Anda di halaman 1dari 7

kajian sosiologis penyelenggaraan Pendidikan Agama  

Islam oleh berbagai kelompok


pengajian di masyarakat

1. Latar belakang diselenggarakannya Pendidikan  Agama  Islam di masyarakat

Manusia dan pendidikan adalah dua hal yang tidak bisa dipishakan. Manusia
sepanjang hidupnya melakukan pendiikan. Bila pendidikan bertujuan membina
manusia dalam semua segi kemanusiaannya, maka semua kehidupan manusia harus
bersinggung dengan dimensi spritual, moralitas, sosialitas, emosional, rasioanalitas,
estetis dan fisik(Hair 2018)

Pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh pendidik kepada terdidik


terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju kepribadian yang lebih
baik, yang pada hakikatnya mengarah pada pembentukan manusia yang ideal.
Manusia ideal adalah manusia yang sempurna akhlaqnya. Yang nampak dan sejalan
dengan misi kerasulan Nabi Muhammad SAW, yaitu menyempurnakan akhlaq yang
mulia (Purnama 2018)

Sentuhan pendidikan Agama Islam dalam konteks pembentukan karakter


sangat kuat dan strategis. PAI yang berisikan nilai normatif dan sosiologis mendapat
porsi yang kuat dalam pembangunan nasional(Suryadi 2016)

Adapun pendidikan Islam menurut pandangan beberapa para ahli


menyatakan
Pendidikan Islam menurut prof. Dr. Omar Muhammad Al- Tauny Al-Saebani
diartikan sebagai usaha megubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya
atau kemasyarakatannya dan kehidupan dalam alam sekitar melalui proses
kependidikan yang dilandasi dengan nilai-nilai islami(Purnama 2018)

2. Tujuan dan fungsi Pendidikan Agama Islam di masyarakat

Pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan keluarga, sekolah dan


masyarakat. Karena Pendidikan sangat berperan penting dalam kehidupan manusia;
tanpa pendidikan, manusia tak berdaya. Pada dasarnya pendidikan adalah usaha orang
tua atau generasi tua untuk mempersiapkan anak atau generasi mudanya agar nantinya
dapat hidup secara mandiri dan mampu melaksanakan tugas-tugas dalam hidupnya
secara baik (Djaelani 2013)

Dengan demikian pendidikan agama merupakan suatu usaha bimbingan dan


asuhan terhadap anak didik agar nantinya dapat mengamalkan ajaran
agamanya(Djaelani 2013)

Sehingga dapat dipahami bahwa tujuan pendidikan agama Islam adalah: (1)
terbentuknya kepribadian yang utuh jasmani dan rohani (insan kamil) yang tercermin
dalam pemikiran maupun tingkah laku terhadap sesama manusia, alam serta
Tuhannya, (2) dapat menghasilkan manusia yang tidak hanya berguna bagi dirinya,
tapi juga berguna bagi masyarakat dan lingkungan, serta dapat mengambil manfaat
yang lebih maksimal terhadap alam semesta untuk kepentingan hidup di dunia dan
akhirat, (3) merupakan sumber daya pendorong dan pembangkit bagi tingkah laku dan
perbuatan yang baik, dan juga merupakan pengendali dalam mengarahkan tingkah
laku dan perbuatan manusia(Hair 2018);

Pendidikan agama Islam bermakna upaya mendidikkan agama Islam atau


ajaran Islam dan nilai-nilainya agar menjadi pandangan dan sikap hidup seseorang.
Dari aktivitas mendidikkan agama Islam itu bertujuan untuk membantu seseorang
atau sekelompok anak didik dalam menanamkan dan atau menumbuhkembangkan
ajaran Islam dan nilai-nilainya untuk dijadikan sebagai pandangan hidupnya(Wafi
2017)

Peran Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga dan Masyarakat yang


dimilikinya itu untuk kebaikan masyarakat, lingkungan dan bangsanya(Hair 2018)

3. Desain Kurikulum dan program penyelenggaraan Pendidikan Agama Islam di


Masyarakat

Kurikulum dapat dijadikan sebagai alat transformasi nilai dan warisan


budaya, masa lampau yg dianggap masih sesuai dan bisa dipertahankan samapai saat
ini. Peranan konservatif ini pada hakikatnya menempatkan kurikulum yang
berorientasi ke masa lampau. peranan ini sifatnya menjadi sangat mendasar,
disesuaikan dengan kenyataan bahwa pendidikan pada hakikatnya merupakan proses
sosial. Salah satu tugas pendidikan yaitu memengaruhi dan mendidik peserta didik
agar supaya sesuai dengan nilai social yg ada di masyarakat sekitarnya(Wafi 2017).

Kurikulum merupakan salah satu komponen penting dalam pendidikan


karena kurikulum sebagai sarana yang membawa pada pencapaian tujuan pendidikan.
Tanpa kurikulum, pendidikan akan berjalan terseok-seok dan tanpa arah yang jelas
sehingga tujuan pendidikan tidak akan tercapai secara efektif dan efisien(Mansur
2016)

4. Peran dan fungsi pimpinan kelompok pengajian, muballigh, dan jamaah pengajian
dalam penyelengaraan pendidikan Agama Islam di masyarakat,  serta hubungan
ketiganya

salah satunya mubaligh, mubaligh mempunyai peranan yang sangat penting


dalam keberlangsungan proses dakwah. Di mana ia adalah motor penggerak untuk
menyeru segenap manusia ke jalan Allah dan selalu mengajarkan untuk berbuat
kebaikan dan menjauhi hal yang munkar(Person and Shodiqin 2012). Ada beberapa
kriteria yang harus dimiliki seorang mubaligh, diantaranya memilki pengetahuan yang
cukup luas, menggunakan metode dakwah yang variatif dan selain itu secara mental
seorang mubaligh harus benarbenar siap menyampaikan ajaran Allah dengan segala
konsekuensinya. Kemampuan seorang da’i dalam menyampaikan pesan tabligh
menjadi daya tarik tersendiri agar mad’u dapat menyerap dengan mudah pesan
dakwah yang disampaikan. Selain itu juga sosok atau figur seorang da’i merupakan
hal yang penting agar masyarakat dapat tertarik. Profesionalitas seorang da’i pun
dalam mengembangkan dakwah Islam sangat berpengaruh pada daya tarik mad'u agar
masuk ke berbagai kalangan, selain dihadapkan dengan permasalahan yang plural
juga eksistensi diri harus lebih ditingkatkan untuk meyakinkan mad’u supaya pesan
dakwah yang disampaikan mengandung esensi dan menyentuh persoalan umat dan
seorang da’i dapat menjadi teladan dalam prilaku sehari-hari

5. Model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Masyarakat


Bangsa Indonesia bangsa yang majemuk / multikultural baik suku, ras,
budaya dan bahasa serta agamanya. Untukitu kurikulum pendidikan yang baik adalah
kurikulum yang didesain berbasis multikultural. Pengembangan kurikulum
pendidikan agama Islam multikultural bukan pekerjaan mudah, bukan seperti
mengiris bawang merah bawang putih sebagai bumbu masakan. Melainkan harus
memperhatikan prinsip dalam pengembangan kurikulum(Mansur 2016)

Hasan memberikan penegasan berkaitan dengan pengembangan kurikulum


dengan menggunakan pendekatan pengembangan multikultural yang didasarkan pada
prinsip: a. Keragaman budaya menjadi dasar dalam menentukan filsafat. b.
Keragaman budaya menjadi dasar dalam pengembangan berbagai
komponenkurikulum, seperti tujuan, konten, proses, dan evaluasi. c. Budaya di
lingkungan unit pendidikan adalah sumber belajar dan objek studi yang harus
dijadikan bagian dari kegiatan belajar siswa. d. Kurikulum berperan sebagai media
dalam mengembangkan kebudayaan daerah dan nasional (Suryana, Rusdiana,
2015:247).

Pada dasarnya pola pendidikan keagamaan dalam keluarga berbeda-beda


antar keluarga satu dengan keluarga lainnya. Perbedaan pola pendidikan keagamaan
dalam keluarga tersebut akan mempengaruhi akhlak anak dalam kehidupan sehari-
hari. Hal ini senada dengan firman dalam QS. At-Tahrim ayat 6 bahwa pendidikan
Islam membawa pengaruh besar di lingkungan keluarga dalam proses pembentukan
karakter islami, watak dan kepribadian anak(Lestari and Anshori 2021)

6. Sistem evaluasi Pendidikan Agama Islam di masyarakat

Adapun objek atau sasaran yang dapat dievaluasi dalam Pendidikan Islam
memiliki beberapa kategori, Pertama Tingkah laku maupun kepribadian siswa,
dimana hal ini mencakup sikap, minat, bakat, cara siswa memperhatikan proses
belajar mengajar, keterampilan siswa baik dalam kelas maupun di luar kelas. Karena
perilaku yang baik dapat membentuk kebiasaan yang baik, dan begitupun sebaliknya.
Kedua Kemampuan siswa dalam menangkap pendidikan dan pengajaran yang
diberikan. Seperti penguasaan materi pelajaran yang telah diberikan oleh guru dalam
proses belajar mengajar, hal ini biasanya dilakukan setelah selesai proses belajar
mengajar di kelas, maupun dapat dilakukan di akhir semester. Ketiga Proses belajar
dan mengajar yang dilakukan guru dan murid selama di kelas, karena hal tersebut
dapat menunjang keberhasilan dalam proses belajar siswa(Sari 2018)

7. 7. Model pengelolaan dan pola kepemimpinan penyelenggaraan Pendidikan Agama


Islam di Masyarakat

Kesadaran masyarakat Indonesia akan pentingnya pendidikan dalam


meningkatkan kualitas SDM menyongsong masa depan yang lebih baik kini
makin terasa, terlebih dalam pentingnya Pendidikan Agama Islam. Dalam
kepemimpinan penyelenggaraan Pendidikan Agama Islam di masyarakat lebih
berpusat kepada seorang kyai atau pimpinan pondok pesantren. Secara umum, dari
segi kepemimpinan, Pendidikan agama di masyarakat terpusat pada seorang kiai. Kiai
sebagai salah satu unsur dominan dalam kehidupan bermasyarakat. Ia mengatur irama
pekembangan dan keberlangsungan kehidupan masyarakat dengan keahlian,
kedalaman ilmu, karisma, dan keterampilannya.

Seorang kiai dalam kehidupan masyarakat memiliki berbagai macam peran,


termasuk sebagai ulama, pendidik dan pengasuh, penghubung masyarakat, pemimpin,
dan pengelola pesantren. Peran yang begitu kompleks tersebut menuntut kiai untuk
bisa memosisikan diri dalam berbagai situasi yang dijalani. Dengan demikian,
dibutuhkan sosok kiai yang mempunyai kemampuan, dedikasi, dan komitmen yang
tinggi untuk bisa menjalankan peranperan tersebut.

Kepemimpinan karismatik kiai di pondok pesantren ditimbulkan oleh


keyakinan santri dan masyarakat sekitar komunitas pondok pesantren bahwa kiai
sebagai perpanjangan tangan Tuhan dalam menyampaikan ajaran-Nya. Fenomena
keyakinan tersebut dimanifestasikan dalam sikap taklid (mengikuti dengan tidak
mengetahui ilmunya) yang hampir menjadi tradisi dalam kehidupan sehari-hari. Kiai
mempunyai wibawa luar biasa dan mempunyai pengaruh luas yang tidak dibatasi
aturan-aturan formal. Kiai mempunyai kemampuan untuk mengetahui untuk
memengaruhi dan meyakinkan masyarakat. Karena itu, segala ajaran, perintah,
maupun larangan dipatuhi oleh masyarakat dan jamaahnya. Seorang pemimpin yang
mempunyai karisma dan beriman, selalu menyadari dan mensyukuri kelebihan dalam
kepribadiannya sebagai pemberian Allah. Karena itu, kelebihan tersebut akan
digunakan untuk mendorong dan mengajak orang-orang yang dipimpinnya berbuat
sesuai sesuai dengan tuntutan dan ketentuan Allah.

Untuk menjadi seorang kiai karismatik, di samping kiai memiliki ilmu agama
yang mumpuni, juga mempunyai berbagai kelebihan lain dibanding masyarakat
umumnya. Tingkat keikhlasan serta semangat berkorban harta, tenaga, bahkan jiwa
raga demi kepentingan umum menjadi karakteristiknya. Kiai bukan sekadar memberi
arahan, melainkan mengambil rasa sakit bagi masyarakat, memberi perlindungan,
bahkan menjadi problem solver di tengah masyarakat. Kiai adalah pimpinan
karismatik yang memiliki ciri-ciri sifat rendah hati, terbuka untuk dikritik, jujur dan
memegang amah, berlaku adil, komitmen dalam perjuangan, serta ikhlas dalam
berbakti dan mengabdi kepada Allah.

8. Interaksi sosial, konflik dan integrasi dalam penyelenggraan Pendidikan Agama Islam
di masyarakat

Perubahan dan dinamika penyelenggaraan Pendidikan Agama Islam di


masyarakat

9. Profil hasil penyelenggraaan Pendidikan Agama Islam di masyarakat dan


relevansinya dengan kebutuhan kehidupan sekarang dan masa depan.

Pendidikan keagamaan pada umumnya diselenggarakan oleh masyarakat


sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat. Jauh sebelum
Indonesia merdeka, perguruan-perguruan keagamaan sudah lebih dulu berkembang.
Selain menjadi akar budaya bangsa, agama disadari merupakan bagian tak terpisahkan
dalam pendidikan. Jika kita mengetahui Pendidikan keagamaan berdasarkan PP
nomor 55 tahun 2007 tentang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan
merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan
peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama dan/atau
menjadi ahli ilmu agama dan mengamalkan ajaran agamanya. Secara historis,
keberadaan pendidikan keagamaan berbasis masyarakat menjadi sangat penting dalam
upaya pembangunan masyarakat, terlebih lagi karena bersumber dari aspirasi
masyarakat yang sekaligus mencerminkan kebutuhan masyarakat sesungguhnya akan
jenis layanan pendidikan. Namun demikian masih menyisakan permasalahan dimana
pada kenyataan terdapat kesenjangan sumber daya yang besar antar pendidikan
keagamaan dengan pendidikan nasional/umum. Penyelenggaraan pendidikan
keagamaan pada umumnya diselenggarakan oleh kelompok masyarakat dari pemeluk
agama yang bersangkutan. Fungsi pendidikan keagamaan adalah untuk membantu
seseorang agar mampu memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran agamanya.

Anda mungkin juga menyukai