Anda di halaman 1dari 6

NAMA : INTAN PEBRIYATI

KELAS : SOSIOLOGI AGAMA 5A

MATA KULIAH : SOSIOLOGI ISLAM

FENOMENA GHASAB DI LINGKUNGAN PESANTREN BERDASARKAN TINJAUAN


SOSIOLOGIS

BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pesantren adalah suatu sarana pendidikan yang sudah ada sejak zaman dahulu. Pesantren
juga merupakan lembaga-lembaga yang aturannya berpedoman pada ajaran islam guna
menciptakan manusia yang berakhalakul karimah serta memahami bagaimana kehidupan
yang baik dalam artian selamat dunia dan akhirat. Dalam lingkungan pesantren terdapat
murid yang secara umum kita menyebutnya sebagai santri. Pada sebuah pesantren juga
terdapat aturan-aturan yang mewajibkan santrinya untuk mematuhinya, dan jika saja ada
seorang santri yang melanggar mereka akan mendapatkan hukuman yang telah ditentukan
atau tertulis. Dalam sebuah lingkungan pesantren tentu tidak hanya hal-hal baik saja yang
terjadi. Di dalam lingkungan pesantren juga banyak penyimpangan sosial yang
mewarnainya, seperti contohnya Ghasab. Ghasab adalah salah satu penyimpangan yang
sering dilakukan oleh para santri.
B. Tujuan
Tujuan penulisan paper ini adalah untuk mengetahui apa itu ghasab, factor yang
mempengaruhi santri untuk melakukan ghasab, dan bagaimana pesantren tersebut
menanggulangi fenomena ghasab.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan judul paper di atas, rumusan masalah yang menjadi focus dalam penulisan
ini adalah: untuk mengetahui apa itu fenomena ghasab, factor yang mempengaruhi santri
melakukan ghasab, dan cara penanggulangan fenomena ghasab tersebut oleh para
pengurus pesantren tersebut.
BAB II: PEMBAHASAN.

A. Pengertian Ghasab

Ghasab adalah fenomena perbuatan mengambil harta atau hak orang lain tanpa mendapat
izin pemiliknya dengan unsur paksaan yang dilakukan secara terang-terangan. Sedangkan
menurut Muhammad Khatib Syarbini mendeskripsikan ghasab sebagai mengambil
sesuatu atau barang secara dzalim dan secara terang-terangan, ia juga mengartikan secara
terminology yaitu sebagai upaya menguasai hak orang lain secara permusuhan atau
terang-terangan. ( Nur Iqbal Mahfudz, Jurnal Agama dan Hak Asasi Manusia, Mei 2017:
256)

Sebenarnya penggunaan pada perilaku ghasab itu tidak sepenuhnya bermaksud untuk
menjadi kepemilikian tetap, hanya untuk keperluan sesaat. Setelah selesai menggunakan
barang tersebut, maka akan dikembalikan lagi meski tidak ditempat semula. perilaku
ghasab ini sering terjadi pada lingkungan pesantren. Karena banyaknya santri yang
menempati (mondok) maka tak heran lagi bahwa banyak juga barang bawaan mereka.
Maka terkadang sebagian santri berpikir bahwa barang-barang itu untuk digunakan
bersama-sama. Fenomena ghasab ini bukanlah suatu hal baru bagi lingkungan pesantren.
Meski pada umumnya mengetahui bahwa ghasab itu dilarang agama mereka tetap
melakukannya karena itu sudah menjadi tradisi di lingkungan pesantren.

fenomena ghasab berbeda dengan perilaku mencuri. Pada fenomena ghasab pelaku hanya
meminjam atau tidak mempunyai niatan untuk memilikinya, sedangkan pada pencurian
itu pelaku memang berniat untuk memiliki barang tersebut. Fenomena ghasab ini jika
dibiarkan akan menjadi cikal bakal perbuatan pencurian. Karena pada fenomena ghasab
ini pelaku menganggap bahwa itu adalah hal yang biasa.

Fenomena ghasab ini juga bisa disebut dengan penyakit sosial. Kenapa penyakit sosial?
Karena penyakit sosial sendiri adalah suatu tindakan yang bermuncul dalam sebuah
lingkungan organisasi. Penyakit sosial ini juga disebut sebagai disorganisasi sosial karena
gejalanya berkembang menjadi ekses sosial yang mengganggu keutuhan dan kelancaran
berfungsinya organisasi sosial yang dalam paper ini ditujukan pada pesantren.

Semua tingkah laku yang dianggap sakit secara sosial merupakan bentuk dari
penyimpangan sosial yang sukar diorganisis, sulit diatur dan ditertibkan sebab para
pelakunya memakai cara pemecahan sendiri yang non konvensional, tidak umum, luar
biasa atau abnormal sifatnya, biasanya mereka mengikuti kemauan dan cara sendiri demi
kepentingan pribadi, Karena itu deviasi tingkah laku tersebut dapat mengganggu dan
merugikan subjek pelaku sendiri dan atau masyarakat lainnya. (asnil aida, 2019: 19)

B. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Santri Pada Fenomena Ghasab


Pada fenomena ghasab ini biasanya terjadi pada pesantren dengan system pendidikan
salafiyah atau biasa disebut pesantren salafi. Hal tersebut disebabkan pesantren salafi
masih sangat minim fasilitas yang mengakibatkan santri masih mengandalkan barang
milik santri lainnya. (Mila Nabila Zahara, et al., Jurnal Sosietas, 2018, 467)
Namun pada saati ini budaya ghasab sudah sampai pada pesantren modern. Biasanya
pesantren modern mempunyai bangunan dan fasilitas yang lengkap dan memadai bagi
santrinya. Tetapi tetap saja fenomena ghasab ini tetap menjadi tradisi para santri. Pada
penelitian Khoiriyah (2014) mengatakna ada beberapa penyebab ghasab diantaranya:
1) Pola hubungan interpersonal yang baik sesama santri menciptakan anggapan
bahwa barang pribadi di pesantren merupakan barang milik bersama.
2) Adanya mata rantai yang menghasab dan dighasab sehingga fenomena ghasab
terus terjadi.
3) Jika santri dihadapkan pada kondisi yang situasional, maka santri lainpun juga
dihadapkan pada kondisi yang sama.
Selain pendapat dari Khoiriyah juga ada beberapa factor yang memengaruhi fenomena
ghasab. Factor yang pertama adalah factor individu. Melalui kedaan individu seseorang
meresa bebas untuk menentukan apa yang akan mereka lakukan. Mereka merasa
mempunyai hak yang membebaskan mereka untuk berperilaku sesuka mereka. Apalagi
pada lingkungan pesantren yang notabene mempunyai santri berasal dari daerah manapun
dan yang pasti memiliki latar belakang berbeda bebas untuk melakukan tindakan yang
sesuai norma maaupun yang larangan norma yang ada di pesantren tersebut. Dari
kebebasan bertindak tersebut muncul alasan utama seseorang melakukan perilaku
menyimpang yaitu karena factor human eror, sebuah anggapan dalam konsep
penyimpangan sosial bahwa setiap individu yang lahir kedunia memiliki kecenderungan
untuk melakukan disosiasi sosial. (Mila Nabila Zahara, et al., Jurnal Sosietas, 2018, 470)
Factor yang kedua adalah factor lingkungan. Fenomena ghasab di pesantren ini bisa saja
terjadi dari dulu atau memang sudah menjadi tradisi, kurangnya teladan dari para senior-
senior santri dan kurangnya pembinaan dari pengurus pesantren.
C. Upaya Penanggulangan Fenomena Ghasab oleh Pesantren
Fenomena ghasab mendapat tolakan oleh pengurus dan santri di pesantren. Mereka
menganggap bahwa ghasab adalah bagian dari penyimpangan sosial. Maka
selayaknya dalam kajian sosiologis bahwa penyimpangan sosial itu merupakan studi
penyimpangan yang ditolak oleh masyarakat banyak. Karena mereka menganggap
bahwa penyimpangan sosial itu sangatlah merugikan untuk pihak lainnya. Beberapa
pesantren melakukan upaya-upaya untuk mencegah fenomena ghasab tersebut.
Adapun upaya-upaya tersebut bisa berupa :
i. Upaya mengubah persepsi mengenai fenomena ghasab. Semula kebanyakan
santri menganggap bahwa ghasab adalah tindakan yang biasa maka pihak
pesantren atau pengurus pesantren selayaknya memberikan pengarahan
mengenai ghasab bahwasanya fenomena ghasab itu merupakan bagian dari
penyimpangan sosial entah itu dari segi sosial maupun agama.
Membudidayakan kata meminjam meskipun barang tersebut milik teman
dekat. Tak hanya lewat teguran atau pelajaran disekolah, tetapi menyuarakan
bahwa fenomena ghasab merupakan tindakan haram bisa melewati khutbah-
khutbah ketika sholat (pengajian).
ii. Upaya yang kedua untuk mencegah fenomena ghasab yakni dengan teladan
yang baik. Salah satu factor fenomena ghasab adalah tradisi yang turun
temurun dari santri senior. Jadi untuk mencegah fenomena ghasab terulang
kembali seharusnya santri senior memberikan teladan bagi adik-adik santri
lainnya. Karena jika mereka melihat bahwa kakak santrinya tidak
membiasakan melakukan ghasab maka dengan sendirinya adik-adik santri
akan mengikuti tindakan kakak santri lainnya, atau terkadang mereka akan
mempunyai rasa malu (rasa sungkan) terhadap santri lainnya. Salah satu
tindakan yang dapat di aplikasikan dalam lingkungan pesantren adalah
memberikan teladan yang baik (Mila Nabila Zahara, et al., Jurnal Sosietas,
2018, 476)
iii. Upaya yang ketiga untuk mencegah fenomena ghasab adalah mempertegas
kedisiplinan. Maksud dari mempertegas kedisiplinan adalah jika ada salah
satu santri yang melakukan penyimpangan sosial atau pelanggaran maka
sudah selayaknya dia diberikan sanksi yang telah ditentukan. Pelanggaran
terjadi akibata ada peluang untuk melakukannya. Maka itulah guna
mempertegas kedisiplinan untuk mengikis atau membuang peluang tersebut.
Sedangkan cara untuk pengendalian penyimpsngan sosial yaitu dengan tindakan
preventif dan refresif. Dalam setiadi dan kolip (2013, hlm 255-266) menjelaskan
bahwa: pengendalian preventif sosial adalah segala bentuk pengendalian yang berupa
pencegahan atas perilaku menyimpang agar dalam kehidupan sosial tetap konformis,
sedangkan pengendalian sosial represif adalah bentuk pengendalian sosial yang
bertujuan untuk mengembalikan kekacauan sosial atau mengembalikan situasi
deviasi menjadi kedaan yang kindusif kembali.

BAB III: PENUTUP

Kesimpulan

Fenomena ghasab adalah fenomena mengambil atau meminjam barang orang lain
tanpa izin secara terang-terangan. Fenomena ghasab ini berbeda dengan pencurian
karena pada fenomena ghasab tidak ada rasa untuk memiliki sepenuhnya sedangkan
dalam mencuri memang diarahkan untuk memiliki barang itu seutuhnya. Fenomena
ghasab seringkali terjadi pada lingkungan pesantren yang notabene mempunyai
banyak santri yang pastinya mempunyai latar belakang yang berbeda. Tak hanya itu
fenomena ghasab muncul dari rasa kedekatan sehingga menimbulkan pemikiran
bahwa barang tersebut adalah milik bersama. Fenomena ghasab sudah menjadi tradisi
santri. Ada beberapa factor fenomena ghasab yaitu dari persepsi ghasab itu sendiri
dan juga factor lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Dr. Hj. asnil aida nasution, MA. patologi sosial dan pendidikan islam keluarga. surabaya: scopindo media
pustaka, 2019.

mahfudz, nur iqbal. "hukum pidana islam tentang korupsi." jurnal agama dan hak asasi manusia, 2017:
256.

mila nabila zahara, wilodati, dan udin supriadi. "tinjauan sosiaologis fenomena ghasab di lingkungan
pesantren dalam perspektif penyimpangan sosial." jurnal sosietas, 2019: 467-476.

Anda mungkin juga menyukai