Anda di halaman 1dari 10

Pengajian Wetonan Sebagai Media Untuk Membangun Pendidikan Karakter

Mahasiswa di Pondok Pesantren Sabilurrosyad Malang

Disusun Guna Memenuhi Tugas Akhir Matakuliah Psikologi Konseling

Dosen Pengampu :

Muallifah, MA

Oleh :
Fina Rahmatika (15410185)

JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG

2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kepribadian merupakan faktor paling dominan yang mempengaruhi


tingkah laku atau perbuatan yang dilakukan manusia. Jamaluddin (2016)
mengatakan bahwa kepribadian adalah potensi yang dimiliki oleh seseorang yang
menjadi ciri khasnya dan susah dirubah. Lalu dijelaskan lebih lanjut bahwa ada
istilah-istilah kepribadian yang lain yang mana salah satunya adalah karakter,
karakter oleh Jamaluddin dijelaskan sebagai sifat yang dimiliki oleh seseorang
yang melekat pada dirinya.

Di era serba internet ini, setiap orang bisa dengan bebas menunjukkan
sifat-sifat yang ia miliki terhadap setiap orang baik itu yang ia kenal maupun
tidak, begitupun setiap orang bisa dengan mudah mengenali karakter seseorang
melalui jaringan internet. Adanya jaringan internet yang membuat setiap orang
mudah untuk mengakses informasi ini, menjadikan banyak orang dengan mudah
memiliki role model yang mana sejatinya tidak pernah ia temui dan tidak dikenal
secara langsung. Hal ini menjadikan problematika baru dimana semakin banyak
orang yang terlalu bebas mengekspresikan apa yang ia rasakan tanpa
menghiraukan lagi norma-norma sosial masyarakat. Di media sosial instagram
akhir-akhir ini beredar video mengenai siswa Sekolah Dasar yang berdandan
seolah-olah remaja 20 tahun, video mengenai remaja-remaja yang memaki
temannya dengan sangat jelas, video mengenai remaja berciuman, dll. Hal ini
seolah-olah norma sosial itu sudah sangat tidak penting, dan sudah biasa untuk
dilanggar. Bahkan contoh terbaru yang dapat kita lihat adalah, adanya seorang
dokter yang tega membunuh istrinya sendiri karena pertengkaran masalah rumah
tangga. Hal ini menunjukkan bahwa pintar saja tidak cukup untuk menjadi
individu yang bermanfaat, tapi diperlukan juga karakter yang baik yang mulia
yang sesuai dengan nilai dan norma masyarakat.
Hal inilah mengapa pendidikan karakter dinilai sangat penting. Fakta-fakta
yang ada menunjukkan bahwa banyak remaja indonesia yang krisis karakter,
sehingga mereka sudah biasa melakukan pelanggaran terhadap norma dengan
tanpa merasa bersalah. Oleh karena itu dalam hal ini penulis akan menggali
tentang salah satu pondok pesantren di Kota Malang yang diduga menerapkan
pendidikan karakter dalam kegiatan yang ada di pondok tersebut.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Pondok Pesantren Sabilurrosyad merupakan salah satu pondok pesantren


di Kota Malang yang mayoritas santriwan dan santriwatinya adalah mahasiswa.
Ponpes Sabilurrosyad ini juga merupakan salah satu pondok mahasiswa yang
favorit di kalangan mahasiswa. Hal ini dikarenakan pengasuh Ponpes
Sabilurrosyad merupakan sosok Kyai yang terkenal dan digemari oleh banyak
masyarakat Malang, serta peraturannya yang juga fleksibel dengan kesibukan
santri yang sekaligus mahasiswa. Artinya mahasiswa yang nyantri di Ponpes
Sabilurrosyad ini bisa tetap menjalankan kegiatan di kampus dan juga menimba
ilmu agama.

PP Sabiurrosyad memiliki beberapa kegiatan yang wajib diikuti oleh para


santri, yakni madrasah diniyah, pengajian wetonan, diba’an, burdah, manaqib,
muhadhoroh dan mustahiq. Salah satu yang akan dibahas disini ialah mengenai
pengajian wetonan di PP Sabilurrosyad. Pengajian wetonan merupakan pengajian
kitab kuning yang dilaksanakan setiap ba’da (sesudah) shubuh di Masjid Nur
Ahmad (masjid pondok), pengajian kitab kuning yang dilaksanakan sesudah
sholat shubuh ini dipimpin langsung oleh ketiga pengasuh PP Sabilurrosyad
secara bergantian, yakni KH. Marzuki Mustamar, KH. Murtadho, KH. Abdul
Aziz.

KH. Marzuki Mustamar sebagai pengasuh utama PP Sabilurrosyad


mendapat giliran mengajar paling banyak, yakni pada hari Senin, Selasa dan
Jum’at. Pada hari Senin dan Selasa mengajar kitab Bulughul Marom, lalu pada
Jum’at pagi mengajar kitab Tadzhib wa Targhib. KH. Murtadho pengasuh kedua
mengajar pada hari Kamis dan Sabtu pagi, dengan kitab yang diajarkan adalah
Minhajul ‘Abidin. Lalu yang terakhir KH. Abdul Azis mengajarkan kitab
Fawaidul Mukhtaroh pada hari Rabu dan Minggu.
Pengajian wetonan ini berbeda sistemnya dengan madrasah diniyah.
Madrasah diniyah di PP Sabilurrosyad terdiri dari beberapa tingkatan kelas, setiap
santri baru yang sudah di tes nantinya akan mengikuti kelas yang sudah ditetapkan
kelasnya. Urutan kelasnya yakni I’dadiyah, kelas I, kelas II, kelas III, kelas IV dan
terakhir kelas V. Pada madrasah diniyah ini santri akan diajarkan mengenai agama
berdasarkan tingkat kelasnysa masing-masing yang mana akan diajarkan oleh
ustadh-ustadhah di PP Sabilurrosyad. Sedangkan pada pengajian wetonan, seluruh
santri berkumpul bersama di masjid tanpa terkecuali, baik itu putra maupun putri,
lalu bersama-sama mengikuti pengajian yang disampaikan oleh para Kyai.

Pengajian wetonan ini berlangsung kurang lebih satu setengah jam, hal ini
tergantung pada materi yang diajarkan oleh Kyai. Umumnya dilaksanakan mulai
pukul 04.30 – 05.30 WIB. Namun terkadang jika ada banyak hal yang ingin
disampaikan oleh Kyai, pengajian akan berlangsung lebih lama, begitupula jika
Kyai merasa sedang capek atau tidak enak badan, pengajian akan berlangsung
lebih cepat.

Dalam pengajian wetonan pemilihan kitab atau materi pengajian dipilih


langsung oleh Kyai yang mengajar. Jadi apabila satu kitab sudah selesai dibahas
dan diajarkan kepada santri. Kyai akan memilihkan satu kitab baru yang akan
dikaji selanjutnya, lalu pengurus pondok akan mencarikan kitab tersebut dan
santri yang lain diharapkan untuk segera membelinya. Pengajian wetonan di PP
Sabillurrosyad ini juga lebih fleksibel daripada pengajian kitab kuning pada
umumnya. Jika kebanyakan pengajian umum menggunakan bahasa jawa pada
pemberian maknanya, pada pengajian wetonan PP Sabilurrosyad ini Kyai lebih
sering menjelaskan menggunakan Bahasa Indonesia dalam pemberian maknanya.
Hal ini dikarenakan Kyai menyadari bahwa banyak santri yang berasal dari luar
Jawa, sehingga jika hanya menggunakan bahasa Jawa seperti pada umumnya akan
banyak santri yang nantinya tidak memahami apa yang dimaksudkan dalam kitab
tersebut.

Pengajian wetonan pada hari Jum’at di PP Sabilurrosyad berbeda dengan


pengajian pada hari-hari biasanya. Pengajian pada hari Jum’at ini berlangsung
lebih lama dan terdapat pula beberapa kegiatan lainnya. Pada hari Jum’at
pengajian tidak hanya berfokus pada kitab kuning saja. Pengajian dimulai seusai
shubuh dengan membaca tahlil dulu, lalu pembacaan diba’, doa, selanjutnya mulai
pengajian kitab kuning, setelah itu dilanjutkan dengan sholat dhuha bersama dan
diakhiri dengan doa. Bedanya lagi, pada hari Jum’at ini yang mengikuti kegiatan
tersebut tidak hanya santri Sabilurrosyad, namun juga diikuti oleh adik-adik SMP
& SMA Sabilurrosyad, warga sekitar dan jamaah pengajian Kyai Marzuki. Jadi
pengajian pada hari Jum’at ini dapat dikatakan lebih istimewa dari hari-hari
lainnya.

2.3 Analisa

Dalam pasal 4 ayat 1 Undang-Undang No. 20 tahun 2003, dinyatakan


bahwa penguatan pendidikan karakter dilakukan untuk memperkuat karakter
peserta didik dengan melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir dan olah
raga dengan pelibatan dan kerja sama antara satuan pendidikan, keluarga, dan
masyarakat sebagaimana Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM).

Winataputra (2010) mengartikan pendidikan karakter sebagai pendidikan


yang membahas tentang nilai-nilai masyarakat, budi pekerti, moral dan watak,
yang mana diharapkan dapat mengembangkan karakter-karakter yang dimiliki
oleh peserta didik agar mampu untuk membuat keputusan mana yang baik mana
yang baik, memelihara kebajikan-kebajikan, dan juga dapat mengaplikasikan
kebaikan-kebaikan itu dalam kehidupannya sehari-hari.

Franz Magnis-Suseno pada tahun 2010 dalam suatu acara yang membahas
tentang Nasional Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
menjelaskan bahwa Indonesia sudah tidak lagi membutuhkan pemuda yang
memiliki karakter yang kuat, tapi pemuda yang bertindak dengan benar,
memberikan dampak positif dan konstruktif. Imam Suyitno (2012) dalam
penelitiannya menjelaskan bahwa pengembangan pendidikan berbasis karakter
dan budaya bangsa dibutuhkan model-model pengembangan karakter dan budaya
bangsa yang mana harus menjadi satu dengan sistem pendidikan nasional.
Pendidikan karakter sebagai wadah penguatan karakter peserta didik disini
disusun guna mereka tidak hanya memiliki intelektual tinggi dan sukses dalam
bidang akademiknya saja. Namun juga menyangkut masalah-masalah sosial yang
sekarang ini sering disepelekan oleh anak muda.

Imam menambahkan lagi dalam penelitiannya bahwa secara spesifik


karakter yang diharapkan ada pada peserta didik ialah karakter percaya diri, logis,
kritis, rasional, analitis, kreatif, inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab,
sabar, berhati-hati, rela berkorban, adil, jujur, pemberani, rendah hati, tekun, ulet,
disiplin, visioner, semangat, menghargai waktu, produktif, ramah, tertib,
menghargai orang lain dan mampu mengendalikan diri.

Dalam pengajian wetonan yang dilakukan di PP Sabilurrosyad, pengajian


dipimpin oleh pengasuh pondok yang mana merupakan model-model yang kuat
untuk menjadi contoh karakter yang mulia. Ketiga pengasuh PP Sabilurrosyad
memiliki karakter-karakter yang dituliskan oleh Imam guna dipenuhi peserta didik
dengan melalui adanya pendidikan karakter.

Dalam pengajian wetonan di PP Sabilurrosyad, sang kyai tidak hanya


menjelaskan apa yang ada pada kitab saja. Kyai juga memberikan contoh dalam
kehidupan sehari-hari, tak lupa juga Kyai mengingatkan mana yang benar yang
harusnya dilakukan seperti apa dan mana yang lebih baik untuk dihindari. Selain
itu, Kyai juga sering membahas mengenai permasalahan yang sedang ramai
diperdebatkan oleh banyak orang dalam pengajian, guna memberikan pencerahan
pada santri agar tidak terjebak pada mereka yang salah pemikirannya. Kyai juga
selalu memberikan tuntunan hidup, memberi petuah tentang hidup bermasyarakat
dan bersama orang lain. Disini Kyai berusaha untuk menyiapkan para santri agar
mampu bertingkah yang benar sesuai dengan ketentuan agama namun juga dapat
diterima di masyarakat, menjelaskan tentang kemungkinan-kemungkinan
permasalahan yang akan dihadapi pada masa datang. Kyai PP Sabilurrosyad
memiliki tingkat pendidikan formal dan non-formal tinggi, serta memiliki akhlak
mulia, juga memiliki pengalaman hidup yang lama, tentunya sangat sesuai sebagai
model dari pendidikan karakter.
Hal ini menunjukkan bahwa pengajian wetonan yang ada di PP
Sabilurrosyad sesuai untuk menjadi media penguatan pendidikan karakter
mahasiswa yang tinggal disana. Terdapat model atau guru yang jelas yang pantas
untuk ditiru karakternya, materi yang dijelaskan juga banyak menyangkut tentang
permasalahan-permasalahan sosial yang ada, dan juga Kyai mampu dengan
bahasa yang digunakan untuk membuat santri mengolah hati, rasa dan pikiran
mereka. Maka secara tidak langsung, meskipun tidak menggunakan kurikulum
formal yang tercantum dalam sistem pendidikan nasional, pengajian wetonan di
PP Sabilurrosyad juga menerapkan materi penguatan pendidikan karakter, yang
dalam hal ini peserta didiknya adalah mahasiswa yang tinggal di PP
Sabilurrosyad.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Winataputra (2010) mengartikan pendidikan karakter sebagai pendidikan


yang membahas tentang nilai-nilai masyarakat, budi pekerti, moral dan watak,
yang mana diharapkan dapat mengembangkan karakter-karakter yang dimiliki
oleh peserta didik agar mampu untuk membuat keputusan mana yang baik mana
yang baik, memelihara kebajikan-kebajikan, dan juga dapat mengaplikasikan
kebaikan-kebaikan itu dalam kehidupannya sehari-hari.

PP Sabilurrosyad yang diasuh oleh tiga pengasuh melaksanakan pengajian


wetonan di setiap ba’da shubuh yang mana diajarkan langsung oleh pengasuh
dengan menggunakan kitab kuning. Dalam pengajian wetonan tidak hanya
menjelaskan tentang materi yang ada pada kitab saja, namun juga diberikan
contoh nyata yang ada pada saat ini, juga tak lupa sang Kyai juga selalu
memberikan nasihat mengenai permasalahan-permasalahan sosial, atau bahkan
permasalahan yang banyak didebatkan saat ini.

Hal tersebut menjadikan pengajian wetonan sebagai suatu pengajian yang


juga menerapkan pendidikan karakter. Ditambah lagi kemampuan sang Kyai yang
memiliki karakter yang mulia yang pantas untuk dijadikan sebagai model dari
penguatan pendidikan karakter.
DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2017 Tentang Penguatan


Pendidikan Karakter.

Suyitno, Imam. 2012. Pengembangan Pendidikan Karakter dan Budaya Bangsa


Berwawasan Kearifan Lokal. FBS Universitas Negeri Malang. Jurnal Pendidikan
Karakter, Tahun II, Nomor 1.

Manalu, Janrico. 2014. Pendidikan Karakter Terhadap Pembentukan Perilaku


Mahasiswa (Studi Kasus Proses Pendidikan Karakter dalam HMJ Sosiolog
Universitas Mulawarman Kal-Tim). ejournal Psikologi: Volume 2, Nomor 4,
2014: 26 -38.

Anda mungkin juga menyukai