Kedudukan Pondok Pesantren hampir tidak dapat dipisahkan dari kehidupan umat
Islam di Indonesia. Lembaga pendidikan Islam tertua yang dikenal semenjak Islam
masuk di Indonesia, terlihat dari tradisi kepesantrenan yang masih melekat sejak zaman
dahulu hingga sekarang seperti nilai-nilai yang dianut di Pesantren yakni nilai
teosentris, nilai kesederhanaan, nilai pengabdian, nilai kebersamaan, nilai kemandirian,
nilai kearifan.( Mansur, Moralitas Pesantren 2004 : 59). Kegiatan pembelajaran yang
ada di dalamnya, seperti bimbingan klasikal, maupun pendidikan tradisional yang
dikenal dengan Bandongan, Sorogan yang menggunakan kitab-kitab klasik ataupun
kitab kuning.
Pendidikan Pesantren secara komprehensif dapat dilihat dari berbagai aspek pola
hidup pesantren, yang meliputi materi pelajaran, metode pengajaran, prinsip-prinsip
pendidikan, sarana, tujuan pendidikan pesantren, kehidupan Kiyai dan santri serta
hubungan keduanya, hal-hal tersebut adalah bagian dari program pendidikan yang
menyeluruh pada pesantren, (Masyhud, Management Pondok Pesantren 2003: 88-89)
yang dirangkum ke dalam prinsip dan nilai kultural yang dianut Pondok Pesantren.
Pendidikan pesantren secara komprehensif bukan hanya beberapa aspek seperti
dijelaskan sebelumnya, namun terdapat pula tradisi spiritual yang tidak bisa lepas dari
kehidupan pesantren, seperti pengajian kitab-kitab tentang ajaran Islam, doa bersama,
dzikir bersama, kedisplinan untuk melaksanakan sholat sunnah dan sentuhan-sentuhan
kalbu yang didapatkan dari para pengasuh pondok atau Bapak Kiyai. Hal tersebut adalah
bagian dari aspek spiritual dalam pembentukan karakter ketauhidan santri. (Erhamwilda,
Konseling Islami 2009: 20)
Kepribadian individu tidak lepas dari pengaruh lingkungan sosialnya, (ibid 46),
sehingga digambarkan Rasulullah dalam sebuah hadits dari Abu Musa Al- Asy’ariy
radhiyallahu „anhu, Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda:
"Perumpamaan orang yang bergaul dengan orang shalih dan orang yang
bergaul dengan orang buruk seperti penjual minyak wangi dan tukang tempa besi, Pasti
kau dapatkan dari pedagang minyak wangi apakah kamu membeli minyak wanginya
atau sekedar mendapatkan bau wewangiannya, sedangkan dari tukang tempa besi akan
membakar badanmu atau kainmu atau kamu akan mendapatkan bau yang tidak sedap".
(Muhammad Nashruddin Al bani, Mukhtashor Shahih Bukhori 55-56)
Diperkuat pula oleh pernyataan pembina santri bahwa dari asrama santri tersebut
menyatakan bahwa 50% alasan orang tua santri memasukan anaknya ke pesantren adalah
untuk menghindari dari berbagai permasalahan dalam keluarganya. (Wawancara dengan
Pembina OSMN di Pondok Pesantren Madinatunnajah Kalimukti, tanggal 13 Januari
2018).
Segala macam bentuk program maupun sistem yang digunakan di pondok
pesantren adalah semata-mata sebagai alat dalam pembentukan jati diri santri, santri
harus mampu belajar mandiri, belajar bertanggung jawab, belajar bersosial maupun
dalam meningkatkankan ketauhidan santri, hal itu terangkum dalam gaya pendidikan
pesantren yang komprehensi Al Quran dan Al Hadits telah jelas memaparkan empat
fungsi yang dimiliki manusia yakni, manusia sebagai makhluk Allah, manusia sebagai
makhluk individu, manusia sebagai makhluk sosial, dan manusia sebagai makhluk
berbudaya. Inilah yang dikatakan manusia dengan sebaik baik Penciptanya adalah
Firman Allah Qur’an Surat Attin ayat 4 yang berbunyi:
Ponpes ini dulunya populer dengan ponpes khusus anak yatim piatu santrinya,
namun setelah berkembangnya zaman di era modern ponpes ini adalah salah satu ponpes
modern yang bersifat umum dan siapa saja berhak memasukan anak nya kepondok
pesantrem ini dengan system pembelajaran yang mengadpsi pada system pembelajaran di
ponpes Gontor.
Hal ini yang menjadi ketertarikan penulis dalam menganalisis secara khusus
faktor penyebab problematika dan bentuk pembinaan terhadap santri agar santri
senantiasa konsisten menjalani pola hidup dengan tuntutan rutinitas di Pondok
Pesantren Madinatunnajah yang menjadi lokasi penelitian penulis.
Kehadiran seorang pembina sangat untuk mengetahui dan membimbing
problematika santri dalam rangka meminimalisir gejala seperti yang dipaparkan di atas.
Berdasarkan hasil observasi tentang pola hidup dan sistem pendidikan di Pondok
Pesantren Madinatunnajah Kalimukti, maka diperoleh gejala bentuk problematika yang
beragram yang dialami semua santri dan pembinaan baik secara terjadwal maupun tidak
terjadwal, dan dilaksanakan baik secara pribadi maupun kelompok. (Wawancara dengan
Pembimbing Ponpes Madinatunnajah Kalimukti pada tanggal 13 Januari 2018)
Jika masuk ke ranah keilmuan Bimbingan dan Konseling Islam maka gambaran
pembinaan yang dijelaskan di atas telah menggunakan Bimbingan dan Konseling Islam
dengan berbagai bentuk. Maka penelitian ini bermaksud untuk menggali penyebab
problematika santri dan bentuk Bimbingan dan Konseling Islam yang digunakan pada
santri yang mengalami problematika.
II. PEMBAHASAN
A. Kajian Teoritik
1. Pengertian Efektivitas Bimbingan Konseling Islam
a. Efektivitas Bimbingan Konseling Islam
Secara etimologis kata bimbingan berasal dari kata “guidance” berarti petunjuk,
pemberian bantuan kepada orang lain yang membutuhkan. Pengertian bimbingan
pertama kali dikemukakan dalam Years Book of Education 1955, yang menyatakan
bahwa bimbingan adalah suatu proses membantu individu melalui usahanya sendiri
untuk mengembangkan kemampuannya agar memperoleh kebahagiaan pribadi dan
kemanfaatan sosial. (Samsul Munir Amin, Bimbingan Konseling Islam 2010: 1
Sedangkan pengertian konseling berasal dari istilah kata “counseling” atau
memberikan saran atau nasehat. Jadi konseling adalah pemberian nasehat kepada orang
lain secara individual yang dilakukan dengan tatap muka.
Dalam masyarakat Islam telah dikenal prinsip-prinsip Guidance dan Counseling
yang bersumber dari firman Allah serta hadits Nabi, pada firman Allah, QS. an-Nahl (16):
125,
Ayat di atas sebagai bentuk prinsip Bimbingan dan Konseling Islam, karena Allah
telah menyeru sekalian manusia untuk saling memberikan nasehat dengan pelajaran baik,
dan membantah dengan cara yang baik pula, sehingga prinsip Bimbingan dan Konseling
Islam mengambil dari ayat tersebut.
Oleh karena itu ayat tersebut adalah dasar pijakan pelaksanaan Bimbingan dan
Konseling Islam, maka dalam penelitian ini menyinggung tentang bentuk Bimbingan dan
Konseling Islam yang digunakan pada pondok pesantren.
6
3. Asas-asas bimbingan konseling islam
Bimbingan dan konseling Islam berlandaskan terutama pada al-Qur’an dan
Hadits atau sunnah Nabi, di tambah dengan berbagai landasan filosofis dan
landasan keimanan. Berdasarkan landasan-landasan tersebut dijabarkan asas-asas
atau prinsip-prinsip pelaksanaan bimbingan dan konseling Islam sebagai berikut :
1. Asas-asas kebahagiaan dunia dan akhirat (Al-Baqarah, 2: 201), (Al-Qashash,
28: 77) Artinya: Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan
kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan
peliharalah kami dari siksa neraka"(Qs Al Baqarah: 201
2. Asas fitrah (Ar-Rum, 30: 30) Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan
lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah
menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah
Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui (Qs Ar- Rum: 30)
3. Asas lillahi ta’ala (Al-An’am, 6: 162) Artinya: Katakanlah: Sesungguhnya
sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan
semesta alam. (Qs Al- An’am: 162)
4. Asas Kemaujudan individu (Al-Qomar, 54: 49)
Artinya: Sesungguhnya kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran. (Qs
Al- Qomar: 49)
5. Asas sosialitas manusia (An- Nisa, 4: 1) Artinya: Hai sekalian manusia,
bertakwalah kepada Tuhan-mu yang Telah menciptakan kamu dari seorang
diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya
Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu
saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim.
Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan Mengawasi kamu. (Qs An-Nisa: 1)
4. Metode Bimbingan Konseling Islam
Metode bimbingan dan konseling Islam berbeda halnya dengan metode
dakwah. Sebagai kita ketahui metode dakwah meliputi : metode ceramah, metode
tanya jawab, metode debat, metode percakapan antar pribadi, metode demonstrasi,
metode dakwah Rasulullah SAW, pendidikan agama dan mengunjungi rumah
(silaturrahmi). Demikian pula bimbingan dan konseling Islam bila dikalsifikasikan
berdasarkan segi komunikasi. (Aunur Rahim Faqih 2001: 53).
Selanjutnya Pengelompokan Bimbingan Konseling Islam terbagi menjadi:
a. Metode langsung
Metode langsung adalah metode dimana pembimbing melakukan
komunikasi lansung (bertatap muka) dengan orang yang dibimbingnya.
Metode ini dapat dirinci lagi menjadi :
1). Metode Individual
Bimbingan konseling individu yaitu bimbingan konseling yang
memungkinkan klien mendapat layanan langsung tatap muka dalam
rangka pembahasan dan pengentasan permasalahan yang sifatnya pribadi
yang dideritanya. Dalam konseling ini hendaknya konselor bersikap penuh
simpati dan empati. Simpati artinya menunjukkan adanya sikap turut
merasakan apa yang sedang dirasakan oleh klien. Dan empati artinya
berusaha menempatkann diri dalam situasi diri klien dengan segala
masalah-masalah yang dihadapinya. Dengan sikap ini klien akan
memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada konselor. Dan ini sangat
membantu keberhasilan konseling.
Bentuk Khusus Teknik Konseling:
a. Konselor yang paling berperan
b. Konselor berusaha mengarahkan konseli sesuai dengan masalahnya
c. Berpusat pada konseli
d. Konselor hanya menampung pembicaraan yang berperan konseli
7
e. Konseli bebas bicara, sedangkan konselor menampung dan
mengarahkan.
Pembimbing dalam hal ini melakukan komunikasi langsung
secara individual dengan pihak yang dibimbingnya. Hal ini dapat
dilakukan dengan menggunakan teknik.
1. Percakapan pribadi, yakni pembimbing melakukan dialog
langsung tatap muka dengan pihak yang dibimbing.
2. Kunjungan ke rumah (home visit), yakni pembimbing
mengadakan dialog dengan kliennya tetapi dilaksanakan di rumah
klien sekaligus untuk mengamati keadaan rumah klien dan
lingkungannya.
3. Kunjungan dan Observasi kerja, yakni pembimbing/konseling
jabatan, melakukan percakapan individual sekaligus mengamati
kerja klien dan lingkungannya.
2) Metode Kelompok
Pembimbing melakukan komunikasi lansung dengan klien
dalam kelompok. Hal ini dapat dilakukan dengan teknik-teknik:
1. Diskusi kelompok. Diskusi kelompok merupakan suatu cara dimana
murid-murid akan mendapat kesempatan untuk memecahkan
masalah bersama-sama. Setiap murid dapat menyumbangkan pikiran
masing-masing dalam memecahkan suatu masalah. Dalam diskusi itu
dapat tertanam pula rasa tanggung jawab dan harga diri.
2. Karyawisata (field trip). Karyawisata atau field trip selain berfungsi
sebagai kegiatan rekreasi atau metode mengajar, dapat pula berfungsi
sebagai salah satu tehnik dalam bimbingan kelompok..
3. Sosiodrama. Di dalam sosiodrama ini individu akan memerankan suatu
peranan tertentu dari suatu masalah social. Dalam kesempatan itu
individu akan menghayati secara langsung situasi masalah yang
dihadapinya. Dari pementasan itu kemudian diadakan diskusi
mengenai cara-cara pemecahan masalahnya.
4. Psikodrama. Jika sosiodrama merupakan tehnik memecahkan masalah
social, maka psikodrama adalah tehnik untuk memecahkan masalah-
masalah psychis yang dialami oleh individu. Dengan memerankan
suatu peranan tertentu, konflik atau ketegangan yang ada dalam
dirinya dapat dikurangi atau dihindari.
5. Remedial teaching. Remedial teaching atau pengajaran remedial yaitu
bentuk pengajaran yang diberikan seorang murid untuk membantu
memecahkan kesulitan belajar yang dihadapinya. Remedial ini
mungkin berbentuk bermacam-macam seperti penambahan pelajaran,
pengulangan kembali, latihan-latihan, penekanan aspek-aspek
tertentu, tergantung dari jenis dan tingkat kesulitan belajar yang
dialami murid. Tehnik remedial ini dilakukan setelah diadakan
diagnose terhadap kesulitan yang dialami murid.
b. Metode tidak langsung
Metode tidak langsung (metode komunikasi tidak langsung)
adalah metode bimbingan/konseling yang dilakukan melalui media
komunikasi masa. Hal ini dapat dilakukan secara individual maupun
kelompok, bahkan massal.
1) Metode Individual(Melalui Surat Menyurat dan Melalui Telepon)
2) Metode Kelompok/massal :
a. Melalui Papan Bimbingan
b. Melalui Surat Kabar / Majalah
c. Melalui Brosur
d. Melalui Radio (media audio)
e. Melalui Televisi
8
2. Problematika Santri
Berbicara mengenai problematika santri tentunya tidak terlepas dari Pondok
Pesantren dimana pengertian dari pondok pesantren adalah:
a. Pengertian Pondok Pesantren
Pesantren berasal dari kata santri dengan awalan “pe” dan akhiran “an”
berarti tempat tinggal santri. soegarda Poerbakawatja mengatakan pesantren dari kata
“santri” yaitu seseorang yang belajar agama islam, mengamalkannya dan belajar nilai-
nilai agama. (Haidar Putra Daulay 2004:18) Sebagai pusat pendidikan agama untuk
pembinaan moral dll. Serta sebagai pusat pendalaman ilmu-ilmu agama islam. Kata
“pondok” berasal dari bahasa arab yang berarti “Funduq” artinya tempat menginap
(asrama). Dinamakan demikian karena pondok merupakan tempat penampungan
sederhana bagi para pelajar yang jauh dari tempat asalnya.Pesantren pada dasarnya
adalah sebuah asrama pendidikan Islam tradisional yang santrinya tinggal bersama
dan belajar di bawah bimbingan seorang guru yanglebih dikenal dengan sebutan kiai.
Asrama untuk para santri berada dalam lingkungan pesantren di mana kiai bertempat
tinggal yang juga menyediakan sebuah masjid untuk beribadah, ruang untuk belajar,
dan kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya.
Pondok pesantren dikenal sebagai lembaga pendidikan rakyat yang
menekankan pada bidang keagamaan dan menjadi panutan bagi masyarakat sekitar.
Kehadiran pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan agama yang diarahkan
untuk meningkatkan kecerdasan dan ketrampilan duniawi, sedangkan orientasi
pesantren pada pembinaan moral dan sosialnya. Dalam posisi seperti saat ini
pesantren terus mengembangkan dirinya dan menjadi tumpuan pendidikan bagi
umat Islam. Pada masa ini, pesantren merupakan tempat belajar yang sangat
diminati oleh berbagai macam kalangan umat Islam. Pesantren diakui sebagai
lembaga yang sangat berjasa dalam membentuk masyarakat Indonesia yang religious
hamper 90% penduduk Indonesia dan mempertahankannya sampai sekarang hingga
menjadi Negara berpendudukan muslim terbesar didunia (Salahuddin Wahid, 2011:
4).
Lembaga pesantren semakin berembang secara cepat dengan sikap non
kooperatif ulama terhadap kebijakan “Politik Etis” pemerintah colonial belanda pada
akhir abad ke 19. Perkembangan pada awal pesantren inilah yang menjadi cikal bakal
dan tipologi unik lembaga pesantren yang berkembang pada saat ini (Mundzi dan
Amin, 2005: 3). Karena pendidikan pesantren yang berkembang sampai saat ini
dengan berbagai ragam modelnya senantiasa selaras dengan semangat dan
kepribadian bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Maka dari itu, sudah
sewajarnya apabila perkembangan dan pengembangan pendidikan pesantren akan
memperkuat karakter sosial system pendidikan nasional yang akan membantu
melahirkan sumberdaya manusia yang memiliki penguasaan pengetahuan dan nilai-
nilai luhur keagamaan.
a. Tujuan Pondok Pesantren
1) Tujuan Khusus
Yaitu mempersiapkan para santri untuk menjadi orang alim dalam ilmu agama yang
diajarkan oleh kiyai dan ustadz/ustadzah
2) Tujuan Umumnya
Yaitu membimbing anak didik untuk menjadi manusia yang berkepribadian islam
dan sanggup dalam ilmu agamanya dan menjadi seorang mubaligh.
b. Fungsi dan Peran Pondok Pesantren
Fungsi pondok pesantren sebagai lembaga dakwah islam yang dapat
mencapai kesuksesan. Apabila ia dapat memainkan perannya dengan baik. Peran
pesantren dapat dipetakan menjadi 2 hal, yaitu: internal dan eksternal. Peran
Internal adalah mengelola pesantren ke dalam yang berupa pembelajaran ilmu
agama kepada para santri. Sedangkan peran Eksternal adalah berinteraksi dengan
9
masyarakat termasuk pemberdayaan dan pengembangannya.( Sudartnoto Abdhul
Hakim, 2008:27)
Dalam fungsi kemasyarakatan pondok pesantren akan terhimpun
penghayatan terhadap ilmu, agama dan seni yang merupakan tiga komponen
pendidikan yang harus terkumpul pada diri seseorang, baik secara pribadi mapun
sebagai kelompok masyarakat. Dalam fungsi kemasyarakatan pondok pesantren
masih diperlukan pengembangan dan pembinaan, terutapa mengenai:
1) Fungsi penyebaran agama
2) Fungsi sebagai komunikator pembangunan
3) Fungsi pemeliharaan nilai-nilai kemasyarakatan yang masih
diperlukan.
Dalam fungsi-fungsi tersebut diidentifikasikan peranan kyai
sebagai alternative ideal untuk menampung aspirasi masyarakat, serta
peranan pondok pesantren sebagai lembaga terapi kejiwaan untuk
mengatasi masalah masyarat lainyanya. Terutama sangat penting dalam
mengembangkan pendidikan dan mengatasi persoalan kerawanan
perkembangan remaja. (M. Sulton dan M. Khusnuridlo, 2006), hal. 30)
3. Bentuk Problematika Santri
Masalah penting yang dihadapi anak-anak yang menginjak usia remaja cukup
banyak. Problem tersebut ada yang dapat dipecahkan sendiri, tetapi adakalanya sulit
untuk dipecahkan, dalam hal ini memerlukan bantuan pendidikan dan orang tua agar
tercapai kesejahteraan pribadi dan bermanfaat bagi masyarakat. Oleh karena itu secara
garis besar terdapat tiga bentuk problematika dihadapi santri dilihat dari intensitasnya,
diantaranya sebagai berikut. (Zakiyah Darajat 1982:24)
a. Bentuk Problematika Wajar
Arti tingkah laku bermasalah wajar adalah tingkah laku yang secara
psikologis masih dalam batas ciri-ciri pertumbuhan dan perkembangan sebagai akibat
adanya perubahan secara fisik dan psikis dan masih dapat diterima sepanjang tidak
merugikan dirinya sendiri dan masyarakat sekitarnya. Terdapat jenis-jenis
problematika wajar yang dialami santri, adalah sebagai berikut:
1. Perasaan dan Fikiran Mengenai Fisik
Diidamkannya bentuk badan badan atau wajah bintang film dan poster-
poster yang dibandingkan dengan keadaan dirinya sendiri. Hal semacam ini
menimbulkan rasa cemas bagi remaja karena dirinya tidak selalu menyamai
yang diidamkan.
2. Sikap dan Perasaan Mengenai Kemampuan
Remaja ingin berhasil dalam mengerjakan sesuatu, seringkali di rumah
dan sekolah mengalami kegagalan daam berbagai hal, dirinya kadang-kadang
bersikap apatis dan merasa telah gagal. Bantuan berupa dorongan dan pujian atas
keberhasilan kecil yang dicapai remaja.
3. Sikap dan Pandangan Diri terhadap Nilai-nilai
Akibat perkembangan kemampuan berpikir, remaja memikirkan tentang
nilai-nilai, yang benar dan salah, yang baik dan buruk. yang patut dan tidak patut.
Pertentangan antara nilai ideal dengan pelaksanaan, menimbulkan soal yang
sering mereka pikirkan. Mereka mencari nilai-nilai itu sendiri untuk dijadikan
pegangan dalam masa dewasa.
a. Masalah Wajar yang Berhubungan dengan Teman Sebaya, yaitu:
i. Permasalahan antar Teman Sebaya
Pergaualan dengan teman sebaya menimbulkan permasalahan bagi
remaja. Dalam remaja awal mulai mencari kelompok, yang dipikirkan supaya
bisa diterima, populer dan menunjukkan kemampuannya dalam kelompok.
ii. Permasalahan Teman Sebaya Lain Jenis
Pergaulan dengan teman sebaya lain jenis akan mendatangkan
permaslahan yang cukup banyak mengenai remaja awal dan akhir. Masalah
10
yang timbul antara lain berhubungan dengan bagaimana menarik perhatian
lawan jenis, bagaimana menghilangkan rasa malu. Remaja membutuhkan
penjelasan sehubungan dengan permasalahan itu.
iii. Perasaan Peranan Diri sebagai Wanita dan Pria
Peranan diri sebagai wanita dan pria merupakan permasalahan yang
timbul sebagai akibat tugas-tugas perkembangan yang harus dijalani remaja.
Permasalahan yang sering timbul menyangkut apakah sesungguhnya peranan
benar wanita dan pria.
b. Masalah Wajar yang Berhubungan dengan Orang Tua, yaitu:
i. Pola asuh Orang tua
Pelaksanaan tugas perkembangan dalam hal mendapatkan kebebasan
emosional dari orang tua. Remaja ingin bebas, menetukan tujuan hidupnya
sendiri, sementara orang tua masih takut memberikan tanggung jawab remaja
sehingga terus membayangi remajanya. Remaja ingin diakui sebagai orang
dewasa sementara orang tua masih tidak melepaskannya sebab belum cukup
untuk diberi kebebasan. Hal tersebut terkait dengan pola asuh orang tua
terhadap anak yakni pola asuh otoriter dan lunak pada anak.
ii. Kurangnya Kasih Sayang Orang Tua
Kebutuhan akan perhatian, kasih sayang dari orang tua, tidak
selamanya dapat terpenuhi karena antara lain kesibukan dalam soal-soal
ekonomi orang tua.
iii. Beban Pikiran karena Ketergantungan secara Ekonomi pada Orang tua.
Tugas perkembangan yang bertentangan dengan kebergantungan secara
ekonomis, khususnya dalam kelangsung pendidikan/sekolah, kesemuanya
menjadi bahan pemikiran dan dirasakan sebagai mengganggu hidupnya.
c. Masalah Wajar yang Berhubungan dengan Masyarakat, yaitu:
i. Rasa Rendah Diri terhadap Masyarakat Luas
Pergaulan sehari-hari dalam masyarakat luas mendatangkan masalah
remaja, remaja memikirkan cara- cara bertingkah laku yang sewajarnya
dalam menghadapi pergaulan dengan orang dewasa lain. Persoalan tentang
perlakuan yang berlebihan atau perlakuan yang terlalu menarik diri dari
orang dewasa yang sering menggangu pikiran dan perasaannya.
ii. Kekhawatiran dalam Masa Depan
Persiapan dalam masa depan, sekolah dan jabatan menjadi bahan
pemikirannya. Remaja awal sering mempertanyakan guna sekolah terhadap
lapangan kerja yang ada. Relevansinya, kecepatannya, status sosial ekonomi
yang dapat dicapai serta prestise sosial menjadi pemikirannya.
4. Bentuk Problematika Menengah
Arti tingkah laku bermasalah taraf menengah adalah tingkah laku remaja yang
secara psikologis masih merupakan akibat dari adanya perubahan-perubahan fisik dan
psikisdalam pertumbuhan dan perkembangan, namun telah menunjukan tanda- tanda
mengarah kepada adanya penyimpangan yang diramalkan dapat merugikan dirinya
sendiri dan masyarakat lingkungannya. Terdapat jenis-jenis problematika menengah
yang dialami santri sebagai remaja adalah sebagai berikut:
11
ii. Selalu melamun dan menyendiri sebagai kompensasi bagi rasa kurang puas
dalam kehidupan sehari-hari
12
Faktor fisik berhubungan dengan sistem tubuh dan kesehatan fisik
remaja, seperti syaraf, kelenjar dan otot akan berpengaruh pada mental individu,
seperti gejala psikosomatis merupakan salah satu nyata dari keberfungsian
system syaraf yang kurang baik sehingga memengaruhi penyesuain diri.
Begitupula dengan kesehatan fisik akan berpengaruh pada social individu baik
dengan sifat kepercayaan diri, harga diri dan sejenisnya.
(b) Faktor Kepribadian
Usia seseorang dapat menjadi faktor penyebab problematika, di usia
remaja masuk pada remaja awal yang diidentifikasi akan banyak masalah yang
dihadapi karena kemampuan berfikir remaja yang dikuasai emosionalitasnya
sehingga kurang bisa menerima pendapat orang lain karena menganggap dirinya
mampu.
b. Faktor Eksternal
Maksudnya semua perangsang dan pengaruh luar yang menimbulkan
problematika bermacam-macam pada anak remaja. Faktor ini disebut faktor sosial dan
dibagi menjadi tiga yaitu: faktor keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat.
(a) Faktor Keluarga
Keluarga merupakan tempat pertama kali dan dasar pokok bagi
pertumbuhan dan perkembangan anak. Keluarga memberikan pengaruh yang
menentukan pada pembentukan watak dan kepribadian anak dan menjadi unit
social terkecuali yang memberikan pondasi primer bagi perkembangan anak.
Pendapat Hurlock yang dikutip oleh H.M Arifin tentang keluarga adalah
sebagai berikut:
Rumah adalah lingkungan pertema kali bagai anak, keluarga memberi
contoh sikap anak terhadap orang lain, beda-beda kehidupan pada umumnya.
Anak menggunakan orang tuanya sebagai model diri, penyesuaian dirinya,
dengan kehidupan. Bila orang tuanya tidak bias dipakai untuk standar
penyesuaian diri anak dengan sebaik-baiknya maka hal ini akan menimbulkan
problem pada psikologis anak sebagai mana behavior problem pada orang
tuanya. Percontohan yang fundamental terbentuk dalam rumah tidak dapat
diberantas sampai akar-akarnya, hanya dapat disebabakan bila telah menjadi
besar.41
Demikian pentingnya orang tua sebagai sosok yang didambakan anak
dalam proses identifikasi diri sehingga idealnya orang tua menyadari fungsi dan
perannya sebagai teladan, pendidikan dan pembentuk pribadi anak sampai batas
waktu tertentu.
7. Macam-macam Metode Pendidikan Islam Pondok Pesantren
1) Pendidikan dengan Keteladanan
Yaitu metode yang berpengaruh dalam pembentukan aspek moral, spiritual,
dan etos sosial anak. Pendidikan dengan cara memberikan contoh-contoh kongkrit
bagi para santri. Seperti contoh keteladanan seorang ustadz yang harus menjaga
tingkah lakunya agar keteladanya bisa diikuti para santri.
2) Pendidikan dengan Kebiasaan (Al A‟dah)
Memberdidikan dengan cara memberi latihan-latihan terhadap norma-norma
kemudian membiasakan santri untuk melakukanya. Seperti pendapat Abdullah
Nasihin Ulwan kebiasaan itu seperti: ibadah seperti sholat, membiasakan untuk
melaksanakan peintah Allah dan menjauhi larangan Allah, dan membiasakan
mencintai Rosulullah. Dan dalam kawasan pesantren metode kebiasaan ini
diterapkan pada ibadah-ibadah,seperti sholat jamaah, kesopanan pada kyai dan
ustadz, pergaulan dengan sesame santri.
3) Pendidikan dengan Nasehat ( Al- Mauidzhoh)
Mauidzah berarti nasehat. Rasyid Riddla mengartikan mauidzah sebagai
berikut: “Maiuidzah adalah nasehat peringatan atas kebaikan dan kebenaran
dengan jalan apa yang dapat menyentuh hati dan membangkitkannya untuk
13
mengamalkan”. Metode mauidzah, harus mengandung tiga unsur, yakni
a) Uraian tentang kebaikan dan kebenaran yang harus dilakukan oleh seseorang.
Seperti sopan santun, harus berjama’ah, maupun kerajinan beramal.
b) Motifasi dalam melakukan kebaikan
c) Peringatan tentang dosa atau bahaya yang akan muncil dari adanya larangan
bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
4) Pendidikan dengan Pengawasan/Perhatian (Al-Mulahidzhoh)
Pendidikan dengan pengawasan/perhatian ada 5 yaitu:
a) Perhatian dalam mendidik sosial kemasyarakatan,
merupakan sesuatu yang esensial sebagai manifestasi kehadiran islam
rahmamatan. Sholat sebagai ibadah madhah ditutup dengan membaca salam,
ini berarti signifikasinya fungsi sosial dengan kehidupan muslim.
b) Perhatian dalam mendidik anak kecil, Rosulullah SAW
pernah memperhatikan makan seseorang anak kecil dengan menyuruhnya
“bacalah bismillah” makanlah dengan tangan kananmu dan jilatlah apa yang
tersisa.
c) Perhatian dengan cara mengingatkan, seperti Rosulullah
SAW pernah menyuruh berulang kali sholat kepada sahabatnya. Karena
sholatnya belum benar.
d) Perhatian dalam pendidikan moral, seperti Rosulullah SAW pernah ditanya
tentang islam yang baik, member makan orang miskin, mengucapkan salam
kepada yang kamu kenal dan yang tidak kamu kenal.
e) Dan perhatian dalam pendidikan spiritual. Pendidikan yang diberikan untuk
menjahui semua larangan-larangan Allah, dan
mengerjakan perintah-perintah Allah, maka Allah SWT akan menghendaki dan
ia akan di ampuni oleh Allah SWT.81 5) Pendidikan dengan Kedisiplinan
Dalam ilmu pendidikan,kedisiplinan dikenal sebagai cara menjaga
kelangsungan kegiatan pendidikan. Metode ini identik dengan pemberian
hukuman atau sangsi. Tujuanya untukmenyembuhkan kesadaran santri
bahwa apa yang dilakukan tersebut tidak benar, sehingga ia tidak
mengulangi lagi.
Dengan demikian sebelum menjatuhkan sangsi, seorang pendidik
harus memperhatikan beberapa hal berikut: a) Perlu adanya bukti yang kuat
tentang adanya tindakan pelangaran b) Hukuman harus bersifat mendidik c)
Harus mempertimbangkan latar belakang dan kondisi siswa yang melangar.
Hukuman ini dikenal dengan istilah takzir. Takzir adalah hukuman yang
dijatuhkan pada santri yang melanggar. Hukuman yang terberat adalah
dikeluarkan dari pesantren. Seperti pelangaran yang selalu dilakukan
berulang. Hukuman terkecil seperti menghafalkan juza’ma. (Munzier Suparta,
Harjani Hefni 2006 : 23)
5) Pendidikan dengan Kemandirian Kemandirian tingkah laku adalah
kemampuan santri untuk mengambil dan melaksanaan keputusan secara
bebas. Proses pengambilan dan pelaksanaan keputusan santri yang biasa
berlangsung di pesantren dapat di kategorikan menjadi dua, yaitu keputusan
yang bersifat penting-monumental dan keputusan yang bersifat harian.
Terkait dengan kebiasaan santri yang bersifat rutinitas menunjukan
kecenderungan santri lebih mampu dan berani dalam mengambil dan
melaksanakan keputusan secara mandiri, misalnya dalam mengolah
keuangan, perencanaan belanja kebutuhan sehari-hari, dll. hal ini tidak lepas
dari kehidupan mereka yang tidak tinggal bersama dengan orang tua (jauh
dari orang tua) dan tuntutan pesantren untuk membiasakan santri hidup
dengan mandiri. Santri melakukan shering dalam kehidupan sehari-hari
dengan teman-temanya yang mayoritas seusia sebaya yang memiliki
kecenderungan yang sama. Apabila kemandirian tingkah laku santri memiliki
14
tingkat kemandirian yang tinggi.
6) Mendidik dengan Targhip Wa Tahzib
Metode ini terdiri dari dua sekaligus yang berkaitan satu sama lain.
Tahrib adalah janji disertai dengan bujukan agar seseorang senang melakukan
kebijakan dan menjauhi kejahatan. Tahzib adalah suatu ancaman untuk
menimbulkan rasa takut berbuat tidak benar. Tujuan mendidik dengan targhio
wa tahzib ini yaitu untuk memantabkan rasa keagamaan dan membangkitkan
sifat rabbaniyah tanpa terikat waktu dantempat. Dipesantren metode ini
biasanya diterapkan dalam pengajian-pengajian baik sorogan maupun
bandongan. (Tamyiz Burhanuddin , 201:6
III. PENUTUP
Berdasarkan paparan di atas dapatlah disimpulkan Efektifitas Bimbingan dan
Konseling Islam dalam mengatasi Problematika Santri di pondok pesantren
madinatunnajah kalimukti adalah melalui bentuk Bimbingan dan Konseling Islam
dalam bentuk Bimbingan Belajar, Bimbingan Kelompok, Bimbingan Individual,
Konseling Kelompok, Konseling Individual, dan Bimbingan Konseling Individual,
serta Bimbingan dan Konseling Kelompok, Bimbingan Konseling Islam, Bimbingan
Karier dan Bimbingan Spiritual. Penyebab Problematika yang dialami santri berasal
dari faktor Internal (Pribadi secara Psikologis) dan faktor Eksternal (Lingkungan,
sosial, budaya, teman sebaya, dan keluarga yang berpengaruh besar pada santri ketika
mengalami problematika.
Alhamdulillah, sampailah tulisan ini pada bagian terakhir, yaitu penutup.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini tidak terlepas dari kekurangan dan kelemahan.
Oleh sebab itu, saran dan kritikan dari pembaca sangat diharapkan untuk
kesempurnaan tulisan ini. Dan semoga tulisan ini bermanfaat untuk semuanya.
DAFTAR PUSTAKA
15