Anda di halaman 1dari 15

EFEKTIVITAS BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DALAM

MENGATASI PROBLEMATIKA SANTRI


(Study Kasus Pondok Pesantren Madinatunnajah Kalimukti Kecamatan
Pabedilan Kabupaten Cirebon)

OLEH : DINI ASIH


I. PENDAHULUAN
Abstrak : Tulisan ini membahas Efektivitas Bimbingan dan Konseling Islam dalam
mengatasi Problematika Santri. (Study Kasus Pondok Pesantren Madinatunnajah
Kalimukti Kecamatan Pabedilan Kabupaten Cirebon). melalui metode wawancara dan
observasi, dan dokumentasi. Bimbingan dan Konseling Islam tidaklah hanya
diperuntukan dan digunakan di sekolah formal saja, namun pada praktek nya pendidikan
nonformal pun menggunakan dan mengadopsi untuk diberlakukanya Bimbingan dan
Konseling Islam hal ini diperlukan karena bukanlah siswa saja yang mendapatkan
pengarahan Bimbingan dan Konseling namun santri pun berhak mendapatkan juga hal ini
disebabkan kegiatan santri dipondok pesantren terhitung 1 x 24 jam yang beraktivitas
penuh dan perlu pengawasan yang continue dan berbahgai macam problematika yang
beraneka ragam yang dialami santri ketika masuk kedalam lingkungan Pondok Pesantren
baik bersifat problematika sedang, ringan, sedang aupun berat yang timbul dari faktor
internal maupun eksternal. Yang berfungsi menunjang visi dan misi Pondok Pesantren
dalam mengembangkan nilai Spiritual, sosial, pendidikan, budaya dan masayakat. Oleh
sebab itu, Bimbingan dan Konseling Islam diperlukan. Supaya bimbingan dan konseling
terlaksana secara efektif dan efisien, dan mencapai tujuan.

Kata Kunci: Bimbingan dan Konseling Islam, Problematika Santri


II. PEMBAHASAN

Kedudukan Pondok Pesantren hampir tidak dapat dipisahkan dari kehidupan umat
Islam di Indonesia. Lembaga pendidikan Islam tertua yang dikenal semenjak Islam
masuk di Indonesia, terlihat dari tradisi kepesantrenan yang masih melekat sejak zaman
dahulu hingga sekarang seperti nilai-nilai yang dianut di Pesantren yakni nilai
teosentris, nilai kesederhanaan, nilai pengabdian, nilai kebersamaan, nilai kemandirian,
nilai kearifan.( Mansur, Moralitas Pesantren 2004 : 59). Kegiatan pembelajaran yang
ada di dalamnya, seperti bimbingan klasikal, maupun pendidikan tradisional yang
dikenal dengan Bandongan, Sorogan yang menggunakan kitab-kitab klasik ataupun
kitab kuning.
Pendidikan Pesantren secara komprehensif dapat dilihat dari berbagai aspek pola
hidup pesantren, yang meliputi materi pelajaran, metode pengajaran, prinsip-prinsip
pendidikan, sarana, tujuan pendidikan pesantren, kehidupan Kiyai dan santri serta
hubungan keduanya, hal-hal tersebut adalah bagian dari program pendidikan yang
menyeluruh pada pesantren, (Masyhud, Management Pondok Pesantren 2003: 88-89)
yang dirangkum ke dalam prinsip dan nilai kultural yang dianut Pondok Pesantren.
Pendidikan pesantren secara komprehensif bukan hanya beberapa aspek seperti
dijelaskan sebelumnya, namun terdapat pula tradisi spiritual yang tidak bisa lepas dari
kehidupan pesantren, seperti pengajian kitab-kitab tentang ajaran Islam, doa bersama,
dzikir bersama, kedisplinan untuk melaksanakan sholat sunnah dan sentuhan-sentuhan
kalbu yang didapatkan dari para pengasuh pondok atau Bapak Kiyai. Hal tersebut adalah
bagian dari aspek spiritual dalam pembentukan karakter ketauhidan santri. (Erhamwilda,
Konseling Islami 2009: 20)
Kepribadian individu tidak lepas dari pengaruh lingkungan sosialnya, (ibid 46),
sehingga digambarkan Rasulullah dalam sebuah hadits dari Abu Musa Al- Asy’ariy
radhiyallahu „anhu, Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda:
"Perumpamaan orang yang bergaul dengan orang shalih dan orang yang
bergaul dengan orang buruk seperti penjual minyak wangi dan tukang tempa besi, Pasti
kau dapatkan dari pedagang minyak wangi apakah kamu membeli minyak wanginya
atau sekedar mendapatkan bau wewangiannya, sedangkan dari tukang tempa besi akan
membakar badanmu atau kainmu atau kamu akan mendapatkan bau yang tidak sedap".
(Muhammad Nashruddin Al bani, Mukhtashor Shahih Bukhori 55-56)

Teori Behavioral menyatakan bahwa lingkungan sangat berpengaruh dalam


proses belajar perubahan dan perkembangan kepribadian, (Sofyan Willis, Konseling
Keluarga 2013:105) (maka lingkungan Pesantren sebagai tempat untuk menjalani
proses perkembangan dan perubahan perilaku yakni dengan pola perilaku, pola hidup,
pola interaksi, sistem pesantren maupun tradisi pesantren. Hal ini yang akan
berpengaruh besar terhadap penyesuaian diri santri dan pembentukan karakter santri
yang tinggal di lingkungan Pesantren.
Pemaparan tentang kehidupan pesantren di atas telah membuktikan jika dilihat
sejak zaman dahulu hingga saat ini kepercayaan masyarakat terhadap pesantren tidak
pernah pudar, karena ada banyak alasan seseorang memasuki Pesantren, diantaranya
ingin mempelajari kitab-kitab yang membahas tentang Islam, ingin memperoleh
pengalaman kehidupan di Pesantren, dan lain-lain. (Mansur, Moralitas Pesantren
2004:55), Alasan lain karena pendidikan pesantren memberikan kontribusi berharga
dalam pengembangan kepribadian santri dilihat dari sistem yang menjadi alat dalam
pembentukan sikap dan mental positif santri seperti kemandirian, kreativitas, dan
kemerdekaan. (Khairuddin Bashori, Problem Psikologis Kaum Santri 2003:78-79)

Dilihat dari beberapa alasan tersebut maka terbukti bahwa kepercayaan


masyarakat terhadap pesantren masih melekat, namun dari hasil obsevasi dan wawancara
didapatkan pernyataan santri bawa alasan mondok atau tinggal di Pesantren di antaranya
karena keinginan orang tua, karena anak tersebut memiliki perilaku negatif, karena untuk
menghindari keluarga yang sedang memiliki masalah, dan lain-lain. (Wawancara dengan
Santri di Pondok Pesantren Madinatunnajah Kalimukti, tanggal 13 Januari 2018)

Diperkuat pula oleh pernyataan pembina santri bahwa dari asrama santri tersebut
menyatakan bahwa 50% alasan orang tua santri memasukan anaknya ke pesantren adalah
untuk menghindari dari berbagai permasalahan dalam keluarganya. (Wawancara dengan
Pembina OSMN di Pondok Pesantren Madinatunnajah Kalimukti, tanggal 13 Januari
2018).
Segala macam bentuk program maupun sistem yang digunakan di pondok
pesantren adalah semata-mata sebagai alat dalam pembentukan jati diri santri, santri
harus mampu belajar mandiri, belajar bertanggung jawab, belajar bersosial maupun
dalam meningkatkankan ketauhidan santri, hal itu terangkum dalam gaya pendidikan
pesantren yang komprehensi Al Quran dan Al Hadits telah jelas memaparkan empat
fungsi yang dimiliki manusia yakni, manusia sebagai makhluk Allah, manusia sebagai
makhluk individu, manusia sebagai makhluk sosial, dan manusia sebagai makhluk
berbudaya. Inilah yang dikatakan manusia dengan sebaik baik Penciptanya adalah
Firman Allah Qur’an Surat Attin ayat 4 yang berbunyi:

Artinya: “Sesungguhnya Kami ciptakan manusia dalam bentuk yang


sebaik-baiknya”.
Ayat di atas telah menggariskan bahwa Allah menciptakan manusia dengan
sebaik-baiknya untuk tetap dipelihara dan dijaga, maka dalam dunia pesantren seorang
pembina memiliki amanat dari Allah untuk menjaga bentuk penciptaan Allah dengan
sebaik-baiknya dan sekiranya manusia tersebut tidak baik maka tugas manusia lainnya
untuk meluruskan kembali menjadi baik.
Oleh karena itu seperti halnya di Pondok Pesantren Madinatunnajah Kalimukti
telah merangkum bentuk pendidikan menyeluruh dari sistem dan program seperti
program spiritual, program pengetahuan maupun program pengembangan potensi yang
seluruhnya telah terkonsep. Setiap hari terdapat agenda kegiatan yang beragram yang
dilaksanakan sebagai kegiatan wajib yang diikuti semua santri di Pondok Peasantren.
Pondok Pesantren Madinatunnajah Kalimukti dengan Visi nya yaitu “Mencetak
Kader Ulama, Zu’ama dan Aghniya” serta memiliki Misi sebagai berikut “.Panca Jiwa
(Keikhlasan, Kesederhanaan, Kemandirian, UkhuwahIslamiyah, BebasMerdeka), Panca
Bina (Bertaqwa Kepada Allah SWT, Berakhlak Mulia, Berbadan Sehat, Berwawasan
Luas, Kreatif Dan Terampil), Panca Dharma (Ibadah, Ilmu Yang Berguna Di
Masyarakat, Kader Umat, Dakwah Islamiyah, Cinta Tanah Air Dan Berwawasan
Nusantara), Panca Jangka (Peningkatan Mutu Pendidikan, Pembangunan Fisik,
Penggalian Dana Dan Pengembangannya, Pengkaderan Dan Penempatan, Pengabdian
Masyarakat)”. Ponpes Madinatunnajah berusaha memberikan pelayanan yang terbaik
untuk santrinya agar dapat belajar dan memiliki pengetahuan luas untuk
mengembangkan potensi yang dimiliki santrinya. Seiring perkembangan zaman.

Ponpes ini dulunya populer dengan ponpes khusus anak yatim piatu santrinya,
namun setelah berkembangnya zaman di era modern ponpes ini adalah salah satu ponpes
modern yang bersifat umum dan siapa saja berhak memasukan anak nya kepondok
pesantrem ini dengan system pembelajaran yang mengadpsi pada system pembelajaran di
ponpes Gontor.
Hal ini yang menjadi ketertarikan penulis dalam menganalisis secara khusus
faktor penyebab problematika dan bentuk pembinaan terhadap santri agar santri
senantiasa konsisten menjalani pola hidup dengan tuntutan rutinitas di Pondok
Pesantren Madinatunnajah yang menjadi lokasi penelitian penulis.
Kehadiran seorang pembina sangat untuk mengetahui dan membimbing
problematika santri dalam rangka meminimalisir gejala seperti yang dipaparkan di atas.
Berdasarkan hasil observasi tentang pola hidup dan sistem pendidikan di Pondok
Pesantren Madinatunnajah Kalimukti, maka diperoleh gejala bentuk problematika yang
beragram yang dialami semua santri dan pembinaan baik secara terjadwal maupun tidak
terjadwal, dan dilaksanakan baik secara pribadi maupun kelompok. (Wawancara dengan
Pembimbing Ponpes Madinatunnajah Kalimukti pada tanggal 13 Januari 2018)
Jika masuk ke ranah keilmuan Bimbingan dan Konseling Islam maka gambaran
pembinaan yang dijelaskan di atas telah menggunakan Bimbingan dan Konseling Islam
dengan berbagai bentuk. Maka penelitian ini bermaksud untuk menggali penyebab
problematika santri dan bentuk Bimbingan dan Konseling Islam yang digunakan pada
santri yang mengalami problematika.
II. PEMBAHASAN
A. Kajian Teoritik
1. Pengertian Efektivitas Bimbingan Konseling Islam
a. Efektivitas Bimbingan Konseling Islam
Secara etimologis kata bimbingan berasal dari kata “guidance” berarti petunjuk,
pemberian bantuan kepada orang lain yang membutuhkan. Pengertian bimbingan
pertama kali dikemukakan dalam Years Book of Education 1955, yang menyatakan
bahwa bimbingan adalah suatu proses membantu individu melalui usahanya sendiri
untuk mengembangkan kemampuannya agar memperoleh kebahagiaan pribadi dan
kemanfaatan sosial. (Samsul Munir Amin, Bimbingan Konseling Islam 2010: 1
Sedangkan pengertian konseling berasal dari istilah kata “counseling” atau
memberikan saran atau nasehat. Jadi konseling adalah pemberian nasehat kepada orang
lain secara individual yang dilakukan dengan tatap muka.
Dalam masyarakat Islam telah dikenal prinsip-prinsip Guidance dan Counseling
yang bersumber dari firman Allah serta hadits Nabi, pada firman Allah, QS. an-Nahl (16):
125,

Artinya: “Serulah manusia kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan


pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu Dialah yang lebih menegetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-
Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.
(im Syamil Al Qur’an, Al Qur‟an dan Terjemah Tafsir per Kata, (Bandung:
Sygma, 1987) , hlm. 281.

Ayat di atas sebagai bentuk prinsip Bimbingan dan Konseling Islam, karena Allah
telah menyeru sekalian manusia untuk saling memberikan nasehat dengan pelajaran baik,
dan membantah dengan cara yang baik pula, sehingga prinsip Bimbingan dan Konseling
Islam mengambil dari ayat tersebut.
Oleh karena itu ayat tersebut adalah dasar pijakan pelaksanaan Bimbingan dan
Konseling Islam, maka dalam penelitian ini menyinggung tentang bentuk Bimbingan dan
Konseling Islam yang digunakan pada pondok pesantren.

Eksistensi Islam sebelum dicetuskan nama konseling sebagai bantuan, bahwa


Islam adalah agama yang memiliki ajaran yang bersifat prinsip dan mendasar tentang
membimbing mengarahkan, menganjurkan, memelihara, menjaga manusia dalam menuju
jalan yang benar, yaitu “Jalan Allah”, karena dengan jalan itulah manusia dapat hidup
selamat bahagia di dunia hingga akherat.
a. Menurut Mohamad Surya, ( Saiful Akhyar Lubis, Konseling Islami
20017:111 mengutarakan tujuannya dalam beberapa point:
a) Agar individu memiliki kemampuan intelektual
b) Agar individu memiliki kemampuan pemahaman, pengelolaan dan
pengarahan diri
c) Agar individu mampu berinteraksi dan menyesuaikan diri dengan
orang lain
d) Agar mampu menyikapi permasalahan kehidupan sehari-hari
e) Agar mampu memahami dan menghayati dan mengamalkan kaidah-
kaidah ajaran Islam.
b. Bentuk Bimbingan dan Konseling Islam
a. Bentuk Bimbingan Kelompok
a) Pengertian, dan tujuan
Bentuk bimbingan kelompok adalah layanan yang diberikan kepada
sekelompok siswa baik ada masalah ataupun tidak ada masalah. Jumlah
anggota berkisar 10 sampai 30 orang. Bentuk bimbingan kelompok yang
harus ada adalah kelompok siswa, pembimbing, dan pelaksanaan atau
pembahasan maslah. Bimbingan kelompok dilakukan dengan diskusi yang
memiliki topik masalah baik ditentukan oleh pembimbing maupun siswa
sendiri.
Fungsi dari bimbingan kelompok adalah sebatas pemahaman
terhadap permasalahan siswa, dan dilakukan kurang rahasia, dan dapat
dilaksanakan pada saat tidak ada masalah.
Kegiatan yang dilakukan adalah pemimpin kelompok
mengemukakan bahwa kegiatan akan berakhir, pemimpin dan anggota
mengemukakan kesan dan harapan dan hasil dari kegiatan, dan membahas
kegiatan selanjutnya. (Soeparman, Bimbingan dan Konseling 2003:66).
b. Bentuk Bimbingan Belajar
Bentuk pembelajaran adalah layanan kepada individu agar mampu
mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar dengan baik. Kesulitan belajar
adalah suatu kondisi dalam suatu proses belajar dimana siswa mengalami
hambatan dalam belajar secara optimal karena faktor psikologis, sosiologis
atau fisiologis.(ibid 54)
Upaya menagani masalah belajar diantaranya, memberikan
penyadaran berupa arahan masalah belajar, pengarahan perbaikan yakni
siswa dibantu dalam mengulang pelajaran, memberikan motivasi belajar
dengan melakukan bimbingan individu. Dan mengembangkan kebiasaan
belajar yang baik. (ibid 56).
c. Bentuk Konseling Individu

a) Pengertian, Tujuan, Layanan Konseling Individu


Konseling perorangan atau individu adalah bentuk pelayanan
khusus berupa hubungan langsung tatap muka antara konselor dan klien,
dalam hubungan ini masalah klien dicermati dan diupayakan
pengentasannya sedapat mungkin dengan kekuatan klien sendiri. Fungsi
konseling perorangan adalah pengentasan masalah klien.
Ciri-ciri layanan ini adalah kerahasiaan, dan ketika akan
mengawali proses konseling konselor perlu memasang niat dan motivasi
yang kuat untuk membantu klien, dalam hubungan konseling sebaiknya
menciptakan suasana keluarga, dan hindari kata-kata memojokkan, dan
konselor atau pembimbing bertugas menggugah kesadaran dan
kemampuan klien untuk mengatasi masalahnya sendiri. (Soeparman,
Bimbingan dan Konseling Pola 17 2203:58)
4) Bentuk Konseling Kelompok
a. Pengertian, Fungsi, dan Tujuan
Konseling kelompok adalah bentuk bimbingan dan konseling
yang diberikan kepada sekelompok individu, dan dapat dilakukan
dengan efesien dibidang waktu, tenaga, biaya bahkan juga pikiran, dan
juga dilakukan pada kelompok yang memiliki masalah yang relatif
sama.
Kelompok atau kumpulan orang tersebut harus memenuhi
kriteria sehingga bisa dikatakan sebagai suatu kelompok, kriteria
tersebut menyangkut beberapa hal:
1) Tujuan
Sekumpulan orang akan menjadi kelompok ketika memiliki
tujuan yang sama, dalam satu kelompok semua individu mengikatkan
pada tujuan yang sama
2) Keanggotaan
Keanggotaan suatu kelompok tidak harus dikaitkan dengan
sistem resmi. Melainkan ada rasa kebersamaan yang diikat dengan
tujuan yang sama.
3) Kepemimpinan
Kebersamaan dalam kelompok ditandai dengan adanya
pemimpin kelompok yang mempersatukan seluruh anggota yang
tidak harus dipilih secara formal, namun secara nonformal telah
diakui anggota kelompok
4) Aturan
Aturan dibuat sebagai pelengkap dalam pelaksanaan kegiatan
konseling kelompok.
5) Bentuk Bimbingan Spiritual
Proses Bimbingan dan Konseling Islam yang tertinggi adalah
konseling spiritual dalam arti pemecahan dan penyelesaian masalah
kehidupan masnuia tidak hanya pada dimensi matarial tapi mencakup
dimensi spiritual. Dimensi spiritual menjadi bagain sentral dari konseling
islam tujuannya difokuskan untuk memperolah ketenangan hati, sebab
ketidak tenangan hati atau disharmoni, disintegrasi, adalah sumber penyakit
mental. Maka fungsi keimanan dalam menciptakan rasa keamanan dan
ketentraman, sebagaimana ditegaskan oleh Zakia Deradjat. Oleh karena itu
penyembuh penyakit mental adalah bersifat spiritual.
Cara untuk mendapatkan kebahagiaan dengan mudah dan murah telah
ditunjukan langsung oleh Allah SWT melalui para Rasul, petunjuk yang
dihimpun dalam Al Qur’an. Upaya konselor dalam hal ini adalah memberi
dorongan kepada klien untuk memposisikan diri sebagai hamba Allah, yang
menyakini bahwa Allah satu satunya Dzat yang dapat memberikan petunjuk dan
manfaat. Sehingga dengan ibadah sholat, doa, dan ibadah lainnya kan
membentuk keyakinan untuk menyerahkan diri pada Allah.
Demikian halnya dengan ibadah seperti berdzikir, berdoa, untuk
menyadari betul bahwa Allah sumber pemecahan masalah bagi hamba-Nya.
(Saiful Akhyar Lubis, Konseling Islami, 2007: 104) Meningkatkan kualitas
pribadi mendekati insan yang ideal merupakan dasar untuk menuju kebahagiaan
di dunia dan akherat. Menurut Ghazali peningkatan kualitas pribadi yang
sempurna dapat dilakukan dengan dua jalan yakni, al-mujahadah dan al-
riyaadhah mujaahadah. Mujahadah artinya usaha penuh kesungguhan untuk
menghilangkan segala hambatan pribadi (harta, kemegahan, taklid dan maksiat).
Sedangkan al-riyaadhah mujaahadah adalah latihan mendekatkan diri kepada
Tuhan dengan jalan mengintensifkan dan meningkatkan kualitas ibadah. (Hanna
Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi dengan Islam 2001:95)
Untuk mencapai kedamaian hati dan riyadhah/pelatihan ruhani kiranya
kita harus kontinue dan penuh rasa harap dan cemas serta bertanggung jawab
untuk melatih jiwa. Riyadah Mujahadah Salah satu Riyadhah yang sangat perlu
untuk dilakukan adalah dzikrullah. Dzikrullah merupakan upaya seseorang untuk
mendekatkan diri kepada Tuhan dengan jalan membersihkan hatinya. Dengan
membersihkan hati kita dapat merasakan keterikatan dari segala sesuatu selain
Allah SWT dengan cara mengosongkan hati dari kecintaan kepada dunia serta
menghilangkan segenap fikiran buruk. Inilah buah dari mengingat Allah SWT
manakala cahaya dari hasil mengingat Allah masuk dalam hati maka hatipun
kosong dari segala kesedihan dan kedukaan dunia serta dipenuhi dengan
kecintaan kepada saja. Cahaya dari mengingatnya mengubah hati menjadi lampu
yang bersinar terang.
Hati seseorang yang lalai kepada Allah SWT hanyalah sekedar tembok atau
dinding dari sebuah ruangan dan hati seseorang yang mengingat Allah adalah objek
pencerahan ilahi. Itulah sebabnya para sufi terkemuka memandang dzikir atau
mengingat Allah SWT dan Rasul-Nya sangat penting untuk membersihkan hati.
2. Tujuan dan dasar BKI
Tujuan bimbingan dan konseling Islami menjadi tujuan umum dan tujuan
khusus. Adapun tujuan umum dari bimbingan dan konseling Islami adalah
membantu individu mewujudkan dirinya menjadi manusia seutuhnya agar
mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Tujuan khusus bimbingan
dan konseling Islami adalah ;
a. Membantu individu agar tidak menghadapi masalah
b. Membantu individu mengatasi masalah yang dihadapi
c. Membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang
baik atau yang telah baik agar tetap baik atau menjadi lebih baik, sehingga
tidak akan menjadi sumber masalah bagi dirinya dan orang lain.
Sedangkan dasar dari Bimbingan Konseling Islam adalah Manusia ada
yang menciptakan yaitu Allah SWTyang harus selalu ber-ibadah kepada-Nya yang
bertujuan agar manusia melaksanakan amanah dalam bidang keahlian masing –
masing sesuai ketentuan-Nya (khalifah fil ardh) dengan didasari iman dari dalam
hatinya agar selamat hidup baik di dunia maupun di akherat oleh karena hadirnya
iman dari dalam hati untuk memperkokoh agama Islam yang mengajarkan agar
umatnya saling menasehati dan tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa. (m.
Fuad anwar 2014 15-24)

6
3. Asas-asas bimbingan konseling islam
Bimbingan dan konseling Islam berlandaskan terutama pada al-Qur’an dan
Hadits atau sunnah Nabi, di tambah dengan berbagai landasan filosofis dan
landasan keimanan. Berdasarkan landasan-landasan tersebut dijabarkan asas-asas
atau prinsip-prinsip pelaksanaan bimbingan dan konseling Islam sebagai berikut :
1. Asas-asas kebahagiaan dunia dan akhirat (Al-Baqarah, 2: 201), (Al-Qashash,
28: 77) Artinya: Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan
kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan
peliharalah kami dari siksa neraka"(Qs Al Baqarah: 201
2. Asas fitrah (Ar-Rum, 30: 30) Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan
lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah
menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah
Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui (Qs Ar- Rum: 30)
3. Asas lillahi ta’ala (Al-An’am, 6: 162) Artinya: Katakanlah: Sesungguhnya
sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan
semesta alam. (Qs Al- An’am: 162)
4. Asas Kemaujudan individu (Al-Qomar, 54: 49)
Artinya: Sesungguhnya kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran. (Qs
Al- Qomar: 49)
5. Asas sosialitas manusia (An- Nisa, 4: 1) Artinya: Hai sekalian manusia,
bertakwalah kepada Tuhan-mu yang Telah menciptakan kamu dari seorang
diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya
Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu
saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim.
Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan Mengawasi kamu. (Qs An-Nisa: 1)
4. Metode Bimbingan Konseling Islam
Metode bimbingan dan konseling Islam berbeda halnya dengan metode
dakwah. Sebagai kita ketahui metode dakwah meliputi : metode ceramah, metode
tanya jawab, metode debat, metode percakapan antar pribadi, metode demonstrasi,
metode dakwah Rasulullah SAW, pendidikan agama dan mengunjungi rumah
(silaturrahmi). Demikian pula bimbingan dan konseling Islam bila dikalsifikasikan
berdasarkan segi komunikasi. (Aunur Rahim Faqih 2001: 53).
Selanjutnya Pengelompokan Bimbingan Konseling Islam terbagi menjadi:
a. Metode langsung
Metode langsung adalah metode dimana pembimbing melakukan
komunikasi lansung (bertatap muka) dengan orang yang dibimbingnya.
Metode ini dapat dirinci lagi menjadi :
1). Metode Individual
Bimbingan konseling individu yaitu bimbingan konseling yang
memungkinkan klien mendapat layanan langsung tatap muka dalam
rangka pembahasan dan pengentasan permasalahan yang sifatnya pribadi
yang dideritanya. Dalam konseling ini hendaknya konselor bersikap penuh
simpati dan empati. Simpati artinya menunjukkan adanya sikap turut
merasakan apa yang sedang dirasakan oleh klien. Dan empati artinya
berusaha menempatkann diri dalam situasi diri klien dengan segala
masalah-masalah yang dihadapinya. Dengan sikap ini klien akan
memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada konselor. Dan ini sangat
membantu keberhasilan konseling.
Bentuk Khusus Teknik Konseling:
a. Konselor yang paling berperan
b. Konselor berusaha mengarahkan konseli sesuai dengan masalahnya
c. Berpusat pada konseli
d. Konselor hanya menampung pembicaraan yang berperan konseli

7
e. Konseli bebas bicara, sedangkan konselor menampung dan
mengarahkan.
Pembimbing dalam hal ini melakukan komunikasi langsung
secara individual dengan pihak yang dibimbingnya. Hal ini dapat
dilakukan dengan menggunakan teknik.
1. Percakapan pribadi, yakni pembimbing melakukan dialog
langsung tatap muka dengan pihak yang dibimbing.
2. Kunjungan ke rumah (home visit), yakni pembimbing
mengadakan dialog dengan kliennya tetapi dilaksanakan di rumah
klien sekaligus untuk mengamati keadaan rumah klien dan
lingkungannya.
3. Kunjungan dan Observasi kerja, yakni pembimbing/konseling
jabatan, melakukan percakapan individual sekaligus mengamati
kerja klien dan lingkungannya.
2) Metode Kelompok
Pembimbing melakukan komunikasi lansung dengan klien
dalam kelompok. Hal ini dapat dilakukan dengan teknik-teknik:
1. Diskusi kelompok. Diskusi kelompok merupakan suatu cara dimana
murid-murid akan mendapat kesempatan untuk memecahkan
masalah bersama-sama. Setiap murid dapat menyumbangkan pikiran
masing-masing dalam memecahkan suatu masalah. Dalam diskusi itu
dapat tertanam pula rasa tanggung jawab dan harga diri.
2. Karyawisata (field trip). Karyawisata atau field trip selain berfungsi
sebagai kegiatan rekreasi atau metode mengajar, dapat pula berfungsi
sebagai salah satu tehnik dalam bimbingan kelompok..
3. Sosiodrama. Di dalam sosiodrama ini individu akan memerankan suatu
peranan tertentu dari suatu masalah social. Dalam kesempatan itu
individu akan menghayati secara langsung situasi masalah yang
dihadapinya. Dari pementasan itu kemudian diadakan diskusi
mengenai cara-cara pemecahan masalahnya.
4. Psikodrama. Jika sosiodrama merupakan tehnik memecahkan masalah
social, maka psikodrama adalah tehnik untuk memecahkan masalah-
masalah psychis yang dialami oleh individu. Dengan memerankan
suatu peranan tertentu, konflik atau ketegangan yang ada dalam
dirinya dapat dikurangi atau dihindari.
5. Remedial teaching. Remedial teaching atau pengajaran remedial yaitu
bentuk pengajaran yang diberikan seorang murid untuk membantu
memecahkan kesulitan belajar yang dihadapinya. Remedial ini
mungkin berbentuk bermacam-macam seperti penambahan pelajaran,
pengulangan kembali, latihan-latihan, penekanan aspek-aspek
tertentu, tergantung dari jenis dan tingkat kesulitan belajar yang
dialami murid. Tehnik remedial ini dilakukan setelah diadakan
diagnose terhadap kesulitan yang dialami murid.
b. Metode tidak langsung
Metode tidak langsung (metode komunikasi tidak langsung)
adalah metode bimbingan/konseling yang dilakukan melalui media
komunikasi masa. Hal ini dapat dilakukan secara individual maupun
kelompok, bahkan massal.
1) Metode Individual(Melalui Surat Menyurat dan Melalui Telepon)
2) Metode Kelompok/massal :
a. Melalui Papan Bimbingan
b. Melalui Surat Kabar / Majalah
c. Melalui Brosur
d. Melalui Radio (media audio)
e. Melalui Televisi

8
2. Problematika Santri
Berbicara mengenai problematika santri tentunya tidak terlepas dari Pondok
Pesantren dimana pengertian dari pondok pesantren adalah:
a. Pengertian Pondok Pesantren
Pesantren berasal dari kata santri dengan awalan “pe” dan akhiran “an”
berarti tempat tinggal santri. soegarda Poerbakawatja mengatakan pesantren dari kata
“santri” yaitu seseorang yang belajar agama islam, mengamalkannya dan belajar nilai-
nilai agama. (Haidar Putra Daulay 2004:18) Sebagai pusat pendidikan agama untuk
pembinaan moral dll. Serta sebagai pusat pendalaman ilmu-ilmu agama islam. Kata
“pondok” berasal dari bahasa arab yang berarti “Funduq” artinya tempat menginap
(asrama). Dinamakan demikian karena pondok merupakan tempat penampungan
sederhana bagi para pelajar yang jauh dari tempat asalnya.Pesantren pada dasarnya
adalah sebuah asrama pendidikan Islam tradisional yang santrinya tinggal bersama
dan belajar di bawah bimbingan seorang guru yanglebih dikenal dengan sebutan kiai.
Asrama untuk para santri berada dalam lingkungan pesantren di mana kiai bertempat
tinggal yang juga menyediakan sebuah masjid untuk beribadah, ruang untuk belajar,
dan kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya.
Pondok pesantren dikenal sebagai lembaga pendidikan rakyat yang
menekankan pada bidang keagamaan dan menjadi panutan bagi masyarakat sekitar.
Kehadiran pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan agama yang diarahkan
untuk meningkatkan kecerdasan dan ketrampilan duniawi, sedangkan orientasi
pesantren pada pembinaan moral dan sosialnya. Dalam posisi seperti saat ini
pesantren terus mengembangkan dirinya dan menjadi tumpuan pendidikan bagi
umat Islam. Pada masa ini, pesantren merupakan tempat belajar yang sangat
diminati oleh berbagai macam kalangan umat Islam. Pesantren diakui sebagai
lembaga yang sangat berjasa dalam membentuk masyarakat Indonesia yang religious
hamper 90% penduduk Indonesia dan mempertahankannya sampai sekarang hingga
menjadi Negara berpendudukan muslim terbesar didunia (Salahuddin Wahid, 2011:
4).
Lembaga pesantren semakin berembang secara cepat dengan sikap non
kooperatif ulama terhadap kebijakan “Politik Etis” pemerintah colonial belanda pada
akhir abad ke 19. Perkembangan pada awal pesantren inilah yang menjadi cikal bakal
dan tipologi unik lembaga pesantren yang berkembang pada saat ini (Mundzi dan
Amin, 2005: 3). Karena pendidikan pesantren yang berkembang sampai saat ini
dengan berbagai ragam modelnya senantiasa selaras dengan semangat dan
kepribadian bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Maka dari itu, sudah
sewajarnya apabila perkembangan dan pengembangan pendidikan pesantren akan
memperkuat karakter sosial system pendidikan nasional yang akan membantu
melahirkan sumberdaya manusia yang memiliki penguasaan pengetahuan dan nilai-
nilai luhur keagamaan.
a. Tujuan Pondok Pesantren
1) Tujuan Khusus
Yaitu mempersiapkan para santri untuk menjadi orang alim dalam ilmu agama yang
diajarkan oleh kiyai dan ustadz/ustadzah
2) Tujuan Umumnya
Yaitu membimbing anak didik untuk menjadi manusia yang berkepribadian islam
dan sanggup dalam ilmu agamanya dan menjadi seorang mubaligh.
b. Fungsi dan Peran Pondok Pesantren
Fungsi pondok pesantren sebagai lembaga dakwah islam yang dapat
mencapai kesuksesan. Apabila ia dapat memainkan perannya dengan baik. Peran
pesantren dapat dipetakan menjadi 2 hal, yaitu: internal dan eksternal. Peran
Internal adalah mengelola pesantren ke dalam yang berupa pembelajaran ilmu
agama kepada para santri. Sedangkan peran Eksternal adalah berinteraksi dengan

9
masyarakat termasuk pemberdayaan dan pengembangannya.( Sudartnoto Abdhul
Hakim, 2008:27)
Dalam fungsi kemasyarakatan pondok pesantren akan terhimpun
penghayatan terhadap ilmu, agama dan seni yang merupakan tiga komponen
pendidikan yang harus terkumpul pada diri seseorang, baik secara pribadi mapun
sebagai kelompok masyarakat. Dalam fungsi kemasyarakatan pondok pesantren
masih diperlukan pengembangan dan pembinaan, terutapa mengenai:
1) Fungsi penyebaran agama
2) Fungsi sebagai komunikator pembangunan
3) Fungsi pemeliharaan nilai-nilai kemasyarakatan yang masih
diperlukan.
Dalam fungsi-fungsi tersebut diidentifikasikan peranan kyai
sebagai alternative ideal untuk menampung aspirasi masyarakat, serta
peranan pondok pesantren sebagai lembaga terapi kejiwaan untuk
mengatasi masalah masyarat lainyanya. Terutama sangat penting dalam
mengembangkan pendidikan dan mengatasi persoalan kerawanan
perkembangan remaja. (M. Sulton dan M. Khusnuridlo, 2006), hal. 30)
3. Bentuk Problematika Santri
Masalah penting yang dihadapi anak-anak yang menginjak usia remaja cukup
banyak. Problem tersebut ada yang dapat dipecahkan sendiri, tetapi adakalanya sulit
untuk dipecahkan, dalam hal ini memerlukan bantuan pendidikan dan orang tua agar
tercapai kesejahteraan pribadi dan bermanfaat bagi masyarakat. Oleh karena itu secara
garis besar terdapat tiga bentuk problematika dihadapi santri dilihat dari intensitasnya,
diantaranya sebagai berikut. (Zakiyah Darajat 1982:24)
a. Bentuk Problematika Wajar
Arti tingkah laku bermasalah wajar adalah tingkah laku yang secara
psikologis masih dalam batas ciri-ciri pertumbuhan dan perkembangan sebagai akibat
adanya perubahan secara fisik dan psikis dan masih dapat diterima sepanjang tidak
merugikan dirinya sendiri dan masyarakat sekitarnya. Terdapat jenis-jenis
problematika wajar yang dialami santri, adalah sebagai berikut:
1. Perasaan dan Fikiran Mengenai Fisik
Diidamkannya bentuk badan badan atau wajah bintang film dan poster-
poster yang dibandingkan dengan keadaan dirinya sendiri. Hal semacam ini
menimbulkan rasa cemas bagi remaja karena dirinya tidak selalu menyamai
yang diidamkan.
2. Sikap dan Perasaan Mengenai Kemampuan
Remaja ingin berhasil dalam mengerjakan sesuatu, seringkali di rumah
dan sekolah mengalami kegagalan daam berbagai hal, dirinya kadang-kadang
bersikap apatis dan merasa telah gagal. Bantuan berupa dorongan dan pujian atas
keberhasilan kecil yang dicapai remaja.
3. Sikap dan Pandangan Diri terhadap Nilai-nilai
Akibat perkembangan kemampuan berpikir, remaja memikirkan tentang
nilai-nilai, yang benar dan salah, yang baik dan buruk. yang patut dan tidak patut.
Pertentangan antara nilai ideal dengan pelaksanaan, menimbulkan soal yang
sering mereka pikirkan. Mereka mencari nilai-nilai itu sendiri untuk dijadikan
pegangan dalam masa dewasa.
a. Masalah Wajar yang Berhubungan dengan Teman Sebaya, yaitu:
i. Permasalahan antar Teman Sebaya
Pergaualan dengan teman sebaya menimbulkan permasalahan bagi
remaja. Dalam remaja awal mulai mencari kelompok, yang dipikirkan supaya
bisa diterima, populer dan menunjukkan kemampuannya dalam kelompok.
ii. Permasalahan Teman Sebaya Lain Jenis
Pergaulan dengan teman sebaya lain jenis akan mendatangkan
permaslahan yang cukup banyak mengenai remaja awal dan akhir. Masalah

10
yang timbul antara lain berhubungan dengan bagaimana menarik perhatian
lawan jenis, bagaimana menghilangkan rasa malu. Remaja membutuhkan
penjelasan sehubungan dengan permasalahan itu.
iii. Perasaan Peranan Diri sebagai Wanita dan Pria
Peranan diri sebagai wanita dan pria merupakan permasalahan yang
timbul sebagai akibat tugas-tugas perkembangan yang harus dijalani remaja.
Permasalahan yang sering timbul menyangkut apakah sesungguhnya peranan
benar wanita dan pria.
b. Masalah Wajar yang Berhubungan dengan Orang Tua, yaitu:
i. Pola asuh Orang tua
Pelaksanaan tugas perkembangan dalam hal mendapatkan kebebasan
emosional dari orang tua. Remaja ingin bebas, menetukan tujuan hidupnya
sendiri, sementara orang tua masih takut memberikan tanggung jawab remaja
sehingga terus membayangi remajanya. Remaja ingin diakui sebagai orang
dewasa sementara orang tua masih tidak melepaskannya sebab belum cukup
untuk diberi kebebasan. Hal tersebut terkait dengan pola asuh orang tua
terhadap anak yakni pola asuh otoriter dan lunak pada anak.
ii. Kurangnya Kasih Sayang Orang Tua
Kebutuhan akan perhatian, kasih sayang dari orang tua, tidak
selamanya dapat terpenuhi karena antara lain kesibukan dalam soal-soal
ekonomi orang tua.
iii. Beban Pikiran karena Ketergantungan secara Ekonomi pada Orang tua.
Tugas perkembangan yang bertentangan dengan kebergantungan secara
ekonomis, khususnya dalam kelangsung pendidikan/sekolah, kesemuanya
menjadi bahan pemikiran dan dirasakan sebagai mengganggu hidupnya.
c. Masalah Wajar yang Berhubungan dengan Masyarakat, yaitu:
i. Rasa Rendah Diri terhadap Masyarakat Luas
Pergaulan sehari-hari dalam masyarakat luas mendatangkan masalah
remaja, remaja memikirkan cara- cara bertingkah laku yang sewajarnya
dalam menghadapi pergaulan dengan orang dewasa lain. Persoalan tentang
perlakuan yang berlebihan atau perlakuan yang terlalu menarik diri dari
orang dewasa yang sering menggangu pikiran dan perasaannya.
ii. Kekhawatiran dalam Masa Depan
Persiapan dalam masa depan, sekolah dan jabatan menjadi bahan
pemikirannya. Remaja awal sering mempertanyakan guna sekolah terhadap
lapangan kerja yang ada. Relevansinya, kecepatannya, status sosial ekonomi
yang dapat dicapai serta prestise sosial menjadi pemikirannya.
4. Bentuk Problematika Menengah
Arti tingkah laku bermasalah taraf menengah adalah tingkah laku remaja yang
secara psikologis masih merupakan akibat dari adanya perubahan-perubahan fisik dan
psikisdalam pertumbuhan dan perkembangan, namun telah menunjukan tanda- tanda
mengarah kepada adanya penyimpangan yang diramalkan dapat merugikan dirinya
sendiri dan masyarakat lingkungannya. Terdapat jenis-jenis problematika menengah
yang dialami santri sebagai remaja adalah sebagai berikut:

a. Tingkah Laku Agresif


Ditunjukan dengan sikap selalu mengetahui segala sesuatu dengan pasti
dalam tindakan atau pembicaraan- pembicaraannya.

b. Tingkah Laku Pasif, yaitu:


i. Merasa tidak aman sehingga remaja yang bersangkutan bersikap merendah
diri dan rela dijajah oleh siapa saja di dalam maupun di luar

11
ii. Selalu melamun dan menyendiri sebagai kompensasi bagi rasa kurang puas
dalam kehidupan sehari-hari

iii. Berusaha menarik perhatian dengan berbuat kekanak kanakan.

c. Tingkah Laku Netral, yaitu:


i. Tidak Peduli dengan Tugas-tugas
Seorang remaja mengabaikan tugas-tugasnya untuk bersenang-senang
saja, karena tidak adanya tanggungjawab.
ii. Rasa Rindu yang Menggebu
Seorang remaja yang mempunyai rasa rindu yang terlalu menggebu
jika ia berada jauh dari rumahnya.

5. Bentuk Problematika Taraf Kuat


Arti tingkah laku bermasalah taraf kuat ini dapat dilihat dari segi remaja itu
sendiri yang terpadukan dengan tinjauan masyarakat. Tingkah laku bermasalah taraf kuat
adalah tingkah laku yang ditimbulkan oleh adanya rasa tidak enak, rasa tercekam, rasa
tertekan dalam taraf yang sangat kuat sebagai akibat dorongan yang saling bertentangan
dalam diri seseorang dan secara kuat mengundurkan diri secara berlebihan atau agresif
berlebihan. Tindakan tersebut secara sosial masyarakat merupakan tindakan sosial yang
menyimpang dari kewajaran, cenderung ada rasa putus asa, tidak aman, atau cenderung
ada rasa putus asa, tidak aman, atau cenderung untuk merusak, melanggar peraturan-
peraturan, menyerang.

Terdapat jenis-jenis problematika taraf kuat yang di adalah sebagai berikut:

2) Tingkah laku Agresif


Tingkah laku menyimpang agresip adalah tingkah laku sosial yang
menyimpang yang berciri khas kan cenderung merusak, melanggar peraturan
dan menyarang, lingkup bidang peraturan yang dilanggar seperti mencuri, bidang
seks, dan hubungan orang lain. Diantara sebab umum tingkah laku tersebut adalah
remaja yang bersangkutan tidak memiliki sikap.

3) Tingkah Laku Pasif


Tingkah laku menyimpang yang pasif atau pengunduran diri adalah bentuk
tingkah laku yang menunjukan ada kecenderungan putus asa dan merasa tidak aman
sehingga menarik diri dari kegiatan dan takut memperlihatkan usaha- usahanya.
Remaja yang mengalami masalah jenis ini cenderung tertarik pada kesenangan yang
sifatnya menyendiri, apatis terhadap kegiatan masyarakat atau sekolah, remaja suka
mengasingkan diri, menghindari diri dari kegiatan yang menimbulkan kontak dengan
orang lain.

6. Penyebab Problematika Santri


Faktor-Faktor penyebab problematika santri menurut Kartini Kartono, yakni
faktor internal dan eksternal. Faktor internal berasal dari dalam diri sedangkan faktor
eksternal berasal dari luar individu, sebagai berikut:
a. Faktor Internal
Maksudnya adalah semua perangsang dan pengaruh dari dalam anak itu sendiri
yang menimbulkan problematika tertentu faktor ini disebut faktor individu dan dibagi
menjadi dua yakni faktor fisik, dan faktor kepribadian.
(a) Faktor fisik

12
Faktor fisik berhubungan dengan sistem tubuh dan kesehatan fisik
remaja, seperti syaraf, kelenjar dan otot akan berpengaruh pada mental individu,
seperti gejala psikosomatis merupakan salah satu nyata dari keberfungsian
system syaraf yang kurang baik sehingga memengaruhi penyesuain diri.
Begitupula dengan kesehatan fisik akan berpengaruh pada social individu baik
dengan sifat kepercayaan diri, harga diri dan sejenisnya.
(b) Faktor Kepribadian
Usia seseorang dapat menjadi faktor penyebab problematika, di usia
remaja masuk pada remaja awal yang diidentifikasi akan banyak masalah yang
dihadapi karena kemampuan berfikir remaja yang dikuasai emosionalitasnya
sehingga kurang bisa menerima pendapat orang lain karena menganggap dirinya
mampu.
b. Faktor Eksternal
Maksudnya semua perangsang dan pengaruh luar yang menimbulkan
problematika bermacam-macam pada anak remaja. Faktor ini disebut faktor sosial dan
dibagi menjadi tiga yaitu: faktor keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat.
(a) Faktor Keluarga
Keluarga merupakan tempat pertama kali dan dasar pokok bagi
pertumbuhan dan perkembangan anak. Keluarga memberikan pengaruh yang
menentukan pada pembentukan watak dan kepribadian anak dan menjadi unit
social terkecuali yang memberikan pondasi primer bagi perkembangan anak.
Pendapat Hurlock yang dikutip oleh H.M Arifin tentang keluarga adalah
sebagai berikut:
Rumah adalah lingkungan pertema kali bagai anak, keluarga memberi
contoh sikap anak terhadap orang lain, beda-beda kehidupan pada umumnya.
Anak menggunakan orang tuanya sebagai model diri, penyesuaian dirinya,
dengan kehidupan. Bila orang tuanya tidak bias dipakai untuk standar
penyesuaian diri anak dengan sebaik-baiknya maka hal ini akan menimbulkan
problem pada psikologis anak sebagai mana behavior problem pada orang
tuanya. Percontohan yang fundamental terbentuk dalam rumah tidak dapat
diberantas sampai akar-akarnya, hanya dapat disebabakan bila telah menjadi
besar.41
Demikian pentingnya orang tua sebagai sosok yang didambakan anak
dalam proses identifikasi diri sehingga idealnya orang tua menyadari fungsi dan
perannya sebagai teladan, pendidikan dan pembentuk pribadi anak sampai batas
waktu tertentu.
7. Macam-macam Metode Pendidikan Islam Pondok Pesantren
1) Pendidikan dengan Keteladanan
Yaitu metode yang berpengaruh dalam pembentukan aspek moral, spiritual,
dan etos sosial anak. Pendidikan dengan cara memberikan contoh-contoh kongkrit
bagi para santri. Seperti contoh keteladanan seorang ustadz yang harus menjaga
tingkah lakunya agar keteladanya bisa diikuti para santri.
2) Pendidikan dengan Kebiasaan (Al A‟dah)
Memberdidikan dengan cara memberi latihan-latihan terhadap norma-norma
kemudian membiasakan santri untuk melakukanya. Seperti pendapat Abdullah
Nasihin Ulwan kebiasaan itu seperti: ibadah seperti sholat, membiasakan untuk
melaksanakan peintah Allah dan menjauhi larangan Allah, dan membiasakan
mencintai Rosulullah. Dan dalam kawasan pesantren metode kebiasaan ini
diterapkan pada ibadah-ibadah,seperti sholat jamaah, kesopanan pada kyai dan
ustadz, pergaulan dengan sesame santri.
3) Pendidikan dengan Nasehat ( Al- Mauidzhoh)
Mauidzah berarti nasehat. Rasyid Riddla mengartikan mauidzah sebagai
berikut: “Maiuidzah adalah nasehat peringatan atas kebaikan dan kebenaran
dengan jalan apa yang dapat menyentuh hati dan membangkitkannya untuk

13
mengamalkan”. Metode mauidzah, harus mengandung tiga unsur, yakni
a) Uraian tentang kebaikan dan kebenaran yang harus dilakukan oleh seseorang.
Seperti sopan santun, harus berjama’ah, maupun kerajinan beramal.
b) Motifasi dalam melakukan kebaikan
c) Peringatan tentang dosa atau bahaya yang akan muncil dari adanya larangan
bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
4) Pendidikan dengan Pengawasan/Perhatian (Al-Mulahidzhoh)
Pendidikan dengan pengawasan/perhatian ada 5 yaitu:
a) Perhatian dalam mendidik sosial kemasyarakatan,
merupakan sesuatu yang esensial sebagai manifestasi kehadiran islam
rahmamatan. Sholat sebagai ibadah madhah ditutup dengan membaca salam,
ini berarti signifikasinya fungsi sosial dengan kehidupan muslim.
b) Perhatian dalam mendidik anak kecil, Rosulullah SAW
pernah memperhatikan makan seseorang anak kecil dengan menyuruhnya
“bacalah bismillah” makanlah dengan tangan kananmu dan jilatlah apa yang
tersisa.
c) Perhatian dengan cara mengingatkan, seperti Rosulullah
SAW pernah menyuruh berulang kali sholat kepada sahabatnya. Karena
sholatnya belum benar.
d) Perhatian dalam pendidikan moral, seperti Rosulullah SAW pernah ditanya
tentang islam yang baik, member makan orang miskin, mengucapkan salam
kepada yang kamu kenal dan yang tidak kamu kenal.
e) Dan perhatian dalam pendidikan spiritual. Pendidikan yang diberikan untuk
menjahui semua larangan-larangan Allah, dan
mengerjakan perintah-perintah Allah, maka Allah SWT akan menghendaki dan
ia akan di ampuni oleh Allah SWT.81 5) Pendidikan dengan Kedisiplinan
Dalam ilmu pendidikan,kedisiplinan dikenal sebagai cara menjaga
kelangsungan kegiatan pendidikan. Metode ini identik dengan pemberian
hukuman atau sangsi. Tujuanya untukmenyembuhkan kesadaran santri
bahwa apa yang dilakukan tersebut tidak benar, sehingga ia tidak
mengulangi lagi.
Dengan demikian sebelum menjatuhkan sangsi, seorang pendidik
harus memperhatikan beberapa hal berikut: a) Perlu adanya bukti yang kuat
tentang adanya tindakan pelangaran b) Hukuman harus bersifat mendidik c)
Harus mempertimbangkan latar belakang dan kondisi siswa yang melangar.
Hukuman ini dikenal dengan istilah takzir. Takzir adalah hukuman yang
dijatuhkan pada santri yang melanggar. Hukuman yang terberat adalah
dikeluarkan dari pesantren. Seperti pelangaran yang selalu dilakukan
berulang. Hukuman terkecil seperti menghafalkan juza’ma. (Munzier Suparta,
Harjani Hefni 2006 : 23)
5) Pendidikan dengan Kemandirian Kemandirian tingkah laku adalah
kemampuan santri untuk mengambil dan melaksanaan keputusan secara
bebas. Proses pengambilan dan pelaksanaan keputusan santri yang biasa
berlangsung di pesantren dapat di kategorikan menjadi dua, yaitu keputusan
yang bersifat penting-monumental dan keputusan yang bersifat harian.
Terkait dengan kebiasaan santri yang bersifat rutinitas menunjukan
kecenderungan santri lebih mampu dan berani dalam mengambil dan
melaksanakan keputusan secara mandiri, misalnya dalam mengolah
keuangan, perencanaan belanja kebutuhan sehari-hari, dll. hal ini tidak lepas
dari kehidupan mereka yang tidak tinggal bersama dengan orang tua (jauh
dari orang tua) dan tuntutan pesantren untuk membiasakan santri hidup
dengan mandiri. Santri melakukan shering dalam kehidupan sehari-hari
dengan teman-temanya yang mayoritas seusia sebaya yang memiliki
kecenderungan yang sama. Apabila kemandirian tingkah laku santri memiliki

14
tingkat kemandirian yang tinggi.
6) Mendidik dengan Targhip Wa Tahzib
Metode ini terdiri dari dua sekaligus yang berkaitan satu sama lain.
Tahrib adalah janji disertai dengan bujukan agar seseorang senang melakukan
kebijakan dan menjauhi kejahatan. Tahzib adalah suatu ancaman untuk
menimbulkan rasa takut berbuat tidak benar. Tujuan mendidik dengan targhio
wa tahzib ini yaitu untuk memantabkan rasa keagamaan dan membangkitkan
sifat rabbaniyah tanpa terikat waktu dantempat. Dipesantren metode ini
biasanya diterapkan dalam pengajian-pengajian baik sorogan maupun
bandongan. (Tamyiz Burhanuddin , 201:6

III. PENUTUP
Berdasarkan paparan di atas dapatlah disimpulkan Efektifitas Bimbingan dan
Konseling Islam dalam mengatasi Problematika Santri di pondok pesantren
madinatunnajah kalimukti adalah melalui bentuk Bimbingan dan Konseling Islam
dalam bentuk Bimbingan Belajar, Bimbingan Kelompok, Bimbingan Individual,
Konseling Kelompok, Konseling Individual, dan Bimbingan Konseling Individual,
serta Bimbingan dan Konseling Kelompok, Bimbingan Konseling Islam, Bimbingan
Karier dan Bimbingan Spiritual. Penyebab Problematika yang dialami santri berasal
dari faktor Internal (Pribadi secara Psikologis) dan faktor Eksternal (Lingkungan,
sosial, budaya, teman sebaya, dan keluarga yang berpengaruh besar pada santri ketika
mengalami problematika.
Alhamdulillah, sampailah tulisan ini pada bagian terakhir, yaitu penutup.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini tidak terlepas dari kekurangan dan kelemahan.
Oleh sebab itu, saran dan kritikan dari pembaca sangat diharapkan untuk
kesempurnaan tulisan ini. Dan semoga tulisan ini bermanfaat untuk semuanya.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto Suharsismi, 2013. Prosedur Penelitian Pendekatan. Jakarta: PT. RinekaCipta


Anwar, Fuad 2014. Landasan Bimbingan dan Konseling Islam. Jogjakrta : CV. Budi Utama
Arikunto S Asy’ari, Ahmad dkk, 2004. Pengantar Study Islam Surabaya: IAIN SunanAmpel
Bambang Ismaya, S.Ag 2015. Bimbingan Konseling Islam Study,Karier, dan Keluarga Bandung: PT.
Refika Aditama
Deni Febrini 2011 Bimbingan dan Konseling. Yogyakarta : Teras
Dhofier Zamarkasyi Tradisi Pesantren: Studi Pandangan Hidup Kiyai danVisinya Mengenai Masa
Depan Indonesia Cet. IX; Jakarta: LP3ES, 2011
Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam Jakarta: Amzah, 2010. Musfir Saiful Akhyar Lubis,
Konseling islami (Kiayi dan Pesantren), Yogyakarta: eLSAQ Press, 2007. Samsul Munir
Amin, 2010 Bimbingan dan Konseling Islam. Jakarta : Amzah
Syamsu Yusuf, dkk., Landasan Bimbingan dan Konseling, Bandung: Rosda, 2006.
Syamsyu Yusuf Juntika 2016 Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasai), Jakarta: Rajawali
Press, 2011

15

Anda mungkin juga menyukai