Anda di halaman 1dari 11

MENGATASI GANGGUAN KECEMASAN TERHADAP KEMATIAN PADA LANSIA

PERSPEKTIF ISLAM
Novia Rahma Adelia¹, Dina Rahayu Meylasari², Annisa Ajitata³
Pendidikan Agama Islam
Universitas Darussalam Gontor

ABSTRAK
Saat memasuki fase lansia, seseorang rentan terhadap penyakit secara biologis
dikarenakan penurunan daya tahan tubuh, hal ini mempengaruhi psikologisnya, ketika lansia
yang mempunyai masalah kesehatan fikirannya cenderung terpusat pada kematian, karena
masa lanjut usia adalah masa dimana seseorang menuju kematian atau akhir dari kehidupan.
Sehingga Lansia menjadi lebih rentan mengalami kecemasan, salahsatunya adalah kecemasan
dalam menghadapi kematian. Tujuan Penulisan ini adalah untuk mengetahui pandangan islam
dalam mengatasi gangguan kecemasan yang dialami oleh lansia, yang tidak hanya
berdasarkan ilmu psikologi tetapi juga meninjau dari sudut pandang syariat islam yang
berlandaskan al-qur’an dan sunnah. Melalui metode penelitian kualitatif dengen tekhnik
pengumpulan data melalui studi pustaka (Library Research) yang ditunjang dari buku, jurnal,
dan literatur. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa islam menuntun umat nya dalam
mengatasi rasa takut mati dengan berlandaskan Al-Qur’an dan Hadits, melalui beberapa cara,
diantaranya adalah : menjadikan kematian sebagai pengingat agar seseorang memperbaiki
hidupnya, Istiqomah Menjaga Amal Sholeh, Memperbaiki Shalat 5 waktu, dan
Memperbanyak dzikir, mengingat Allah SWT.

Kata Kunci : Gangguan Kecemasan, Kematian, Lansia, Perspektif Islam

ABSTRACT
When entering the elderly phase, an individual becomes biologically vulnerable to diseases
due to a decline in immune function. This vulnerability affects their psychological well-being.
When elderly individuals face health issues, their thoughts often become centered on death,
as old age is perceived as a period leading towards the end of life. Consequently, the elderly
are more prone to experiencing anxiety, including anxiety related to facing death. The
purpose of this writing is to explore the Islamic perspective on addressing anxiety disorders
experienced by the elderly. This exploration is not solely based on psychological knowledge
but also considers the Islamic Sharia, grounded in the Qur'an and Sunnah. The research
adopts a qualitative method with data collection through a literature review, encompassing
books, journals, and other relevant literature.The research findings indicate that Islam guides
its followers in overcoming the fear of death based on the Qur'an and Hadiths. It suggests
several approaches, including viewing death as a reminder for individuals to improve their
lives, maintaining consistency in performing righteous deeds, enhancing the practice of the
five daily prayers, and increasing remembrance of Allah (dzikr) as a means to stay connected
with the divine.

Keywords: Anxiety Disorders, Death, Elderly, Islamic Perspective

PENDAHULUAN
Menurut Badan Pusat Statistik(BPS) persentase penduduk lanjut usia (lansia) di
Indonesia sebesar 11,75% pada 2023. Angka tersebut naik 1,27% poin dibandingkan dengan
tahun sebelumnya yang sebesar 10,48%.dari jumlah penduduk di Indonesia. Lansia
merupakan seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Pada fase tersebut, lansia
mengalami fase penuaan yang dibuktikan dengan daya tahan tubuh yang menurun, dan
melemahnya kekuatan fisik dan kemampuan otak. Kemerosotan yang dialami oleh lansia ini
memicu adanya gangguan psikologi yang dialami oleh lansia, salahsatunya adalah gangguan
kecemasan.1
Saat memasuki fase lansia, seseorang rentan terhadap penyakit secara biologis
dikarenakan penurunan daya tahan tubuh, hal ini mempengaruhi psikologisnya, ketika lansia
yang mempunyai masalah kesehatan fikirannya cenderung terpusat pada kematian, karena
masa lanjut usia adalah masa dimana seseorang menuju kematian atau akhir dari kehidupan.
Sehingga Lansia menjadi lebih rentan mengalami kecemasan, salahsatunya adalah kecemasan
dalam menghadapi kematian.2
Ditinjau dari penelitian yang berkaitan dengan fenomena gangguan kecemasan
terhadap lansia, Menurut Fauziah Irawan, melalui hasil wawancaranya kepada 8 orang lansia
menyatakan bahwa sebanyak 6 orang lansia merasa khawatir dan cemas dalam menghadapi
kematian. Sedangkan 2 lansia mengatakan bahwa ia takut jika saat sakratul maut tidak ada
satupun anggota keluarga yang mendampingi. Selain itu menurut penelitian Tita Puspita
(2018) dari 79 orang lansia 41 orang (51.9%) mengalami kecemasan kematian yang tinggi
dan 38 orang (48.1%) mengalami kecemasan kematian yang rendah.3
Dalam Islam, kematian merupakan hal yang pasti akan dialami oleh setiap manusia. Ia
diposisikan sebagai lawan dari kehidupan, sehingga setiap yang hidup pasti akan mati. Pada
dasarnya manusia selalu mengharapkan adanya kepastian, adanya pemenuhan dan adanya
jaminan rasa aman. Namun, di dalam masalah kematian, manusia harus tunduk dalam
ketidakpastian, dan menuntut manusia untuk belajar menghadapinya. Sehingga tidak sedikit
manusia yang merasa takut akan kematian. Ketakutan terhadap kematian bisa disebabkan
oleh beberapa faktor, diantaranya karena kematian bersifat misterius, tidak ada yang
mengetahui kapan kematian seseorang, selain itu prasangka buruk mengenai kehidupan
setelah kematian atau memikirkan keadaan sanak saudara yang akan ditinggalkan.4

1
Badan Pusat Statistik, “Statistik Penduduk Lanjut Usia” (Jakarta, Badan Pusat Statistik, 2023).
2
Fauziah Irwan, Reni Zulfitri, dan Jumaini Jumaini, “Hubungan Persepsi Lansia Tentang Kematian
Dengan Kecemasan Dalam Menghadapi Kematian,” JUKEJ : Jurnal Kesehatan Jompa 1, no. 1 (22 Juni 2022):
43, https://doi.org/10.55784/jkj.Vol1.Iss1.130.
3
Tita Puspita Ningrum dan Shanti Nurhayati, “Gambaran Tingkat Kecemasan Tentang Kematian Pada
Lansia Di BPSTW Ciparay Kabupaten Bandung,” no. 2 (2018): 142.
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui pandangan islam dalam mengatasi
gangguan kecemasan yang dialami oleh lansia, yang tidak hanya berdasarkan ilmu psikologi
tetapi juga meninjau dari sudut pandang syariat islam yang berlandaskan al-qur’an dan
sunnah.

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang kami gunakan dalam penelitian ini adalah library research,
penelitian library research dapat dikatakan sebagai metode penelitian di mana dalam proses
pencarian, mengumpulkan, dan menganalisis sumber data. Penelitian library research adalah
jenis penelitian kualitatif yang pada umumnya dilakukan dengan cara tidak terjun ke
lapangan dalam mencari sumber data, sehingga data yang diperoleh dari penelitian yang
ditunjang dari buku, jurnal, dan literatur.

PEMBAHASAN
Gangguan Kecemasan Terhadap Kematian Perspektif Psikologi
Rentang kehidupan manusia dimulai dengan kelahiran bayi, lanjut usia, dan kematian.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), usia lanjut adalah seseorang yang telah
mencapai usia enam puluh tahun ke atas. Menurut Pasal 1 ayat (2), (3), dan (4) UU No. 13
Tahun 1998 tentang Kesehatan, usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia enam
puluh tahun ke atas. Persentase penduduk lansia Indonesia meningkat sekitar dua kali lipat
selama hampir lima puluh tahun (1971-2018). Pada tahun 2018, persentase lansia mencapai
9,27 persen, atau sekitar 24,49 juta orang.5
Karakteristik perempuan seperti siklus reproduksi, menopause, dan penurunan kadar
estrogen membuat perempuan lebih banyak menderita kecemasan. Faktor sosial seperti
kurangnya komunitas sosial, kurangnya perhatian keluarga, tangungjawab untuk tugas rumah
tangga seperti memasak, mencuci, dan mengurus suami yang harus dilakukan sampai lanjut
usia, membuat perempuan lebih mudah merasakan perasaan bersalah, cemas, dan bahkan
kehilangan nafsu makan. Karena laki-laki lebih aktif dan eksploratif dibandingkan dengan
perempuan lanjut usia, laki-laki lebih rendah mengalami tingkat keemasan. Ini karena laki-
laki lebih sensitif saat hormon estrogen merangsang reseptor di otak, dan sensitifitas serotin
otak berubah saat hormon berflukrasi, yang menyebabkan perempuan merasa cemas saat
estrogen rendah.
Lansia adalah tahap akhir perkembangan dalam daur kehidupan manusia. Mereka
mengalami perubahan fisik, psikologis, dan sosial, yang berdampak pada fungsi dan
kemampuan tubuh secara keseluruhan.6 Dengan kondisi seperti ini, orang tua dapat
4
Widia Sri Ardias dan Putri Intan Purwari, “KECEMASAN PADA DEWASA TUA (LANSIA)
DALAM MENGHADAPI KEMATIAN,” TAJDID : Jurnal Ilmu Keislaman dan Ushuluddin 22, no. 1 (4 Juli
2019): 61, https://doi.org/10.15548/tajdid.v22i1.281.
5
Rodiana Kurniasih and Siti Nurjanah, ‘Relationship Between Family Support with Anxiety of Death Among
Elderly’, Jurnal Keperawatan Jiwa, 8.4 (2020), 391 <https://doi.org/10.26714/jkj.8.4.2020.391-400>.
6
Afina Zahirah, Herlina Herlina, and Anastasia Wulandari, ‘Kecemasan Terhadap Kematian: Peran Perilaku
Prososial Dan Kebersyukuran Pada Lanjut Usia’, Psympathic : Jurnal Ilmiah Psikologi, 7.2 (2021), 237–48
mengalami berbagai masalah, termasuk kecemasan, khususnya kecemasan terhadap
kematian. Persepsi negatif dan penolakan tentang kematian memengaruhi cara seseorang
berperilaku terhadap kematian. Persepsi negatif ini menyebabkan kecemasan yang dirasakan
seseorang. Persepsi orang tua tentang kematian pasti beragam.
Kematian dianggap sebagai hukuman bagi mereka yang bersalah. Ada beberapa orang
yang melihat kematian sebagai hubungan dengan rasa sakit dan kesepian. Orang tua yang
memiliki persepsi negatif tentang kematian akan takut dan tertekan, yang membuat mereka
lebih mudah mengalami kecemasan yang tinggi, seperti selalu merasa gelisah dan khawatir,
menurunnya kondisi kesehatan, dan kehilangan semangat hidup.
Keadaan fisik yang tidak sehat adalah tanda kecemasan akan kematian pada orang
tua. Bagi orang tua, gejala kecemasan dapat mengganggu aktivitas mereka. Rendahnya
kesejahteraan psikologis (psikologis) orang tua dapat disebabkan oleh gangguan kesehatan
dan fungsi fisik yang buruk. Agar orang tua di panti jompo dapat menjalani kehidupan
dengan lebih bermakna, kesejahteraan psikologis mereka harus ditingkatkan karena
kecemasan mereka menurun.7 Mindfulness adalah salah satu cara untuk melakukannya.
Mindfulness tinggi membuat lansia lebih peka terhadap perubahan yang terjadi, seperti
perubahan pemikiran, perasaan, dan sensasi, dan menikmati perubahan itu sebagai cara
hidup. Mereka juga lebih terampil dalam memaknai peristiwa negatif atau keadaan yang tidak
menyenangkan, seperti perasaan cemas.
Rogers menjelaskan identitas sebagai konsep diri yang terdiri dari dua hal: real self,
yang merupakan gambaran nyata dari diri seseorang, dan ideal self, yang merupakan harapan,
cita-cita, dan bentuk idealisasi yang ada pada diri seseorang. Akan tetapi, kebingungan akan
muncul jika kedua hal tersebut tidak sejalan, menyebabkan seseorang menjadi rentan
terhadap kecemasan. Selain itu, kurangnya dukungan dari keluarga dan lingkungan sekitar
dapat menyebabkan kecemasan akan kematian.
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat, terdiri dari kepala keluarga dan
beberapa orang lain yang tinggal bersama di bawah atap dan bergantung satu sama lain.
Menurut Mundiharno, dukungan keluarga dapat didefinisikan sebagai saran, bantuan,
informasi verbal maupun nonverbal, atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang
terdekat, termasuk kehadiran mereka dan hal-hal yang dapat memberikan manfaat emosional
kepada mereka.
Menurut teori Langs, ada tiga jenis ketakutan terhadap kematian: (1) ketakutan yang
sangat berlebihan terhadap kematian (berasal dari faktor pencetus, yaitu situasi eksternal yang
dapat membahayakan fisik dan mental seseorang), (2) ketakutan yang sangat berlebihan
terhadap kematian (berasal dari pengetahuan individu bahwa kehidupan seseorang pasti akan
berakhir dengan kematian), dan (3) ketakutan eksistensial terhadap kematian. Namun, orang
yang cemas akan kematian akan menolak dan menganggap kematian sebagai sesuatu yang
buruk. Hal ini dapat berhubungan dengan karakteristik PTSD, menurut National Institute of
<https://doi.org/10.15575/psy.v7i2.5671>.
7
Nazira and others, ‘Correlation between Mindfulness and Death Anxiety among the Elderly’, Psikologia:
Jurnal Pemikiran Dan Penelitian Psikologi, 15.2 (2021), 55–61
<https://doi.org/10.32734/psikologia.v15i2.4705>.
Mental Health. PTSD adalah gangguan kecemasan yang dialami oleh orang-orang setelah
melihat atau hidup dalam situasi berbahaya. Atkinson mengatakan bahwa trauma fisik atau
mental, seperti pemerkosaan, perang, atau bencana alam, menyebabkan PTSD.8
Seperti yang dikemukakan oleh Beit-Hallahmi dan Argyle, tujuan religiusitas adalah
untuk meredam kecemasan terhadap kematian. Salah satu kompensator terkuat agama adalah
menghindari kenyataan bahwa kematian adalah akhir dari keberadaan seseorang. Namun,
penelitian tentang hubungan antara religiusitas dan kecemasan terhadap kematian tidak selalu
menghasilkan temuan yang serupa. Ada penelitian yang menunjukkan bahwa keduanya tidak
memiliki korelasi, dan ada juga penelitian yang menemukan korelasi negatif, yang berarti
bahwa semakin tinggi religiusitas seseorang, semakin rendah kecemasan terhadap kematian
mereka.
Seperti yang ditunjukkan oleh Malinowski dan Beit-Hallahmi, dan kemudian Argyle,
seseorang yang sangat religius atau agamis memiliki kompensator untuk mengurangi
kecemasan terhadap kematian dirinya. Karena setiap agama memiliki atau memberikan
penganutnya sedikit pengetahuan tentang apa yang akan terjadi pada saat dan setelah
kematian, kecemasan akan kematian dapat berkurang atau dihindari. Salah satu alasan
kecemasan adalah kekhawatiran terhadap sesuatu yang tidak pasti. Oleh karena itu, ketika
seseorang mengetahui cara kematian—yang masih menjadi misteri—seseorang lebih mampu
mempersiapkan diri secara fisik dan mental. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Roff et al. (2002), yang menemukan bahwa religiusitas dapat membantu orang
mengurangi kecemasan atau ketakutan mereka terhadap berbagai hal yang kurang jelas
tentang kematian (Ketakutan yang Tidak Diketahui).9
Agama dapat memberikan definisi tentang apa itu kematian dalam hidup seseorang,
yang dapat membantu seseorang menghindari ketakutan akan kematian. Agama juga dapat
membantu mengurangi kecemasan kematian. Akibatnya, orang-orang yang religius memiliki
pemahaman yang lebih baik tentang kehidupan setelah kematian, sehingga mereka tidak
khawatir tentang hal itu. Komitmen mereka terhadap agama juga menunjukkan kepada
mereka bahwa Tuhan akan mengampunkan seluruh dosa-dosa mereka, menurunkan
kecemasan mereka akan kematian. Selain itu, berbagai kegiatan agama dapat menguntungkan
seseorang.
Untuk mendapatkan pikiran yang positif, seseorang dapat berdoa, berharap, dan
mempercayai Tuhan, pergi ke tempat suci, dan beribadah. Perilaku seperti ini dapat
membantu Anda merasa lebih tenang, yang dapat menurunkan kecemasan terhadap kematian.
Studi yang dilakukan oleh Duff dan Hong (1995) juga mendukung gagasan bahwa tingkat
religiusitas yang tinggi dapat memperkuat dan mencegah pikiran-pikiran negatif, seperti
kecemasan kematian. Seseorang yang sangat religius juga lebih mampu menangani depresi
dan kecemasan dibandingkan dengan orang yang kurang religius. Agama mempunyai peran
8
Hanifa Timur Mawarizka and Siti Suminarti Fasikhah, ‘Menurunkan Kecemasan Dengan Cognitive Behavior
Therapy Pada Penderita Posttraumatic Stress Disorder’, Procedia : Studi Kasus Dan Intervensi Psikologi, 11.1
(2023), 01–07 <https://doi.org/10.22219/procedia.v11i1.24047>.
9
Enricko Bagas Hermawan and Adi Dinardinata, ‘Hubungan Antara Religiusitas Dan Kecemasan Terhadap
Kematian Pada Pengidap Kanker Di Komunitas Cisc Suluh Hati Semarang’, Jurnal EMPATI, 11.2 (2022), 102–
8 <https://doi.org/10.14710/empati.2022.34433>.
yang signifikan dalam mempengaruhi tingkat kepuasan hidup seseorang, karena agama
mempengaruhi bagaimana seseorang berpikir dan bagaimana mereka melihat peristiwa buruk
dalam hidup mereka.
Orang yang beragama biasanya menyadari bahwa kematian adalah akhir dari
kehidupan, seperti yang dijelaskan dalam Alquran, "Tiap-tiap yang bernyawa pasti akan
merasakan mati." "Dan Kami akan menguji kamu dengan kebaikan dan keburukan sebagai
cobaan. Dan hanya kepada Kamilah kamu akan dikembalikan." (Q.S. Al-Anbiya: 35).

Perkembangan Psikologi Lansia


Perkembangan psikologi lansia merupakan periode yang kompleks dan penuh dengan
perubahan. Perubahan ini meliputi 3 aspek penting, yaitu aspek kognitif, aspek emosional dan
aspek sosial. Jika dilihat dari segi kognitif, lansia umumnya mengalami penurunan memori,
terutama dalam hal memori jangka pendek dan episodic, sehingga membutuhkan waktu lebih
lama untuk memproses informasi dan lebih sulit untuk mempelajari hal baru. Dalam aspek
social, seseorang pada masa lanjut usia ini mengalami penurunan interaksi social, perubahan
peran social berupa kehilangan peran dalam masyarakat serta meningkatnya ketergantungan
terhadap orang lain.Sedangkan dalam aspek emosionalnya, lansia cenderung mengalami rasa
kesepian, depresi dan mengalami gangguan kecemasan yang berlebihan.10
Pada dasarnya, setiap manusia baik itu anak-anak, remaja, dewasa, maupun lansia
pernah merasakan kecemasan, Kecemasan dianggap sebagai hal yang wajar, namun jika
kecemasan tersebut berlangsung berlebihan, itu dapat dikatakan hal yang tidak wajar.
Berdasarkan psikologi perkembangannya, lansia merupakan usia yang sudah tidak muda lagi,
usia dimana sudah hampir mendekati akhir kehidupan. Hal ini sejalan dengan pendapat
Hurlock (1980) bahwa usia lanjut merupakan usia yang mendekati akhir siklus kehidupan
manusia. Usia tahap ini dimulai dari 60 tahun sampai akhir kehidupan. Keadaan kesehatan
mental pada lansia, termasuk gangguan kecemasan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor,
hal ini melibatkan interaksi antara faktor biologis, psikologis, dan sosial. Oleh karena itu,
Lansia harus mampu melakukan penyesuaian terhadap perubahan yang terjadi baik fisik,
psikis, sosial, finansial dan sebagainya.11
Seseorang ketika memasuki fase lanjut usia menjadi lebih rentan mengalami
kecemasan, diantaranya kecemasan dalam menghadapi kematian. Kecemasan yang dirasakan
tergantung bagaimana seseorang memandang kematian itu sendiri. Penelitian yang dilakukan
oleh Erni dan Joko (2022) menunjukkan bahwa lansia yang memiliki pandangan positif
terhadap kematian, maka kecemasan yang dirasakan berkurang dan tidak khawatir dalam

10
Maria M. Johansson, Jan Marcusson, dan Ewa Wressle, “Cognitive Impairment and Its Consequences
in Everyday Life: Experiences of People with Mild Cognitive Impairment or Mild Dementia and Their
Relatives,” International Psychogeriatrics 27, no. 6 (Juni 2015): 949–58,
https://doi.org/10.1017/S1041610215000058.
11
Siti Nuroh, “PENGARUH TERAPI SPIRITUAL EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE (SEFT)
UNTUK MENGATASI THANATOPHOBIA PADA LANSIA” 2, no. 1 (2022).
menghadapi kematian. Sedangkan lansia yang memiliki pandangan negatif cenderung mudah
tertekan dan takut sehingga kecemasan yang dirasakan tinggi12
Kecemasan akan kematian biasanya ditandai dengan adanya perasaan khawatir, sedih,
ketakutan mengalami sakit terminal, takut mati, perasaan tidak berdaya, pikiran negatif,
khawatir terhadap dampak kematian dan lainnya.13 Banyak strategi yang diupayakan untuk
menghadapi ketakutan terhadap kematian, salah satunya adalah mengembangkan
kebijaksanaan dan religiusitas individu. Maksud dari kebijaksanaan ini sebagai suatu
kombinasi antara faktor kognitif, reflektif, dan afektif. Sedangkan religiusitas individu
memiliki peran dalam menghalau kecemasan dan ketakutan yang terjadi sebagai akibat dari
ketidakpastian dan ketidaktahuan yang dialami dalam hidup manusia, karena membantu
individu mencari makna kematian bagi hidupnya.14

Pandangan Islam Dalam Mengatasi Gangguan Kecemasan Terhadap Kematian


Kematian menurut Islam merupakan sebuah kepastian. tak ada seorangpun yang tahu
kapan dan bagaimana kematian akan datang menghampiri kecuali Allah SWT. Oleh karena
itu, manusia harus senantiasa mempersiapkan diri dalam menghadapi kematian dengan
bertaqwa kepada Allah dengan menaati perintah Nya dan menjauhi larangan Nya.
15
Sebagaimana firman Allah dalam surat Ali-Imran 185 :
‫ُّد ْنَيٓا ِإاَّل‬33‫ُك ُّل َنْفٍس َذ ٓاِئَقُة ٱْلَم ْو ِتۗ َو ِإَّنَم ا ُتَو َّفْو َن ُأُج وَر ُك ْم َيْو َم ٱْلِقَٰي َم ِةۖ َفَم ن ُز ْح ِز َح َع ِن ٱلَّناِر َو ُأْد ِخ َل ٱْلَج َّنَة َفَقْد َفاَزۗ َو َم ا ٱْلَح َيٰو ُة ٱل‬
‫َم َٰت ُع ٱْلُغُر وِر‬
Artinya: Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat
sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke
dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah
kesenangan yang memperdayakan. Seorang mukmin meyakini bahwa kehidupan di dunia
hanya sementara, dengan tujuan untuk beribadah sebagai bentuk ketakwaan dirinya kepada
Allah SWT, sampai kemudian ajal menjemputnya, Allah SWT berfirman:
‫َوِلُك ِّل ُأَّم ٍة َأَج ٌل ۖ َفِإَذ ا َج اَء َأَج ُلُهْم اَل َيْس َتْأِخ ُروَن َس اَع ًةۖ َو اَل َيْس َتْقِد ُم ون‬
"Dan setiap umat mempunyai ajal (batas waktu). Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat
meminta penundaan atau percepatan sesaat pun." (QS Al Araf :34).

12
Erni Dwi Yuliyanti dan Joko Kuncoro, “Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kematian Dengan
Kecemasan Menghadapi Kematian Pada Lanjut Usia,” 2022.
13
Muhammad Rizai dan Zulkipli Lessy, “ROLES OF TRADITION IN ISLAMIC RELIGIOUS
EDUCATION TO ADDRESS DEATH ANXIETY AMONG ELDERLY HOME CARE RESIDENTS IN
YOGYAKARTA” 8, no. 1 (2022).
14
Smita Dinakaramani dan Aisah Indati, “Peran Kearifan (Wisdom) terhadap Kecemasan menghadapi
Kematian pada Lansia,” Jurnal Psikologi 45, no. 3 (3 Desember 2018): 181,
https://doi.org/10.22146/jpsi.32091.
15
Sri Mumpuni Yuniarsih, Santoso Tri Nugroho, dan Nunung Hasanah, “KAJIAN KECEMASAN
DAN KUALITAS HIDUP LANSIA DI MASA PANDEMI COVID-19” 9, no. 4 (2021).
Kekuasaan Allah meliputi segala sesuatu. Dia lah yang menetapkan kematian atas
diri manusia. Sehingga bagaimanapun manusia berupaya menghindar darinya, kematian itu
tetap akan mengejarnya. Sebagaimana firman Allah SWT :
‫َأْيَنَم ا َتُك وُنو۟ا ُيْد ِر كُّك ُم ٱْلَم ْو ُت َو َلْو ُكنُتْم ِفى ُبُر وٍج ُّم َش َّيَد ٍةۗ َو ِإن ُتِص ْبُهْم َح َس َنٌة َيُقوُل و۟ا َٰه ِذِهۦ ِم ْن ِع نِد ٱِهَّللۖ َو ِإن ُتِص ْبُهْم َس ِّيَئٌة‬
‫َيُقوُلو۟ا َٰه ِذِهۦ ِم ْن ِع نِد َكۚ ُقْل ُك ٌّل ِّم ْن ِع نِد ٱِهَّللۖ َفَم اِل َٰٓهُؤٓاَل ِء ٱْلَقْو ِم اَل َيَك اُدوَن َيْفَقُهوَن َح ِد يًثا‬
Artinya: Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di
dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka
mengatakan: "Ini adalah dari sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka
mengatakan: "Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)". Katakanlah: "Semuanya
(datang) dari sisi Allah". Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir
tidak memahami pembicaraan sedikitpun?
Manusia pada masa lanjut usia memiliki kesadaran akan dekatnya kematian kepada
diri mereka. kewajiban untuk menghadapi kematian semakin terasa dekat mengingat usia
mereka semakin lanjut dan resiko akan kematian pada lansia terasa lebih besar dibandingkan
dengan kelompok umur lainnya. Kondisi inilah yang memicu pontensi akan munculnya
kecemasan yang berlebihan. Bila hal ini berlanjut maka fokus untuk mempersiapkan
kematian dengan berbuat banyak kebaikan menjadi terhambat akibat adanya rasa takut yang
berlebihan.16
Adapun Islam mengatasi rasa takut akan kematian yang akan dihadapi oleh umatnya
adalah dengan beberapa hal berikut, yaitu :

1) Menjadikan kematian sebagai pengingat agar seseorang memperbaiki hidupnya


Jika kita bisa merubah perasaan takut kepada kematian menjadi motivasi
dalam menjauhkan diri dari kemaksiatan, maka rasa takut akan kematian ini akan bisa
berkurang. Banyak mengingat mati adalah suatu kebaikan, sebagaimana Rasulullah
SAW bersabda :

‫أكثروا ذكر َهاِذ ِم الَّلَّذ اِت فإنه ما ذكره أحد فى ضيق من العيش إال وسعه عليه وال فى سعة إال ضيقه عليه‬
“Perbanyaklah banyak mengingat pemutus kelezatan (yaitu kematian) karena jika
seseorang mengingatnya saat kehidupannya sempit, maka ia akan merasa lapang dan
jika seseorang mengingatnya saat kehiupannya lapang, maka ia tidak akan tertipu
dengan dunia (sehingga lalai akan akhirat).” (HR. Ibnu Hibban dan Al Baihaqi,
dinyatakan hasan oleh Syaikh Al Albani)

2) Istiqomah Menjaga Amal Sholeh


Jika dosa menjadi salah satu alasan mengapa kita takut akan kematian, maka
sebaiknya kita harus selalu berusaha menjaga amalan sholeh selama hidup.
Sebagaimana firman Allah SWT :

‫َو ِتْلَك ٱْلَج َّنُة ٱَّلِتٓى ُأوِر ْثُتُم وَها ِبَم ا ُكنُتْم َتْع َم ُلوَن‬

16
Muhimmatul Hasanah, “STRES DAN SOLUSINYA DALAM PERSPEKTIF PSIKOLOGI DAN
ISLAM,” no. 1 (t.t.).
“Dan itulah surga yang dikaruniakan untuk kalian, karena perbuatan (amal sholeh)
yang kalian dulu pernah kerjakan” (QS. Az-Zukhruf : 72).
Oleh karena itu, untuk bisa mendapatkan rahmat dan cinta kasih Allah
Subhanahu wa ta’ala, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa.

3) Memperbaiki Shalat 5 waktu


Sholat 5 waktu adalah amalan wajib yang tidak boleh ditinggalkan. Shalat
adalah amalan pertama yang akan dihisab, oleh karena itu agar amalan kita diterima
oleh Allah SWT, hendaknya kita memperbaiki shalat kita. Selain itu jika kita
senantiasa melaksanakan sholat secara khusyu’ akan membuat hati kita tenang, karena
setiap saat kita selalu mengingat Allah.

4) Memperbanyak dzikir, mengingat Allah SWT.


Berdasarkan dinamika dampak psikologis yang dialami oleh masyarakat,
perasaan takut akan kematian sering menghampiri manusia, khusus nya ketika
seseorang dalam keadaan sakit. Dalam kondisi tersebut, banyak manusia yang
berputus asa dalam menjalani kehidupannya, karena takut akan kematian yang
menghantui fikirannya. Padahal seorang mukmin yang benar-benar beriman kepada
Allah, ia akan banyak mengingat Allah SWT. Ia yakin bahwa Allah lah sebaik baik
pelindung dan hanya kepada Nya lah ia berserah diri. Sebagaimana firman Allah SWT
:
: ‫اَّلِذ يَن َقاَل َلُهُم الَناُس إَّن الَّناَس َقْد َج َم ُعو َلُك ْم َفاْخ َش ْو ُهْم َفَزاَدُهم إيماًنا َو َقاُلو َح سُبنا ُهللا َو ِنْع َم الَو كيُل [ال عمران‬
]173
Artinya : Yaitu) orang-orang (yang menaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada
orang-orang yang mengatakan, «Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan
pasukan untuk menyerang kalian. Karena itu, takutlah kepada mereka,» maka
perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab, «Cukuplah Allah
menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaikbaik Pelindung.» (Ali-Imran ; 173)

KESIMPULAN
Perasaan takut merupakan bagian dari emosi dasar manusia. Rasa takut muncul
sebagai bentuk daya adaptasi, antisipasi dan tanggapan (respon) emosi terhadap adanya
ancaman atau sesuatu yang dianggap akan mendatangkan bencana, marabahaya dan bahkan
kematian. Berdasar konsep psikologi, rasa takut itu berada pada sistem syaraf yang terdapat
dalam otak bagian pusat emosi (amigdala).( Yulia Hariana,dkk,(2021), Covid 19 dan
Psikologi Islam, Antasari Press, Kalimantan Selatan. Hal 223).
Dalam perspektif Islam, perasaan takut mati itu bersumber dari hati yang dipengaruhi
oleh syetan. Syetan berupaya membuat propaganda yang menimbulkan ketakutan dan
kebimbangan dalam kehidupan. Psikodinamika berawal dari qalbu menerima pengaruh
propaganda (bisikan) jahat dari syetan dan adanya faktor material dunia. Dari pengaruh itu,
qalbu sebagai pusat keimanan mengalami penurunan kesadaran ilahiyah (imunitas imaniah)
sehingga fungsi psikis (kognitif, afektif, dan psikomotor) tidak dapat dikontrol. Keimanan
merupakan tameng seorang muslim dalam mencegah kecemasan terhadap kematian.
Seseorang yang berimana akan senantiasa berusaha mendekatkan diri dengan Allah SWT
agar hatinya tenteram sehingga kecemasan akan kematiannya berkurang.

DAFTAR PUSTAKA

Ardias ,Widia Sri dan Putri Intan Purwari, “KECEMASAN PADA DEWASA TUA
(LANSIA) DALAM MENGHADAPI KEMATIAN,” TAJDID : Jurnal Ilmu
Keislaman dan Ushuluddin 22, no. 1 (4 Juli 2019): 61,
https://doi.org/10.15548/tajdid.v22i1.281.
Badan Pusat Statistik, “Statistik Penduduk Lanjut Usia” (Jakarta, Badan Pusat Statistik,
2023).
Dinakaramani ,Smita dan Aisah Indati, “Peran Kearifan (Wisdom) terhadap Kecemasan
menghadapi Kematian pada Lansia,” Jurnal Psikologi 45, no. 3 (3 Desember 2018):
181, https://doi.org/10.22146/jpsi.32091.
Hasanah ,Muhimmatul, “STRES DAN SOLUSINYA DALAM PERSPEKTIF PSIKOLOGI
DAN ISLAM,” no. 1 (t.t.).
Irwan,Fauziah, Reni Zulfitri, dan Jumaini Jumaini, “Hubungan Persepsi Lansia Tentang
Kematian Dengan Kecemasan Dalam Menghadapi Kematian,” JUKEJ : Jurnal
Kesehatan Jompa 1, no. 1 (22 Juni 2022): 43,
https://doi.org/10.55784/jkj.Vol1.Iss1.130.
Johansson ,Maria M., Jan Marcusson, dan Ewa Wressle, “Cognitive Impairment and Its
Consequences in Everyday Life: Experiences of People with Mild Cognitive
Impairment or Mild Dementia and Their Relatives,” International Psychogeriatrics
27, no. 6 (Juni 2015): 949–58, https://doi.org/10.1017/S1041610215000058.
Ningrum ,Tita Puspita dan Shanti Nurhayati, “Gambaran Tingkat Kecemasan Tentang
Kematian Pada Lansia Di BPSTW Ciparay Kabupaten Bandung,” no. 2 (2018): 142.
Nuroh ,Siti, “PENGARUH TERAPI SPIRITUAL EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE
(SEFT) UNTUK MENGATASI THANATOPHOBIA PADA LANSIA” 2, no. 1
(2022).
Rizai ,Muhammad dan Zulkipli Lessy, “ROLES OF TRADITION IN ISLAMIC
RELIGIOUS EDUCATION TO ADDRESS DEATH ANXIETY AMONG ELDERLY
HOME CARE RESIDENTS IN YOGYAKARTA” 8, no. 1 (2022).
Yuliyanti Erni Dwi dan Joko Kuncoro, “Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kematian
Dengan Kecemasan Menghadapi Kematian Pada Lanjut Usia,” 2022.
Yuniarsih, Sri Mumpuni Santoso Tri Nugroho, dan Nunung Hasanah, “KAJIAN
KECEMASAN DAN KUALITAS HIDUP LANSIA DI MASA PANDEMI COVID-
19” 9, no. 4 (2021).
Hermawan, Enricko Bagas, and Adi Dinardinata, ‘Hubungan Antara Religiusitas Dan
Kecemasan Terhadap Kematian Pada Pengidap Kanker Di Komunitas Cisc Suluh Hati
Semarang’, Jurnal EMPATI, 11.2 (2022), 102–8
<https://doi.org/10.14710/empati.2022.34433>
Kurniasih, Rodiana, and Siti Nurjanah, ‘Relationship Between Family Support with Anxiety
of Death Among Elderly’, Jurnal Keperawatan Jiwa, 8.4 (2020), 391
<https://doi.org/10.26714/jkj.8.4.2020.391-400>
Mawarizka, Hanifa Timur, and Siti Suminarti Fasikhah, ‘Menurunkan Kecemasan Dengan
Cognitive Behavior Therapy Pada Penderita Posttraumatic Stress Disorder’, Procedia :
Studi Kasus Dan Intervensi Psikologi, 11.1 (2023), 01–07
<https://doi.org/10.22219/procedia.v11i1.24047>
Nazira, Rahma Yurliani, Elvi Andriani Yusuf, and Dina Nazriani, ‘Correlation between
Mindfulness and Death Anxiety among the Elderly’, Psikologia: Jurnal Pemikiran Dan
Penelitian Psikologi, 15.2 (2021), 55–61
<https://doi.org/10.32734/psikologia.v15i2.4705>
Zahirah, Afina, Herlina Herlina, and Anastasia Wulandari, ‘Kecemasan Terhadap Kematian:
Peran Perilaku Prososial Dan Kebersyukuran Pada Lanjut Usia’, Psympathic : Jurnal
Ilmiah Psikologi, 7.2 (2021), 237–48 <https://doi.org/10.15575/psy.v7i2.5671>

Anda mungkin juga menyukai