan di Indonesia saat ini adalah pendidikan
akhlak yang merupakan bagian dari pendidikan agama.

11
DAFTAR PUSTAKA

Ainiyah, Pembentukan Karakter Melalui Pendidikan Agama Islam. Jurnal Al-


Ulum.13 (1), 2013

Aswan, Diktat Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional, Asahan:


IAIDU Asahan Kisaran, 2016

Departemen Agama, Kendali Mutu,Pendidikan Agama Islam, Jakarta : Dirjen


Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 2001
Sudirman , Ilmu pendidikan, Bandung : Remaja Rosdakarya, 1992

Syariffudin, Pendidikan Dan Pemberdayaan Masyarakat, Medan:Perdana


Publishing, 2012
Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islami, Surabaya: Al Ikhlas, 1983

12

Anda mungkin juga menyukai