DISUSUN OLEH :
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis pengembangan etika guru dan murid
dalam kelembagaan PAUD untuk mengetahui sejauh mana etika pada guru dan murid pada lembaga
pendidikan anak usia dini dan sebagai upaya membentuk generasi penerus bangsa yang mempunyai
etika yang baik sesuai dengan tujuan pendidikan. Dalam penelitian ini kami menggunakan pendekatan
penelitian deskriptif kualitatif dan jenis penelitian yang digunakan adalah kepustakaan. Adapun untuk
pengumpulan datanya adalah dengan cara mencari data mengenai hal-hal atau variabelnya berupa note
atau catatan, buku dan juga jurnal dari internet. Data tersebut dikumpulkan dalam salah satu bentuk
data tertulis atau file. Sedangkan untuk analisa yang dipakai adalah analisis isi. Dalam penelitian ini
dapat disimpulkan bahwa etika guru dalam lembaga pendidikan anak usia dini yang dapat dibangun
melalui interaksi dengan murid-murid nya dan juga dengan menerapkan atau meneladani perilaku
Rasulullah Saw. Sedangan untuk pembangunan etika pada murid dalam lembaga pendidikan anak usia
dini dengan cara sikap dan perilaku orang tua dirumah mendidiknya dalam pendidikan karakter anak
tersebut. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen juga Keputusan Kongres XXI Republik Indonesia Asosiasi Guru No. Nomor: Vi / Kongres /
Xxi / Pgri / 2013 tentang Kode Etik Guru Indonesia dengan fokus penelitiannya, yaitu: Kewajiban
guru kepada siswa; Kewajiban guru kepada orang tua atau wali murid; Kewajiban guru kepada kolega
menunjukkan bahwa etika profesi guru sesuai dengan yang dilakukan di lapangan.
Kata Kunci: Pengembangan Etika, Anak Usia Dini
Abstract
This study aims to describe and analyze the ethical development of teachers and students in PAUD
institutions to determine the extent of ethics in teachers and students in early childhood education
institutions and as an effort to form the nation's next generation who have good ethics in accordance
with educational goals. In this study, we used a qualitative descriptive research approach and the type
of research used was library research. The data collection is by looking for data about things or
variables in the form of notes or notes, books and journals from the internet. And the data is collected
in one form of written data or files. Meanwhile, the analysis used is content analysis. In this study it
can be concluded that teacher ethics in early childhood education institutions can be built through
interaction with their students and also by applying or imitating the behavior of the Prophet
Muhammad. As for the ethical development of students in early childhood education institutions, the
attitudes and behavior of parents at home educate them in character education for the child. Based on
the Law of the Republic of Indonesia Number 14 of 2005 concerning Teachers and Lecturers as well
1
as the Decree of the XXI Congress of the Republic of Indonesia Teacher Association no. Number: Vi /
Congress / Xxi / Pgri / 2013 concerning the Indonesian Teacher Code of Ethics with the research
focus, namely: The obligations of teachers to students; The teacher's obligations to parents or
guardians of students; The teacher's obligation to colleagues shows that the professional ethics of the
teacher is in accordance with done in the field.
Key Word: Development Ethics, Early Childhood
2
Latar Belakang Masalah
Anak merupakan anugerah Tuhan. Jika kita tidak mendidiknya dengan baik, maka kita tidak
menjaga anugerah yang telah tuhan titipkan. Anak usia dini ditujukan kepada anak yang berusia 0
sampai 6. Dalam proses pendidikannya, biasanya mereka dikelompokkan menjadi beberapa tahapan
berdasarkan golongan usia. Misalnya untuk usia 2-3 tahun masuk kelompok taman penitipan anak, usia
3-4 tahun untuk kelompok bermain, dan 4-6 tahun untuk taman kanak-kanak atau raudatul athfal.
Sementara itu, The National Assosiation for the Education for Young Children (NAECY), membuat
klasifikasi rentang anak usia dini (early childhood) yaitu sejak lahir sampai dengan usia 8 tahun,
dengan beberapa varian tahapan pembelajaran. Anak terlahir dengan memiliki karakter yang berbeda-
beda. Dalam bahasa Yunani dan Latin, karakter berasal dari kata Charassein yang artinya mengukir
corak yang tepat dan tidak terhapuskan. Heru Prasoko mengartikan karakter. Hingga sekarang, kata itu
dinamakan letter karakter. Penggunaan kata karakter dalam menanamkan sifat dan jenis perwujudan
berikut: rumah ini mempunyai karakter Batak; corak warna dan gambaran itu berkarakter Jepang,
Belanda, Jawa dan sebagainya: tingkahlaku orang itu berkarakter luhur, kasar suka berkorban, bengis
dan sebagainya. Karakter yang dapat dibentuk pada anak usia dini biasanya meliputi kesopanan, kasih
sayang, bersahabat, kedisiplinan, dan kemandirian. Pada lembaga PAUD yang mendidik anak antara 0-
6 tahun. Dimana masa tersebut bisa dikatakan masa emas. Masa yang menentukan bagi perkembangan
dan pertumbuhan selanjutnya. Maka dari itu, sebaiknya orang tua dan masyarakat pada umumnya
harus tahu mengenai pentingnya masa tersebut untuk anak mereka.
Dalam pembentukan sikap anak, diharapkan guru yang memiliki perannya dapat menjalakan
perannya dengan baik. Karena dengan lima peran yang dimilikinya dapat menjadi bahan untuk guru
mengajarkan pembentukan sikap kepada siswanya. Jika membicarakan tentang pembentukan sikap
tidak terlepas dari istilah pendidikan karakter. Pendidikan karakter yang ditanamkan di sekolah adalah
bentuk pembiasaan yang ke dua setelah di rumah. Dengan dibiasakan pendidikan karakter di rumah
yang kemudian diterapkan kembali di sekolah akan membiasakan anak dalam sikap-sikap yang baik.
Guru sebagai pembentuk karakter di sekolah juga harus bekerjasama dengan orang tua mengenai apa
yang perlu diajarkan orangtua ketika di rumah. Orang tua juga dapat mengajarkan kebiasaan-kebiasaan
yang baik, seperti mengajarkan sopan santun, pendidikan agama, kasih sayang dan dapat memberikan
rasa aman bagi anak mereka. Dengan begitu akan selaras pendidikan karakter yang diterapkan di
sekolah dan di dalam rumah.
Guru yang mempunyai etika akan dapat mengatur hubungannya, baik antara guru dengan
kepala sekolah, atau guru dengan sesama guru , guru dengan peserta didiknya dan guru dengan
3
lingkungan. Penanaman perilaku disiplin kepada anak sejak usia dini sangat diperlukan yang
merupakan bagian hubungan etika guru yang mengatur hubungan dengan peserta didiknya
(Nurhafizah, 2014). Etika guru mengandung arti bahwa pekerjaan seorang guru berkaitan dalam
merubah perilaku yang berkaitan dengan moral, norma dan penghormatan, sehingga guru dituntut
untuk memiliki kemampuan dasar, yang diperlukan sebagai pendidik, pembimbing, dan pengajar.
(Sutarsih, 2013). Jadi dapat disimpulkan bahwa etika guru akan menjunjung tinggi nilai-nilai
profesionalisme dan mampu menanamkan perilaku yang baik kepada anak.
Etika atau filsafat moral yaitu mengacu pada kehidupan yang baik, tentang apa yang baik dan
buruk, tentang apakah ada tujuan yang benar dan salah, dan bagaimana mengetahui hal itu ada
(Mackinnon, 2013). Dalam kode etik guru disebutkan bahwa guru memelihara hubungan seprofesi,
semangat kekeluargaan , dan kesetiakawanan sosial. Hal ini berarti bahwa guru hendaknya
menciptakan dan memelihara hubungan sesama guru dalam lingkungan kerja. Selain itu, guru
hendaknya menciptakan dan memelihara semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial baik di
dalam maupun di luar lingkungan kerja (Sarjana, 2014). Dalam masyarakat Indonesia, guru memegang
peranan strategis terutama dalam upaya membentuk watak bangsa melalui pengembangan kepribadian
dan nilai-nilai yang diinginkan. Peranan guru masih dominan meskipun teknologi yang dapat
dimanfaatkan dalam proses pembelajaran berkembang amat cepat. Hal ini dikarenakan ada dimensi-
dimensi atau perantara dari proses pendidikan, atau lebih khusus lagi proses pembelajaran, yang
diperankan oleh guru yang tidak dapat digantikan oleh teknologi.
Metodologi Penelitian
Dalam penulisan ini kami sebagai penulis menggunakan metode kepustakaan (library
research) yang dimana kami mendasarkan pada sumber data yang dikumpulkan dan berkaitan dengan
judul pembahasan dan rumusan masalah yang kami ambil. Berdasarkan sifatnya penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif kualitatif.
Pembahasan
A. Pengertian Paradigma
Secara etimologi paradigma berasal dari bahasa Latin “para” dan “deigma”. “Para” berarti di sisi,
di samping dan “deigma” berarti contoh, pola, model. Sedangkan “deigma” dalam bentuk kata kerja
“deiknynai” dalam bahasa aslinya yakni Yunani berarti menunjukkan atau mempertunjukkan sesuatu. 1
Menurut Thomas Kuhn pergeseran paradigma adalah perubahan asumsi dasar atau paradigma dalam
sains. Menurutnya, "paradigma adalah apa yang diyakini oleh anggota komunitas ilmiah. Paradigma
tidak terbatas kepada teori yang ada, tetapi juga semua cara pandang dunia dan implikasinya.2
Etika menurut filsafat merupakan penyelidikan filsafat mengenai kewajiban-kewajiban manusia
serta tingkah laku manusia dilihat dari segi baik buruknya tingkah laku tersebut. Etika bertugas
memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan. Etika sendiri mempunyai sifat yang sangat mendasar
yaitu bersifat kritis.3
Istilah paradigma dipopulerkan oleh Thomas S. Kuhn dalam bukunya The Structureof Scientific
Revolution pada tahun 1962. Paradigma merupakan suatu kerangka konseptual, termasuk nilai, teknik
dan metode, yang disepakati dan digunakan ileh suatu komunitas dalam memahami atau mempersepsi
semesta. Dengan demikian, fungsi utama paradigma adalah sebagai acuan dalam mengarahkan
tindakan, baik tindakan sehari-hari maupun tindakan ilmiah. Sebagai acuan, maka lingkup suatu
paradigma mencakup berbagai asumsi dasar yang berkaitan dengan aspek ontologis, epistemologis dan
metodologis. Dengan kata lain, paradigma dapat diartikan sebagai cara berpikir atau cara memahami
gejala dan fenomena semesta yang dianut oleh sekelompok masyarakat. Seorang pribadi dapat
mempunyai sebuah cara pandang yang spesifik, tetapi cara pandang itu bukanlah paradigma, karena
sebuah paradigma harus dianut oleh suatu komunitas.
1
Moh. Khuza’i, Kuhn: Pergeseran Paradigma Dan Revolusi Ilmu (Makalah: Filasafat Ilmu, ISID Gontor
Ponorogo, 2013) 3.,
2
Thomas Kuhn, The Structure of Scientific Revolutions (1962) dalam,
https://id.wikipedia.org/wiki/Pergeseran_paradigma , (Diakses 30 Oktober 2016)
3
Juhaya S praja. Aliran-aliran filsafat dan etika. (Jakarta: kencana, 2008), hlm.59-60
5
Uraian di atas mengantar kita kepada simpulan, sebagaimana dikatakan oleh Kuhn, bahwa tidak
akan ada cara yang sepenuhnya benar dalam memandang semesta, tidak ada yang dapat dinamakan
sebagai kebenaran mutlak, baik secara filosofis maupun ilmiah.4
4
A. Mappadjantji Amien, KEMANDIRIAN LOKAL Konsepsi Pembangunan, Organisasi, dan Pendidikan
dari Perspektif Sains Baru, (Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2015), hal.36-37
5
Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlak), terj. KH. Farid Ma’ruf, dari judul asli al-akhlaq (Jakarta: Bulan
Bintang, 1983), 3.
6
https://kbbi.web.id/bangun-2
7
Ferry Efendi, Makhfudi, Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik dalam Keperawatan,
(Jakarta: Penerbit Salemba Medika, 2009), hal.25
6
secara teoritik menyoroti, menganalisis dan mengevaluasi ajaran-ajaran tersebut, tanpa mengajukan
sendiri suatu ajaran tentang mana perilaku yang baik dan mana perilaku yang buruk.
Menurut Suhrawardi K. Lubis dalam istilah latin, ethos atau ethikos selalu disebut dengan mos,
sehingga dari perkataan tersebut lahirlah moralitas atau yang sering disebut dengan perkataan moral.
Sebab terkadang istilah moral sering dipergunakan hanya untuk menerangkan sikap lahiriah seseorang
yang biasa dinilai dari wujud tingkah laku atau perbuatan nyata. Suhrawardi K. Lubis juga mengatakan
bahwa dalam bahasa agama Islam, istilah etika ini merupakan bagian dari akhlak, karena akhlak
bukanlah sekedar menyangkut perilaku manusia yang bersifat perbuatan lahiriah saja, akan tetapi
mencakup hal-hal yang lebih luas, yaitu meliputi bidang akidah, ibadah, dan syari’ah.
Menurut Nurul Zuriah, pendidikan moral sangat penting karena beberapa faktor. Pertama,
melemahnya ikatan keluarga. Keluarga sudah kehilangan fungsi utamanya sebagai pendidik pertama
yang membangun pondasi moral anak-anak. Kedua, kecenderungan negatif dikalangan remaja,
khususnya di kota-kota besar, seperti perkelahian dan tawuran. Ketiga, kecenderungan masyarakat
yang mulai menyadari adanya kearifan dan moralitas dasar yang sangat esensial dalam kehidupan
masyarakat. Ketiga faktor ini menjadi momentum bangkitnya pendidikan moral di negri ini yang
dimulai dari lembaga pendidikan.8
Guru yang mempunyai kesibukan padat dan tidak mempunyai waktu untuk mengupdate secara
kontinu pemahaman dan pengalaman etikanya secara langsung dengan guru atau tempat ibadah, tidak
boleh putus asa dan menyerah terhadap waktu. Guru bisa melakukan nya melalui sarana prasarana
yang ada misalnya, handphone, radio atau televisi untuk mendapatkan siraman rohani pada waktu
tertentu. Seorang guru juga harus mengasah kecerdasan spiritual nya untuk membangun etika yang
baik dan ketahanan mentalnya.9
Oleh karena itu langkah-langkah tersebut perlu terus didorong agar para guru di negri ini
khususnya guru PIAUD bersemangat membangun etika. Keberhasilan membangun etika guru
berpengaruh terhadap proses interaksi dengan peserta didik sehingga dapat berjalan secara positif dan
konstruktif. Langkah diatasi juga dapat dikembangkan sesuai dengan minat para guru dengan syarat
tujuan yang baik, yakni meningkatkan kualitas moral atau etika guru sebagai insan pendidikan yang
bertanggung jawab terhadap moralitas anak.
Guru yang mempunyai moral memiliki banyak ciri diantaranya sebagai berikut :
a. Mengamalkan ilmu yang diajarkan kepada peserta didik. Tidak hanya pandai memberi teori, ilmu
yang disampaikan kepada orang lain juga diterapkan dalam perilaku sehari-hari dengan penuh
keikhlasan dan konsistensi.10
8
M Jamal Asmani. Sudahkah anda menjadi guru berkarisma ?. ( Yogyakarta: DIVA press, 2015), hlm.
55
9
Ibid, Hlm.58
10
Ibid, hlm.59
7
b. Memberikan nasihat kepada peserta didik dan orang lain untuk mengamalkan ilmu yang
diterimanya. Nasihat ini dilakukan dengan penuh kelembutan, kesantunan, dan kerendahan.
c. Meluruskan peserta didik dan orang lain jika mereka melakukan penyimpangan etika dengan
pendekatan gradual, sistematis dan fungsional.
d. Melahirkan kader-kader etika uang mampu memberikan teladan dan menegakkan etika dalam
kehidupan sehari-hari. Watak dan kepribadian manusia selalu menular dengan yang lain. Oleh
sebab itu, guru harus mempunyai kader-kader banyak yang teruji moralitas atau etikanya dan
mereka ditugaskan untuk mendorong teman-temannya yang lain untuk berakhlak yang baik
secara bertahap.11
e. Memberikan sanksi yang tegas jika penyimpangan etika sudah melewati batas. Dalam konteks
sekolah, sanksi tegas tersebut biasanya disosialisasikan diawal yaitu dalam tata tertib yang harus
ditaati oleh seluruh peserta didik. Berbeda dengan konteks manajemen sekolah, ada wali kelas,
seksi kesiswaan, serta bagian bimbingan dan konseling yang selalu memantau etika peserta didik.
Meski demikian, guru tetap menjadi aktor utama dalam pembinaan dan pembentukan etika
peserta didik.
11
Ibid, hlm.60
8
Guru merupakan pendidik professional dengan tugas utama yaitu mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan
formal, tugas tersebut akan efektif jika guru memiliki derajat professional tertentu yang tercermin dari
kompetensi, kemahiran, kecakapan, atau keterampilan yang memenuhi standar mutu atau norma etik
tertentu.
Dari beberapa pendapat ahli tesebut, dapat ditarik kesimpulan pengertian dari kode etik guru
adalah sebuah aturan tertulis yang berkenaan dengan etika, moral, adat istiadat, dan kebiasaan yang
telah dijadikan sebuah statement formal norma aturan susila bagi guru. Kode etik guru juga dapat
diartikan sebagai suatu aturan tertulis yang menjadi landasan perilaku benar atau salah bagi seorang
guru.12
Pendidikan anak usia dini dilakukan melalui tiga lingkungan, yaitu keluarga, sekolah dan
organisasi. Keluarga merupakan pusat pendidikan yang pertama dan terpenting. Sejak timbulnya
peradaban manusia sampai sekarang, keluarga selalu berpengaruh besar terhadap perkembangan
manusia. Termasuk dalam perkembangan etika atau moral. Peranan orang tua bagi pendidikan anak
adalah memberikan dasar pendidikan, sikap, dan keterampilan dasar, seperti pendidikan agama, Budi
pekerti, sopan santun, estetika, kasih sayang, rasa aman, dasar-dasar untuk mematuhi peraturan, dan
menanamkan kebiasaan-kebiasaan. Selain itu, peranan keluarga adalah mengajarkan nilai-nilai dan
tingkah laku yang sesuai dengan yg diajarkan disekolah. Dengan kata lain, ada kontinuitas antara
materi yang diajarkan dirumah dan materi yang diajarkan disekolah. Pentingnya peranan orang tua
dalam pendidikan anak telah disadari oleh banyak pihak.13
Beberapa pola asuh dari orang tua atau pendidik yang dapat mempengaruhi kreativitas anak adalah
sebagai berikut : lingkungan fisik, lingkungan sosial, pendidikan internal dan eksternal, dialog, suasana
psikologis, sosial budaya, perilaku orang tua atau pendidik, kontrol, menentukan nilai moral. 14
Perkembangan agama dan moral pada anak usia dini terkait dengan kecerdasan spiritual (spiritual
quitient/SQ) anak usia dini. SQ pada anak usia dini mencerminkan kualitas pemahaman dan
kemampuan dalam mempraktikkan ritual keagamaannya serta berbagai prilakunya yang sesuai dengan
norma atau ajaran agama. Etika atau moral merupakan norma yang menjadi pegangan bagi seseorang
atau sekelompok orang dalam mengatur prilakunya. Moral juga dapat diartikan sebagai suatu
kemampuan yang dimiliki oleh seorang individu untuk membedakan mana yang baik dan buruk serta
12
Irjus Indrawan, Menjadi Guru PAUD GMIJ PLUS TERINTEGRASI YANG PROFESIONAL, (Riau: DOTPLUS
Publisher, 2020), hal.5-90
13
H. Maimunah . PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). (Jogjakarta:DIVA press, 2009), hlm.18-19
14
Ibid, hlm.21
9
mampu menampilkan perilaku baik dan menghindari perilaku buruk ketika menjalin relasi dengan
dirinya sendiri maupun dengan orang lain.15
Pertama, membuat sistem penilaian yang menempatkan etika pada sisi utama. Artinya, jika etika
tidak diindahkan peserta didik, maka konsekuensinya mereka tidak naik sekolah. Dalam membuat
sistem penilaian moral ini, beberapa indikator yang layak diajukan adalah kejujuran, kepatuhan,
religius, kepedulian sosial, tanggung jawab, kedisiplinan, kesantunan dalam berbicara, suka menolong
sesama, dan lain-lain.
Kedua, menerapkan budaya religius disekolah. Budaya religius adalah budaya yang sesuai
dengan ajaran agama yang dianut. Pengaruh budaya religius dalam pembangunan moral peserta didik
sangat besar karena mayoritas manusia dibentuk oleh lingkungannya. Jika lingkungannya religius
maka internalisasi nilai-nilai etika berjalan secara efektif, dan begitu sebaliknya.
15
M. Najib, dkk. MANAJEMEN STRATEGIK PENDIDIKAN KARAKTER BAGI ANAK USIA DINI. (Yogyakarta:
GAVA MEDIA, 2016).hlm.128-129
16
I Ketut Widana, Gusti Ayu Oka Cahya Dewi, Prinsip Etika Profesi Membangun Sikap Profesionalisme
Diri, (Bandung: PT. Panca Terra Firma, 2020), hal.17
10
Ketiga, membuat lomba biografi tokoh-tokoh etika, khusunya tokoh-tokoh lokal. Untuk menarik
minat bakat peserta didik, lomba penulisan biografi ini diberi hadiah yang menarik.
Kelima, memperbanyak koleksi buku etika atau moral diperpustakaan sekolah. Buku-buku etika
bisa dalam bentuk biografi, kisah-kisah inspiratif, dan pemikiran para cendikiawan yang mengandung
ajaran etika yang agung. Dalam perkembangan sekarang, kisah tersebut banyak yang dibuat dalam
bentuk novel sehingga dapat menarik minat baca peserta didik.
11
DAFTAR PUSTAKA
Khuza’i. Moh Kuhn. 2013. Pergeseran Paradigma Dan Revolusi Ilmu . (Gontor Ponorogo: ISID)
Https://KBBI.web.id/bangun-2
Efendi Ferry, Makhfudi. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik dalam
Keperawatan. ( Jakarta: Penerbit Salemba Medika)
Jamal M Asmani. 2015. Sudahkah anda menjadi guru berkarisma ?. ( Yogyakarta: DIVA press)
Indrawan Irjus. 2020. Menjadi Guru PAUD GMIJ PLUS TERINTEGRASI YANG
PROFESIONAL. (Riau: DOTPLUS Publisher)
Maimunah, H. 2019. PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). (Jogjakarta: DIVA press)
Widana I Ketut, Gusti Ayu Oka Cahya Dewi. 2020. Prinsip Etika Profesi Membangun Sikap
Profesionalisme Diri. (Bandung: PT. Panca Terra Firma)
Amin Ahmad,1983. Etika (Ilmu Akhlak), terj. KH. Farid Ma’ruf, dari judul asli al-akhlaq
(Jakarta: Bulan Bintang)
12