Anda di halaman 1dari 36

IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KARAKTER AHLUSSUNAH WALJAMAA’AH

DALAM KITAB BIDAYATUL HIDAYAH DI PONDOK PESANTREN SMP-SMA


SABILURROSYAD MALANG

PROPOSAL TESIS

OLEH:

AHMAD MASRUR ROZIQI

NPM: 22102011035

UNIVERSITAS ISLAM MALANG

PROGRAM PASCASARJANA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

2022
BAB I

PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis menguraikan pendahuluan dalam rangka kajian ini mampu
dibaca dengan alur yang mudah dipahami dengan logika yang dapat
dipertanggungjawabkan. Secara berurutan, bagian ini memuat (1) konteks penelitian, (2)
fokus penelitian, (3) tujuan penelitian, (4) kegunaan penelitian, dan (5) penegasan istilah.

1.1 Konteks Penelitian


Tradisi kepatuhan santri terhadap senior pada lingkungan Pondok Pesantren SMP-
SMA Islam Sabilurrosyad telah terkikis seiring berkembangnya zaman. Masalah ini sudah
dirasa setidaknya empat tahun terakhir. Kasus-kasus yang melibatkan hubungan antar santri
hampir pasti menjadi ‘adat’ dalam lingkungan pesantren. Seperti yang dialami oleh
pengurus pondok yang ‘terpaksa’ melunak ketika memiliki urusan dengan santri kelas
sembilan (IX) Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan dua belas (XII) Sekolah Menengah
Atas (SMA). Siswa kelas sembilan dan dua belas cenderung memiliki sikap sombong dan
semena-mena sebab mereka memiliki sebuah gang atau kelompok. Dalam kesehariannya,
kelompok ini mempunyai kegiatan rutin seperti nongkrong sambil merokok dan keluar
lingkungan pesantren tanpa izin. Mereka tidak hanya memiliki satu tempat nongkrong
melainkan beberapa tempat.
Kepatuhan seharusnya menjadi hal yang telah mandarah daging dalam dunia
Pendidikan, khususnya di lingkungan pesantren. Semakin lama seorang santri tinggal dalam
lingkungan Pendidikan maka pengetahuannya terhadap celah-celah disiplin semakin
bertambah. Hal ini memicu terjadinya pelanggaran serius terkait kepatuhan santri. Menurut
salah seorang guru senior bahwa karakter santri senior yang bertindak semena-mena
menyebabkan nihilnya kepatuhan santri junior terhadap mereka (Rafi: 2022). Santri
pesantren Sabilurrosyad cenderunng tidak patuh terhadap pengurus pesantren, senior
bahkan guru. Santri lama cenderung memiliki keberanian untuk melanggar dan
mengkonfrontasi pengurus. Pelanggaran-pelanggaran kecil seperti merokok dan berkata
kotor hingga mengancam guru menjadi penanda serius bagi kepatuhan siswa.
Masalah lain dari kalangan santri di atas yaitu intoleransi. Mereka tidak segan
mengancam santri lain yang tidak sependapat atau yang berselisih paham. Dalam hal
pergaulan, santri senior cenderung ingin menang sendiri. Setidaknya terhadap santri yang
lebih muda mereka terbiasa menyuruh untuk melayani sebuah kebutuhan. Hal kecil yang
mereka terapkan adalah menyuruh santri untuk mengambilkan air minum atau sebuah
barang sekiranya malas untuk bertindak sendiri. Ancaman akan muncul ketika terdapat
penolakan dari santri yang disuruh. Ketika terjadi kasus pencurian, kelompok santri senior
ini akan tampil seolah-olah pahlawan yang datang membawa solusi. Mereka akan mencari
pelaku dan menginterogasinya sampai ia mengakui perbuatannya. Interogasi pelaku, selalu
dibumbui dengan kontak fisik yang menyebabkan tekanan fisik dan psikis pelaku. Hal yang
patut disayangkan adalah keengganan mereka untuk bertindak ketika mendapati pelaku
pencurian dari kalangan mereka sendiri.
Pendidikan karakter yang telah ditanamkan oleh pesantren seolah-olah hanya
menjadi angin lalu dan hanya bisa dinikmati sesaat. Pelajaran karakter yang santri terima
hanya dijadikan sebagai objek tertulis dan tidak perlu mereka praktekan. Hal ini diperkuat
dengan kemalasan siswa mengikuti kelas diniyah. Siswa cenderung abai terhadap
pentingnya ilmu keIslaman dimana karakter menjadi pondasi membangun diri yang baik.
Akibat dari ketidak tulusan belajar ini marak terjadi perselisihan antar santri. Santri menjadi
mudah tersulut emosi karena tidak memiliki kontrol diri. Masalah ini menjalar dalam
forum-forum diskusi. Forum diskusi ilmiah seperti tidak bermanfaat ketika salah seorang
perserta enggan menerima perbedaan pendapat, bahkan cenderung emosi. Emosi menjadi
semakin besar ketika seorang peserta merasa kalah dalam penguasaan materi. Argumentasi
yang disampaikan hanya menjadi bahan olok-olokan.
Setiap santri yang mudah tersulut emosi dalam forum diskusi cenderung hanya
memegangi satu pendapat ahli. Kefanatikan terhadap satu pendapat dapat menjadi akar
masalah intoleransi. Masalah ini kemudian menimbulkan keengganan siswa untuk
menghargai perbedaan. Perbedaan pendapat dan keadaan tidak mampu diterima oleh santri
yang bersangkutan akibat dari kejumudan berfikir. Menurut salah seorang santri bahwa
suatu hari terdapat sebuah forum diskusi tentang fenomena Bumi Datar (Fajar: 2022). Pada
permulaan diskusi berjalan sangat baik, namun ketika forum telah mulai menarik dan dirasa
bahwa materi dari lawan bicara tidak dapat dipahami oleh salah seorang peserta maka
sontak peserta tersebut tersulut emosi. Jika emosi tersebut hanya sesaat dan dalam forum itu
saja maka dapat dimaklumi. Namun yang terjadi adalah masalah ini dapat terbawa sampai
luar forum dan menjadi kesan yang tidak baik terhadap kebebasan berpendapat. Kasus-
kasus di atas sering terjadi pada santri Pondok Pesantren Sabilurrosyad.
Usia santri yang berada pada masa peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa
menjadi tantangan tersendiri bagi para guru dan pengasuh pesantren. Masalah-masalah di
atas menjadi bukti bahwa pembelajaran karakter secara tekstual dan kontekstual perlu
dievaluasi. Maka sebagai cara untuk mengobati kesenjangan mentalitas dan karakter siswa,
pengasuh pesantren sebagai figur Lembaga Pendidikan mewajibkan semua peserta didik
untuk mengikuti pengajian kitab Bidayatul Hidayah karangan Imam Ghozali. Selain itu,
guru-guru pesantren juga dituntut untuk langsung menjadi contoh bagaimana intisari dari
kitab tersebut diimplementasikan.
Sebagai usaha peneliti untuk mendalami problem karakter peserta didik, maka
peneliti memilih Pondok Pesantren SMP-SMA Islam Sabilurrosyad Malang sebagai lokasi
penelitian. Pemilihan lokasi ini didasarkan atas keunikan karakter yang dimiliki oleh
peserta didik. Secara umum peneliti menawarkan penelitian tentang karakter. Melalui
pengamatan secara mendalam dan mengikuti proses belajar mengajar secara langsung,
peneliti dapat merangkum beberapa masalah. Masalah-masalah peserta didik antara lain:
ketidak patuhan terhadap senior kelas, peremehan terhadap disiplin-disiplin pesantren,
kurangnya ketulusan jiwa, intoleransi, mudah tersulut emosi, adanya rasa ingin balas
dendam, dan kurangnya minat belajar.
Beberapa petikan masalah di atas menjadi alasan peneliti untuk menawarkan judul
tesis “Implementasi Nilai-Nilai Tasawuf Al Ghozali Dalam Membangun Karakter
Ahlussunnah Waljamaa’ah melalui pengajian kitab Bidayatul Hidayah di Pondok Pesantren
SMP-SMA Sabilurrosyad Malang”. Judul ini menjadi pokok pikiran penulis untuk
menggali secara mendalam bagaimana proses pembelajaran karakter siswa melalui
pengajian kitab tasawuf.

1.2 Fokus Penelitian

Berdasarkan pada konteks penelitian yang telah diuraikan, kajian ini berfokus pada
penelitian nilai-nilai tasawuf Imam Al Ghozali yang diimplementasikan kepada peserta didik
melalui pengajian kitab Bidayatul Hidayah di Pondok Pesantren SMP-SMA Sabilurrosyad
Malang dalam membangun karakter Ahlussunnah Waljamaa’ah sebagai berikut:.

1. Apa saja nilai-nilai karakter Ahlussunnah Waljamaa’ah dalam kitab Bidayatul


Hidayah?
2. Bagaimana implementasi nilai-nilai karakter Ahlussunnah Waljamaa’ah dalam kitab
Bidayatul Hidayah di Pondok Pesantren SMP-SMA Sabilurrosyad Malang?
3. Bagaimana karakter Ahlussunnah Waljamaa’ah santri setelah proses implementasi?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada fokus penelitian yang telah diuraikan, maka tujuan penelitian
dapat diformulasikan untuk mendiskripsikan, menganalisis dan memberikan interpretasi
terhadap:
1. Mengkaji nilai-nilai karakter Ahlussunnah Waljamaa’ah dalam kitab Bidayatul
Hidayah.
2. Mengkaji implementasi nilai-nilai karakter Ahlussunnah Waljamaa’ah dalam kitab
Bidayatul Hidayah di Pondok Pesantren SMP-SMA Sabilurrosyad Malang.
3. Mengkaji karakter Ahlussunnah Waljamaa’ah santri setelah proses implementasi.
1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Secara Teoritis
Hasil dari riset ini diharapkan mampu memberi sumber penunjang bagi ilmu
pengetahuan tentang pentingnya membangun karakter dan mencegah tumbuhnhya benih
radikalisme dari segi tasawuf.
1.4.2 Secara Praktis
a. Bagi Peneliti
Menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman dalam disiplin ilmu Pendidikan
terlebih untuk Kawasan Pendidikan agama Islam.
b. Bagi Sekolah
Hadil riset ini dapat dijadikan sebagai referensi dan bahan penunjang untuk
membantu pendidik membangun karakter dan mencegah tumbuhnya
radikalisme di sekolah dari segi tasawuf.
c. Bagi Masyarakat
Riset yang telah selesai diharapkan dapat membantu masyarakat pada umumnya
dan orang tua khususnya dalam mendidik putra-putra bangsa agar memiliki
karakter yang baik dan jauh dari radikalisme.

1.5 Penegasan Istilah


1.5.1 Implementasi
Implementasi sebagai sebuah aktivitas yang dikerjakan karena adanya
kebijaksanaan yang sudah disusun sebelumnya, meliputi kebutuhan apa saja yang
diperlukan, siapa pelaksana, kapan pelaksanaan, serta kapan akan diselesaikan target
implementasi itu sendiri. Segalanya telah direncanakan pada awal waktu.
1.5.2 Nilai-nilai
Segala hal dalam pandangan manusia yang dianggap penting dan bersifat abstrak.
Nilai dapat berasal dari pengalaman-pengalaman manusia dalam berperilaku sehingga
menimbulkan sebuah kebiasaan.
1.5.3 Karakter
Karakter dapat dihubungkan dengan watak, akhlak atau budi pekerti yang dimiliki
seseorang sebagai jati diri atau karakteristik kepribadiannya yang membedakan
seseorang dari orang lain.
1.5.4 Ahlussunnah Waljamaaa’ah
Pedoman beragama Islam yang mengerucut pada lima nilai pokok, yaitu: nilai
sedang (tawasssuth), nilai wajar (I’tidal), nilai toleransi (tasammuh), reformatif
(islahiyah), dan nilai dinamis (tathawwur).
1.5.5 Nilai Karakter Ahlussunnah Waljamaa’ah
Turunan perilaku atau sikap positif berdasarkan lima kaidah aswaja yaitu karakter
sedang, karakter wajar, karakter toleran, karakter reformatif dan karakter dinamis.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Penelitian Terdahulu

Penulisan tentang penelitian terdahulu membutuhan penelusuran terhadap hasil dari


riset-riset serumpun yang telah diselesaikan oleh periset lain. Praktek ini dilaksankan oleh
peneliti dalam rangka mengedepankan prinsip orisinalitas penelitian. Beberapa penelitian
terdahulu sebagai berikut:

1. Titin Faiqoh, Tesis 2018. Model Pembentukan Karakter Siswa Berbasis Tasawuf
Akhlaq Di Boarding School (Studi Multisitus di Ma’had Al Qolam MAN 2 Malang
dan Ma’had Darul Hikmah MAN 1 Malang).

Penelitian Titin Faiqoh bertujuan untuk, (a) mengetahui perencanaan model


pembentukan karakter siswa berbasis tasawuf di Ma’had Al Qolam MAN 2 Malang dan
Ma’had Darul Hikmah MAN 1 Malang, (b) mengetahui pelaksanaan model pembentukan
karakter siswa berbasis tasawuf di Ma’had Al Qolam MAN 2 Malang dan Ma’had Darul
Hikmah MAN 1 Malang, (c) mengetahui outcome model pembentukan karakter siswa
berbasis tasawuf di Ma’had Al Qolam MAN 2 Malang dan Ma’had Darul Hikmah MAN 1
Malang.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (a) perencanaan model pembentuan karakter
siswa berbasis nilai-nilai tasawuf dilaksanakan dengan penyusunan visi misi Lembaga yang
telah dirumuskan oleh pengurus dan stakeholder. (b) Pelaksanaan model pembentukan
karakter berbasis nilai-nilai tasawuf telah diterapkan di Ma’had Darul Hikmah dan Ma’had
Al Qolam dalam bentuk pendidikan pelajaran, pendidikan keteladanan, Pendidikan adat
kebiasaan, Pendidikan nasehat dan Pendidikan perhatian yang terimplementasikan melalui
kegiatan boarding school, pembinaan dan pelaksanaan tata tertib boarding school. (c)
Outcome model pembentukan karakter siswa berbasis nilai-nilai tasawuf di Ma’had Darul
Hikmah dan Ma’had Al Qolam menghasilkan lulusan sesuai dengan target dan tujuan yang
telah ditetapkan lembaga.

2. Afton Ilman Ansori, Tesis 2018. Strategi Pengembangan Karakter Toleransi Beragama
Di Pondok Pesantren Darussalam Banyuwangi.
Penelitian tesis oleh Afton bertujuan untuk (a) mengkaji tujuan penanaman nilai-
nilai toleransi terhadap santri di Pondok Pesantren Darussalam Banyuwangi. (b) Mengkaji
metode penanaman nilai-nilai toleransi terhadap santri. (c) Mengkaji dampak penanaman
nilai-nilai toleransi beragama.
Hasil dari penelitian ini ialah, (a) tujuan didirikannya Pondok Pesantren
Darussalam Banyuwangi adalah tidak hanya ingin mendidik agar santri cerdas dalam ilmu
dan agama tetapi juga mencetak santri sebagai generasi yang toleran terhadap perbedaan
yang ada di sekitar pesantren maupun kelak perbedaan yang beragam di luar pesantren. (b)
Bahwa terdapat tiga metode yang dilakukan di Pondok Pesantren Darussalam Banyuwangi
yaitu: pembiasaan, keteladanan Kiai, dan pembelajaran. (c) Dampak dari penanaman nilai-
nilai toleransi beragama yaitu: nihilnya perilaku intoleran yang terjadi di lingkungan
pesantren dan telah terciptanya hubungan yang bai kantar sesama pemeluk agama.

3. Oji Fahroji, 2020. Implementasi Pendidikan Karakter di SMP Islam Al Azhar 11 Kota
Serang dan SMP Islam Terpadu Raudhatul Jannah Kota Cilegon.

Oji dalam mengaplikasikan penelitian ini bertujuan untuk (a) mendiskripsikan


nilai Pendidikan karakter yang terintegrasi pada SMP Islam Al Azhar 11 Kota Serang dan
SMP IT Raudhatul Jannah Kota Cilegon. (b) Mendeskripsikan pelaksanaan Pendidikan
karakter. (c) mengungkap hasil Implementasi Pendidikan Karakter.
Hasil dari penelitian ini ialah (a) nilai pendidikan karakter yang terintegrasi pada
kegiatan proses pembelajaran adalah religious, disiplin, tekun, rasa ingin tahu, peduli dan
tanggung jawab. (b) implementasi nilai-nilai Pendidikan karakter didapat juga melalui
kegiatan ekstrakurikuler yang dilakukan melalui kegiatan seni tari, olah raga, keagamaan,
vokal dan juga karya ilmiah remaja, serta budaya bersih yang ditanamkan di kedua sekolah
tersebut. (c) temuan yang diperoleh adalah pembberian sanksi bagi peserta didik secara
tegas akan memberikan efek jera dan hal itu menjadi disegani oleh peserta didik, untuk
tidak melakukannya lagi.

4. Saihu, Marsiti, 2019. Pendidikan Karakter Dalam Upaya Menangkal Radikalisme Di


SMA Negeri 3 Kota Depok Jawa Barat.
Saihu dan Marsiti berusaha menggali informasi tentang efektivitas Pendidikan
karakter dalam menangkal radikalisme di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 3 Kota
Depok. Mereka memiliki tiga (3) fokus penelitian, yaitu (a) mengkaji upaya Pendidikan
karakter dalam menangkal radikalisme, (b) mengkaji kiat-kiat Pendidikan karakter dalam
menangkal radikalisme, dan (c) mengkaji peran Pendidikan karakter dalam menangkal
radikalisme.
Penelitian ini menghasilkan bahwa (a) Pendidikan karakter dalam upaya
menangkal radikalisme di SMA Negeri 3 Depok dilakukan dengan cara (1) melalui
kurikulum formal, melalui pembelajaran pada mata pelajaran PAI, Bimbingan Konseling,
dan mata pelajaran lainnya, (2) melalui kurikulum tersembunyi (hidden curriculum), yaitu
kegiatan pembiasaan dalam penanaman nilai-nilai karakter yang berkaitan dengan
penangkalan radikalisme bagi kehidupan sehari-hari peserta didik di lingkungan sekolah,
baik dalam kegiatan intrakurikuler maupun ekstrakurikuler.
Tujuan penelitian (b) upaya menangkal radikalisme di SMA Negeri 3 Depok
dilakukan dengan cara penanaman iman, ilmu dan amal, (c) peran Pendidikan karakter
sangat efektif dalam upaya menangkal radikalisme karena ia memberikan pemahaman dan
penyadaran kepada siswa tentang nilai-nilai karakter religious, jujur, toleransi, disiplin,
kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, dan tanggung jawab yang semua nilai karakter itu
akan memberikan dampak terhadap ideologi siswa yang positif dan jauh dari radikalisme.

5. Rahmawati Agustin, 2019. Implementasi Pendidikan Karakter Religius (Studi Kasus Di


SMA NU Tulungagung) Tahun Ajaran 2018-2019.
Penelitian yang dipraktekkan oleh Agustin memiliki fokus sebagai berikut, (a)
memaparkan langkah-langkah implementasi Pendidikan karakter religious peserta didik di
SMK NU Tulungagung Tahun ajaran 2018-2019, (b) memaparkan hambatan implementasi
Pendidikan karakter religius peserta didik di SMK NU Tulungagung Tahun Ajaran 2018-
2019, dan (c) memaparkan dampak implementasi Pendidikan karakter religius peserta didik
di SMK NU tulungagung Tahun Ajaran 2018-2019.
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa (a) langkah-langkah implementasi
Pendidikan karakter religius meliputi (1) pelaksanaan program sekolah dan kurikulum, (2)
pelaksanaan kegiatan dengan pola pemahaman, pembiasaan, serta keteladanan, (b)
hambatan dari implementasi Pendidikan karakter religius di sekolah yaitu perbedaan latar
belakang peserta didik, kurangnya kesadaran peserta didik dan siswa sering mengabaikan
konsekwensi dari wali kelas dan guru, (c) dampak implementasi Pendidikan karakter
religius ialah peserta didik memiliki etika kesopanan, taat, rajin beribadah, berpakaian
sopan dan rapi.

Table 2.1 Tabel Penelitian Terdahulu

Nama Peneliti, Tahun,


No Temuan Hasil Penelitian Orisinalitas
Judul
1 Titin Faiqoh, Tesis 2018. Hasil penelitian ini ialah Fokus penelitian ini
Model Pembentukan bahwa perencanaan model terdapat pada
Karakter Siswa Berbasis pembentuan karakter siswa Model
Tasawuf Akhlaq Di berbasis nilai-nilai tasawuf Pembentukan
Boarding School (Studi dilaksanakan dengan Karakter Siswa
Multisitus di Ma’had Al penyusunan visi misi Berbasis Tasawuf
Qolam MAN 2 Malang dan Lembaga yang telah Akhlaq di di
Ma’had Darul Hikmah dirumuskan oleh pengurus dan Ma’had Al Qolam
MAN 1 Malang). stakeholder MAN 2 Malang
dan Ma’had Darul
Hikmah MAN 1
Malang).

2 Afton Ilman Ansori, Tesis Hasil penelitian ini ialah Fokus penelitian ini
2018. Strategi tujuan didirikannya Pondok untuk mengkaji
Pengembangan Karakter Pesantren Darussalam tujuan penanaman
Toleransi Beragama Di Banyuwangi adalah tidak nilai-nilai toleransi
Pondok Pesantren hanya ingin mendidik agar terhadap santri di
Darussalam Banyuwangi. santri cerdas dalam ilmu dan Pondok Pesantren
agama tetapi juga mencetak Darussalam
santri sebagai generasi yang Banyuwangi
toleran terhadap perbedaan
yang ada di sekitar pesantren
maupun kelak perbedaan yang
beragam di luar pesantren.
3 Oji Fahroji, 2020. Hasil penelitan ini ialah Fokus penelitian ini
Implementasi Pendidikan bawhwa nilai pendidikan untuk
Karakter di SMP Islam Al karakter yang terintegrasi pada mendiskripsikan
Azhar 11 Kota Serang dan kegiatan proses pembelajaran nilai Pendidikan
SMP Islam Terpadu adalah religious, disiplin, karakter yang
Raudhatul Jannah Kota tekun, rasa ingin tahu, peduli terintegrasi pada
Cilegon. dan tanggung jawab. SMP Islam Al
Azhar 11 Kota
Serang dan SMP IT
Raudhatul Jannah
Kota Cilegon.
4 Saihu, Marsiti, 2019. Hasil penelitian ini bahwa Fokus penelitian ini
Pendidikan Karakter Dalam Pendidikan karakter dalam ialah mengkaji
Upaya Menangkal upaya menangkal radikalisme upaya Pendidikan
Radikalisme Di SMA di SMA Negeri 3 Depok karakter dalam
Negeri 3 Kota Depok Jawa dilakukan dengan cara (1) menangkal
Barat. melalui kurikulum formal, radikalisme
melalui pembelajaran pada
mata pelajaran PAI,
Bimbingan Konseling, dan
mata pelajaran lainnya,
5 Rahmawati Agustin, 2019. Hasil penelitian ini bahwa Fokus penelitian ini
Implementasi Pendidikan langkah-langkah implementasi ialah memaparkan
Karakter Religius (Studi Pendidikan karakter religius langkah-langkah
Kasus Di SMA NU meliputi (1) pelaksanaan implementasi
Tulungagung) Tahun program sekolah dan Pendidikan karakter
Ajaran 2018-2019. kurikulum, (2) pelaksanaan religious peserta
kegiatan dengan pola didik di SMK NU
pemahaman, pembiasaan, Tulungagung Tahun
serta keteladanan, ajaran 2018-2019

2.2 Landasan Teori


2.2.1 Implementasi
Implementasi ialah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang
telah disusun secara matang dan terperinci. Implementasi lazim dilakukan setelah
perencanaan sudah dianggap sempurna. Nurudin Usman mendefinisikan bahwa
implementasi adalah bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan atau adanya mekanisme suatu
sistem, implementasi bukan sekedar aktivitas, tapi suatu kegiatan yang terencana dan untuk
menggapai sebuah tujuan kegiatan (Nurdin: 2002, 70).
Ia juga didefinisikan sebagai kegiatan mendistribusikan keluaran kebijakan yang
dilakukan oleh para implementor kepad kelompok sasaran sebagia upaya untuk
mewujudkan kebijakan (Purwanto & Sulistyastuti: 1991, 21). Implementasi biasanya
dilakukan usai perencanaan sudah telah dianggap selesai. Impementasi dapat berarti
pelaksanaan yang berarti melaksanakan (Mulyasa: 2013, 56).
Guntur Setiawan berpandangan bahwa implementasi ialah perluasan aktivitas yang
saling menyesuaikan proses interaksi antara tujuan dan tindakan untuk mencapainya serta
memerlukan jaringan birokrasi yang efektif (Guntur: 2004, 39). Dari beberapa pendapat di
atas dapat disimpulkan bahwa implementasi ialah suatu kegiatan yang terencana, bukan
hanya suatu aktivitas dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan-acuan
norma-norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan.
2.2.2 Nilai
.......................
..............
2.2.3 Karakter
Sofyan dkk mengungkapkan bahwa Pendidikan ialah suatu usaha terencana
memanusiakan-manusia dalam proses sosialisasi untuk memperbaiki karakter serta melatih
kemampuan intelektual peserta didik dalam rangka mencapai kedewasaannya (Sofyan
Mustoip dkk: 2018, 53). Pendidikan selalu mengedepankan karakter sebagai kualitas atau
nilai setiap manusia sehingga apa yang menjadi tujuan Pendidikan dapat tercapai. Kadir
juga menyatakan bahwa Pendidikan adalah usaha terencana memanusiakan manusia
melalui sosialisasi untuk memperbaiki karakter dan melatih kemampuan intelektual peserta
didik (Abdul Kadir: 2014, 59).
Perilaku melatih peserta didik untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat telah
menjadi tulang punggung Pendidikan. Akan tetapi Pendidikan jika tidak diperkuat dengan
pondasi karakter yang kokoh maka ilmu yang didapat hanya akan menghantarkan kepada
ambisi yang intoleran. Hadirnya karakter dalam dunia Pendidikan sebagai pondasi dan
tembok yang kukuh menahan rasa keangkuhan akibat dari tingginya ilmu tanpa toleransi.
Intoleransi juga mampu menjadi factor dekadensi moral atau karakter peserta didik (Husna:
2018, 2). Karakter terbukti menjadi pokok perilaku manusia untuk memanusiakan manusia
lainnya sehingga terciptalah masyarakat yang rukun.
Karakter menurut Sofyan dkk sebagai akhlak yang melekat dalam diri seseorang.
Ia dimulai dengan kesadaran seseorang pada keseluruhan tata perilaku dalam cara berfikir
dan bertindak berdasarkan moral yang berlaku melalui Pendidikan dengan pembiasaan
yang melatih kepekaan peserta didik terhadap nilai-nilai moral di lingkungan tempat
tinggal. Karakter juga dianggap sebagai kesadaran batin yang menjadi tipikal seseorang
dalam berfikir dan bertindak (Sofyan Mustoip dkk: 2018, 54.) Selain pemaparan di atas
karakter juga dimaknai sebagai kualitas mental dan moral, kekuatan moral, nama atau
reputasi (Isa: 2017, 65). Karakter menurut yang disampaikan Ryan dan Bohln mengandung
tiga unsur pokok yaitu mengetahui kebaikan, mencintai kebaikan dan melaksanakan
kebaikan (Abdul Majid dan Dian Andayani: 2011, 11).
Pendidikan karakter dapat dikatakan merupakan suatu usaha sadar untuk
menanamkan dan megembangkan nilai-nilai kebaikan dalam rangka memanusiakan-
manusia, memperbaiki karakter dan melatih intelektual peserta didik, agar tercipta generasi
berilmu dan berakarakter yang dapat memberikan kebermanfaatan bagi lingkungan sekitar.
Praktek Pendidikan yang mengedepankan realisasi perbaikan jiwa dan raga menjadi inti
dari konsep Pendidikan karakter di samping mentransformasikan nilai-nilai keilmuan yang
bermanfaat. Pada akhirnya, Pendidikan karakter yang ideal dapat dilaksanakan ketika hati
dan akal manusia telah mampu mengikuti prosesi Pendidikan.

2.2.4 Ahlussunnah Waljamaa’ah


Istilah ahlussunnah waljamaa’ah tidak jauh dari hadits iftraqu ummah (Hanan:
2021). Hadits ini menjelaskan bahwa umat Rasulullah SAW akan terpecah menjadi tuju
puluh tiga (73) golongan. Dari jumlah tersebut hanya satu golongan saja yang selamat yaitu
firqotun najiatun dan kelak hanya golongan inilah yang berhak masuk surga. Beberapa
hadits tentang firqatun najiatun mengandung tiga terma yang kemudian disimpulkan oleh
para ulama menjadi istilah Ahlussunnah Waljamaa’ah. Jelasnya yang dimaksud ma ana
‘alaihi wa ashabihi, al jamaa’ah, dan sawadul a’dzam. Abu Muhammad Waskito yang
mengutip dari kesimpulan Syekh Salman al Audah bahwa ciri ahlussunnah waljamaa’ah
adalah adanya kata jamaa’ah sebagaimanan menurut hadits sahabat Mu’awiyah, Auf bin
Malik dan Anas, “mengikuti aku dan sahabatku”, sebagaimana hadits Abdullah bin Amr
bin al Ash dan Anas, “serta kelompok yang besar”, sebagaimana tersebut dalam hadits
Jabir dan Abu Umamah (W.A. Muhammad: 2012).
Secara bahasa, Ahlussunnah terdiri dari tiga suku kata, (1) ahlun. Dalam bahasa
Arab ia dapat dieja sebagai ahlun, ahala, ya’halu, ya’hilu, uhuulan yang berarti penghuni
sebuah tempat, suami, istri, kerabat, dan juga bermakna pengikut. (2) As sunnah, dalam
terminology bahasa Arab berarti suatu sarana, jalan, aturan, tuntunan dan cara untuk
berbuat atau cara hidup, metode atau contoh. Secara khusus ia bermakna perkataan,
perbuatan, dan persetujuan yang berasal dari Nabi Muhammad SAW. (3) al jamaa’ah, ia
berasal dari jamaa’ah yang berarti mengumpulkan sesuatu, lawan dari tafarruq (perceraian)
dan furqah (perpecahan). Jamaa’ah ialah kelompok orang, ia juga berarti kaum yang
bersepakat dalam suatu masalah. Jamaa’ah juga berarti kelompok mayoritas, mempunyai
arti yang sama dengan istilah sawadul al a’dzam. Hanan menyatakan bahwa kata al
jamaa’ah tidak bermakna kelompok atau aliran, melainkan orang-orang yang telah
mengimplementasikan ilmu didasari dengan tujuan selamat dunia dan akhirat.
Ari berpendapat bahwa munculnya istilah Ahlussunnah Waljamaa’ah merupakan
alternatif dari perdebatan antara qadiriyah, jabbariyah dan Mu’tazilah (Ari: 2019). Secara
konteks Islam Indonesia bahwa ajaran Ahlussunnah Waljamaa’ah telah didasarkan pada
pengertian Ahlussunnah Waljamaa’ah itu sendiri yaitu: kelompok manusia yang
melaksanakan sunnah Nabi Muhammad SAW dan sahabat-sahabat RA secara terus-
menerus dalam segala bidang kehidupan, meliputi: akidah, syariah, dan tasawuf.
Nila-nilai Ahlussunnah Waljamaa’ah seperti yang dijelaskan oleh Hanan yaitu:
moderat, adil, toleran dan sikap reformatif dan dinamis. Lebih detailnya, Pertama, nilai
sedang atau tawassuth ialah berperilaku mencari jalan tengah, bersikap rata menengah, ia
tidak berlebihan dalam menunjukkan sikapnya, baik menyikapi baik dan buruk. Ia dikenal
dengan sikap moderat sebagaimana firman Allah dalam al Qur’an surat al Baqarah ayat
143. Bahwa prinsip-prinsip yang dipilih antara lain (1). As shidqu (kebenaran, kejujuran),
(2). al amanah (dapat dipercaya), (3). Al Ta’aawun (kerjasama), (4). Al ‘adalah (adil), dan
(5). Al istiqamah (konsistensi).
Kedua, nilai wajar (al i’tidal) ialah kapasitas sikap seseorang terhadap segala
sesuatu secara proporsional, menempatkan segala hal sesuai tempatnya. Ia lazim bersikap
adil, mematuhi aturan hukum dalam kehidupan masyarakat sebagai sebuah kesepakatan
bersama. Bersikap adil bagi seseorang akan membawanya lebih dekat ke taqwa. Ibnu
Maskawaih berpendapat bahwa sikap adil ialah akumulasi dari nilai kebijaksanaan
(hikmah), nilai keberanian (syaja’ah) dan nilai kelembutan (‘iffah). Ketiga, nilai toleransi
(tasammuq) ialah sikap seseorang kepada keragaman budaya, agama, bahasan dan negara
dsb. Wujud dari keragaman tersebut diterima sebagai sebuah fakta dan penghormatan serta
penghargaan atas perbedaan yang telah ada. Hanan menyatakan bahwa KH. Ahmad Siddiq
memformulasikan sikap toleran ini dalam prinsip-prinsip persaudaraan, yaitu ukhuwah
(persaudaraan) di dalam konteks satu agama (ukhuwah Islamiyah), bangsa (ukhuwah
wathoniyah) yang sama, atau kemanusiaan (ukhuwah basyariyah) yang sama. Al Qur’an
surat al Baqarah ayat 256 menunjukkan bahwa sikap toleransi ialah wujud dari sikap
persaudaraan.
Keempat, nilai reformatif (Islahiyah) yaitu melakukan transformasi secara terus-
menerus ke arah yang lebih baik. Kaidah al muhafadzah bil Qadim as shalih wa al akhdzu
bi al jadid al aslah telah menjelma menjadi pedoman transformasi tersebut. Istilah
Rahmatan lil ‘alamin berarti Islam damai atau cinta universal menjadi dasar dari
transformasi dan kaidah tersebut sebagaimana ia terkandung dalam al Qur’an surat al
Anbiya’ ayat 107. Kelima, nilai dinamis (tathawwur) ialah sebuah respon seseorang
terhadap perkembangan yang terjadi diiringi dengan cara mengkontekstualisasikan setiap
masalah yang berkembang. Sebuah sikap dinamis mampun mempengaruhi seseorang dalam
melihat sebuah barang tidak melulu secara materi namun melihat hal ada di baliknya yakni
situasi yang melatarbelakanginya.
2.2.5 Nilai karakter Ahlussunnah Waljamaa’ah
.............
2.2.5 Kandungan Kitab Bidayatul Hidayah
Tasawuf Al Ghazali sederhananya dimulai dengan menuntut ilmu dan
mengamalkannya. Ia mendefinisikan tasawuf sebagai perilaku mengosongkan hati dari
segala sesuatu selain Allah, menganggap rendah segala sesuatu selain Allah, dan akibat dari
sikap ini mempengaruhi pekerjaan hati dan anggota badan (Fattah:104). Jelasnya, manusia
diciptakan di dunia hanya untuk menyembah Tuhannya. Segala ciptaan atas kuasa-Nya
secara hakikat lazim dihormati namun ketika ia berhubungan dengan hawa nafsu maka
segala sesuatu selain Allah adalah hina. Al Ghazali dalam mengemukakan definisi di atas
terlihat condong kepada tasawuf akhlak.
Fattah mengatakan bahwa menurut Al Ghazali tasawuf mencakup jalan dan tujuan.
Ia mengutip perkataan Al Ghozali bahwa jalan ditempuh dengan mempersembahkan
kegiatan mujahadah (perjuangan) dan menghapus sifat-sifat tercela dan memutuskan semua
ketergantungan dengan makhluk, serta menyongsong esensi cita-cita bertemu Allah. Jika
tujuan itu tercapai maka Allah lah yang menjadi penguasa dan pengendali hati hambanya
dan Dia menerangi hamba-Nya dengan cahaya ilmu (Fattah, 107). Sebagai manusia yang
memiliki tingkatan ikhtiar maka lazim dalam menggapai tujuan adalah menjalankan syariat
agama. Perjalanan melaksanakan perintah agama dinamakan mujahadah dan akhir dari
perjalanan tersebut adalah ghayah, sebagai hakikat yang berasal dari Allah.
Hakikat dapat tersibak atas kekuasaan Allah. Tidak semua orang mendapatkan
anugerah berupa penyingkapan tabir-tabir keabadian. Ia haru melewati tingkatan ikhtiar
dengan menjalankan syariat agama secara menyeluruh. Tentunya proses itu tidak mudah
dilalui sehingga membutuhkan perjalanan Panjang. Jika manusia tiba pada tujuannya maka
atas kekuasaan Allah memberikan nur. Manusia ketika mendapatkan nur mampu menolak
dan menjauhi hal-hal selain Allah. Ia akan menghadap ke alam abadi (Nuh: 2014, 90).
Pandangan alam abadi ialah sebagai tatapan manusia hanya pada Tuhannya sambil
menafikan perkara duniawi yang menipu.
Al Ghazali begitu serius memperhatikan kiat-kiat perjalan manusia menuju
Tuhannya. Ia mangatakan bahwa tingkatan awal untuk menuju jalan tasawuf adalah
memperoleh ilmu dan mengamalkannya. Prosesi memperoleh ilmu lazim dilewati dengan
menuntut ilmu oleh seorang manusia. Ia dapat diawali di waktu anak-anak. Al Ghazali
secara detail menjelaskan kiat-kiat menuntut ilmu bagi siswa usia remaja. Sebagai
gambaran jelas agar mudah mendapatkan ilmu, Al Ghazali menuturkannya dalam kitab
Bidayatul Hidayah. Kitab ini diisyaratkan olehnya agar dipelajari sebelum menyelami kitab
Ihya’ Ulum Al Din, yaitu kitab tasawuf yang memiliki cakupan lebih luas.
Kitab Bidayatul Hidayah secara garis besar mencakup tiga bagian yaitu taat
kepada Allah, menjauhi larangan-Nya dan tata cara berhubungan dengan Allah dan
makhluk-Nya (Abu Hamid: 112). Pada bab taat kepada Allah terdapat empat belas (14)
bagian yaitu adab ketika bangun tidur, adab masuk kamar mandi, adab wudhu, adab mandi
besar, adab tayamum, adab berjalan menuju masjid, adab masuk masjid, adab ketika terbit
matahari hingga tergelincir, adab sebelum sholat fardlu, adab ketika akan tidur, adab
menjadi imam dan ma’mum, adab ketika hari jum’at, dan adab puasa. Bagian kedua pada
bab menjauhi maksiat terdapat dua bagian yaitu menjaga anggota badan dan maksiat hati.
Bagian ke tiga berisi adab berhubungan dengan Allah dan makhluk-Nya.
Bab taat kepada Allah mengandung rincian kegiatan sehari-hari manusia dalam
menjalankan ibadah. Al Ghozali mengatur sedemikian rupa agar waktu satu hari yang
dimiliki manusia tidak jauh dari ibadah. Penjelasan keempa belas perkara sebagai berikut:
1. Adab bangun tidur,
Al Ghozali menganjurkan agar seseorang bangun pagi sebelum sholat subuh
dan membaca doa setelah bangun tidur. Ia mengisyaratkan ketika seseorang
memakai baju hendaknya berniat melaksanakan perintah Allah dalam
menutupi aurat dan tidak pamer.
2. Adab masuk kamar mandi,
Ketika masuk kamar mandi hendaknya mendahulukan kaki kiri dan
mendahulukan kaki kanan ketika keluar. Ia melarang seseorang membawa
kertas yang bertuliskan lafadz Allah dan Rasulullah SAW. Al Ghozali
menganjurkan agar selalu memakai penutup kepala dan berdoa sebelum masuk
kamar mandi.
3. Adab berwudhu,
Adab berwudhu ialah duduk di tempat agak tinggi sambil menghadap qiblat
dan membaca doa. Melakukan wudhu sambil membaca doa di setiap gerakan
wudhu. Anjuran tersebut bersifat sunnah.
4. Adab mandi besar,
Tata cara mandi besar yang disunnahkan Al Ghazali ialah mencuci tangan
sebanyak tiga kali dan membersihkan seluruh tubuh dari kotoran-kotoran.
Apabila keduanya telah dilaksanakan maka hendaknya wudhu dan
mengakhirkan basuhan kaki. Mandi besar dimulai dari menyiram kepala
sebanyak tiga kali dan berniat melaksanakan mandi besar.
5. Adab tayamum,
Apabila syarat-syarat tayamum telah terpenuhi hendaknya seseorang mencari
debu yang bersih dan suci. Tata cara melaksanakan tayamum seperti yang
disepakati oleh ulama’-ulama’ ahli fiqih.
6. Adab berjalan menuju masjid,
Al Ghozali menjelaskan bahwa sebelum pergi ke masjid untuk menunaikan
sholat shubuh hendaknya seseorang menunaikan sholat sunnah fajar.
Perjalanan menuju masjid lazim dengan tenang sambil berdoa. Seseorang
lazim melaksanakan ibadah sholat fardu secara berjamaah.
7. Adab masuk masjid,
Adab seseorang masuk masjid dengan mendahulukan kaki kanan sambil
berdoa. Jika menemui seseorang yang berbisnis di masjid hendaknya ia
mendoakannya agar tidak beruntung dan apabila menemukan pencari barang
hilang hendaknya ia mendoakannya agar tidak dapat menemukan barang
tersebut.
8. Adab ketika terbit matahari hingga tergelincir,
Hendaknya ketika tiba waktu terbit matahari dan waktu larangan sholat telah
usai maka seseorang disunnahkan sholat dhuha. Apabila telah menunaikan
sholat dhuha, terdapat empat amalan pilihan yaitu a. lazim untuk menuntut
ilmu, b. jika tidak mampu maka sibuklah dengan berdzikir, baca Al Qur’an,
tasbih dan sholat sunnah, c. membantu sesama umat manusia atau ulama, d.
bekerja untuk menafkahi diri sendiri atau keluarga.
9. Adab sebelum menunaikan sholat fardlu,
Sebelum menunaikan sholat dzuhur hendaknya seseorang tidur siang sebentar.
Tidur siang dapat mempermudah bangun malam. Melaksanakan sholat fardhu
lazim secara berjamaah di masjid. Imam Al Ghazali mengisyaratkan agar
menunaikan sholat sunnah sebelum dan sesudah sholat fardlu.
10. Adab sebelum tidur,
Tidur seseorang hendaknya menghadap kiblat. Sebelum tidur ia laazim dalam
keadaan suci. Berdoa sebelum tidur hendaknya ditambah dengan taubat.
Seseorang tidur dengan memiringkan badan ke arah kanan. Manfaat berwudhu
sebelum tidur adalah supaya ketika ruh seseorang dicabut maka ia dalam
keadaan suci.
11. Adab menunaikan sholat,
Sebelum sholat, seseorang hendaknya suci dari hadas besar dan kecil. Selain
itu pakain dan tempat yang dipakai untuk sholat. Menutup aurat dan
menghadap kiblat sebagai adab untuk menunaikan sholat.
12. Adab menjadi imam dan makmum sholat,
Seorang imam hendaknya meringankan sholatnya demi kenyamanan makmum.
Menjadi imam hendaknya meengatur barisan sholat, membaca takbir yang
dapat didengar oleh makmum dan berniat menjadi imam demi mendapatkan
keutamaan pahala.
13. Adab di hari jum’at,
Dalam rangka menyongsong hari jum’at, seseorang harus memanfaatkannya
dengan baik seperti mempersiapkan diri untuk menunaikan sholat jum’at. Al
Ghazali mensunnahkan seseorang agar membersihkan pakaian, memotong
kuku, banyak membaca tasbih, dan istighfar. Keutamaan hari jum’at adalah
terdapat waktu muistajab untuk berdoa.

14. Adab berpuasa,


Jika seseorang berpuasa bulan Ramadhan hendaknya ia tidak meninggalkan
pekerjaannya demi fokus berpuasa. Ia dianjurkan tetap menjalankan
kewajibannya untuk menafkahi keluarga. Puasa sebagai ibadah menahan lapar,
minum, dan seluruh anggota badan dari hawa nafsu.

Bab menjauhi maksiat adalah inti kedua dalam kitab Bidayatul Hidayah. Dalam
bab ini secara umum perintah menjauhi maksiat adalah menjaga tujuh anggota badan dari
perbuatan-perbuatan yang dibenci Allah SWT. Tujuh anggota badan adalah mata, telinga,
lisan, perut, kemaluan, tangan, dan kaki. Berikut penjelasan tata cara menjaga anggota
badan beserta manfaatnya.

1. Mata

Al Ghozali mengatakan bahwa mata diciptakan agar manusia dapat melihat


petunjuk atas kegelapan-kegelapan yang berada di sekitarnya dan mampu menyaksikan
kekuasaan Allah SWT. Menjaga mata menurut Al Ghozali adalah menjauhkan diri dari
melihat orang lain dengan pandangan yang penuh penghinaan dan mencari-cari aib orang
lain.

2. Telinga

Sebagai alat pendengar, telinga lazim dijaga dari mendengarkan bid’ah, omongan
tentang oran lain, kekejian, diskusi mendalam tentang kebatilan dan keburukan-keburukan
orang lain. Menurut Al Ghozali bahwa telinga diciptakan Allah SWT untuk mendengarkan
firmanNya, sunnah Nabi Muhammad SAW, hikmah-hikmah para wali, dan ilmu
bermanfaat. Ia menyebutkan jika telinga dipakai mendengarkan perkara-perkara yang
diharamkan Allah dan menjadi penyebab kehancuran seseorang maka hal ini adalah puncak
dari sebuah kerugian.
3. Lisan
Al Ghozali menegaskan bahwa lisan adalah anggota badan manusia yang
berpengaruh. Ia menuturkan jika lisan dipakai pada jalan yang tidak diridhoi Allah SWT
maka dapat disebut sebagai kekufuran atas nikmatNya. Ditulis dalam kitab Bidayatul
Hidayah bahwa lisan wajib dijaga dari delapan perkara yaitu: dusta, ingkar janji, ghibah
(gosib), adu mulut, merasa paling suci, melaknat ciptaan Allah SWT, mendoakan buruk,
dan guyonan yang berujung pada penghinaan.
a. Dusta
Al Ghozali menyatakan bahwa kelaziman menjaga lisan dalam keadaan
serius dan bercanda. Apabila manusia terbiasa berbohong atau berdusta maka sifat
kewibawaannya akan runtuh. Lebih dari itu perkataannya menjadi sirna tak
bermakna sehingga orang lain tidak mempercayainya. Orang lain juga akan
memandang hina terhadap pelaku dusta. Al Ghozali mewanti-wanti jika seseorang
hendak mengetahui buruknya dusta dari dirinya maka ia dapat melihat orang lain
berdusta kepada dirinya.
b. Ingkar janji
Al Ghozali mewanti-wanti agar jangan mudah membua janji jika tidak
mampu memenuhi. Ia menganjurkan agar manusia tidak perlu mengutarakan
niatnya atas perbuatan baik yang akan dilakukan terhadap orang lain. Ingkar janji
hanya diperbolehkan ketika terhalang masalah darurat atau pembuat janji benar-
benar tidak mampu menepatinya. Ia menyampaikan bahwa menurut Rasulullah
SAW salah satu tanda orang munafik adalah ingkar janji.
c. Menjaga lisan dari ghibah atau membicarakan orang lain.
Pantangan tersebut khusus pada membicarakan orang lain atas hal yang
tidak disukainya ketika terdengar. Dosa yang akan menimpa pelaku ghibah lebih
pedih dari doa tiga puluh kali berzina. Al Ghozali menuliskan bahwa larangan
meng-ghibah para ahli Al Qur’an atau ulama, semisal mendoakan mereka di depan
umum agar diperbaiki oleh Allah. Berdoa seperti ini menurutnya mengandung dua
keburukan yaitu ghibah dan merasa lebih suci. Ia menganjurkan apabila hendak
melakukan ini cukup berdoa secara rahasia.
d. Menjaga lisan dari perdebatan sengit hingga memojokkan lawan bicara atau
orang lain.
Praktek ini menurut Al Ghozali dapat menyakiti orang lain,
membodohkan, menghina, dan di dalamnya terdapat perasaan paling suci karena
merasa lebih pintar. Ia menganjurkan agar tidak melayani perdebatan dengan
orang bodoh kecuali dalam beberapa hal. Kebolehan mendebat orang bodoh
selama ia menyakiti, membuat marah hingga berujung pada balas dendam.

e. Pantangan untuk menjaga lisan selanjutnya adalah merasa lebih suci.


Perasaan ini menurut Al Ghozali menyebabkan jatuhnya harga diri di
hadapan manusia dan menimbulkan kemarahan Allah SWT. Masalah persaan lebih
suci dari orang lain hanya dapat dirasakan oleh diri sendiri namun hal dapat
terlihat dari orang lain. Al Ghozali memberi contoh seseorang yang memuji
dirinya sendiri. Seseorang dapat terlihat merasa lebih suci dari orang lain ketika ia
menyanjung atas kelebihan dirinya sendiri.

f. Melaknat makhluk-makhluk ciptaan Allah dan menuduh syirik sesama muslim.


Mencela atau menghina hasil pekerjaan orang lain tentu bukan perilaku
yang terpuji dan dapat menimbulkan kemarahan pemiliknya. Hal ini sama seperti
penghinaan kita terhadap makhluk-makhluk ciptaan Allah SWT. Sang Pencipta
tentu murka atas perbuatan tercela tersebut. Wujud dari perbuatan menghina
barang-barang lain sebagai tanda buruknya akhlak seseorang. Akhlak yang buruk
juga semisal dengan menuduh syirik sesama muslim. Al Ghozali
mengibaratkannya ahli kiblat. Menurutnya, sesorang yang telah menjalankan
kewajiban-kewajiban agama seperti sholat maka tidak boleh dihukumi syirik
hanya karena berbeda pendapat. Ia menyatakan bahwa kedua perbuatan ini tidak
diperintahkan Allah SWT meskipun tergolong perbuatan tercela.

g. Mendoakan keburukan kepada orang lain.


Imam Al Ghozali menganjurkan agar tidak mendoakan keburukan bagi
orang lain meskipun ia pernah berbuat zalim. Kezaliman yang ia lakukan
hendaknya agar dipasrahkan kepada Allah SWT. Ia melarang perbuatan caci maki
yang berlebihan kepada pelaku zalim sebab setiap perbuatan ada balasannya. Al
Ghozali mengatakan bahwa dosa seseorang yang dizalimi dapat lebih besar dari
pelaku kezaliman. Hal itu seperti korban kezaliman yang melaknat pelaku
kezaliman secara membabi buta.

h. Bercanda yang mengandung penghinaan.


Menjaga lisan dari penghinaan yang dibungkus dengan guyonan menjadi
perhatian serius bagi Al Ghozali. Ia melarang hal tersebut dalam dua keadaan yaitu
serius dan tidak serius. Mengapa demikian, ia dapat menyurutkan wajah orang
lain, menurunkan kewibaawaan pelaku, membuat suasana tidak nyaman dan
tentunya menyakiti hati. Ia melanjutkan bahwa hal ini dapat menimbulkan adu
mulut, kemarahan, putusnya tali silaturahim dan balas dendam. Jika mendapati
seseorang melakukan hal tersebut hendaknya kita menjauhinya dan tidak
melayani perbuatannya.

4. Menjaga perut

Perut menjadi wadah pengolah makanan manusia. Makanan-makanan yang


dimakan wajib halal. Al Ghozali melarang siswa penuntut ilmu makan makanan yang
syubhat terlebih makanan haram. Ia menganjurkan agar siswa atau pelajar bekerja mencari
rezeki yang halal. Rezeki yang berupa makanan halal tentu menurut Al Ghozali harus
dibatasi. Siswa wajib makan makanan halal namun tidak boleh berlebihan. Kelebihan
makanan menyebabkan kekenyangan yang berujung pada kemalasan. Ia mewanti-wanti
siswa yang serius belajar agar tidak kekenyangan dalam makan. Kekenyangan menurut Al
Ghozali dapat menimbulkan kerasnya hati, menurunkan kecerdasan, merusak hafalan,
memperberat anggota tubuh untuk beribadah, menguatkan hawa nafsu dan menolong setan
untuk menggoda manusia.

5. Menjaga Kemaluan.

Seseorang dianggap mampu menjaga kemaluan karena ia mampu menjaga mata,


hati, fikiran dan perut dari hal-hal yang menimbulkan syahwat. Hal ini seperti yang
dikatakan Nabi Muhammad SAW bahwa semua panca indera memiliki status zina (ringan).
Maka kemaluanlah yang akan membenarkannya sebagai zina yang sesungguhnya. Panca
indera dan perut menurut Al Ghozali adalah factor-faktor pemicu bangkitnya syahwat
manusia.

6. Menjaga kedua tangan.

Imam Al Ghozali memerintahkan siswa agar menjaga kedua tangan dari memukul
sesama muslim, mencuri, menyakiti orang lain, mengkhianati sebuah amanah atau
kepercayaan, dan menulis hal-hal yang dilarang mengucapkannya. Tangan dapat menjadi
alat kebaikan sekaligus keburukan bagi manusia. Seseorang mampu memberi dampak
langsung kepada orang lain dengan tangan yang dimilikinya.

7. Menjaga kedua kaki,


Al Ghozali memaksudkan menggunakan kedua kaki untuk berjalan menuju
(melakukan) barang haram. Ia memberi contoh bahwa kedua kaki dilarang diapakai
berjalan menuju pemimpin yang zalim. Perjalanan tersebut dilarang jika niatnya untuk
menghormati dan mendukung kezalimannya. Secara jelas Al Ghozali melarang perbuatan
tercela dan untuk menahannya adalah larangan melangkah untuk merealisasikan niat buruk.
Penjelasan ini selaras dengan perserta didik yang mudah tersulut emosi, terlebih
diwujudkan dengan praktek berkelahi secara bekelompok. Memang contoh dari Al Ghozali
telah jarang kita temukan namun pesan yang ia isyaratkan mengandung makna bahwa
pencegahan lebih penting dari pada mengobati.
Bab ke tiga adalah adab berhubungan dengan Allah dan dengan makhlukNya. Al
Ghazali menyatakan bahwa kawan sejati yang tidak meninggalkan seseorang dalam
keadaan apapun adalah Allah SWT. Hendaknya seseorang mempunyai waktu khusus untuk
bermunajat dengan Penciptanya. Adab bermunajat dengan Allah ialah menundukkan
kepala, memejamkan mata, konsentrasi, diam, tenang, bersegera melaksanakan
perintahNya, meninggalkan larangannya, mengurangi penentangan terhadap takdir, dzikir,
tafakur, mengutamakan kebenaran atas kebatilan, tidak berharap pada manusia, tunduk di
bawah kebesaranNya, susah disertai malu, menahan atas dusta terhadap mencari rezeki, dan
tawakal atas anugerah Allah.
Adab seorang ulama’ ialah sabar menanggung beban, lapang dada, duduk dengan
kewibawaan, tidak sombong, mengutamakan tawadhu’, tidak gampang bercanda, sayang
kepada murid, lembut menyikapi murid nakal, berusaha memperbaiki seseorang yang buruk
perilaku, meninggalkan kekerasan, menatap serius seseorang yang bertanya, memahami
pertanyaan penanya, menerima alasan, tunduk pada kebenaran, mencegah murid belajar
ilmu yang membahayakan, melarang murid menunaikan perkara sunnah atas perkara wajib,
dan mengajak diri sendiri agar bertaqwa.
Adab seorang murid kepada gurunya ialah menyapa dengan salam, tidak banyak
bicara, berbicara sesuai pertanyaan guru, tidak bertanya sebelum diizinkan, tidak
menyanggah gurunya dengan membandingkan pendapat lain, tidak memberi masukan
kepada guru atas perbedaan pendapatnya sehingga merasa lebih tahu, tidak membuat
diskusi di dalam diskusi temannya, tidak banyak menoleh ketika duduk, tidak banyak
bertanya ketika sang guru merasa jenuh, berdiri sesudah gurunya berdiri, tidak menirukan
pertanyaan dan pembicaraan gurunya, tidak bertanya ketika di tengah jalan, tidak
berprasangka buruk, dan hendaknya mempelajari sikap Nabi Musa as kepada Nabi Khidir
as.
2.3 Theoretical Framework
Kerangka teoritis sebagai fondasi tempat dimana setiap proyek didasarkan. Ia
dibangun secara logis, digambarkan dan dielaborasi dengan jaringan dari asosiasi antar
variable yang relevan dengan permasalahan dan identifikasi langsung pada proses
wawancara, observasi, dan tinjauan literatur. Di bawah ini penulis menyajikan penelitian
dalam bentuk theoretical framework:
Bagan 2.1 Theoretical Framework

Literatur Identifikasi Kitab


Pendidikan nilai-nilai Bidayatul
karakter karakter Hidayah
aswaja

Taat kepada
Allah, menjauhi
ekstraksi nilai-
maksiat dan
nilai karakter Implementasi
aswaja dari menjaga
kitab Bidayatul hubungan
Hidayah dengan Allah dan
makhluknya
Aktor

Sikap
Proyeksi:
ketaatan
Kegiatan Pengajian
Sikap yang Kitab Bidayatul
peserta
muncul Hidayah didik

Keterangan: Model pengajian dan keteladanan dalam


kitab Bidayatul Hidayah yang diajarkan
Komando/instruktif pengasuh dalam mengimplementasikan
nilai-nilai karakter Ahlussunnah
interaktif
Waljamaa’ah
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian


Penenlitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dalam rangka untuk memahami
masalah sosial atau masalah manusia berdasarkan penciptaan gambar holistic yang
dibentuk dengan kata-kata, melaporkan pandangan informan secara terperinci dan disusun
dalam sebuah latar ilmiah (Samsu: 2017, 86). Jelasnya peneliti secara langsung terjun di
lokasi kasus yaitu Pondok Pesantren SMP-SMA Sabilurrosyad Malang dalam rangka
memahami masalah yang terjadi. Peneliti menggali informasi secara lengkap dan
mendalam sesuai metode yang dipakai. Data-data yang terkumpul lantas diakomodasi dan
dianalisi sehingga mendapatkan hasil penelitian yang diinginkan.
Pendekatan penelitian ini ialah studi kasus. Penelitian yang menggunakan
pendekatan ini dilakukan dengan memahami individu yang dilakukan secara integrative dan
komprehensif agar diperoleh pemahaman yang mendalam tentang individu tersebut beserta
masalah yang dihadapinya dengan tujuan masalahnya dapat terselesaikan dan memperoleh
perkembangan diri yang baik (Susilo & Gudnanto: 2011, 64). Peneliti berusaha menelusuri
masalah-masalah karakter dan intoleransi yang melilit peserta didik Pondok Pesantren
SMP-SMA Sabilurrosyad Malang. Berangkat dari penelitian awal seperti degradasi
karakter, kemalasan belajar, hingga intoleransi yang ada di sekolah tersebut. Tujuan akhir
dari penelitian ini untuk menawarkan solusi praktis bagi peserta didik untuk
mengimprovisasi karakter dan mengurangi pertumbuhan intoleransi.

3.2 Subjek Penelitian


Pondok Pesantren SMP-SMA Sabilurrosyad adalah Lembaga Pendidikan Islam
berbasis pesantren yang berlokasi di Jl. Candi VI/ C tepatnya di Dusun Gasek Desa
Karangbesuki Kecamatan Sukun Kota Malang. Lembaga ini berada di bawah naungan
Yayasan Sabilurrosyad yang didirikan oleh H. Muslimin seorang tokoh masyarakat Desa
Karangbesuki. Ia berdiri tahun 2013 atas inisiatif dari pengasuh pusat Pondok Pesantren
Sabilurrosyad. Para pengasuh utama yaitu KH. Marzuki Mustamar M.Ag, KH. Ahmad
Warsito, Agus Kafa ‘Ainul ‘Aziz dan Agus Nurul ‘Ilmi Badruduja. Pengasuh khusus pada
pesantren ini ialah Agus Kafa ‘Ainul ‘Aziz.
Pesantren berdiri bergandengan dengan sekolah formal SMP Islam Sabilurrosyad
dan SMA Islam Sabilurrosyad. Peserta didik mayoritas berasal dari Kota dan Kabupaten
Malang. Mereka mengikuti belajar pagi di sekolah dan pengajian sore hingga pagi di
pesantren. Pesantren yang berdiri di pinggiran kota Malang ini mengedapankan akhlak
karimah dan kecerdasan peserta didiknya. Sistem pembelajaran yang dianut di pesantren
menggunakan sistem pengajian seperti yang berlaku di pondok salaf pada umumnya yaitu
pengajian kitab kuning.
Peserta didik atau pelajar di pesantren diisi oleh remaja usia dua belas tahun
hingga tujuh belas tahun. Mereka terbiasa mengikuti kegiatan pondok seperti sholat
berjamaah, pengajian kitab kuning, Latihan pidato, dan amalan-amalan keagamaan lain.
Mereka juga dituntut untuk belajar akhlak yang dicerminkan dengan menghormati sesama
peserta didik dan menghormati guru. Pelatihan keorganisasian di pondok ini telah
diterapkan dengan mendirikan organisasi pengurus. Pengurus pondok pesantren
bertanggung jawab langsung terhadap kegiatan sehari-hari.

3.3 Instrumen Penelitian


Dalam rangka mendapatkan data yang valid dari lokasi, peneliti menggunakan
dirinya sendiri sebagai alat untuk mengumpulkan data. Peneliti sebagai manusia yang
mampu berhubungan langsung dengan responden dan dapat memahami kejadian di lokasi.
Langkah-langkah yang akan ditempuh peneliti untuk melakukan pengamatan, wawancara,
pencatatan dan pengumpulan data penelitian dari subjek penelitian:
1. Meminta izin kepada Pengasuh Pondok Pesantren SMP-SMA Sabilurrosyad
Malang untuk melakukan penelitian.
2. Peneliti mengadakan kontak langsung dengan informan untuk mengumpulkan
data.
3. Menyusun jadwal kegiatan sesuai kesepakatan antara peneliti dengan informan
dan subjek penelitian.
4. Peneliti melaksanakan observasi, interview dan penelusuran dokumen sesuai
jadwal yang telah disepakati.

Dalam rangka mendukung proses penelitian, peneliti memanfaatkan alat


pendukung seperti buku tulis, pulpen, dan gawai untuk mengumpulkan data. Kehadiran
langsung peneliti di pondok pesantren dapat menunjang keabsahan data dengan mengikuti
jadwal yang disepakati.

3.4 Pengumpulan Data


Peneliti menggunakan tiga Teknik pengumpulan data demi mendapatkan data
yang valid, yaitu wawancara, observasi dan dokumentasi.
a. Wawancara,
Peneliti mewawancarai pengasuh Pondok Pesantren SMP-SMA Sabilurrosyad
Agus Kafa Ainul Aziz, pendamping pesantren, dan peserta didik pesantren. Wawancara
dilakukan dengan membawa daftar wawancara. Daftar wawancara dibantu dengan alat
wawancara dalam rangka membantu mendapatkan data lebih banyak. Penulis mencari data
dengan bersifat snowball berdasarkan temuan-temuan di lapangan. Proses wawancara akan
berhenti sampai menemukan kejenuhan data.
b. Observasi
Kegiatan obeservasi sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap
gejala yang tampak pada objek penelitian. Peneliti mengamati langsung kegiatan yang
terjadi di Pondok Pesantren SMP-SMA Sabilurrosyad Malang. Jika ditemukan unsur-unsur
yang mengarah ke data penelitian maka peneliti akan mencatat sampai terjadi kejenuhan
data. Contoh kasus degradasi karakter yang terjadi di lokasi penelitian akan diamati oleh
peneliti dengan cara melihat langsung pola peserta didik menyikapi masalah dan
berhubungan dengan keluarga pesantren. Dalam rangka mencari data tentang intoleransi,
peneliti akan melihat forum diskusi dan keorganisasian peserta didik.
c. Dokumentasi
Peneliti mencari data berupa catatan pelanggaran peserta didik, perizinan, absen
sekolah malam, sejarah pesantren, dan catatan guru yang mengajar di pesantren. Dokumen-
dokumen lain yang mempunyai hubungan langsung atau tidak langsung dengan penelitian
dapat dikumpulkan oleh peneliti untuk menambah data.
3.5 Analisis Data
Bakri menjelaskan bahwa analisis data ialah proses penelaahan, pengurutan, dan
pengelompokan data dengan tujuan untuk menyusun hipotesis kerja dan mengangkatnya
menjadi kesimpulan atau teori sebagai temuan penelitian (Bakri: 2013, 174). Dalam hal ini
peneliti menggunakan analisi data model “analisis data mengalir”. Ia terdiri dari tiga
aktivitas yaitu reduksi data, display data, dan menarik kesimpulan/ verivikasi (Samsu: 105,
2017). Secara terperinci, tahapan-tahapan terebut ialah:
3.5.1 Reduksi data
Tahap ini sebagai bentuk menyeleksi, memfokuskan, menyederhanakan,
mengabstraksikan, serta mentransformasikan data mentah yang muncul dalam penulisan
catatan lapangan. Data-data penelitian seperti hasil wawancara dengan pengasuh Pondok
Pesantren SMP-SMA Sabilurrosyad, pendamping dan peserta didik akan difokuskan ke
dalam satu tema besar.
Peneliti membagi menjadi dua bagian yaitu data pembangunan karakter dan
pencegahan tumbuhnya benih intoleransi. Peneliti akan terus mereduksi data hingga hasil
penelitian benar-benar terpilah menjadi dua bagian.
3.5.2 Display data atau sajian data
Tahapan sajian data sebagai tindakan merangkai informasi yang terorganisir dalam
upaya menggambarkan kesimpulan dan mengambil tindakan. Data yang telah tersaji dari
dua bagian akan diformulasikan ke dalam tabel data. Tabel data dapat berisi kualitas
karakter dan intoleransi peserta didik. Data yang telah disajikan dalam bentuk tabel dapat
mempermudah peneliti untuk membaca dan menafsirkan hasil penelitian. Hasil penelitian
yang didapat mampun mempermudah peneliti memverifikasi data.
3.5.3 Verifikasi.
Tahapan ini sebagai tindakan menyimpulkan data penelitian yang terdiri dari dua
kesimpulan yaitu kesimpulan sementara dan kesimpulan akhir. Kesimpulan sementara
didapat peneliti ketika sedang mengamati atau di tengah observasi kegiatan di Pondok
Pesantren SMP-SMA Sabilurrosyad. Peneliti melihat pola hubungan peserta didik dengan
temanya dan menyimpulkan secara sementara bagaiumana kualitas karakter dan
intoleransinya. Kesimpulan akhir didapat oleh peneliti setelah selesai mewawancarai
pengasuh pesantren Agus Kafa Ainul Aziz, pendamping pondok dan beberapa prserta
didik. Kesimpulan akhir mampu memberikan informasi bagaiman bangunan karakter dan
kualitas intoleransi peserta didik Pondok Pesantren SMP-SMA Sabilurrosyad Malang.

3.6 Audit Hasil Penelitian


Praktek audit hasil penelitian oleh peneliti lazim mengikuti empat kriteria yang
disebutkan oleh Moleong yaitu derajat kepercayaan, keteralihan, kebergantungan, dan
kepastian (Moleong: 1998, 173).
a. Derajat kepercayaan

Ia dimulai dengan membuat temuan dan interpretasi yang dapat dipercaya. Kedua
pengamatan terhadap data secara terus menerus untuk memahami gejala lebih mendalam,
sehingga dapat mengetahui aspek penting, terfokus dan relevan dengan topik penelitian.
Dalam rangka mendapatkan data yang terpercaya maka peneliti perlu terus menerus
mengkaji dan mengamati.

b. Keteralihan
Keteralihan masuk ktiteria validitas eksternal. Ia berfungsi untuk membangun
keteralihan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara “uraian rinci” untuk menjawab
persoalan sejauh mana hasil penelitian dapat ditransfer pada beberapa konteks lain.
Menggunakan teknik ini peneliti akan menghidangkan hasil penelitian seteliti dan secermat
mungkin yang menggambarkan konteks penelitian diselenggarakan dengan mengacu pada
fokus penelitian.
c. Kebergantungan
Ia merupakan kriteria menilai apakah proses penelitian bermutu atau tidak. Tata
cara untuk menetapkan bahwa proses penelitian dapat dipertahankan ialah audit
dependabilitas oleh auditor independent guna mengkaji kegiatan yang dilakukan oleh
peneliti. Dalam proses ini pembimbing yang terlibat secara langsung dalam penelitian
menjadi auditor independent.
d. Kepastian
Kriteria kepastian digunakan untuk menilai hasil penelitian yang dilakukan dengan
cara mengecek data informasi dan interpretasi hasil penelitian yang didukung oleh materi
yang ada pada pelacakan audit. Hal ini untuk memastikan keobjektifitasan sesuatu
bergantung pada persetujuan beberapa orang terhadap pandangan, pendapat dan penemuan
seseorang.
Daftar Rujukan

Agustin, Rahmawati. Skripsi. 2019. Implementasi Pendidikan Karakter Religius (Studi


Kasus Di SMA NU Tulungagung) Tahun Ajaran 2018-2019. Repo.iain-
tulungagung.ac.id
Ahmad, Abdul Fattah Sayyid. Tasawuf Antara Al Ghazali & Ibnu Taimiyah. TT: Khalifa.
http:/z.library.com

Ansori, Afton Ilman. Tesis 2018. Strategi Pengembangan Karakter Toleransi Beragama
Di Pondok Pesantren Darussalam Banyuwangi. Etheses.uin-malang.ac.id
Anshori, Isa. 2017. Penguatan Pendidikan Karakter di Madrasah. Halaqa: Islamic
Education Journal, Vol. 1 No. 2.
Ari, N.M. 2019. Ahlussunnah wa al jamaa’ah Sejarah Din Moch. Ari Nasichudin, Ahlu as
sunnah wa al jamaa’ah Sejarah Dinamika Umat Islam dan Analisis Sosial.
Bakri, Masykuri. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif: Tinjauan Teoritis dan Praktis.
Malang: Lembaga Penelitian Universitas Islam Malang Bekerjasama dengan
Visipress.
Bin Nuh, KH. R. Abdullah. 2014. Al Ghazali: Percikan Ihya’ Ulum Al Din Tafakur Sesaat
Lebih Baik Daripada Ibadah Setahu. Jakarta Selatan: PT. Mizan Publika.
Fahmi, M., 2013. M. BAB II Toleransi A. Definisi Toleransi.
http://digilib.uinsby.ac.id/10995/4/bab2.pdf

Fahroji, Oji.2020. Implementasi Pendidikan Karakter di SMP Islam Al Azhar 11 Kota


Serang dan SMP Islam Terpadu Raudhatul Jannah Kota Cilegon.
Repository.uinbanten.ac.id
Faiqoh, Titin. Tesis 2018. Model Pembentukan Karakter Siswa Berbasis Tasawuf Akhlaq
Di Boarding School (Studi Multisitus di Ma’had Al Qolam MAN 2 Malang dan
Ma’had Darul Hikmah MAN 1 Malang). Etheses.uin-malang.ac.id
Guntur. 2004. Implementasi dalam Birokrasi Pembangunan. Jakarta: Balai Pustaka.
Hanan, Uan Abdul. 2021. Pendidikan Karakter Berbasis Nilai Ahlussunnah Waljamaah
(Studi Kasus di MTs Ma’arif NU Kemiri,Purworejo). Journal of Empirical Research
In Islamic Education, Vol. 9 No. 2 Tahun 2021

Kadir, Abdul. 2014. Dasar-dasar Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Kartanegara, Mulyadi. 2006. Menyelami Lubuk Tasawuf. Jakarta: Erlangga.

Majid, Abdul & Dian Andayani. 2011. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.
Moleong, lexy J.. 1998. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Roskarya.
Muhammad, Abu Hamid. Bidayatul Hidayah. Surabaya: Maktabah Imam, TT.
Muhammad, W.A.. 2012. Mendamaikan Ahlus As Sunnah di Nusantara. Pusataka Al
Kautsar.
Mustoip, Sofyan. Muhammad Japar & Zulela MS. 2018. Implementasi Pendidikan
Karakter. Surabaya: Jakad Publishing,
Mulyasa. 2013. Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara.
Nasihin, Husna. 2018. Praksis Internalisasi Karakter Kemandirian Di Pondok Pesantren
Yatim Piatu Zuhriyah Yogyakarta. J-PAI: Jurnal Pendidikan Agama Islam, Volume
5 No. 1.
Niam, M. Khusnun dan Rahmad Tri Hadi. 2021. Internalisasi Tasawuf Al Ghazali pada
Masa Pandemi Covid-19. Tribakti: Jurnal Pemikiran Keislaman, Volume 32,
Nomor 1, Januari 2021.
Purwanto & Sulistyastuti. 1991. Analisis Kebijakan dari Formulasi ke Implementasi
Kebijakan, Jakarta: Bumi Aksara.
Rahardjo, Susilo & Gudnanto. 2011. Pemahaman Individu Teknik Non Tes. Kudus: Nora
Media Enterprise.
Ridwan, Muhammad Efendi. 2020. Mitigasi Intoleransi dan Radikalisme Beragama di
Pondok Pesantren Melalui Pendekatan Pembelajaran Inklusif. Jurnal Pedagogie,
Vol. 1, No. 1.

Saihu, Marsiti, 2019. Pendidikan Karakter Dalam Upaya Menangkal Radikalisme Di SMA
Negeri 3 Kota Depok Jawa Barat. Jurnal Pendidikan Islam Vol. 1 No. 1.

Samsu. 2017. Metode Penelitian (Teori dan Aplikasi Penelitian Kualitatif, Kuantitatif,
Mixed Methods serta Research & Development). Jambi: Pusaka Jambi.

Usman, Nurdin. 2002. Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum. Jakarta: Grasindo.


Yasir, F. M.. Konflik Agama di Indonesia Problem dan Solusi Pemecahannya. Substantia,
Vol. 16 (4), 2014.

Anda mungkin juga menyukai