Anda di halaman 1dari 151

Y

M
U M
D
Daftar Isi i
Y
M
U M
D
ii manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat
Y
M
U M
D
Divisi Buku Perguruan Tinggi
PT RajaGrafindo Persada
J A K A R T A

Daftar Isi iii


Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Ahmad Suriansyah
Manajemen Hubungan Sekolah Dengan Masyarakat: Dalam Rangka Pemberdayaan
Masyarakat/Ahmad Suriansyah—Ed. 1—2.—Jakarta: Rajawali Pers, 2015.
viii, 142 hlm., 24 cm
Bibliografi: hlm. 135
ISBN 978-979-769-766-2

1. Hubungan Masyarakat — Sekolah I. Judul


371.19

Hak cipta 2014, pada Penulis

M
M
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apa pun,
termasuk dengan cara penggunaan mesin fotokopi, tanpa izin sah dari penerbit

2014.1421 RAJ

U
Drs. Ahmad Suriansyah, M.Pd., Ph.D.
Manajemen Hubungan Sekolah Dengan Masyarakat:
Dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat

Cetakan ke-1, Juli 2014

D
Cetakan ke-2, Februari 2015
Hak penerbitan pada PT RajaGrafindo Persada, Jakarta
Desain cover oleh octiviena@gmail.com
Dicetak di Kharisma Putra Utama Offset

PT RajaGrafindo PersadA
Kantor Pusat:
Jl. Raya Leuwinanggung, No.112, Kel. Leuwinanggung, Kec. Tapos, Kota Depok 16956
Tel/Fax : (021) 84311162 – (021) 84311163
E-mail : rajapers@rajagrafindo.co.id http: //www.rajagrafindo.co.id

Perwakilan:
Jakarta-14240 Jl. Pelepah Asri I Blok QJ 2 No. 4, Kelapa Gading Permai, Jakarta Utara, Telp. (021) 4527823.
Bandung-40243 Jl. H. Kurdi Timur No. 8 Komplek Kurdi Telp. (022) 5206202. Yogyakarta-Pondok Soragan Indah
Blok A-1, Jl. Soragan, Ngestiharjo, Kasihan Bantul, Telp. (0274) 625093. Surabaya-60118, Jl. Rungkut Harapan
Blok. A No. 9, Telp. (031) 8700819. Palembang-30137, Jl. Kumbang III No. 4459 Rt. 78, Kel. Demang Lebar Daun
Telp. (0711) 445062. Pekanbaru-28294, Perum. De’Diandra Land Blok. C1/01 Jl. Kartama, Marpoyan Damai, Telp.
(0761) 65807. Medan-20144, Jl. Eka Rasmi Gg. Eka Rossa No. 3 A Komplek Johor Residence Kec. Medan Johor,
Telp. (061) 7871546. Makassar-90221, Jl. ST. Alauddin Blok A 9/3, Komp. Perum Bumi Permata Hijau, Telp. (0411)
861618. Banjarmasin-70114, Jl. Bali No. 33 Rt. 9, Telp. (0511) 3352060. Bali, Jl. Imam Bonjol g. 100/v No. 5b,
Denpasar, Bali, Telp. (0361) 8607995

iv manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


Y
kata pengantar

M
M
Peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui proses pendidikan
merupakan prioritas kebijakan dalam dunia pendidikan. Kebijakan ini
diimplementasikan dalam berbagai program pembangunan pendidikan, salah

U
satunya adalah pendekatan manajemen berbasis sekolah yang memberikan
otonomi kepada sekolah dalam bidang-bidang tertentu untuk mengembangkan
dan meningkatkan mutu sekolahnya sesuai dengan potensinya masing-

D
masing. Kebijakan ini seiring dengan kebijakan dalam otonomi daerah, yang
diharapkan akan dapat mempercepat peningkatan mutu pendidikan di daerah
dan di masing-masing sekolah.
Salah satu aspek dalam implementasi pendekatan manajemen berbasis
sekolah, yang tidak dapat dipungkiri adalah meningkatkan keterlibatan atau
partisipasi orang tua murid dan masyarakat dalam mendukung upaya sekolah
mengembangkan dirinya dan meningkatkan mutu sekolahnya.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003
Pasal 9 mengamanatkan bahwa: “Masyarakat berkewajiban untuk memberikan
dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan”; dan selanjutnya
pada Pasal 54 Ayat (1) dan (2) ditegaskan lagi bahwa “Peran serta masyarakat
dalam pendidikan meliputi peran serta perorangan, kelompok, keluarga,
organisasi profesi, pengusaha dan organisasi kemasyarakatan dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan”; serta
“masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna
hasil pendidikan”.

Daftar Isi v
Amanat undang-undang tersebut merupakan bagian yang tak terpisahkan
dan memperjelas serta mempertegas amanat implementasi pendekatan
manajemen Berbasis Sekolah di satuan pendidikan.
Meskipun demikian dalam prakteknya masih banyak ditemukan di
sekolah-sekolah berbagai problem dalam pemberdayaan masyarakat dan orang
tua untuk membantu/mendukung penyelenggaraan pendidikan khususnya

Y
peningkatan mutu pendidikan di sekolah.
Sehubungan dengan hal tersebut maka buku ini mencoba untuk
mengungkap berbagai kajian tentang kenapa sekolah perlu masyarakat,
dan bagaimana meningkatkan partisipasi orangtua dan masyarakat serta

M
memberdayakan mereka dalam membantu/mendukung upaya sekolah
mengembangkan pendidikan dan meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.
Oleh sebab itu, buku ini dapat menjadi bahan kajian bagi calon guru yang
sedang memperdalam ilmu di lingkungan perguruan tinggi kependidikan

M
(LPTK) maupun bagi guru-guru dan kepala sekolah yang sedang bertugas,
karena buku ini tidak hanya memberikan penjelasan dan kajian yang bersifat
teoretik semata tetapi juga membuat kajian-kajian yang aplikatif dan dapat
dilakukan dalam kegiatan sehari-hari di sekolah, baik oleh guru maupun

U
kepala sekolah.
Di samping itu buku ini juga dapat dimanfaatkan bagi kalangan pengawas
sekolah sebagai bahan referensi dalam rangka melakukan pembinaan

D
kepada sekolah-sekolah tentang apa dan bagaimana cara dan strategi dalam
meningkatkan keterlibatan orangtua dan masyarakat terhadap pendidikan
anak-anaknya di sekolah.
Meskipun demikian buku ini belum mencapai kesempurnaan, oleh sebab
itu masih memerlukan penyempurnaan secara terus-menerus sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta berbasiskan hasil-hasil
penelitian mutakhir. Untuk semua itu penulis sangat berterima kasih dan
berbangga hati apabila ada masukan-masukan perbaikan dari semua pembaca.
Semoga bahan bacaan ini dapat memberikan kontribusi bagi peningkatan
mutu pendidikan secara umum.

Penulis

vi manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


Y
daf tar isi

M
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

U M
BAB 1 SEKOLAH DAN KONTEKS SOSIOKULTURAL
v
vii
1

D
A. Pendahuluan 1
B. Pengertian Kebudayaan 8
C. Sosialisasi ke dalam Masyarakat 11
D. Keluarga sebagai Medium dari Proses Sosialisasi 13
E. Sekolah sebagai Medium dari Proses Sosialisasi 16
F. Fungsi-fungsi Lain dari Pendidikan 20

BAB 2 SEKOLAH SEBAGAI SISTEM SOSIAL 29


A.
Pendahuluan 29
B. Komponen Sistem dalam Sistem Sekolah 30
C. Sekolah Efektif dalam Perspektif Sistem 32

BAB 3 MASYARAKAT DAN PENDIDIKAN 37


A. Mengapa Sekolah Memerlukan Masyarakat 37
B. Perlunya Pengelolaan Hubungan Sekolah
dengan Masyarakat 42

Daftar Isi vii


Bab 4 Konsep Dasar Hubungan Sekolah dengan
Masyarakat 49
A. Pengertian 49
B. Tujuan Hubungan Sekolah dengan Masyarakat 54
C. Prinsip Pelaksanaan Hubungan Sekolah dengan
Masyarakat 56

Y
D. Prosedur Pelaksanaan Hubungan Sekolah dengan
Masyarakat 61
E. Beberapa Hambatan dalam Pelibatan Keluarga/
Orangtua/Masyarakat dalam Praktik Pendidikan

M
di Sekolah 64

Bab 5 Teknik Dan Bentuk Hubungan Sekolah


Dengan Masyarakat 71

M
A. Teknik Hubungan Sekolah dengan Masyarakat 71
B. Teknik yang Banyak Digunakan dalam Hubungan
Sekolah dengan Masyarakat 73

U
C. Bentuk-bentuk Partisipasi Orangtua Murid/Masyarakat
untuk Sekolah 81

Bab 6 Menggalang Dukungan Masyarakat 95

D
A. Upaya Menggalang Masyarakat 95
B. Peranan Manajer Pendidikan Menggalang Dukungan
Masyarakat 97
C. Program Hubungan Sekolah – Masyarakat 103
Bab 7 Model Pelibatan Masyarakat Melalui
Komite Sekolah Dan Organisasi Lainnya 117
A. Pendahuluan 117
B. Pelibatan Masyarakat Melalui Komite Sekolah 119
C. Kerja Sama dengan Pemerintah/Masyarakat
Secara Umum 128
D. Kerja Sama Sekolah dengan Organisasi Profesi 129
E. Kerja Sama Sekolah dengan Institusi Lain 131

Daftar Pustaka 135


Tentang Penulis 141

viii manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


1

Y
sekolah dan konteks
sosiokultural

M
M
A. Pendahuluan
Pendidikan sebenarnya sudah ada sejak adanya manusia di muka bumi.

U
Bahkan ada yang menyatakan pendidikan sudah dimulai sejak anak dalam
kandungan. Apa sebenarnya pendidikan itu? Pendidikan pada dasarnya
adalah upaya yang dilakukan secara sadar untuk mendewasakan peserta

D
didik, yang ditandai oleh adanya kemandirian dari diri peserta didik. Artinya
bahwa pendidikan akan dihasilkan manusia-manusia dewasa yang memiliki
kemandirian. Dengan demikian, berarti pendidikan dapat pula di pandang
sebagai suatu lembaga yang melakukan kegiatan dalam rangka mendewasakan
manusia dengan berbagai aktivitas mendidik dalam wujud pemberian
pengalaman-pengalaman belajar kepada semua peserta didik (manusia yang
belum dewasa). Pengalaman-pengalaman yang diperoleh melalui kegiatan-
kegiatan pendidikan adalah merupakan gejala yang bersifat universal dari
suatu masyarakat. Isi dan corak dari pengalaman-pengalaman pendidikan
tersebut sangat bervariasi sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat di
mana pendidikan itu berlangsung. Biasanya lingkungan masyarakat tersebut
memiliki latar belakang budaya, nilai, keyakinan, filosofi yang berbeda. Sifat-
sifat universal dari pengalaman-pengalaman pendidikan dapat memberikan
kontribusi pengembangan masyarakat dan kebutuhan bagi semua masyarakat
untuk mempertahankan nilai-nilai warisan budayanya, dan menanamkan
terhadap generasi muda nilai-nilai luhur budaya, cita-cita, kebiasaan-
kebiasaan, dan standar perilaku dari budaya masyarakatnya.

1 : Sekolah dan Konteks Sosiokultural 1


Pendidikan sebagai suatu wahana untuk mendewasakan manusia lainnya
dilakukan dalam suatu proses. Proses di mana anak belajar mengenal cara
hidup dan berperilaku serta kebiasaan-kebiasaan yang sesuai dengan nilai,
norma dan budaya. Kebiasaan-kebiasaan serta nilai-nilai budaya masyarakat
tersebut yang coba dipelajari dan diadopsi dan ditumbuh kembangkan kepada
setiap peserta didik. Pada waktu yang sama semua anggota masyarakat harus
belajar bagaimana mereka beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang

Y
terjadi di dalam masyarakatnya. Perubahan-prubahan tersebut terjadi sebagai
dampak dari hubungan sosial masyarakat dengan lingkungannya. Proses di
mana generasi muda belajar tentang nilai-nilai atau kebiasaan-kebiasaan
baru tersebut dilakukan melalui proses enkulturasi dan alkulturasi. Dua proses

M
enkulturasi dan alkulturasi tersebut berjalan seiring, berkesinambungan
dan saling pengaruh mempengaruhi, sampai pada akhirnya masyarakat
merasa memiliki kemantapan nilai-nilai tertentu yang diyakininya sebagai
nilai yang dapat membawa kebaikan bagi kehidupannya, masyarakatnya

M
dan dirinya sendiri. Semua orang di dalam masyarakat harus mengadaptasi
pola-pola perilaku dan sistem nilai serta cara berpikir yang sudah mantap
sesuai dengan norma dan nilai yang tumbuh dan berkembang di lingkungan

U
masyarakatnya. Akan tetapi dalam kenyataannya sistem nilai, pola perilaku
dan cara-cara berpikir tersebut juga mengalami perubahan, seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang juga mengakibatkan

D
terjadinya perubahan budaya baik sebagai akibat masuknya budaya lain
maupun sebagai akibat kemajuan budaya masyarakat setempat sebagai
dampak dari kemajuan proses pendidikan itu sendiri. Kegagalan seseorang
individu yang berada dalam suatu lingkungan dalam mengadaptasi nilai-nilai
baru yang tumbuh dan berkembang di lingkungannya dapat mengakibatkan
resiko terjadinya konflik dan atau perselisihan dengan lingkungan di mana
dia berada. Hal ini dapat mengakibatkan orang tersebut dapat terisolasi dan
dikucilkan atau dianggap orang asing oleh lingkungan masyarakat di mana dia
berada sebagai akibat kegagalan dalam mengadaptasi diri dengan perubahan
nilai, norma dan budaya lingkungan. Ini berarti kegagalan dalam beradaptasi
merupakan ancaman bagi eksistensi seorang individu dalam lingkungan di
mana dia berada.
Kecepatan, tingkat dan intensitas terjadinya modifikasi-modifikasi
perilaku seseorang dalam penyesuaian budaya individu dengan budaya
lingkungan tersebut sangat bervariasi antar sistem budaya masyarakat yang
satu dengan sistem budaya masyarakat yang lain. Perbedaan kecepatan

2 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


adaptasi tersebut sangat tergantung pada proses belajar dan proses sosialisasi
nilai budaya yang sedang berkembang. Proses pendidikan dan sosialisasi yang
tidak tepat menyebabkan terjadinya modifikasi perilaku yang sesuai dengan
nilai budaya yang sedang berkembang menjadi lamban bahkan dapat pula
berakibat pada kegagalan.
Oleh karena itu secara umum dapat dikatakan bahwa, tanpa memandang

Y
tingkat kemajuan masyarakat, apakah masyarakat tersebut berpendidikan
atau tidak, masyarakat pra-industri atau masyarakat industri, masyarakat
tradisional ataupun masyarakat yang telah maju, proses-proses pembudayaan
dilakukan melalui proses sosialisasi dan proses pendidikan di institusi

M
pendidikan kepada generasi muda. Proses ini dapat bervariasi/berbeda dan
sering dihadapkan pada permasalahan dalam pewarisan nilai-nilai budaya
tersebut. Sebagai contoh saat ini sering dikatakan generasi muda kehilangan
budaya bangsanya, jarang anak muda yang suka wayang, suka berpakaian batik

M
dan lain sebagainya. Di sisi lain anak muda sangat suka meniru budaya luar
misalnya budaya tari Korea yang terkenal dengan nama Gangnam Style dan
sebagainya. Kondisi tersebut menunjukkan adanya problem dalam pewarisan
nilai-nilai budaya lokal kepada generasi muda, sehingga berakibat generasi

U
muda lebih tahu dan lebih meyukai budaya luar dibanding budaya negara
dan atau daerahnya sendiri.
Berbicara tentang kebudayaan dan sekolah sering membatasi penggunaan

D
istilah edukasi dan sosialisasi. Edukasi sering dihubungkan dengan belajar
dalam sekolah formal yaitu tempat anak belajar dengan waktu, struktur
kurikulum yang pasti dan dirancang secara sistimatis, sedang sosialisasi
dianggap suatu konsep yang memiliki makna yang lebih luas, yaitu meliputi
segala hal yang berhubungan dengan upaya belajar dan membelajarkan
semua orang untuk menyesuaikan dan mengadopsi nilai-nilai baru.
Kadang sosialisasi dianggap hanya sebagai proses pemberian informasi
umum kepada khalayak tertentu dan sasaran tertentu secara insedental
sesuai keperluan. Meskipun sebenarnya edukasi dan sosialisasi keduanya
bermuara pada tujuan akhir pemberian informasi, perubahan perilaku dan
akhirnya pendewasaan seseorang. Karena sosialisasi pada dasarnya adalah
proses belajar, sebagaimana teori belajar yang dikembangkan oleh Bandura,
bahwa belajar sebenarnya adalah proses sosial. Adakalanya seseorang dapat
beradaptasi terhadap nilai baru sebagai akibat dari keikutsertaannya dalam
pencarian informasi melalui proses sosialisasi. Dengan demikian sosialisasi
pada dasarnya merupakan salah satu cara dalam proses edukasi. Oleh sebab

1 : Sekolah dan Konteks Sosiokultural 3


itu proses sosialisasi dan proses edukasi adalah dua hal yang tidak dapat
dipisahkan dalam rangka pewarisan nilai-nilai budaya dari satu generasi ke
generasi berikutnya secara terus menerus dan berkelanjutan.
Tumbuh dan berkembangnya budaya masyarakat dapat terbentuk melalui
kedua proses tersebut, yaitu proses sosialisasi dan edukasi atau pendidikan.
Proses pendidikan secara formal dilakukan melalui sistem persekolahan

Y
pada umumnya dipandang sebagai proses terbuka. Proses pendidikan
secara formal ini bersifat terbuka sehingga dapat diketahui dan terlihat oleh
siapapun, dan diorganisasi secara baik, mulai dari pengaturan peserta didik
sempai pada pengaturan kapan seseorang harus belajar dan apa yang harus

M
dipelajari pada waktu tertentu sampai pada pengaturan sistem penilaian
sebagai bukti terjadinya perubahan pada diri individu sebagai akibat proses
pendidikan. Akan tetapi baik pendidikan maupun sosialisasi juga dapat terjadi
secara informal dan bersifat tertutup, dan bahkan sebagian tidak disadari

M
oleh individu yang bersangkutan bahwa dia telah berada dan melalui proses
pendidikan dan sosialisasi. Oleh sebab itu sosiologi melihat bahwa aktivitas
mendidik pada hakikatnya adalah proses interaksi sosial yaitu interaksi
antara guru dengan murid, murid dengan guru, guru dengan guru dan murid

U
dengan murid, serta guru-murid dan lingkungan. Hal ini menunjukkan bahwa
pendidikan harus dapat membantu perkembangan dan pertumbuhan peserta
didik sesuai dengan fungsinya sebagai makhluk sosial dan makhluk individu,

D
yaitu membantu proses sosialisasi dan individualisasi peserta didik.
Sosialisasi adalah proses menjadikan peserta didik menjadi warga negara
dan warga masyarakat yang sesuai dengan perkembangan masyarakatnya.
Artinya bahwa proses pendidikan harus mampu menyiapkan anak didik
untuk dapat hidup di tengah-tengah masyarakatnya di masa yang akan datang.
Karena itu sudah merupakan kewajiban pendidikan untuk memberi mereka
kemampuan/kompetensi yang diperlukan bagi peserta didik untuk hidup di
masa yang akan datang. Di samping itu juga kompetensi untuk beradaptasi
dengan segala perubahan yang terjadi di lingkungan anak juga menjadi
perhatian dalam proses pendidikan dan sosialisasi.
Sedangkan individualisasi yaitu suatu proses mengembangkan potensi
perseorangan peserta didik secara optimal. Ini berarti proses pendidikan
harus dapat mengenali secara jelas potensi apa yang dapat dikembangkan
pada peserta didiknya masing-masing. Pada dasarnya seiap orang memiliki
potensinya masing-masing. Potensi itu akan dapat berkembang secara
optimal apabila mendapat fasilitasi dari proses pendidikan dan sosialisasi.

4 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


Pada beberapa kelompok masyarakat, proses pendidikan dan sosialisasi dari
generasi muda berlangsung tidak selalu melalui prosedur dan jalur belajar
formal yang ekstensif. Namun demikian proses “schooling” atau persekolahan
sebenarnya selalu terjadi di mana-mana, dan masyarakat sukar bahkan
tidak mungkin untuk menghindari diri dari proses belajar mengajar formal
tersebut, baik di dalam masyarakat di desa-desa, masyarakat yang hidup di
padang pasir, masyarakat di lereng-lereng gunung. Pada saat ini hampir semua

Y
lapisan masyarakat dan demografi yang jauh sekalipun telah dijamah oleh
proses “schooling” tersebut. Proses persekolahan sudah menjadi hak dasar
setiap warga negara. Sifat universal dari sekolah-sekolah dan proses schooling
tersebut pada dasarnya mencakup 6 (enam) golongan besar:

M
1. Sekolah-sekolah yang memberikan dasar-dasar pengetahuan untuk
menyadari dirinya sebagai warga masyarakat dan warga negara. Pada
golongan ini lebih banyak menekankan pada pembentukan kesadaran

M
akan nilai, norma dan budaya, atau sekarang lebih dikenal dengan
istilah karakter. Sekolah-sekolah ini meliputi pendidikan tingkat kanak-
kanak, sekolah dasar. Sedangkan pada sekolah yang lebih tinggi sudah
mulai sedikit bergeser fokusnya pada penanaman dan pembentukan

U
pengetahuan dan teknologi tanpa meninggalkan penanaman karakter itu
sendiri. Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin bergeser pendidikan
karakter kepada pedidikan ilmu pengetahuan dan teknologi.

D
2. Sekolah-sekolah yang memberikan bekal kepada generasi muda untuk
memiliki kemampuan mengkaji berbagai pengetahuan-pengetahuan
tingkat lanjut di perguruan tinggi, yang memberikan pendidikan dan
latihan spesialis dengan penguasaan iptek yang lebih mendalam.
3. Sekolah-sekolah yang memberikan bekal kemampuan-kemampuan
kepada siswa dan berorientasi pada pendidikan keagamaan seperti
Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan Aliyah. Pendidikan ini bercirikan
keagamaan tetapi tetap seimbang antara ilmu pengetahuan dan teknologi
dengan pengetahuan agama.
4. Sekolah-sekolah yang kemampuan, keterampilan dan pada dasarnya
adalah pendidikan yang menyiapkan generasi muda dalam membela dan
mempertahankan negara (bela negara), atau dengan kata lain pendidikan
yang menjadi militer seperti akademi militer (angkatan darat, laut dan
udara) serta akademi kepolisian.
5. Sekolah-sekolah kejuruan yang berorientasi pada penyiapan generasi
muda untuk terjun ke dunia kerja setelah menamatkan sekolahnya.

1 : Sekolah dan Konteks Sosiokultural 5


Sehingga pendidikan di sekolah yang demikian tidak disiapkan peserta
didiknya secara khusus untuk lanjut ke perguruan tinggi. Sekolah tersebut
seperti sekolah menengah kejuruan yang memiliki beragam program
studi yang memberikan bekal keterampilan tertentu sepeti: perhotelan,
informasi dan teknologi, mesin dan lain sebagainya.
7. Sekolah-sekolah dalam bentuknya yang lain misalnya sekolah yang

Y
dipersiapkan untuk menyebarluaskan pengetahuan tertentu, misalnya
sekolah untuk kepentingan indoktrinasi, sekolah untuk menyiapkan
guru-guru agama, dan sekolah-sekolah untuk mempersiapkan tenaga-
tenaga profesional lainnya.

M
Proses dari persekolahan bukan merupakan sesuatu yang terjadi
secara kebetulan. Sekolah-sekolah seperti itu sejak lama telah dipersiapkan
oleh masyarakat, dan dimaksudkan untuk melestarikan warisan budaya
masyarakat, serta berfungsi untuk melangsungkan proses memajukan

M
masyarakat. Lebih jelasnya tujuan-tujuan yang ingin dicapai melalui
proses pendidikan di manapun proses pendidikan itu berlangsung (melalui
persekolahan atau di luar persekolahan) adalah untuk menghasilkan orang-
orang agar mereka mengenal dan menyadari dirinya serta bertanggung jawab

U
untuk menyempurnakan/mengembangkan masyarakatnya atau dengan kata
lain mendewasakan manusia yang ditandai oleh indikator: bertanggung jawab,
mandiri, tidak tergantung atau selalu mengagntungkan diri kepada orang

D
lain, berani mengambil keputusan terbaik untuk dirinya dan masyarakatnya
serta menanggung resiko dari keputusan yang diambilnya.
Munculnya sekolah-sekolah formal pada dasarnya sebagai konsekuensi
dari perkembangan masyarakat, kompleksnya tatanan sosial yang ada, serta
untuk merespons kebutuhan bagi upaya melestarikan warisan budaya, kontrol
sosial dan untuk memajukan masyarakat yang bersangkutan. Kemunculan
sekolah ini pada awalnya didasarkan pada kenyataan bahwa pendidikan
yang dilaksanakan di lingkungan keluarga oleh orang dewasa di sekitar
keluarga, tidak mampu lagi berperan mempersiapkan anggota keluarganya
secara intensif dalam memberikan pengalaman belajar untuk menghadapi
berbagai kemajuan dan kompleksitas kehidupan dan tatanan sosial budaya
yang berkembang secara cepat. Kompleksitas perkembangan yang ada serta
terjadinya perubahan yang cepat di masyarakat, menyebabkan keluarga/
masyarakat tidak mampu lagi mengantisipasi dalam menyiapkan generasi
muda dengan kompetensi yang tinggi dan kompleks. Untuk itulah, maka
penyiapan generasi muda yang dulu dapat dilakukan oleh keluarga sebagai

6 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


institusi pendidikan pertama dan utama ke institusi lain yang dapat membantu
penyiapan generasi muda secara efektif. Institusi inilah yang selanjutnya
disebut dengan sekolah.
Bagi orang-orang/masyarakat yang menempatkan permikiran pada
orientasi edukasi, untuk memajukan masyarakat, tidak menginginkan
perubahan-perubahan masyarakat secara radikal, apalagi dengan jalan

Y
berontak atau kekerasan untuk melakukan perubahan-perubahan terhadap
institusi dan struktur sosial yang ada. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa kelembagaan pendidikan itu pada hakikatnya merupakan lembaga
konservatif, yang berfungsi untuk mempertahankan dan mewariskan budaya

M
sambil berusaha mengembangkan budaya bagi kesejahteraan masyarakatanya.
Titik tolak atau sentral segala upaya dalam pengembangan budaya yang
dilakukan melalui proses persekolahan atau proses pendidikan di sekolah
pada dasarnya adalah memajukan kehidupan masyarakat, meningkatkan

M
kualitas kehidupan warga masyarakat atau meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dalam pengertian yang utuh, yaitu sejahtera dalam arti lahir dan
sejahtera dalam arti bathin. Dengan demikian orientasinya bukan semata
pada aspek materialistis tetapi juga aspek psikologis dan spiritualistis. Oleh

U
sebab itulah, maka sekolah di manapun, dalam kondisi apapun sebagai
lembaga pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan masyarakatnya. Lembaga
pendidikan akan tumbuh dan berkembang dari masyarakat, oleh masyarakat

D
dan untuk masyarakat.
Pada sisi lain sekolah dihadapkan pada kenyataan perkembangan budaya
masyarakat yang sangat cepat, perubahan-perubahan yang tejadi terhadap
berbagai aspek-aspek budaya dan masyarakat yang begitu cepat menjadikan
sekolah mempunyai misi sebagai alat untuk melakukan perubahan-perubahan
(agen of change), sesuai dengan tuntutan perkembangan masyarakat. Sekolah
berfungsi sebagai alat untuk mengintrodusir nilai-nilai baru yang memberikan
kontribusi terhadap peningkatan kualitas hidup dan kehidupan masyarakat
tanpa meninggalkan nilai lama yang perlu dipertahankan agar dapat
diadopsi oleh masyarakat, demi mengadaptasi perkembangan teknologi dan
pengetahuan, yang pada akhirnya sebenarnya bertujuan agar kehidupan
masyarakat lebih berkualitas.
Jadi, adalah tidak mungkin kita berpikir dan memfungsikan sekolah
hanya sebagai alat untuk melestarikan kebiasaan-kebiasaan dan tata nilai
yang berlaku di dalam masyarakat serta sebagai alat untuk mentransmisikan
warisan-warisan budaya masyarakat semata-mata, karena masyarakat akan

1 : Sekolah dan Konteks Sosiokultural 7


tertingal dari budaya yang terus-menerus berkembang, lebih-lebih pada
masa sekarang perkembangan budaya masyarakat jauh lebih cepat dari apa
yang dapat dilakukan oleh sekolah. Bersamaan dengan proses pelestarian
tersebut, sekolah harus dipandang sebagai agen pembaharuan serta kekuatan
yang mampu menciptakan kondisi-kondisi untuk melakukan perubahan-
perubahan kearah peningkatan kualitas hidup masyarakat. Dengan demikian
dalam pembicaraan mengenai sekolah ini kita dihadapkan dua kepentingan

Y
atau tujuan pokok, yaitu:
1. Melakukan kegiatan-kegiatan pendidikan untuk mempersiapkan anak
didik agar dapat mengantisipasi masa depan tanpa harus meninggalkan

M
budaya dan nilai yang sudah menjadi karakteristik masyarakat. Jadi,
sekolah disatu pihak dapat dipandang sebagai lembaga konservasi nilai-
nilai masa lampau dan kedua sebagai agen untuk melakukan perubahan.
2. Kepentingan tersebut di atas tidak perlu dianggap sebagai asumsi yang

M
harus dipertentangkan, akan tetapi harus ditempatkan di dalam suatu
kontinum, yang akan memberi kesempatan kepada pengambil kebijakan,
untuk mengambil pilihan-pilihan yang diinginkan, atas pertimbangan-
pertimbangan situasi, tempat dan kepentingan tertentu.

U
Dari uraian-uraian tersebut di atas, nampak bahwa pembicaraan tentang
persekolahan tidak dapat dilepaskan dari pembicaraan tentang masyarakatnya,
sebab sekolah diciptakan oleh masyarakat, dipeliharan oleh masyarakat dan

D
dikembangkan oleh masyarakat. Sekolah pada dasarnya difungsikan sebagai
lembaga yang berperan dalam membangun dan mengembangkan masyarakat
kearah kemajuan, berkualitas dan sejahtera. Sehingga pendidikan diharapkan
dapat meningkatkan harkat dan martabat masyarakat. Oleh sebab itu sangat
tepat kalau tokoh pendidikan Inodonesia Ki Hajar Dewantara menyatakan
bahwa pendidikan itu berpusat pada tiga lembaga yaitu: keluarga, sekolah
dan masyarakat. Ketiga lembaga tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh
dalam proses pembentukan masyarakat yang berkualitas. Tanpa kerjasama
ketiga lembaga tersebut dalam proses pendidikan, sulit diharapkan pendidikan
dan sekolah mencapai mutu yang tinggi.

B. Pengertian Kebudayaan
Berbicara mengenai kebudayaan (culture), kita tidak dapat melepaskan diri
dari definisi yang dikemukakan oleh Tylor, karena Tylor dipandang sebagai ahli
yang memberikan rumusan secara lengkap tentang pengertian kebudayaan.
Tylor menyatakan bahwa kebudayaan (culture) atau peradaban (civilization)

8 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


merupakan keseluruhan kompleks meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni,
moral, aturan, kebiasaan, dan semua kemampuan-kemampuan dari kebiasaan-
kebiasaan yang diperoleh oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Budaya merupakan suatu konsep yang digunakan untuk memahami
masyarakat dan kelompok manusia sejak sekian lama. Stoner (1995)
mendefinisi budaya sebagai gabungan andaian, tingkah laku, cerita, mitos,

Y
metafora dan berbagai ide lain yang manjadi amalan ahli-ahli untuk
menentukan apa artinya menjadi anggota masyarakat tersebut. Grave (1986)
pula menyatakan budaya adalah suatu pola material maupun perilaku yang
sudah diterima pakai oleh masyarakat sebagai cara hidup dalam menyelesaikan

M
masalah-masalah anggotanya. Budaya di dalamnya juga termasuk semua cara
yang telah diterima pakai seperti: kepercayaan, norma, nilai-nilai budaya
implisit serta premis-premis dasar dan peraturan oleh organisasi berkenaan.
Saat ini budaya diartikan sebagai manifestasi kehidupan setiap orang dan

M
setiap kelompok orang (Navizond, 2007). Kini budaya dipandang sebagai
sesuatu yang lebih dinamik, bukan sesuatu yang kaku dan statik. Budaya tidak
diartikan sebagai sebuah kata benda, kini lebih dipahami sebagai sebuah kata
kerja yang dihubungkan dengan kegiatan manusia.

U
Secara garis besar, dari beberapa pernyataan para ahli dapat di tarik suatu
benang merah bahwa kebudayaan merupakan aspek-aspek interaksi sosial
manusia yang unik. Kebudayaan atau budaya sebagai hasil budi daya dan

D
kerja atau karya manusia pada dasarnya terdiri dari dua golongan yaitu yang
pertama berupa simbol-simbol yang memiliki nilai tertentu. Artifak-artifak
material antara lain berupa barang-barang hasil ciptaan manusia seperti
bentuk-bentuk rumah, jalan-jalan, mobil, taman, baju, alat-alat rumah tangga,
perhiasan, model-model pakaian, dan alat-alat untuk bercocok tanam serta
alat-alat kerja lainnya. Sedangkan artifak simbol antara lain berupa buah
pikiran, sikap-sikap pandangan ide/cita-cita, bendera, bentuk-bentuk buah
karya seni dan lambang-lambang bermakna lainnya.
Barang-barang yang dihasilkan manusia tersebut tidak memiliki makna
yang sama diantara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain, akan
tetapi hanya akan bermakna bila dihubungkan dengan fungsinya di dalam
suatu masyarakat. Sebagai contoh misalnya, mobil memiliki makna yang
berbeda bagi masyarakat Amerika Serikat dan bagi masyarakat China. Di
China jarang sekali dijumpai adanya mobil-mobil pribadi. Di Rusia, orang-
orang yang memiliki mobil dapat dipandang sebagai sesuatu yang istimewa,
karena di Rusia mobil merupakan simbol dari orang-orang yang memiliki

1 : Sekolah dan Konteks Sosiokultural 9


privilage dan status sosial yang tinggi. Sebaliknya di Amerika Serikat, orang
tidak akan memberi makna mobil sebagaimana makna mobil di China dan
Rusia, karena mobil merupakan hak milik pribadi dan hampir semua orang
memiliki mobil, walau orang miskin sekalipun.
Sistem-sistem simbol seperti bahasa, seni dan musik, dan hasil karya
dapat dimaknai sebagai dapat mengomunikasikan harapan-harapan dari

Y
kekhawatiran/kecemasan maupun mengomunikasikan tentang ide-ide
tertentu dari suatu masyarakat. Sebagai anggota masyarakat, melakukan
pemahaman-pemahaman tentang makna dari simbol-simbol dan barang-
barang ciptaan manusia tersebut, akan membantu dalam memahami

M
kebiasaan-kebiasaan dan aturan-aturan serta nilai-nilai yang hidup di
dalam masyarakat. Orang luar tentu tidak akan dapat memahami semua
makna dan fungsi-fungsi yang melekat pada artifak budaya, dan tentu saja
tidak mengetahui bagaimana menggunakannya, menghargainya, dan atau

M
berprilaku sebagaimana mereka lakukan.
Beberapa aspek penting dari setiap kebudayaan adalah akumulasi
dari sistem-sistem kepercayaan, nilai-nilai mengenai acuan perilaku yang
dipandang layak, dan semua hal yang berhubungan dengan nilai-nilai sosial

U
yang berlaku di dalam masyarakat. Dalam hubungannya dengan hal-hal
tersebut, sekolah didirikan untuk menyiapkan anak-anak dan generasi muda
agar dapat memasuki kehidupan masyarakat orang dewasa dengan pola

D
budaya tertentu. Lembaga-lembaga keagamaan dan keluarga memainkan
peranan sangan penting, akan tetapi peranan lembaga keagamaan dan keluarga
tersebut lebih bersifat informal, sedang sekolah memiliki tanggung jawab yang
lebih formal dalam upaya melestarikan dan menanamkan nilai-nilai budaya
dari masyarakat orang dewasa. Dalam budaya masyarakat tertentu terdapat
apa yang disebut sub-sub kultur yang menunjukkan adanya perbedaan-
perbedaan corak budaya, dalam bentuk-bentuk kelompok-kelompok sosial,
kelompok agama, kelompok suku dan beberapa kesatuan keluarga. Variasi-
variasi corak budaya tersebut umumnya dikodifikasi dan ditransmisi oleh
klub-klub, dan sistem-sistem kekerabatan.
Dalam setiap kejadian historis, setiap kebudayaan memiliki perumusan-
perumusan tersendiri tentang apa yang dimaksud dengan nilai-nilai
kemanusiaan, tidak pandang masyarakat di dunia Barat maupun masyarakat
di dunia Timur. Kadang-kadang perumusannya mengandung kemungkinan-
kemungkinan yang pluralistik, dan kadang-kadang mengandung makna dalam
cakupan yang lebih sempit. Beberapa perumusan-perumusan yang bersifat

10 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


spesifik memiliki kesamaan-kesamaan tentang aturan-aturan serta peranan-
peranan yang harus dilakukan. Oleh karena itu nilai-nilai budaya manakah
yang ditransmisikan dan harus dipelajari oleh generasi-generasi baru, tentu
harus sesuai dengan corak-corak khusus dari sub-sub kultur tersebut. Artinya
sesuai dengan corak budaya lokal setempat dalam konteks budaya yang lebih
luas, sehingga anak berada dalam budaya yang lebih luas (nasional dan global)
tanpa tercabut dari akar budayanya sendiri.

Y
Mekanisme di mana sekolah menstramisikan nilai-nilai budaya tersebut
juga berbeda antara sub kultur yang satu dengan sub kultur yang lain, sehingga
sering yang menjadi pertimbangan dalam upaya transmisi nilai-nilai budaya

M
dilakukan saringan dengan beberapa pertimbangan seperti: nilai-nilai spesifik
manakah yang dianggap paling baik untuk ditransmisikan kepada generasi
muda. Setelah ditemukan jawaban tentang nilai terbaik, maka pertimbangan
rasional selanjutnya adalah mengapa nilai-nilai tersebut dianggap terbaik

M
untuk dipelajari oleh generasi baru. Akhirnya, transmisi nilai akan efektif
apabila dilakukan secara tepat apabila dilakukan oleh orang yang tepat dan
waktu serta strategi yang tepat. Untuk itu pertanyaan tentang siapa yang
lebih cocok untuk mentransmisikannya untuk masyarakat tertentu perlu

U
dipertimbangkan secara matang.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut perlu dicermati oleh seorang guru,
lebih-lebih bagi mereka yang bertugas di sekolah dengan latar budaya yang

D
heterogen, sehingga memerlukan adaptasi dan pertukaran budaya.

C. Sosialisasi ke dalam Masyarakat


Pengertian tentang sosialisasi dan edukasi sering dicampuradukan,
tetapi pada umumnya orang menyepakati bahwa edukasi dipandang sebagai
mekanisme yang formal sebagai alat bantu untuk melakukan proses sosialisasi
ke dalam masyarakat. Walaupun kebudayaan masyarakat itu memiliki
keragaman yang luas, akan tetapi mekanisme edukasi dan sosialisasi tersebut
selalu terjadi di mana-mana dan setiap saat tanpa mengenal waktu dan tempat,
baik dilakukan secara sadar maupun tidak sengaja. Apabila ditinjau dari
kepentingan masyarakat, sekolah merupakan lembaga yang berupaya untuk
melestarikan warisan budaya masyarakatnya agar tidak punah, terutama nilai-
nilai luhur yang bermanfaat bagi masyarakat untuk meningkatkan martabat
dan kualitas kehidupannya sekarang dan masa akan datang.

1 : Sekolah dan Konteks Sosiokultural 11


Bagi kepentingan individu, sekolah dipandang sebagai tempat men-
transmisikan informasi dan menanamkan kesadaran untuk memiliki tanggung
jawab terhadap pola perilaku dan nilai-nilai yang menjadi panutan dalam
masyarakat. Jadi, pengertian umum dari edukasi adalah dalam banyak hal
memiliki kemiripan dengan pengertian sosialisasi. Keduanya merupakan
proses untuk melakukan inkulturasi ke dalam budaya masyarakat, bahkan
terkadang antara edukasi dan sosialisasi keduanya berjalan secara bersamaan

Y
dan simultan.
Sosialisasi generasi muda dalam masyarakat orang dewasa berarti proses
penyadaran yang intensif terhadap generasi muda, agar mereka terus-menerus

M
belajar untuk menghargai dan memahami nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat dan mereka harus melakukan internalisasi/meyakini, menghayati
dan menjadikan nilai-nilai dan keyakinan tersebut, sebagai pegangan serta
pedoman dalam bertindak dan berperilaku di tengah-tengah masyarakat

M
lingkungannya. Dalam konteks penghayatan dan pengamalan nilai-nilai
yang hidup dalam masyarakat ini biasanya dilakukan melalui proses imitasi
atau peniruan. Imitasi/peniruan ini telah digunakan untuk menggambarkan
tentang segala sesuatu yang dipelajari pada tahap-tahap permulaan dari

U
sosialisasinya. Proses imitasi tersebut termasuk bagaimana anak meniru
perilaku yang dilakukan sehari-hari oleh ibu dan seluruh keluarganya atau
meniru pola perilaku yang dilakukan saudaranya serta orang dewasa di

D
sekitarnya. Jadi, pertama-tama anak belajar untuk berhubungan dengan
orang-orang dan objek-objek lain sebagaimana dilihat dan dilakukan oleh
orang-orang yang ada dilingkungan terdekatnya. Hal-hal yang dianggapnya
memberikan makna dan bermanfaat bagi dirinya, diulangi sampai ia
memperoleh pemahaman-pemahaman yang berarti, untuk selanjutnya
dihayati dan akhirnya dijadikan pedoman dalam bertindak dan berperilaku.
Proses semacam itu disebut sebagai proses reinforcement.
Dalam masa pertumbuhan selanjutnya, anak memanfaatkan peranan
belajar tersebut untuk mempelajari apa yang diharapkan oleh orang-
orang lain dalam lingkungan yang lebih luas di lingkungan luar keluarga
(masyarakat), dan bagaimana anak-anak dapat memiliki harapan-harapan
sebagaimana dimiliki oleh orang dewasa. Upaya untuk mengenal dan
kemudian memberi respons terhadap perilaku orang lain dan masyarakat
di sekitarnya tersebut terus berlangsung dan pada tahap yang paling awal,
anak belajar membayangkan hakikat dan elemen-elemen dari perilaku
orang lain. Pada saat anak membayangkan perilaku orang lain tersebut, dia
mengenal tentang konsep diri dan bagaimana harus berperilaku. Apabila apa

12 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


yang dibayangkannya tersebut menurut seleksi pemikirannya memberikan
manfaat bagi dirinya/bermakna, maka pola perilaku yang dilihatnya akan
diinternalisasi dalam perilakunya.
Berapa lama dan bagaimana intensitas serta sifat-sifat formal dari
proses sosialisasi dilakukan, memiliki keragaman yang cukup besar antara
satu orang dengan orang lainnya atau antara satu kelompok masyarakat

Y
yang satu dengan kelompok masyarakat yang lain. Hal itu tergantung pada
karakteristik masyarakat yaitu sejauhmana sederhana dan kompleksnya
struktur dan ciri-ciri masyarakat itu sendiri. Di dalam masyarakat pra-
industri dan tidak berpendidikan di mana tingkat kehidupannya masih sangat

M
sederhana, keadaan masyarakatnya sangat homogen, eksistensi sekolah-
sekolah formal belum dianggap sebagai suatu kebutuhan, sehingga guru-guru
yang profesional dan terlatihpun belum berada dalam jangkauan pikirannya,
tugas-tugas edukasi dan sosialisasi dapat dilakukan oleh orangtua, saudara

M
kandung yang lebih tua, teman-teman sepermainan, dan orang-orang yang
lebih tua lainnya di dalam keluarga maupun masyarakat. Proses mewariskan
nilai-nilai budaya berlangsung melalui imitasi dan interaksi sosial. Mereka
belum memerlukan sekolah dan guru-guru. Mereka diajari oleh masyarakat

U
di sekitarnya. Sebaliknya di dalam masyarakat maju, eksistensi dari sekolah
untuk melakukan tugas-tugas edukasi dan sosialisasi, merupakan suatu
kebutuhan yang vital, karena sebagai akibat kekompleksan kehidupan

D
masyarakat, serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, orangtua
merasa tidak mampu lagi untuk mengantarkan anak-anaknya mengadaptasi
lingkungan-lingkungannya yang baru. Proses sosialisasi di dalam masyarakat
maju dilakukan melalui seleksi dan kompetisi yang ketat, sehingga tidak
semua orang akan berhasil dalam proses sosialisasinya. Untuk dapat
melakukan sosialisasi dengan berhasil, anak-anak harus disiapkan melalui
pendidikan dan sekolah-sekolah formal dengan guru-guru yang terlatih dan
profesional. Tanpa tenaga yang profesional dalam penyiapan anak-anak, maka
hasil yang dicapai tidak akan optimal.

D. Keluarga sebagai Medium dari Proses Sosialisasi


Pada umumnya para ahli sosiologi menyatakan bahwa proses sosialisasi
pertama dan utama serta mekanisme kunci dari proses sosialisasi di dalam
semua kebudayaan masyarakat manusia adalah sosialisasi di lingkungan
keluarga. Dari keluarga, hal-hal yang berhubungan dengan transformasi anak
untuk menjadi anggota masyarakat dilakukan melalui hubungan perkawinan.

1 : Sekolah dan Konteks Sosiokultural 13


Di dalam keluarga terjadi sistem interaksi yang intim dan berlangsung lama.
Keluarga merupakan kelompok primer yang ditandai oleh loyalitas pribadi,
cinta kasih, dan hubungan intim penuh kasih sayang di antara anggota
kelompok keluarganya masing-masing. Dalam keluarga, anak memenuhi sifat-
sifat kemanusiaannya dan berkembang dari insting-insting biogenetik yang
primitif untuk belajar terhadap respons-respons sosial. Di dalam keluarga
anak belajar melakukan interaksi sosial yang pertama serta mulai mengenal

Y
tentang perilaku-perilaku yang diperankan oleh orang lain di lingkungannya.
Dengan perkataan lain, pengenalan tentang nilai-nilai budaya masyarakat
dimulai dari lingkungan keluarga. Di sini anak juga belajar tentang keunikan
pribadi seseorang, dan sifat-sifat kelompok sosial di sekitarnya.

M
Hampir di semua masyarakat, keluarga dikenal sebagai unit sosial di
mana anak mulai memperoleh pengalaman-pengalaman hidupnya. Karena
itu lingkungan keluarga merupakan wadah bagi anak-anak anggota keluarga

M
untuk mengenal hubungan-hubungan prokreasi dan kreasi secara sah dan
dibenarkan serta diyakini. Di dalam suatu masyarakat, keluarga inti men-
jalankan fungsi yang sebenarnya dari masyarakat, sementara pada masyarakat
lain, pola-pola kekerabatan memegang fungsi utama dalam membudayakan

U
generasi muda.
Dalam kasus lain, keluarga sering menjalankan fungsi sebagai perantara
antara budaya lokal dan unit sosial, di mana nilai-nilai budaya mulai

D
ditanamkan dari generasi tua kepada generasi muda. Keluarga sering berfungsi
menjadi mediator dalam mewariskan budaya yang ada di sekelilingnya kepada
generasi muda di lingkungan rumah tangga. Di samping itu juga keluarga
sering berfungsi sebagai filter terhadap budaya luar yang bertentangan dengan
budaya lokal setempat.
Keluarga juga menjalankan fungsi-fungsi pendidikan politik, di mana
keluarga membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan dan
kemampuan-kemampuan untuk hidup berkelompok dalam struktur kelompok
yang mulai mengenal pembagian kekuasaan secara sederhana. Di dalam
keluarga anak mengenal proses pengambilan keputusan, kepatuhan terhadap
penguasa dan ketaatan untuk menjalankan aturan-aturan yang berlaku.
Karena di dalam keluarga sebagai unit sosial terkecil, terjadi fungsi-fungsi
pengambilan keputusan, maka keluarga merupakan sistem politik pada tingkat
mikro. Di dalam keluarga, anak pertama kali belajar mengenai pola-pola
kekuasaan, bagaimana kekuasaan terbagi, serta jaringan-jaringan hubungan
kekuasaan berlangsung. Di sini anak mulai mengenal mengapa ayah/ibu

14 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


memiliki power yang lebih tinggi dibandingkan dengan saudara-saudaranya
yang lebih tua, serta bagaimana pembagian kekuasaan antara laki-laki dan
perempuan, antara yang muda dengan yang lebih tua, antara ayah dan
ibu, dan antara anak-anak dengan orangtua. Sifat-sifat kepatuhan anak di
dalam keluarga akan dibawa dalam kepatuhan di sekolah dan di masyarakat.
Demikian juga sifat-sifat suka memberontak, kebiasaan melawan dan tidak
disiplin di dalam keluarga, juga akan mempengaruhinya dalam kehidupan di

Y
sekolah dan di masyarakat.
Di samping keluarga memiliki fungsi politik, keluarga juga memiliki
fungsi ekonomi, yaitu fungsi-fungsi yang berhubungan dengan proses-proses

M
memproduksi dan mengkonsumsi tentang barang-barang dan jasa. Di dalam
siklus hubungan intim di dalam keluarga, anak-anak belajar mengenai sikap-
sikap dan keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk memainkan
peranan dalam kegiatan produksi dan konsumsi, barang dan jasa. Setiap

M
keluarga mengadopsi pembagian tugas yang merupakan tugas-tugas yang
harus dilakukan oleh keluarga. Di dalam keluarga juga ditemukan tentang
nilai-nilai kerja, penghargaan tentang kerja dan hubungan antara kerja dan
imbalan-imbalan yang dianggap layak.

U
Peranan keluarga bukan saja berupa peranan-peranan yang bersifat
intern antara orangtua dan anak, serta anak yang satu dengan anak yang lain.
Keluarga juga merupakan medium untuk menghubungkan kehidupan anak

D
dengan kehidupan di masyarakat, dengan kelompok-kelompok sepermainan,
lembaga-lembaga sosial seperti lembaga agama, sekolah dan masyarakat yang
lebih luas. Setelah anak memiliki pergaulan dan pengalaman-pengalaman
yang luas di dalam kehidupan masyarakatnya, sering pengaruh orang-orang
dewasa di sekitarnya lebih mempengaruhi dan membentuk perilakunya
dibandingkan dengan pengaruh dari keluarga. Dalam situasi semacam itu
tidak jarang akan terjadi konflik di dalam diri anak. Pola perilaku manakah
yang kemudian diadopsi untuk dijadikan pola anutan. Bagaimana jaringan-
jaringan proses sosialisasi anak di dalam keluarga dan masyarakat tersebut
dapat disederhanakan melalui gambar pada halaman 6.
Mengingat pentingnya peranan keluarga dalam pembentukan sikap
budaya anak, maka sekolah perlu menjalin kerjasama yang erat dengan
keluarga, sehingga dapat secara bersama-sama dalam satu persepsi, sikap
dan tindakan untuk berupaya menyiapkan anak didik untuk siap menghadapi
tantangan masa depan melalui proses persekolah.

1 : Sekolah dan Konteks Sosiokultural 15


Sistem politik

Keluarga Tetangga dan


Masyarakat

Kelompok/Organisasi Sekolah

Y
anak/pemuda/orang INDIVIDU
dewasa

Lembaga Agama Media Massa

M
SIstem Ekonomi Sistem Budaya
Masyarakat

M
E. Sekolah sebagai Medium dari Proses Sosialisasi
Proses transisi dari masyarakat pra-industri yang kehidupan dan budaya

U
serta kebiasaannya masih sangat sederhana menuju kehidupan era global
dengan persaingan yang sangat tinggi atau era informasi dengan masyarakat
maju berteknologi tinggi. Pada masa seperti tingkat diversifikasi kemampuan

D
dan keterampilan yang sangat tinggi serta perubahan tatanan sosial yang
kompleks, mendorong semua orang untuk memfokuskan perhatian pada
perlunya lembaga-lembaga pendidikan formal.
Lembaga pendidikan khususnya persekolahan berfungsi sebagai tempat
untuk mempersiapkan anak-anak agar dapat melakukan proses sosialisasinya
secara mudah dan lancar sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman tanpa
kehilangan budayanya sendiri. Apabila diperhatikan di dalam masyarakat
terdapat lembaga-lembaga sosial, ekonomi dan politik yang merupakan
kekuatan-kekuatan yang sangat besar memberikan pengaruh kepada
perkembangan anak dan melakukan kontrol terhadap perilakunya yang
sering dan cenderung melakukan peniruan-peniruan terhadap nilai-nilai baru
yang belum tentu sesuai dengan nilai dan norma yang selama ini diyakini
dalam kehidupan masyarakatnya. Dengan demikian anak akan berintegrasi
dan tidak tercabut dari akar budaya dan corak kehidupan masyarakatnya.
Sebagaimana yang menjadi perhatian dari para ahli antropologi, pendidikan
pada masyarakat primitif dipusatkan pada masalah hubungan-hubungan yang
terjadi diantara generasi tua ke generasi muda. Dalam masyarakat seperti

16 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


itu proses sosialisasi pertama dan utama menjadi tanggung jawab keluarga,
lembaga-lembaga keagamaan dan bentuk-bentuk hubungan kekerabatan
lainnya.
Sebaliknya pada masyarakat industri atau era teknologi seperti sekarang
ini, masalah pendidikan bukan hanya merupakan masalah sosialisasi mekanis
informal sebagaimana digambarkan di atas, melainkan perhatian mengenai

Y
masalah pendidikan dipusatkan pada lembaga-lembaga pendidikan formal
yang memiliki spesialisasi tinggi. Dalam masyarakat industri yang telah maju,
dengan tingkat persaingan sangat tinggi dan memerlukan kompetensi yang
sangat tinggi pula, maka orang tidak akan dengan mudah melakukan proses

M
sosialisasi dengan baik tanpa dipersiapkan secara baik dan matang melalui
pendidikan formal dan bentuk-bentuk pendidikan lainnya.
Masyarakat industri dengan teknologi tinggi menuntut persyaratan-
persyaratan tertentu untuk menerima generasi muda memasuki kehidupan

M
modern. Hanya mereka yang memiliki kualifikasi, keterampilan dan
pengetahuan yang baik dan sesuai dengan kebutuhanlah yang akan dapat
diterima dalam lingkungan kerja. Proses sosialisasi dalam masyarakat industri
memerlukan proses seleksi yang ketat. Konsekuensinya adalah hanya mereka

U
yang memiliki kemampuan, keterampilan serta sikap profesionalisme yang
baik dan lulus seleksi tertentu yang akan berhasil melakukan sosialisasi.
Dalam suatu masyarakat yang diatur dengan mekanisme dan norma-

D
norma gesellschaft, keluarga memiliki tanggung jawab yang besar dan utama
dalam fungsinya untuk menanamkan nilai-nilai, norma dan dasar-dasar
sosialisasi ke lembaga-lembaga pendidikan selanjutnya. Peranan-peranan
yang semula dilakukan oleh keluarga, sekarang tidak dapat lagi dilakukannya
secara optimal sesuai dengan tuntutan kompetensi masyarakat global. Oleh
sebab itu, peran tersebut selanjutnya diperankan oleh sekolah. Melalui
sekolah-sekolah semacam itu proses sosialisasi dilakukan oleh guru-guru yang
profesional, berkarakter, inovatif dan inspiratif yang akan dapat membawa
peserta didik dapat melakukan enkulturasi.
Aktivitas-aktivitas yang semula dapat dilakukan di dalam kelompok-
kelompok kecil dalam memberikan kemampuan/kompetensi tertentu,
kini mutlak harus dilakukan dalam lingkungan sosial yang lebih luas dan
kompleks. Sekolah juga menyelenggarakan aktivitas-aktivitas ekstra kurikuler,
menggalakkan kegiatan-kegiatan olahraga, kesenian, dan kepramukaan,
palang merah remaja dan lain-lain, semuanya kegiatan tersebut dimaksudkan
untuk lebih membekali anak dalam menghadapi sosialisasinya di masyarakat.
Apa yang dilakukan oleh sekolah baik kegiatan kurikulum, kurikulum maupun

1 : Sekolah dan Konteks Sosiokultural 17


kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler, serta organisasi-organisasi kepemudaan
telah diprogram dan direncanakan secara sistematis, dilakukan oleh tenaga-
tenaga terlatih, ahli dan profesional.
Transisi dari lingkungan keluarga ke lingkungan sekolah dan masyarakat
tersebut juga di iringi juga dengan berbagai perubahan penting yang secara
langsung mempengaruhi isi dari aktivitas-aktivitas sosialisasi yang sebelumnya

Y
telah terbentuk di dalam lingkungan keluarga. Di samping itu perubahan
kebiasaan dan kegiatan di rumah ke suasana dan perubahan kebiasaan dan
sikap dalam organisasi-organisasi yang lebih luas di luar lingkungan rumah
mempunyai pengaruh yang besar terhadap aktivitas-aktivitas dalam keluarga

M
serta pada proses sosialisasi selanjutnya. Tempat untuk melakukan kontrol,
pendidikan, bimbingan dan latihan terhadap aktivitas-aktivitas tersebut
berpindah dari lingkungan keluarga kepada sekolah, oleh sebab itu semakin
profesional pendidikan di sekolah akan semakin memberi bekal yang lebih

M
besar dan efektif dalam membantu memberikan dasar-dasar yang lebih kuat
dalam melakukan sosialisasi selanjutnya. Dengan demikian institusi keluarga
sebagai lembaga sosialisasi secara berangsur-angsur semakin berkurang
peranannya dan sebagai gantinya sekolah memegang peranan penting sebagai

U
lembaga sosialisasi, bahkan bukan saja sebagai pengganti, akan tetapi juga
sebagai pelengkap dan menyempurnakan apa yang telah dilakukan dari
institusi keluarga.

D
Isi dan materi yang diperlukan dalam menentukan aktivitas-aktivitas di
sekolah secara teknis rasional di masukkan ke dalam kurikulum sekolah, di
mana secara garis besar digolongkan menjadi dua bagian, pertama materi-
materi yang bersifat teoretis dan atau ideologis dan kedua materi-materi yang
bersifat praktis. Apabila kegiatan-kegiatan di dalam keluarga dilakukan semua
aktivitas pendidikan, bimbingan dan lain-lain cenderung dilakukan dengan
pendekatan informal, sementara di sekolah kegiatan-kegiatannya diprogram
secara terencana, sistimatis, logis serta diikuti dengan aturan-aturan yang
jelas sistematis dan ditata secara formal.
Pelajaran-pelajaran yang sifatnya praktis seperti pelajaran masak-
memasak, menjahit, keterampilan-keterampilan industri sederhana atau
keterampilan-keterampilan lokal (live skill), diberikan untuk memberikan
dasar-dasar keterampilan bagi persiapan kelak apabila ia bekerja atau
membangun rumah tangga. Pelajaran-pelajaran yang sifatnya teoretis-ideologis
seperti studi ilmu-ilmu sosial, pendidikan matematika dan sains telah dipilih
dan dipertimbangkan secara rasional, dimaksudkan untuk memberi bekal-
bekal pengetahuan, agar memiliki kemampuan dalam mengantisipasi dan

18 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


mengadopsi secara efektif kekuatan-kekuatan perubahan yang terjadi di
luar. Sementara itu aktivitas-aktivitas sosial dalam bentuk ekstra kurikuler,
juga telah diprogram, agar menambah kemampuan-kemampuan anak
untuk memerankan fungsi-fungsi sosialnya, terutama untuk memberikan
bekal dalam menghadapi interaksi sosial yang lebih luas. Kegiatan-kegiatan
ekstrakurikuler semacam itu juga dimaksudkan sebagai kegiatan pengisi
waktu luang di mana di dalam masyarakat tertentu, banyak waktu luang

Y
yang tidak terisi dengan kegiatan-kegiatan yang efektif, sehingga mengarah
pada hal-hal yang negatif. Dengan demikian kegiatan ekstra kurikuler pada
dasarnya merupakan bagian tak terpisahkan dari kegiatan kurikuler dalam
pembentukan generasi muda secara utuh, sebab ekstra kurikuler selain

M
membina dan mengembangkan fungsi-fungsi interaksi sosial juga bermaksud
mengembangkan karakter:
1. kedisiplinan,

M
2. kerjasama,
3. kejujuran,
4. saling menghargai orang lain,

U
5. kepemimpinan,
6. kemandirian,
7. kreativitas,

D
8. inovatif, dan
9. sikap produktif.
Aspek-aspek karakter seperti diuraikan di atas mendapat perhatian
utama dalam mengisi kegiatan-kegiatan kurikuler dan ekstra kurikuler
secara terintegrasi dalam seluruh pembelajaran di sekolah. Sekolah membuat
peraturan-peraturan dan tata tertib yang harus ditaati oleh peserta didik pada
dasarnya dibuat dan ditegakan sebagai suatu proses pembentukan pembiasaan
dalam menumbuh kembangkan karakter anak. Semakin baik pelaksanaan
aturan tersebut oleh peserta didik semakin besar wibawa dan efektivitas
sekolah dalam mentransformasi nilai, norma dan budaya pembentuk karakter
peserta didik. Hal ini sangat diperlukan bagi anak, karena kelak apabila
mereka telah terjun berperan dalam lingkungan sosial yang lebih luas dan
penuh dengan masalah yang memerlukan karakter-karakter tertentu seperti
kedisiplinan, kerjasama, kepemimpinan kemandirian dan lain-lain. Dengan
demikian mereka akan lebih siap serta mudah beradaptasi dengan segala
bentuk nilai serta kebiasaan serta budaya di mana dia berada.

1 : Sekolah dan Konteks Sosiokultural 19


Dari berbagai uraian di atas, nampak bahwa sekolah sebenarnya
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sosio kultur masyarakat
lingkungan, bahkan masyarakat yang lebih luas yaitu nasional dan global.
Karena itu fungsi-fungsi inkulturasi dan alkulturasi budaya menjadi strategis
untuk diperankan secara optimal oleh sekolah. Untuk itu sekolah sebagai
organisasi sosial yang menganut sistem sosial di dalamnya terdapat para
pendidik, guru, kepala sekolah atau aparat pendidikan lainnya (seperti

Y
penjaga sekolah, petugas kebersihan, tata usaha dan lain-lain) perlu secara
cermat untuk merancang program-program kegiatan sekolah dan program
pembelajaran yang terkait dengan budaya masyarakat lingkungannya atau
lebih dikenal dengan pendekatan kontekstual.

M
F. Fungsi-fungsi Lain dari Pendidikan
1. Fungsi Sosialisasi

M
Masyarakat memiliki cara khusus untuk membentuk generasi baru
yang memiliki pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai, peranan-peranan,
serta tanggung jawab sosial yang efektif menurut kondisinya masing-

U
masing. Dengan caranya tersebut masyarakat meyakini generasi baru yang
dikembangkannya mampu memahami budaya masyarakat dan menerimanya
sebagai pedoman dalam bertindak, bersikap dan berperilaku. Melalui proses

D
sosialisasi anak-anak yang belum dewasa belajar agar menjadi anggota
masyarakat yang dewasa, mandiri, produktif, inovatif serta kreatif. Proses
sosialisasi akan terus berlanjut dalam siklus kehidupannya, baik melalui
bentuk-bentuk formal maupun informal. Proses tersebut mulai dari
pendidikan tahap permulaan di lingkungan keluarga (pendidikan anak usia
dini) sampai perguruan tinggi. Di samping itu juga dilakukan di lingkungan
sekolah-sekolah keterampilan, sekolah-sekolah masyarakat, training-training,
pengalaman di dalam organisasi, pengamatan-pengamatan sendiri, serta
dalam seluruh kegiatan interaksi sosialnya. Hal tersebut semuanya pada
dasarnya merupakan proses sosialisasi. Dengan demikian proses sosialisasi
itu sebenarnya dapat terjadi dalam berbagai bentuk dan cara, tetapi proses
sosialisasi tidak selamanya berjalan dengan mulus. Apa yang diajarkan,
siapa yang mengajar, dan bagaimana mengajar, oleh para pendidik, oleh para
pemimpin, atau apakah oleh tokoh masyarkat tertentu, akan mempengaruhi
keberhasilan proses sosialisasi yang dilakukan oleh seseorang.
Upaya menjaga sinkronisasi proses sosialisasi di masyarakat dan sekolah,
maka sekolah dalam hal ini para pendidik, pengajar dan seluruh komponen

20 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


warga sekolah perlu memahami apa dan bagaimana sosial kultur masyarakat
setempat. Dengan demikian sosialisasi nilai-nilai luhur, ide-ide gagasan, pola
perilaku, sikap dan sebagainya dapat berjalan secara sinergis dengan apa yang
diyakini dan dianut oleh budaya masyarakat setempat, tanpa menghilangkan
fungsi-fungsi edukatif dalam membentuk generasi muda. Kesamaan nilai-
nilai yang ditransmisikan kepada generasi muda dengan nilai-nilai yang ada
dalam masyarakat akan mempercepat keberhasilan proses transformasi yang

Y
dilakukan.

2. Fungsi Seleksi, Training dan Alokasi

M
Pada dasarnya dalam masyarakat, apakah itu masyarakat tradisional
maupun masyarakat modern setiap posisi-posisi yang ada dalam strata
masyarakat selalu diisi melalui proses seleksi, baik secara informal maupun
secara formal. Hal tersebut dapat kita amati dalam kehidupan sehari-hari

M
dalam posisi sebagai ketua RT, misalnya selalu terjadi proses seleksi dari
tokoh masyarakat bahkan oleh masyarakat secara keseluruhan. Setiap anggota
masyarakat dapat memegang jabatan atau posisi tertentu bilamana mereka
memenuhi persyaratan yang ditentukan.

U
Dalam konteks pengisian posisi yang menuntut keterampilan dan
pengetahuan tersebutlah maka lembaga-lembaga pendidikan mengemban
tugas untuk mempersiapkan peserta didik agar memiliki bekal persyaratan

D
kompetensi pengetahuan, sikap dan keterampilan tertentu sesuai kebutuhan.
Sekolah sering mengajarkan pengetahuan, keterampilan, serta aspek-
aspek lain yang nantinya diperlukan bila seseorang memasuki kehidupan
masyarakat. Sekolah menerima siswa baru melalui seleksi. Lembaga-lembaga
kerja menerima pegawai baru melelui seleksi. Oleh karena itu, sekolah
harus dapat mengembangkan keterampilan lokal dengan pembelajaran
kontekstual, sehingga anak di daerah terpencil sekalipun akan memiliki
kemampuan kognitif dan kemampuan keterampilan dasar untuk hidup dalam
lingkungannya kelak setalah menyelesaikan proses pendidikan. Dengan
demikian sudah seharusnya semua institusi pendidikan di tingkat dasar
(bahkan mulai dari pendidikan anak usia dini/PAUD) sudah memberikan
harapan dan makna yang signifikan bagi peserta didik untuk kehidupan yang
lebih baik dan sejahtera. Hal tersebut dapat dilakukan apabila sekolah dapat
melakukan fungsinya sebagai lembaga yang dapat memberikan dan melakukan
fungsi sebagai institusi training/latihan kepada peserta didik. Hal inilai yang
ditegaskan oleh Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun

1 : Sekolah dan Konteks Sosiokultural 21


2003 dan Undang-Undang Guru dan Dosen Tahun 2005 yang menyatakan
secara tegas bahwa salah satu tugas guru adalah membimbing dan melatih
selain mendidik.

3. Fungsi Inovasi dan Perubahan Sosial


Pada saat ini disadari atau tidak, bahkan diyakini dan harus menjadi

Y
fokus utama adalah bahwa penemuan-penemuan baru dalam bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi berkembang pesat. Hal tersebut menuntut sekolah
untuk mentransformasikan perkembangan tersebut kepada peserta didik
dan masyarakat. Sebab dengan ilmu pengetahuan tersebut masyarakat akan

M
memiliki kemampuan dalam penguasaan teknologi yang dapat dimanfaatkan
untuk merubah lingkungan bagi kemajuan dan peningkatan hidup masyarakat.
Para pendidik, pengajar, peneliti dan para pengkaji ilmu pengetahuan
di dalam lembaga-lembaga pendidikan melalui tulisan-tulisan dan

M
penelitian-penelitian dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi telah
memberikan sumbangan-sumbangan dalam berbagai aspek kehidupan,
seperti kebijaksanaan sosial dan kesejahteraan, memberikan ide-ide yang

U
dapat mendorong ke arah perubahan sosial dan peningkatan kesejahteraan
kehidupan masyarakat.
Perubahan sering akan mengancam pola-pola lama yang ada dan sering
pula mendapat penolakan dari sebagian masyarakat, sehingga sering menjadi

D
sesuatu yang kontraversi. Adanya sikap menolak dan cenderung betahan
dengan cara yang telah ada sering terjadi di masyarakat dalam menyikapi
setiap perubahan baru. Tetapi hal tersebut akan berhenti menjadi kontraversi
apabila perubahan tersebut dapat diimplementasikan dan memberikan
hasil yang dapat meningkatkan harkat dan martabat serta kesejahteraan
masyarakat. Oleh sebab itu hal yang terpenting dalam setiap perubahan
bagi masyarakat adalah keyakinan bahwa perubahan membawa perbaikan
signifikan bagi mereka. Disinilah peran penting lembaga pendidikan untuk
mengadvokasi perubahan kepada generasi muda dan masyarakat.

4. Pengembangan Pribadi dan Sosial


Salah satu fungsi dari pendidikan adalah memberi bekal dan kemampuan
serta mengarahkan generasi muda untuk mengenal dunia di luar lingkungan
keluarganya, sehingga dia dapat menyesuaikan dengan seluruh aktivitas dan
kehidupan masyarakat lingkungannya. Di sekolah dasar, misalnya peserta
dengan cepat belajar kapan gurunya membenarkan perilakunya dan kapan

22 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


ia tidak diperkenankan melakukan sesuatu, kapan gurunya memberikan
penghargaan, dan kapan memberikan hukuman atau celaan/teguran. Anak
sering memperkuat perilakunya apabila perilaku yang ditunjukkannya
dalam hubungan sosial mendapat penguatan dari gurunya, sebaliknya akan
menghilangkan perilaku tersebut apabila mendapat teguran atau hukuman
dari para pendidik. Anak-anak bergaul dengan teman-temannya, dengan orang
yang lebih dewasa (kelas diatasnya) bahkan dengan gurunya. Dengan cara ini

Y
anak mulai dapat gambaran mengenai perilaku yang diharapkan berdasarkan
norma-norma tertentu. Pada anak usia sekolah dasar pengaruh guru di sekolah
biasanya lebih besar bahkan mengalahkan pengaruh orangtua sekalipun.
Anak sering mengikuti pendapat gurunya dibandingkan dengan pendapat

M
orangtuanya. Oleh sebab itu, peran guru di sekolah dalam membentuk
karakter kepribadian peserta didik sangat kuat dan akan lebih efektif apabila
dapat bersinergi dangan kekuatan pengaruh orangtua/masyarakat.

M
Transisi dari aturan-aturan nilai, budaya serta norma-norma di dalam
keluarga dengan dunia luar, dari pola hubungan interaksional yang lebih
informal ke pola formal, memerlukan penyesuaian-penyesuaian sosial. Ini
berarti akan terjadi perkembangan yang menyangkut aspek-aspek pribadi

U
dan sosial.
Di samping fungsi-fungsi tersebut di atas proses pendidikan, memiliki
fungsi-fungsi yang lainnya dalam peranannya sebagai agen perubahan sosial

D
masyarakat. Fungsi-fungsi lain tersebut secara rinci dapat dilihat pada uraian
berikut ini.

a. Memindahkan Nilai-nilai Budaya


Dalam konteks sistem nilai-nilai budaya, pendidikan sebenarya
merupakan proses kegiatan yang direncanakan untuk memindahkan
pengetahuan, sikap dan nilai-nilai serta kemampuan-kemampuan mental
lainnya dari satu generasi ke genarasi yang lebih muda, atau juga dari satu
kelompok masyarakat kepada kelompok masyarakat lainnya. Pemindahan
pengetahuan, sikap, nilai dan kebiasaan tersebut pada dasarnya adalah
memindahkan budaya kepada generasi atau kelompok tertentu. Seperti kita
telah diskusikan pada bagian terdahulu kebudayaan pada dasarnya mencakup
pandangan-pandangan, sistem keyakinan, cita-cita serta harapan-harapan
yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat, nilai-nilai, sistem
perilaku, sistem simbol dan lain sebagainya. Dalam proses interaksi edukasi
antara guru dan siswa, telah ada atau harus dirancang secara sistimatis agar

1 : Sekolah dan Konteks Sosiokultural 23


selalu terjadi proses taransfer budaya kepada siswa. Dengan demikian siswa
akan memperoleh nilai-nilai budaya tersebut, yang pada gilirannya dihayati
sehingga akan tercermin dalam sikap dan perilakunya sehari-hari.

b. Nilai-nilai Pengajaran
Sekolah sebagai institusi pendidikan sebenarnya juga merupakan

Y
tempat bagi siswa dalam mengalami proses sosialisasi, dan mempengaruhi
peserta didik untuk dapat terintegrasi/menyatu dengan norma-norma, nilai,
kebiasaan dan budaya yang berlaku. Budaya tersebut adalah budaya yang ada
dalam kehidupannya sehari-hari di lingkungan keluarga dan masyarakat.

M
Pada tahun-tahun pertama anak memasuki sekolah, biasanya sekolah lebih
menekankan pentingnya fungsi kontrol sosial dibandingkan dengan fungsi-
fungsi yang lain, bahkan pada pendidikan anak usia dini fungsi kontrol sosial
yang sekarang dikenal dengan istilah karakter menjadi perhatian utama

M
dan pertama. Pada tahun-tahun pertama tersebut anak diajarkan mengenai
bagaimana harus mengikuti instruksi-instruksi dari gurunya, tunduk dan
patuh pada pemerintah dan disiplin yang diberikan oleh gurunya, misalnya
harus mengacungkan tangannya lebih dahulu sebelum mengangkat bicara,

U
mengerjakan tugas-tugas sesuai dengan jadwal yang lebih ditetapkan, bahkan
juga dibiasakan bagaimana bertemu orang yang lebih dewasa, memberi salam
dan menjawab salam, berjabat tangan dan lain-lain kebiasaan sesuai dengan

D
norma dan nilai yang berlaku di masyarakat tersebut.
Sekolah mengajarkan nilai-nilai baru yang dalam banyak hal mungkin
sekali terdapat perberbedaan dengan nilai-nilai yang berlaku di dalam keluarga
atau masyarakat di lingkungan sekitar anak berada. Salah satu contoh,
misalnya di rumah anak mendapat kasih sayang berlebihan (over protective)
dari orangtuanya, sementara di sekolah anak mulai dibiasakan untuk belajar
mandiri tanpa selalu tergantung dengan orang lain. Sistem nilai ini mungkin
saja kurang sesuai dengan sistem nilai yang dikembangkan oleh sekolah,
misalnya dalam keadaan anak terlalu disayangi oleh orangtuanya sehingga
terkesan over protective yang menyebabkan pembentukan kemandirian yang
dikehendaki sekolah tidak optimal. Dalam kondisi demikian sekolah perlu
melakukan perubahan sistem nilai dengan pendekatan kultur, sehingga
perubahan yang dikehendaki sekolah akan berjalan secara alamiah dan tidak
menimbulkan konfrontasi antara sekolah dengan masyarakat. Untuk dapat
mensinergikan nilai-nilai yang ditransformasikan di sekolah kepada peserta
didik dengan nilai-nilai yang berkembang di rumah dan masyarakat diperlukan

24 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


hubungan harmonis antara sekolah, keluarga dan masyarakat untuk saling
memberi (take and give) berbagai informasi sesuai kebutuhan pendidikan.

c. Peningkatan Mobilitas Sosial


Pendidikan juga mengemban fungsi dalam upaya peningkatan mobilitas
sosial di tengah masyarakat. Fungsi ini menuntut pendidikan wajib

Y
menyediakan kesempatan yang sama bagi anak-anak untuk maju, untuk
memperoleh pengetahuan dan keterampilan kerja yang baik. Ini berarti
pendidikan wajib memberikan layanan berkualitas kepada peserta didik.
Hal ini juga yang ditegaskan oleh peraturan pemerintah tentang pendidikan

M
yaitu: pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan dan atau
menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas. Siapa saja yang memiliki
prestasi akan mendapat kesempatan untuk memperoleh pekerjaan sesuai
dengan bidangnya. Pekerjaan yang layak dan kondisi-kondisi kerja yang

M
lebih baik, terbuka bagi siapa saja yang memiliki dan memenuhi persyaratan
tertentu. Jadi, walaupun semula seseorang berasal dari golongan masyarakat
rendah/miskin, mereka akan memperoleh lapangan pekerjaan dengan kondisi-
kondisi yang baik asal saja mereka memenuhi persyaratan yang diperlukan

U
oleh lapangan pekerjaan tersebut.
Perkembangan ipteks yang pesat menyebabkan persyaratan kerja juga
semakin meningkat dengan tingkat persaingan yang tidak hanya bersifat lokal,

D
tetapi juga nasional bahkan internasional. Untuk itu pendidikan semakin
dituntut berkualitas global. Banyak contoh orang berhasil dan menduduki
posisi tertinggi dalam institusi pemerintahan maupun swasta berasal dari
keluarga tidak mampu. Bahkan mereka ini sering mendapat posisi terbaik
diberbagai lapangan kerja yang tidak hanya lokal tetapi juga pekerjaan dalam
lingkup nasional dan internasional. Ini berarti bahwa pendidikan dapat
meningkatkan mobilitas sosial. Karena itu pendidikan harus melakukan
tiga kegiatan utama dalam proses pendidikan yaitu kegiatan pendidikan/
mendidik, bimbingan dan pelatihan. Tanpa meninggalkan hakikat dasar proses
pendidikan itu sendiri yaitu proses mendidik yang berkelanjutan.

5. Fungsi Sertifikasi
Lembaga-lembaga pendidikan selalu memberikan sertifikat bagi siswa-
siswanya yang telah menyelesaikan tingkat pendidikan tertentu dalam bentuk
ijazah, diploma atau surat keterangan tanda kecakapan. Surat keterangan
tersebut bernilai bagi pemiliknya karena ia akan memiliki hak-hak tertentu

1 : Sekolah dan Konteks Sosiokultural 25


untuk memperoleh pekerjaan sesuai dengan bidang yang dikuasainya
sebagaimana diterangkan di dalam sertifikat. Dalam masyarakat industri
pekerjaan-pekerjaan hanya bagi pemegang sertifikat/diploma. Pekerjaan
yang lebih baik akan direbut oleh mereka yang memiliki sertifikat tertentu,
sehingga sertifikat merupakan sesuatu yang sangat berharga. Pemegang
sertifikat akan memiliki prestise tertentu. Dalam masyarakat dengan sistem
kompetisi dalam menentukan jenjang karier, sertifikat tersebut merupakan

Y
ukuran tertentu bagi pencari pekerjaan.
Dalam hubungannya dengan hal tersebut nampak secara jelas fungsi
pendidikan sebagai persiapan kerja dan pelatihan kerja sehingga keberhasilan

M
sekolah, sebagian dari fungsinya adalah mempersiapkan anak/pemuda untuk
memperoleh pekerjaan. Dalam masyarakat yang masih sederhana, fungsi job
training belum begitu terasa merupakan suatu kebutuhan, dan oleh karena
itu belum banyak mendapat perhatian. Akan tetapi dalam masyarakat

M
modern, fungsi persiapan kerja melalui latihan kerja (fungsi job training)
sudah merupakan sesuatu kebutuhan yang sangat mendesak. Adanya job
training dimaksudkan untuk memberikan latihan-latihan sebelumnya,
seseorang memangku pekerjaannya yang tetap. Dengan demikian berarti

U
bahwa pendidikan berfungsi memberikan bekal pengetahuan, terutama
keterampilan-keterampilan menjelang pekerjaan yang sebenarnya. Di
dalam masyarakat modern jenis-jenis pekerjaan begitu kompleks dan rumit

D
sehingga tamatan pendidikan formal tertentu dikhawatirkan belum dapat
langsung menyesuaikan diri dan kemampuannya terhadap pekerjaan yang
harus dipangkunya. Dalam kondisi inilah sekolah harus mempersiapkan
kemampuan-kemampuan peserta didik untuk dapat menyesuaikan diri
dengan pekerjaan yang mungkin dapat dilakukannya di masyarakat masa
akan datang. Untuk itu model pembelajaran dalam rangka persiapan ini harus
terkait dengan apa yang sebenarnya diperlukan oleh jenis-jenis pekerjaan di
masyarakat. Ini berarti kurikulum muatan lokal yang didesain secara baik
dan sistimatis akan sangat membantu pembentukan peserta didik yang akrab
dengan jenis pekerjaan di masyarakatnya.
Kondisi tersebutlah sebenarnya mendorong paradigma link and match
dalam dunia pendidikan. Hal ini akan dapat dicapai secara efektif dan efesien
apabila terbentuk kemitraan (partnership) yang baik dan harmonis antara
dunia pendidikan dengan dunia kerja dan masyarakat secara sinergis dan
berkelanjutan.

26 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


6. Mengembangkan dan Memantapkan Hubungan-
hubungan Sosial
Hubungan-hubungan sosial banyak dikembangkan oleh lembaga-lembaga
pendidikan, karena sekolah sebagai proses sosial akan selalu terjadi proses
interaksi sosial. Bahkan teori belajar sosial menyatakan bahwa belajar pada
dasarnya adalah proses interaksi sosial. Belajar tidak akan terjadi secara efektif

Y
tanpa proses interaksi sosial diantara peserta didik.
Walaupun anak-anak telah memperoleh pengalaman bergaul dalam
lingkungan rumah/keluarga, akan tetapi aspek-aspek hubungan sosial
tersebut lebih banyak terbentuk melalui kelompok-kelompok sebaya di

M
sekolah. Anak banyak bergaul dengan teman sebayanya di kelas, di sekolah
bahkan dilingkungan rumah tangga sesama tentang dan lain sebagainya. Di
dalam kelompok-kelompok sebaya di sekolah, anak-anak selalu mengadakan
interaksi secara kontinu dalam kehidupannya sehari-hari. Melalui hubungan

M
interpesonal antar anak, yang sebaiknya selalu diawasi dan dibimbing oleh
guru-guru mereka, anak-anak mengadakan hubungan interpersonal sehingga
sifat-sifat sosial dan emosional anak akan berkembang dari sifat-sifat egois

U
menjadi sifat-sifat menghargai pendapat kawan, kerja sama, saling bantu-
membantu, rasa tepo seliro dan sebagainya akan berkembang secara optimal
dan terarah. Berbagai bentuk organisasi siswa, seperti OSIS, kelompok belajar,
kelompok-kelompok hobi (olah raga, kesenian), kelompok palang merah

D
pelajar, kelompok lalu lintas, dan kelompok pramuka, semuanya merupakan
wadah tempat di mana aspek-aspek sosial anak dapat dikembangkan. Karena
itulah dalam lingkungan pendidikan kurikulum tidak hanya dirancang untuk
kegiatan kurikulum itu sendiri, tetapi juga ko kurikuler dan ekstra kurikuler
yang dapat menumbuh kembangkan hubungan-hubungan sosial tersebut.
Tumbuh kembangnya proses-proses sosialisasi di sekolah, sangat
tergantung pada kesiapan sekolah merancang secara baik pola-pola interaksi
yang dapat dikembangkan di lingkungan sekolah melalui kegiatan ekstra
kurikuler. Tatapi kegiatan ekstra kurikuler yang dirancang harus tetap
memerhatikan pola budaya masyarakat setempat agar tidak menimbulkan
benturan budaya.
Bagaimana merancang kegiatan ekstra kurikuler yang sesuai dengan
budaya dan tata nilai di masyarakat diperlukan pemahaman yang baik dan
akurat tentang masyarakat. Pemahaman yang mendalam tentang masyarakat
memerlukan upaya sekolah untuk selalu dekat dan bermitra secara harmonis
dengan masyarakat. Untuk itu mengapa sekolah perlu bermitra dengan

1 : Sekolah dan Konteks Sosiokultural 27


masyarakat agar apa yang dirancang oleh sekolah sesuai dengan apa yang
diinginkan oleh masyarakat. Dengan kata lain sekolah perlu dikelola dengan
berbasiskan masyarakat, karena masyarakat sebagai pemilik sekolah, sekaligus
pelanggan sekolah.

7. Membentuk Semangat Kebangsaan (Patriotisme)

Y
Sekolah dalam kehidupannya sehari-hari mentransmisikan mitos,
simbol-simbol kebangsaan, dan mengajarkan penghargaan terhadap para
pahlawan bangsa serta peninggalan-peninggalan sejarah. Semua aktivitas
tersebut dilakukan dengan harapan akan dapat mengembangkan semangat

M
serta loyalitas generasi muda untuk kejayaan bangsa dan negara. Berbagai
simbol kebangsaan seperti bandera negara, lambang negara dan lain-lain selalu
dikenalkan kepada peserta didik. Bahkan sekolah setiap hari senin melakukan
upacara bendera sebagai kegiatan untuk membentuk sikap warga negara dan

M
semangat kebangsaan kepada peserta didik. Di samping itu juga sekolah
mengajarkan sejarah bangsanya, kepahlawanan dan semangat kebangsaan
serta kejayaan bangsanya. Memajukan dan memalihara serta menghargai
peninggalan dan monumen-monumen sejarah yang dilakukan skolah juga

U
dimaksudkan untuk menanamkan rasa kebangsaan serta kesediaan membela
tanah airnya untuk keutuhan dan kemandiriannya sebagai suatu bangsa dan
negara.

D
Dalam konteks ini, maka kebudayaan di suatu daerah yang melekat bagi
siswa harus dikaitkan dengan berbagai kebudayaan daerah lainnya. Artinya,
meskipun sekolah perlu mengembangkan budaya lokal, tetapi dalam konteks
budaya nasional, sehingga tidak terbentuk anak yang hanya mengakui
budaya daerahnya secara membabi buta atau hanya mengakui budaya
daerahnya sebagai satu-satunya budaya dan budaya terbaik. Apabila hal ini
terjadi, maka lambat laun akan merupakan benih-benih yang menyebabkan
adanya keresahan atau benturan antar suku, antar etnis atau antar budaya
tertentu. Oleh karena itu sikap mau mengakui, menghargai dan menghormati
perbedaan perlu ditumbuh kembangkan oleh lembaga pendidikan kepada
peserta didik. Dalam konteks inilah diperlukan pendidikan multi kultural bagi
anak-anak sejak usia dini, sehingga mereka mampu menghargai keragaman
budaya bangsanya dalam konteks negara kesatuan.

28 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


2

Y
sekolah sebagai
sistem sosial

M
M
A. Pendahuluan
Sekolah sebagai organisasi dihuni oleh warga sekolah yang terdiri dari

U
siswa, guru/pendidik, tenaga kependidikan dan bahkan orangtua murid serta
stackholder yang tergabung dalam komite sekolah. Oleh sebab itulah, sekolah
sering juga disebut sebagai masyarakat mini, karena sekolah sebagai organisasi

D
masyarakat terdiri dari multi etnis multi religi, multi budaya dan kebiasaan
bahkan multi tujuan dan harapan. Di samping itu sering pula sekolah disebut
sebagai organisasi yang menganut sistem sosial.
Sistem sosial adalah satu kesatuan yang utuh yang terdiri daripada
pelbagai komponen yang ada dalam sesuatu organisasi yang saling terkait
secara kuat dan saling mempengaruhi antara satu sama lain (Slamet,
2000). Sistem adalah keteraturan interaksi dan saling bergantungan antara
kelompok atau bahagian atau orang-orang secara keseluruhan dalam usaha
untuk mencapai tujuan yang sama. Dalam sistem itu sendiri dapat terjadi
sub sistem-sub sistem yang membantu sistem lebih kecil (sub sistem) yang
berfungsi untuk memperkuat sistem yang lebih besar. Oleh karena itu,
pandangan sistem sosial melihat sesuatu yang ada dalam organisasi sebagai
suatu kesatuan yang utuh dan saling mempengaruhi antara satu sub sistem
dengan sub sistem lainnya. Oleh karena itu, apabila terdapat sesuatu sub
sistem yang tidak berfungsi akan memberi pengaruh kepada sub sistem yang
lain. Akibatnya sistem organisasi keseluruhannya akan pincang dan seterusnya
gagal mencapai tujuan yang diinginkan organisasi. Keutuhan sistem yang

2 : Sekolah Sebagai Sistem Sosial 29


terdiri dari sub sistem-sub sistem tersebut tidak dapat dipisahkan dalam
konteks upaya organisasi mencapai tujuan yang diinginkan.
Dalam pendekatan sistem setiap komponen dalam organisasi mempunyai
hubungan yang sistemik antara satu sama lain. Hubungan yang sistemik ini
menjadikan komponen-komponen organisasi berpadu dalam suatu sistem
kesatuan yang utuh yang saling mempengaruhi antara satu sama lain, sehingga

Y
apabila terdapat satu komponen yang tidak berfungsi secara optimal akan
mempengaruhi sistem secara keseluruhan.

B. Komponen Sistem dalam Sistem Sekolah

M
Seperti diuraikan sebelumnya sekolah merupakan sistem sosial. Oleh
sebab itu organisasi pendidikan atau organisasi sekolah dipandang sebagai
suatu sistem yang terdiri daripada pelbagai sub sistem seperti: guru,
kurikulum, peralatan, sarana dan prasarana, serta murid (Slamet, 2000),

M
bahkan masyarakat dan orangtua murid juga merupaka sub sistem yang turut
mempengaruhi upaya sekolah dalam mencapai tujuan yang dinginkan. Dari
berbagai sub sistem tersebut, apabila dikelompokkan maka sub sistem dalam

U
sistem sekolah dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok subsistem.
Sekolah sebagai suatu sistem, secara universal memiliki komponen-komponen
sebagai berikut: Input, Proses dan Output. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa sekolah sebagai sistem sosial memiliki komponen yang saling

D
bergantung antara satu dengan yang lainnya dalam membantu berfungsinya
sistem secara keseluruhan. Hal ini yang disebut sebagai sistem sosial dengan
pendekatan mikro yaitu sekolah sebagai sistem sosialnya tersendiri karena di
dalamnya terdapat unsur-unsur yang dapat juga disebut sebagai masyarakat
kecil dengan aturan dan norma sosialnya. Hoy (2013) menyebutkan sekolah
sebagai suatu sistem terbuka. Sebagai suatu sistem terbuka, maka sekolah
memiliki komponen atau key properties yaitu: inputs (people, materials, resources
from the outside), transformation (the process transforming inputs into something of
value by sistem), outputs (the by product of transformation), feedback (how sistem
communicates to its parts and the environment), boundaries (sistem are differentiated
from their environments), environment (is anything outside of equilibrium), homeostatis
(a steady state of equilibrium), entropy (the tendency for all system for run down and
die) and equifinality (the same end can be achieved many ways).

30 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


Sebagai sistem terbuka, sekolah memiliki elemen-elemen penting seperti
berikut: sistem struktur organisasi, sistem individu, sistem budaya, sistem
politik, sistem kerja, lingkungan (masyarakat), output, dan umpan balik (Hoy,
2011). Selanjutnya Hoy (2012) menggambarkan sekolah sebagai sistem sosial
yang bersifat terbuka (open system) sebagai berikut:

Social System Model for Schools

Y
M
U M Discrepancy
between Actual
and Expected
Performance

D
Model sekolah sebagai sistem sosial adaptasi dari Hoy and Miskel (2013)

Suatu organisasi untuk menjadi sehat, terus hidup dan berkembang,


perlu terbuka kepada kekuatan lingkungan luar, dan terbuka pada setiap
perubahan. Sebagai sistem terbuka, maka segala perubahan yang berasal
dari luar lingkungan sekolah akan selalu memberikan pengaruh yang kuat
kepada pengelolaan dalam penyelenggaraan sekolah. Untuk itu apabila kita
menginginkan sekolah bertanggung jawab dan berhasil dalam mengantisipasi
berbagai perubahan yang terjadi di lingkungan luar sekolah, diperlukan
kompetensi kepala sekolah yang baik, kepala sekolah yang kreatif dan inovatif,
memiliki kepekaan terhadap masalah dan perubahannya serta kepala sekolah
yang profesional. Hal tersebut digambarkan oleh Hoy dan Miskel (2013)
sebagaimana terlihat pada model yang sebagai berikut:

2 : Sekolah Sebagai Sistem Sosial 31


Y
M
M
Sementara itu Hoy (2010) menyatakan bahwa dalam perspektif
sekolah sebagai sistem sosial, menjelaskan sekolah yang efektif berawal dari
kepimpinan yang dapat mengelola proses manajemen sekolah (transformational
process) atau lingkungan internal sekolah yang kondusif. Model tersebut

U
digambarkan pada halaman 31.

C. Sekolah Efektif dalam Perspektif Sistem

D
Dari berbagai kajian tentang sekolah efektif menemukan bahwa sekolah
efektif ditentukan oleh kepimpinan efektif. Oleh karena itu, dikatakan bahwa
tidak ada sekolah yang efektif tanpa kepala sekolah yang efektif.
Sekolah efektif diberbagai negara dan para pakar memiliki nama yang
berbeda. Di berbagai negara maju ada berbagai istilah tentang sekolah unggul
seperti sekolah yang baik (good schools) (Frymier et al., 1984), sekolah yang
maju (improved schools) seperti dikemukakan oleh Hargreaves & Hopkins
(1984), sekolah yang sukses (successful school) seperti dikemukakan oleh
Sergiovanni, (1987), sekolah efektif (effective schools) dikemukakan oleh
(Mortimore, 1985; Sergiovanni, 1987), dan sekolah ekselin (cemerlang)
(excellent schools) dikemukakan oleh (Sergoivanni, 1987). Sekolah tergolong
efektif atau tidak efektif di lihat dari tiga sudut pandangan pendekatan.
Ketiga pendekatan tersebut adalah pendekatan tujuan, pendekatan proses/
sistem (Hoy & Ferguson, 1985) dan pendekatan respons lingkungan (Robbin,
1983), yang menambah menjadi tiga pendekatan), yaitu pendekatan tujuan,
pendekatan sistem/proses dan pendekatan respons lingkungan.

32 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


Pendekatan tujuan bermaksud sekolah dikatakan efektif apabila mampu
mencapai tujuan yang diinginkan. Tujuan ini biasanya tergambar dari output
sekolah (keputusan pemeriksaan). Sergiovanni (1987) dan Scheerens (1992)
secara tegas menyatakan bahwa sekolah dapat dikatakan efektif apabila telah
mencapai tujuan yang dilihat daripada prestasi pemeriksaan sekolah. Hal ini
juga dinyakatan oleh Hoy dan Furguson (1985), Edmonds (1979), Brookover
dan Lezotte (1979) yang menekankan bahwa sekolah tidak akan dikatakan

Y
efektif atau berjaya apabila tidak berhasil mengajarkan keterampilan dasar
(basic skills) yang standar. Walaupun begitu pendekatan ini tidak mampu
mengukur dimensi kepuasan murid dan kepuasan guru dan masyarakat
terhadap lulusan. Hal ini juga diakui oleh Brandt (1982), Rowan, Dwyer dan

M
Bossett (1982) menyatakan bahwa mengukur keefektifan sekolah dengan
hanya semata-mata menggunakan pendekatan tujuan tidak akan dapat
menggambarkan keefektifan sekolah sebenarnya, karena hanya mengukur satu
dimensi saja, dengan hanya memerhatikan faktor murid tanpa memerhatikan

M
faktor alat dan proses.
Pendekatan sistem/proses. Hoy dan Ferguson (1985) menyatakan
bahwa pendekatan ini mengukur pengaruh sekolah dari aspek: efektivitas

U
internal, keahlian dan keterampilan dalam penggunaan sumber manusia
yang dimiliki dan keberhasilan dalam mekanisme kerja. Ciri-ciri proses
yang menjadi ukuran tersebut yaitu: iklim sekolah (school climate), pola

D
pembuatan keputusan sekolah (decision making) dan semangat kerja guru
(Sergiovanni, 1987). Sementara Owens (1987) membagi proses dalam dua
aspek yaitu aspek dalaman yaitu gaya kepemimpinan, proses komunikasi,
sistem penyeliaan, penilaian, sistem pembelajaran, kedisiplinan dan proses
pembuatan keputusan, sementara aspek eksternal mencakup situasi di mana
sekolah berada dan cirri-ciri masyarakat (budaya sosial, demografi, kekuatan
politik dan kekayaan).
Pendekatan respons lingkungan. Purcell dan Getts (1983) mengkaji
tentang respons orangtua murid/masyarakat terhadap informasi yang
diberikan oleh sekolah. Sekolah yang mampu mendapat respons yang
positif daripada ibu bapa murid dan masyarakat disebut sebagai sekolah
yang efektif. Frymier (1984), dari hasil kajiannya terhadap 100 sekolah yang
disebutnya sebagai sekolah yang baik one hundred good school menemukan
sebanyak 12 ciri sekolah yang baik yaitu: (1) sekolah sebagai bahagian dari
program pendidikan masyarakat; (2) tujuan-tujuan sekolah memenuhi unsur
komprehensif, seimbang, realistik dan dipahami, serta tujuan tersebut terserap
dalam kegiatan sekolah; (3) sekolah bertanggung jawab terhadap program

2 : Sekolah Sebagai Sistem Sosial 33


yang dibuat oleh sekolah; (4) iklim sekolah yang sehat, staf bekerja dengan
penuh kepuasan; (5) pembelajaran menggunakan kaedah dan sumber belajar
yang beragam, bervariasi, kreatif dan sesuai dengan tujuan pembelajaran;
(6) murid memiliki hasil kerja yang memuaskan melalui pengukuran yang
baik; (7) adanya penglibatan murid terhadap berbagai kegiatan sekolah dan
masyarakat; (8) penglibatan aktif masyarakat terhadap program pendidikan
yang dilakukan sekolah dan memberikan kesempatan kepada sekolah untuk

Y
melaksanakan programnya; (9) murid menggunakan perpustakaan dan
sumber belajar lainnya (seperti makmal dan sumber belajar ICT dan lain-
lain) secara intensif; (10) sekolah menyusun program yang memungkinkan
kemajuan bagi pelajar secara mandiri; (11) kepala sekolah memiliki wibawa,

M
dan mampu secara efektif berkolaboratif dengan masyarakat sekitar; (12)
tumbuh dan berkembangnya inovasi secara terus-menerus oleh guru dan
staf pendidikan lainnya di sekolah.

M
Sementara Ekosusilo (2003) dalam kajiannya di sekolah menengah
atas mendapati bahwa sekolah unggul (sekolah efektif) memiliki ciri:
keunggulan, nilai prestasi dan persaingan, keberpengaruhan, kedisiplinan
dan kemandirian, kebanggaan (prestige), penghargaan dan toleransi, keadilan

U
dan kejujuran serta kemandirian dan kebebasan. Dari bebagai kajian tentang
sekolah efektif, didapati bahwa tidak ada sekolah efektif tanpa kepala sekolah
yang efektif. Sekolah yang efektif ditentukan oleh kepemimpinan kepala

D
sekolah yang efektif karena berhasil atau gagalnya suatu sekolah adalah
ditentukan oleh kepimpinan kepala sekolah. Hampir tidak pernah kita melihat
dalam kenyataannya sekolah yang bagus dipimpin oleh kepala sekolah yang
buruk dan sekolah yang buruk biasanya dipimpin oleh kepala sekolah yang
buruk pula. Usman (2008) menemukan bahwa naik turunnya kualitas sekolah
sangat bergantung kepada kualitas kepala sekolahnya.
Perilaku kepemimpinan kepala sekolah tidak hanya dapat dipahami
dari perilaku umum saja, seperti “visi” dan “misi” saja, tetapi juga harus
diidentifikasi pada tindakan-tindakan khusus (spesifik) yaitu kegiatan yang
inovatif dan kreatif kepala sekolah dalam melaksanakan kepemimpinan-nya
dan manajemen sekolah sehari-hari. Dengan perilaku seperti itu diharapkan
akan dapat berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap
prestasi akademik dan non akademik siswa dan sekolah secara keseluruhan.
Slamet (2000) menyatakan bahwa organisasi sekolah sebagai suatu
sistem terdiri daripada sub sistem lainnya yang saling terkait dan saling
mempengaruhi satu sama lainnya, tidak terlepas dari keterkaitannya

34 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


dengan sistem-sistem kehidupan lainnya. Oleh karena itu, seorang kepala
sekolah dalam proses kepimpinannya di sekolah harus berdasarkan kepada
kemampuan berpikir, holistik dan parosialistik. Selain dengan pendapat di
atas, Robbins dan Alvy (2010) menyatakan bahwa perilaku kepemimpinan
kepala sekolah sangat penting terhadap keberhasilan usaha sekolah dalam
melakukan perubahan di sekolah. Hal tersebutlah yang mengharuskan kepala
sekolah pada masa depan “must be attuned to the big picture, a sophisticated,

Y
conceptual thinker who transforms the organization through people and team.”
Berdasarkan kepada uraian-uraian tersebut di atas, maka model sekolah
efektif dalam perspektif sistem dilihat dari aspek kepimpinan sebagai faktor

M
yang memberikan pengaruh kuat terhadap pengelolaan sekolah dapat
dijelaskan seperti dalam model berikut.

Essential Supports Model

U M
D Model Sekolah dalam Perspektif Sistem (Hoy & Miskel, 2013)

Dari berbagai kajian teoretik tentang sekolah sebagai sistem, menjelaskan


perspektif bahwa sekolah sebagai sistem sosial semua menekankan pada dua
hal pokok yaitu kepemimpinan kepala sekolah dalam mengelola sekolah dan
ke dua adalah pentingnya faktor lingkungan yaitu orangtua murid dan atau
masyarakat lingkungan sekolah.
Oleh karena itu, apabila kita berkeinginan untuk menjadikan sekolah yang
baik, efektif, ekselin dan berhasil dua faktor tersebut (kepemimpinan kepala
sekolah dan lingkungan beserta komponennya) harus menjadi perhatian yang

2 : Sekolah Sebagai Sistem Sosial 35


intensif dari semua komponen pendidikan, stakeholder dan pemerintah dalam
program-program pendidikan.
Tetapi apabila kita cermati dalam kondisi emperik, nampaknya faktor
masyarakat masih belum menjadi perhatian yang intensif bahkan sering
terabaikan bahkan mungkin dapat dikatakan di tinggalkan dalam berbagai
hal seperti kegiatan melibatkan masayarakat dan orangtua murid dalam

Y
merumuskan kebijakan pendidikan dan kebijakan di sekolah. Kalaupun
sudah ada badan/institusi yang dibentuk untuk itu seperti halnya Dewan
Pendidikan (di tingkat Kabupaten) dan komite sekolah (di tingkat sekolah),
tetapi masih sebagai institusi yang terkadang terkesan sebagai institusi yang

M
hanya berfungsi untuk melegalkan keputusan sekolah, sebagai keputusan
orangtua murid. Akibatnya sering terjadi komplain dari masyarakat lebih-
lebih terkait masalah sumbangan.
Mengapa hal tersebut masih terjadi kuncinya ada pada menajemen

M
sekolah yang masih menganggap masyarakat sebagai pelengkap saja bukan
komponen pendidikan yang memberi pengaruh besar terhadap mutu sekolah.
Manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat masih belum menjadi
bagian penting dalam manajemen sekolah. Hal ini juga terkait dengan

U
kepala sekolah, khususnya terkait dengan kompetensi kepala sekolah dalam
manajemen sekolah.
Manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat sebenarnya bukan

D
hanya kompetensi yang dimiliki oleh kepala sekolah, tetapi juga merupakan
kompetensi yang harus dimiliki oleh guru. Karena guru yang selalu berhadapan
dengan murid-murid dan guru juga yang sering berhadapan dengan orangtua
dalam menghadapi keluhan, curahan hati bahkan protes terhadap kebijakan
sekolah. Untuk itu dalam bagian pembahasan selanjutnya akan disajikan apa
dan bagaimana manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat yang dapat
dan harus dilakukan oleh kepala sekolah dan juga dapat dilakukan oleh guru-
guru baik sebagai guru kelas maupun sebagai guru mata pelajaran.

36 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


3

Y
masyarakat dan
pendidikan

M
M
A. Mengapa Pendidikan Memerlukan Masyarakat
Masyarakat sejak lama dianggap sebagai bagian penting dalam

U
pendidikan. Sehingga Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan
merupakan tanggung jawab bersama yang dikenal dengan Tri Pusat
Pendidikan, yaitu keluarga, sekolah (pemerintah) dan masyarakat. Oleh sebab

D
itu, diyakini bahwa keberhasilan pendidikan tidak hanya ditentukan oleh
proses pendidikan di sekolah, pendidik, tersedianya sarana dan prasarana
saja, tetapi juga ditentukan oleh lingkungan keluarga dan atau masyarakat.
Karena itu pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah
(sekolah), keluarga dan masyarakat. Sebaik apapun kurikulum dirancang dan
disampaikan oleh seorang pendidikan kepada peserta didik, tetapi apabila
tidak diiringi dengan keterlibatan semua pihak (keluarga, sekolah dan
masyarakat) secara sinergis dan terintegrasi, maka tujuan tidak akan dapat
tercapai secara optimal.
Hal tersebut di atas mengisyaratkan bahwa orangtua murid dan
masyarakat mempunyai tanggung jawab untuk berpartisipasi, turut
memikirkan dan memberikan bantuan dalam penyelenggaraan pendidikan
di sekolah. Bahkan ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun
2003 (UU Sisdiknas), pada Bab XV, pasal 54 ayat (1) bahwa peran serta
masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok,
keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan. Selanjutnya

3 : Masyarakat dan Pendidikan 37


pada pasal yang sama juga ditegaskan bahwa keterlibatan masyarakat dalam
pendidikan khususnya penyelenggaraan sekolah dapat memerankan diri
sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan. Sumber artinya
masyarakat adalah sumber daya pendidikan, sebagai pelaksana masyarakat
turut menjadi pelaksana dalam membantu terselenggaranya pendidikan
secara efektif dan efesien sedangkan sebagai pengguna hasil pendidikan
berarti masyarakat adalah pelanggan pendidikan. Oleh sebab itu, masyarakat

Y
sangat berkepentingan dengan mutu lulusan yang dihasilkan sekolah, karena
merekalah yang nantinya akan menggunakan lulusan. Lulusan yang bermutu
akan memberikan keuntungan bagi masyarakat, sementara mutu lulusan
yang rendah akan merugikan masyarakat dan bahkan akan menjadi beban

M
bagi masyarakat. Oleh karena itulah paradigma sekolah berbasis masyarakat
merupakan suatu keharusan, untuk itu maka karjasama yang harmonis
dan keterlibatan masyarakat dalam pendidikan menjadi suatu yang mutlak
dilakukan oleh sekolah dan masyarakat.

M
Dalam konteks manajemen berbasis sekolah (MBS) paradigma yang
dikembangkan adalah bahwa, salah satu cara yang dianggap strategis menuju
peningkatan mutu dan relevansi adalah demokratisasi, partisipasi, dan

U
akuntabilitas pendidikan.  Kepala sekolah, tenaga pendidik, dan masyarakat
adalah pelaku utama dan terdepan dalam penyelenggaraan pendidikan
di sekolah. Oleh sebab itu, sudah semestinya segala keputusan tentang

D
pengelolaan berbagai kegiatan dan persoalan pendidikan pada tingkatan
sekolah harus dihasilkan dari interaksi dari ketiga pihak tersebut. Masyarakat
adalah stakeholder pendidikan yang memiliki kepentingan akan keberhasilan
pendidikan di sekolah agar dapat menghasilkan lulusan yang bermutu, karena
mereka adalah pelanggan pendidikan sekaligus sebagai pemilik pendidikan
itu sendiri. Karena itu, sekolah seharusnya bertanggung jawab terhadap
pemenuhan harapan masyarakat akan lulusan pendidikan.
Partisipasi yang tinggi dari orangtua murid dalam pendidikan di sekolah
merupakan salah satu ciri dari pengelolaan sekolah yang baik, artinya
sejauhmana masyarakat dapat diberdayakan dalam proses pendidikan di
sekolah adalah indikator terhadap manajemen sekolah yang bersangkutan.
Pemberdayaan masyarakat dalam pendidikan ini merupakan sesuatu yang
esensial bagi penyelenggaraan sekolah yang baik (Kumars, 1989). Tingkat
partisipasi masyarakat dalam proses pendidikan di sekolah ini nampaknya
memberikan pengaruh yang besar bagi kemajuan sekolah, kualitas pelayanan
pembelajaran di sekolah yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap
kemajuan dan prestasi belajar anak-anak di sekolah. Hal ini secara tegas

38 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


dinyatakan oleh Husen (1988) dalam penelitiannya bahwa siswa dapat
belajar banyak karena dirangsang oleh pekerjaan rumah yang diberikan oleh
guru dan akan berhasil dengan baik berkat usaha orangtua mereka dalam
memberikan dukungan.
Penelitian lain yang memperkuat apa yang dikemukakan di atas dinyatakan
oleh Levine & Hagigust, 1988) yang menyatakan bahwa Lingkungan

Y
keluarga, cara perlakuan orangtua murid terhadap anaknya sebagai salah
satu cara/bentuk partisipasi mereka dalam pendidikan dapat meningkatkan
intelektual anak. Partisipasi orangtua ini sangat tergantung pada ciri dan
kreativitas sekolah dalam menggunakan pendekatan kepada mereka. Artinya,

M
masyarakat akan berpartisipasi secara optimal terhadap penyelenggaraan
pendidikan di sekolah sangat tergantung pada apa dan bagaimana sekolah
melakukan pendekatan dalam rangka memberdayakan mereka sebagai mitra
penyelenggaraan sekolah yang berkualitas. Hal ini ditegaskan oleh Brownell

M
(1955) bahwa pengetahuan masyarakat tentang program merupakan dasar
tumbuhnya pengertian, dan pengertian adalah dasar tumbuhnya apresiasi
sedangkan apresiasi adalah dasar dari tumbuhnya dukungan. Oleh sebab itu,
orangtua/masyarakat yang tidak mendapatkan penjelasan dan informasi dari

U
sekolah tentang apa dan bagaimana mereka dapat membantu sekolah (lebih-
lebih di daerah perdesaan) akan cenderung tidak tahu apa yang harus mereka
lakukan, bagaimana mereka harus melakukan untuk membantu sekolah. Hal

D
tersebut sebagai akibat ketidakmengertian mereka.
Turner., Chandler dan Heffer (2009) menyatakan bahwa perilaku
orangtua dalam mendidik anak dapat mempengaruhi motivasi berprestasi
siswa, self efficacy dan prestasi belajar siswa. Artinya, bagaimana bentuk
pengasuhan orangtua di rumah merupakan faktor yang tidak dapat diabaikan
dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan di sekolah. Beberapa bentuk
pengasuhan tersebut seperti orangtua otoriter, orangtua yang permissive atau
orangtua yang sangat demokratis merupakan bentuk perilaku pengasuhan
yang nantinya akan mempengaruhi kebiasaan anak, perilaku anak dan
akhirnya prestasi belajar anak.
Di negara-negara maju, sekolah memang dikreasikan dan di dukung
penuh oleh masyarakat bahkan masyarakat secara individual turut terlibat
dalam berbagai aktivitas sekolah untuk meningkatkan mutu sekolah,
sehingga mutu sekolah menjadi pusat perhatian mereka dan selalu mereka
upayakan untuk dipertahankan. Hal ini dapat terjadi karena mereka sudah
meyakini bahwa sekolah merupakan cara terbaik dan meyakinkan untuk
membina perkembangan dan pertumbuhan anak-anak mereka. Mengingat

3 : Masyarakat dan Pendidikan 39


keyakinan yang tinggi akan kemampuan sekolah dalam pembentukan anak-
anak mereka dalam membangun masa depan yang baik tersebut membuat
mereka berpartisipasi secara aktif dan optimal mulai dalam perencanaan,
pelaksanaan maupun pengawasan terhadap pengelolaan dan penyelenggaraan
sekolah. Nampak mereka selain merasa sebagai pemilik sekolah juga sebagai
penanggung jawab atas keberhasilan sekolah. Kondisi ini dapat terjadi karena
kesadaran yang tinggi dari masyarakat yang bersangkutan.

Y
Pentingnya keterlibatan orangtua/masyarakat akan keberhasilan
pendidikan ini telah dibuktikan kebenarannya oleh Richard Wolf seperti
dikutip oleh Husen, T. (1975) dalam penelitiannya yang menyimpulkan bahwa

M
terdapat korelasi yang sangat signifikan (0.80) antara lingkungan keluarga
dengan prestasi belajar. Penelitian lain di Indonesia juga telah membuktikan
hal yang sama. Penelitian yang senada juga dilakukan oleh Suriansyah
(1987) yang menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang sangat signfikan

M
(0.57) antara partisipasi orangtua murid dengan prestasi belajar siswa. Dari
penelitian ini juga ditemukan bahwa semakin paham orangtua murid tentang
apa yang mereka lakukan untuk membantu anak-anaknya semakin tinggi
partisipasi dan dukungan mereka terhadap anak-anaknya.

U
Partisipasi yang tinggi tersebut nampaknya belum terjadi di negara
berkembang (termasuk Indonesia). Hoyneman dan Loxley (Suriansyah, 2001)
menyatakan bahwa di negara berkembang sebagian besar keluarga belum

D
dapat diharapkan untuk lebih banyak membantu dan mengarahkan belajar
murid, sehingga murid di negara berkembang sedikit waktu yang digunakan
dalam belajar. Hal ini disebabkan banyak masyarakat/orangtua murid belum
paham makna mendasar dari peran mereka terhadap pendidikan anak.
Bahkan Made Pidarta (Suriansyah, 2001) menyatakan di daerah perdesaan
yang tingkat status sosial ekonomi yang rendah, mereka hampir tidak
menghiraukan lembaga pendidikan dan mereka menyerahkan sepenuhnya
tanggung jawab pendidikan anaknya kepada sekolah.
Sejumlah penelitian yang dilakukan para ahli telah menemukan pengaruh
keterlibatan keluarga/orangtua murid mulai dari jenjang pendidikan anak
usia dini hingga sekolah menengah atas. Hendarson dan Mapp (2002)
telah mereview ratusan kajian dan menyimpulkan bahwa tingginya kualitas
keterlibatan keluarga dalam program pendidikan dapat meningkatkan dan
mendukung prestasi belajar siswa. Secara khusus Grant dan Ray (2010) juga
menyatakan bahwa siswa yang keluarganya terlibat dalam pendidikannya,
maka anak akan mendapatkan keuntungan yaitu: 1) Earn higher grades and
test scores, 2) Are less likely to be retained in a grade, 3) Are more apt to haven an

40 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


accurate diagnosis for educational placement in classes, 4) Attend school regularly, 5)
Like school and adapt well to it, 6) Have better sosial skills, 7) Have fewer negative
behavior report, and, 8) Graduate ang go on to postsecondary education.
Heath dan McLaughlin (1987), menyatakan bahwa keterlibatan
orangtua murid dan masyarakat di sekolah sangat penting sebab problem
pencapaian prestasi/mutu pendidikan dan keberhasilan akademik menuntut

Y
sumber-sumber yang sangat besar yang sering berada di luar kemampuan
sekolah bahkan juga di luar kemampuan orangtua. Mereka mengidentifikasi
bahwa perubahan demografi orangtua murid dan keluarga bervariasinya
perkembangan diantara siswa merupakan alasan bahwa sekolah dan keluarga

M
secara sendiri tidak dapat menyediakan sumber yang cukup untuk meyakini
bahwa semua anak mendapatkan pengalaman dan dukungan dalam mencapai
kesuksesan di sekolah dan masyarakat.
Ahli lain juga menyatakan pentingnya sekolah, keluarga/orangtua

M
murid dan masyarakat bekerja sama dan bersama-sama untuk peningkatan
keberhasilan siswa. Toffler dan Toffler (1995) menyatakan bahwa kolaborasi
sekolah, orangtua murid/keluarga dan masyarakat adalah salah satu cara
untuk menyediakan komponen yang dapat mempercepat peningkatan mutu

U
dan keberhasilan di sekolah. Tetapi hal tersebut menurut mereka harus
fokus pada peningkatan mutu pendidikan dan revitalisasi keluarga sehingga
dapat memerkuat jaringan kerjasama, sumber-sumber dan modal yang dapat

D
dipergunakan untuk anak. Sementara itu Epstein (2009) menyimpulkan
dari berbagai hasil kajian penelitian di berbagai negara dan praktik-praktik
di lapangan secara jelas menunjukkan bahwa keterlibatan masyarakat dalam
pendidikan dapat memberikan keuntungan yang besar bagi siswa, sekolah,
orangtua murid dan masyarakat.
Moh. Nor dan Hussin (2013), secara tegas menyatakan bahwa masyarakat
mempunyai pengaruh besar terhadap prestasi sekolah. Lebih lanjut dinyatakan
bahwa pencapaian prestasi belajar anak bukan saja bergantung pada prestasi
sekolahnya tetapi juga banyak dipengaruhi oleh cara hidup siswa yang
bersangkutan. Di samping itu kegiatan kolaborasi dalam masyarakat juga
memainkan peranan penting sebagai pengaruh sosial yang sangat berpengaruh
terhadap pencapaian prestasi siswa di sekolah itu (Komaruddin, 1995).
Sementara Marope (1996) menyatakan anak yang mendapat dukungan kuat
dari keluarganya menunjukkan prestasi yang lebih baik dibandingkan dengan
anak yang kurang mendapat dukungan keluarga.

3 : Masyarakat dan Pendidikan 41


Jauh sebelumnya Plowden (1967), pernah menyatakan agar guru dan
orangtua murid bekerjasama dalam mendidik siswa. Dalam hal ini guru
harus mengetahui latar belakang pelajar, sedangkan orangtua murid perlu
mendapatkan informasi tentang perkembangan anak-anak mereka di sekolah.
Hal ini menurut Karl, L. (2001) disebabkan guru, keluarga (orangtua murid)
dan masyarakat lingkungan sekolah sangat berpengaruh dalam membentuk
perkembangan akademik siswa.

Y
Sementara Mustafa seperti dikutip Safitri, Rasyad, Prawoto (2013),
menyatakan bahwa keterlibatan orangtua dalam pendidikan anak usia dini
berpengaruh positif pada beberapa hal diantaranya membantu menumbuhkan

M
rasa percaya diri dan penghargaan pada diri senidiri, meningkatkan capaian
prestasi akademik meningkatkan hubungan orangtua dan anak, membantu
orangtua bersikap positif dan menjadikan orangtua memiliki pemahaman
yang lebih baik terhadap proses pembelajaran di lembaga pendidikan.

M
Senada dengan pernyataan di atas, Sander (2001) menyatakan bahwa
keluarga dan institusi sekolah mempunyai hubungan yang kuat dengan
perkembangan siswa. Oleh sebab itu, orangtua murid dan masyarakat
perlu bekerjasama untuk meningkatkan prestasi belajar anak. Kerjasama

U
antara orangtua murid dengan masyarakat lingkungan sekolah akan dapat
meningkatkan pencapaian prestasi belajar anak. Untuk itu, maka sekolah perlu
melakukan berbagai upaya dan kegiatan secara aktif dan kreatif agar orangtua

D
murid dapat memahami apa yang dilaksanakan sekolah, memahami tujuan
sekolah dan program sekolah serta berbagai permasalahan yang dihadapi
sekolah. Dengan demikian orangtua murid dan masyarakat akan memberi
dukungan kepada sekolah. Kerjasama sekolah dan masyarakat dengan
mengadakan berbagai aktivitas bersama akan menumbuhkan perkembangan
sosial, emosi, fisik dan intelektual anak.

B. Perlunya Pengelolaan Hubungan Sekolah dengan


Masyarakat
Pendidikan tidak berada pada lingkungan yang tunggal, tetapi pendidikan
berada di tengah-tengah masyarakat dan lingkungan sekitar, karena pendidikan
dibangun untuk masyarakat, oleh masyarakat dan berasal dari masyarakat.
Oleh sebab itu, lingkungan pendidikan adalah segala sesuatu yang ada dan
terjadi di sekeliling proses pendidikan itu berlangsung. Lingkungan ini terdiri
dari masyarakat beserta lingkungan yang ada disekitarnya. Semua komponen
yang ada di lingkungan sekitar pendidikan tersebut berperan dan memberikan

42 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


kontribusi terhadap proses pendidikan juga pada proses peningkatan kualitas
pendidikan dan atau kualitas lulusan pendidikan.
Pendidikan khususnya di sekolah dalam praktiknya memiliki keterbatasan
dalam berbagai hal dan sumber, baik sumber manusia maupun sumber non
manusia seperti sarana dan prasaranan. Berbagai sumber tersebut sebenarnya
ada di lingkungan sekolah/masyarakat. Oleh sebeb itu, perhatian manajer

Y
pendidikan/Top Manajemen (Kepala Sekolah) seharusnya adalah berupaya
untuk mengintegrasikan sumber-sumber pendidikan dan memanfaatkannya
secara optimal mungkin untuk kepentingan proses pendidikan di sekolah.
Dengan demikian semua sumber tersebut akan berpotensi untuk memberikan

M
kontribusi terhadap penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas.
Salah satu sumber yang perlu dikelola sekolah secara efektif dan efesien
adalah lingkungan masyarakat atau orangtua murid, termasuk stakeholder, baik
secara kelompok (community group) maupun secara individual. Yang menjadi

M
pertanyaan sekarang adalah: Mengapa manajemen pendidikan khususnya
manajemen sekolah perlu menangani masyarakat (perlu hubungan sekolah
dengan masyarakat), secara optimal baik orangtua murid, stakeholder, tokoh
masyarakat maupun institusi yang ada di lingkungan sekolah. Hal ini tidak

U
terlepas dari apa yang telah dibahas di bagian terdahulu bahwa sekolah sebagai
sistem sosial dan organisasi sosial.
Organisasi sekolah adalah organisasi yang menganut sistem tebuka,

D
sebagai sistem terbuka berarti lembaga pendidikan mau tidak mau,
disadari atau tidak disadari akan selalu terjadi kontak hubungan dengan
lingkungannya baik fisik maupun non fisik yang disebut sebagai supra
sistem. Kontak hubungan ini dibutuhkan untuk menjaga agar sistem atau
lembaga itu tidak mudah punah dan dapat terus menerus hidup sebagai
organisasi. Suatu organisasi yang mengisolasi diri, organisasi apapun
dia termasuk sekolah sebagai organisasi apabila tidak melakukan kontak
dengan lingkungannya, maka dia lambat laun akan mati secara alamiah
(tidak dapat eksis), karena organisasi hanya akan tumbuh dan berkembang
apabila didukung dan dibutuhkan oleh serta dimiliki dan dipelihara oleh
lingkungannya. Hanya sistem terbuka yang memiliki kemampuan untuk selalu
berusaha mengantisipasi hal-hal yang memungkinkan dapat mengancam
terjadinya kepunahan. Ini berarti hidup matinya lembaga pendidikan akan
sangat tergantung dan ditentukan oleh usaha sekolah itu sendiri, dalam arti
sejauhmana dia mampu menjaga dan memelihara komunikasinya dengan
masyarakat luas atau dia mau menjadi organisasi terbuka. Di samping itu
juga diperlukan kemampuan mencitrakan dirinya sebagai organisasi yang baik

3 : Masyarakat dan Pendidikan 43


dan mampu mendidik generasi muda yang berkualitas sehingga masyarakat
memiliki kepercayaa dan keyakinan terhadap sekolah dalam mendidik anak-
anak menjadi berkualitas. Dalam kasus ini kita dapat melihat di lapangan,
banyak sekali sekolah-sekolah bahkan sekolah swasta yang beridiri sejak lama
tetapi tetap menjadi pilihan masyarakat untuk menyekolahkan anaknya di
sana karena mereka yakin akan kemampuan sekolah. Sebaliknya banyak kita
saksikan sekolah bahkan juga sekolah negeri kesulitan mencari siswa karena

Y
tidak mampu meyakinkan masyarakat akan kemapuannya mendidik anak-anak
berkualitas. Sehingga dalam kenyataan sering kita temui sekolah yang tidak
punya nama baik di masyarakat akhirnya akan mati. Hal ini disebabkan karena
sekolah itu tidak mampu membuat hubungan yang baik dan harmonis dengan

M
masyarakat pendukungnya. Dengan berbagai alasan masyarakat tidak mau
menyekolahkan anaknya di suatu sekolah, yang akhirnya membuat sekolah
itu mati dengan sendirinya. Demikian pula sebaliknya sekolah yang bermutu
akan dicari bahkan masyarakat akan membayar dengan biaya mahal asalkan

M
anaknya diterima di sekolah tersebut. Adanya sekolah favorit dan tidak favorit
ini nampaknya sangat terkait dengan kemampuan kepala sekolah mengadakan
pendekatan dan hubungan dengan para pendukungnya di masyarakat serta

U
pencitraan sekolah yang baik kepada tokoh masyarakat, tokoh pengusaha,
tokoh agama dan tokoh politik atau tokoh pemerintahan (stakeholder).
Karena itu sejak lama Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan

D
itu berlangsung pada tiga lingkungan yaitu lingkungan keluarga, sekolah
dan masyarakat. Konsep ini diperkuat oleh GBHN bahwa pendidikan adalah
tanggung jawab bersama antara pemerintah, orangtua dan masyarakat.
Artinya, pendidikan tidak akan berhasil kalau ketiga komponen itu tidak
saling bekerjasama secara harmonis.
Partner/mitra pendidikan tidak hanya terdiri dari guru dan siswa
saja, tetapi juga para orangtua/masyarakat. Sekolah yang telah berhasil
membangun rasa kebersamaan di dalam lingkungan sekolah mereka (sekolah
yang kolaboratif dan komunikatif) nampak memiliki keberhasilan yang
besar dalam mengembangkan hubungan yang kuat dengan masyarakat dan
keluarga/orangtua murid di luar sekolah (Sanders & Harve, 2002). Dengan
demikian dapat kita nyatakan bahwa kapasitas sekolah untuk berkolaborasi
menjadi bagian atau salah satu indikator profesionalisme kepala sekolah dan
pendidik (guru) dalam pengelolaan sekolah dengan menggunakan program
berbasis sekolah. Apabila hal ini dapat ditumbuh kembangkan di sekolah,
maka kegiatan keterlibatan dan meningkatkan keterlibatan masyarakat akan

44 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


menjadi sesuatu yang biasa bukan beban apalagi mengganggu kegiatan
sekolah.
Hal tersebut menuntut profesionalisme para kepala sekolah dan pendidik
dalam menyelenggarakan kegiatan kemitraan, kolaborasi dan atau kerjasama
dalam berbagai bentuk. Profesionalisme semestinya sudah disiapkan sejak
awal sebelum menjadi guru atau sebelum menjadi kepala sekolah (Epsteen

Y
dkk, 2009). Tema-tema seperti strategi kolaborasi dengan masyarakat,
keluarga dan orangtua murid serta pemahaman yang mendalam tentang apa
dan bagaimana menggerakkan orangtua dan masyarakat untuk terlibat dalam
pengembangan sekolah dan progress akademik anak harus menjadi bagian

M
dalam pengembangan profesionalisme tenaga pendidik dan kependidikan.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa lembaga pendidikan bukanlah lembaga
yang berdiri sendiri dalam membina pertumbuhan dan perkembangan putra-
putra bangsa, melainkan ia merupakan suatu bagian yang tidak terpisahkan

M
dari masyarakat yang luas, dan bersama masyarakat membangun dan
meningkatkan segala upaya untuk memajukan sekolah. Hal ini akan dapat
dilakukan apabila masyarakat menyadari akan pentingnya peranan mereka
dalam lembaga pendidikan. Kondisi tersebut dapat tercipta apabila lembaga

U
pendidikan mau membuka diri dan menjelaskan kepada masyarakat tentang
apa dan bagaimana masyarakat dapat berperan dalam upaya membantu
sekolah/lembaga pendidikan memajukan dan meningkatkan kualitas

D
penyelenggaraan pendidikan.
Ada hubungan saling menguntungkan antara lembaga pendidikan dengan
masyarakat, yaitu dalam bentuk hubungan saling memberi, saling melengkapi
dan saling menerima sebagai patner yang memiliki kedudukan setara.
Lembaga pendidikan pada hakikatnya melaksanakan dan mempunyai
fungsi ganda terhadap masyarakat, yaitu memberi layanan dan sebagai agen
pembaharuan bagi masyarakat sekitarnya, yang oleh Stoop & Johnson (1967)
dinyatakannya sebagai fungsi layanan dan fungsi pemimpin (fungsi untuk
memajukan masyarakat melalui pembentukan sumber daya manusia yang
berkualitas).
Sebagai lembaga yang berfungsi sebagai pembaharu terhadap masyarakat,
maka sekolah mau tidak mau atau suka tidak suka harus mengikutsertakan
masyarakat dalam melaksanakan fungsi dan peranannya agar pekerjaan dan
tanggung jawab yang dipikul oleh sekolah akan menjadi ringan. Hal ini sangat
beralasan karena anak berada di sekolah hanya kurang lebih 7 sampai dengan
8 jam. Sisanya mereka lebih banyak berada di rumah dan di lingkungan

3 : Masyarakat dan Pendidikan 45


masyarakat. Pada saat itu guru dan sekolah tidak memiliki kemampuan lagi
untuk terus-menerus melakukan kontrol terhadap kegiatan yang dilakukan
anak.
Setiap aktivitas pendidikan, apalagi yang bersifat inovatif, seharusnya
dikomunikasikan dengan masyarakat khususnya orangtua siswa, agar
mereka sebagai salah satu penanggung jawab pendidikan mengerti mengapa

Y
aktivitas tersebut harus dilakukan oleh sekolah dan pada sisi mana mereka
dapat berperan membantu sekolah dalam merealisasikan program inovatif
tersebut. Dengan demikian akan terjadi optimalisasi proses pendidikan anak,
yang pada gilirannya akan memberikan jaminan bagi pencapaian tujuan yang

M
diinginkan bersama.
Sanders (2005) menyatakan bahwa salah satu faktor yang krusial untuk
kegiatan pengelolaan dan perencanaan sampai dengan kegiatan evaluasi
hubungan kemitraan sekolah dengan masyarakat ini adalah kepemimpinan

M
kepala sekolah. Berbagai studi tantang keterlibatan mencatat bahwa
pentingnya efektivitas kepemimpinan kepala sekolah untuk keberhasilan
kolaborasi sekolah dengan masyarakat. Efektivitas kepemimpinan kepala
sekolah adalah sau hal yang mendukung pendidik dan tenaga kependidikan

U
dalam mengembangkan keterampilan profesionalnya sebagai kolaborator.
Hal ini menjadi syarat bagi perilaku kepala sekolah dalam menyiapkan guru
untuk merencanakan kemitraan serta tindakan kolaborasi dengan berbagai

D
elemen masyarakat (Sanders & Harvey, 2002).
Dengan hubungan yang harmonis tersebut ada beberapa manfaat
pelaksanaan hubungan sekolah dengan masyarakat (School Public Relation)
baik bagi sekolah maupun masyarakat itu sendiri, yaitu:
Bagi Sekolah/lembaga pendidikan:
1. Memperbesar dorongan mawas diri, sebab seperti diketahui pada
saat dengan berkembangnya konsep pendidikan oleh masyarakat,
untuk masyarakat dan dari masyarakat serta mulai berkembangnya
impelementasi manajemen berbasis sekolah, maka pengawasan sekolah
khususnya kualitas sekolah akan dilakukan baik secara langsung maupun
tidak langsung oleh masyarakat antara lain melalui dewan pendidikan
dan komite sekolah.
2. Memudahkan/meringankan beban sekolah dalam memperbaiki serta
meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan di tingkat sekolah.
Hal ini akan tercapai apabila sekolah benar-benar mampu menjadikan

46 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


masyarakat sebagai mitra dalam pengembangan dan peningkatan sekolah.
Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada sekolah yang
berkembang dan berkualitas baik apabila tidak mendapat dukungan
yang kuat dari masyarakat lingkungannya. Masyarakat akan mendukung
sepenuhnya serta membantunya apabila sekolah mampu menunjukkan
kinerja yang berkualitas.

Y
3. Memungkinkan upaya peningkatan profesi mengajar guru. Melalui
hubungan yang erat dengan masyarakat, maka profesi guru akan
semakin mudah untuk tumbuh dan berkembang. Sebab pada dasarnya
laboraturium terbaik bagi lembaga pendidikan seperti sekolah adalah

M
masyarakatnya sendiri. Demikian pula laboratorium profesi guru yang
profesional akan dibuktikan oleh masyarakatnya.
4. Opini masyarakat tentang sekolah akan lebih positif/benar. Opini
yang positif akan sangat membantu sekolah dalam mewujudkan segala

M
program dan rencana pengembangan sekolah secara optimal, sebab opini
yang baik merupakan modal utama bagi sekolah untuk mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak. Bantuan masyarakat hanya akan lahir
apabila mereka memiliki opini dan persepsi yang positif tentang sekolah.

U
Karena itu keterbukaan, kebersamaan dan komitmen bersama perlu
ditumbuhkembangkan di lingkungan sekolah.
5. Masyarakat akan ikut serta memberikan kontrol/koreksi terhadap

D
sekolah, sehingga sekolah akan lebih hati-hati.
6. Dukungan moral masyarakat akan tumbuh terhadap sekolah
7. Memudahkan mendapatkan bantuan material dari masyarakat
8. Memudahkan penggunaan berbagai sumber belajar termasuk narasumber
yang ada dalam masyarakat.
Bagi Masyarakat, dengan adanya hubungan yang harmonis antar sekolah
dengan masyarakat maka:
1. Masyarakat/orangtua murid akan mengerti tentang berbagai hal yang
menyangkut penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Melalui informasi
yang diberikan oleh sekolah kepada masyarakat maka semua hal tentang
sekolah akan dapat mereka pahami. Hal ini akan mendorong mereka
untuk lebih terlibat lagi dalam mendukung dan membantu segala
keperluan sekolah dalam meningkatkan mutu.
2. Keinginan dan harapan masyarakat terhadap sekolah akan lebih mudah
disampaikan dan direalisasikan oleh pihak sekolah. Melalui hubungan

3 : Masyarakat dan Pendidikan 47


sekolah dengan masyarakat yang harmonis akan dapat diperoleh
informasi tentang anak dan tentang apa kebutuhan masyarakat terhadap
pendidikan anak-anaknya di sekolah. Dengan demikian sekolah akan
dapat menyesuaikan programnya dengan kebutuhan masyarakat.
3. Masyarakat akan memiliki kesempatan memberikan saran, usul maupun
kritik untuk membantu sekolah menciptakan sekolah yang berkualitas.

Y
Dengan komunkasi yang intensif masyarakat memiliki kesempatan yang
luas untuk memberikan usul maupun kritik terhadap program pendidikan
di sekolah yang mungkin tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat
secara keseluruhan.

M
U M
D
48 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat
4

Y
konsep dasar
hubungan sekolah
dengan masyarakat

M
M
Seperti diuraikan pada bagian terdahulu, bahwa sekolah sebagai institusi
tidak dapat lepas dari masyarakat lingkungan di mana sekolah tersebut

U
berada. Saling keterkaitan sekolah dengan masyarakat ini akan semakin
terasa dan sangat dibutuhkan pada saat tumbuh dan berkembang berbagai
kenakalan remaja, penyalahgunaan obat-obat terlarang, prestasi belajar yang
rendah dan berbagai masalah pembelajaran lain. Di sadari bahwa untuk

D
mengatasi masalah-masalah tersebut sekolah tidak akan mampu melakukan
sendiri sebab sekolah memiliki keterbatasan dalam berbagai hal. Untuk itu,
maka tidak ada cara lain yang lebih strategis selain adanya kebersamaan
antara pihak sekolah, orangtua murid, masyarakat dan stakeholder lainnya
secara bersinergis. Untuk memahami apa dan untuk apa kegiatan hubungan
sekolah dan masyarakat perlu diaplikasikan secara intensif dalam pengelolaan
pendidikan, berikut ini akan diuraikan beberapa hal pokok: Pengertian, Tujuan,
Prinsip hubungan sekolah dengan masyarakat.

A. Pengertian
Secara umum orang dapat mengatakan apabila terjadi kontak,
pertemuan dan lain-lain antara sekolah dengan orang di luar sekolah, adalah
kegiatan hubungan sekolah dengan masyarakat. Apakah ini yang dimaksud
dengan pengelolaan hubungan sekolah dengan masyarakat, tentunya yang
dimaksudkan dalam uraian disini tidak sesederhana pengertian tersebut.

4 : Konsep Dasar Hubungan Sekolah Masyarakat 49


Epstein dkk (2009) menyatakan hubungan sekolah dengan masyarakat
adalah sebagai bentuk kemitraan (partnership) sebagai hubungan antara sekolah
dengan individu masyarakat, organisasi dan business yang bertujuan secara
langsung atau tidak langsung untuk meningkatkan dan mengembangkan
sosial, emosional dan fisik anak/siswa.
Dari pengertian di atas jelas terlihat bahwa hubungan sekolah dengan

Y
masyarakat dapat bersifat individual atau kelompok masyarakat. Kegiatan
ini diarahkan untuk membentu perkembanga anak tidak hanya secara fisik,
tetapi juga sosial dan emosional sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan
perkembangan anak. Bahkan lebih luas lagi hubungan sekolah masyarakat dan

M
orangtua murid juga dapat menumbuhkan aspek intelektual anak. Artinya,
pertumbuhan yang diperlukan bagi anak sesuai kebutuhan perkembangannya
memerlukan dukungan masyarakat baik individual maupun kelompok.
Apa sebenarnya kebutuhan masyarakat terhadap lembaga pendidikan

M
(sekolah)?. Masyarakat (lebih khusus lagi orangtua murid) mengirimkan
anak-anaknya ke sekolah agar mereka dapat menjadi manusia dewasa
yang bermanfaat bagi kehidupannya dan bagi masyarakat secara umum.
Secara praktis sering kita dengar para orangtua menginginkan anaknya

U
dapat berprestasi di sekolah (khususnya nilai raport, nilai ujian sekolah
lebih-lebih nilai ujian nasional). Ini berarti kebutuhan masyarakat terhadap
sekolah adalah penyelenggaraan dan pelayanan proses belajar mengajar yang

D
berkualitas dengan output yang berkualitas pula. Dengan tuntutan yang
demikian akan menjadi beban bagi sekolah, sebab selama ini kita akui sekolah
memiliki berbagai keterbatasan yang dimilikinya (tenaga, biaya, waktu dan
sebagainya), dalam pengelolaan yang sesuai dengan harapan orangtua murid
dan masyarakat secara umum. Hal disebabkan pada saat ini kita berada dalam
era informasi dan era global yang penuh dengan persaingan sangat tinggi,
menyebabkan harapan masyarakat juga terhadap pendidikan sangat tinggi,
khususnya dalam kualitas lulusan.
Pengertian di atas memberikan isyarat kepada kita bahwa hubungan
sekolah dengan masyarakat lebih banyak menekankan pada pemenuhan akan
kebutuhan masyarakat yang terkait dengan lembaga pendidikan. Di sisi lain
pengertian tersebut di atas menggambarkan bahwa pelaksanaan hubungan
masyarakat tidak menunggu adanya permintaan masyarakat, tetapi sekolah/
lembaga pendidikan berusaha secara aktif (jemput bola), serta mengambil
inisiatif untuk melakukan berbagai aktivitas agar tercipta hubungan dan
kerjasama harmonis.

50 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


Apabila dicermati pengertian tersebut di atas, nampaknya lebih mengarah
pada pola hubungan satu arah, yaitu kemauan sekolah/lembaga pendidikan
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat tentang hal-hal yang berkaitan
dengan lembaga pendidikan. Ini berarti pihak sekolah kurang mendapatkan
balikan dari pihak masyarakat.
Definisi yang lebih lengkap diungkapkan oleh Bernays seperti dikutip

Y
oleh Suriansyah (2001), yang menyatakan bahwa hubungan sekolah dengan
masyarakat adalah:
1. Information given to the public (memberikan informasi secara jelas dan
lengkap kepada masyarakat).

M
2. Persuasion directed at the public, to modify attitude and action (melakukan
persuasi kepada masyarakat dalam rangka merubah sikap dan tindakan
yang perlu mereka lakukan terhadap sekolah).
3. Effort to integrated attitudes and action of institution with its public and of public

M
with the institution (suatu upaya untuk menyatukan sikap dan tindakan
yang dilakukan oleh sekolah dengan sikap dan tindakan yang dilakukan
oleh masyarakat secara timbal balik, yaitu dari sekolah ke masyarakat

U
dan dari masyarakat ke sekolah.
Pengertian di atas memberikan gambaran kepada kita apa sebenarnya
hakikat hubungan sekolah dan masyarakat. Hal terpenting dari pengertian

D
di atas, adalah adanya informasi yang diberikan kepada masyarakat yang
dampaknya dapat merubah sikap dan tindakan masyarakat terhadap
pendidikan serta masyarakat memberikan sesuatu untuk perbaikan
pendidikan.
Dengan memahami dua pengertian hubungan sekolah dengan masyarakat
di atas, kita dapat membuat suatu pengertian sederhana tentang hubungan
sekolah dan masyarakat sebagai suatu “proses kegiatan menumbuhkan dan
membina saling pengertian kepada masyarakat dan orangtua murid tentang
visi dan misi sekolah, program kerja sekolah, masalah-masalah yang dihadapi
serta berbagai aktivitas sekolah lainnya”.
Pengertian ini memberikan dasar bagi sekolah, bahwa sekolah perlu
memiliki visi dan misi serta program kerja yang jelas, agar masyarakat
memahami apa yang ingin dicapai oleh sekolah dan masalah/kendala yang
daihadapi sekolah dalam mencapai tujuan, melalui berbagai kegiatan yang
dilakukan oleh sekolah. Dengan demikian mereka dapat memikirkan tentang
peranan apa yang dapat dilakukan oleh masyarakat/orangtua murid dan
stakeholder lainnya untuk membantu sekolah.

4 : Konsep Dasar Hubungan Sekolah Masyarakat 51


Pemahaman masyarakat yang mendalam, jelas dan komprehensif
tentang sekolah merupakan salah satu faktor pendorong lahirnya dukungan
dan bantuan mereka terhadap sekolah. Hal ini sejalan dengan apa yang
dikemukakan oleh C.L. Brownell (1955) yang menyatakan bahwa: Knowledge
of the program is essential to understanding, and understanding is basic to
appreciation, appreciation is basic to support.

Y
Bertolak dari pendapat yang diungkapkan Brownell tersebut di atas,
dapat dipahami bahwa sekolah/lembaga pendidikan perlu melakukan
beberapa aktivitas dalam melaksanakan hubungan sekolah masyarakat agar
dapat mencapai hasil yang diharapkan dan memberdayakan masyarakat dan

M
stakeholder lainnya. Beberapa aktivitas tersebut adalah:
1. Selalu memberikan penjelasan secara preodik kepada masyarakat tentang
program-program pendidikan di sekolah, masalah-masalah yang dihadapi
dan kemajuan-kemajuan yang dapat dicapai oleh sekolah (berfungsi

M
sebagai akuntabilitas). Agar pemahaman program oleh masyarakat
menyentuh hal yang mendasar, maka harus dimulai dengan penjelasan
tentang Visi dan Misi serta tujuan sekolah secara keseluruhan. Apa yang
dimaksud dengan Visi dan Misi Sekolah anda dapat memperdalam pada

U
buku-buku reference lain.
2. Apabila penjelasan-penjelasan tersebut dipahami masyarakat dan apa yang
diinginkan serta program-program tersebut sesuai dengan kebutuhan

D
masyarakat, maka penghargaan mereka terhadap sekolah akan tumbuh.
Tumbuhnya penghargaan inilah yang akan mendorong adanya dukungan
dan bantuan mereka pada sekolah. Dengan demikian, maka program
sekolah harus seiring dengan kebutuhan masyarakat. Karena memang
pelanggan dan pengguna hasil lulusan sekolah adalah masyarakat. Atau
dengan kata lain pelanggan sekolah itu pada hakikatnya adalah siswa dan
orangtua siswa serta masyarakat. Karena itu kebutuhan dan kepuasan
pelanggan merupakan hal pokok yang harus diperhatikan oleh lembaga
sekolah. Sebagai contoh: Bagaimana masyarakat mau membantu sekolah
apabila sekolah di tengah masyarakat religius dan fanatik sementara
sekolah tidak pernah memprogramkan kegiatan sekolah yang bersifat
religius, sehingga sekolah terisolir dari masyarakatnya. Kondisi ini yang
mendorong masyarakat untuk tidak terlibat apalagi berpartisipasi secara
optimal untuk membantu sekolah.
Dari uraian-uraian tersebut di atas nampaknya ada beberapa manfaat
apabila hubungan sekolah dengan masyarakat benar-benar dapat direalisasikan
secara utuh sesuai dengan konsepsi di atas. Manfaat tersebut antara lain:

52 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


1. Masyarakat/orangtua murid dan stakeholder lainnya akan mengerti dengan
jelas tentang visi, misi, tujuan dan program kerja sekolah, kemajuan
sekolah beserta masalah-masalah yang dihadapi sekolah secara lengakap,
jelas, up to date dan akurat.
2. Masyarakat/orangtua murid dan stakeholder lainnya akan mengetahui
persoalan-persolan yang dihadapi atau mungkin dihadapi sekolah dalam

Y
mencapai tujuan yang diinginkan sekolah. Dengan demikian mereka
dapat melihat secara jelas di mana mereka dapat berpartisipasi untuk
membantu sekolah.
3. Sekolah akan mengenal secara mendalam latar belakang, keinginan dan

M
harapan-harapan masyarakat terhadap sekolah. Pengenalan harapan
masyarakat dan orangtua murid terhadap lembaga pendidikan, khususnya
sekolah merupakan unsur penting untuk menumbuhkan dukungan yang
kuat dari masyarakat. Apabila hal ini tercipta, maka sikap apatis, acuh tak

M
acuh dan masa bodoh masyarakat akan hilang. Yang menjadi pertanyaan
adalah, sudahkah sekolah mengenal harapan masyarakat? Atau sekarang
justru sekolah memaksakan harapannya kepada masyarakat! Coba kita
analisis kondisi tersebut berdasarkan pengalaman dan penglihatan selama

U
ini dalam praktik penyelenggaraan pendidikan di tingkat sekolah. Apabila
kita belum melakukan hal tersebut, maka sudah saatnya mulai sekarang
sekolah berbenah diri untuk membangun kemitraan dengan masyarakat/

D
stakeholder untuk kemajuan sekolah.
4. Apabila kondisi dia atas tercipta, para siswa secara langsung mengetahui
bahwa mereka mendapat perhatian yang besar dari kedua belah pihak,
baik pihak orangtua/masyarakat maupun pihak sekolah. Hal ini tentunya
merupakan kartu kendali bagi sekolah untuk bersikap, berperilaku dan
bertindak di luar aturan sekolah yang ada.
Dalam kenyataan yang ditemui di lembaga-lembaga pendidikan sekarang
ini nampaknya masih sedikit ditemukan pola-pola hubungan yang dapat
mendorong terciptanya keempat hal pokok di atas. Hal ini disebabkan
adanya persepsi bahwa peningkatan mutu sekolah dan peningkatan proses
pembelajaran cukup dilakukan oleh pihak sekolah atau pihak pemerintah
secara sepihak. Sedangkan pihak masyarakat dan orangtua murid cukup
dimintakan bantuannya dalam bentuk keuangan saja, atau ada semacam
persepsi seolah-olah sekolahlah yang bertanggung jawab dalam peningkatan
mutu. Sedangkan orangtua (masyarakat) tidak perlu terlibat dalam upaya
peningkatan mutu di sekolah. Keterlibatan orangtua/masyarakat sering

4 : Konsep Dasar Hubungan Sekolah Masyarakat 53


diinterpretasikan atau dipersepsi sebagai bentuk intervensi yang terlalu jauh
memasuki kawasan otonomi sekolah. Keadaan ini juga turut berpengaruh
terhadap terciptanya hubungan yang akrab antar sekolah dengan pihak
masyarakat.

B. Tujuan Hubungan Sekolah dengan Masyarakat

Y
Pengelolaan hubungan sekolah dengan masyarakat sebagai salah satu
aktivitas yang mendapat kedudukan setara dengan kegiatan pengajaran,
pengelolaan keuangan, pengelolaan kesiswaan dan sebagainya (ingat substansi
kegiatan manajemen sekolah) juga harus direncanakan, dikelola dan di

M
evaluasi secara baik. Tanpa perencanaan dan pengelolaan serta evaluasi yang
baik, tujuan yang hakiki dari kegiatan hubungan sekolah dengan masyarakat
tidak akan tercapai.
Apa sebenarnya yang ingin dicapai dalam kegiatan hubungan

M
sekolah dengan masyarakat?, gambaran pada pembahasan di atas sudah
memperlihatkan kepada kita tentang apa yang ingin dicapai dalam kegiatan
ini. Secara lebih lengkap Elsbree dan Mc Nally seperti dikutip oleh Suriansyah

U
(2001) menyatakan bahwa kegiatan hubungan sekolah dengan masyarakat
bertujuan untuk:
1. To improve the quality of children’s learning and growing.

D
2. To rise community goals and improve the quality of community living.
3. To develop understanding, enthusiasm and support for community program of
public educations.
Dari pendapat ini terlihat bahwa yang ingin dicapai dalam kegiatan
hubungan sekolah dengan masyarakat ini tidak hanya sekadar mendapat
bantuan keuangan dari orangtua murid, tetapi lebih jauh dari hal tersebut
yaitu pengembangan kemampuan belajar anak dan peningkatan kualitas
kehidupan masyarakat, yang pada akhirnya dapat menumbuhkan dukungan
mereka akan pendidikan. Bagaimana kaitan hubungan sekolah dengan
masyarakat dengan peningkatan kualitas kehidupan masyarakat, coba anda
diskusikan dan analisis secara berkelompok ?
Sebagai bahan perbandingan, anda dapat mempelajari tujuan hubungan
sekolah dengan masyarakat yang dikemukakan oleh L.Hagman (Suriansyah,
2001) sebagai berikut:
1. Untuk memperoleh bantuan dari orangtua murid/masyarakat, Bantuan
apa? Ingat bantuan ini bukan hanya sekedar uang!

54 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


2. Untuk melaporkan perkembangan dan kemajuan, masalah dan prestasi-
prestasi yang dapat dicapai sekolah. Kapan sebenarnya laporan ini perlu
dilakukan oleh pihak sekolah?
3. Untuk memajukan program pendidikan. Apa program sekolah dan apa
kaitannya dengan kepentingan masyarakat perlu dipahami mereka secara
jelas dan benar.

Y
4. Untuk mengembangkan kebersamaan dan kerjasama yang erat, sehingga
segala permasalahan dan lain-lain dapat dilakukan secara bersama dan
dalam waktu yang tepat.
Dari berbagai uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hubungan

M
sekolah/lembaga pendidikan dengan masyarakat sebenarnya bertujuan untuk
meningkatkan:
1. Kualitas pembelajaran. Kualitas lulusan sekolah dalam aspek kognitif,
afektif maupun psikomotor hanya akan dapat tercipta melalui proses

M
pembelajaran di kelas maupun di luar kelas yang berkualitas. Tidak
akan ada kualitas lulusan yang baik tanpa proses pembelajaran yang
baik. Kualitas proses pembelajaran ditentukan oleh berbagai aspek tidak

U
hanya oleh guru semata tetapi merupakan akumulasi dari berbagai faktor
termasuk faktor orangtua murid.
2. Kualitas hasil belajar siswa. Kualitas belajar siswa akan tercapai apabila

D
terjadi kebersamaan persepsi dan tindakan antara sekolah, masyarakat
dan orangtua siswa. Dengan demikian dukungan mereka akan semakin
besar. Besarnya dukungan orangtua terhadap proses pendidikan dan
pembelajaran ini akan dapat memberikan kontribusi kepada sekolah
dalam mengatasi masalah-masalah pembelajaran yang dihadapi sekolah.
Karena itu peningkatan kemitraan sekolah dengan orangtua murid dan
masyarakat merupakan prasyarat yang tidak dapat ditinggalkan dalam
konteks peningkatan mutu hasil belajar.
3. Kualitas pertumbuhan dan perkembangan peserta didik. Pertumbuhan
dan perkembangan peserta didik akan dapat optimal apabila ditangani
secara bersama antara sekolah dengan orangtua murid. Karena banyak
hal khususnya data dan informasi tentang anak yang diperlukan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan anak justru berada di
orangtua. Tanpa informasi yang tepat dan akurat, maka upaya bantuan
yang diberikan akan sangat mungkin tidak tepat.
4. Kualitas masyarakat (orangtua murid) itu sendiri. Kualitas masyarakat
akan dapat dibangun melalui proses pendidikan dan hasil pendidikan

4 : Konsep Dasar Hubungan Sekolah Masyarakat 55


yang handal. Lulusan yang berkualitas merupakan modal utama dalam
membangun kualitas masyarakat di masa depan.
Ini berarti segala program yang dilakukan dalam kegiatan hubungan
sekolah dengan masyarakat (school public relation) harus mengacu pada
peningkatan kualitas tersebut di atas. Apabila hal tersebut dapat kita lakukan,
maka persepsi masyarakat tentang sekolah akan dapat dibangun secara

Y
optimal.

C. Prinsip Pelaksanaan Hubungan Sekolah dengan


Masyarakat

M
Apabila kegiatan hubungan sekolah dengan masyarakat ingin berhasil
mencapai sasaran, baik dalam arti sasaran masyarakat/orangtua yang dapat
diajak kerjasama maupun sasaran hasil yang diinginkan, maka beberapa
prinsip-prinsip pelaksanaan di bawah ini harus menjadi pertimbangan dan

M
perhatian. Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan
dalam pelaksanaan hubungan sekolah dengan masyarakat adalah sebagai
berikut:

U
1. Integrity
Prinsip ini mengandung makna bahwa semua kegiatan hubungan sekolah
dengan masyarakat harus terpadu, dalam arti apa yang dijelaskan,

D
disampaikan dan disuguhkan kepada masyarakat harus informasi yang
terpadu antara informasi kegiatan akademik dan informasi kegiatan
non akademik. Dalam bahasa lain prinsip ini mengandung informasi
terpadu tentang sekolah dan anak. Hindarkan sejauh mungkin upaya
menyembunyikan (hidden activity) kegiatan yang telah, sedang dan akan
dijalankan oleh lembaga pendidikan, untuk menghindari salah persepsi
serta kecurigaan terhadap lembaga pendidikan. Kecurigaan yang sifatnya
negatif terhadap sekolah akan menurunkan kepercayaan yang akhirnya
berdampak pada turunnya dukungan mereka kepada sekolah. Oleh
sebab itu, lembaga pendidikan harus sedini mungkin mengantisipasi
kemungkinan adanya salah persepsi, salah interpretasi tentang informasi
yang disajikan dengan melengkapi informasi yang akurat dan data yang
lengkap, sehingga dapat diterima secara rasional oleh masyarakat. Hal
ini sangat penting untuk meningkatkan penilaian dan kepercayaan
masyarakat/orangtua murid terhadap sekolah, atau dengan kata lain
transparansi lembaga pendidikan sangat diperlukan, lebih-lebih dalam

56 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


era reformasi dan abad informasi ini, masyarakat akan semakin kritis
dan berani memberikan penilaian secara langsung tentang lembaga
pendidikan. Bahkan tidak jarang penilaian dan persepsi yang disampaikan
masyarakatan tentang sekolah sering tidak memiliki dasar dan data yang
akurat dan valid. Persepsi yang demikian apabila tidak dihindari akan
menyebebkan hal yang negatif bagi sekolah, akibatnya sekolah tidak akan
mendapat dukungan bahkan mungkin sekolah hanya akan menunggu

Y
waktu kematiannya. Karena dia tidak dibutuhkan keberadaannya oleh
masyarakatnya sendiri.
2. Continuity

M
Prinsip ini berarti bahwa pelaksanaan hubungan sekolah dengan
masyarakat, harus dilakukan secara terus-menerus. Jadi, pelaksanan
hubungan sekolah dengan masyarakat jangan hanya dilakukan secara
insedental atau sewaktu-waktu, misalnya hanya 1 (satu) kali dalam

M
satu tahun, seperti misalnya pada saat akan meminta bantuan keuangan
kepada orangtua/ masyarakat. Hal inilah yang menyebabkan masyarakat
selalu beranggapan bahwa apabila ada panggilan sekolah untuk datang
ke sekolah akan selalu dikaitkan dengan minta bantuan uang. Akibatnya

U
mereka cenderung untuk tidak datang atau sekedar mewakilkan kepada
orang lain untuk menghadiri undangan sekolah.
Kenyataan selama ini menunjukkan bahwa undangan kepada orangtua

D
murid dari sekolah sering diwakilkan kehadirannya kepada orang lain,
sehingga kehadiran mereka hanya berkisar antara 60% - 70% bahkan
tidak jarang kurang dari 30%. Apabila ini terkondisi, maka sekolah akan
sulit mendapat dukungan yang kuat dari semua orangtua murid dan
masyarakat.
Perkembangan informasi, perkembangan kemajuan sekolah, permasalahan-
permasalahan sekolah bahkan permasalahan belajar siswa selalu muncul
dan tumbuh setiap saat, karena itu maka diperlukan penjelasan informasi
yang terus-menerus dari lembaga pendidikan untuk masyarakat/orangtua
murid, sehingga mereka sadar akan pentingnya keikutsertaan mereka
dalam meningkatkan mutu pendidikan putra-putrinya.
3. Coverage
Kegiatan pemberian informasi hendaknya menyeluruh dan mencakup
semua aspek, faktor atau substansi yang perlu disampaikan dan diketahui
oleh masyarakat, misalnya program ekstra kurikuler, kegiatan kurikuler,

4 : Konsep Dasar Hubungan Sekolah Masyarakat 57


remedial teaching dan lain-lain kegiatan. Prinsip ini juga mengandung
makna bahwa segala informasi hendaknya lengkap, akurat dan up to date.
Lengkap artinya tidak satu informasipun yang harus ditutupi atau
disimpan, padahal masyarakat/orangtua murid mempunyai hak untuk
mengetahui keberadaan dan kemajuan (progres) sekolah di mana
anaknya belajar. Oleh sebab itu, informasi kemajuan sekolah, kegagalan/

Y
masalah yang dihadapi sekolah serta prestasi yang dapat dicapai sekolah
harus diinformasikan kepada masyarakat. Akurat artinya informasi yang
diberikan memang tepat dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, dalam
kaitan ini juga berarti bahwa informasi yang diberikan jangan dibuat-buat

M
atau informasi yang objektif.
Sedangkan up to date berarti informasi yang diberikan adalah informasi
perkembangan, kemajuan, masalah dan prestasi sekolah terakhir.
Dengan demikian masyarakat dapat memberikan penilaian sejauh mana

M
sekolah dapat mencapai misi dan visi yang disusunnya. Apabila hal ini
tercipta masyarakat dan orangtua murid akan dapat menentukan bentuk
partisipasi mereka kepada sekolah untuk kepentingan anak didik.

U
4. Simplicity
Prinsip ini menghendaki agar dalam proses hubungan sekolah dengan
masyarakat yang dilakukan baik komunikasi personal maupun komunikasi
kelompok pihak pemberi informasi (sekolah) dapat menyederhanakan

D
berbagai informasi yang disajikan kepada masyarakat. Informasi yang
disajikan kepada masyarakat melaui pertemuan langsung maupun melalui
media hendaknya disajikan dalam bentuk sederhana sesuai dengan
kondisi dan karakteristik pendengar (masyarakat setempat). Prinsip
kesederhanaan ini juga mengandung makna bahwa:
a. Informasi yang disajikan dinyatakan dengan kata-kata yang penuh
persahabatan dan mudah dimengerti.
b. Penggunaan kata-kata yang jelas, disukai oleh mesyarakat atau akrab
bagi pendengar.
c. Informasi yang disajikan menggunakan pendekatan budaya setempat.
d. Informasi yang diberikan jangan berbelit-belit atau terlalu banyak.
Berikan informasi yang singkat tetapi jelas. Apabila informasi
yang harus disampaikan sangat banyak dapat dilakukan secara
bertahap. Hal ini perlu karena orangtua murid/masyarakat memiliki
kemampuan berbeda dalam menyerap informasi. Apabila terlalu
banyak malah dapat membuat mereka bingung dan bosan. Di

58 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


samping itu terlalu lama berada di sekolah menyita waktu mereka
dalam bekerja.
5. Constructiveness
Program hubungan sekolah dengan masyarakat hendaknya konstruktif
dalam arti sekolah memberikan informasi yang konstruktif kepada
masyarakat. Dengan demikian masyarakat akan memberikan respons

Y
hal-hal positif tentang sekolah serta mengerti dan memahami secara
detail berbagai masalah (problem dan constrain) yang dihadapi sekolah.
Apabila hal tersebut dapat mereka mengerti, akan merupakan salah
satu faktor yang dapat mendorong mereka untuk memberikan bantuan

M
kepada sekolah sesuai dengan permasalahan sekolah yang perlu mendapat
perhatian dan pemecahan bersama. Hal ini menuntut sekolah untuk
membuat daftar masalah (list of problems) yang perlu dikomunikasikan
secara terus-menerus kepada sasaran masyarakat tertentu.

M
Prinsip ini juga berarti dalam penyajian informasi hendaknya objektif tanpa
emosi dan rekayasa tertentu, termasuk dalam hal ini memberitahukan
kelemahan-kelemahan sekolah dalam memacu peningkatan mutu

U
pendidikan di sekolah.
Prinsip ini juga berarti bahwa informasi yang disajikan kepada khalayak
sasaran harus dapat membangun kemauan dan merangsang untuk
berpikir bagi penerima informasi.

D
Penjelasan yang konstruktif akan menarik bagi masyarakat dan akan
diterima oleh masyarakat tanpa prasangka tertentu, hal ini akan
mengarahkan mereka untuk berbuat sesuatu sesuai dengan keinginan
sekolah. Untuk itu informasi yang ramah, objektif berdasarkan data-data
yang ada pada sekolah.
6. Adaptability (Penyesuaian)
Program hubungan sekolah dengan masyarakat (school public relation)
hendaknya disesuaikan dengan keadaan di dalam lingkungan masyarakat
tersebut. Penyesuaian dalam hal ini termasuk penyesuaian terhadap
aktivitas, kebiasaan, budaya (culture) dan bahan informasi yang ada dan
berlaku di dalam kehidupan masyarakat.
Pengertian-pengertian yang benar dan valid tentang opini serta faktor-
faktor yang mendukung akan dapat menumbuhkan kemauan bagi
masyarakat untuk berpartisipasi kedalam pemecahan persoalan-persoalan
yang dihadapi sekolah.

4 : Konsep Dasar Hubungan Sekolah Masyarakat 59


Di samping prinsip-prinsip tersebut di atas, agar dapat mencapai tujuan
yang dinginkan, maka kegiatan hubungan sekolah dengan masyarakat
khususnya dengan orangtua murid perlu dilakukan sesuai dengan hakikat
dan tujuan program hubungan itu sendiri. Untuk itu ada beberapa prinsip
yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan membangun keterlibatan orangtua
murid di lingkungan sekolah. Grant dan Ray (2010) menyatakan ada 9
(sembilan) prinsip yang perlu diperhatikan sekolah dalam membangun dan

Y
memelihara keterlibatan orangtua/keluarga di lingkungan pendidikan yaitu:
1. School staff work together to bild positive relationship with families based on equality
and respect (Staf Sekolah bekerja sama untuk membangun hubungan

M
positif dengan keluarga berdasarkan kesetaraan dan penghormatan).
2. Administrator, principals, and teachers recognize the capacity of families and
honor their role in supporting the overall growth and development of all families
members: young children, students and adults (Administrator, kepala sekolah,

M
dan guru mengakui kapasitas keluarga dan menghormati peran mereka
dalam mendukung pertumbuhan secara keseluruhan dan pengembangan
semua anggota keluarga: anak-anak, siswa dan orang dewasa).

U
3. School staff understands that families are important resource to design implement,
and evaluate programs. They are resources to themselves and to other families (Staf
Sekolah memahami bahwa keluarga adalah sumber daya penting untuk
merancang melaksanakan, dan mengevaluasi program. Mereka adalah

D
sumber daya untuk diri mereka sendiri dan keluarga lainnya).
4. Schools and their community partners understand that successful family involvement
and support programs must affirm and strengthen families’ kultur, racial, and
linguistic identities and enhance their ability to function in a multikultur society
(Sekolah dan mitra komunitas mereka memahami bahwa suksesnya
keterlibatan dan dukungan program keluarga harus memperkuat budaya,
ras, bahasa dan identitas keluarga serta meningkatkan kemampuan
mereka untuk berfungsi dalam masyarakat multikultural).
5. Schools acknowledge their role in the community that they serve and recognize that
school programs that are embedded in the community contribute to the community
building process (Sekolah mengakui peran mereka dalam masyarakat yang
mereka layani dan mengakui bahwa program sekolah yang tertanam di
masyarakat berkontribusi pada proses pembangunan masyarakat).
6. School-based or school-sponsored initiative for families are designed to advocate
with families for service ad sistem that are fair, responsive, and accountable to
the families and student served (Berbasis sekolah atau inisiatif sekolah

60 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


yang disponsori untuk keluarga dirancang untuk mengadvokasi dengan
keluarga untuk sistem layanan yang adil, responsif, dan bertanggung
jawab kepada keluarga dan layanan siswa).
7. School staff working with families mobilize both formal and informal resource to
support family development and efficacy (Staf Sekolah bekerja sama dengan
keluarga memobilisasi sumber daya baik formal maupun informal untuk

Y
mendukung pembangunan keluarga dan kemanjuran).
8. School-based or school-sponsored programs are designed to be flexible and
continually responsive to emerging family and community issues (Program
berbasis sekolah atau sekolah yang disponsori dirancang untuk menjadi

M
fleksibel dan terus responsif terhadap isu-isu keluarga dan masyarakat
muncul).
9. School staff ensure that the principles of family support are moderate by all staff in
their day-to-day interactions with families, in the design of all program activities,

M
and in the district policies that govern school-based or support initiative for families
(Staf sekolah memastikan bahwa prinsip-prinsip dukungan keluarga
bersifat moderat oleh semua staf dalam pekerjaan mereka sehari-hari

U
dalam berinteraksi dengan keluarga, dalam desain semua program
kegiatan, dan kebijakan kabupaten yang berbasis sekolah atau dukungan
inisiatif untuk keluarga).

D
D. Prosedur Pelaksanaan Hubungan Sekolah dengan
Masyarakat
Hubungan sekolah dengan masyarakat sebagai suatu kegiatan perlu
dikelola secara sistimatis dan terencana. Kegiatan hubungan sekolah dengan
masyarakat bukanlah kegiatan yang bersifat instan dan dadakan. Sebagai
kegiatan yang terencana dan sistimatis, maka kegiatan hubungan sekolah
dengan masyarakat harus dilakukan sesuai dengan prosedur yang baik untuk
mendapatkan hasil yang terbaik.
Prosedur pelaksanan hubungan sekolah dengan masyarakat dilaksanakan
melalui 4 (empat) tahap berikut ini:
1. Menganalisis masyarakat
Kegiatan pertama dalam pelaksanaan hubungan sekolah masyarakat
adalah menganalisis masyarakat yaitu kegiatan yang berkaitan dengan
sasaran masyarakat, kondisi, karakter, kebutuhan dan keinginan
masyarakat akan pendidikan. Di samping itu juga perlu diidentifikasi

4 : Konsep Dasar Hubungan Sekolah Masyarakat 61


dan dianalisis berbagai problem yang dihadapi masyarakat serta aspek-
aspek kehidupan masyarakat lainnya seperti kebiasaan, sikap, religius
(fanatisme beragama) dan sebagainya. Untuk melakukan analisis ini ada
beberapa cara yang dapat digunakan yaitu:
a. Sekolah dan semua staf harus memiliki kepekaan atau dapat
merasakan secara sensitif serta merasakan secara peka isu-isu

Y
tentang masyarakat dan sedang berkembang pada masyarakat
baik yang terkait dengan pendidikan atau aspek lainnya yang akan
mempengaruhi kegiatan pendidikan. Sensitivitas ini harus dimiliki
oleh semua warga sekolah, mulai dari kepala sekolah, guru dan staf

M
sekolah lainnya.
b. Mengadakan pengamatan melalui survei tentang kebiasaan, adat
istiadat masyarakat/orangtua murid serta stakeholder lainnya yang
mendukung atau bahkan menghambat kemajuan pendidikan.

M
c. Mengadakan wawancara dan dialog langsung dengan masyarakat
khususnya melalui tokoh kunci (key informan), untuk mengetahui
apa kebutuhan dan aspirasi mereka tentang pendidikan. Namun,

U
satu hal yang harus di jaga adalah bahwa pendidikan harus tetap
netral dari intervensi dan kepentingan politik praktis.
d. Metode Delphi yaitu mencari informasi dari pihak ahli dan
melemparkan kembali untuk mendapat tanggapan melalui ahli lain

D
sampai ditemukan kesepakatan tentang sesuatu diantara para ahli/
tokoh yang dilibatkan.
2. Mengadakan komunikasi
Tahap kedua dalam mengadakan hubungan sekolah dengan masyarakat
adalah mengadakan komunikasi dengan masyarakat sasaran. Mengadakan
komunikasi pada dasarnya menyampaikan informasi dan pesan dari
pihak sekolah kepada masyarakat sasaran khususnya berkaiatan
dengan kemajuan (progres), program dan masalah (problem). Dalam
melakukan komunikasi menurut John L. Beckley seperti dikutip oleh
Suriansyah (2001) mengemukakan beberapa hal yang diperhatikan
dalam berkomunikasi dengan orangtua murid/masyarakat/stakeholder
agar komunikasi tersebut dapat mencapai hasil yang optimal, yaitu:
a. Practice Self Control, dalam hal ini berarti sebelum memberikan
informasi kepada orang lain, pastikan bahwa informasi, petunjuk
atau saran yang diberikan telah dilakukan oleh si pemberi informasi.
Karena itu kalau sekolah meminta masyarakat memerhatikan sekolah,

62 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


tanyakan dulu pada sekolah apakah sekolah sudah memerhatikan
kebutuhan masyarakatnya. Di samping itu orang yang memberikan
informasi adalah figur yang dapat dijadikan teladan bagi masyarakat,
yaitu mereka yang mengatakan apa yang telah dia lakukan. Dengan
kata lain bukan hanya bicara dengan kata tapi dengan perbuatan.
Akan lebih baik lagi mereka yang memiliki karisma yang kuat di
tengah-tengah masyarakat.

Y
b. Appraside and where deserve, artinya dalam berkomunikasi perlu
memberikan penghargaan kepada lawan komunikasi, meskipun
penghargaan tidak selalu dalam bentuk materi, misalnya jangan

M
memalingkan muka pada saat lawan komunikasi berbicara, katakan
baik, anggukan dan lain-lain.
c. Critizise Tacfully, artinya kalau anda ingin memberikan kritik dalam
berkomunikasi, berikan secara bijaksana sehingga tidak mengganggu

M
perasaan orang lain. Hindari kata-kata yang keras dan menyinggung
perasaan orang lain, jaga etika dalam memberikan kritik kepada
orang lain.

U
d. Always Listen, berupayalah anda untuk belajar mendengarkan orang
lain, termasuk dalam hal ini sensitif pada perasaan orang lain
dengan melihat gejala yang muncul. Misalnya, jangan paksanakan
meneruskan pembicaraan apabila terlihat lawan berkomunikasi

D
sudah sangat bosan. Kesulitan utama seorang orator biasanya
adalah kesulitan menghentikan pembicaraan dan sulit untuk belajar
mendengarkan orang lain. Hindari mendominasi pembicaraan,
sejauh mungkin ajak mereka berdialog/berdiskusi. Brain storming
merupakan salah satu cara yang baik digunakan dalam kegiatan
pertemuan dengan orangtua murid.
e. Stress Reward, berikan penghargaan/ganjaran kepada lawan bicara
kalau memang patut diberikan penghargaan. Ada banyak gagasan/
ide-ide yang muncul pada saat berkomunikasi dengan orangtua
murid dan masyarakat, berikan penghargaan dan pengakuan
terhadap gagasan mereka. Hindari memvonis salah dan instrupsi
meskipun kita beranggapan gagasan tersebut mungkin tidak terlalu
ideal. Kalaupun harus mengintrupsi lakukan secara bijaksana.
f. Considire the persons intrest, artinya perhatikan minat setiap individu
lawan bicara. Oleh sebab itu, mulailah pembicaraan dari sesuatu
masalah yang menjadi minat, hobi atau pusat perhatian orang.

4 : Konsep Dasar Hubungan Sekolah Masyarakat 63


Keberhasilan komunikasi merupakan kunci keberhasilan dalam
mencapai tujuan hubungan sekolah dengan masyarakat (skill in
communication is a key to successful team effort). Artinya, kalau
anda ingin berhasil dalam memberdayakan masyarakat untuk
berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah,
maka kunci pertama yang harus dikuasai adalah kemampuan
berkomunikasi.

Y
3. Melibatkan Masyarakat
Melibatkan masyarakat bukan hanya sekedar menyampaikan pesan tapi
lebih dari itu menuntut partisipasi aktif masyarakat dalam berbagai

M
kegiatan dan program sekolah. Bagaimana teknik agar masyarakat dapat
terlibat secara aktif dapat anda pelajari pada bagian pembahasan tentang
teknik hubungan sekolah dengan masyarakat yang akan dibahas dalam
bagian tersendiri pada buku ini.

M
E. Beberapa Hambatan dalam Pelibatan Keluarga/

U
Orangtua/Masyarakat dalam Praktik Pendidikan di
Sekolah
Melibatkan orangtua murid dan masyarakat untuk mendukung dan

D
terlibat secara optimal dalam berbagai kegiatan sekolah bukanlah hal mudah
untuk dilakukan. Apalagi kalau orangtua murid dan masyarakat tersebut
memiliki tujuan, harapan dan kepentingan masing-masing yang kadang sangat
bervariasi. Banyak kendala atau hambatan yang ditemui dalam menyatukan
harapan dan keentingan tersebut.
Dalam praktiknya membangun hubungan sekolah dengan masyarakat
dalam rangka meningkatkan keterlibatan atau partisipasi orangtua murid/
keluarga dalam pendidikan di sekolah ditemui sejumlah hambatan. Hambatan-
hambatan ini dapat bersumber dari perspektif guru dan kepala sekolah
sebagai pelaksana hubungan maupun dari pihak masyarakat sebagai subjek
yang diajak untuk terlibat langsung dalam berbagai kegiatan sekolah dalam
rangka meningkatkan mutu sekolah. Grant dan Ray (2010) menyatakan ada
sejumlah hambatan yang ditemui dalam membangun keterlibatan keluarga
di sekolah mencakup aspek: ecomonics, self efficacy, intergeneration, time demand,
cultural norms and value class room culture and past experience.

64 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


1. Economics (lack of money and transportation) ekonomi (kekurangan uang dan
transportasi).
Orangtua murid/keluarga yang memiliki tingkat ekonomi masih rendah
sering disibukkan dengan pekerjaan sehari-hari untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari. Kesibukan ini menyebabkan mereka
cenderung sulit untuk berpartisipasi/terlibat aktif dalam berbagai

Y
kegiatan bersama sekolah.
Hambatan ini sagat sering ditemui di sekolah-sekolah, lebih-lebih sekolah
pinggiran. Akibatnya sekolah sulit untuk mendapat dukungan yang besar
dari masyarakat dan orangtua murid.

M
2. Self efficacy (lack of confident in ability to help, language consideration)/
kebahagiaan sendiri (kurangnya percaya diri dalam kemampuan untuk
membantu, pertimbangan bahasa).
Hambatan ini berkaitan dengan kurangnya percaya diri dari masyarakat

M
atau orangtua murid akan kemampuan untuk membantu sekolah,
demikian juga dengan pihak sekolah sendiri sering muncul perasaan
ketidak percayaan akan kemampuan untuk mampu membantu orangtua

U
murid dalam mengatasi masalah-masalah pendidikan anak di rumah,
akibatnya hubungan kolaboratif tidak dilakukan secara optimal.
3. Intergenerational faktor (their parents uninvolved)/faktor antargenerasi

D
(orangtua mereka tidak terlibat).
Faktor ini merupakan sala satu faktor yang dapat mengganggu terciptanya
kemitraan dan keterlibatan orangtua murid dan masyarakat terhadap
pendidikan di sekolah. Orangtua murid yang usianya sangat tua atau
tokoh masyarakat yang sudah sepuh cenderung tidak mau terlibat banyak
dalam berbagai kegiatan kolaboratif, meskipun sebenarnya keterlibatan
mereka sangat dibutuhkan oleh sekolah. Sehingga sering sekolah tetap
menyantumkan nama tokoh dalam struktur tim atau komite tertentu di
sekolah tetapi sebenarnya mereka tidak bisa banyak berbuat di sekolah.
4. Time demands (work related, child care, elder care)/faktor tuntutan waktu
yaitu yang berhubungan dengan pekerjaan, perawatan anak, perawatan
orangtua.
Faktor waktu merupakan salah satu hal yang menjadi pertimbangan
bagi masyarakat dan orangtua murid untuk terlibat dalam berbagai
kegiatan kolaborasi untuk membantu sekolah. Lebih-lebih masyarakat
atau orangtua murid di pedesaan dengan pekerjaan petani, lebih banyak

4 : Konsep Dasar Hubungan Sekolah Masyarakat 65


waktu di sawah yang mengakibatkan tidak memiliki waktu yang cukup
dalam kegiatan kolaboratif atau partisipasinya. Dalam kondisi seperti
ini diperlukan kreativitas guru dan kepala sekolah dalam melakukan
manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat.
5. Culture norms and values (teacher as expert)/Faktor norma dan nilai budaya
(guru sama dengan seorang ahli).

Y
Faktor budaya yang melekat dan pandangan yang kuat seakan-akan
guru adalah seorang ahli (expert) sehingga memiliki kemampuan untuk
mengatasi segala masalah yang ada sudah sangat kuat. Akibatnya,
orangtua sering menyerahkan sepenuhnya keberhasilan pendidikan

M
anaknya kepada pihak sekolah, karena pihak sekolah dianggap sebagai
pihak yang memiliki kemampuan untuk membentuk anak-anak mereka.
Kepala sekolah perlu meyakinkan guru dan orangtua murid serta
masyarakat, bahwa sehebat apapun guru dan sekolah tidak akan mampu

M
membuat anak berprestasi luar biasa tanpa dukungan orangtua murid
dan masyarakat demikian pula sebaliknya.
6. Classroom culture (not viewed as welcoming to parents)/Faktor budaya kelas

U
yang tidak terbuka menyambut orangtua murid sebagai tamu.
Keterbukaan sekolah dan kelas untuk partisipasi orangtua murid dan
masyarakat masih belum optimal. Ada keraguan pihak guru dan sekolah

D
akan keterlibatan optimal mereka, terkadang muncul ketakutatan kalau
orangtua murid dan masyarakat melakukan intervensi pada hal-hal teknis
yang menjadi kewenangan guru. Sekolah dan guru takut dicampuri tugas
dan kewenangannya dan takut sekolah justru menjadi bermasalah dengan
keterlibatan orangtua murid dan masyarakat secara optimal di sekolah.
7. Past experience (negative experiences with school)/Faktor pengalaman masa
lalu (pengalaman negatif dengan sekolah).
Sekolah sering memiliki pengalaman negatif akibat keeterlibatan
orangtua murid dan masyarakat terhadap sekolah. Hal ini membawa dan
mempengaruhi sekolah untuk enggan berbuat banyak dalam membangun
kemitraan yang optimal.
Sementara itu Grant & Ray (2010) melihat dari perspektif hambatan
yang bersumber dari guru dalam rangka meningkatkan keterlibatan keluarga,
orangtua murid dan atau masyarakat di sekolah adalah mencakup: Doubts about
parent, perceived job limitations, negative attitude, scheduling, curricular constraints,
lack of confidence.

66 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


1. Doubts about parent (parent lack training, should not help with learning)/
Keraguan tentang orangtua (orangtua kurang pengetahuan, tidak mampu
membantu belajar).
Tenaga pendidik dan bahkan sekolah secara keseluruhan sering
meragukan dan tidak yakin akan kemampuan orangtua murid dalam
memberikan bantuan, bimbingan dan arahan kepada anak-anak saat

Y
belajar di rumah. Di samping itu juga tidak yakin akan kemampuan dan
mungkin jua kemauan orangtua murid untuk terlibat dalam membantu
sekolah meningkatkan mutu pendidikan. Oleh sebab itu, akhirnya
program kemitraan di sekolah dengan masyarakat tidak terlaksana dengan

M
baik dan optimal.
2. Perceived job limitations (teaching doesn’t involve working with families)/adanya
keterbatasan kerja (mengajar tidak melibatkan bekerja dengan keluarga).
Keterbatasan kerja yang dirasakan oleh guru dalam membina kemitraan

M
sebagai akibat dari beban kerja guru sehari penuh saat berada di sekolah
harus berhadapan dengan siswa, sehingga tidak memiliki waktu yang
cukup untuk melakukan kolaborasi dengan masyarakat dan orangtua

U
murid. Demikian juga halnya dengan usaha meibatkan orangtua murid
dalam pembelajaran dirasakan guru belum memiliki waktu yang cukup,
karena guru harus mengejar target kurikulum yang harus dilakukannya
dalam kurun waktu tertentu.

D
3. Negative attitude (prior negative experiences, biases about families)/ Sikap negatif
(pengalaman sebelumnya negatif, bias tentang keluarga).
Pengalaman sebelumnya yang kurang baik dalam kemitraan dengan
orangtua murid atau masyarakat membuat guru dan pihak sekolah
menjadi enggan untuk melakukan kegiatan kolaborasi dan kemitraan
selenjutnya. Hal ini menjadi penghambat efektivitas pelaksanaan
kerjasama sekolah dan masyarakat secara keseluruhan.
4. Scheduling (classroom schedule inflexible, time conflicts with parents)/
Penjadwalan (jadwal kelas tidak fleksibel, konflik waktu dengan
orangtua).
Jadwal pelajaran yang ada di sekolah pada umumnya sudah ditetapkan
secara rigid dan pasti selama jam pelajaran berlangsung mulai masuk
sekolah sampai pulang sekolah. Akibatnya apabila ingin menggunakan
waktu belajar untuk kegiatan kolaborasi, kerjasama dan kemitraan jadwal
tersebut sangat sulit untuk digunakan.

4 : Konsep Dasar Hubungan Sekolah Masyarakat 67


Di samping itu waktu yang tersedia dan sesuai untuk guru belum tentu
sesuai untuk masyarakat dan orangtua murid. Oleh sebab itu, sangat
sulit bagi sekolah memilih waktu yang tepat (bagi guru dan sekolah
serta bagi masyarakat dan orangtua murid) untuk melakukan pertemuan,
kolaborasi atau kegiatan bersama di sekolah.
5. Curricular constraints (high stakes testing)/Kendala kurikuler.

Y
Kurikulum di sekolah telah diatur apa dan kapan pencapaian target yang
harus di selesaikan. Sehingga telah di atur waktu efektif untuk belajar
dalam setiap semester. Apabila waku efektif tersebut digunakan untuk
kegiatan lain, maka akan menjadi masalah dalam pencapaian target

M
kurikulum.
6. Lack of confidence (fear of being judged by families/Kurangnya kepercayaan
(takut dihakimi oleh keluarga).
Pengalaman buruk sekolah adalah sering terjadi persepsi dan pemahaman

M
antara sekolah dengan masyarakat atau orangtua murid, yang berdampak
terjadinya perselisihan diantara keduanya. Perselisihan tersebut bahkan
dapat berakibat pertengkaran yang kadang-kadang juga secara fisik.

U
Lebih-lebih misalnya tentang hukuman kepada peserta didik yang
orangtuanya tidak mengerti dapat terjadi ancaman fisik bagi tenaga
pendidik di sekolah. Demikian juga tentang biaya pendidikan yang
sebenarnya sudah diputuskan oleh komite sekolah sering tidak diterima

D
oleh orangtua murid tertentu. Hal ini menyebabkan perselisihan antara
sekolah dengan orangtua murid dan masyarakat.
Perselisihan yang kuat dan menjurus pada ancaman fisik menyebabkan
pihak sekolah menjadi enggan bahkan tidak mau melakukan kegiatan
kolaborasi atau diskusi dengan pihak orangtua murid dan masyarakat.
Untuk mengatasi berbagai kendala pelaksanan hubungan kerjasama
dengan orangtua murid/masyarakat dilihat dari faktor orangtua, maka sekolah
harus melakukan berbagai kegiatan. Sehubungan dengan hal tersebut Asosiasi
Orangtua Murid dan Guru Amerika (PTA) telah membuat standar nasional
yang sama dan juga memungkinkan untuk pengembangan orangtua murid,
yaitu:
1. Berkomunikasi antara rumah dan sekolah adalah reguler, dua arah, dan
bermakna.
2. Keterampilan orangtua ditingkatkan didukung.
3. Orangtua memainkan peran integral dalam membantu belajar siswa.

68 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


4. Orangtua diterima di sekolah dan dukungan seta bantuan mereka
dibutuhkan.
5. Orangtua adalah mitra penuh dalam pengambilan keputusan yang
mempengaruhi keluarga dan anak.
6. Sumber daya masyarakat yang digunakan untuk memperkuat sekolah-
sekolah, keluarga dan belajar siswa.

Y
M
U M
D
4 : Konsep Dasar Hubungan Sekolah Masyarakat 69
Y
M
U M
D
70 manajemen hubungan sekolah dengan
[Halaman masyarakat
ini sengaja dikosongkan]
5

Y
teknik dan bentuk
hubungan sekolah
dengan masyarakat

M
M
A. Teknik Hubungan Sekolah dengan Masyarakat
Pelaksanaan hubungan sekolah masyarakat yang baik tidak hanya

U
tergantung pada perencanaan dan persiapan materi yang baik, tetapi sangat
tergantung pada ketepatan dalam menentukan dan menggunakan teknik
komunikasi yang digunakan. Elsbree dan Mc Nally seperti dikutip oleh

D
Suriansyah (2001) menyatakan beberapa teknik hubungan sekolah dengan
masyarakat sebagai berikut:
1. Newspapers
2. Radio Programme
3. Parent Teacher Association Meeting
4. Special Bulleten for parent
5. Active Participation of Staff off staff in community organization
Senada dengan pendapat di atas Leonard V Koes, juga menyatakan
beberapa teknik dalam melakukan hubungan sekolah dengan masyarakat
sebagai berikut: The Public frequently reported as used with patrons and the
general public exhibits, lokal newspaper, commencement exercisee, bulletins
to home, home and school visitations, parent teachers assosiation, service to
community organization report and radio.

5 : Teknik dan Bentuk Hubungan Sekolah dengan Masyarakat 71


DeRoche, (1985) menyebutkan ada 25 cara dalam melaksanakan
hubungan antara sekolah dengan masyarakat yaitu:
1. Education weeks
2. Recognition days
3. Home visits
4. Teachers aides

Y
5. CARD (Community Agency Recognation Day)
6. Parent Teachers Conference
7. Speaker’s Bureau

M
8. Open House
9. Home Study
10. School and classroom newsletters
11. Calenders

M
12. Voting Reminder card
13. Success card
14. Lokal Newspaper

U
15. Career Specialist
16. Slide presentation
17. Coffe hour

D
18. Activity Displays
19. Class project in the community
20. Letters to the editor
21. Public performances
22. Fairs and tours
23. Telephone hotline
24. Strategy borrowing
25. Suggestion boxes.
Apabila kita cermati dari beberapa pendapat tersebut, nampak bahwa
pelaksanaan hubungan sekolah dengan masyarakat dapat dilakukan dengan
berbagai cara dan media baik media langsung (tatap muka) maupun media
tidak langsung. Bahkan dalam perkembangan teknologi sekarang, hubungan
sekolah dengan masyarakat sebenarnya dapat dilakukan menggunakan
teknologi modern seperti telepon, internet dan sebagainya. Dapat pula
dilakukan melalui berbagai media, baik media cetak maupun media non cetak.

72 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


Berikut ini ada beberapa teknik yang dapat dipertimbangkan sebagai
salah satu metode dalam pelaksanaan school public relation.

B. Teknik yang Banyak Digunakan dalam Hubungan


Sekolah dengan Masyarakat
1. Siaran Radio

Y
Siaran radio sebagai sarana penyebaran informasi memiliki keunggulan
dalam luasnya wilayah penyebaran informasi yang dapat dijangkau dalam
waktu yang bersamaan. Dengan demikian dalam waktu yang singkat dapat

M
disebarkan informasi kesemua pelosok pedesaan. Tetapi ada beberapa
kelemahan siaran radio sebagai media penyebaran informasi khususnya yang
berkaitan dengan program yang berkaitan dengan pendidikan apalagi acara
yang bernuansa pembelajaran. Kelemahan tersebut adalah sebagai berikut:

M
a. Diperlukan kemampuan yang tinggi dalam membuat dan mendesain
kemasan acara siaran yang mampu menarik minat masyarakat untuk
mendengarkan siaran radio. Ini berarti memerlukan waktu yang relatif

U
lama, di samping itu sekolah terkendala tenaga yang dimiliki oleh sekolah
belum memiliki kemampuan yang tinggi untuk merancang materi siaran
secara profesional.
b. Masyarakat pedesaan pada umumnya lebih senang mendengarkan radio

D
dalam bentuk hiburan seperti lagu-lagu dan drama.
Untuk itu acara siaran radio apabila digunakan sebagai salah satu teknik
hubungan sekolah dengan masyarakat maka, isi siaran/materi yang
harus disampaikan dikemas melalui selingan-selingan pesan pendek
diantara acara-acara yang menarik perhatian masyarakat seperti hiburan
dan sendiwara radio. Di samping itu dapat pula dilakukan dialog radio
dengan cara dialog interaktif yang digabungkan dengan acara hiburan.
Dengan demikian acara tersebut akan diikuti oleh masyarakat.

2. Siaran Televisi (Khususnya Siaran Lokal)


Televisi memiliki jangkauan yang luas dan menarik dalam penyebaran
informasi, sebab media ini selain menampilkan gambar yang sangat menarik
juga dilengkapi dengan audio yang dapat dirancang dengan cara sangat
menarik. Sebagai media penyebaran informasi televisi dapat gunakan oleh
sekolah sebagai cara dalam mencitrakan profil sekolah dan melakukan
sosialisasi serta komunikasi dengan orangtua murid dan masyarakat secara

5 : Teknik dan Bentuk Hubungan Sekolah dengan Masyarakat 73


keseluruhan. Peluang ini sangat terbuka pada masa sekarang, lebih-lebih
berkembang pesatnya televise baik nasional maupun lokal. Sehingga hampir
semua daerah di kabupaten memiliki televisi lokal.
Televisi lokal mempunyai keunggulan karena luasnya wilayah yang dapat
dijangkau oleh siaran dan mampu menjangkau semua wilayah pedalaman/
perdesaan serta cukup menarik. Tetapi ada beberapa kelemahan seperti:

Y
a. Tidak semua masyarakat sasaran memiliki pesawat TV.
b. Tidak semua televisi lokal mampu menjangkau seluruh pelosok di
daerahnya masing-masing.
c. Sulitnya membuat kemasan acara yang benar-benar menarik masyarakat.

M
Meskipun demikian akhir-akhir ini nampaknya acara televisi lokal sudah
mulai digemari dan diikuti oleh masayarakat, termasuk acara dialog interaktif
yang disiarkan sesuai dengan permasalahan yang sedang berkembang. Hal
ini merupakan kesempatan bagi sekolah untuk menampilkan prestasi yang

M
dicapai kepada masyarakat secara luas serta menggali harapan masyarakat
kepada pendidikan dan sekolah. Untuk itu siaran perlu didesain dalam bentuk:
a. Dialog interaktif dengan menampilkan Pejabat Dinas Pendidikan

U
setempat, Kepala Sekolah, tokoh masyarakat (termasuk tokoh-tokoh
dari dunia usaha) dan tokoh agama serta Tokoh Pendidik. Pada dialog
ini masing-masing peserta berbicara menurut perspektif masing-masing.

D
Tokoh agama membahas pandangan agama terhadap pendidikan, belajar,
dan sebagainya. Di samping itu dalam dialog ini akan dapat diungkap
apa harapan masyarakat dan tokoh masyarakat tentang pendidikan dan
masyarakat tahu/mengerti apa harapan lembaga pendidikan terhadap
masyarakat.
b. Rilis-rilis berita tentang kegiatan yang berkaitan dengan keberhasilan
sekolah (prestasi akademik siswa maupun prestasi non akademik).
Sekolah dapat merancang release tentang kegiatan sekolah, prestasi
sekolah atau kegiatan-kegiatan lain yang terkait dengan pendidikan di
sekolah.

3. Stiker dan Kalender (Almanak)


Stiker yang berisikan pesan-pesan singkat dan promosi tentang sekolah
dan poster-poster menarik dan lucu merupakan media yang sangat efektif
untuk digunakan sebagai media penyebaran informasi. Hal ini didasarkan
pada alasan-alasan sebagai berikut:

74 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


a. Karena stiker diberikan langsung kepada anak-anak dan masyarakat/
orangtua yang memiliki anak berusia sekolah, sehingga informasi/pesan
yang disampaikan dapat mencapai sasaran langsung tanpa perantara.
Stiker dapat pula berisi ajakan, seruan kepada anak-anak untuk belajar
(pengembangan minat baca) dan ajakan partisipasi kepada orangtua
murid/masyarakat untuk melakukan pengawasan belajar anak-anak serta
pengawasan perilaku dan pergaulannya.

Y
b. Karena stiker ditempatkan/ditempel oleh anak-anak/masyarakat yang
menjadi sasaran di berbagai tempat yang mudah dilihat (seperti: di rumah,
mobil, sepeda motor, sepeda, kapal, perahu dan lain-lain), maka frekuensi

M
dan intensitas interaksi media dengan masyarakat sasaran menjadi lebih
banyak dan intensif.
c. Dengan pembagian stiker kerumah-rumah masyarakat sasaran (anak-
anak, warung dan sebagainya), akan mendapatkan penghargaan bagi

M
masyarakat pedesaan. Kondisi ini akan menumbuhkan perhatian dan
pada gilirannya akan menimbulkan sikap dukungan mereka terhadap
program sekolah yang disosialisasikan.

U
d. Stiker sebagai media cukup murah dan mudah didesain. Disamping itu
stiker ini akan mampu bertahan minimal satu tahun. Dengan demikian isi
pesan yang ada akan selalu dilihat dan diingat oleh masyarakat sasaran.
Dalam stiker ini dapat dimuat pesan-pesan singkat tentang wajib belajar

D
seperti:
1) Sekolah sukses masa depan cerah
2) Putus sekolah Masa depan suram
3) Sekolah Yes !!!!!
4) Putus sekolah No!!!!!
5) Narkoba Nooo….Prestasi Yeessss
6) Mari berprestasi tanpa narkoba

4. Media Poster
Media Poster sebagai media penyebaran informasi akan sangat efektif
untuk mencapai khalayak sasaran melalui distribusi dan penempatan yang
sangat fleksibel. Poster dapat ditempatkan di tengah-tengah masyarakat
seperti pasar, (sebagai tempat pertemuan mingguan masyarakat pedesaan),
kantor pelayanan masyarakat desa (kantor Kepala Desa, Rumah RT dan
sebagainya), bahkan dapat diberikan langsung ke rumah-rumah sasaran, serta

5 : Teknik dan Bentuk Hubungan Sekolah dengan Masyarakat 75


tempat-tempat lainnya. Dengan demikian poster diarahkan untuk mencapai
khalayak sasaran sebagai berikut:
a. Masyarakat/orangtua yang memiliki anak usia sekolah.
b. Tokoh masyarakat dan tokoh agama.
c. Institusi-institusi masyarakat yang terkait dan peduli dengan kemajuan
pendidikan.

Y
d. Kantor Pelayanan Masyarakat (Sekolah-sekolah dan kantor pendidikan
di Kabupaten/Kodya dan Kecamatan.
Agar poster ini benar-benar dapat menyentuh dan menggugah kemauan
orangtua murid/masyarakat untuk mendukung program belajar anak dan

M
program sekolah dalam meningkatkan mutu sekolah atau pengembangan
sekolah, maka pesan harus didesain dengan berbagai pendekatan. Salah
satunya adalah pendekatan agama, dalam arti menyebutkan ayat-ayat Al-
Qur’an atau Hadis yang berkaitan dengan kewajiban orangtua/masyarakat

M
untuk mendidik dan atau menyekolahkan serta membantu pertumbuhan dan
perkembangan anaknya sampai batas tertentu.
Pesan akan efektif dan dapat diterima oleh masyarakat apabila diucapkan

U
oleh tokoh yang disegani (memiliki kharismatik yang tinggi) di tengah-tengah
masyarakat. Dalam hal ini tokoh agama seperti Guru Ijai (Martapura) dan
tokoh-tokoh lainnya yang tersebar di Kalimantan Selatan atau bahkan tokoh

D
nasional yang disegani. Hal ini disebabkan karena masyarakat Kalimantan
Selatan adalah masyarakat yang sangat religius.

5. Perlombaan-perlombaan
Perlombaan-perlombaan merupakan kegiatan yang cukup menarik bagi
anak-anak usia sekolah di pedesaan, hal ini akan mampu membuat dan
meningkatkan motivasi anak yang akan DO (Drop Out) untuk tetap sekolah
serta menarik minat anak usia sekolah yang tidak sekolah untuk bersekolah.
Untuk itu, maka kegiatan perlombaan perlu didesain secara tepat dan
dilaksanakan di daerah sasaran. kegiatan-kegiatan perlombaan yang cukup
menarik dan disaksikan oleh orang banyak (termasuk orangtua/masyarakat)
adalah sebagai berikut:
a. Lomba gerak jalan, dengan pemberian hadiah dan kaos yang diberi logo
dan pesan tentang sekolah/pendidikan. Lomba ini sangat tepat dan
strategis dilaksanakan menjelang Hari Kemerdekaan RI (17 Agustus)
di kecamatan yang DO tinggi serta APK/APM rendah.

76 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


b. Lomba karya dan kerajinan tangan, lomba pidato, ceramah (da’i kecil)
dan sebagainya.
c. Lomba lagu-lagu wajib belajar, dengan hadiah sponsor.

6. Leaflet
Leaflet sebagai salah satu media untuk mnyebarkan informasi, merupakan

Y
salah satu cara yang cukup efektif. Sebab dengan media ini informasi dapat
diberikan secara lebih jelas dan lengkap. Di samping itu apabila media ini
diberikan kepada tokoh masyarakat, tokoh agama, orangtua dan tokoh-
tokoh lainnya, akan menjadi bahan informasi yang jelas agar mereka dapat

M
menjelaskan secara lengkap tentang program belajar atau program sekolah/
pendidikan kepada masyarakat sasaran. Dengan demikian mereka merupakan
kepanjangan tangan Depdiknas, sekolah atau institusi pendidikan dalam
menyebarluaskan informasi secara benar dan lengkap.

M
7. Dialog Langsung dengan Masyarakat (Pertemuan Sekolah
dengan Masyarakat/ Orangtua Murid)

U
DeRoche (1985) menyatakan bahwa ada 4 (empat) tujuan dilaksanakannya
kegiatan pertemuan antara orangtua murid/masyarakat dengan pihak sekolah,
yaitu:

D
a. For the teacher and the parents to get to know each other
b. For the teachers to share information about the child’s academic progress and
behavior with the parents
c. For parent to share information about the child’s out of school behavior and activities
with the teacher
d. For both to examine solution to problems and to develop ways of maintaining
positive behavior and achivement
Dialog langsung ini dapat dilakukan dengan orangtua murid, tokoh
masyarakat dan atau tokoh agama serta tokoh pendidikan lainnya tentang
program belajar dan program sekolah beserta permasalahannya. Dialog akan
sangat efektif apabila dilakukan langsung dengan masyarakat. Oleh sebab itu
dialog dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan sosial keagamaan yang ada
di masyarakat seperti: Kelompok Pengajian, Kelompok Yasinan. Kelompok
Shalawat dan kelompok-kelompok lainnya yang tumbuh dan berkembang di
tengah masyarakat pedesaan.

5 : Teknik dan Bentuk Hubungan Sekolah dengan Masyarakat 77


Melalui pertemuan yang dilakukan secara berkala akan terjadi saling
tukar menukar informasi (terjadi face to face relationship) antara sekolah dengan
orangtua murid/masyarakat. Di dalam pertemuan atau dialog ini segala
permasalahan yang dihadapi baik oleh sekolah maupun oleh orangtua murid/
masyarakat minimal diketahui bersama yang pada gilirannya akan dapat dicari
pemecahannya secara bersama. Pertemuan secara berkala ini dapat dilakukan
pada awal tahun ajaran, setelah catur wulan (setelah pembagian rapor) atau

Y
setelah tahun ajaran berakhir.
Salah satu pertemuan orangtua murid dengan pihak sekolah/guru/
wali kelas yang selama ini cukup banyak digunakan oleh sekolah-sekolah

M
adalah pembagian rapor yang dilakukan melalui orangtua/wali siswa.
Pembagian rapor melalui orangtua murid ini memiliki keunggulan
tersendiri sebagai teknik hubungan sekolah dengan masyarakat apabila
dilakukan secara benar. Sebab melalui kegiatan ini orangtua akan mengetahui

M
apa yang dikehendaki oleh pihak sekolah dalam membantu anak didik pada
saat berada di rumah. Di samping itu orangtua akan tahu secara langsung
dari guru (wali kelas) tentang kedudukan anaknya di dalam kelas (termasuk
pandai, sedang, bodoh, nakal, disiplin, bahkan masalah yang dialami anak

U
dalam belajar). Karena itu prosedur pembagian rapor yang benar harus
dilakukan. Hal terpenting yang harus terjadi pada saat pembagian rapor bukan
hanya sekedar orangtua murid datang dan menerima rapor anaknya, tetapi

D
terjadi dialog antara kepala sekolah, guru dengan orangtua murid tentang
berbagai hal antara lain: Progres atau kemajuan yang diperoleh anak dan
sekolah dalam prestasi akademik maupun prestasi non akademik. Problem,
yaitu berbagai permasalahan yang dihadapi sekolah, khususnya masalah yang
dihadapi anak dalam proses pendidikan di sekolah, sehingga orangtuanya
mengerti apa dan bagaimana mereka harus berperan dalam membantu
sekolah untuk meningkatkan kualitas anaknya masing-masing. Programme,
yaitu program apa yang akan dilaksanakan oleh sekolah serta program yang
telah dilakukan oleh sekolah, dan di mana peranan orangtua/masyarakat
untuk dapat berpartisipasi. Di samping 3 (tiga) hal tersebut dalam dialog
perlu dibicarakan dan diambil kesepakatan bersama tentang berbagai solusi
pemecahan masalah beserta peran masing-masing dalam pemecahan masalah
yang dihadapi sekolah.

8. Kunjungan Ke Rumah (Home Visitation)


Home visitation merupakan salah satu cara dalam melaksanakan school
public relation yang dapat mempererat hubungan antara sekolah dengan

78 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


masyarakat/orangtua murid. Melalui kunjungan ini ada beberapa manfaat
yang diperoleh yaitu:
a. Sekolah mengenal situasi yang sebenarnya baik dari orangtua murid
maupun dari siswa secara langsung.
b. Orangtua murid akan mendapat keterangan yang sebenarnya tentang
anaknya di sekolah, yang berkenaan dengan: hasil belajarnya, tingkah laku

Y
dan pergaulan di sekolah, kehadiran di sekolah, prestasi non akademik
dan lain sebagainya.
c. Sekolah akan memperoleh data dan gambaran yang lengkap dan akurat
tentang kebiasaan belajar siswa di rumah, sikap orangtua siswa dalam

M
kehidupan di rumah atau pola pergaulan dalam keluarga bahkan juga
tentang pola pergaulan anak di lingkungan masyarakatnya.
Informasi-informasi tersebut sangat diperlukan, baik oleh sekolah
maupun bagi orangtua murid dan keluarganya dalam upaya membantu

M
memecahkan permasalahan yang dihadapi siswa dalam belajar. Hal ini sesuai
dengan pendapat Jacobson (Suriansyah, 2001) yang menyatakan bahwa:
Knowledge of the childrens beckround in a teachers class or home is invaluable, because

U
it result in clearer insight by teachers into the problems wich condition the particular
children.
1. Partisipasi Sekolah dengan Masyarakat Lingkungan

D
Sekolah dapat berpartisipasi dalam berbagai kegiatan masyarakat
setempat, baik kegiatan yang bersifat umum, misalnya turut kerja
bakti, gotong royong kebersihan lingkungan dan sebagainya, maupun
melalui kegiatan yang bersifat khusus. Melalui kegiatan ini akan dapat
menciptakan saling pengertian antara sekolah dengan masyarakat
setempat. Adanya saling pengertian ini akan membuahkan tumbuhnya
saling membantu. Apabila ini dapat tercipta, maka apa yang diperbuat
sekolah akan sesuai dengan keinginan masyarakat juga masyarakat akan
memberikan bantuannya sesuai dengan apa yang diharapkan sekolah.
2. Surat Kabar/Majalah Sekolah
Surat kabar sekolah dan majalah sekolah pada dasarnya sama dengan
majalah dan surat kabar umum. Yang membedakan adalah surat kabar
sekolah di rancang hanya berisi berita-berita tentang sekolah baik berita
yang berkaitan dengan akademik maupun non akademik. Di samping itu
surat kabar sekolah ini juga dapat berisi tentang opini orangtua murid
dan masyarakat tentang sekolah.

5 : Teknik dan Bentuk Hubungan Sekolah dengan Masyarakat 79


Satu hal yang penting juga dalam surat kabar sekolah ini dapat diisi
dengan ruang konsultasi siswa dan ruang konsultasi orangtua murid
tentang berbagai masalah yang terkait pendidikan, belajar dan upaya
meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.
Selain ruang konsultasi dalam surat kabar dan majalah sekolah dapat
pula diisi dengan tulisan karya ilmiah, gagasan atau ide-ide dari guru,

Y
siswa maupun orangtua murid tetang berbagai hal yang terkait dengan
kemajuan dan memajukan pendidikan, serta kiat kita dalam meningkatkan
mutu belajar, mutu pembelajaran dan lain sebagainya.
Surat kabar ini sangat strategis untuk dikembangkan di sekolah,

M
karena selain berfungsi sebagai media informasi bagi warga sekolah
dan masyarakat, juga menjadi wahana dan ajang kreativitas bagi anak,
guru dan masyarakat. Dengan demikian, maka keuntungan ganda akan
diperoleh dengan menggunakan surat kabar sekolah dan atau majalah

M
sekolah sebagai teknik dalam membangun kebersamaan sekolah dengan
masyarakat.
Epstien, dkk (2009) menyatakan bahwa surat kabar sekolah sebagai

U
media komunikasi hubungan sekolah dengan masyarakat dalam rangka
kemitraan sekolah dan masyarakat minimal berisi beberapa hal yaitu:
a. A calendar of school events

D
b. Student activity information
c. Curriculum and program information
d. School volunteer information
e. School policy information
f. Samples of student writing and artwork
g. A column to address parents’ questions
h. Recognition of students, family and community involvement
Informasi-informasi tersebut sangat penting bagi orangtua agar mereka
memahami secara komprehensif tentang sekolah. Dengan informasi yang
lengkap tersebut akan mendorong mereka untuk lebih dekat dengan
sekolah. Apalagi adanya kolom tentang pertanyaan untuk orangtua murid
tentang sekolah, tentang prestasi anaknya, tentang cara belajar dan cara
membimbing anak di rumah dan lain sebagainya akan memberikan
pengetahuan yang tepat untuk mereka. Dengan demikian mereka akan
dapat memberikan dukungan dan partisipasinya sesuai harapan sekolah.
Apabila hal ini dapat tercipta, dapat ditumbuh kembangkan secara

80 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


optimal dan terus-menerus akan memberikan dampak yang besar bagi
peningkatan prestasi belajar anaknya di sekolah.

C. Bentuk-bentuk Partisipasi Orangtua Murid/Masyarakat


untuk Sekolah
Masyarakat yang menganggap dan meyakini sekolah memiliki kemampuan

Y
yang meyakinkan untuk membina dan meningkatkan kualitas perkembangan
anak merupakan dasar yang kuat untuk membangun tumbuhnya kamauan
untuk berpartisipasi kepada lembaga pendidikan. Hal ini sangat tergantung
pada citra sekolah yang mampu ditampilkan oleh lembaga pendidikan.

M
Pencitraan sekolah yang mampu mempengaruhi masyarakatnya sangat
tergantung pada kemampuan pemimpin sekolah/manajer sekolah yang
bersangkutan. Untuk mengikutsertakan masyarakat dalam pengembangan
pendidikan para manajer pendidikan melalui tokoh-tokoh masyarakat harus

M
aktif menggugah perhatian mereka. Mereka dapat diundang untuk membahas
bentuk-bentuk kerjasama dalam meningkatkan mutu pendidikan, tukar
menukar pendapat bahkan adu argumentasi dan sebagainya dalam mencari

U
solusi peningkatan mutu pendidikan.
Bentuk partisipasi yang bagaimana yang diharapkan sekolah terhadap
orangtua murid, tentunya didasarkan pada tujuan apa yang hendak dicapai

D
oleh sekolah dalam proses pendidikan di sekolah.
Tujuan yang ingin dicapai sekolah pada hakikatnya adalah tujuan
pendidikan secara nasional. Tujuan tersebut apabila kita butiri terlihat unsur-
unsur sebagai berikut:
1. Manusia yang bertaqwa, berbudi pekerti dan berkepribadian
2. Disiplin, bekerja keras, bertanggung jawab serta mandiri
3. Cerdas dan terampil
4. Sehat jasmani dan ruhani
5. Cinta tanah air dan mempunyai semangat kebangsaan serta
kesetiakawanan sosial.
DeRoche (1985) menyebutkan ada 5 (lima) hal pokok yang harus ditekankan
dan menjadi perhatian utama untuk dibina, dikembangkan dan ditingkatkan
sekolah melalui kegiatan hubungan sekolah dengan masyarakat, yaitu:
1. Children’s and parents work habits. Kegiatan yang terkait dengan kebiasaan
kerja anak di rumah sebagai bentuk partisipasi orangtua murid terhadap
pendidikan di sekolah mencakup beberapa kegiatan sebagai berikut:

5 : Teknik dan Bentuk Hubungan Sekolah dengan Masyarakat 81


a. Structur, routin and priorities
b. Time to study, work, play, sleep, read
c. Space to do these things
d. Responsibility, punctually and sharing
2. Academic guidance and support. Pengembangan akademik sebagai bentuk
partisipasi orangtua murid kepada sekolah, mencakup beberapa kegiatan

Y
sebagai berikut:
a. Encouragement, interest and commitment
b. Prise, approval and reward

M
c. Knowledge of the child’s strengths, weaknesses and learning problems
d. Supervision of child’e homework, study and activities
e. Use reference materials
3. Stimulation to explore and discuss ideas and events. Menstimulasi anak dan

M
berdiskusi dengan anak di rumah sebagai bentuk partisipasi orangtua
murid kepada sekolah, mencakup beberapa kegiatan sebagai berikut:
a. Family/parent/child activities

U
b. Conversations, games, hobbies, play, reading
c. Family kultur activities
d. Discussion of books, television, enwspaper, magazines

D
4. Language development in the home. Kegiatan pengembangan bahasa anak
di rumah sebagai bentuk partisipasi orangtua murid kepada sekolah,
mencakup beberapa kegiatan sebagai berikut:
a. Mastery of mother tongue
b. Correct language usage
c. Good speech habits
d. Vocabulary and sentence pattern development
e. Listening, reading, talking and writing
5. Academic aspirations and expectations. Aspirasi akademik dan harapannya
sebagai bentuk partisipasi orangtua murid kepada sekolah, mencakup
beberapa kegiatan sebagai berikut:
a. Motivation to learn well
b. Support, encouragement
c. Parents’knowledge of school activities, teachers, classes, subjects

82 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


d. Standards and expectations
e. Assistence to child’e aspirations
f. Plans fir high school, college the future
g. Friendships with others who have an interest in education
h. Sacrifices of time and money
Apabila kita cermati pendapat di atas, nampak bahwa apa yang diinginkan

Y
sekolah dari orangtua murid sebenarnya lebih cenderung untuk meningkatkan
prestasi akademik dan nonakademik siswa. Jadi, komunikasi antara sekolah
dengan masyarakat sebenarnya tidak hanya mencari bantuan uang/material
semata-mata. Sangat salah apabila mencari bantuan material/dana menjadi

M
tujuan utama dalam hubungan sekolah dengan masyarakat. Kondisi inilah
sebenarnya yang menyebabkan sering terjadi orangtua malas atau bahkan
tidak mau datang ke sekolah kalau mendapat undangan dari pihak sekolah.

M
Apabila masyarakat memandang sekolah (lembaga pendidikan) sebagai
lembaga yang memiliki cara kerja yang meyakinkan dalam membina
perkembangan anak-anak mereka, maka masyarakat akan berpartisipasi
kepada sekolah. Namun, keadaan demikian belum terjadi sepenuhnya pada

U
semua sekolah, bahkan masih sangat banyak masyarakat (orangtua murid)
yang belum meyakini, belum tahu atau belum mengerti apa dan bagaimana
sekolah melakukan proses pendidikan bagi anak-anaknya.

D
Untuk melibatkan masyarakat dalam peningkatan mutu sekolah, maka
para manajer sekolah (kepala sekolah) sudah seharusnya aktif menggugah
perhatian masyarakat, tokoh masyarakat, tokoh agama dan sebagainya
untuk bersama-sama berdiskusi atau bertukar pikiran untuk memecahkan
berbagai permasalahan yang dihadapi sekolah sambil memikirkan apa dan
bagaimana seharusnya kegiatan dan program kerja sekolah di masa depan.
Layanan berkualitas kepada peserta didik harus menjadi fokus perhatian bagi
semua warga sekolah dalam melakukan program hubungan sekolah dengan
masyarakat.
Komunikasi tentang pendidikan kepada amasyarakat tidak cukup hanya
dengan informasi verbal saja, tetapi perlu dilengkapi dengan pengalaman
nyata yang ditunjukkan kepada masyarakat agar timbul citra positif tentang
pendidikan di kalangan mereka, sebab masyarakat pada umumnya ingin bukti
nyata sebelum mereka memberikan dukungan (National School Public Relation
Association) Bukti itu dapat ditunjukkan berupa pameran hasil produk sekolah,
tayangan keberhasilan siswa sebagai juara cerdas cermat, juara oleh raga,
tayangan penemuan inovetif produktif siswa dan sekolah. Di samping itu

5 : Teknik dan Bentuk Hubungan Sekolah dengan Masyarakat 83


bukti-bukti tersebut perlu disosialisasikan kepada masyarakat secara terbuka
melalui berbagai media masa, baik media cetak maupun media elektronik
sehingga dapat mencapai sasaran secara tepat dan menyeluruh.
Yang menarik bagi masyarakat sebenarnya adalah apabila lembaga
pendidikan sanggup mencetak lulusan yang siap pakai. Lulusan yang bermutu
(misalnya sebagian besar siswanya dapat melanjutkan sekolah ke sekolah

Y
yang lebih tinggi dan berkualitas). Kualitas lulusan inilah yang menjadi
idaman semua orangtua murid dan masyarakat secara umum terhadap produk
pendidikan di sekolah.
Di negara-negara maju, terutama yang menganut sistem desentralisasi

M
sekolah dikreasikan dan dipertahankan oleh masyarakat (Walsh, 1979).
Kesadaran mereka sebagai pemilik dan penangggung jawab pendidikan sudah
sangat tinggi, sedangkan di negara yang sedang berkembang masyarakat
masih sangat menggantungkan mutu pendidikan kepada pihak pemerintah,

M
padahal pemerintah sendiri memiliki keterbatasan dana untuk mendukung
semua kegiatan dan kebutuhan sekolah secara optimal. Kekurangan sarana
dan prasarana serta pembiayaan dan sumber daya ini dapat diatasi dengan
dukungan dan kesediaan orangtua murid, masyarakat dan stakeholder

U
berpastisipasi mengembangkan dan meningkatkan mutu sekolah.
Beberapa contoh partisipasi masyarakat dalam pendidikan ialah:
1. Mengawasi perkembangan pribadi dan proses belajar putra-putrinya di

D
rumah dan bila perlu memberi laporan dan berkonsultasi dengan pihak
sekolah.
2. Menyediakan fasilitan belajar di rumah dan membimbing putra-putrinya
agar belajar dengan penuh motivasi dan perhatian.
3. Menyediakan perlengkapan belajar yang dibutuhkan untuk belajar di
lembaga pendidikan (sekolah).
4. Berusaha melunasi SPP dan bantuan pendidikan lainnya
5. Memberikan umpan balik kepada sekolah tentang pendidikan, terutama
yang menyangkut keadaan putra-putrinya.
6. Bersedia datang ke sekolah bila diundang atau diperlukan oleh sekolah.
7. Ikut berdiskusi memecahkan masalah-masalah pendidikan seperti sarana,
pra sarana, kegiatan, keuangan, program kerja dan sebagainya.
8. Membantu fasilitas-fasilitan belajar yang dibutuhkan sekolah dalam
memajukan proses pembelajaran.

84 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


9. Meminjami alat-alat yang dibutuhkan sekolah untuk berpraktik, apabila
sekolah memerlukannya.
10. Bersedia menjadi tenaga pelatih/narasumber bila diperlukan oleh sekolah.
11. Menerima para siswa dengan senang hati bila mereka belajar di
lingkungan masyarakat (praktikum misalnya).
12. Memberi layanan/penjelasan kepada siswa yang sedang belajar di

Y
masyarakat.
13. Menjadi responden yang baik dan jujur terhadap penelitian-penelitian
siswa dan lembaga pendidikan.
14. Bagi ahli pendidikan bersedia menjadi ekspert dalam membina lembaga

M
pendidikan yang berkualitas.
15. Bagi hartawan bersedia menjadi donator untuk pengembangan sekolah
16. Ikut memperlancar komunikasi pendidikan.

M
17. Mengajukan usul-usul untuk perbaikan pendidikan.
18. Ikut mengontrol jalannya pendidikan (kontrol sosial).
19. Bagi tokoh-tokoh masyarakat bersedia menjadi partner manajemen

U
pendidikan dalam mempertahankan dan memajukan lembaga pendidikan.
20. Ikut memikirkan dan merealisasikan kesejahteraan personalia pendidikan.
Di samping pendapat di atas, ada pendapat lain yang dikembangkan

D
berdasarkan beberapa hasil kajian, yang secara rinci menyebutkan bahwa
partisipasi masyarakat dalam pendidikan yang sangat diharapkan sekolah
adalah sebagai berikut:

1. Mengawasi/Membimbing Kebiasaan Anak Belajar di Rumah


a. Mendorong anak dalam belajar secara teratur di rumah. Dalam hal ini
orangtua harus memberikan motivasi, dorongan dan menciptakan situasi
dan kondisi (iklim) yang memungkinkan bagi anak untuk belajar.
b. Mendorong anak dalam menyusun jadwal dan struktur waktu belajar serta
menetapkan prioritas kegiatan di rumah. Orangtua perlu memberikan
dorongan agar budaya belajar anak tercipta di rumah melalui kegiatan
yang terjadwal, waktu yang terstruktur serta mampu memilih prioritas
kegiatan yang bermanfaat di rumah.
c. Membimbing dan mengarahkan anak dalam penggunaan waktu
belajar, bermain dan istirahat. Orangtua perlu memiliki kemapuan
untuk membimbing dan mengarahkan anak-anaknya untuk dapat

5 : Teknik dan Bentuk Hubungan Sekolah dengan Masyarakat 85


memanfaatkan waktu untuk belajar, memberikan kesempatan kepada
anak untuk bermain dan istirahat secara proporsional.
d. Membimbing dan mengarahkan anak melakukan sesuatu kegiatan yang
menunjang pelajaran di sekolah. Banyak kegiatan yang dapat dilakukan
anak di rumah yang menunjang kegiatan pembelajaran di sekolah.
Bahkan anak dapat membuat karya-karya ilmiah dengan menggunakan

Y
lingkungan sebagai media belajar. Hal ini menuntut orangtua memiliki
pemahaman tentang kegiatan-kegiatan tersebut.

2. Membimbing dan Mendukung Kegiatan Akademik Anak

M
a. Mendorong dan menumbuhkan minat anak untuk rajin membaca dan
rajin belajar (minat baca) contoh tauladan orangtua dalam menjadikan
membaca sebagai kebiasaan dan budaya merupakan hal yang sangat
penting bagi orangtua. Orangtua dan orang dewasa di sekitar anak perlu

M
berperan sebagai model (modeling) dalam kegiatan membaca.
b. Memberikan penguatan kepada anak untuk melakukan kegiatan yang
bermanfaat bagi dirinya. Penghargaan adalah salah satu hal yang dapat

U
memperkuat perilaku anak (reward atau reinforceman). Perilaku anak yang
diakui dan diberikan penghargaan akan diperkuat menjadi kebiasaan.
Oleh sebab itu, dalam kegiatan yang bermanfaat bagi akademik anak
perlu diberikan penghargaan oleh orang di sekeliling anak di rumah.

D
c. Menyediakan bahan yang tepat serta fasilitas yang sesuai dengan
kebutuhan anak dalam belajar. Anak akan dapat belajar dengan nyaman
dan tenang apabila ditunjang oleh bahan untuk belajar yang memadai dan
fasilitas yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Fasilitas belajar bukan
berarti peralatan belajar yang mewah, meskipun sederhana tetapi sesuai
dengan kebutuhan belajar sudah cukup memberikan manfaat bagi anak
dalam belajar.
d. Mengetahui kekuatan dan kelemahan anak serta problem belajar dan
berusaha untuk memberikan bimbingan. Setiap anak memiliki kekuatan
dan kelemahannya masing-masing. Orangtua harus memahami apa
kekuatan anak dan apa kelemahannya dalam berbagai hal. Dengan
pengetahuan yang tepat akan dapat diberikan bimbingan yang tepat pula.
e. Mengawasi pekerjaan rumah, aktivitas belajar anak. Kegiatan anak di
rumah memerlukan pengawasan dari orangtua, tetapi pengawasan dalam
hal ini bukan berarti pengawasan yang berlebihan yang menyebabkan
anak merasa tertekan. Apabila hal ini terjadi, maka anak bukan belajar

86 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


sesuai harapan tetapi malah akan mengganggu ketenangan mereka dalam
belajar. Belajar perlu ketenangan, kenyamanan dan bebas dari tekanan
(fun learning).
f. Menciptakan suasana rumah yang mendukung kegiatan akademik anak.
Suasana dan iklim yang tercipta di rumah akan sangat menentukan
efektivitas belajar. Oleh sebab itu, iklim kondusif untuk belajar di rumah

Y
perlu dibangun sehingga dapat mendukung belajar anak.
g. Membantu anak secara fungsional dalam belajar dan menyelesaikan
tugas-tugas sekolah tepat waktu. Banyak tugas-tugas belajar anak
yang harus dikerjakannya di rumah, tetapi tidak semua tugas tersebut

M
dapat diselesaikannya sesuai harapan. Orangtua perlu memberikan
dukungan dan apabila memungkinkan dapat memberikan bantuan dan
bimbingannya dalam menyelesaikan tugas-tugas tersebut.

3. Memberikan Dorongan untuk Meneliti, Berdiskusi tentang

M
Gagasan dan atau Kejadian-kejadian Aktual
a. Mendorong anak untuk suka meneliti serta mamiliki motivasi menulis

U
analitis/ilmiah. Kemauan meneliti dan menulis karya ilmiah menjadi
problem bagi semua siswa bahkan sampai ke perguruan tnggi. Untuk
itu kemampuan tersebut perlu dibangun sejak dini. Orangtua perlu
menumbuhkembangkan kemauan dan kemamuan tersebut di rumah.

D
b. Menyediakan fasilitas bagi anak-anak untuk melakukan penelitian.
Penelitian dan karya ilmiah memerlukan fasilitas tertentu. Tanpa
dukungan orangtua di rumah untuk penyediaan fasilitas sulit bagi
anak melakukan kegiatan-kegiatan ilmiah di rumah. Orangtua perlu
mendukung kegiatan anak melalui penyediaan fasilitas tersebut sesuai
kemampuan yang ada dan sesuai pula kebutuhan anak.
c. Berdiskusi dan berdialog dengan anak tentang ide-ide, gagasan atau tentang
bahan pelajaran yang baru, aktivitas yang bermanfaat, masalah-masalah
aktual dan sebagainya. Menyediakan waktu bagi anak untuk berdiskusi
dan dialog dengan anak merupakan cara strategis dalam membangun
komunikasi yang akrab dengan anak. Apalagi dialog dan diskusi tersebut
memberikan kesempatan bagi anak untuk mengemukakan berbagai isu
atau gagasan dan masalah-masalah up to date atau yang terkait dengan
pelajaran, maka akan membentuk kebiasaan anak untuk lebih kreatif dan
keberanian dalam mengemukakan gagasannya nanti di hadapan orang
lain.

5 : Teknik dan Bentuk Hubungan Sekolah dengan Masyarakat 87


4. Mengarahkan Aspirasi dan Harapan Akademik Anak
a. Memberikan motivasi kepada anak untuk belajar dengan baik sebagai
bekal masa depan. Perlu kebiasaan yang rutin bagi orangtua atau orang
dewasa dalam memberikan kata-kata bijak kepada anak bahwa belajar
yang baik akan menjadi harapan yang baik di masa depan.
b. Mendorong dan mendukung aspirasi anak dalam belajar. Banyak kita

Y
temui anak memiliki aspirasi dan harapan sendiri dalam belajar, harapan
dalam memilih jenis pendidikan yang akan diikutinya lebih lanjut, bahkan
harapan untuk masa depannya sendiri. Harapan tersebut perlu di dukung
dan di arahkan agar anak tidak salah pilihan.

M
c. Mengetahui aktivitas sekolah dan aktivitas anak dalam mempelajari
sesuatu. Orangtua perlu mengetahui aktivitas apa yang dilakukan anak
dalam belajar, aktivitas apa yang dilakukan sekolah terhadap anak dalam
pembentukan kepribadian dan perkembangan anak di sekolah. Dengan

M
mengetahui kegiatan tersebut orangtua dapat mengarahkan anak secara
optimal dan sesuai harapan sekolah dan harapan orangtua sendiri.
d. Mengetahui standar dan harapan sekolah terhadap anak dalam belajar.

U
Harapan dan standar yang ditetakan oleh sekolah terkait kompetensi
lulusan perlu diketahui oleh orangtua, agar mereka dapat melihat
apa yang dilakukan anak dan membandingkan dengan standar yang

D
ditetapkan sekolah. Di samping itu orangtua juga dapat mengontrol
semua kegiatan anak agar sesuai dengan standar.
e. Hadir pada pertemuan guru dengan orangtua murid yang diselenggarakan
oleh sekolah. Kehadiran orangtua murid ke sekolah dalam berbagai
kegiatan sangat punya makna bagi anak, bagi sekolah dan bagi orangtua
sendiri. Kehadiran orangtua memberikan kesempatan bagi sekolah untuk
memberikan berbagai informasi, bagi anak mereka merasa diakui dan
ada kontrol dari orangtua, sementara bagi orangtua kehadiran ini akan
bermanfaat karena mereka dapat mendapat informasi tentang anak,
tentang sekolah, program, progress dan problem yang dihadapi sekolah
dan peserta didik.
f. Memberikan ganjaran positif terhadap performansi anak di rumah atau
di sekolah yang mendukung belajar anak. Seperti diuraikan pada bagian
terdahulu ganjaran merupakan hal yang penting dalam membangun
semangat dan motivasi anak untuk memperkuat perilaku mereka.

88 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


Mengingat besarnya pengaruh orangtua murid terhadap prestasi
aspek kognitif, afektif dan psikomotor, Radin seperti dikutip oleh Seifert
& Hoffnung (1991) menjelaskan ada enam kemungkinan gaya yang dapat
dilakukan orangtua murid dalam mempengaruhi anaknya, yaitu: modeling of
behavior, giving reward dan punishments, direct instruction, stating rules, reasoning
and providing materials and settings. Masing-masing gaya/cara orangtua tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut:

Y
1. Modelling of behaviors (pemodelan perilaku), yaitu gaya dan cara orangtua
berperilaku dihadapan anak-anak, dalam pergaulan sehari-hari atau dalam
setiap kesempatan akan menjadi sumber imitasi bagi anak-anaknya.

M
Yang diimitasi oleh anak tentunya tidak hanya perilaku yang baik-baik
saja, tetapi juga yang berkaitan dengan perilaku yang buruk, kasar
dan sebagainya di lingkungan masyarakat atau di lingkungan rumah.
Perilaku negatif seperti marah-marah, berbicara kasar dan sebagainya

M
memiliki kecenderungan sangat besar untuk ditiru juga oleh anak. Oleh
sebab itu, orangtua ataupun lingkungan keluarga dan masyarakat yang
menunjukkan perilaku negatif akan sangat mempengaruhi perilaku anak
di rumah, di sekolah, maupun di masyarakat.

U
2. Giving rewards and punishments (memberikan ganjaran dan hukuman).
Cara orangtua memberikan ganjaran dan hukuman juga mempengaruhi
terhadap perilaku anak. Ganjaran terhadap perilaku yang baik dari

D
orangtua dapat memperkuat perilaku tersebut untuk diulang kembali
pada kesempatan lain oleh anak, agar dia kembali mendapatkan ganjaran/
hadiah dari orangtuanya. Sebaliknya hukuman (yang bersifat mendidik)
akan memperlemah pengulangan kembali perilaku yang sama pada
kesempatan lainnya.
3. Direct instruction (perintah langsung), pemberian perintah secara langsung
atau tidak langsung memberi pengaruh terhadap perilaku, seperti
ungkapan orangtua “jangan malas belajar kalau ingin dapat hadiah”
pernyatan ini sebenarnya perintah langsung yang lebih bijaksana,
sehingga dapat menumbuhkan motivasi anak untuk lebih giat belajar.
Hal ini disebabkan karena anak memahami apa yang diinginkan oleh
orangtua.
4. Stating rules (menyatakan aturan-aturan), menyatakan dan menjelaskan
aturan-aturan oleh orangtua secara =berulang kali akan memberikan
peringatan bagi anak tentang apa yang harus dilakukan dan apa yang
harus dihindarkan oleh anak.

5 : Teknik dan Bentuk Hubungan Sekolah dengan Masyarakat 89


5. Reasoning (nalar). Pada saat-saat menjengkelkan, orangtua bisa
mempertanyakan kapasitas anak untuk bernalar, dan cara itu digunakan
orangtua untuk mempengaruhi anaknya, misalnyan orangtua bisa
mengingatkan anaknya tentang kesenjangan perilaku dengan nilai-nilai
yang dianut melalui pernyataan-pernyataan. Contohnya “sekarang
rangking kamu jelek, karena kamu malas belajar, bukan karena kamu
bodoh!”.

Y
6. Providing materials and settings. Orangtua perlu menyediakan berbagai
fasilitas belajar yang diperlukan oleh anak-anaknya seperti buku-buku
dan lain sebagainya.

M
Di samping hal tersebut di atas Epstein (1995) menyebutkan ada enam
tipe keterlibatan keluarga atau masyarakat dalam pendidikan di sekolah
yaitu: parenting, communicating, volunteering, learning at home, decision making
and collaborating. Keenam tipe keterlibatan keluarga dan masyarakat ini lebih

M
lanjut dinyatakan oleh Epstein, dkk (2009) sebagai cara untuk meningkatkan
iklim sekolah dan keberhasilan siswa di sekolah (sex types of involvement to
improve school climate and student success). Ke-6 (enam) tipe keterlibatan tersebut
adalah: parenting, communicating, volunteering, learning at home, decision making

U
dan coolaborating. Masing-masing tipe keterlibatan tersebut dapat diuraikan
sebagai berikut:
1. Parenting

D
Kegiatan parenting diilustrasikan bagaimana sekolah bekerja untuk
meningkatkan pemahaman dan atau pengetahuan keluarga/orangtua
murid atau masyarakat tentang pengembangan anak hingga dewasa. Hal
ini sangat penting bagi mereka agar mereka dapat memberikan bantuan
yang tepat bagi percepatan pengembangan anak sesuai dengan usianya
masing-masing. Kegiatan parenting ini, misalnya melakukan diskusi,
ceramah, seminar dan lain-lain kegiatan yang berkaitan dengan topik
yang tepat seperti: masalah kecenderung perilaku menyimpang anak
sekolah dasar, strategi mengatasi kenakalan anak sekolah dasar, strategi
bimbingan untuk meningkatkan motivasi belajar, kebiasaan belajar dan
lain-lain. Topik-topik tersebut sebaiknya diberikan oleh narasumber
yang kompeten atau memiliki keahlian dalam bidangnya agar orangtua
merasa puas setelah mendapatkan informasi tersebut.
2. Communicating
Kegiatan komunikasi dimaksudkan sebagai suatu cara bagi sekolah untuk
meningkatkan terciptanya komunikasi timbal balik atau komunikasi

90 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


dua arah (two-way communication) tentang hal-hal yang berkaitan dengan
program sekolah dalam meningkatkan hasil belajar dan karakter siswa
serta kemajuan-kamajuan yang sudah dicapai oleh sekolah dan kemajuan/
prestasi yang dicapai oleh siswa.
Beberapa contoh aktivitas ini, misalnya sekolah melakukan komunikasi
secara teratur, sistematis dan terencana setiap bulan, mingguan atau tiga

Y
bulan. Komunikasi ini dapat dilakukan dengan cara dari sekolah ke rumah
atau sebaliknya dari rumah ke sekolah. Dalam kegiatan ini diharapkan
adanya reaksi dari orangtua murid seperti pertanyaan-pertanyaan,
respons bantahan atau respons masukan yang dapat dilakukan baik secara

M
langsung maupun tidak langsung (melalui surat, sms dan sebagainya).
Cara lain juga dapat dilakukan dengan meningkatkan frekuensi diskusi
atau konferensi guru dengan orangtua murid dan masyarakat tetapi
melibatkan siswa dengan harapan mereka memahami secara utuh

M
berbagai program, problem dan progress yang diharapkan di capai sekolah
untuk kepentingan masyarakat, orangtua murid/keluarga dan siswa itu
sendiri.
3. Volunteering

U
Kegiatan memobilisasi aktivities sukarela orangtua dan kelompok peduli
pendidikan lainnya yang dapat membagi waktu dan bakatnya untuk
mendukung aktivitas sekolah, aktivitas guru dan siswa.

D
Di masyarakat banyak sekali para pegiat/peduli pendidikan yang dapat
dimanfaatkan oleh sekolah untuk membantu kegiatan sekolah, guru dan
siswa dalam rangka meningkatkan kualitas akademik dan non akademik
siswa. Misalnya tentang penghijauan dapat bekerja sama dengan
memanfaatkan pencinta lingkunga, keterampilan kesehatan (UKS) dapat
memanfaatkan puskesmas dengan dokternya serta berbagai kegiatan lain
yang mendukung upaya sekolah dalam meningkatkan kompetensi siswa.
Namun semua itu harus tetap fokus pada program sekolah dan tidak
digunakan sebagai kegiatan yang bernuansa lain seperti nuansa politik.
4) Learning at home
Kegiatan ini merupakan kegiatan yang dirancang oleh sekolah untuk
menyediakan informasi kepada keluarga/orangtua murid dan masyarakat
tentang apa dan bagaimana kegiatan akademik yang dilakukan sekolah,
apa dan bagaiaman kegiatan akademik yang dilakukan oleh anak di dalam
sekolah atau kelas, bagaimana membantu anak dalam menunjang kegiatan
akademik saat anak berada di rumah serta kegiatan-kegiatan lainnya yang

5 : Teknik dan Bentuk Hubungan Sekolah dengan Masyarakat 91


terkait dengan kurikulum dan memerlukan bantuan orangtua murid
saat anak berada di rumah. Atau dengan kata lain sekolah memberikan
informasi apa dan bagaimana membantu anak menciptakan kebiasaan
belajar dan budaya belajar yang baik saat di rumah secara terjadwal.
5) Decision making
Kegiatan pengambilan keputusan ini memberikan kesempatan kepada

Y
orangtua murid/masyarakat untuk terlibat dalam proses pembuatan
keputusan di sekolah yang berkaitan dengan program sekolah yang akan
berpengaruh atau berdampak terhadap mereka dan anak-anaknya. Tetapi
bukan berarti semua orangtua ikut dalam proses pengambilan keputusan

M
dan bukan pula semua keputusan sekolah melibatkan mereka. Pelibatan
orangtua murid sebaiknya diberikan kepada perwakilan orangtua murid
dan masyarakat. Di Indonesia perwakilan ini melekat pada komite
sekolah atau perwakilan lainnya yang representatif. Mengingat komite

M
sekolah sering di tuding tidak mewakili semua aspirasi orangtua murid
akan lebih baik keterlibatan mereka diperluas selain yang berasal dari
komite sekolah juga di tambah perwakilan orangtua murid yang dipilih
secara tepat, misalnya ada orangtua murid dari ekonomi lemah dan

U
berpendidikan rendah dan seterusnya. Dengan demikian semua strata
orangtua murid dan masyarakat dengan berbagai latar belakang strata
mendapatkan wakil dalam forum pengambilan keputusan strategis di

D
sekolah.
Pelibatan orangtua dan masyarakat dalam pengambilan keputusan ini
menjadi sangat strategis dan bermakna karena mereka merasa dilibatkan
dan pada gilirannya mereka merasa memiliki dan ikut memutuskan
sesuatu secara bersama. Hal inilah yang mendorong mereka akan ikut
bertanggung jawab dalam melaksanakan keputusan bersama tersebut.
6. Collaborating
Kegiatan kolaborasi dengan masyarakat merupakan aktivitas kerjasama
dari sekolah, kelompok masyarakat, organisasi-organisasi (profesi
maupun nonprofesi) serta kerjasama dengan masyarakat dan atau tokoh
masyarakat secara individual. Kolaborasi ini ditujukan untuk membantu
sekolah, pendidik, siswa dan keluarga. Sebaliknya juga sekolah dan
pendidik dapat membantu orangtua murid dan masyarakat dalam hal-hal
tertentu yang berkaitan dengan pendidikan.

92 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


Safitri, Rasyad, Prawoto (2013), menyatakan bahwa ada banyak
keterlibatan orangtua dalam pendidikan termasuk pendidikan anak usia
dini tanpa harus berpartisipasi langsung dalam kegiatan di sekolah.
Misalnya orangtua terlibat di rumah dengan melibatkan anak mereka
dalam mengembangkan keterampilan kognitif umum seperti pemecahan
masalah dengan memberikan instruksi langsung dan tidak langsung tentang
keterampilan akademik atau dengan penataan lingkungan belajar anak yang

Y
kondusif. Masyarakat, kelompok masyarakat, organisasi profesi maupun tokoh
masyarakat secara individual memiliki potensi besar untuk dapat membantu
sekolah dan kemajuan siswa dalam bidang pedidikan sesuai dengan potensinya
masing-masing seperti organisasi profesi guru, misalnya dapat menjadi

M
konsultan dalam pengembangan profesionalisme guru, demikian juga dunia
usaha dapat membantu sekolah dalam sumber dana untuk pengembangan
sarana dan prasarana sekolah.

M
Sekolah dan pendidik memiliki potensi untuk membantu orangtua
dalam pemahaman tentang perkembangan anak dan cara-cara membantu
pertumbuhan anak baik dari aspek akademik mapun nonakademik.

D U

5 : Teknik dan Bentuk Hubungan Sekolah dengan Masyarakat 93


Y
M
U M
D
94 manajemen hubungan sekolah dengan
[Halaman masyarakat
ini sengaja dikosongkan]
6

Y
menggalang
dukungan masyarakat

M
M
A. Upaya Menggalang Masyarakat
Dukungan masyarakat dan orangtua murid terhadap berbagai program

U
dan kebutuhan sekolah merupakan aspek yang sangat penting dan strategis
dalam percepatan peningkatan mutu sekolah secara keseluruhan. Orangtua
murid dan masyarakat adalah salah satu sumber daya pendidikan yang

D
memiliki potensi dan kekuatan besar untuk berkontribusi terhadap
penyelenggaraan pendidikan berkualitas. Kenyataan yang kita hadapi selama
ini dukungan orangtua murid dan masyarakat terhadap pendidikan masih
tergolong kecil/rendah, khususnya tentang aspek akademik. Demikian pula
halnya dengan dukungan aspek nonakademik seperti sarana prasarana, dan
dana, lebih-lebih dalam era sekarang sedang digaungkan pendidikan gratis.
Akibatnya sekolah tidak dapat memperbaiki sekolah meskipun hanya sekedar
mengganti atap yang memerlukan dana sangat kecil.
Untuk percepatan peningkatan kualitas sekolah melalui pemenuhan
8 (delapan) standar nasional pendidikan (8 SNP) diperlukan upaya
penggalangan dukungan orangtua murid dan masyarakat serta stakeholder
untuk mengembangkan, membangun dan meningkatkan mutu pendidikan
di sekolah. Hal ini mutlak diperlukan mengingat pemerintah dan pemerintah
daerah masih memiliki keterbatasan dalam memberikan dukungan semua
kebutuhan sekolah untuk semua sekolah.

6 : Menggalang Dukungan Masyarakat 95


Hal yang perlu diperhatikan untuk menggalang dukungan masyarakat
agar bersedia dan turut mendukung lembaga pendidikan adalah isu yang
akan digunakan. Isu yang menarik untuk dipakai sebagai upaya menggalang
dukungan harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut:
1. Isu memang benar-benar penting dan berarti bagi masyarakat.Isu
sebaiknya dalam lingkup yang terbatas lebih dahulu serta isu tersebut

Y
memiliki kekhasan.
2. Isu harus tetap mencerminkan adanya tujuan perubahan yang lebih besar
dalam jangka panjang.
3. Isu yang diungkapkan memiliki landasan untuk membangun kerjasama

M
lebih lanjut di masa depan.
4. Apabila memungkinkan ajak beberapa tokoh masyarakat untuk
merumuskan isu penting yang perlu dianggap sebagai dasar untuk
membangun kerjasama dan dukungan.

M
Agar dukungan masyarakat terhadap lembaga pendidikan (sekolah)
benar-benar memiliki meaning fullness, maka kerjasama dengan kelompok
pendukung tersebut harus benar-benar efektif. Ada beberapa ciri-ciri

U
kerjasama dalam suatu kelompok dengan para pendukung yang efektif, yaitu:
1. Terfokus pada tujuan atau sasaran yang disepakati.
2. Tegas dalam menetapkan jenis isu yang akan digarap/ditanggulangi serta

D
di antisipasi bersama.
3. Ada pembagian peran dan tugas yang jelas di antara semua partisipan
4. Juga dinamika dalam setiap proses kerjasama, karena itu kelenturan
(fleksibelitas) harus benar-benar dijaga.
5. Adanya mekanisme komunikasi yang baik dan lancar, dan jelas, sehingga
semua tahu harus menghubungi siapa tentang apa dan pada saat kapan
serta di mana.
6. Dibentuk untuk jangka waktu tertentu yang jelas.
Sehubungan dengan hal tersebut, ada beberapa saran yang perlu
mendapatkan perhatian dan pertimbangan untuk menjaga tingkat efektivitas
kerjasama tersebut di atas:
1. Hindari membentuk struktur organisasi formal, kecuali memang benar-
benar dibutuhkan. Meskipun demikian suasana nonformal dalam struktur
formal harus tetap dijaga dan terpelihara.

96 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


2. Delegasikan tanggung jawab dan peran seluas mungkin, kecuali pada
hal-hal yang memang sangat strategis dan hanya boleh diketahui oleh
orang-orang tertentu.
3. Setiap produk keputusan hendaknya hasil keputusan bersama, bukan
hasil pemikiran seseorang.
4. Pahami berbagai kendala, kekurangan atau keterbatasan yang dimiliki

Y
semua pihak. Dengan kata lain lakukan SWOT analisis terhadap
kelompok pendukung dan pihak lembaga pendidikan.
5. Ambil pra karsa dan inisiatif untuk selalu menghidupkan saluran
komunikasi dengan semua pihak.

M
B. Peranan Manajer Pendidikan Menggalang Dukungan
Masyarakat

M
Untuk dapat mengaktifkan orangtua murid, tokoh-tokoh masyarakat,
komite sekolah dan stakeholder, salah satu strategi yang dapat ditempuh di luar
badan-badan formal seperti BP3 yaitu menarik perhatian masyarakat melalui
mutu pendidikan yang dihasilkan oleh staf pengajar. Artinya, hubungan akrab

U
dengan masyarakat dimulai dengan memajukan dan menunjukkan mutu
pendidikan yang meyakinkan. Untuk itu lakukan beberapa langkah berikut:
1. Bina pengajar secara aktif, sehingga mereka berdedikasi dan profesional.

D
Dalam kaitan ini, maka kepala sekolah perlu mengembangkan budaya
kerja yang berkualitas di lingkungannya. Budaya kerja harus dimulai oleh
pimpinan untuk selanjutnya kembangkan suasana kerja (iklim kerja) yang
kondusif sehingga melahirkan kemauan untuk bersikap dan bertindak
profesional oleh semua warga sekolah.
Agar lebih berhasil dalam melakukan perubahan yang berorientasi
pada mutu, Sukardi (2001) menyarankan kepada para kepala sekolah
hendaknya mengakomodasi lima prasyarat penting untuk terjadinya
Manajemen Mutu Terpadu sebagai berikut:
a. Para pemimpin struktural dalam organisasi sekolah perlu memiliki
pandangan jauh ke depan tentang kemana lembaga sekolah akan
diarahkan. Dalam hal ini para pemimpin harus mengerti Visi, Misi
dan Tujuan Institusinya masing-masing secara mendalam.
b. Para civitas akademika (semua warga sekolah) perlu memiliki
kemampuan profesi yang mancakup kemampuan individual,
kemampuan kelompok yang diciptakan secara sistimatis melalui

6 : Menggalang Dukungan Masyarakat 97


program pendidikan dan pelatihan. Artinya perlu pembinaan
berkelanjutan melalui diklat, lokakarya, seminar, atau pembinaan
internal oleh sekolah melalui diskusi bulanan, semesteran dan
sebagainya.
c. Adanya apresiasi insentif baik materi maupun insentif psikologis
seperti kemungkinan dan kemudahan promosi, penghargaan atas

Y
prestasi pekerjaan.
d. Tersedianya sumber daya dan mekanisme penempatan yang sesuai
dengan keahliannya masing-masing. Meskipun demikian perlu juga
dipertimbangkan aspek psikologis seperti kemauan dan komitmen

M
tugas selain keahlian dalam menempatkan seseorang pada pekerjaan
tertentu. Keahlian saja tidak akan membawa orang berprestasi tanpa
adanya kemauan dan komitmen yang kuat untuk berprestasi kerja.
e. Adanya rencana kerja strategi sekolah yang tergambar dalam Visi,

M
Misi dan tujuan organisasi serta rencana operasional (Renstra dan
Renops).
2. Pacu para pengajar untuk berprestasi dan melaksanakan pembelajaran

U
secara efektif, sehingga dapat menghasilkan lulusan yang berprestasi.
Banyak contoh sekolah favorit diserbu oleh masyarakat dengan biaya
mahal karena lulusannya berprestasi tinggi, dapat melanjutkan ke
sekolah yang bermutu (lanjutan maupun perguruan tinggi). Apabila hal

D
ini dapat dilakukan masyarakat akan sangat mudah diminta bantuannya,
tenaga, waktu bahkan materi sekalipun. Untuk memacu percepatan
mutu melalui percepatan peningkatan mutu tenaga ini, maka suasana
kondusif yang memungkinkan tumbuh dan berkembangnya motivasi
kerja, kemauan (willingness) dan komitmen kerja merupakan prasyarat
yang harus dipenuhi. Pendekatan manajemen modern memungkinkan
terciptanya suasana yang menumbuhkan kemauan, komitmen dan
motivasi karyawan dalam meningkatkan mutu kerjanya. Untuk itu maka
pimpinan sekolah perlu mengetahui secara jelas apa dan bagaimana
kebutuhan para karyawan di sekolahnya, sehingga apa yang menjadi
kebutuhan karyawan sejalan dengan apa yang diinginkan oleh lembaga
sekolah.
3. Bina semua staf sekolah agar mereka memahami secara jelas dan tepat apa
yang diinginkan oleh sekolah terhadap masyarakat. Sebab, setiap tenaga
pendidikan di sekolah mau tidak mau dan sengaja atau tidak sengaja
bahkan disadari atau tidak disadari adalah juru bicara sekolah yang suatu

98 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


saat akan ditanya masyarakat tentang sekolahnya. Apabila staf sekolah
tidak memahami sejara jelas dan tepat tentang berbagai program serta
kebijakan sekolah, ada kemungkinan akan memberikan penjelasan yang
tidak tepat. Hal ini akan berakibat pada image yang kurang baik terhadap
sekolah. Oleh sebab itu semua staf sudah semestinya harus mengetahui
apa dan bagaimana kebijakan sekolah dalam pengelolaan sekolah.

Y
Pelaksanaan pengelolaan hubungan sekolah dengan masyarakat sering
dihadapkan pada masalah sulitnya meningkatkan keterlibatan orangtua murid,
masyarakat atau tokoh masyarakat secara individual dalam mendukung
upaya peningkatan mutu di sekolah. Sehubungan dengan pembinaan dan

M
peningkatan keterlibatan mereka dalam dunia pendidikan yang fokus
pada peningkatan mutu sekolah, Epstein, dkk (2009) menyarankan agar
keterlibatan keluarga/orangtua murid dan masyarakat terhadap keberhasilan
program-program pendidikan semakin tinggi, maka diperlukan peran sekolah

M
yang kuat dalam mengelola keterlibatan mereka. Dalam kaitan ini Epstein,
dkk (2009) menyarankan ada beberapa hal yang harusnya dapat dilakukan
sekolah untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam dunia pendidikan
di sekolah yaitu: high commitment to learning, principal support for community

U
involvement, a wilcom school climate, two-way communication.
Penjelasan untuk masing-masing hal tersebut di atas secara rinci dapat
diuraikan sebagai berikut:

D
1. High commitment to learning
Kemitraan dengan masyarakat dan orangtua murid harus difokuskan dan
komitmen hanya ditujukan untuk kemajuan siswa (student centered) bukan
untuk kepentingan lainnya di luar kepentingan kemajuan sekolah. Oleh
sebab itu, kepala sekolah maupun pendidik di sekolah harus menjaga
komitmennya dalam setiap bentuk aktivitas kemitraan, kerjasama atau
hubungan dengan masyarakat.
Komitmen sekolah untuk peningkatan kualitas pembelajaran akan
menghasilkan proses pembelajaran yang berkualitas yang akan
menyebabkan lulusan yang bermutu. Lulusan bermutu inilah yang
menjadi idaman bagi semua orangtua dan masyarakat. Semakin bermutu
sekolah, semakin disenang orangtua dan masyarakat, maka mereka
semakin berpartisipasi kepada sekolah. Hal ini dapat kita lihat pada
sekolah-sekolah bermutu (apalagi sekolah swasta), dukungan masyarakat
dan orangtua murid sangat besar.

6 : Menggalang Dukungan Masyarakat 99


2. Principal support for community involvement
Di sadari bahwa kerjasama dan kemitraan dengan masyarakat serta
orangtua murid merupakan hal yang sangat strategis dan penting untuk
kemajuan sekolah. Untuk itu faktor visi dan misi kepemimpinan kepala
sekolah sangat menentukan keberhasilan kemitraan ini. Banyak hasil
penelitian yang menyatakan bahwa keberhasilan sekolah secara optimal

Y
sangat tergantung dari kualitas kepala sekolah.
Dalam konteks hubungan sekolah dan masyarakat peran kepemimpinan
kepala sekolah sangat besar. Dukungan yang kuat dari kepala sekolah
merupakan faktor penting dalam kegiatan kemitraan ini. Untuk itu kepala

M
sekolah sudah sejak awal harus memiliki niat untuk memberi kesempatan
yang luas kapada orangtua murid dan masyarakat dalam berpartisipasi
kepada sekolah sesuai dengan fungsi, peran dan kemampuan masing-
masing.

M
3. A welcoming school climate
Kemitraan dengan orangtua murid dan masyakat sangat efektif apabila
dilakukan dalam sekolah yang memiliki iklim yang sehat dan terbuka.

U
Sebab dengan iklim yang demikian orangtua dan masyarakat akan merasa
nyaman untuk bekerja sama. Terciptanya iklim ini sangat tergantung
dari keterbukaan sekolah, kepala sekolah dan pendidik untuk menerima
kehadiran orangtua dan masyarakat dalam setiap bentuk kegiatan

D
kolaborasi untuk kemajuan dan prestasi para siswa.
Sekolah perlu menciptakan suasana yang nyaman, aman dan terbuka bagi
semua orangtua murid dan masyarakat untuk datang ke sekolah serta
memberikan pelayanan yang memuaskan. Apapun keperluan mereka ke
sekolah dan siapapun mereka sekolah wajib memberkan pelayanan yang
memuaskan. Kita ketahui bahwa dalam manajemen mutu sekolah harus
dapat memberikan kepuasan pelanggan, dan masyarakat serta orangtua
murid adalah pemilik sekaligus pelanggan sekolah.
4. Two-way communication
Kegiatan kerjasama dengan orangtua murid dan masyarakat secara umum
harus dilakukan dengan prinsip komunikasi dua arah, sebab dengan
komuinikasi yang demikian akan terjadi saling memberi informasi.
Sekolah membutuhkan banyak informasi tentang anak, masalah belajar
anak bahkan sumber-sumber yang dapat dimanfaatkan, oleh sekolah
dari masyarakat. Sebaliknya orangtua memerlukan informasi tentang
perkembangan anak di sekolah, masalah belajarnya, perilaku dan

100 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


progres prestasi belajar anak. Hal tersebut hanya akan dapat dicapai
apabila tercipta komunikasi dua arah bahkan multi arah (multy way
communication). Dalam kaitan ini maka keterampilan komunikasi kepala
sekolah dan guru harus selalu ditingkatkan untuk menjamin aktivitas
komunikasi dengan berbagai pihak berjalan secara efektif.
Di samping itu juga diperlukan adanya kemampuan sekolah dalam

Y
beberapa hal untuk mengantisipasi faktor yang dapat meningkatkan
kemitraan/hubungan sekolah dengan masyarakat yaitu: professional preparation,
partnership selection and partnership reflection and evaluation.
Professional preparation. Sekolah yang telah berhasil membangun rasa

M
kebersamaan di dalam lingkungan sekolah mereka (sekolah yang kolaboratif
dan komunikatif) nampak memiliki keberhasilan yang besar dalam
mengembangkan hubungan yang kuat dengan masyarakat dan keluarga/
orangtua murid di luar sekolah (Sanders & Harve, 2002). Oleh sebab itu,

M
kapasitas sekolah untuk merancang dan mendesain secara baik strategi
berkolaborasi dengan masyarakat sebenarnya merupakan salah satu indikator
profesionalisme kepala sekolah dan pendidik atau profesionalisme sekolah
dalam mengelola keterlibatan dan peningkatan kemitraan sekolah dengan

U
masyarakat. Jadi, kemampuan membangun partisipasi masyarakat dan
orangtua murid di sekolah harusnya menjadi salah satu ukuran dari tingkat
profesionalisme kepala sekolah dan guru. Apabila hal ini dapat tercipta

D
kegiatan hubungan sekolah dan masyarakat sudah menjadi kegiatan rutin
sehari-hari. Ini berarti kegiatan hubungan sekolah dengan masyarakat tidak
akan menjadi beban apalagi mengganggu sekolah. Bahkan kegiatan hubungan
sekolah dengan masyarakat dan orangtua murid menjadi kebutuhan sekolah
yang harus dipenuhi.
Hal tersebut menuntut profesionalisme para kepala sekolah dan pendidik
dalam menyelenggarakan kegiatan kemitraan, kolaborasi dan atau kerjasama
dalam berbagai bentuk. Profesionalisme semestinya sudah disiapkan sejak
awal sebelum menjadi guru atau sebelum menjadi kepala sekolah (Epstein
dkk, 2009). Tema-tema seperti strategi kolaborasi dengan masyarakat,
keluarga dan orangtua murid serta pemahaman yang mendalam tentang apa
dan bagaimana menggerakkan orangtua dan masyarakat untuk terlibat dalam
pengembangan sekolah dan progres akademik anak harus menjadi bagian
dalam pengembangan profesionalisme tenaga pendidik dan kependidikan.
Sayangnya berbagai persiapan tersebut tidak dilakukan sejak awal pada
saat mereka akan menjadi pendidik. Hampir sebagian besar program studi

6 : Menggalang Dukungan Masyarakat 101


di perguruan tinggi yang menyiapkan tenaga pendidik belum memasukkan
kemampuan tersebut sebagai bagian dari kurikulum mereka. Hal tersebut juga
ternyata tidak masuk dalam berbagai kegiatan pelatihan yang dilakukan oleh
institusi yang bertaggung jawab terhadap peningkatan mutu tenaga pendidik
dan kependidikan serta mutu sekolah. Akibatnya pada saat menjadi pendidik
dan kepala sekolah kegiatan kemitraan dan kolaborasi dengan masyarakat
jarang dilakukan, semua kebutuhan untuk pengembangan pendidikan selalu

Y
bergantung pada pemerintah.
Partnership selection. Memilih organisasi atau kelompok masyarakat
sebagai mitra bagi sekolah memerlukan profesionalisme semua elemen

M
sekolah. Oleh sebab itu, pengembangan profesionalisme para pendidik juga
membantu kemampuan untuk memilih kelompok atau organisasi yang tepat
sebagai mitra sekolah serta kemampuan untuk melihat peluang kemitraan
bagi kemajuan sekolah. Banyak patner masyarakat yang dapat dijadikan mitra

M
sekolah dalam pengembangan sekolah, tetapi tidak semua organisasi dan
kelompok masyarakat atau individu tokoh masyarakat dapat dijadikan mitra
sekolah. Perlu dipilih mana yang benar-benar dapat dijadikan mitra untuk
kemajuan sekolah dan tidak membawa sekolah ke arah yang lain, misalnya

U
untuk kepentingan politik praktis.
Partnership reflection and evaluation. Epstein, dkk (2009) menyatakan bahwa
refleksi dan evaluasi kegiatan keterlibatan orangtua murid dan masyarakat

D
sangat penting dilakukan, sebab kolaborasi dengan masyarakat adalah proses
bukan sebuah event kegiatan saja. Oleh sebab itu, penting bahwa mitra selalu
melakukan refleksi dan evaluasi terhadap semua kegiatan kolaborasi. Dari
hasil refleksi dan evaluasi ini sekolah dan mitra sekolah dapat melakukan
upaya perbaikan dan mungkin perencanaan ulang terhadap semua kegiatan
apabila kegiatan belum mencapai sasaran.
Sanders (2005) menyatakan bahwa salah satu faktor yang krusial
untuk perencanaan dan evaluasi kemitraan ini adalah kepemimpinan kepala
sekolah. Berbagai studi tantang keterlibatan orangtua murid dan masyarakat
mencatat bahwa pentingnya efektivitas kepemimpinan kepala sekolah
untuk keberhasilan kolaborasi sekolah dengan masyarakat. Efektivitas
kepemimpinan kepala sekolah adalah satu hal yang mendukung pendidik dan
tenaga kependidikan dalam mengembangkan keterampilan profesionalnya
sebagai kolaborator. Hal ini menjadi syarat bagi perilaku kepala sekolah dalam
menyiapkan guru untuk merencanakan kemitraan serta tindakan kolaborasi
dengan berbagai elemen masyarakat (Sanders & Harvey, 2002).

102 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


Berbagai hasil kajian penelitian di berbagai negara dan praktik-praktik
di lapangan secara jelas menunjukkan bahwa keterlibatan masyarakat
dalam pendidikan dapat memberikan keuntungan yang besar bagi siswa,
sekolah, orangtua murid dan masyarakat. Keberhasilan membangun dan
menumbuh kembangkan partsisipasi masyarakat ini mempersyaratkan adanya
keterampilan berkolaborasi, adanya tujuan yang disepakati dan dipahami
bersama, adanya struktur yang jelas dalam rangka pertisipasi pengambilan

Y
keputusan bersama, serta adanya ketersediaan waktu untuk melakukan
evaluasi dan refleksi terhadap semua aktivitas kemitraan.

C. Program Hubungan Sekolah–Masyarakat

M
1. Pengertian Program
Pada dasarnya setiap kegiatan apapun jenisnya dan pada organisasi

M
apapun, apalagi bagi organisasi pendidikan seperti lembaga sekolah, maka
perencanaan program kegiatan merupakan suatu keharusan yang tidak dapat
dihindari.
Perencanaan program pada dasarnya proses penetapan kegiatan di masa

U
akan datang, dengan mengatur berbagai sumber daya secara efektif dan
efesien untuk mencapai hasil yang seoptimal mungkin sesuai dengan tujuan
yang telah ditetapkan. Rogers, A. Kauffman seperti dikutip Fattah (2003)

D
menyatakan bahwa perencanaan adalah proses penentuan tujuan atau sasaran
yang hendak dicapai dan menetapkan jalan dan sumber yang diperlukan untuk
mencapai tujuan seefektif dan seefisien mungkin.
Dari beberapa pengertian di atas nampak bahwa perencanaan program itu
adalah merancang kegiatan yang akan dilaksanakan, bagaimana melaksanakan,
apa dan siapa yang harus melaksanakan, kapan, di mana dan apa yang
diperlukan untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Dari defenisi perencanaan
program tersebut, dapat dinyatakan bahwa program sebenarnya adalah
kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan oleh suatu organisasi/lembaga
dengan mempertimbangkan berbagai aspek.
Program pada dasarnya adalah rencana berbagai kegiatan yang akan
dilaksanakan di masa yang akan datang. Rumusan rencana program yang
matang akan menghasilkan suatu program kerja yang efektif. Rumusan
program yang matang ini sebaiknya didasarkan pada landasan fakta/data,
landasan berpikir yang sehat dan cerdas, jelas arah dan tujuannya sesuai
dengan visi dan misi yang akan dicapai oleh lembaga yang bersangkutan.

6 : Menggalang Dukungan Masyarakat 103


2. Aspek yang Perlu Dipertimbangkan dalam Penyusunan
Program
Koontz seperti dikutip Fattah (2003) menyatakan bahwa penyusunan
program merupakan proses intelektual yang menentukan secara sadar
tindakan yang akan ditempuh dan mendasarkan keputusan-keputusan pada
tujuan yang akan dicapai, informasi yang tepat waktu dan dapat dipercaya

Y
serta memerhatikan perkiraan keadaan yang akan datang. Ini berarti kegiatan
perencanaan program harus membutuhkan pendekatan rasional ilmiah.
Di samping itu perencanaan perlu memerhatikan sifat, kondisi dan kecen-
derungan masa akan datang (pendekatan futuralistik).

M
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membuat perencanaan
program, agar program tersebut benar-benar terarah kepada apa yang ingin
dicapai. Beberapa hal pokok tersebut adalah sebagai berikut:
a) Kegaiatan yang akan diprogramkan hendaknya didasarkan pada hasil

M
analisis kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan (SWOT) serta
data-data pendukung lainnya. Dengan demikian, maka program yang akan
dilaksanakan sudah mengantisipasi berbagai hal, baik yang menyangkut

U
hambatan maupun dukungan. Apabila hal ini dapat dilakukan, maka
kemungkinan kegagalan dalam melaksanakan program yang direncanakan
akan dapat diminimalkan sekecil mungkin dan peluang keberhasilan akan

D
semakin luas.
b) Kegiatan yang diprogramkan atau direncanakan harus benar-benar
kegiatan yang sangat urgen dalam mendukung upaya pencapaian tujuan
lembaga pendidikan yang bersangkutan. Oleh sebab itu, pemahaman
yang mendalam tentang visi, misi, tujuan dan strategi sekolah harus
benar-benar mantap. Dalam istilah lain disebut bahwa program yang
direncanakan harus termasuk special events (event penting yang mampu
mempercepat pencapaian tujuan). Misalnya diprogramkan kegiatan
pameran, pertemuan dan sebagainya, perlu dipertanyakan apakah
kegiatan itu memang benar-benar dapat mempercepat pencapaian tujuan
dan mendapat perhatian dari khalayak sasaran. Apabila jawabannya
meragukan, perlu dikaji lagi lebih mendalam apakah kegiatan tersebut
layak untuk diprogramkan atau tidak.
c) Rencana program yang akan dilaksanakan harus mempunyai tujuan yang
jelas dan mendukung pencapaian tujuan lainnya. Artinya, tujuan kegiatan
tersebut merupakan rangkaian dan memiliki keterkaitan dengan tujuan

104 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


yang lain, sehingga saling mendukung dalam mencapai tujuan yang lebih
tinggi atau tujuan sekolah secara keseluruhan.
d) Rencana kegiatan harus memiliki nilai ganda dan multy player effect.
Artinya, kegiatan yang akan diprogramkan harus memberikan nilai
tambah baik untuk sekolah maupun nilai tambah bagi masyarakat,
orangtua murid atau stakeholder. Dengan demikian akan mendorong

Y
keterlibatan semua komponen dan warga sekolah lainnya untuk ikut
aktif dalam semua kegiatan yang akan dilaksanakan di kemudian hari.
Nilai tambah dalam pengertian ini adalah bahwa program yang kita
susun apabila dilaksanakan akan memberikan keuntungan bagi sekolah

M
juga bagi orangtua murid dan masyarakat. Dengan kata lain saling
menguntungkan.
e) Rencana kegiatan harus mampu membangun citra positif bagi lembaga
dan bagi masyarakat sekolah. Citra positif dapat diindikasikan dengan

M
terwujudnya dampak program dalam bentuk prestasi sekolah, prestasi
siswa secara individual yang pada gilirannya akan menumbuhkan
rasa bangga para orangtua murid terhadap anaknya dan sekolah di
mana anaknya sedang belajar. Prestasi ini tidak hanya menyangkut

U
aspek akademik atau penguasaan pengetahuan saja, tetapi juga aspek
nonakademik seperti olah raga, seni dan keterampilan lebih-lebih
lagi prestasi dalam bidang keagamaan yang menjadi pusat perhatian

D
masyarakat sekarang ditengah-tengah kegelisahan mereka akan kenakalan
remaja dan kemerosotan moral serta karakter.
f) Program yang disusun hendaknya berorientasi pada produk yang akan
dihasilkan. Jadi, perlu diperhatikan terlebih dahulu produk apa yang
diinginkan melalui program yang sedang direncanakan. Apabila kita
telah memiliki gambaran tentang produk secara jelas, akan memudahkan
perencana program dalam menetapkan kegiatan yang akan dilaksanakan.
g) Sumber daya yang tersedia di dalam sekolah. Sejauh mana sumber daya
yang tersedia baik dilihat dari kuantitas maupun kualitas yang akan
mendukung implementasi kegiatan di masa depan. Ketersediaan jumlah
dan kualitas sumber daya merupakan faktor penentu keberhasilan dalam
melaksanakan berbagai kegiatan yang telah diprogramkan. Program
akan menjadi sia-sia dan hanya baik di atas kertas saja, apabila tidak
ditunjang oleh adanya sumber daya yang memadai dilihat dari kuantitas
dan kualitas. Bahkan sumber daya yang berkualitas menjadi lebih besar
pengaruhnya terhadap efektivitas pelaksanaan program. Oleh sebab itu,

6 : Menggalang Dukungan Masyarakat 105


program yang baik tidak harus selalu merencanakan kegiatan yang sangat
ideal, apabila lembaga tidak memiliki sumber daya yang memadai.

3. Membuat Program Hubungan Lembaga Pendidikan


(Sekolah) dengan Orangtua Murid/Masyarakat
Perencanaan program yang efektif dan efesien menjadi pusat perhatian

Y
bagi semua orang yang merasa bertanggung jawab terhadap keberhasilan
lembaga yang dipimpinnya atau anggota organisasi yang merasa memilki
organisasinya.
Agar perencanaan program memberikan hasil yang sesuai dengan

M
apa yang menjadi tujuan organisasi, Ruslan (2002) menyatakan bahwa
perencanaan program harus didasarkan pada analisis tentang hal-hal sebagai
berikut:
a) A searching look backward, yaitu penelusuran masa lampau, pengalaman

M
organisasi untuk mengetahui faktor penentu yang memegang peranan
penting dalam keberhasilan dan mungkin juga kegagalan dalam
pelaksanaan program.

U
b) A deep look inside, yaitu penelaahan mendalam tentang fakta dan pendapat
di lingkungan internal organisasi. Hal ini berarti perencana harus
melibatkan semua orang dalam lingkungan internal organisasi dalam

D
bentuk musyawarah, agar diperoleh informasi yang lengkap dan akurat
sebagai dasar dalam penyusunan program sekolah, khususnya program
hubungan sekolah dengan masyarakat dan orangtua murid.
c) A wide look around, yaitu melihat kecenderungan-kecenderungan yang
ada di sekitar kita, serta situasi dan kondisi saat ini untuk merancang
rencana mendatang. Ketepatan dalam melakukan prediksi kecenderungan
lingkungan akan memberi kemungkinan besar keberhasilan implementasi
program. Sebaliknya ketidak tepatan prediksi akan memungkinkan
kemungkinan kegagalan implementasi program.
d) A long, long a head, yaitu melihat pada apa yang menjadi misi dan visi
utama organisasi. Dalam menyusun rencana program, maka panduan
utama yang harus dilihat adalah visi dan misi sekolah. Program disusun
pada dasarnya adalah upaya untuk mencapai visi dan misi sekolah.
Pada saat ini telah banyak dikembangakan model perencanaan program
yang efektif. Model yang sangat banyak dipakai dan dimasyarakatkan di
berbagai lembaga dunia usaha, bahkan saat ini sudah merambah ke dalam
dunia pendidikan adalah perencanaan program strategik.

106 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


Dalam bidang pendidikan apabila menggunakan perencanaan strategik
ternyata akan memberikan kecenderungan pada hasilnya yaitu program yang
lebih operasional, sehingga peluang akan keberhasilan program menjadi
lebih tinggi. Hal ini disebabkan dengan pendekatan ini semua peluang faktor
eksternal dan internal telah diperhitungkan secara matang. Prencanaan
strategik ternyata telah dibuktikan berhasil membawa organisasi mencapai
tujuan yang diinginkan secara optimal. Sehubungan dengan hal ini R.G.

Y
Murdick (Suriansyah, 2001) menyebutkan beberapa langkah yang harus
ditempuh dalam melakukan perencanaan strategik bagi suatu lembaga, yaitu:
a) Analisis keadaan sekarang dan akan datang

M
b) Identifikasi kekuatan dan kelemahan lembaga
c) Mempertimbangkan norma-norma
d) Identifikasi kemungkinan dan resiko
e) Menentukan ruang lingkup hasil dan kebutuhan masyarakat

M
f) Menilai faktor-faktor penunjang
g) Merumuskan tujuan dan kriteria keberhasilan

U
h) Menetapkan penataan distribusi sumber-sumber
Secara sederhana aspek-aspek yang mutlak ada dalam perencanaan
program kegiatan berisikan aspek-aspek sebagai berikut:

D
a) Masalah yang dihadapi. Rumuskan masalah apa yang sedang dihadapi
dalam rangka pemberdayaan masyarakat. Misalnya rendahnya keterlibatan
orangtua siswa dalam pengawasan putra-putrinya, sehingga sering terjadi
kenakalan anak seperti membolos, tidak disiplin dan sebagainya.
b) Kegiatan yang akan dilakukan. Uraikan secara rinci kegiatan apa yang
akan dilakukan atau direncanakan untuk mengatasi masalah yang telah
dirumuskan.
c) Tujuan kegiatan. Tujuan apa yang ingin dicapai untuk satu kegiatan yang
direncanakan. Misalnya kegiatan pertemuan orangtua murid dengan
guru dan pihak sekolah, tentukan tujuannya: meningkatkan kesadaran
orangtua akan pentingnya pengawasan mereka terhadap anak dan
bagaimana mengawasi anak-anak di luar rumah dan sekolah.
d) Target/sasaran kegiatan. Tentukan siapa sasaran kegiatan yang akan
menjadi subjek dan objek kegiatan, serta berapa target yang ingin dicapai.
e) Indikator keberhasilan. Tentukan indikator apa yang dapat menunjukkan
bahwa suatu kegiatan yang dilaksanakan dapat dikatakan berhasil atau

6 : Menggalang Dukungan Masyarakat 107


gagal. Misalnya kegiatan pertemuan antara orangtua murid dengan pihak
sekolah dikatakan berhasil apabila: siswa yang terlambat semakin sedikit,
siswa disiplin, tidak ada siswa yang membolos, kehadiran orangtua murid
pada saat pertemuan minimal 80%, dan seterusnya.
f) Strategi/teknik pelaksanaan kegiatan. Tentukan strategi apa yang akan
digunakan untuk melaksanakan kegiatan tersebut di atas, misalnya

Y
melalui panel diskusi, dialog dan sebagainya (lihat uraian tentang teknik
hubungan sekolah dengan masyarakat dan orangtua murid pada bagian
terdahulu).
g) Waktu dan tempat pelaksanaan kegiatan. Tentukan kapan kegiatan akan

M
dilaksanakan dan di mana kegiatan tersebut akan dilakukan. Waktu
pelaksanaan akan sangat berpengaruh terhadap tinggi dan rendahnya
tingkat partisipasi sasaran program (orangtua murid dan masyarakat).
Demikian juga tempat kegiatan. Waktu kegiatan hubungan sekolah

M
dengan masyarakat dan orangtua murid yang dilaksanakan pada saat
mereka sibuk dengan pekerjaan akan menyebabkan mereka tidak dapat
berpartisipasi optimal. Oleh sebab itu, sekolah perlu mempertimbangkan
dengan matang waktu dan tempat kegiatan yang akan dilaksanakan.

U
h) Penanggung jawab dan pelaksana kegiatan. Tentukan siapa yang menjadi
penanggung jawab kegiatan dan siapa yang menjadi pelaksana kegiatan.
Pemilihan orang yang akan dilibatkan hendaknya memerhatikan

D
prinsip berdasarkan kemampuan dan kemauan orang yang akan diberi
kepercayaan. Kemampuan saja tidak cukup untuk menunjuk pelaksana
tanpa diiringi oleh kemauan. Kejelasan orang-orang yang diberi tanggung
jawab sebagai pelaksana akan memudahkan sekolah untuk meminta
laporan dan pertanggungjawaban serta monitoring keberhasilan kegiatan.
i) Pembiayaan. Rumuskan berapa biaya yang diperlukan dan darimana
sumber biaya tersebut. Dalam penentuan besaran biaya prinsip efesiensi
hendaknya menjadi pertimbangan utama.
Dalam bentuk bagan urutan kegiatan dalam program tersebut di atas
dapat digambarkan sebagai berikut:

108 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


Masalah Indikator Strategi Pelaksana
Tujuan Kegiatan Target Waktu Biaya Ket
Keberhasilan Teknik Kegiatan

D U M
M

6 : Menggalang Dukungan Masyarakat 109


Y
4. Standar Program
Ada beberapa kriteria program kerja kemitraan sekolah, orangtua murid/
keluarga dan masyarakat untuk menjadi program kerja yang baik. Beberapa
hasil penelitian dan kajian mendalam oleh beberapa ahli menunjukkan
beberapa elemen program yang dapat memberikan kontribusi kualitas yang
terbaik tentang program kemitraan. Dengan elemen-elemen yang lengkap

Y
program dapat diharapkan meningkatkan dampaknya bagi kemajuan sekolah,
orangtua murid dan masyarakat secara umum.
Sehubungan dengan hal tersebut Epstein, dkk (2009) membuat daftar
elemen-elemen program yang dinyatakan sebagai standar untuk program

M
kemitraan yang ekselin. Elemen-elemen tersebut adalah: teamwork, leadership,
plans for action, implementation and facilitation, evaluation, funding, support and
network connections.
a. Teamwork

M
Sekolah sejak awal sudah harus merencanakan dan menetapkan secara
matang siapa yang akan menjadi pelaksana kemitraan yang diprogramkan.
Pemilihan anggota tim harus didasarkan pada pertimbangan dua hal

U
pokok yaitu: kemauan (willingness) dan komitmen (commitment) seseorang.
Apabila sudah ditemukan orang-orang di sekolah yang memiliki dua
hal pokok tersebut, maka pertimbangan lainnya adalah kemampan

D
komunikasi dan integritas khususnya ketauladanan.
b. Leadership
Kepemimpinan seperti telah diuraikan pada bagian terdahulu bahwa
kepemimpinan di sekolah merupakan faktor yang sangat menentukan
untuk kesuksesan suatu institusi mencapai hasil yang optimal. Berbagai
kajian telah membuktikan bahwa kepemimpinan merupakan faktor kunci
dalam membawa sekolah menjadi sekolah yang baik, sekolah efektif atau
sekolah ekselin.
Dalam kaitannya dengan program kemitraan sekolah, orangtua murid
dan masyarakat secara umum, maka kepala sekolah menjadi penentu
keberhasilan imlementasi program kemitraan. Sejauhmana visi dan
misi kepala sekolah tentang kemitraaan dan sejauhmana dukungan serta
sejauhmana inovari serta kreativitas kepala sekolah merupakan modal
awal bagi terlaksananya program kemitraan.

110 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


c. Plans for action
Rencana tindakan yang dimaksudkan di sini adalah apa yang sering kita
sebut dengan Term of Reference (ToR). Dengan ToR yang baik dan lengkap
dapat menjadi panduan bagi semua orang untuk bersikap dan bertindak
sesuai dengan apa yang diinginkan.
d. Implementation and fasilitation

Y
Implementasi perlu fasilitas penunjang agar apa yang dilakukan dalam
kegiatan membangun kemitraan sekolah dengan orangtua murid dan
masyarakat dapat terlaksana sesuai harapan. Berbagai kemudahan yang
dapat diciptakan di sekolah untuk implementasi program kemitraan

M
harus disediakan oleh sekolah. Oleh sebab itu, kepala sekolah memegang
peranan penting dalam upaya memberikan berbagai kemudahan dan
fasilitas yang diperlukan oleh tim pelaksana kemitraan di sekolah.
e. Evaluation

M
Penilaian atau evaluasi harus dilakukan secara terus menerus sejak
awal dibuat program sampai berakhirnya program diimplementasikan.
Evaluasi awal dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana persiapan

U
telah dilakukan seperti penentuan tim kerja yang dibentuk, fasilitas dan
sebagainya, hasil evaluasi ini dijadikan dasar untuk melakukan perbaikan
dalam persiapan.

D
Di samping itu evaluasi juga dilakukan pada saat proses kegiatan program
kemitraan sedang berjalan, yang dimaksdukan untuk mengetahui apakah
pelaksanaan program kemitraan yang dilakukan sudah sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan bersama sejak awal. Sedangkan di akhir
kegiatan evaluasi dilakukan untuk mengetahui sejauhmana semua
kegatan yang dilakukan telah mencapai sasaran, target dan memberikan
dampak apa terhadap sekolah, orangtua murid dan masyarakat. Apakah
dampak tersebut sesuai dengan harapan masing-masing.
Dengan demikian jelas bahwa evaluasi harus dilakukan secara terus-
menerus sejak awal, proses dan akhir kegiatan untuk dilakukan perbaikan
secepatnya.
f. Funding
Setiap kegiatan tentu memerlukan pendanaan, demikian juga dengan
kegiatan membangun kemitraan yang harmonis antara sekolah, orangtua
murud dan masyarakat. Oleh sebab itu, sekolah perlu sejak awal membuat
rencana anggaran dan pendapatan dan belanja sekolah sudah memberikan

6 : Menggalang Dukungan Masyarakat 111


alokasi untuk pelaksanaan kegiatan kemitraan sekolah ini. Meskipun
demikian pelaksanaan kegiatan kemitraan tidak selalu memerlukan dana
yang besar, karena kemitraan dapat dilakukan dengan bermacam-macam
teknik dan strategi. Bagi sekolah yang tidak memiliki dana yang memadai,
maka pemilihan strategi membangun kemitraan harus dipertimbangkan
kemampuan dana yang disipakan oleh sekolah.

Y
g. Support
Dukungan yang dimaksudkan disini adalah, apakah program yang kita
buat mendapat dukungan dari berbagai sumber. Misalnya, apakah dinas
pendidikan memberikan dukungan untuk implementasi program, seperti

M
dukungan kebijakan yang dapat memperkuat kebijakan sekolah untuk
melakukan program kemitraan sekolah, orangtua murid dan masyarakat.
h. Network connections
Sekolah sudah harus menetapkan sejak awal jaringan komunikasi yang

M
akan digunakan dalam program dan implementasi program nantinya.
Misalnya, kalau sekolah akan melakukan komunikasi dalam bentuk
pertemuan orangtua dan masyarakat di sekolah, jaringan apa yang akan

U
digunakan untuk membawa mereka ke sekolah.

5. Implementasi Program

D
Tahap lanjutan dari Program kerja yang telah disusun adalah tahap
implementasi. Pada tahap implementasi ini sering terjadi berbagai kendala
dan hambatan. Bagaimanapun baiknya suatu program yang telah di susun
tidak aka nada artinya tanpa implementasi program yang optimal seperti apa
yang telah direncanakan.
Sehubungan dengan implementasi program hubungan sekolah dengan
orangtua murid dan masyarakat ini Epstein, dkk (2009) menyarankan ada
10 (sepuluh) langkah untuk kesuksesan program berbasis sekolah dalam
membina kemitraan sekolah, keluarga (orangtua) dan masyarakat. Ke sepuluh
langkah tersebut adalah: create an action team for partnership, obtain funds and
official support, provide training to all members of the action, identify point-
opresent strengths and weaknesses, write a one-year action plan for partnership,
apply the frame work of six type for involvement to activities linked to school
improvement goals, enlist staff, parents, students, and the community to help
conduct activities, evaluate the quality ant outreach of partnership activities
and results, conduct an annual celebration to report progress to all participants,

112 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


continue working toward a comprehensive, on going, goal-oriented program
of partnership.
Dari pendapat di atas nampak bahwa apabila sekolah menginginkan
implementasi program kemitraan sekolah dengan orangtua murid dan
masyarakat berhasil secara optimal, maka sekolah harus mulai merencanakan
implementasi dari merencanakan tim yang solid untuk melaksanakan

Y
kemitraan, mencari dukungan dari kantor pendidikan, melatih semua anggota
tim dan guru di sekolah untuk dapat berkomunikasi dengan orangtua murid
dan masyarakat.
Di samping itu perlu juga sekolah menetapkan aspek apa yang harusnya

M
menjadi sasaran kemitraan. Sasaran ini sangat penting karena akan
berkaitan dengan visi dan misi sekolah yang ingin dicapai melalui kemitraan
dengan masyarakat dan orangtua. Hal yang tidak kalah pentingnya untuk
implementasi program ini adalah melakukan evaluasi dari awal (planning),

M
evaluasi proses (untuk dilakukan perbaikan proses apabila masih terdapat
ketidak sesuaian apa yang direncanakan dengan hasil yang di dapat), jadi
evaluasi bukan hanya dilakukan setelah program selesai diimplementasikan.

U
6. Pemantauan dan Evaluasi Program
Untuk pemantauan dan evaluasi proses, hasil dan dampak/manfaat suatu
program kegiatan hubungan sekolah dengan masyarakat dapat digunakan

D
suatu kerangka kerja logis (dalam teori perencanaan sekarang dikenal dengan
istilah logical framework). Pendekatan logical frame work ini terdiri dari empat
unsur pokok yaitu sebagai berikut:
a. Sasaran hasil (objective); suatu keadaan tertentu yang diinginkan untuk
dicapai setelah dilaksanakannnya kegiatan. Sasaran hasil yang diinginkan
pada dasarnya dapat dalam bentuk kuantitatif (jumlah) maupun kualitatif
(kualitas). Kuantitas berarti jumlah yang harus dicapai setelah kegiatan
berhasil dilaksanakan. Misalnya; setelah kegiatan kunjungan kerumah
orangtua murid, diharapkan dapat dicapai 75% orangtua murid mau
memenuhi undangan sekolah. Sedangkan kualitatif adalah kualitas hasil
kegiatan yang diinginkan, misalnya setelah berbagai kegiatan hubungan
sekolah dengan masyarakat dilaksanakan prestasi perolehan nilai ujian
nasional (UN) siswa dapat meningkat 10%.
b. Indikator; adalah petunjuk tertentu yang akan meyakinkan kita apakah
sasaran hasil yang kita inginkan memang sudah tercapai atau bahkan
belum tercapai. Misalnya indikator keterlibatan orangtua dalam

6 : Menggalang Dukungan Masyarakat 113


membantu pendidikan ditunjukkan oleh indikator sebagai berikut: selalu
datang setiap ada undangan dari sekolah, turut mengawasi kegiatan anak,
dan sebagainya.
c. Pengujian (verivication), yaitu suatu cara untuk mencari bukti-bukti yang
menunjukkan bahwa indikator-indikator tersebut memang ada atau tidak
ada. Untuk itu diperlukan suatu pengamatan langsung atau melalui

Y
laporan-laporan tentang kebenaran indikator yang dapat terlihat.
d. Asumsi, yaitu suatu keadaan atau hal tertentu yang menjadi prasyarat
terlaksananya kegiatan yang direncanakan sehingga indikator itu benar-
benar bisa terwujud dan sasaran hasil anda tercapai. Dengan kata lain,

M
tanpa prasyarat ini Anda tidak dapat atau terhambat melaksanakan
rencana kegiatan dengan baik.
Keempat unsur pokok tersebutlah yang harus di monitor dan di evaluasi.
Untuk memudahkannya, maka dapat dibuat catatan dengan menggunakan

M
format sebagai berikut:

Kegiatan Sasaran Hasil Indikator Verifikasi Asumsi


Siaran Pers Masyarakat 100 orangtua Survei dan Berita sekolah

U
paham & mau murid selalu pengamatan dimuat dikoran
mendukung ke- berhadir dalam lokal minimal 2
giatan sekolah rapat BP3 kali seminggu
Dialog Televisi

D
Surat kabar
sekolah
Kunjungan ke
rumah siswa
Dialog/
pertemuan di
sekolah
Dst

Sedangkan untuk evaluasi dampak kerangka kerja yang sama dapat


digunakan dengan menggantikan kolom 2 (sasaran/hasil) dengan dampak/
manfaat yang diperoleh, kemudian merumuskan indikator, varifikasi dan
asumsinya. Tetapi yang dijadikan titik tolak bukanlah sasaran hasil setiap
kegiatan tetapi sasaran hasil akhir dari keseluruhan program pelaksanaan
hubungan sekolah dengan masyarakat. Contoh format tersebut adalah sebagai
berikut:

114 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


Kegiatan Dampak/ Indikator Verifikasi Asumsi
Manfaat
Siaran Pers Masyarakat Orangtua murid Survei dan Kontak-kontak
paham dan selalu berhadir pengamatan informal dari
memahami/ dalam rapat BP3 pada Asaat acara orangtua murid
mengerti (rata-rata 75%) di sekolah sudah sering
kebutuhan, terjadi
problem serta Dukungan ber

Y
harapan sekolah bagai kegiatan
sehingga mereka meningkat
mau mendukung
kegiatan sekolah
Kunjungan ke Sekolah Terkumpul data Dukungan Orangtua

M
Rumah mendapat tentang anak meningkat, memiliki data
informasi yang secara lengkap, informasi sekolah yang lengkap
akurat tentang akurat dan aktual di manfaatkan tentang
anak tentang cara untuk bimbingan anak. Melalui
berperilaku, anak kunjungan data

M
belajar dan akan lengkap
budaya/
kebiasaan
Dst

U
Sehubungan dengan evaluasi program kemitraan, keluarga, sekolah
dengan masyarakat dan orangtua murid ini, Epstein, dkk (2009) menyatakan

D
bahwa evaluasi kemitraan dan keterlibatan program harus mencakup beberapa
hal sebagai berikut:
a. Program development (e.g., teamwork, plan, collegial and district support for
partnerships, links of plans to school goals ffor student success).
b. Outreach to families and the community (e.g. strategies to invite, communicate,
and include all families and various community partners).
c. Result for parents (e.g. response to communications, inputs, patterns of involvement
by major racial, ethnic, and socioeconomic groups).
d. Result for school (e.g. welcoming climate, safety of the school, family-friendly
atmosphere, attitudes and participation in partnerships of teachers, principals).
e. Result for students (e.g. academic and non academic outcomes, social development,
postsecondary education and career plans).
f. Improvements on all of the above from year and in extended longitudinal patterns.

6 : Menggalang Dukungan Masyarakat 115


Dari pendapat di atas jelas bahwa apa yang harus assess/evaluasi dalam
program kemitraan keluarga, sekolah dan masyarakat adalah semua aspek
yaitu mulai dari perencanaan program, tim pelaksana, dukungan, hasil yang
dicapai dilihat dari aspek orangtua/masyarakat, aspek sekolah, aspek siswa
serta peningkatan semua aspek yang telah direncanakan dan dilaksanakan
oleh sekolah.

Y
M
U M
D
116 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat
7

Y
model pelibatan
masyarakat melalui
komite sekolah dan

M
organisasi lainnya

A. Pendahuluan

U M
Membangun partisipasi aktif masyarakat untuk mendukung berbagai
kegiatan di sekolah merupakan bagian yang sangat penting bagi program
peningkatan mutu sekolah secara keseluruhan. Sekolah bukan hanya

D
memerlukan dukungan dari orangtua murid saja, tetapi memerlukan
dukungan semua pihak yaitu masyarakat, stakeholder/tokoh masyarakat,
institusi pendidikan, dunia usaha, serta organisasi profesi dan organisasi
lainnya. Hal ini diperlukan untuk mewujudkan lulusan yang memiliki
kualitas keilmuan yang baik yang ditunjang dengan karakter serta kompetensi
keterampilan lainnya. Apalagi kalau kita kaitkan dengan Kurikulum 2013,
maka kompetensi 1 (K1) adalah sikap relegius, kompetensi 2 (K2) adalah
kompetensi sikap, kompetensi 3 (K3) adalah kompetensi pengetahuan dan
kompetensi 4 (K4) adalah kompetensi keterampilan. Keempat kompetensi
ini akan susah bahkan mungkin dapat dikatakan tidak mungkin dapat dicapai
kalau hanya mengandalkan kemampuan sekolah saja tanpa berkolaborasi,
berpartner atau bekerjasama dengan masyarakat secara umum. Sehubungan
dengan hal ini Epstein dkk (2009), menyebutkan ada beberapa organisasi atau
kelompok masyarakat yang seharusnya menjadi partner bagi sekolah dalam
memperoleh dukungan agar sekolah dapat menjadi sekolah yang terbaik dan
ekselin (the school and the excellent school). Organisasi-organisasi dan institusi
tersebut adalah sebagai berikut:

7 : Model Pelibatan Masyarakat Melalui Komite Sekolah 117


1. Business and corporations (local businesses, national corporations and franchisises.
2. Universities and educational institutions (colleges and universities; community
colleges; vocational, trade a, and technical school; high schools; and other
educational.
3. Health care organizations (hospitals, health care center, mental health facilities,
health department, health foundations and associations).

Y
4. Government and military agencies (fire department, police department, chambers
of commerce, city councils, and other local and state government agencies).
5. National service and volunteer organizations (rotary club, lion club, and other
organizations).

M
6. Faith-based organizations (mosque, synapopues, and other organizations).
7. Senior citizen organizations (nursing homes and senior volunteers and service
organizations).

M
8. Cultural and recreational institutions (zoos, museums, libraries, and recreational
centers).
9. Media organizations (local newspapers, radio stations, cable networks including

U
foreign language outlets and other media).
10. Sport franchises and associations (sport organizations, football and others
organizations).

D
11. Other community organizations (foundations, neighborhood associations, alumni
and local service organizations).
12. Community individuals (individuals volunteers from the community surrounding
the school.
Di sisi lain dunia pendidikan mengalami perkembangan dan pergeseran
dalam paradigma termasuk paradigma manajemen sekolah. Perubahan
paradigma tersebut di kenal dengan paradigma manajemen berbasis sekolah.
Perubahan paradigma penyelenggaraan pendidikan dalam era reformasi, dan
era otonomi penyelenggaraan pendidikan sampai pada tingkat kabupaten/
kota dan bahkan otonomi pada tingkat sekolah, memberikan keleluasaan bagi
setiap sekolah untuk berkreasi dan berinovasi dalam penyelenggaraan sekolah.
Dengan demikian diharapkan akan memacu percepatan peningkatan mutu
penyelenggaraan sekolah yang pada gilirannya mempercepat peningkatan
mutu hasil belajar secara keseluruhan.
Konsekuensi dari paradigma pendidikan yang memberikan otonomi
sampai pada tingkat sekolah menuntut sekolah untuk memberdayakan semua

118 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


sumber daya yang dimilikinya. Salah satu sumber daya yang sangat potensial
dan dimiliki oleh sekolah adalah masyarakat dan orangtua murid.
Di Amerika Serikat, pengembangan sekolah di pedesaan atau di daerah-
daerah urban berada di tangan dewan masyarakat sekolah (SCC=School
Community Council). Dewan ini terdiri dari unsur-unsur tenaga profesional
pendidikan dan anggota masyarakat, dalam rangka pengembangan staf.

Y
Aspek struktural dari pelibatan masyarakat berarti adanya kesamaan
atau keseimbangan antar struktur yang terlibat dalam pembuatan
keputusan. Aspek prosedural pelibatan masyarakat berarti mengandung
makna adanya kesamaan masukan dari kelompok profesional dan anggota-

M
anggota masyarakat dalam menentukan aktivitas pengembangan staf untuk
meningkatkan praktik-praktik penyelenggaraan sekolah yang berkualitas.
Secara organisatoris dewan SCC ini memiliki tanggung jawab bersama sekolah
untuk meningkatkan mutu pelayanan sekolah.

M
Di sisi lain SCC ini ternyata juga mempunyai tanggung jawab untuk
melakukan analisis kebutuhan sekolah dan kebutuhan masyarakat melalui
survei yang dilakukannya. Hasil analisis yang dilakukan dewan ini di diskusikan

U
bersama pihak sekolah dengan melibatkan para ahli seperti konsultan dan
sebagainya untuk diterjemahkan menjadi kebijakan dan program sekolah.

B. Pelibatan Masyarakat Melalui Komite Sekolah

D
Kebijakan model pelibatan masyarakat dalam pendidikan melalui
lembaga SCC seperti di Amerika ini sebenarnya sudah sejak lama dikenal
dan dilakukan oleh pendididikan dan persekolahan di Indonesia, mulai dari
POM, POMG, sampai dengan BP3. Tetapi hasilnya belum terlalu nampak
karena keterlibatan mereka lebih banyak pada membantu keuangan sekolah.
Akhir-akhir ini pemerintah Indonesia dalam hal ini Depdiknas membuat
kebijakan baru dengan mengganti istilah BP3 menjadi Dewan Pendidikan di
tingkat Kabupaten/Kota dan Komite Sekolah di tingkat sekolah.
Pemerintah (Depdikbud) pada saat ini memberikan peluang kepada
sekolah dalam pemberdayaan masyarakat melalui suatu lembaga yang
dikukuhkan dengan Peraturan Pemerintah yaitu Dewan Sekolah atau Komite
Sekolah. Apa dan bagaimana lembaga tersebut di atas dan bagaimana
fungsinya dalam membantu peningkatan pelayanan pendidikan di sekolah
akan diuraikan pada bagian berikut ini.

7 : Model Pelibatan Masyarakat Melalui Komite Sekolah 119


1. Pengertian dan Nama
Pada era sentralisasi peran masyarakat dalam bidang pendidikan lebih
banyak berperan sebagai pendukung pemberi dana dan material untuk
menunjang kelancaran penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Pada era
desentralisasi pendidikan yang disebut otonomi sekolah dengan konsep
manajemen berbasis sekolah (MBS) peran serta masyarakat menjadi penting

Y
untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Kesimpulan dari laporan Bank Dunia Education in Indonesia: From Crisis
to Recovery (September 1998) tentang kondisi pendidikan dasar dan menengah
kita antara lain: (1) pada umumnya kepala sekolah memiliki otonomi sangat

M
terbatas dalam pengelolaan sumber daya sekolah, (2) kepala sekolahnya
sendiri kurang mampu mengelola sekolah dengan baik, (3) kecilnya peran
serta masyarakat dalam mengelola pendidikan. Salah satu rekomendasi adalah
perlunya melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan-keputusan

M
untuk meningkatkan mutu sekolah.
Penyelenggaraan pendidikan memerlukan dukungan dari masyarakat
yang merupakan stakeholder pendidikan, mengingat masyarakat itu sangat

U
kompleks dan jumlahnya tak terbatas sehingga sekolah mengalami kesulitan
untuk berinteraksi. Konsep masyarakat perlu disederhanakan agar sekolah
menjadi lebih mudah untuk berinteraksi dengan masyarakat yaitu dengan cara
melakukan sistem perwakilan dengan membentuk suatu wadah/organisasi

D
komite sekolah di tingkat satuan pendidikan. Keputusan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah
tanggal 2 April 2002 perlu dibentuknya komite sekolah pada setiap satuan
pendidikan adalah untuk menjembatani kepentingan sekolah dan masyarakat
serta menampung maupun menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat
untuk ikut berpartisipasi dalam meningkatkan mutu pendidikan.
Komite sekolah adalah badan atau lembaga non-profit dan non-politis
yang dibentuk berdasarkan musyawarah secara demokratis oleh stakeholder
pada jenjang satuan pendidikan, sebagai refresentatif dari berbagai unsur
harus benar-benar mewakili masyarakat dari kebaragaman dan bertanggung
jawab terhadap peningkatan kualitas proses dan hasil pendidikan.
Badan yang membantu penyelenggaraan pendidikan di tingkat sekolah,
selama ini sebenarnya bukan hal yang baru bagi sekolah, sebab sudah
lama dibentuk dengan berbagai istilah seperti: POMG (persatuan orangtua
murid dan guru), BP3 (Badan Pembantu Penyelenggaraan Pendidikan) dan

120 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


sebagainya. Oleh sebab itu, lahirnya komite sekolah atau dewan sekolah,
sebenarnya tidak terlalu asing atau hal yang sama sekali baru bagi sekolah.
Hanya mungkin yang baru adalah perluasan peranan lembaga tersebut serta
perluasan anggotanya. Komite/Dewan sekolah dilihat dari pengertiannya
dapat dilihat sebagaimana diatur oleh Peraturan Pemerintah sebagai berikut:
a. Komite Sekolah adalah badan mandiri yang mewadahi peran serta

Y
masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi
pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan, baik pada pendidikan
sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah.
b. Nama badan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-

M
masing satuan pendidikan/sekolah, seperti Komite Sekolah, Komite
Pendidikan, Komite Pendidikan Luar Sekolah, Dewan Sekolah, Majelis
Sekolah, Majelis Madrasah, Komite TK, atau nama lain yang disepakati.
Kesepakatan ini hendaknya lahir dari hasil musyawarah anggota pada saat

M
penyusunan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga yang melibatkan
semua anggota. Kesepakatan nama sangat penting karena nama tersebut
dapat membawa citra yang baik atau tidak baik bagi sekolah.

U
c. BP3, Komite sekolah dan/atau majelis sekolah yang sudah ada dapat
memperluas fungsi, peran, dan keanggotaan sesuai dengan acuan ini.
Perluasan fungsi dan peran hendaknya dibicarakan agar fungsi dan peran
komite sekolah ini tidak tumpang tindih dengan peran sekolah atau dapat

D
mengacaukan mana fungsi dan peran yang harus dilakukan sekolah mana
yang menjadi fungsi dan peran komite.
Komite sekolah dibentuk berdasarkan atas kesepakatan bersama yang
tumbuh dari akar budaya, sosio demografis dan nilai-nilai masyarakat
setempat, oleh karena itu komite sekolah adalah badan yang bersifat otonom
dan mandiri yang menganut kebersamaan yang menuju peningkatan kualitas
pelayanan dan hasil pendidikan peserta didik yang diatur dalam anggaran
dasar dan anggaran rumah tangga. (Fatah, 2003) Keberadaan komite sekolah
ini adalah untuk mewadahi peran serta masyarakat dalam upaya peningkatan
mutu, pemerataan, efisiensi dan efektifitas pengelolaan pendidikan pada
jenjang satuan pendidikan.
Dari pengertian dan nama badan seperti disebutkan di atas, nampak
bahwa badan ini hanya merupakan perluasan dari BP3 yang sudah ada sejak
lama di masing-masing sekolah. Karena cikal bakalnya sudah ada, maka bagi
kepala sekolah bukan hal yang sulit untuk bekerjasama dengan komite ini.

7 : Model Pelibatan Masyarakat Melalui Komite Sekolah 121


2. Kedudukan dan Sifat
a. Komite Sekolah berkedudukan di satuan pendidikan atau sekolah.
b. Komite Sekolah dapat terdiri dari satu satuan pendidikan, atau
beberapa satuan pendidikan dalam jenjang yang sama, atau beberapa
satuan pendidikan yang berbeda jenjang tetapi berada pada lokasi yang
berdekatan, atau satuan-satuan pendidikan, atau karena pertimbangan

Y
lainnya.
c. Badan ini bersifat mandiri, tidak mempunyai hubungan hierarkis dengan
lembaga pemerintahan.

M
3. Tujuan
Komite Sekolah bertujuan untuk:
a. Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam

M
melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan di satuan
pendidikan.
b. Meningkatkan tanggung jawab dan peran serta masyarakat dalam

U
penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.
c. Menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan demokratis
dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu di

D
satuan pendidikan.
Kalau kepala sekolah ingin program-program sekolah sesuai dengan
kebutuhan pelanggannya, maka komite ini harus benar-benar dimanfaatkan
oleh sekolah sebagai mitra peningkatan mutu penyelenggaraan sekolah, sebab
dari anggota komite inilah pada dasarnya aspirasi yang perlu ditampung dan
direalisasikan dalam program sekolah. Dengan demikian mereka akan mau
membantu sepenuhnya terhadap semua program sekolah. Semakin banyak
anggota komite diajak berdiskusi tentang berbagai permasalahan sekolah
dan penyusunan program sekolah, maka semakin merasa bertanggung jawab
mereka terhadap keputusan bersama yang diambil oleh sekolah. Oleh sebab
itu, sekolah harus menciptakan suasana demokratis dan akrab terhadap semua
anggota komite sekolah yang dibentuk.
Lebih lanjut Fatah (2003) menyatakan tujuan pembentukan komite
sekolah adalah (1) mewadahi dan meningkatkan peran serta masyarakat
sebagai stakeholder pendidikan pada jenjang satuan pendidikan, untuk ikut
bersama dalam merumuskan, menetapkan, melaksanakan dan monitoring
terhadap pelaksanaan kebijakan sekolah dan bertanggung jawab dan terfokus

122 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


pada kualitas pelayanan peserta didik secara proporsional dan terbuka, (2)
mewadahi peran serta masyarakat untuk serta dalam manajemen sekolah
sesuai dengan peran dan fungsinya, berkenaan dengan perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi program sekolah secara proporsional, (3) mewadahi
peran serta masyarakat baik individu, kelompok, pemerhati pendidikan yang
peduli dan bertanggung jawab terhadap mutu pendidikan, (4) menjembatani
dan turut serta memasyarakatkan kebijakan sekolah kepada pihak-pihak

Y
terkait.

4. Peran dan Fungsi

M
Komite Sekolah sebagai wadah yang memberikan kesempatan kepada
masyarakat untuk berpartisipasi dan berprakarsa dalam membantu
penyelenggaraan proses pendidikan kearah yang bermutu, berperan sebagai
a. Pemberi pertimbanagan (advisor agency) dalam penentuan dan pelaksanaan

M
kebijakan pendidikan di satuan pendidikan.
b. Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud finansial, pemikiran
maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.

U
c. Pengontrol (controlling agency), dalam rangka transparansi dan akuntabilitas
penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.
d. Mediator antara pemerintah (eksekutif) di satuan pendidikan.

D
Untuk mengaplikasikan peran tersebut di atas dalam kegiatan organisasi,
maka Komite Sekolah berfungsi sebagai berikut:
a. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap
penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
b. Melakukan kerjasama dengan masyarakat (perorangan/organisasi/
dunia usaha/dunia industri) dan pemerintah, berkenaan dengan
penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
c. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai
kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat.
d Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan
pendidikan mengenai:
1) kebijakan dan program pendidikan;
2) rencana Anggaran Pendidikan dan Belanja Sekolah (RAPBS);
3) kriteria kinerja satuan pendidikan;
4) kriteria tenaga kependidikan;

7 : Model Pelibatan Masyarakat Melalui Komite Sekolah 123


5) kriteria fasilitas pendidikan; dan
6) hal-hal yang terkait dengan pendidikan;
7) mendorong orangtua dan masyarakat berpartisipasi dalam
pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan
pendidikan;
8) menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan

Y
penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan;
9) melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program,
penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.

M
5. Wewenang dan Tugas Komite Sekolah
Komite sekolah pada konsep manajemen berbasis sekolah hendaknya
berorientasi kepada partisipasi masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu

M
baik proses maupun lulusan sekolah. Agar jangan sampai terjadi tumpang
tindih tugas pengurus komite sekolah perlu adanya pemberian kewenangan
dan pembagian tugas. Hak dan kewajiban serta tugas pengurus dan anggota
perlu dibuat dengan jelas yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar Rumah

U
Tangga atas dasar kesepakatan, kebersamaan dan kekeluargaan.
a. Wewenang Komite Sekolah
Keberadaan komite sekolah adalah sebagai mitra kerja sekolah menurut

D
Fatah (2003) mempunyai kewenangan sebagai berikut.
1) Menetapkan Anggaran Dasar dan Rumah Tangga.
2) Bersama-sama sekolah menetapkan rencana strategik pengembangan
sekolah.
3) Bersama-sama sekolah menetapkan standar pelayanan sekolah.
4) Bersama-sama sekolah membahas bentuk kesejahteraan personel
sekolah.
5) Bersama sekolah menetapkan RAPBS.
6) Mengkaji pertanggungjawaban program sekolah.
7) Mengkaji dan menilai kinerja sekolah.
8) Merekomendasikan guru dan kepala sekolah untuk dipromosikan.
9) Menerima kepala sekolah dan guru yang dipromosikan untuk
bekerjasama.

124 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


b. Tugas Komite Sekolah
Komite sekolah adalah organisasi yang mewadahi dan menyalurkan
aspirasi masyarakat yang peduli terhadap pendidikan, agar tugasnya
dapat terarah dan jelas diperlukan pembagian tugas di antara anggota
dan pengurus lainnya. Sesuai dengan wewenangnya, maka tugas komite
sekolah menurut Fatah (2003) sebagai berikut.

Y
1. Menyelenggarakan rapat-rapat dewan sesuai program yang
ditetapkan.
2. Bersama-sama sekolah merumuskan dan menetapkan visi dan misi
sekolah.

M
3. Bersama-sama sekolah menyusun standar pelayanan pembelajaran
di sekolah.
4. Bersama-sama sekolah menyusun rencana strategik pengembangan
sekolah.

M
5. Bersama-sama sekolah menyusun dan menetapkan rencana program
tahunan sekolah dan RAPBS.
6. Membahas dan turut menetapkan pemberian tambahan kesejahteraan

U
personel sekolah.
7. Bersama-sama sekolah mengembangkan program unggulan baik
akademis maupun non akademis.

D
8. Menghimpun dan menggali sumber dana dari masyarakat.
9. Mengelola kontribusi masyarakat berupa uang yang diberikan kepada
sekolah.
10. Mengevaluasi program sekolah meliputi pengawasan penggunaan
sarana dan prasarana sekolah, keuangan secara berkala dan
berkesinambungan.
11. Mengidentifikasi berbagai permasalahan dan memecahkan bersama
sekolah.
12. Memberikan respons terhadap kurikulum yang dikembangkan secara
standar nasional maupun lokal.
13. Memberikan motivasi dan penghargaan kepada personel sekolah
yang berprestasi.
14. Memberikan otonomi profesional kepada guru dalam melaksanakan
tugas-tugas kependidikannya sesuai kaidah dan kompetensi guru.

7 : Model Pelibatan Masyarakat Melalui Komite Sekolah 125


15. Membangun jaringan kerjasama dengan pihak luar sekolah.
16. Memantau kualitas proses pelayanan dan hasil pendidikan.
17. Mengkaji laporan pertanggungjawaban pelaksanaan program yang
dikonsultasikan oleh kepala sekolah.
18. Menyampaikan usul atau rekomendasi kepada pemerintah daerah
untuk meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan sesuai dengan

Y
kebutuhan sekolah.

6. Organisasi
a. Keanggotaan Komite Sekolah

M
Unsur masyarakat dapat berasal dari:
1) Orangtua/wali peserta didik.
2) Tokoh masyarakat.

M
3) Tokoh pendidikan.
4) Dunia usaha/industri.
5) Organisasi profesi tenaga pendidikan.

U
6) Wakil alumni.
7) Wakil peserta didik.
Unsur dewan guru, yayasan/lembaga penyelenggara pendidikan , Badan

D
Pertimbangan Desa dapat pula dilibatkan sebagai anggota Komite Sekolah
(maksimal 3 orang).
Anggota Komite Sekolah sekurang-kurangnya berjumlah 9 (sembilan)
orang dan jumlahnya gasal:
Kepengurusan Komite Sekolah:
1) Pengurus sekurang-kurangnya terdiri atas:
a) Ketua
b) Sekretaris
c) Bendahara
2) Pengurus dipilih dari dan oleh anggota.
3) Ketua bukan berasal dari kepala satuan pendidikan

126 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


7. Proses dan Prosedur Pembentukan Dewan/Komite Sekolah
Prinsip Pembentukan
Pembentukan Komite Sekolah menganut prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Transparan, akuntabel, dan demokratis
b. Merupakan mitra satuan pendidikan

Y
Mekanisme Panitia Persiapan, tahap awal yang harus dilakukan adalah
Pembentukan Panitia Persiapan dengan kegiatan sebagai berikut:
a. Masyarakat dan/atau kepala satuan pendidikan membentuk panitia
persiapan. Panitia Persiapan berjumlah 5 (lima) orang yang terdiri atas

M
kalangan praktisi pendidikan (seperti guru, kepala satuan pendidikan
pendidikan, penyelenggara pendidikan), pemerhati pendidikan (LSM
peduli pendidikan, tokoh masyarakat, tokoh agama, dunia usaha dan
industri) orangtua peserta didik.

M
b. Panitia persiapan bertugas mempersiapkan pembentukan Komite Sekolah
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Mengadakan forum sosialisasi kepada masyarakat (termasuk

U
pengurus/anggota BP3, Majelis Sekolah, dan Komite Sekolah yang
sudah ada) tentang Komite Sekolah menurut Keputusan ini;
2) Menyusun kriteria dan mengidentifikasi calon anggota kepada

D
masyarakat;
3) Menyeleksi calon anggota berdasarkan usulan dari masyarakat;
4) Mengumumkan nama-nama calon anggota kepada masyarakat;
5) Menyusun nama-nama terpilih;
6) Memfasilitasi pemilihan pengurus dan anggota Komite Sekolah;
7) Menyampaikan nama pengurus dan anggota Komite Sekolah kepada
kepala satuan pendidikan;
8) Panitia Persiapan dinyatakan bubar setelah Komite Sekolah
terbentuk;
9) Penetapan pembentukan Komite Sekolah.
Komite Sekolah ditetapkan untuk pertama kali dengan Surat Keputusan
Kepala Satuan Pendidikan, dan selanjutnya diatur dalam AD (Anggaran Dasar)
dan ART (Anggaran Rumah Tangga).

7 : Model Pelibatan Masyarakat Melalui Komite Sekolah 127


C. Kerja Sama dengan Pemerintah/Masyarakat Secara
Umum
Dalam era otonomi sekolah, khususnya dengan implementasi pendekatan
manajemen sekolah berbasis masyarakat, sekolah memang memiliki
keleluasaan dan atau otonomi yang lebih luas. Otonomi pemerintahan yang
berbasis pada pemerintah daerah Kabupaten/Kota meletakkan pembinaan dan

Y
penyelenggaraan pendidikan berada di tingkat Kabupaten dan Kota, sehingga
nampaknya peranan pemerintah provinsi dan pusat tidak dominan. Meskipun
demikian bukan berarti pusat dan provinsi tidak memiliki tanggung jawab
terhadap pendidikan. Dalam paradigma otonomi seperti sekarang diperlukan

M
kemampuan sekolah (baca kepala sekolah) untuk membangun kerjasama
yang harmonis dengan berbagai institusi pemerintahan mulai dari tingkat
pusat sampat dengan tingkat kabupaten/kota/kecamatan bahkan kelurahan.
Di samping institusi pemerintahan, sekolah juga perlu membangun

M
kerjasama yang sinergis dengan lembaga masyarakat seperti karang taruna,
kepramukaan dan berbagai lembaga LSM yang bergerak dalam membantu
dan membangun pendidikan. Hal yang sangat penting untuk diperhatikan

U
dalam kerjasama dengan lembaga ini adalah jangan sampai sekolah larut
dan dapat dibawa kepada masalah-masalah lain selain untuk kepentingan
pendidikan. Sekolah tidak boleh terbawa arus kepada kegiatan politik praktis

D
dan kepentingan kelompok tertentu.
Kerjasama dengan berbagai institusi tersebut di atas menjadi kemutlakan
bagi sekolah dalam upaya mengembangkan sekolah secara optimal, sebab
sekolah adalah lembaga interaksi sosial yang tidak bisa lepas dari masyarakat
secara keseluruhan, khususnya masyarakat di sekitarnya. Banyak hal yang
tidak dapat dilakukan sekolah tanpa bantuan masyarakat tersebut, katakanlah
sekolah mengadakan perayaan ulang tahun sekolah, untuk menjaga keamanan,
maka sekolah mutlak meminta bantuan kepolisian atau petugas keamanan
lingkungan setempat.
Berbagai bentuk kerjasama yang dapat dikembangkan dengan berbagai
institusi tersebut antara lain:
1. Pemberian dan atau penggunaan fasilitas bersama. Berbagai fasilitas
yang tidak dimiliki oleh sekolah mungkin saja terdapat dan dimiliki
oleh lembaga tertentu. Untuk menunjang kegiatan pendidikan sekolah
dapat membangun kerjasama dengan pemilik fasilitas tersebut. Misalnya
tempat pameran, gedung olah raga dan lain-lain.

128 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


2. Pelaksanaan kegiatan peningkatan kemampuan siswa. Misalnya sekolah
ingin meningkatkan pemahaman dan kemampuan siswa tentang
kesehatan, dapat bekerjasama dengan puskesmas dalam memanfaatkan
berbagai fasilitas termasuk fasilitas SDM, ingin melaksanakan pentas
seni sekolah dapat bekerja sama dengan lembaga kesenian di masyarakat
untuk memanfaatkan berbagai fasilitas kesenian (alat-alat seni, seperti
seni tradisional).

Y
3. Pemanfaatan sumber daya manusia secara mutualism, sekolah dapat
memanfaatkan sumber daya manusia di masyarakat dan sebaliknya
masyarakat dapat memanfaatkan sumber daya manusia yang dimiliki

M
sekolah.

D. Kerja Sama Sekolah dengan Organisasi Profesi


Pada saat ini sangat banyak masyarakat yang mengikat dirinya dalam

M
satu kelompok organisasi, baik yang bersifat organisasi sosial, organisasi
profesi, organisasi untuk community tertentu yang bersifat kedaerahan maupun
organisasi yang mementingkan laba. Dari berbagai organisasi tersebut di atas

U
banyak sekali yang sangat peduli terhadap pendidikan, tetapi tidak sedikit
juga organisasi yang menjadi stressor bagi dunia pendidikan.
Di sadari bahwa peranan organisasi-organisasi tersebut sangat besar

D
peranannya dalam membantu pendidikan apabila diberdayakan secara optimal
untuk pendidikan secara murni. Beberapa oraganisasi yang memfokuskan
dirinya terhadap pendidikan antara lain:
a. Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI)
b. Ikatan Sarjana Manajemen Pendidikan Indonesia (ISMAPI)
c. Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)
d. Masyarakat Peduli Pendidikan Indonesia
e. Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia (ABKINS)
f. Gerakan Nasional Orangtua Asuh (GNOTA)
g. Himpunan Masyarakat Psikologi Indonesia (HIMAPSI)
h. Kelompok Budayawan, Seni Tari dan Musik
i. Dan lain-lain.
Dari beberapa organisasi profesi tersebut, ada beberapa organisasi profesi
yang sangat besar manfaatnya bagi sekolah apabila mampu bermitra secara
sinergis dengan organisasi profesi tersebut. Bebarapa organisasi profesi

7 : Model Pelibatan Masyarakat Melalui Komite Sekolah 129


yang secara praktis dapat memberikan kontribusi bagi peningkatan mutu di
sekolah seperti Ikatan Sarjana Manajemen Pendidikan Indonesia (ISMAPI),
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Asosiasi Bimbingan Konseling
Indonesia (ABKINS), Gerakan Nasional Orangtua Asuh (GNOTA), Himpunan
Masyarakat Psikologi Indonesia (HIMAPSI).

1. Ikatan Sarjana Manajemen Pendidikan Indonesia (ISMAPI)

Y
Organisasi ISMAPI sangat besar manfaatnya apabila sekolah mampu
menjadikannya sebagai mitra bagi pengembangan dan peningkatan mutu
sekolah. Sebagai contoh: kalau sekolah ingin meningkatkan bagaimana

M
implementasi manajemen berbasis sekolah yang berkualitas, maka Ikatan
sarjana Manajemen Pendidikan Indonesia yang ada di masing-masing daerah
dapat dimanfaatkan sebagai mitra, baik dalam pengembangan konsep,
implementasi kegiatan maupun dalam pembinaan sehari-hari. ISMAPI sebagai

M
organisasi profesi manajemen pendidikan terdiri dari para ahli manajemen
sekolah yang mampu dijadikan sebagai lembaga konsultasi bagi sekolah
dalam implementasi berbagai kegiatan sekolah bahkan juga untuk membantu
sekolah merancang berbagai program kerja sebagai bentuk kemandirian

U
sekolah dalam manajemen sekolah.

2. Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia

D
Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia bersifat profesional dan ilmiah dalam
bidang kependidikan melakukan usaha-usaha antara lain:
a. Menyelenggarakan pertemuan ilmiah dan penelitian mengenai ilmu dan
seni serta teknologi.
b. Mengadakan kerja sama yang saling menguntungkan dengan lembaga-
lembaga pemerintah dan swasta serta organisasi profesi baik didalam
maupun di luar negeri.
c. Menertibkan media komunikasi ilmu, seni dan teknologi pendidikan.
d. Melindungi kepentingan profesional para anggota dan mengembangkan
profesi pendidikan.
e. Melindungi kepentingan masyarakat dari praktek profesional
kependidikan yang merugikan.
Dari usaha-usaha tersebut sangat jelas manfaat yang dapat diperoleh
oleh sekolah apabila sekolah mampu membina kemitraan yang harmonis
dengan organisasi profesi ini.

130 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


3. Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia (ABKINS) dan
Himpunan Masyarakat Psikologi Indonesia (HIMAPSI)
Di sekolah sering dihadapkan pada berbagai perasalahan yang berkaitan
dengan siswa, seperti siswa yang bermasalah, bimbingan cara belajar, masalah
kepribadian, masalah penyesuaian diri dan lain sebagainya. Tetapi sangat
mungkin sekolah kekurangan sumber daya yang memiliki kemampuan

Y
untuk membantu siswa yang bermasalah tersebut, karena diperlukan tenaga
ahli tertentu. Untuk itu sangat mungkin suatu sekolah pada masa sekarang
ingin meningkatkan peran guru di samping sebagai pengajar juga sebagai
pembimbing. Untuk meningkatkan kemampuan guru tersebut sekolah

M
dapat bekerja sama dengan asosiasi bimbingan (ABKINS), atau juga dengan
HIMAPSI (Himpunan Masyarakat Psikologi Indonesia).
Dalam kenyataan sehari-hari sering terjadi organisasi masyarakat
melaksanakan kegiatannya justru menggunakan sekolah sebagai sasarannya,

M
seperti pengabdian masyarakat mereka tentang penyuluhan NARKOBA,
hal ini harus dimanfaatkan oleh sekolah sebagai peluang dalam pembinaan
siswa di sekolahnya. Oleh sebab itu, tidak salah kalau sekolah selalu

U
memprogramkan berbagai kegiatan tersebut sebagai upaya meningkatkan
mutu di sekolah (pemahaman mutu disini bukan sekedar nilai UN).

E. Kerja Sama Sekolah dengan Institusi Lainnya

D
1. Institusi Kesehatan
Istitusi kesehatan dalam hal ini Kementerian Kesehatan (tingkat pusat),
Dinas Kesehatan (tingkat provinsi dan kabupaten/kota) serta pusat kesehatan
masyarakat yang ada pada setiap kecamatan adalah institusi yang seharusnya
juga menjalin kerjasama dengan sekolah. Atau sekolah harus menjalin
kerjasama dengan institusi tersebut untuk kepentingan sekolah. Banyak hal
yang dapat dilakukan bersama degan institusi tersebut buntuk kemajuan
sekolah, seperti membantu sekolah dalam membina organisasi kesiswaan
khususnya pembinaan tentang usaha kesehatan sekolah (UKS) yang ada
pada setiap sekolah. Bahkan dokter Puskesmas dapat diminta bantuan untuk
membina siswa dalam melakukan pertolongan pertama pada kecelakaan
(P3K) atau dokter kecil. Di samping itu juga dapat dilakukan kerja sama
pemeriksaan kesehatan siswa secara priodik termasuk kesehatan gigi siswa.
Dengan demikian sekolah dan orangtua murid akan mendapat keuntungan
khusus dari model kemitraan seperti ini.

7 : Model Pelibatan Masyarakat Melalui Komite Sekolah 131


2. Organisasi Olahraga dan Kesenian
Banyak organisasi olahraga yang tumbuh dan berkembang baik tingkat
pusat maupun di tingkat daerah. Organisasi olahraga seperti (SSI, PBSI,
PBVSI dan lain-lain organisasi lainnya), atau organisasi kesenian di daerah
dan pusat (seperti kelompok seni, tari, musik dan lain-lain) sangat strategis
untuk diajak bermitra dengan sekolah. Melalui kemitraan tersebut sekolah

Y
akan mendapatkan keuntungan dalam pembinaan siswa dalam bidang
olahraga sesuai dengan minat dan bakat siswa. Di samping itu organisasi
olahraga dan kesenian juga akan mendapatkan kesempatan untuk mencari
bakat-bakat khusus di kalangan pelajar. Dengan kemitraan yang sinergis dan

M
harmonis sekolah tidak akan kesulitan dalam pembinaan kesiswaan dalam
bidang olahraga maupun keseninan pada saat akan mengikuti berbagai lomba
tingkat pelajar seperti pekan olah raga dan seni daerah untuk pelajar dan
lain-lain di ajang lomba.

M
3. Organisasi Keagamaan
Kurikulum 2013 menegaskan kompetensi peserta didik yang pertama

U
(K1) adalah kompetensi relegius. Kompetensi ini dapat dikembangkan sekolah
secara optimal apabila sekolah memiliki sumber daya tenaga dan sumber daya
sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah cukup. Tetapi disadari selama

D
ini hal tersebut belum dimiliki oleh sekolah, oleh sebab itu, sekolah perlu
bermitra dengan organisasi-organisasi yang juga bergerak dalam keagamaan.
Banyak sekali organisasi keagamaan yang tumbuh dan berkembang di
masyarakat yang tujuannya juga meningkatkan kesadaran dan pengamalan
nilai-nilai agama. Salah satunya adalah remaja masjid misalnya, kelompok
ini sangat intensif melakukan berbagai kegiatan diskusi dan kajian-kajian
tentang keislaman. Apabila kelompok ini dapat didaya gunakan untuk
membantu sekolah, maka sekolah akan mendapat keuntungan dan dukungan
yang besar dalam membentuk kompetensi relegius kepada siswa-siswanya.
Selain itu banyak lagi kelompok-kelompok serupa yang dapat diajak bermitra
dengan sekolah, seperti organisasi masjid, dan organisasi-organisasi lainnya.
Dengan bermitra dengan mereka sekolah juga mendapat keuntungan dapat
menggunakan berbagai sarana keagamaan yang mereka miliki untuk proses
pembelajaran di sekolah.
Semakin banyak kelompok-kelompok keagamaan yang dapat diajak
bermitra semakain baik bagi sekolah, dan semakin banyak keuntungan sekolah

132 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


dan orangtua murid serta masyarakat khususnya pembentukan kompetensi
relegius. Apabila kondisi itu dapat ditumbuh kembangkan, maka sekolah akan
mampu menghasilkan lulusan yang berkualitas dalam kompetensi relegius.

4. Organisasi Kepramukaan
Organisasi kepramukaan telah ada sejak lama dan sudah berpengalaman

Y
dalam pembinaan kepramukaan di Indonesia. Secara nasional ada organisasi
kwarnas sedangkan di daerah ada kwarda. Sementara sekarang kembali
ditumbuh kembangkan dan digalakkan kegiatan kepramukaan di tingkat
sekolah.

M
Sekolah memang memiliki sejumlah guru yang mungkin mampu
membina siswa dalam kegiatan kepramukaan, tetapi disadari mereka memiliki
keterbatasan waktu karena juga disibukkan dengan kegiatan pembelajaran
di kelas. Untuk itu, maka kemitraan dengan organisasi kepramukaan akan

M
membantu sekolah dalam membina kegiatan pramuka di sekolah menjadi
lebih efektif dan efesien.
Banyak nilai-nilai karakter yang dapat dikembangkan melalui kegiatan

U
kepramukaan di sekolah seperti jiwa kepemimpinan, kemandirian, kerjasama,
saling membantu, saling menghargai, kejuangan, rasa nasonalisme dan lain-
lain nilai yang sangat positif bagi anak sebagai bekal kehidupannya pada
saat dewasa. Dengan nilai-nilai seperti itu nampak sangat selaras dengan

D
kompetensi yang diamanatkan oleh Kurikulum 2013 yaitu kompetensi sikap
(K2).

5. Museum dan Tempat Peninggalan Sejarah Lainnya


Banyak hal yang bisa di dapat sekolah apabila sekolah mampu bekerja sama
dengan museum dan berbagai tempat peninggalan sejarah lainnya sebagai
ajang bagi siswa untuk belajar lebih banyak tentang sejarah dan peninggalan
sejarah. Hal ini sangat perlu karena sekolah hampir bisa dipastikan sulit
untuk memenuhi keberadaan museum dan berbagai peninggalan sejarah
sebagai media belajar di sekolah. Dengan kerjasama kemitraan yang harmonis
tersebut sekolah akan dengan mudah memanfaatkan fasilitas yang dimiliki
museum dan peninggalan sejarah untuk kepentingan proses pembelajaran
dan pembentukan karakter peserta didik.

7 : Model Pelibatan Masyarakat Melalui Komite Sekolah 133


Y
M
U M
D
134 manajemen hubungan sekolah dengan
[Halaman masyarakat
ini sengaja dikosongkan]
Y
daf tar pustaka

M
M
Brookover, W.B., & Lezotte,L.W. (1979). Change in school characteristics coincident

U
with changes in student achievement. Washntong, DC: National Institute of
Education.
Brookover, W. B., Beady, C., Flood, P., Schweitzer, J. & Wisenbaker, J. (1979).

D
School social systems and studentachievement schools can make a difference. New
York: Praeger.
Brownwll,. C.L., Gans, L., Maroon T.Z. (1955). Public Relation In Education.
New York: Mc Grow Hill Book Company, Inc.
Danim, S. (2002) Inovasi Pendidikan dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme
Tenaga Kependidikan. Bandung: Pustaka Setia.
Davis, D. (1987). Parent involvement in public school. Opportunities for
Administrator Education and Urban Society. 19. 147-163
Departemen Pendidikan Nasional, (2003). Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas
RI
Departemen Pendidikan Nasional. (2005). Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta:
Depdiknas RI.
DeRoche (1985). How School Administrator Solve Problems. New Jersey: Printice
Hall Inc.

Daftar Pustaka 135


Edmonds, R. (1979). Effective school for the urban poor. Educational
Leadership,40(3), 4-11.
Ekosusilo, M. (2003). Hasil penelitian kualitatif: Sekolah unggul berbasis nilai.
Univet Bantara Press: Sukoharjo.
Epstein, J.L. (1995). School/family/community partnership: caring for the
children we share. Phi delta Kappan, 76, pg 701-712

Y
Epstein, J.L., Sander, M.G., Sheldon, S.B., Siomon, B.S., Salinas, C.S.,
Jansorn, N.R., Voorhis, F.L., Martin, C.S., Thomas, B.G., Greenfeld,
M.D., Hutchins, D.J., Wiliams, K.J. (2009). School, Family, and Community
Partnership: Your Handbook for Action. Third edition. United Kingdom,

M
Singapore, California, New Delhi: Corwin Press A SAGE Company.
Fatah, Nanang.(2003). Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Dewan
Sekolah. Bandung: Bani Quraisy
Frymier. J., Catherine. C, Donmoyer. R., Gansneder. B. M., Jeter. J. T, Klein.

M
M. F, Schwab.M., Alexander.W.M. (1984). One Hundred Good Schools.
Indiana: Kappa Delta Pi
Grave, D. (1986). Corporate culture diagnosis and change: auditing and changing

U
the culture organizations. London: Frances Pinter (Publishers) Limited.
Grant, K.B., dan Ray, Julie, A. (2010). Home, School, and Community collaboration.
Kulturly Responsive Family Involvement.California: Sage Publication, Inc.

D
Gorton, R.A. (1977). Scool Administration. Wm. Mc Grow Company Publisher,
Dubugue, Iowa.
Hargreaves, D. and Hopkins, D. (1993). School Effectiveness, School Improvement
and Development Planning, in Margaret Preedy (ed.) Managing the Effective
School, London: Paul Chapman Publishing.
Heath, S.B., & McLaughlin, M.W. (1987). A child resource policy: Moving
beyond dependence on school and family. Phi Delta Kappan, 68, pg 576-
580.
Henderson, A., & Mapp, K. (2002). A new wave of evidence: The impact of school,
family and community connections on student achievement. Austin, TX: National
center for Family and Community Connections With School.
Hoy, W. K. & Ferguson, J. (1985). A.Theoritical frame work and exploration
of organizational effectiveness in school. Educational Administration
Quarterly, 21, 117-34
Hoy, W. K. & Miskel, C. G. & Tarter, C.J. (2013). Educational administration:
Theory, research, and practice. 9th edition. New York: McGraw-Hill.

136 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


Hoy, W. K. & Tarter, C.J. (2010). Swift and smart decision making: Heuristic
that the work. International Journal of Educational Management, 24, 352-358.
Husen, T. (1988). Masyarakat Belajar. Jakarta: Pusat Antar Universitas
Universitas Terbuka bekerjasama dengan CV. Rajawali Pers.
Kamaruddin. (1995). Dinamika sekolah dan bilik darjah. Kuala Lumpur: Utusan
Publications & distribution Sdn Bhd.

Y
Karl, L. (2001). School, achievement and inequality: A seasonal Perspektif.
Educational evaluation and Policy Analysis Summer 2001, vol. 23, no 2 pg
171-191
Kumars, D. (1989). Sistem Pendidikan Dasar dan Menengah dan Pendidikan Tinggi

M
suatu Perbandingan di Beberapa Negara. Jakarta: Depdikbud, Dikti, P2LPTK.
Maraope, P.T.M. (1996). The impact of educational policy reform on the distribution of
educational outcome in developing countries: the Case of Botswana. University
of Botswana, IJED vol. 16 nomor 2.

M
Mohd Nor, M.Y., Sufean, H. (2013). Demokrasi Pendidikan Dilema sekolah kecil
dan sekolah berpusat. Malaysia: University Malaya.
Mortimore P. (1995). Key characteristics of effective schools. Kertas Kerja Seminar

U
Sekolah Efektif Kementerian Pendidikan Malaysia 13-14 Julai 1995 di
Institut Aminuddin Baki, Kementerian Pendidikan Malaysia Sri Layang,
Genting Highland, Pahang.

D
Navizond, C. (2007). Profil budaya organisasi. Bandung: Alfabito.
Owens, R. G. (1987). Organizational behavior in education, Publisher: Prentice
Hall.
Pidarta, M. (1988). Manajemen Pendidikan Indonesia. Edisi Pertama, Jakarta:
Bina Aksara.
Plowdwn, R. (1967). Children and their primary school.(vol 2). Report of central
advisory council for education in England. London: HMSO.
Purcell-Gate, V. (1996). Stories, coupons, and the TV guide: relationships
between home literacy experience and emergent literacy knowledge.
Reading Research Quartely, 31, 406-428.
Robbins, S.P. (2001). Organiztion behavior: Concept, controversies and aplications.
London: Printice Hall International, Inc.
Robbins, P. & Alvy, H. (2010). The new principal’s fieldbook: Strategies for succes.
ASCD: Alexanderia, Virginia USA.

Daftar Pustaka 137


Roem, T., Mansour Fakih., Toto Rahardja (Penyunting). (2000). Merubah
Kebijakan Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Rosady Ruslan, (2002). Manajemen Humas dan Komunikasi: Konsepsi dan Aplikasi.
Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
Rowan, B., Bossert, S.T., & Dwyer, D.C. (1983). Research on effective schools:
a cautionary note. Educational Research, 12. 24-31

Y
Safitri, D.G.A., Rasyad, A., Prawoto. (2013). Partisipasi orangtua dalam
aktivitas pembelajaran anak usia dini. Ilmu Pendidikan Jurnak Kajian Teori
dan Praktik Kependidikan. Malang: FIP Universitas Nageri Malang.
Sander, M.G. (2005). Building school-community partnerships: Collaboration for

M
student success. Thousand Oaks, CA: Corwin Press.
Sanders, M.G., & Harve, A. (2002). Beyond te school walls: a case study
principals leadership for school community collaboration. Teachers College
Reecord, 104. Pg 1345-1368.

M
Sergiovanni, T. (1987). The theoretical basis for cultural leadership. Dalam
L. Sheive & M. Schoenheit (Eds.), Leadership: Examining the elusive (pp.
16-29). Alexandria, VA: Association for Supervision and Curriculum

U
Development.
Siswanto, Bambang. (1992). Humas, Teori dan Praktik. Jakarta: Bina Aksara
Slamet, PH (2000) Kepala Sekolah Yang tangguh, Dalam jurnal Pendidikan dan

D
Kebudayaan. Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Departemen
Pendidikan Nasional.
Soleh Soemirat, Elvinaro Ardianto. (2002). Dasar-dasar Public Relations.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Stewart L.Tubbs., Sylvia Moss. (terjemahan). (2000). Human Communication.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Stoner, (1995). Management, 5th edition. London: Printice hall.
Stoops, E. Johnson,R.E. (1967). Elementary school administration: a guide for the
practitioner. USA: Allyn and Bacon, Inc.
Sukardi, (2001) Budaya Mutu dan Prospek Penerapannya Dalam Lembaga
Pendidikan, Dalam Dinamika Pendidikan Nomor 2/Th.VIII November
2001: Yogjakarta: FIP UNY.
Suriansyah, Ahmad. (1987). Mutu Pendidikan di SLTP Kalsel “Analisis
Partisipasi Orangtua Murid dalam Pendidikan. Banjarmasin: FKIP Unlam

138 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat


Suriansyah, A. (2001). Hubungan Sekolah Dengan Masyarakat. Proyek
Peningkatan Mutu SLTP (JSE). Banjarmasin: Dinas Pendidikan Provinsi
Kalimantan Selatan.
Toffler, A., & Toffler, H. (1995). Getting set for coming millennium. Futurist.
29. Pg 10-15.
Turner, E.A., Chandler, M., Heffer, R.W. (2009). The influence of parenting

Y
styles, achievement motivation, and self-aficacy on academic performance
in college student. Project Muse to day’s research tomorrow’s inspiration. John
Hopkins University Press.
Usman, H. (2008). Manajemen, Teori, Praktek dan Riset Pendidikan. Jakarta:

M
Bumi Aksara.

U M
D
Daftar Pustaka 139
Y
M
U M
D
140 manajemen hubungan sekolah dengan
[Halaman masyarakat
ini sengaja dikosongkan]
Y
tentang penulis

M
U M Drs. Ahmad Suriansyah, M.Pd., Ph.D.,
memperoleh gelar Ph.D. bidang manajemen
pendidikan di Universitas Utara Malaysia pada tahun
2010, gelar Magister dalam bidang manajemen

D
pendidikan diperoleh di Universitas Negeri Malang
(dh. IKIP Malang), sedangkan gelar Drs. diperoleh
di Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin
tahun 1985. Berbagai jabatan yang pernah dipegang
oleh yang bersangkutan adalah: sekretaris jurusan
dan ketua jurusan Ilmu Pendidikan FKIP Unlam,
Pembantu Dekan I FKIP Unlam, Pembantu Rektor I Universitas Lambung
Mangkurat Banjarmasin. Buku ini adalah buku keempat yang dihasilkan
penulis dalam dua tahun terakhir. Pada saat ini penulis sedang aktif sebagai
Ketua Badan Akreditasi Sekolah/Madrasah Provinsi Kalimantan Selatan,
Ketua Program Magister Manajemen Pendidikan Unlam Banjarmasin, anggota
Dewan Penasehat Lembaga Pedidikan Islam Sabilal Muhtadin Banjarmasin. Di
samping itu penulis juga aktif menulis dalam majalah pendidikan di Kalsel,
jurnal ilmiah nasional dan internasional, konsultan pendidikan dan sebagai
narasumber seminar nasional.

Daftar Pustaka 141


Y
M
U M
D
142 manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat

Anda mungkin juga menyukai