Anda di halaman 1dari 11

IMPLEMENTASI PERAN TEMAN SEBAYA TERHADAP

PENYESUAIAN DIRI DAN KEMANDIRIAN SISWA DI


LINGKUNGAN PESANTREN
Sayyida Nafisa Al-Razi
nafisaalrazi@gmail.com
Syifha Nurul Azmi
syifhanurulazmi20@gmail.com
Istiqomah
isti070603@gmail.com

Abstrak
Masa transisi dari lingkungan keluarga ke pesantren seringkali menimbulkan
kesulitan bagi santri dalam menyesuaikan diri. Peran teman sebaya menjadi
penting dalam membantu santri beradaptasi dengan lingkungan baru dan
membangun kemandirian. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
implementasi peran teman sebaya dalam penyesuaian diri dan kemandirian siswa
di lingkungan pesantren. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan
pendekatan kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran teman
sebaya diimplementasikan melalui berbagai bentuk, seperti; Dukungan sosial:
Teman sebaya saling memberikan dukungan emosional, instrumental, dan
informasional untuk membantu santri beradaptasi dengan lingkungan baru.
Penciptaan lingkungan yang kondusif: Teman sebaya membantu menciptakan
lingkungan yang kondusif bagi santri untuk belajar dan berkembang. Peran teman
sebaya terbukti memiliki pengaruh positif terhadap penyesuaian diri dan
kemandirian santri. Santri yang memiliki hubungan yang baik dengan teman
sebayanya lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan baru dan lebih mandiri
dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.
Kata kunci: Teman sebaya, Penyesuaian diri, Kemandirian, Pesantren

Abstract
The transition period from the family environment to pesantren often makes it
difficult for students to adjust. The role of peers becomes important in helping
students adapt to new environments and build independence. This study aims to

1
analyze the implementation of the role of peers in student adjustment and
independence in the pesantren environment. This research uses qualitative
methods with a Library Research approach. The results showed that peer roles
are implemented through various forms, such as; Social support: Peers provide
each other with emotional, instrumental, and informational support to help
students adapt to new environments. Creation of a conducive environment: Peers
help create a conducive environment for students to learn and develop. The role
of peers is proven to have a positive influence on the self-adjustment and
independence of students. Santri who have a good relationship with their peers
are easier to adapt to new environments and more independent in completing
their tasks.
Keyword: Peers, Self-adjustment, Independence, Boarding Schools

IMPLEMENTASI PERAN TEMAN SEBAYA TERHADAP


PENYESUAIAN DIRI DAN KEMANDIRIAN SISWA
DI LINGKUNGAN PESANTREN
Pendahuluan
Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tradisional di Indonesia
yang memiliki ciri khas tersendiri. Salah satu ciri khasnya adalah sistem asrama,
di mana para santri tinggal bersama dan belajar dalam satu lingkungan. Hal ini
memungkinkan terjadinya interaksi yang intens antara siswa, termasuk dalam hal
penyesuaian diri dan kemandirian.
Masa transisi dari lingkungan keluarga ke pesantren seringkali
menimbulkan kesulitan bagi siswa dalam menyesuaikan diri. Kehidupan di
pesantren yang jauh berbeda dengan di rumah, seperti aturan yang ketat, disiplin
yang tinggi, dan budaya yang baru, dapat membuat santri mengalami stres dan
homesick. Dalam situasi ini, peran teman sebaya menjadi penting dalam
membantu santri beradaptasi dengan lingkungan baru dan membangun
kemandirian. Teman sebaya adalah individu yang memiliki usia, status sosial, dan
minat yang relatif sama dengan santri. Mereka dapat memberikan dukungan
sosial, membantu sosialisasi norma dan nilai, serta memberikan kesempatan bagi
siswa untuk mengembangkan keterampilan sosial.
Teman sebaya dapat memberikan dukungan emosional dan praktis kepada
santri baru, membantu mereka mengatasi rasa rindu rumah dan beradaptasi
dengan lingkungan baru. Teman sebaya juga dapat membantu santri mempelajari

2
norma dan nilai yang berlaku di pesantren, serta membantu mereka memahami
budaya dan tradisi pesantren.
Metode Penelitian
Metode adalah seperangkat jalan atau cara yang digunakan pendidik
dalam proses pembelajaran agar peserta didik bisa mencapai tujuan pembelajaran
dan kompetensi tertentu.
Kata metode berasal dari bahasa Yunani. Secara etimologi (bahasa), kata
metode berasal dari dari dua suku perkataan, yaitu metha dan hodos. Metha
artinya melalui atau melewati dan hodos berarti “jalan” atau “cara”.
Menurut terminologi (istilah) para ahli memberikan definisi yang
beragam tentang metode, yaitu:menurut Winarno Surakhmad metode adalah
cara yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Menurut
Abu Ahmadi metode adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang
dipergunakan oleh seorang guru atau instruktur.1
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa, metode
adalah seperangkat jalan atau cara yang digunakan oleh pendidik dalam proses
pembelajaran agar peserta didik dapat mencapai tujuan belajar dan kompetensi
tertentu yang telah ditetapkan.
Penelitian yang saya gunakan adalah penelitan kepustakaan (library
research). penelitian ini tidak perlu terjun ke lapangan, tapi cukup dengan
memanfaatkan beberapa sumber kepustakaan sebagai sumber peneltian.2
Ada empat ciri dalam penelitian kepustakaan, yaitu: 1) penelitian
berhadapan langsung dengan teks (naskah) atau data angka dan bukan dengan
pengetahuan langsung dari lapangan atau saksi mata (eye witness) berupa
kejadian, orang atau benda lainnya, 2) data pustaka bersifat siap pakai (ready
mode), 3) data perpustakaan umumnya sumber sekunder, dan terakhir, 4) data
pustaka tidak dibatasi oleh ruang dan waktu karena ia sudah merupakan data
“mati” yang tersimpan dalam rekaman tertulis. Maka dari itu penelitian ini
disebut penelitian kepustakaan.3
Pembahasan

1
Pena Cendikia and others, ‘Tafsir Ayat Al Quran Tentang Metode Pendidikan Islam’,
4.2 (2021), 11–22.
2
Elok Nawangsih and Ghufran Hasyim Achmad, ‘EDUKATIF : JURNAL ILMU
PENDIDIKAN Hakikat Manusia Dalam Konteks Pendidikan Islam’, 4.2 (2022), 3034–44.
3
Kedudukan Pai, ‘Jurnal Dirosah Islamiyah Jurnal Dirosah Islamiyah’, 4 (2022), 214–
25 (https://doi.org/10.17467/jdi.v4i2.899).

3
Peran Teman Sebaya Terhadap Penyesuaian Diri Siswa di Lingkungan
Pesantren
Santri yang baru memasuki lingkungan pesantren, diantaranya mempunyai
karakteristik yang berbeda dengan lingkungan yang pernah dialami santri
sebelumnya. Hal ini mengakibatkan santri beradaptasi untuk bertahan dan
menyelesaikan pendidikannya di pesantren.4 Tidak semua siswa yang bersekolah
di pesantren pesantren berasal dari pesantren, namun ada pula yang berasal dari
sekolah sungguhan. Siswa di sekolah negeri memiliki sedikit pengetahuan agama.
Siswa sekolah negeridalam arti SD, SMP, SMA, dan SMK serta waktunya
(Anwar, 2017)menyesuaikan dengan kelas seperti Bahasa Arab, Hadits Al-Qur'an,
Fiqh,Aqidah, Akhlak dan Sejarah. Ajaran Islam jarang diajarkan di sekolah negeri.
Kebiasaan yang berbeda dari tiap santri mengakibatkan mereka sulit untuk
menyesuaikan diri dengan teman sebayanya, terutama di pondok pesantren. Oleh
karena itu pengurus juga harus bisa membimbing santri tersebut agar bisa
menyesuaikan dirinya dengan baik.5 Penyesuaian diri dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, salah satunya yaitu faktor lingkungan, yang meliputi lingkungan
keluarga, masyarakat, maupun sekolah. Kondisi yang berjauhan dari orang tua
maupun saudara, membuat siswa sekolah asrama cenderung memiliki hubungan
yang lebih solid dengan sesama siswa lainnya, dibandingkan dengan siswa
sekolah non-asrama.6
Proses penyesuaian diri dipengaruhi oleh faktor-faktor, yaitu: 1) kondisi
fisik, 2) kepribadian, 3) Proses belajar, 4) lingkungan, dan 5) agama dan budaya.
Sementara itu, karakteristik penyesuaian diri yang baik menurut Desmita dapat
dilihat dari empat aspek kepribadian yang meliputi 1) Self Knowledge, 2) self
Objective, 3) Self Develpoment, dan 4) Satisfaction.7
Teman memainkan peran penting dalam kehidupan di sekolah apalagi di
asrama. Hal ini dibenarkan oleh Santrock (2003) yang menyatakan bahwa remaja
lebih banyak menghabiskan waktu bersama teman-temannya dibandingkan di
sekolah.8 Lingkungan dimana sahabat tidak mampu saling mendukung dianggap
sebagai salah satu penyebab buruknya adaptasigenerasi muda. Bagi remaja, teman
adalah sumber kekuatan, identitas, persahabatan, dan pemberdayaan. Sahabat
4
M. Badiul Anwar, “Pengaruh Kelekatan Teman Sebaya Terhadap Penyesuaian Diri
Pada Santri Baru Tingkat SMP di Pondok Pesantren Annur 2 Al-Murtadlo Bululawang
Malang”(skripsi, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, 2017), 4.
5
Vidi Yulia Ningrum, “Penyesuaian Diri Para Siswa Terhdap Teman Sebaya Pada Kelas
VII SMP Negeri I Kalijambe Sragen Tahun Pelajaran 2009/2010”(Skripsi, Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta, 2010), 3.
6
Desmita. (2012). Psikologi perkembangan peserta didik. Remaja Rosdakarya.
7
Anwar, “Pengaruh Kelekatan Teman Sebaya”, 7.
8
Santrock, J. W. (2003). Adolescence: Perkembangan remaja. Penerbit Erlangga.

4
merupakan komunitas belajarbagi siswa yang dapat mendukung Pendidikan
inklusif, seperti peningkatan penerimaan terhadap keberagaman, keterampilan
komunikasi, keterampilan sosial, dan pengaturan diri.9
Teman dapat mempengaruhi seseorang untuk mengendalikan dirinya.
Cinta terhadap sahabat meningkatkan rasa aman, nyaman dan percaya diri, serta
membawa perubahan positif. Tanpa dukungan sosial dari teman , individu
mempunyai banyak teman sehingga menurunkan pengendalian diri . Dukungan
sosial teman sebaya terjadi dalam pergaulan remaja sehari-hari. Misalnya saja
melalui kedekatan yang terjalin antara generasi muda dengan teman-temannya
melalui interaksi sosial.10
Oleh karena itu, dukungan komunitas sebaya sangat membantu dalam
penanganandan kesulitan-kesulitan yang dihadapi pesantren dan sekolah.
Membutuhkan dukungan dari teman sebaya jika orang tersebut kuat atau dalam
keadaan normal. Hal ini dikarenakan dalam keadaan normal, dukungan sosial
dapat mencegah terjadinya kecemasan pada individu. Dukungan teman sebaya
diperlukan untuk membantu siswa membangun rasa percaya diri saat
bersosialisasi dan berkomunikasi dengan teman baru. Peneliti ingin mengkaji
keadaan tersebut karena mengingat betapa pentingnya adaptasi siswa terhadap
lingkungan dan aturan tempat tinggal Islam untuk menjalin hubungan dalam
kehidupannya.
Peran Teman Sebaya Terhadap Kemandirian Siswa di Lingkungan
Pesantren
Pesantren merupakan alternatif terbaik dalam dunia pendidikan untuk
mencetak seorang santri tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang religius,
disiplin dan mandiri. Namun, proses tersebut tidak mudah karena membutuhkan
waktu yang cukup panjang dan proses yang cukup komplek. Kenyataannya
beberapa santri tidak mudah dalam menyesuaikan diri, kurang mampu mengambil
keputusan secara mandiri, masih bingung menetapkan tujuan hidup, juga kurang
cakap dalam menyelesaikan problem yang dihadapi.11
Dalam proses pembagian tugas non formal di pesantren dan dan tugas
akademik di sekolah, santri memiliki tanggung jawab lebih besar dibanding
9
Bond, R. & Castagnera, E. (2006). Peer supports and inclusive education: an
underutilized resource. Theory into Practice, 45(3), 224-229.
https://doi.org/10.1207/s15430421tip4503_4.
10
Mia Apriani dan Zulfa Indira wahyuni “Pengaruh Dukungan Sosial Teman Sebaya dan
Regulasi Diri Terhadap Penyesuaian Diri Santri”, Media Komunikasi Islam Tentang Gender dan
Anak, 11 (Februari, 2015), 162-171.
11
Niswara, E.E setiawati, D(2016). Penerapan Media Falsh Tentang Tata tertib untuk
Meningkatkan Pemahaman Kemandirian Santri Pondok Pesantren Al-Amanah Junwangi krian
Jurnal BK Unesa. Vol6, No.20.

5
remaja yang tinggal dirumah, sehingga kemandirian yang dituntut juga lebih
besar. Ironisnya dalam sebuah penelitian ditemukan remaja yang tinggal di
pesantren lebih rendah kemandiriannya dibanding dengan remaja yang tinggal
dirumah.12
Kemandirian memiliki arti kesiapan seseorang untuk berdiri sendiri tanpa
menuggu bantuan orang lain. Kemandirian adalah karakter dasar bagi seseorang
untuk bisa melakukan segala hal sepanjang kemampuan maksimalnya. Seseorang
dapat dikatakan mandiri jika ia mampu menyelesaikan pekerjaan atau tugasnya
sendiri dengan mengerahkan seluruh kemampuan maksimal tanpa mengharapkan
mantuan kepada sekitarnya. Seperti Firman Allah SWT:

‫وأن ليس لإلنسن إال ما سعي وأن سعيه سوف يري‬


Artinya: Dan bahwasanya seorang manusia tidak akan memperoleh selain
apa yang telah diusahakannya. Dan bahwasanya usaha itu kelak akan
diperlihatkan kepadanya.13
Kemandirian wajib dimiliki oleh para santri sebab karakter itulah yang
nantinya akan berguna ketika sudah lulus dan terjun di masyarakat. Santri wajib
memahami karakteristik kemandirian, karena mereka dituntut untuk bisa mandiri
dalam memenuhi kebutuhan dan keperluannya sendiri. Adapun karakteristik
kemandirian dibagi menjadi tiga bagian yaitu: 1) Kemandirian Emosional, aspek
kemandirian yang menyatakan perubahan kedekatan hubungan emosional antar
individu, seperti hubungan emosional peserta didik dengan gurunya atau dengan
teman sebayanya, 2) Kemandirian tingkah laku, berarti kesanggupan untuk
membuat keputusan tanpa bergantung kepada orang lain dan mampu
mempertanungjawabkan semua keputusan yang telah dipihnya. 3) Kemandirian
nilai, keahlian mengartikan sebuah sebuah prinsip, tentang enar atau salah, serta
tentang apa yang penting dan yang tidak penting. Seperti kemamdirian akhlak,
anak mampu membedakan bagaimana akhlak yang baik dan tidak bagi dirinya. 14
Adapun ciri-ciri kemandirian adalah: a) Memiliki tanggungjawab, b) Memiliki
pertimbangan dalam menilai masalah yang dihadapi, c) Memiliki perasaan aman
jika mempunyai pendapat yang berbeda dengan orang lain, d) Memiliki
kreatifitas, sehingga dapat menghasilkan ide yang bermanfaat bagi orang lain.

12
Kamiliyah, Hikmatul &Ervina (2015) Perbedaan kemandirian remaja yag tinggal di
pesantren dengan remaja yang tinggal dirumah. Jurnal Insight. Vol.11 hlm. 1-13.
13
Azhim, Maemunah (2022) Manajeman pengelolaan Asrama Pesantren Terpadu Al-
kahfi Bogor Berbasis Keislaman Dalam Pembentukan Karakter kemandirian Santri, jurnal El-
Furqana, Vol 08, No 01, hlm. 9.
14
Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung,
2014, hlm.186-187.

6
Kreativitas yang tinggi menjadi ciri kemandirian dalam aktualisasi diri.
Diantara kreativitas yang muncul adalah fleksibilitas, spontanitas, keberanian,
berani membuat kesalahan, keterbukaan, dan rendah hati. Ketiadaan konflik diri
juga termasuk bagian dari aktualisasi diri. Ia tidak disibukkan dengan urasan diri
sendiri yang belum selesai. Ia sudah tuntas dengan kebutuhannya sendiri sehingga
bisa lebih fokus dan konsisten dalam memaksimalkan energi untuk berbuat lebih
banyak bagi masa depan.15
Pondok pesantren sangat terkenal dengan kepatuhan santrinya, kepatuhan
dapat diartikan sebagai kecenderungan atau kerelaan seseorang untuk memenuhi
dan menerima permintaan, baik yang berasal dari seorang pemimpin atau yang
bersifat mutlak sebagai sebuah tata tertib atau perintah 16. Selain dari kepatuhan,
kehidupan pondok pesantren juga terkenal dengan kemandirian santrinya.
Kemandirian merupakan aspek yang berkembang dalam diri setiap individu, yang
bentuknya sangat beragam, tergantung pada proses perkembangan dan proses
belajar yang dialami masing-masing individu.
Di Pondok Pesantren terdapat beberapa faktor yang menghambat
kemandirian santrinya seperti kebiasaan atau kepribadian yang belum bisa
beradaptasi dengan keadaan lingkungan dan kebiasaan yang ada di Pondok
pesantren, banyak kebiasaan dirumah yang dibawa ke Pondok Pesantren, tidak
mengenali kebutuhan diri dalam suatu hal, masih merasa bahwa perkataan
seniornya tidak sesuai dengan perbuatannya dan masih bergantung kepada orang
tua.17 Dari sinilah peran teman sebaya sangat dibutuhkan dalam proses
kemandirian seseorang di lingkungan pesantren, karena pada umumnya individu
mampu menemukan solusi dari berbagai kesulitan yang dialami dan mampu
menemukan cara mencapai tujuan masing-masing, meraka memiliki pengalama
hidup yang sama yang memungkinkan untuk bertukar pengalaman dan menjaga
rahasia tentang apa yang dibicarakan dan kerjakan, terdapat kesamaan kedudukan
antar teman sebaya.
Peran teman sebaya sangat penting karena dapat meningkatkan kualitas
kemandirian santri dalam beberapa aspek. Kemandirian merupakan kemampuan
untuk mengarahkan dan mengendalikan diri diri sendiri dalam berfikir dan
bertindak, serta tidak merasa bergantung pada orang lainsecara emosional.

15
Azhim, Maemunah (2022) Manajeman pengelolaan Asrama Pesantren Terpadu Al-
kahfi Bogor Berbasis Keislaman Dalam Pembentukan Karakter kemandirian Santri, jurnal El-
Furqana, Vol 08, No 01, hlm. 11.
16
Yuliani Nur Fitri, Eksistensi kemandirian Sebagai Identitas Santri Pondok Pesantren
Hidayatul Mubarak, Uman Agung lampung tengah. Hlm 10.
17
Yuliani Nur Fitri, Eksistensi kemandirian Sebagai Identitas Santri Pondok Pesantren
Hidayatul Mubarak, Uman Agung lampung tengah. Hlm 11.

7
Kemandirian dan Penyesuain Diri Dalam Perspektif Islam
Kemandirian merupakan salah satu karakter yang harus dikembangkan
oleh setiap anak khususnya dalam lingkungan pesantren. Untuk mengembangkan
kemandirian itu selaku orang tua dan pendidik kita harus memberikan kesempatan
kepada anak untuk belajar dan mencoba suatu hal yang baru dengan terus
membimbing dan mengarahkan agar anak dapat melakukan dengan baik, daripada
anak akhirnya menjadi pemalas dan malah menyusahkan orang lain. Rasulullah
bersabda: “bermain-mainlah dengan anakmu selama seminggu, didiklah ia
selama seminggu, temanilah ia selama seminggu pula, setelah itu suruhlah ia
mandiri”
Kemadirian anak juga sangat di pengaruhi oleh perilaku orang tua dan
lingkungan, sebagaimana dalam firman Allah:

‫َو ْلَيْخ َش اَّل ِذيَن َل ْو َتَرُك وا ِم ْن َخ ْلِف ِه ْم ُذِّرَّي ًة ِض ْع ًف ا َخ اُفوا َعَلْيِه ْم َفْلَيَّتُق وا الَّل َه َو ْلَيُقْو ُل ْوا َقْواًل‬
‫َس ِديًد ا‬
“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka
meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir
terhadap (kesejahteraan) nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada
Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.” (An-
nisa:9)18
nabi kita pun yakni Rasulullah SAW selalu menumbuhkan sifat percaya
diri dan mandiri pada anak-anak nya agar bisa bergaul dengan berbagai jenis
Masyarakat yang sesuai dengan kepribadiannya. Seperti yang sudah dijelaskan
oleh Allah SWT dalam Al-qur’an bahwa:

﴾38﴿ ‫ُك ُّل َنْف ٍس َمِبا َك َس َبْت َرِه ْيَنٌة‬


Artinya: ”tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya”

(Q.S Al-Muddatstsir:38). Karena pada akhirnya seluruh individu pasti akan


dimintai pertanggung jawaban terhadap setiap perbuatan yang dilakukannya di
dunia.
Sedangkan penyesuain diri merupakan suatu proses terus menerus yang
mencakup respon mental dan tingkah laku seseorang dalam mengatasi kebutuhan-
18
Nida Adilah, A. Yuri Alam F, METODE MONTESSORI UNTUK MENGEMBANGKAN
KARAKTER KEMANDIRIAN AUD DALAM PERSPEKTIF ISLAM, Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu
dan Budaya Islam Vol. 6, No. 1, 2023, hal. 94

8
kebutuhan dalam diri individu, sehingga tercapainya tingkat keselarasan atau
harmoni antara dari dalam diri dengan apa yang diharapkan oleh lingkungan
dimana individu tinggal.
Dalam Al-Quran Allah SWT berfirman dalam Al-Quran surat Al-
Qashash:13 yang Artinya : “Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan
Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat
kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orangorang yang
berbuat kerusakan.”19

Kesimpulan
Teman sebaya memiliki peran penting dalam membantu santri beradaptasi
dan menjadi mandiri di lingkungan pesantren. Peran ini dapat diimplementasikan
melalui berbagai cara, antara lain; Dukungan sosial: Teman sebaya dapat
memberikan dukungan emosional dan praktis kepada santri baru, membantu
mereka mengatasi rasa rindu rumah dan beradaptasi dengan lingkungan baru.
Sosialisasi: Teman sebaya membantu santri mempelajari norma dan nilai yang
berlaku di pesantren, serta membantu mereka memahami budaya dan tradisi
pesantren. Motivasi: Teman sebaya dapat saling memotivasi untuk belajar dan
mencapai tujuan bersama. Pengembangan diri: Teman sebaya dapat menjadi
sumber belajar dan membantu siswa mengembangkan keterampilan dan bakat
mereka. Kemandirian: Teman sebaya dapat membantu santri belajar mandiri dan
bertanggung jawab atas diri mereka sendiri.
Maka dari Itu peran teman sebaya sangat berpengaruh dalam membantu
siswa beradaptasi dan menjadi mandiri di lingkungan pesantren. Implementasi
peran teman sebaya dapat dilakukan melalui berbagai cara, dan dengan dukungan
yang tepat, teman sebaya dapat menjadi sumber kekuatan dan motivasi bagi siswa.

19
Ahmad Isham Nadzir, Nawang Warsi Wulandari, Hubugan Religiulitas Dengan
Penyesuaian Diri Siswa Pondok Pesantren, JURNAL PSIKOLOGI TABULARASA VOLUME 8,
NO.2, 2013: 698-707

9
Daftar Pustaka
Achmad, E. N. (2022). Hakikat Manusia Dalam Konteks Pendidikan Islam.
‘EDUKATIF : JURNAL ILMU PENDIDIKAN, 4.2, 44-3034.
Ahmad Isham Nadzir, N. W. (2013). Hubungan Regiulitas Dengan Penyesuaian
Diri Siswa Pondok Pesantren. Jurnal Psikologi Tabularasa Vol.8, No.2,
698-707.
Anwar, M. (2017). Pengaruh Kelekatan Teman Sebaya Terhadap penyesuai Diri
Pada Santri Baru Tingkat SMP di Pondok pesantren Annur 2 Al-murttadlo
Bululawang Malang. Skripsi, 4.
Azhim, M. (2022). Manajemen pengelolaan Asrama Pesantren Terpadu Al-Kahfi
Bogor Berbasis keislaman Dalam Pembentukan Karakter Kemandirian
Santri. Jurnal El-Furqana, 1-9.
Castagnera, R. B. (2006). Peer supports and inclusive education: an underutilized
resource. Theory into Practice, 45(3), . 224-229.
Desmita. (2012). Pengaruh Kelekatan Peserta Didik. Psikologi Perkembangan
Peserta Didik, 7.
Desmita. (2014B). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Fitri, Y. N. (n.d.). Eksistensi kemandirian Sebagai Identitas Santri Pondok
Pesantren Hidayatul Mubarak, Uman Agung lampung tengah. 10.
J.W, S. (2003). Adolescence: Perkembangan Remaja. Erlangga.
Kamilyah, H. d. (2015). Perbedaan Kemandirian Remaja yang Tinggal Di
Pesantren dengan Remaja Yang Tinggal Di rumah. Jurnal Insight Vol.11,
1-13.
Kedudukan PAI. (2022). 'Jurnal Dirosah Islamiyah Jurnal Dirosah Islamiyah’, 4 ,
214-25.
Nida Adilah, A. Y. (2023). Metode Montessori Untuk Mengembangkan Karakter
Kemandirian AUD dalam Perspektif Islam. Al-Amin: Jurnal Kajian Ilmu
dan Budaya Islam, 94.
Ningrum, V. Y. (2010). Penyesuaian Diri Para Siswa terhadap Teman Sebaya pada
Kelas VII SMP Negeri 1 Kalijambe Sragen . Skripsi, 3.
others, P. C. (2021). Tafsir Ayat Al-Qur'an Tentang Metode Pendidikan Islam. 11-
22.
Setiawti, E. E. (2016). Penerapan Media Falsh Tentang Tata Tertib untuk
Meningkatkan Pemahaman Kemandirian Santri Pondok Pesantren Al-

10
Amanah Junwangi Krian. Jurnal BK Unesa Vol.6 No.20.
Wahyuni, M. A. (2015). Pengaruh Dukungan Sosial Teman Sebaya dan Regulasi
Diri Terhadap Penyesuaian Diri Santri. Media Komunikasi dan Gender
Anak, 162-171.

11

Anda mungkin juga menyukai