Anda di halaman 1dari 13

Kompetensi Guru Dalam Mendidik Murid di Indonesia

(Tinjauan Normatif Berbasis Paradigma Timur Sebagai Pendekatan)


Siti Asiah1, Muhammad Resky2, Yosse Amanda Pratama3

Program Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Agama Islam Universitas 45 Bekasi

Abstract
Keyword: Science, Adab and Morals, PAI Teachers, Dakwah, Schools

Abstrak
Kata Kunci : Ilmu, Adab dan Akhlak, Guru PAI, Dakwah, Sekolah
PENDAHULUAN
Pembahasan ini, sebagai umat muslim Istilah "dakwah" jelas merupakan salah satu yang
kita kenal. Islam itu sendiri merupakan agama dakwah, Secara Bahasa artinya memanggil,
mengajak atau himbauan dengan tujuan menyeru kepada seluruh umat manusia agar
menyembah dan mengesakan Allah Subhanahu wata’ala saja. Agama islam merupakan agama
yang dibesarkan melalui dakwah yang mana Rasullallah Shallallhu ‘alaihi wasallam memulai
dakwahnya terhadap orang terdekatnya terlebih dahulu yaitu di lingkungan keluarga. Melalui
jamuan makan, Rasullullah mengumpulkan keluarganya,untuk masuk kepada agama yang di
ridhoi Allah Subhanahu wa Ta’ala yaitu Islam, dengan cara mengucapkan dua kalimat syahadat
yaitu “Asyhadu anlaailaha illallah wa anna muhammadan rasullallah” saya bersaksi tiada
illah yang berhak di ibadahi kecuali Allah dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah.
Dari kalimat ini seharusnya kita sebagai umat muslim sadar dan memahami konteks dari dua
kalimat syahadat, apakah hanya berucap saja atau di barengi dengan amalan dalam kehidupan
sosial. Dari pengertian ini,vbisa ditarik kesimpulan bahwa secara tidak langsung tugas seorang
muslim yaitu meneruskan perjuangan dakwah nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu dakwah.
Di era sekarang ini kebanyakan dari anak usia remaja di lingkungan sekolah, tidak
mendapatkan asupan ilmu agama yang baik dan benar, oleh karenanya banyak bermunculan
berita di media digital, surat kabar adanya kasus kekerasan fisik maupun non fisik yang dialami
murid. Seperti kasus pelecehan seksual, bullying, tawuran antar sekolah dan kasus lainnya. Hal
ini terjadi akibat dari kurangnya perhatian seorang guru terhadap muridnya ataupun faktor
lingkungan yang kurang mendukung,baik itu lingkungan keluarga maupun sosial. Kurangnya
peran aktif guru dalam mendidik murid ketika dilingkungan sekolah merupakan masalah serius
yang bisa menyebabkan murid melakukan pelanggaran baik itu pelanggaran tata tertib sekolah
maupun pelanggaran norma dan agama. Seorang guru merupakan role model bagi muridnya, ini
selaras dengan konsep dakwah yang diajarkan Nabi Muhammad shallallhu ‘alaihi wa sallam,
yang mana beliau merupakan seorang guru dan sekaligus menjadi suri tauladan bagi
pengikutnya.tutur kata sopan dan santun, tidak menyakiti perasaan orang lain, wajahnya enak
dipandang dan menyejukkan hati, perbuatan dan gerak-geriknya selalu di contoh oleh para
sahabat, yang kemudian sampai kepada kita di zaman sekarang yang kita kenal dengan istilah
sunnah, ketika melakukan amalan dari Rasulallah maka akan mendapat pahala tetapi ketika
tidak mengerjakannya pun tidak mendapatkan dosa.
Dalam esensi berdakwah membutuhkan sebuah metode dan strategi agar tercapai tujuan
yang diingkan, kurangnya kepedulian guru untuk berdakwah di lingkungan sekolah membuat
murid tidak mempunyai rasa empati terhadap agamanya sendiri bahkan cenderung alergi
terhadap perintah dan larangan dari agamanya sendiri, seperti larangan ketika pria dan wanita
yang bukan mahram berjabat tangan., padahal Islam sudah mengatur sedemikian rupa agar
tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, jika larangan dari agamanya sendiri sudah dilanggar
maka terjadilah suatu perkara yang buruk bahkan timbulnya celah untuk melakukan kejahatan.
Disinilah peran seorang guru dalam mendidik, membina, melatih dan mengajar muridnya.
Tidak cukup seorang murid dibekali ilmu dunia saja (ilmu pengetahuan) melainkan dibutuhkan
juga ilmu agama, seperti adab dan akhlak. Dalam proses belajar mengajar seorang guru harus
memperhatikan aspek yang sangat penting,ketika seorang guru ingin menambah keilmuan,
merubah adab serta akhlak seorang murid,maka sang gurupun juga harus memperhatikan ilmu,
adab dan akhlak dalam kesehariannya baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat.
Berdasarkan penelitian terdahulu mengungkapkan bahwa kegiatan dakwah dalam agama
Islam tidak hanya mengajak kepada kebaikan (amal ma’ruf) tetapi juga mencegah dari
perbuatan buruk (nahi munkar) dan untuk mengajak kepada kebaikan ini sudah lazim di
temukan,akan tetapi dalam mencegah kemunkaran jauh lebih penting,karena akan banyak ujian
dan tangtangannya (Aziz & Santoso, 2020). Penelitian selanjutnya mengungkapkan bahwa di
zaman sekarang, Dakwah harus memiliki pendekatan yang diarahkan pada istilah "bil hikmah
wal mauizah hasanah” demikian juga melalui bantuan sarana (bi al-tadwin). Kegiatan itu
semata-mata disesuaikan bersamaan dengan pendakwah, baik individu maupun kelompok, yang
berkualitas, memiliki ilmu dan pengetahuan yang mendalam, serta memiliki penguasaan
terhadap moral atau isi syi’ar, metode, dan sarana yang relevan untuk memperkirakan keadaan
dan situasi dalam perkembangan zaman sekarang. Para penduduk yang mereka hadapi, juga
hadir pada tahap ini. (Pimay & Safitri, 2021).
Penelitian berikutnya mengungkapkan bahwasanya dengan kemudahan menyampaikan
informasi di media sosial diharapkan para da’I dapat menggunakan media sosial dengan bijak
(Rumata, 2021). Harudin Cikaa dalam penelitiannya di tahun 2022 mengungkapkan
bahwasanya seorang pendidik dalam Pembelajaran agama Islam wajib memiliki 5 skill atau
kompetensi dalam menunjang aktifitas belajar yaitu skill pedagogik, kepribadian, sosial,
professional dan kepemimpinan (Cikaa, 2020). Keteladanan seorang guru Pendidikan agama
Islam sangatlah diperlukan agar tercapainya tujuan dalam menyampakan dakwah dalam rangka
membentuk akhlakul karimah seorang murid hal ini selaras dengan penelitian yang dilakukan
Harmita , yaitu Guru pendidikan agama Islam yang sangat baik menginternalisasi nilai-nilai
akhlakul karimah Siswa di SMPN 7 Kota Bengkulu, seorang guru dapat menerapkan nilai-
nilai tertentu melewati sejumlah transformasi nilai, transaksi nilai, dan internalisasi nilai yang
ketiganya merupakan tahapan yang membentuk proses internalisasi., yang mana tiga tahapan
ini dapat digunakan untuk mengajarkan moral dan perilaku yang baik kepada siswa sesuai
norma-norma dalam agama Islam (Harmita, 2022).
Penelitian tersebut memberikan solusi untuk memberikan contoh serta pengajaran
kepada peserta didik, akan tetapi solusi tersebut belum tercapai secara maksimal, hal ini yang
menyebabkan masih adanya celah dalam melakukan kegiatan yang buruk, tindak kriminal atau
kejahatan di lingkungan sekolah. Penelitian sebelumnya banyak memberikan inovatif dalam
menyampaikan dakwah, seperti metode atau cara dalam penyampaian dakwah, dakwah di
media sosial yang dianggap sangat relevan di zaman ini, namun sayangnya beberapa metode
pengajaran tersebut belum tercapai tujuan islam yang rahmatan lil ‘alamin disebabkan
kurangnya saran dan masukan yang membangun antara guru, orang tua dan murid, sehingga
perlu adanya musyawarah demi kebaikan Bersama.
Makalah ini berusaha untuk membahas berdasarkan informasi latar belakang yang
diberikan di atas tentang pentingnya relevansi ilmu, adab, dan akhlak seorang guru agama Islam
dalam mendidik,siswa di lingkungan sekolah. Karena ilmu, adab dan akhlak merupakan bagian
integral dari lingkungan Pendidikan khususnya di lingkungan sekolah, baik itu untuk murid,
terlebih untuk guru yang mengajarkan. Guru harus menjadi garda terdepan dalam mengamalkan
ilmu, adab, dan akhlak karena guru adalah role model bagi muridnya sehingga konsep digugu
lan ditiru akan terlaksana dengan sempurna. Maksud daripada pembahasan ini guna
menerangkan korelasi antara ilmu, adab, dan akhlak seorang guru agama Islam dalam mendidik
siswa di lingkungan sekolah. Sebagai saran dalam pembahasan ini, pihak-pihak yang mengikuti
Pengajaran khususnya guru dan siswa hendaknya mengamalkan ilmu, adab dan akhlak dalam
islam agar mencapai keberhasilan dalam belajar serta memperoleh keberkahan ilmu yang sangat
di dambakan itu. Selain itu, peneliti berharap penelitian ini bisa di jadikan model atau rujukan
yang langsung di aplikasikan oleh berbagai pihak di seluruh dunia Pendidikan, baik di tingkat
prasekolah (PAUD), taman kanak-kanak (TK), sekolah dasar, sekolah menengah pertama,
sekolah menengah atas, dan universitas.
LANDASAN TEORI
A. Hakikat kompetensi guru menurut Al-Ghazali
Guru merupakan pekerjaan yang mulia. Guru mengolah manusia yang dianggap
makhluk yang paling mulia dari seluruh makhluk Allah. Untuk itu, Kode etik atau tugas
profesi yang harus dipatuhi oleh (pendidik).(Subakri, 2020) Guru adalah tenaga
profesional yang bertanggung jawab untuk mendidik dan mengajarkan anak didik dengan
pengalaman yang dimilikinya, baik dalam wadah formal maupun wadah non formal.
Dengan upaya ini maka anak didik bisa menjadi orang yang yang cerdas dan beretika
tinggi sesuai dengan tuntunan ajaran Islam. Guru adalah “orang dewasa, yang karena
peranannya berkewajiban melakukan sentuhan pendidikan dengan anak didik. Orang
tersebut mungkin berpredikat sebagai ayah atau ibu, guru, ustadz, dosen, ulama dan
sebagainya.” Al-Ghazali berpandangan “Idealistik” terhadap profesi guru, menurutnya
adalah orang yang berilmu, beramal dan mengajar. Orang seperti ini merupakan
gambaran orang yang terhormat dikolong langit. Guru haruslah orang yang bertanggung
jawab memberikan pertolongan pada anak didik dalam perkembangan jasmani dan
rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu memenuhi tugasnya sebagai
hamba Allah dan khalifah Allah SWT, makhluk sosial dan sebagai makhluk hidup yang
mandiri.
Adapun pengertian guru secara khusus adalah orang dewasa yang bekerja dalam
bidang pendidikan dan pengajaran, yang memiliki kecakapan serta keahlian di bidang
pendidikan secara profesional, serta mendapat sertifikat mengajar secara resmi supaya
peserta didik mencapai kedewasaan melalui transfer of knowledge dan transfer of value,
yang berlangsung dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga peserta didik mencapai
kesempurnaan aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik.(Hamrin & Wibowo, 2012)
Proses Interaksi edukatif adalah sesuatu proses yang didalamnya mengandung sejumlah
etika atau norma. Etika dalam berinteraksi antara guru dan murid sangatlah penting
karena dapat mempengaruhi suatu proses pembelajaran. Dalam Islam, al-Qur’an
merupakan kitab pedoman dalam segala aspek kepentingan yang akan selalu sesuai
dengan perkembangan zaman. Oleh sebab itu, etika murid kepada guru dalam sebuah
pendidikan juga seharusnya berdasarkan yang diajarkan di dalam al-Qur’an, yang
dipahami melalui penafsiran-penafsiran seorang mufassir.(Bakah, 2020) Konsep guru
dalam perspektif Islam memiliki implikasi yang luas terhadap peningkatan
profesionalisme keguruan, ia menempatkan dirinya bukan hanya sebagai agent atau
promotor pembelajaran yang tunduk pada hukum transaksional profesional, melainkan
sebagai pengemban misi suci, yakni menyelamatkan manusia dari kehancuran dan
membawanya kepada kemajuan dan keselamatan dunia dan akhirat.(Aslamiyah, 2021)
Guru merupakan satu profesi yang menuntut adanya kompetensi, kualifikasi, dan
profesionalisme mengingat posisi guru yang menjadi salah satu penentu kesuksesan
pendidikan suatu bangsa. Bahkan, keberlangsungan tatanan peradaban manusia sangat
dipengaruhi oleh profesionalitas guru. Bagaimana pemandangan kehidupan generasi yang
akan datang ada di tangan para guru dalam mendidik muridnya saat ini. (Munir, 2009)
Guru hendaknya memiliki kompetensi kepribadian yang berkharisma, berwibawa, dan
bijaksana dalam menghadapi peserta didik serta mampu menjadi teladan baik dari segi
sikap maupun tutur kata yang disampaikan.(Bariroh & Akmal, 2018) Secara Yuridis
Undang- Undang telah mengatur kompetensi tentang kepribadian seorang guru,
sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya peraturan pemerintah Republik Indonesia
No 19 Tahun 2005 pasal 28 ayat 3 huruf b mengemukakan bahwa kepribadian adalah
kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjaga
teladan bagi siswa, dan berakhlaq mulia.(Jejen, 2011)
Stabilitas dalam emosi, sikap, dan tindakan guru sangat penting untuk kompetensi.
Peserta didik dapat dengan cepat memahami dan mengamati tingkah laku guru. Guru
harus dapat mengontrol perilakunya karena anak-anak akan merasakan dan mengamati
apa yang dia lakukan karena mereka mengharapkan tingkat kasih sayang dan perhatian
yang sama dari seorang guru. Jika guru tidak mampu mengatur tingkah lakunya, anak
akan kehilangan minat dan kegairahan untuk belajar. Kepribadian yang memengaruhi
perilaku belajar peserta didik, khususnya motivasi belajar mereka merupakan keahlian
yang wajib dimiliki pengajar.(Aulia Bintang Suri, 2023) Kompetensi kepribadian seorang
guru tentu memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam membentuk kepribadian
anak, guna menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia (SDM), serta
mensejahterakan masyarakat, kemajuann negara dan bangsa pada umumnya. Kepribadian
merupakan sekumpulan kualitas sifat dan prilaku seseorang baik fisik maupun psikis
yang dapat membedakan dengan yang lain. Kepribadian satu orang dengan orang lain
mempunyai kualitas yang berbeda. Kualitas tersebut dapat dikategorikan sebagai negatif
ataupun positif sesuai dengan kecondongan terhadap kebaikan atau keburukan yang
dilakukan.(Siti Rohmatul Hidayah, 2021) Guru memang menempati kedudukan yang
terhormat di masyarakat. Kewibawaanlah yang menyebabkan guru dihormati, sehingga
masyarakat tidak meragukan figur guru. Masyarakat yakin bahwa gurulah yang dapat
mendidika peserta didik mereka agar menjadi orang yang berkepribadian mulia. Dengan
kepercayaan yang di berikan masyarakat, maka di pundak guru diberikan tugas dan
tanggung jawab yang berat. N.A. Ametembun menjelaskan bahwa guru adalah semua
orang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan murid-murid, baik
secara individual ataupun klasikal, baik di sekolah maupun di luar sekolah.
Berangkat dari perspektif idealistik profesi guru, al-Ghazali menegaskan bahwa orang
yang sibuk mengajar merupakan orang yang bergelut dengan sesuatu yang amat penting,
sehingga perlu menjaga etika dan kode etik profesinya. Sejalan dengan pentingnya kiprah
pendidikan Al-Ghazali meneyebutkan beberapa kriteria ideal seorang guru, meliputi: guru
harus mencintai muridnya bgaiakan anak kandungnya sendiri; guru jangan menghararap
upan sebagai jaminan pekerjaanya. Upahnya terletak pada ilmu yang mampu dimalkan
oleh peserta didik; guru harus mengingatkan peserta didik bahwa, menuntut ilmu adalh
realisasi bentuk ibadah terhadap Allah Swt; guru harus mendorong peserta didik untuk
mendapatkan ilmu yang mafaat dan barokah baik di dunia maupun di akhirat; guru harus
memberikan teladan yang baik dengan kepribadian yang baik pula; guru harus
mengajarkan materi sesuai dengan kemampuan peserta didik; guru harus mampu
menemkan keimanan terhadap jiwa peserta didik; guru harus mampu menngamalkan
ilmunya, agar terdapat ada kesinambungan antara ucapan dan tindakan yang mampu
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Jika tipe ideal guru yang telah disampaikan
oleh Al- Ghazali diterapkan, maka muncullah sosok guru yang akan menjadi figur sentral,
idola, bahkan menjadi kekuatan spiritual, dimana masa depan peserta didik bergantung
kepadanya.(ALWIZAR, 2015)
Jamil Suprihatiningrum memberi lima ukuran seorang guru dapat dikatakan
profesional, yakni: 1) memiliki komitmen pada siswa dan proses belajarnya; 2)
menguasai bahan ajar dan cara mengajarkannya; 3) bertanggung jawab dalam pegawasan
dan evaluasi; 4) berpikir sistematis; 5) menjadi bagian di masyarakat. Suyanto mengutip
dari Houle, setidaknya ada sembilan karakteristik guru profesional, diantaranya: 1)
memiliki landasan pengetahuan yang kuat; 2) harus berdasarkan kompetensi individual;
3) memiliki sistem seleksi dan sertifikasi; 4) ada kerjasama dan kompetisi yang sehat
antar teman sejawat; 5) adanya kesadaran profesional yang tinggi; 6) memenuhi kode
etik; 7) memiliki sistem sanksi profesi; 8) adanya militansi ndividual; dan 9) memiliki
organisasi profesi.(Suprihatiningrum, 2016)

B. Hakikat murid terhadap guru menurut Al-Ghazali


Sejalan dengan tujuan pendidikan sebagai upaya mendekatkan diri
kepada Allah SWT. maka belajar termasuk ibadah. Dengan dasar pemikiran ini, maka
seorang murid yang baik, adalah murid yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Seorang murid harus berjiwa bersih, terhindar dari budi pekerti yang hina dina dan
sifat-sifat tercela lainnya.. Ia harus dilakukan dengan hati bersih, terhindar dari hal-
hal yang jelek dan kotor, termasuk di dalamnya sifat-sifat yang rendah seperti, marah,
sakit hati, dengki, tinggi hati, „ujub, takabbur dan lain-lain.
b. Seorang murid yang baik, juga harus menjauhkan diri dari persoalan- persoalan
duniawi, mengurangi keterikatan dengan dunia, karena keterikatan kepada dunia dan
masalah-masalahnya dapat mengganggu lancarnya penguasaan ilmu. Al-Ghazali
mengatakan : “Ilmu tidak akan memberikan sebagian dirinya kepadamu sebelum
engkau memberikan seluruh dirimu kepadanya, dan jika engkau memberikan seluruh
dirimu kepadanya, maka ilmu pun pasti akan memberikan sebagian dirinya
kepadamu”.
c. Seorang murid yang baik hendaknya bersikap rendah hati atau tawadhu terhadap
gurunya. Al-Ghazali menganjurkan agar jangan ada murid yang merasa lebih besar
daripada gurunya, atau merasa ilmunya lebih hebat daripada ilmu gurunya,
mendengarkan nasehat dan arahannya sebagaimana pasien yang mau mendengarkan
nasehat dokternya.
d. Bagi penuntut ilmu pemula hendaknya menghindarkan diri dari mengkaji variasi dan
aliran-aliran pemikiran dan tokoh dan menghindarkan diri dari perdebatan yang
membingungkan.
e. Seorang murid hendaknya mendahulukan mempelajari yang wajib. Mempelajari al-
Qur‟an misalnya harus didahulukan, karena dengan menguasai al-Qur‟an dapat
mendukung pelaksanaan ibadah, serta memahami ajaran agama Islam secara
keseluruhan, mengingat al-Qur‟an adalah sumber utama ajaran Islam.
f. Seorang murid hendaknya mempelajari ilmu secara bertahap. Seorang murid
dinasehatkan agar tidak mendalami ilmu secara sekaligus, tetapi memulai dari ilmu-
ilmu agama dan menguasainya dengan sempurna. Setelah itu, barulah ia melangkah
kepada ilmu-ilmu lainnya, sesuai dengan tingkat kepentingannya.
g. Seorang murid hendaknya tidak mempelajari satu disiplin ilmu sebelum menguasai
disiplin ilmu sebelumnya. Sebab ilmu-ilmu itu tersusun dalam urutan tertentu secara
alami, di mana sebagiannya merupakan jalan menuju kepada sebagian yang lain.
h. Seorang murid hendaknya mengenal nilai setiap ilmu yang dipelajarinya. Kelebihan
dari masing-masing ilmu serta hasil-hasilnya yang mungkin dicapai hendaknya
dipelajarinya dengan baik. Menurut al-Ghazali nilai ilmu tergantung pada dua hal,
yaitu hasil dan argumentasinya. Ilmu agama misalnya berbeda nilainya dengan ilmu
kedokteran. Ilmu agama adalah kehidupan yang abadi, sedangkan hasil ilmu
kedokteran adalah kehidupan yang sementara.(ALWIZAR, 2015)
Selanjutnya dalam menempuh proses belajar seseorang akan menghadapi berbagai
macam godaan dan rintangan, baik dari dalam maupun dari luar diri. Seperti godaan
untuk berhura-hura, bermain, atau gejolak jiwa akibat keterkungkungan selama proses
pendidikan. Jika seseorang tidak mampu menahan gejolak dan gangguan tersebut, maka
kesuksesan dalam belajar akan susah untuk di capai dan di wujudkan, seorang murid
harus patuh dan hormat kepada guru, sebab dalam proses belajar jika terjadi komunikasi
yang kurang baik antara murid dan guru, maka dikhawatirkan proses belajar tidak akan
berjalan baik. Oleh karena itu seorang murid harus bisa menjaga sikap agar sang guru
tidak merasa dilecehkan, kurang dihargai dan sebagainya. Dengan ungkapan lain seorang
murid harus menghormati guru dan tidak berlaku durhaka kepadanya. (Romaida &
Darwis, 2023)
Selanjutnya, untuk mempertajam kajian mengenai etika murid kepada guru maka ada
beberapa hal yang sebaiknya dilakukan oleh murid. Pertama, murid yang ingin menuntut
ilmu harus memilih calon guru cara cermat. Pilihan musti di pertimbangkan hati-hati
dengan kriteria, serta kelebihan dan kekurangan calon guru. Setelah pertimbangan
memadai dan salat istikharah, ia dapat mengambil kesimpulan. Ia harus memilih guru
yang dikenal baik akhlak, tinggi ilmu dan keahlian, berwibawa, santun dan penyayang. Ia
tidak memilih guru yang tinggi ilmu namun kurang saleh, tidak wara', atau tercela
akhlaknya. Ia tidak terpedaya kemasyhuran, sebab ilmuwan yang baik memilih untuk
tidak terkenal. Seorang murid dianjurkan supaya memilih guru seorang ilmuwan yang
memiliki pergaulan luas dikalangan ilmuwan dan banyak berdiskusi dengan mereka.
Kedua, murid harus mengikuti dan mematuhi gur seperti orang sakit mengikuti nasehat
dokter. Hal ini menekankan perlunya kehati-hatian dalam menentukan pilihan. Mengutip
pernyataan al-Ghazali, ketika guru salah sekalipun, murid harus membiarkan dan
mengikuti, sebab kesalahan guru masih lebih bermanfaat dari kebenaran murid). Ketiga,
murid harus mengagungkan guru dan meyakini kesempurnaan ilmunya. Orang yang
berhasil hingga menjadi ilmuwan besar, sama sekali tidak boleh berhenti menghormati
guru. Keempat, murid harus mengingat hak guru atas dirinya sepanjang hayat dan setelah
wafat. Ia menghormati sepanjang hayat hidup guru. Kelima, murid harus sabar terhadap
perlakuan kasar atau akhlak buruk guru. Keenam, murid harus menunjukan rasa terima
kasih terhadap ajaran guru. Melalui itulah, ia mengetahui apa yang harus dilakukan dan
dihindari. Ketujuh, murid tidak mendatangi guru tanpa izin terlebih dahulu, baik guru
sedang sendiri atau bersama orang lain. Kecuali, dalam majlis umum. Kedelapan, harus
duduk sopan di hadapan guru. Misalnya: duduk bersila dengan tawadhu', tenang, diam,
posisi duduk sedapat mungkin berhadapan dengan guru, atentif terhadap perkataan guru
sehingga tidak membuat guru mengulang perkataan. Kesembilan, berkomunikasi dengan
guru secara santun dan lemah lembut. Kesepuluh, jika guru mengungkapkan satu soal,
atau kisah, atau sepengal sya'ir yang sudah dihapal murid, ia harus tetap mendengarkan
dengan antusias, seolah- olah belum pernah mendengar. Kesebelas, murid tidak boleh
terburu menjawab pertanyaan guru atau majelis lain meskipun mengetahui, kecuali guru
memberikan kesempatan.
Dari kesebelas etika yang baik dari seorang murid, apabila dilaksanakan dengan baik
maka murid tersebut menjadi murid yang patuh kepada guru dan bisa menjadi teladan
bagi murid yang lainnya. Selain itu seorang guru juga harus selalu mengarahkan
muridnya serta mengawasi akhlak murid untuk senantiasa terjaga akhlaknya menjadi
murid yang membanggakan dan menjadi teladan. Guru tidak hanya jarkoni tetapi ikut
memberikan contoh disertai dengan tindakan yang nyata. Harmonisasi guru dengan murid
dengan demikian akan terjaga dan tujuan pendidikan dapat tercapai secara efektif dan
efisien.(Bakah, 2020)

C. Akhlak dalam mendidik murid menurut Al-Ghazali


Guru adalah orang yang sifat dan perbuatannya diguguh dan tiru oleh murid-murinya,
Al Ghazali sudah memperingati bahwa ambil hikmah atau perilaku baiknya dalam proses
belajar maupun dalam kesehariannya. Imam Al Ghazali juga memiliki etika-etika khusus
dan tugas-tugas sebagai berikut : (1) Menunjukan sifat kasih sayang kepada murid. dan
memperlakukannya seperti anak sendiri. Maka ia tidak mencari upah atau balasan,
mengajar karena Allah. (2) Guru harus melaksanakan apa yang sudah disampaikan
kepada Murid. (3) Guru tidak diperkenankan meminta balas budi atau upahan kepada
musird sebaliknya guru harus memberi bukan meminta karena akan menurunkan derajat
atau karisma seorang guru. (4) Memberi ilmu pengetahuan secara sistematis, ia melarang
mempelajari suatu tingkat, sebelum berhak pada tingkat itu. Kemudian menjelakan tujuan
menuntut ilmu hanya mendekatkan diri kepada Allah. (5) Guru tidak diperkenankan
untuk menghardik muridnya dari berpengarai jahat dengan cara sindiran selama mungkin
dan tidak dengan cara terus terang, kasih sayang, dan dengan cara tidak mengejeknnya
dan ditempat tertentu agar menjadi motivasi. (6) Seorang guru yang bertanggung jawab
pada salah satu mata pelajaran, tidak boleh melecehkan mata pelajaran lain didepan
muridnya. (7) Guru harus menjelaskan pelajaran menurut pemahaman si murid. Jangan
diajarkan pelajaran yang belum sampai pada pemahannya. (8) Pelajar yang labat dalam
memahami pelajaran, hendaklah diberikan pelajaran yang jelas atau (remedial) sehingga
dengan sabar mereka akan mendapat berkah dan ta’zim gurunya.(Akip, 2021)
Seorang guru haruslah memiliki akhlak yang mulia seperti sopan, tawadhu, hudu,
tunduk pada Allah SWT dan selalu mendekatkan diri pada-NYA. Zuhud dunia adalah
sifat yang harus ada pada setiap guru. Selain akhlak yang mulia guru juga harus memiliki
karateristik agama melaksanakan syiar islam melaksanakan amalan sunah. Guru adalah
pendidik, pembuka mata hati manusia dan merupakan penerang dikala gelap serta
penghibur dikala duka. Guru sebagai pendidik, Guru itu sebagai fasilitator, Guru itu
sebagai motivator, Guru itu sebagai tempat bertanya, Guru itu sebagai petunjuk jalan,
Guru itu sebagai inovator. Akhlak guru dan murid itu sangat penting ketika masih dalam
proses belajar mengajar.
Hubungan Hubungan guru dan murid adalah seperti hubungan anak dan orang tua
dirumah. Hubungan guru dan murid biasanya akan harmonis dan akrab apabila hak dan
kewajiban kedua belah pihak saling terpenuhi. Di samping hak individu, ada juga hak
bersama keduanya. Di antara hak hak tersebut adalah : Guru adalah pemimipin
masyarakat, pembimbing, dan pengajar. Mereka diharapakan dapat membimbing generasi
muda kearah yang positif dan menuju kesejahtraan dan keselamatan. Di samping tugas
mengajar, mereka juga bertanggung jawab membentuk akhlak mulia.I Al-ghozali guru
mempunyai kewajiban antara lain: mencontoh Rosulullah, tidak meminta imbalan,
bertanggung jawab akan keilmuannya, Hendaklah ia membatasi pelajaran menurut
pemahaman mereka Hendaklah seorang guru ilmu praktis (syar’i) mengamalkan ilmu,
yang amal itu dilihat oleh hati, tapi orang yang melihat dengan mata kepala itu lebih
banyak dari mereka yang melihat dengan mata hati.(Rohayati, 2011)
METODE
Penelitian ini memiliki karakteristik permasalahan yang menjadi urgensi bagi calon
pendidik maupun seorang pendidik, maka peneliti menggunakan metode penelitian Kualitatif
deskriptif. Penelitian kualitatif adalah penelitian dengan menekankan anasila pada data
pengamatan yang berupa kata-kata. Pendekatan kualitatif oleh peneliti akan digunakan untuk
menganalisis relevansi ilmu, adab, dan akhlak guru agama Islam dalam mendidik siswa di
lingkungan sekolah. Analisa data ini lebih kami fokuskan pada data sekunder dari sumber data
jurnal, artikel yang berhubungan dengan judul penelitian saat ini. Menurut Naseer (2021)
Dalam penelitian yang dikenal dengan penelitian kualitatif, data disajikan secara formal dan
dianalisis bukab melalui metode data petunjuk. Poin dalam studi ini adalah Ilmu, akhlak, adab
seorang guru dalam proses mengajar dan sumber data yang akan kembali peneliti kritisi
kebenarannya menggunakan analisis kualitatif tentang bagaimana cara mendidik siswa yang
baik dan benar di lingkungan sekolah.
Penelitian ini menggunakan teknik analisis data yang runtut. Menurut Sugiyono (2017)
metode kualitatif analisis adalah menerangkan juga mengkolaborasikan konsep utama yang
terkait dengan topik diskusi., setelah itu disajikan secara cermat dengan meniti sumber data
esensial (pendapat peneliti tentang pendidikan saat ini) dan sekunder (penelitian terdahulu)
yang berkaitan dengan judul penelitian saat ini. Prosedur penelitian dimulai dari pengumpulan
data, pencatatan, kemudian diklasifikasikan berdasarkan mana data yang sesuai dan data yang
tidak relevan. Kemudian setelah data didapatkan proses selanjutnya adalah menggunakan
pendekatan deskriptif analisis. Menurut Marantika (2020) deskriptif analisis adalah pencarian
berupa fakta, hasil dari ide pemikiran seseorang melalui cara analisis dan interpretasi untuk
kemudian digeneralisasi dalam bentuk deskripsi. Setelah penulis mengumpulkan data dan
mendeskripsikan, kemudian peneliti menarik kesimpulan agar mendapatkan kebenaran dari
masalah yang kami teliti bersama.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Diskursus Figur pendidik menurut Al-Ghazaly
Metode dalam mendidik murid
Peran Guru PAI dalam Pendidikan Akhlak
Keteladanan adalah kunci utama dalam proses pembelajaran. Semua hal yang diajarkan
oleh guru akan menjadi contoh bagi siswanya yang kemudian akan dipraktikan baik di sekolah,
keluarga, maupun masyarakat umum. Guru mewariskan secara kasat mata kepada siswa terkait
aktivitas yang bisa menumbuhkan kepribadan muslim atau religius. Seperti melakukan
internalisasi nilai adab dan akhlak, menggali ilmu adab dan akhlak secara mendalam, dan
memberikan pengalaman secara langsung. Pengalaman tersebut bisa berupa pembiasaan yang
diberikan oleh sekolah kepada siswa, misalnya tadarus sebelum memulai kegiatan, berjabat
tangan jika akan masuk atau pulang sekolah, membaca Asmaul Husna setiap pagi, membaca
doa pembuka dan penutup belajar, mengadakan sholat berjamaah secara wajib, mengadakan
ekstrakurikuler keagamaan, memberikan contoh dari segi berpakaian, menerapkan 3S (Senyum,
sapa, salam), sering membantu orang lain, memuliakan orang lain, dan lain sebagainya.
Dalam mendidik karakter yang terpenting adalah keteladanan. Hal itu akan secara
inklusif masuk melalui pembiasaan dan penglihatan yang secara terus menerus. Keteladanan
yang dimaksud bisa saja berupa teladan dalam aspek kognitif (kepintaran akal), afektif
(pencerminan sikap), dan psikomotorik (kemampuan berinteraksi dengan baik dan benar).
Keteladanan dalam aspek kognitif bisa dicontohkan dengan guru memberikan contoh
bagaimana cara giat belajar, atau menceritakan pengalaman belajarnya saat sekolah sehingga
siswa tertarik untuk mengikutinya dan menjadi sukses, guru juga bisa memberi teladan lewat
ketinggian pengetahuan yang dimiliki setiap mereka melakukan proses pembelajaran. Contoh
untuk keteladanan afektif adalah dengan penerapan adab dan akhlak seorang guru mulai dari hal
kecil sampai hal yang terlihat memotivasi banyak orang, misalnya rendah hati, sering senyum,
tidak membeda-bedakan kasta dalam tenaga pendidikan, mau berkumpul dengan siapa saja,
sering memberikan petuah dll. Selanjutnya keteladanan dalam hal psikomotorik bisa dilakukan
dengan kemampuan guru dalam berinteraksi di dalam kelas, mengikuti banyak kegiatan yang
bisa menjadi contoh bagi siswa untuk mengasah kemampuan publik speakingnya, dan bisa juga
dengan guru Sering menggunakan bahasa yang santun dan tepat dalam interaksi sehari-hari.
Arti dari guru sebagai Role model dalam pendidikan adalah guru yang paling berperan
dalam perubahan sikap anak didiknya. Pada dasarnya perilaku yang dimiliki oleh guru adalah
siri kepribadian yang berkaitan dengan moralitas dan cerminan dari kualitas guru berbanding
lurus dengan etika yang harus dimiliki. Sehingga guru yang memiliki karakter tersebut mampu
mewujudkan perilaku yang diteladani oleh siswa. Melalui sikap dan tindakan yang ditunjukkan
oleh guru dan dapat dicontoh oleh siswa itu bisa disebut guru sedang menggunakan model
pembelajaran Role model bagi siswa. Role model diartikan sebagai model peran atau yang
paling berperan, dalam pendidikan yang menjadi figur model keteladanan adalah seorang guru
dan jika berhasil menanamkan pada siswa itu akan dianggap pembelajaran yang sukses. Guru
sebagai Role model artinya guru diikuti, ditiru, dan disukai segala tindakannya.

Urgensi Kompetensi Guru PAI


Proses pendidikan adalah proses agar individu mencapai derajat yang tinggi dan
mendekati kesempurnaan atau sebagai insan Kamil. Jika ditelusuri dengan baik, hadist yang
berkaitan dengan model pendidikan yang baik sebagai sarana penyebaran agama Islam adalah
hadist yang menceritakan tentang dakwah Nabi Muhammad SAW yang mengutamakan majlis
dan jamaahnya daripada dirinya. Dalam hal pendidikan saat ini, peserta didik adalah setiap
orang yang mau dan mampu untuk meluangkan waktunya untuk belajar bersama seorang
pendidik. Rasulullah sangat memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuan dan pemahaman
orang-orang tentang ilmu pengetahuan, makanya pendidikan saat ini juga harus mengikuti jejak
beliau dalam mengajarkan agama Islam.
Dakwah bisa dilakukan dimanapun dan kapanpun, yang pasti siapa yang mengajarkan
itu yang terpenting. Tidak harus mereka yang disebut sebagai ulama, kiyai atau keturunan nabi
yang berdakwah, tetapi para guru yang sedang berjuang mencerdaskan generasi muda juga bisa
disebut dengan berdakwah. Karena mereka juga menyeimbangkan antara ilmu, adab, dan
akhlak dalam penyampaiannya. Tidak bisa dipungkiri bahwa guru selalu memperhatikan ketiga
hal tersebut supaya bisa menginternalisasikan dan menjadi teladan bagi siswa, mereka berusaha
semaksimal mungkin dalam proses dakwah ini supaya peserta didik mampu menghayati apa
yang disampaikan. Guru berdakwah melalui materi pembelajaran agama Islam yang
disampaikan dalam kelas, menagih setiap siswa yang ada di dalam kelas supaya bisa memiliki
ilmu pengetahuan yang tinggi. Guru berdakwah melalui keteladanan yang dilakukan sehari-hari
merupakan bentuk dakwah yang praksis yang bisa dilakukan secara alamiah, dakwah ini berarti
tidak menunjukkan secara eksplisit ketinggian ilmu yang dimiliki tetapi lebih kepada
internalisasi adab dan akhlak yang menginterpretasikan bahwa guru itu memiliki ketinggian
ilmu.
Penyampaian ajaran agama Islam dalam pendidikan formal sekolah adalah kewajiban
yang dimiliki oleh semua pihak, terutama dari Kemendikbud atau Kemenag sendiri. Seperti
yang sering dicanangkan oleh Nadiem Makarim bahwa pendidikan karakter harus ada dan
menjadi prioritas di seluruh sekolah, hal itu menjadi pedoman bahwa sekolah memiliki peran
penting dalam penanaman nilai luhur dan nilai moral. Peran penting tersebut tertuang dalam
UU Sisdiknas No.20 tahun 2003 pasal 1 ayat 2 yang secara jelas menyatakan bahwa pendidikan
nasional harus berakar dari nilai agama. Pendidikan agama di sekolah sangat diutamakan dalam
pendidikan karena masyarakat juga membutuhkan output dari pendidikan tersebut. Urgensi
pendidikan atau dakwah di lingkungan sekolah adalah menanamkan nilai moral, nilai kebaikan,
nilai luhur pada diri peserta didik sehingga nantinya siswa akan memiliki kepribadian dan
pikiran yang kuat dan baik jika terjun pada masyarakat. Yang pasti sekolah bukan dijadikan
sebagai ajang penguatan tarekat atau organisasi tertentu, tetapi sekolah diutamakan untuk
menanamkan nilai moral dan penggunaan akal dalam beragama.
Dengan adanya pembelajaran Agama Islam di sekolah siswa akan secara terbiasa untuk
melakukan kegiatan religi di lingkungan luar sekolah, apalagi jika lingkungan keluarga dan
masyarakat mendukung siswa dalam proses internalisasi yang sedang dilakukan. Pendidikan
sebagai ajang dakwah memerlukan fasilitas yang memadai sebagai pendorong terlaksananya
proses dakwah, jadi sekolah dan yayasan juga harus ikut andil berperan bukan hanya seorang
guru yang berkewajiban melakukan dakwah. Semua harus bekerja sama agar urgensi atau hal
yang diutamakan dalam proses pendidikan bisa terlaksana sesuai target atau sesuai dengan
harapan bersama.

Rukun Dakwah dalam Kitab Ikhtisar Ihya’ Ulumuddin


KESIMPULAN
Ilmu (materi yang diajarkan kepada siswa), Adab (nilai kesopanan, Budi pekerti), dan
akhlak (tingkah laku atau tabiat) memiliki hubungan dalam proses pendidikan di lingkungan
sekolah. Keteladanan adalah kunci utama dalam proses pembelajaran. Semua hal yang
diajarkan oleh guru akan menjadi contoh bagi siswanya yang kemudian akan dipraktikan baik
di sekolah, keluarga, maupun masyarakat umum. Guru mewariskan perlakuan secara kasat mata
kepada siswa terkait aktivitas yang bisa menumbuhkan watak muslim atau religius. Dakwah
bisa dilakukan dimanapun dan kapanpun, yang pasti siapa yang mengajarkan itu yang
terpenting. Para guru yang sedang berjuang mencerdaskan generasi muda juga bisa disebut
dengan berdakwah. Karena mereka juga menyeimbangkan antara ilmu, adab, dan akhlak dalam
penyampaiannya. Tidak bisa dipungkiri bahwa guru selalu memperhatikan ketiga hal tersebut
supaya bisa menginternalisasikan dan menjadi teladan bagi siswa, mereka berusaha semaksimal
mungkin dalam proses dakwah ini supaya peserta didik mampu menghayati apa yang
disampaikan. Kapasitas pengajar PAI mencangkup semua tugas dalam profesinya pada prinsip-
prinsip Islam. Pengajar PAI senantiasa wajib bertaqwa kepada Allah SWT., Memiliki kadar
intelektual yang tinggi, dan bekerja secara profesional untuk bisa menanamkan kebaikan pada
diri peserta didik

DAFTAR PUSTAKA
Akip, M. (2021). Akhlak Guru Terhadap Murid Dalam Proses Pendidikan di Era Milenial
Perspektif Imam Ghazali. Jurnal Studi Keislaman, 18(2), 1–10.
https://doi.org/https://doi.org/10.37092/el-ghiroh.v18i2.242
ALWIZAR. (2015). Pemikiran Pendidikan Al-Ghazali. Al-Irfan : Journal of Arabic Literature
and Islamic Studies, 14(1), 129–149. https://doi.org/10.36835/al-irfan.v2i1.3384
Aslamiyah, S. S. (2021). Profesionalisme Guru Dalam Perspektif Islam. Akademika, 10(2),
173–186. https://doi.org/10.30736/akademika.v10i2.17
Aulia Bintang Suri, D. (2023). ANALISIS KOMPETENSI KEPRIBADIAN GURU
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN IMPLIKASINYA PADA MOTIVASI BELAJAR
PESERTA DIDIK DI SEKOLAH MENEGAH KEJURUAN NEGERI 3 MALANG.
Jurnal Pendidikan Islam, 8(2). https://jim.unisma.ac.id/index.php/fai/article/view/21157
Bakah, W. R. (2020). Etika Murid Kepada Guru Dalam Surah Al-Kahfi Ayat 65 -70 Dan
Implementasinya Pada Pendidikan Modern. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Raushan Fikr, 9(1),
93–108. https://doi.org/10.24090/jimrf.v9i1.4136
Bariroh, A., & Akmal, M. (2018). AMPLIFIKASI PROFESI GURU DALAM PROSES
PENDIDIKAN TRANSFORMATIF PERSPEKTIF AL-GHAZALI. Jurnal Ilmiah ISLAM
FUTURA, 18(1), 159–184. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.22373/jiif.v18i1.3288
Hamrin, & Wibowo, A. (2012). Menjadi Guru Berkarakter : Strategi membangun kompetensi
dan karakter guru (1st ed.). Pustaka Pelajar. https://inlislite.uin-suska.ac.id/opac/detail-
opac?id=10063
Jejen, M. (2011). Peningkatan Kompetensi Guru/ Jejen Musfah (1 (ed.); 1st ed.). Kencana.
https://onesearch.id/Record/IOS3605.JATEN-11120000000414
Munir, A. (2009). Spiritual Teaching : Agar Guru Senantiasa Mencintai Pekerjaan Dan Anak
Didiknya. Pustaka Insan Madani : https://opac.iainponorogo.ac.id/index.php?
p=show_detail&id=15050&keywords=
Rohayati, E. (2011). Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan Akhlak. Ta’dib Jurnal
Pendidikan Islam, 16(1). https://doi.org/https://doi.org/10.19109/td.v16i01.56
Romaida, R., & Darwis, M. (2023). Nasihat Pendidikan Anak Perspektif Imam Al-Ghazali
Kajian Kitab Ayyuhal Walad. JIPKIS: Jurnal Ilmiah Pendidikan Dan …, 3(3), 346–364.
https://doi.org/https://doi.org/10.55883/jipkis.v3i3.89
Siti Rohmatul Hidayah, D. (2021). KOMPETENSI KEPRIBADIAN GURU DI LEMBAGA
PENDIDIKAN PERSPEKTIF IMAM AL-GHOZALI DALAM KITAB IHYA’
ULUMUDDIN. … on Islamic Education, 5(1), 1–19.
http://jurnal.stitnualhikmah.ac.id/index.php/proceedings/article/view/854%0Ahttp://
jurnal.stitnualhikmah.ac.id/index.php/proceedings/article/download/854/599
Subakri, S. (2020). Peran Guru dalam Pandangan Al-Ghazali. Jurnal Pendidikan Guru, 1(2),
63–75. https://doi.org/10.47783/jurpendigu.v1i2.165
Suprihatiningrum, J. (2016). Guru Profesional Pedoman Kinerja, Kualifikasi, & Kompetensi
Guru. Ar-Ruzz Media. http://perpustakaan.pemkomedan.go.id:8123/opac/pencarian-
sederhana?action=pencarianSederhana&ruas=Pengarang&bahan=Semua Jenis
Bahan&katakunci=Suprihatiningrum, Jamil
Aziz, A., & SANTOSO, B. R. (2020). Nahi Mungkar Dalam Dakwah (Konstruksi Hadis
Dakwah Terhadap Pengembangan Dakwah). Tasamuh, 18(2), 189-210.
Iqbal, M., & Asman, A. (2021). Dakwah digital sebagai sarana peningkatan pemahaman
moderasi beragama dikalangan pemuda. Jurnal Ilmu Dakwah, 41(2), 172-183.
Pimay, A., & Savitri, F. M. (2021). Dinamika dakwah Islam di era modern. Jurnal Ilmu
Dakwah, 41(1), 43-55.
Abrar, A. M. (2022). Kompetensi Kepribadian Guru PAI Dalam Meningkatkan Interaksi
Pembelajaran Peserta Didik di SMP Integral Rahmatullah Toli-Toli. Formosa Journal of
Social Sciences (FJSS), 1(2), 221-238.
Harmita, D. (2021). Keteladanan Guru Pai Dalam Internalisasi Nilai Nilai Akhlakul Karimah
Siswa Di Smpn 7 Kota Bengkulu (Doctoral dissertation, UIN Fatmawati Sukarno
Bengkulu).
Aladdiin, H. M. F., & Ps, A. M. B. K. (2019). Peran Materi Pendidikan Agama Islam di
Sekolah dalam Membentuk Karakter Kebangsaan. Jurnal Penelitian Medan Agama,
10(2).
Lubis, N. S. (2022). Pembentukan Akhlak Siswa di Madrasah: Kontribusi Lingkungan Sekolah,
Kompetensi Guru, dan Mutu Pendidikan. Jurnal Pendidikan Agama Islam Al-Thariqah,
7(1), 137-156.
Illahi, F. F., Fahri, M., & Hamdani, I. (2022). Peran Adab Guru dalam Membentuk Karakter
Religius Siswa MA Negeri 2 Kabupaten Bogor. Jurnal Pendidikan dan Konseling
(JPDK), 4(5), 5659-5666.
Suhid, A. (2017). Pemantapan Komponen Akhlak Dalam Pendidikan Islam Bagi Menangani
Era Globalisasi (Strengthening Moral Component In Islamic Education In Facing The
Era Of Globalization). Jurnal Kemanusiaan, 3(2).
Maya, R. (2017). Karakter (Adab) Guru dan Murid Perspektif Ibn Jama’ah Al-Syafi’i. Edukasi
Islami: Jurnal Pendidikan Islam, 6(02), 33.
Rodhiyah, S. C. T., Khunaifi, M. A., & Radianto, D. O. Akhlak Guru dan Penerapannya dalam
Pembelajaran di Pesantren Menurut Kitab Adab Ad-Dunya Wa Ad-Diin. Panangkaran:
Jurnal Penelitian Agama dan Masyarakat, 5(1), 64-85.
Munawwir, M. T., & Muhid, A. (2020). Analisis Psikologi terhadap Adab-adab Guru dalam
kitab Adab al-Alim wa al-Muta’allim. Jurnal Pendidikan Islam Indonesia, 5(1), 80-97.
Wulandari, W. S., Muhammad, D. H., & Susandi, A. (2022). Profesionalisme Guru Pendidikan
Agama Islam Dalam Pembinaan Akhlak Siswa Di Smk Sunan Kalijaga Randuagung
Lumajang. Imtiyaz: Jurnal Ilmu Keislaman, 6(1), 9-23.
Abdullah, W. A. A. W., Razak, K. A., & Hamzah, M. I. (2021). Model Guru Pendidikan Islam
Komprehensif. Asean Comparative Education Research Journal On Islam and
Civilization (acer-j). eISSN2600-769X, 4(1), 63-74.
Fadlillah, F., & Wakhidah, U. (2022). Akhlak Murid dan Guru Analisis Kitab Adab Al-‘Alim
Wa Al-Muta’allim Karya Hadhrotus Syaikh Kh. Hasyim Asy’ari. As-Sunniyyah, 2(01),
1-30.
Anshori, A., & Fanany, A. A. (2019). Pemikiran Bakr Bin Abdullah Dan Abdul Qadir Bin
Abdul Aziz Tentang Adab Dan Akhlak Penuntut Ilmu. Profetika: Jurnal Studi Islam,
18(2), 130-138.
Fazrilian, N. F., Yahya, W., & Nandang, H. M. Z. (2022, August). Urgensi Pembinaan Karakter
Mahasiswa Fakultas Dakwah dalam Membentuk Da’i Profesional. In Bandung
Conference Series: Islamic Broadcast Communication (Vol. 2, No. 2, pp. 118-123).
Hanum, P. (2021). Model Pendidikan Anak Dalam Hadis Dan Urgensinya Dalam Dakwah.
IndraTech, 2(2), 104-113.
Aisyah, S., & Astarina, N. (2020). Urgensi Bimbingan Dan Penyuluhan Islam Terhadap Anak
Putus Sekolah Di Kecamatan Duampanua Kabupaten Pinrang. Jurnal Mercusuar, 1(1).
Muhtadi, A. S., Saefullah, U., Rosyidi, I., & Anugrah, D. (2020). Digitalisasi dakwah di era
disrupsi: Analisis urgensi dakwah Islam melalui new media di Tatar Sunda.
Mujahidin, M. (2019). Urgensi Majelis Taklim Sebagai Lembaga Dakwah di Masyarakat.
Alhadharah: Jurnal Ilmu Dakwah, 17(33), 1-12.
Arahman, M. A. H., & Pratikno, A. S. (2022). Urgensi Pendidikan Karakter di Tengah
Masifnya Pengaruh Globalisasi Kebudayaan: Ditinjau dari Perspektif Agama Islam.
Attanwir: Jurnal Keislaman dan Pendidikan, 13(2), 133-145.
Khakiim, U. (2017). Guru Sebagai Role Model Individu Berkarakter Bagi Peserta Didik Untuk
Mendukung Keberhasilan Pelaksanaan Pendidikan Karakter. Karya Ilmiah Dosen, 3(2).
Ishak, I. D. (2019). Urgensi Mata Kuliah Pendidikan Karakter Di Fakultas Keguruan Dan Ilmu
Pendidikan Dalam Kontelasi Guru Sebagai Role Model Bagi Peserta Didik. Akademika,
7(2), 91-103.
Nurhadi, N. (2020). Fungsi Dan Tanggung Jawab Suami Mendidik Keluarga Perspektif Nabi
Muhammad SAW Dalam Kitab Hadis Kutub Al-Tis’ ah. Al-Fikra: Jurnal Ilmiah
Keislaman, 18(2), 208-256.
Sidik, H., Sudirman, S., & Rasyid, M. R. (2020). Pendidikan Anak Dalam Persfektif Hadis. Al-
Riwayah: Jurnal Kependidikan, 12(2), 221-242.
Bafadhol, I. (2017). Pendidikan Akhlak Dalam Perspektif Islam. Edukasi Islami: Jurnal
Pendidikan Islam, 6(02), 19.
Sapada, A. O., & Arsyam, M. (2020). Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Menurut Pandangan
Islam.
Sholahudin, U. (2019). Globalisasi: Antara Peluang Dan Ancaman Bagi Masyarakat
Multikultural. Jurnal Sosiologi Pendidikan Humanis, 4(2), 103-114.
Wulandari, W. S., Muhammad, D. H., & Susandi, A. (2022). Profesionalisme Guru Pendidikan
Agama Islam Dalam Pembinaan Akhlak Siswa Di Smk Sunan Kalijaga Randuagung
Lumajang. Imtiyaz: Jurnal Ilmu Keislaman, 6(1), 9-23.

Anda mungkin juga menyukai