Anda di halaman 1dari 28

PENTINGNYA PENERAPAN BUDAYA PESANTREN TERHADAP

PERILAKU SOPAN SANTUN SANTRI

Artikel ini dibuat guna memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Penulisan
Karya Ilmiah
Dosen Pembimbing : Siti Masyitoh, M.Ag.

Disusun Oleh :
JULIA RESTIANI RAHAYU
16.AQ.1327

FAKULTAS TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL-KARIMIYAH
Jln. H. Maksum No.23 Sawangan Baru - Depok
2021
PENTINGNYA PENERAPAN BUDAYA PESANTREN TERHADAP
PERILAKU SOPAN SANTUN SANTRI

Disusun Oleh : Julia Restiani Rahayu

Fakultas Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Karimiyah

ABSTRAK

Penerapan budaya dalam membentuk karakter santri adalah tugas penting bagi
pesantren dalam mendidik dan membina generasi muda menjadi generasi penerus
yang memiliki karakter, kepribadian yang terpuji. Karena penanaman moral di
pesantren terbukti mampu mempertahankan anak bangsa dari erosi akhlak.
Pertanyaannya adalah bagaimana peran dan penerapan budaya pesantren dalam
membentuk karakter santri dan juga faktor yang menjadi pendukung dan
penghambat penerapan budaya pesantren dalam membentuk perilaku sopan
santun santri di pesantren. Penerapan yang dilakukan yaitu dengan membiasakan
santri untuk berperilaku sopan santun terhadap diri sendiri maupun lingkungan
sehingga terwujud visi misi di pesantren dalam menumbuhkan peserta didik yang
unggul dan islami.

Kata Kunci : Budaya Pesantren, Perilaku, Sopan Santun Santri

ABSTRACT

The application of culture in shaping the character of students is an important task


for Islamic boarding school in educating and fostering the younger generation to
become the next generation who have commendable character and personality.
Because the cultivation of morals in Islamic boarding school is proven to be able
to defend the nation's children from moral erosion. The question is how the role
and application of Islamic boarding school culture in shaping the character of the
students and also the factors that support and inhibit the implementation of
Islamic boarding school culture in shaping the polite behavior of the students in
the Islamic boarding school. The implementation is done by familiarizing the
students to behave politely towards themselves and the environment so that the
vision and mission of the Islamic boarding school can be realized in fostering
superior and Islamic students.

Keywords: Islamic Boarding School Culture, Behavior, Politeness Santri

1
PENDAHULUAN
Adanya pergeseran dari pesantren tradisional menuju pesantren modern
berdampak pada perubahan yang cukup signifikan seperti etika dan tata krama
santri terhadap kyai kini tidak lagi lazim seperti dulu, pergeseran ini sedikit
banyak telah membawa perubahan hubungan antara santri dan kyai dimana jika
pada awalnya hubungan tersebut diwarnai hubungan emosional yang sangat dekat
maka berubah menjadi hubungan yang lebih formal. Akibat dari pergeseran
tersebut maka berpengaruh kepada sikap santri misalkan seperti berubahnya sikap
hormat santri kepada kyai, apabila ada kyai berpapasan mereka hanya diam dan
setelah kyai lewat mereka melanjutkan aktivitasnya, apabila disuruh oleh kyai
atau oleh keluarga kyai para santri males-malesan atau ada yang enggan untuk
pergi, apabila hendak pulang ke rumah jarang yang meminta ijin terlebih dahulu
kepada kyai, apabila ada acara para pengurus lebih dulu meminta ijin kepada
dewan santri baru kepada kyai, berpakaian tetapi tidak menjaga aurat, masih ada
saja santri yang berkata kasar. Hal tersebut dikarenakan semakin berkurangnya
pertemuan antara santri dan kyai karena fungsi pengajar tidak sepenuhnya oleh
kyai tetapi ada juga tenaga pengajar pengurus pondok yang sudah senior.
Dalam kehidupan bermasyarakat, berperilaku sesuai dengan norma kesopanan
atau norma sopan santun sangatlah penting, karena sopan santun merupakan
peraturan sosial yang berlaku dalam masyarakat yang bertujuan untuk
mengarahkan perilaku individu agar dapat dihargai dan diterima keberadaannya
oleh masyarakat. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2017) menyatakan
bahwa sopan santun merupakan peraturan sosial yang mengarahkan manusia ke
hal-hal yang berkenaan dengan cara bertingkah laku wajar dalam kehidupan
bermasyarakat supaya hubungannya dengan masyarakat berlangsung dengan tertib
dan sesuai dengan apa yang diharapkan. 1 Dalam lingkungan pesantren, kedudukan
akhlak merupakan hal yang sangat penting dan utama bagi kehidupan
bermasyarakat. Berperilaku sopan santun adalah bagian dari akhlak yang mulia.
Dalam sejarah perkembangan pendidikan di Indonesia, pendidikan pesantren
memiliki andil besar dalam mendidik generasi bangsa khususnya dalam bidang

1
Kemendikbud, D. G. dan T. K. (2017). Modul Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Mata
Peelajaran Antropologi SMA. 1, 157.

2
ilmu keagamaan dan akhlak mulia. Dengan tradisi pendidikan yang khas tersebut,
pesantren menjadi salah satu lembaga pendidikan yang mampu melahirkan output
yang memiliki karakter dan akhlak mulia yang siap menghadapi segala tantangan
dan persoalan kehidupan. Tradisi pesantren telah mampu memadukan moralitas
dalam sistem pendidikan (Arifin, 2014).2
Menurut Mulyasa (2013) Keteladanan guru merupakan suatu bentuk sikap
keteladanan yang dilakukan oleh guru yang sangat besar pengaruhnya terhadap
pertumbuhan dan perkembangan pribadi para peserta didik. Keteladanan memiliki
peran dan fungsi yang sangat penting dalam membentuk kepribadian anak, guna
menyiapkan dan mengembangakan Sumber Daya Manusia (SDM), serta
menyejahterakan masyarakat, kemajuan negara, dan bangsa pada umumnya. 3
Menurut Lilik (2017) beberapa gambaran keteladanan karakter guru-guru dalam
menciptakan budaya sekolah yang berkarakter, antara lain: kereligiusan,
kejujuran, kecerdasan, kedemokratisan, kepedulian, kemandirian, kedisiplinan,
kesantunan, tanggung jawab, nasionalis, percaya diri, rasa ingin tahu dan jiwa
wirausaha.4
Berdasarkan uraian di atas penulis beranggapan bahwa hal tersebut memiliki
persamaan dengan pola pendidikan yang diterapkan dalam pesantren yaitu
penerapan budaya pesantren yang diterapkan oleh kyai beserta pengurus pondok
pensantren untuk mendidik santri dengan sistem pendidikan yang telah diterapkan
oleh jajaran pengurus dan pengasuh pondok pesantren agar membentuk karakter
kepribadian serta perilaku santri untuk menjadi pribadi yang cerdas, mempunyai
kemampuan intelektual dan spiritual yang tinggi serta moralitas yang baik.
Dengan demikian budaya pesantren yang di dalamnya terkandung nilai-nilai dapat
mewujudkan pribadi santri dalam kebiasaan-kebiasaan yang akan mendorong
terbentuknya perilaku Islami santri dalam kehidupan sehari-harinya.

2
Arifin, Z. (2014). Budaya Pesantren Dalam Membangun Karakter Santri. Al Qodiri : Jurnal
Pendidikan, Sosial Dan Keagamaan, 6(1), 1-22.
3
Mulyasa. 2013. Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarta: Bumi Aksara. Hlm. 169
4
Lilliek Suryani. 2017. Upaya Meningkatkan Sopan Santun Berbicara dengan Teman Sebaya
Melalui Bimbingan Kelompok. Karangjati. Hlm. 116

3
PEMBAHASAN
Budaya Pesantren
Budaya berasal dari bahasa sansekerta “budhaya” sebagai bentuk jamak dari kata
dasar “budhi” yang artinya akal atau segala sesuatu yang berkaitan dengan akal
pikiran, nilai-nilai dan sikap mental. Sedangkan menurut M. Arifin yang dikutip
oleh Rani Yusniar dalam Penerapan Budaya Pesantren Dalam Membangun
Karakter Santri mengartikan bahwa pesantren merupakan suatu lembaga
pendidikan yang berbasis Islam yang tumbuh dan berkembang serta diakui oleh
masyarakat sekitar, dengan sisitem asrama dimana santri menerima pendidikan
agama melalui sistem pengajian atau, madrasah yang sepenuhnya berada dibawah
kedaulatan seorang kiyai dengan ciri yang khas dan bersifat karismatik serta
imdependen dalam segala hal.5
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa budaya pesantren adalah
suatu adat kebiasaan dalam pondok pesantren yang diajarkan dari generasi ke
generasi sesuai dengan visi dan misi pondok pesantren. Dengan budaya pesantren
diharapkan dapat melahirkan sistem nilai dan norma yang dibiasakan dan
dikembangkan di dalam pesantren. Pada pembiasaan dan pengembangan budaya
pesantren tradisional bertumpu pada figur seorang kyai sedangkan pada pesantren
modern bertumpu pada pengelolaan pengurus. Budaya pesantren ini, bertujuan
untuk membentuk karakter santri sesuai dengan syariat Islam. Hal demikian,
dilakukan untuk mempersiapkan santri agar mempunyai kemampuan dan
kematangan kepribadian yang baik dan unggul saat mengabdi menjadi pendidik
bagi masyarakat.

Unsur-Unsur Penting Pesantren


Adapun yang menjadi ciri dan sekaligus menunjukkan unsur-unsur pokoknya,
sehingga membedakan dengan lembaga pendidikan lainnya, yaitu:
1. Pondok
Pondok merupakan tempat tinggal kyai bersama para santri. Pada awal
perkembangannya, pondok tersebut bukanlah semata-mata dimaksud sebagai

5
Yusniar, Rani. Penerapan Budaya Pesantren Dalam Membangun Karakter Santri Di Perguruan
Dinniyah Putri Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran . Diss. UIN Raden Intan
Lampung, 2018. Hlm. 21

4
tempat tinggal atau asrama para santri, untuk mengikuti dengan baik pelajaran
yang diberikan oleh kyai, tetapi juga sebagai tempat berlatih bagi para santri yang
bersangkutan agar mampu hidup mandiri dalam masyarakat. Tetapi dalam
perkembanganya terutama pada masa sekarang, tampaknya lebih menonjol
fungsinya sebagai tempat pemondokan atau asrama, dan setiap santri dikenakan
semacam sewa atau iuran untuk pemeliharaan pesantren. Asrama atau pondok
para santri merupakan ciri khas tradisi pesantren yang membedakannya dengan
sistem pendidikan tradisional di masjid-masjid yang berkembang dikebanyakan
wilayah Islam di negara-negara lain.
2. Masjid
Masjid merupakan unsur kedua dari pesantren, disamping berfungsi sebagai
tempat ibadah dan shalat berjamaah setiap waktu shalat, juga berfungsi sebagai
tempat belajar mengajar. Sejak zaman Rasulullah Saw masjid telah menjadi pusat
pendidikan islam. Dimanapun kaum muslimin berada selalu menggunakan masjid
sebagai tempat pertemuan, pusat pendidikan, aktifitas administrasi dan kultural.
Dalam perkembangannya, sesuai dengan perkembangan jumlah santri dan
tingkatan pelajaran, dibangun tempat atau ruang-ruang khusus atau khalaqah
khalaqah. Perkembangan terakhir menunjukkan adanya ruangan-ruangan yang
berupa kelas-kelas, sebagaimana yang terdapat pada madrasah-madrasah. Akan
tetapi masjid masih digunakan karena masjid merupakan tempat ibadah, tempat
pendidikan, dan tempat kegiatan-kegiatan sosial lainnya, sehingga dari masjid
lahir insan-insan muslim yang berkualitas dan masyarakat yang sejahtera. Dari
masjid diharapkan pula tumbuh kehidupan khaira ummatin, predikat mulia yang
diberikan Allah Swt kepada umat Islam, sebagai firman Allah Swt:
”Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang ma’ruf mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah”. (Qs: Ali-
Imran: 110).6
Pencapaian predikat khaira ummatin menurut usaha yang sungguh-sungguh dalam
membimbing dan membina umat agar terus meningkatkan iman dan takqwanya,
bertambah ilmu dan amalnya, makin kokoh ukhuwah islamiyah, makin baik
tingkat kesejahteraannya, dan makin luhur akhlaknya.

6
Al-Qur’an dan Terjemah, (Jakarta: Almahira, 2016)

5
3. Santri
Menurut nurholis Majid dalam Bilik-bilik Pesantren, menunjukkan bahwa paling
tidak ada dua pendapat yang menjadi acuan mengenai asal usul kata santri. Yang
pertama, bahwa santri itu berasal dari bahasa sansekerta yang berarti melek huruf,
melek kitab atau melek agama. Yang kedua, Bahwa kata santri atau
penyebutannya sebenarnya berasal dari bahasa jawa, yaitu cantrik yang artinya
seseorang yang selalu mengikuti kemana gurunya pergi. (Mulkan, 2003)7

Definisi diatas menunjukkan bahwa pengertian santri adalah seseorang yang patuh
dan taat kepada gurunya, bahkan mau melayani atau mengabdi diri kepada guru
atau kyainya. Santri merupakan unsur dari suatu pesantren, biasanya terdiri dari
dua kelompok, yaitu:
1. Santri mukim, ialah santri yang berasal dari daerah yang jauh dan menetap
dalam pondok pesantren.
2. Santri Kalong, yaitu santri-santri yang berasal dari daerah-daerah sekitar
pesantren dan biasanya mereka tidak menetap dalam pesantren.

Mereka pulang kerumah masing-masing setiap selesai mengikuti suatu pelajaran


dipesantren. Dari masa ke masa fungsi pesantren berjalan secara dinamis, berubah
dan berkembang mengikuti dinamika sosial masyarakat global. Pada awalnya
lembaga tradisional ini mengembangkan fungsi sebagai lembaga sosial dan
penyiaran agama. Menurut Azyumardi Azra dalam (Masyhud, 2003) ada tiga
fungsi pesantren, yaitu:
1. Transmisi dan transfer ilmu- ilmu Islam.
2. Pemeliharaan tradisi Islam.
8
3. Reproduksi Ulama.
Sebagai lembaga pendidikan, pesantren menyelenggarakan pendidikan formal
berupa sekolah umum maupun agama. Akan tetapi pesantren juga
menyelenggarakan pendidikan non formal berupa madrasah dan hanya
mengajarkan tentang ilmu keagamaan. Dengan begitu pesantren telah

7
Abdul Munir Mulkan, Menggagas Pesantren Masa Depan, (Jakarta: Qirtas: 2003), h. 250
8
Sulton Masyhud, Manajemen Pondok Pesantren, Jakarta: Diva Pustaka, 2003 , h. 90

6
mengembangkan fungsinya sebagai lembaga pendidikan dan memberikan
pelayanan yang sama tanpa membeda-bedakan tingkat perekonomian masyarakat.

Peran antara Kyai dan Santri di Pesantren


Pola tradisionalisme merupakan dasar budaya pesantren yang menjadikan
keunikan tersendiri bagi pesantren. Penerapan Pendidikan yang tradisional di
pesantren merupakan basis niali-nilai, keyakinan, dan budaya, yang dapat
dijadikan dasar dalam membangun karakter dengan budaya yang ada di pesantren.
Hubungan yang akrab dapat mendorong keterlibatan emosional kiyai dan santri
untuk mengembangkan pesantren bersama-sama, apalagi didukung dengan sikap
tunduk dan patuh seorang santri pada kyainya. Sikap inilah yang akan mendukung
keberhasilan kepemimpinan seorang kyai di pesantren. Dalam kepemimpinan
seorang kyai di pesantren, memiliki titik kelemahan dan kelebihan.
Kelemahannya, kyai merupakan sosok yang dipandang tinggi di pesantren dan
lebih dari itu kyai merupakan faktor determinan terhadap suksesnya santri dalam
mencari pengetahuan. Dalam bidang pendidikan di pesantren, peranan kyai dalam
mengambil kebijakan juga menjadi pembelajaran di pesantren, kurikulum yang
padat, bahkan ada juga pesantren yang sama sekali tidak menetapkan sistem
kurikulum. Sisi positif dari lembaga pendidikan pesantren adalah walaupun
dipimpin oleh seorang kyai, akan tetapi pola kebiasaan yang mendalami
kebersahabatan dengan budaya lokal telah berhasil memperkuat bangsa. Nilai
inilah yang menjadi keunikan dalam kepemimpinan di dunia pesantren. Kyai
sebagai publik figur bagi santrinya yang harus diikuti, di sisi lain kyai mampu
mempersatukan keberagaman budaya santrinya, berkembangnya iklim dan tradisi
tolong menolong dan suasana persaudaraan antara kiyai dan santrinya.

Tugas Santri di Pesantren


Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang saling
berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu dengan
lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut.
Kelompok ini misalkan keluarga, kelompok pemecahan masalah, atau suatu
komite yang tengah berapat untuk mengambil keputusan. Dalam sebuah pesantren

7
biasanya terdapat kelompok-kelompok yang dibuat dengan sengaja, berdasarkan
perintah kyai misalkan kelompok dalam organisasi santri atau kelompok-
kelompok belajar, dan ada pula kelompok yang terjadi dengan sendirinya secara
alamiyah yang mungkin terbawa jiwa kedaerahan atau karena kesamaan dalam
ruang belajar atau kelas. Kelompok ini adalah kelompok dikalangan santri.
Kemudian ada lagi kelompok lain yang bersifat sebagai mitra dan penanggung
jawab keberlangsungan pesantren seperti kelompok yayasan, komite sekolah
untuk pesantren yang memiliki sekolah formal dan kelompok wali santri. Dengan
adanya kelompok maka kemungkinan munculnya konflik akan sering terjadi, hal
yang sering muncul dipermukaan biasanya adalah perbedaan pendapat dari pihak
yayasan dan tidak merangkap sebagai kyai atau pimpinan pondok pesantren yang
kadang berakibat cukup fatal. Ada juga konflik yang sering terjadi dalam
organisasi santri, dimana biasanya para pengurus organisasi merasa memiliki
wewenang karena mendapatkan perintah dari kyai untuk menjadi kepercayaannya,
sehingga bertindak terlalu keras dalam memberikan hukuman bagi santri junior
yang melanggar. Hal ini pula yang terkadang menyebabkan santri merasa tidak
betah dan muncul sikap antipasi terhadap pesantren. Konfil-konflik semacam itu
tentu saja berakibat kurang menguntungkan bagi keberlangsungan pesantren,
maka ketegasan dan kebijakaan seorang kyai menjadi faktor penentu untuk dapat
meredam munculnya konfilk.

Model Pembelajaran di Pesantren


Model pembelajaran adalah kerangka perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran
yang memiliki nama, ciri, urutan logis, pengaturan, dan budaya. Dalam model
pembelajaran terkandung pendekatan, strategi, metode, teknik, dan evaluasi.
Model pembelajaran di pesantren adalah:
1. Sorongan, Sorongan berasal dari kata sorong (Bahasa Jawa) yang berarti
menyodorkan, sebab setiapp santri menyodorkan kitabnya dihadapan kyai
ataupun pembantunya (asisten kyai) sistem sorongan ini termasuk belajar
secara individual, dimana seorang santri berhadapan seorang guru dan terjadi
interaksi saling mengenal antara keduanya.

8
2. Wetongan atau bandungan, istilah weton ini berasal dari kata wektu (bahas
jawa) yang berarti waktu, sebab pengajian tersebut diberikan pada waktu-
waktu tertentu, sebelum dan atau sesudah melakukan shalat fardhu. Metode
weton ini merupakan metode belajar, dimana para santri mengikuti pelajaran
dengan duduk di sekeliling kyai yang menerangkan dan santri menyimak kitab
masing- masing dan membuat catatan padanya.
3. Hafalan atau tahfiizh. Hafalan, metode yang diterapkan di pesantren-pesantren
umumnya dipakai untuk menghaalkan kitab-kitab tertentu, semisal Alfiyah
Ibnu Malik atau juga sering juga dipakai menghafal Al Qur‟an, baik surat-surat
pendek maupun secara keseluruhan.
4. Hiwar atau Musyawarah, hampir sama dengan metode diskusi yang umumnya
kita kenal selama ini. Bedanya metode hiwar ini dilaksanakan dalam ruang
pendalaman atau pengayaan materi yang sudah ada santri. Yang menjadi ciri
khas dari hiwar ini, santri dan guru biasanya terlibat dalam sebuah forum
perdebatan untuk memecahkan masalah yang ada dalam kitab-kitab
5. Ceramah, yaitu sistem pengajian dimana guru menjelaskan sesuatu yang
berkenaan dengan masalah-masalah agama, kemudian dilanjutkan dengan
tanya jawab.
6. Sistem menulis yang merupakan pengembangan dari sorongan dimana guru
menulis, dicatat oleh murid ditunjuk untuk membacanya secara bergantian.
7. Muhawarah atau Muhadatsah, merupakan latihan bercakap-cakap dengan
menggunakan bahasa asing yaitu bahasa arab dan bahasa Inggris. Aktivitas ini
biasanya diwajibkan oleh pesantren kepada santrinya selama mereka tinggal
dipesantren. Baik percakapan antara santri, santri dengan ustadzahnya,
kyainya, sesuai dengan waktu dan jadwal yang ditentukan untuk menggunakan
bahasa arab atau inggris. (Galba, 1995)9

Perilaku Sopan Santun


Adapun definisi perilaku sopan santun sebagai berikut:
Menurut (Widiasworo, 2017) Perilaku sopan santun merupakan bentuk karakter
yang seharusnya ditanamkan sejak dini. Pembentukan karakter tersebut tidak

9
Sindu galba, Pesantren Sebagai Wadah Komunikasi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), h lm. 57

9
hanya dilakukan di sekolah, namun yang terpenting justru di lingkungan keluarga.
Keluarga menjadi lingkungan yang pertama dikenal oleh peserta didik ketika
mereka berada di lingkungan keluarga. (Widiasworo, 2017)10
Sopan santun merupakan perwujudan budi pekerti luhur yang diperoleh melalui
pengalaman, pendidikan, dan teladan dari orang tua, guru, para pemuka agama,
serta tokoh-tokoh masyarakat. Sopan santun merupakan tata krama dalam
kehidupan sehari-hari sebagai cerminan kepribadian dan budi pekerti luhur yang
di dalam Islam lebih dikenal dengan konsep akhlak. (Marzuki, 2009)11
Sopan santun juga merupakan cerminan akhlak yang dapat dicapai melalui proses
pembelajaran anak di sekolah. Transfer pengetahuan yang diukur dengan nilai
belum mampu membentuk pribadi yang berakhlak mulia. Sopan santun justru
bergantung pada bagaimana proses pembinaan akhlak anak. Akhlak selalu
melekat dan tampak dalam bentuk perbuatan. (Mu'niah, 2011)12
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku sopan santun adalah
suatu bentuk karakter berbudi luhur yang diperoleh melalui pengalaman,
pendidikan, dan teladan dari orang tua, guru, para pemuka agama, serta tokoh-
tokoh masyarakat. Perilaku tersebut nantinya yang dapat menentukan bahwa
seseorang dapat berlaku sopan santun atau tidak di kehidupan masyarakat.

Macam-macam Perilaku Sopan Santun


Peserta didik di sekolah maupun di pesantren dalam berperilaku sopan santun,
sebagai berikut :
1. Perilaku Sopan Santun Berbicara
Menurut (Suryani, 2017) perilaku sopan santun berbicara pada siswa yang
harus diterapkan antara lain: berbicara tidak lantang atau keras, tidak berkata
kotor, tidak menyela pembicaraan, bersikap baik pada saat berbicara dengan
teman, penggunaan bahasa yang baik dan benar. 13

10
Erwin Widiasworo. 2017. Masalah-Masalah Peserta Didik dalam Kelas dan Solusinya.
Yogyakarta: Araska, hlm. 59
11
Marzuki, (2009), Prinsip dasar akhlak mulia pengantar studi konsep-konsep dasar etika dalam
Islam,Yogyakarta, Debut Wahana Press
12
Mu’niah (2011), Materi pendidikan agama islam untuk perguruan tinggi, Yogya -karta, Ar-Ruzz
Media.
13
Suryani, Lilliek, 2017. Upaya Meningkatkan Sopan Santun Berbicara dengan Teman Sebaya
Melalui Bimbingan Kelompok, Karangjati, hlm. 119

10
2. Perilaku Sopan Santun Berpakaian
Menurut (O, Adelina, & Yunisca, 2017) perilaku sopan santun berpakaian
antara lain: memakai seragam bersih dan rapi, kancing baju jangan sampai ada
yang lepas, berpakaian tidak trendy, rok bagi putri tidak terlalu tinggi, kemeja
tidak dikeluarkan ataupun menutup ketimang/ikat pinggang. 14
3. Perilaku Sopan Santun Berperilaku
Perilaku sopan santun berperilaku antara lain: menghormati orang yang lebih
tua, menerima sesuatu selalu dengan tangan kanan, tidak meludah di
sembarang tempat, hal ini menurut Diren dkk (2017).15

METODOLOGI
Beberapa penelitian yang telah dilakukan terkait dengan penerapan budaya
pesantren terhadap perilaku sopan santun santri diantaranya, yaitu dalam
penelitiannya Rani Yusniar yang berjudul “Penerapan Budaya Pesantren Dalam
Membangun Karakter Santri Di Perguruan Dinniyah Putri Kecamatan Gedong
Tataan Kabupaten Pesawaran” dengan metode penelitian deskriptif kualitatif.
Populasi dalam penelitian ini adalah pimpinan pesantren 1 orang, Ustad dan
ustazah pengajar berjumlah 57 orang, santri binaan berjumlah 330 orang yang
terdiri dari kelas 1, dan tidak terbagi atas putra karena pesantren ini hanya
mengkhususkan bagi santriwati berjumlah 146 orang, kelas 2 berjumlah 103,
kelas 3 berjumlah 81. Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 387 orang.
Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik non random
sampling yaitu pemberian peluang sebagian populasi untuk di tentukan menjadi
anggota sampel. Jenis non random sampling yang digunakan adalah purposive
sampling yaitu teknik yang berdasarkan pada ciri-ciri atau sifat-sifat yang ada
dalam populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Penelitian ini menggunakan

14
Diren dkk. 2017. Persepsi guru tentang Menueurnya Adab Sopan Santun Siswa Kepada Guru di
SMP PGRI Bandar Lampung. Jurnal Pendidikan dan Keguruan Universitas Bandar Lampung No. 25
Vol. 13, Hlm 150-165.
15
Ibid.

11
tekhnik pengumpulan data observasi sebagai metode utama, metode interview dan
metode dokumentasi sebagai metode penunjang. (Yusniar, 2018)16
Sedangkan pada penelitian Fery Afriyanto dan Hera Heru SS yang berjudul
“Hubungan Antara Keteladanan Guru Bk Dengan Perilaku Sopan Santun Siswa
Kelas Viii D Smp Negeri 1 Colomadu Tahun Pelajaran 2018/2019” dengan
Teknik analisis data korelasi product moment. Populasi dalam penelitian ini
adalah siswa Kelas VIII D SMP Negeri 1 Colomadu Tahun Pelajaran 2018/2019
yang berjumlah 31 siswa. Dari jumlah anggota populasi tersebut 31 siswa
digunakan sebagai sampel penelitian secara keseluruhan karena teknik yang
digunakan peneliti adalah sampling jenuh. Teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini menggunakan angket, dokumentasi dan observasi.

HASIL TEMUAN
Berdasarkan metodologi penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam
penerapan budaya pesantren terhadap perilaku sopan santun santri dapat dilakukan
dengan metode yang digunakan dalam penelitian adalah deskriptif korelasional
dengan pendekatan cross sectional. Dalam menentukan sampel penelitian dapat
menggunakan teknik non random sampling. Kemudian teknik pengumpulan data
yaitu observasi sebagai metode utama, metode interview dan metode dokumentasi
sebagai metode penunjang.
Dengan adanya penerapan budaya pesantren terhadap perilaku sopan santun santri
diharapkan peserta didik atau santri dapat menjadi manusia muslim yang beriman
dan bertaqwa kepada Allah Swt, berakhlak mulia baik dalam kehidupan
bermasyarakat dan sebagai warga negara. Pengurus santri dan kyai dapat
meningkatkan dalam membangun karakter santri yang baik, cerdas, berakhlakul
karimah.

16
Yusniar, Rani. Penerapan Budaya Pesantren Dalam Membangun Karakter Santri Di Perguruan
Dinniyah Putri Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran. Diss. UIN Rad en Intan
Lampung, 2018. Hlm. 19

12
KESIMPULAN
Berdasarkan dari pembahasan yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan
bahwa:
Budaya pesantren adalah suatu adat kebiasaan dalam pondok pesantren yang
diajarkan dari generasi ke generasi sesuai dengan visi dan misi pondok pesantren.
Dalam pondok pesantren dinutuhkan keteladanan guru yang merupakan suatu
bentuk sikap oleh guru yang sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan
perkembangan pribadi para peserta didik. Keteladanan memiliki peran dan fungsi
yang sangat penting dalam membentuk kepribadian anak, guna menyiapkan dan
mengembangakan Sumber Daya Manusia (SDM), serta menyejahterakan
masyarakat, kemajuan negara, dan bangsa pada umumnya.
Perilaku sopan santun merupakan bentuk karakter yang seharusnya ditanamkan
sejak dini. Pembentukan karakter tersebut tidak hanya dilakukan di sekolah,
namun yang terpenting justru di lingkungan keluarga. Keluarga menjadi
lingkungan yang pertama dikenal oleh peserta didik ketika mereka berada di
lingkungan keluarga.
Dengan demikian adanya penerapan budaya pesantren yang diterapkan oleh kiai
beserta pengurus pondok pensantren untuk mendidik santri dengan sistem
pendidikan yang telah diterapkan oleh jajaran pengurus dan pengasuh pondok
pesantren diharapkan dapat membentuk karakter kepribadian serta perilaku
peserta didik untuk menjadi pribadi yang cerdas, mempunyai kemampuan
intelektual dan spiritual yang tinggi serta moralitas yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Z. (2014). Budaya Pesantren Dalam Membangun Karakter Santri. Al


Qodiri : Jurnal Pendidikan, Sosial Dan Keagamaan, 6(1), 1-22.

Depag. (2016). Al-Qur'an dan Terjemahannya. Jakarta: Almahira.

Galba, S. (1995). Pesantren sebagai wadah komunikasi. Jakarta: Rineka Cipta.

Marzuki. (2009). Prinsip dasar akhlak mulia pengantar studi konsep-konsep


dasar etika dalam Islam. Yogyakarta: Debut Wahana Press.

13
Masyhud, S. (2003). Manajemen Pondok Pesantren. Jakarta: Diva Pustaka.

Mulkan, A. M. (2003). Menggagas Pesantren Massa Depan. Jakarta: Qirtas.

Mu'niah. (2011). Materi Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi.


Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

O, D., Adelina, & Yunisca. (2017). Persepsi guru tentang Menueurnya Adab
Sopan Santun Siswa Kepada Guru di SMP PGRI Bandar Lampung. Jurnal
Pendidikan dan Keguruan Universitas Bandar Lampung No. 25 Vol. 13,
150-165.

Suryani, L. (2017). Upaya Meningkatkan Sopan Santun Berbicara dengan Teman


Sebaya Melalui Bimbingan Kelompok. Karangjati.

Widiasworo, E. (2017). Masalah-Masalah Peserta Didik dalam Kelas dan


Solusinya. Yogyakarta: Araska.

Yusniar, R. (2018). Penerapan Budaya Pesantren Dalam Membangun Karakter


Santri Di Perguruan Dinniyah Putri Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten
Pesawaran . 21.

14
LITERATURE REVIEW: PENGARUH IKLIM KELAS TERHADAP
PENGUASAAN MATERI PAI SISWA DI SMP DARUSSALAM CIPUTAT

Isma Maulida Asmiyanti


Prodi Pendidikan Agama Islam (Pai)
Fakultas Tarbiyah
Institut Ilmu Al-Qur‟an (Iiq) Jakarta
Tahun 1440 H / 2019 M

BAB I
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Masalah
Fenomena saat ini suasana kelas yang seharusnya menjadi tempat yang
menyenangkan untuk memperoleh ilmu pengetahuan tetapi menjadi tempat yang
tidak menyenangkan, dimana siswa terlihat tidak nyaman dalam mengikuti
pelajaran. Hal ini terlihat dari kegiatan proses belajar mengajar dikelas. Di mana
keadaan siswa ketika mengikuti pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)
menunjukkan kurangnya konsentrasi siswa dalam mengikuti proses pembelajaran.
Dimana para guru kurang mengadakan perkembangan layanan pembelajaran di
dalam kelas, terlihat dari kurangnya pengelolaan kelas yang tepat dan efisien, dan
masih mengkomukasikan materi pelajaran dengan satu arah sehingga kurangnya
feed back yang diterima oleh siswa. Saat awal pembelajaran, siswa awalnya
memperhatikan pelajaran yang diberikan dan disampaikan guru, namun setelah
beberapa menit konsentrasi mereka berkurang, mulai dari sebagian ada yang
berbicara sendiri, jalan-jalan, keluar masuk kelas, sering izin ke toilet, melamun,
saling lempar kertas, menulis-nulis sendiri bahkan ada sebagian siswa saat proses
pembelajaran berlangsung mereka tidak memperhatikan guru yang sedang
menerangkan materi. Pada lingkungan fisik kelas terlihat belum kondusif
sepenuhnya, ini terlihat dari suasana kelas yang terasa sangat panas dimulai dari
setelah jam istirahat. Ini menyebabkan siswa menjadi hilang konsentrasinya,
menyulitkan siswa dalam menyimak penjelasan dari guru. Hal tersebut akhirnya
membuat anak bosan dan tidak serius mengikuti pelajaran dikelas karena kurang
didukung oleh iklim kelas yang kurang kondusif.
Iklim kelas merupakan segala situasi yang muncul akibat hubungan antara
pendidik dan peserta didik atau hubungan antar peserta didik yang menjadi ciri

1
khusus dari kelas yang mempengaruhi proses belajar mengajar. Iklim kelas yang
kondusif akan membuat proses belajar mengajar mecapai tujuan pembelajaran
dengan baik, sehingga siswa dapat menguasai materi yang diberikan dengan baik
pula. Penelitian bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh iklim kelas
terhadap penguasaan materi PAI siswa di SMP Darussalam Ciputat.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan permasalahan yang disajikan pada latar belakang diatas, maka
permasalahan penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Kurangnya kemampuan guru dalam pengelolaan kelas.
2. Perlunya menciptakan iklim kelas yang kondusif.
3. Kelas menjadi tempat yang tidak menyenangkan untuk mengikuti Pelajaran.
4. Kurangnya minat siswa dalam belajar PAI.
5. Kurangnya konsentrasi siswa dalam mengikuti pelajaran PAI.
6. Pentingnya penguasaan materi PAI.

C. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah diperlukan agar penelitian yang dilakukan lebih terarah dan
mendalam berdasarkan identifikasi masalah diatas. Maka untuk memfokuskan
permasalahan, penulis membatasi masalah tersebut pada:
1. Perlunya menciptakan Iklim kelas yang kondusif.
2. Kelas menjadi tempat yang tidak menyenangkan untuk mengikuti pelajaran.
3. Pentingnya penguasaan materi PAI.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini
dapat dirumuskan sebagai berikut: Apakah Terdapat Pengaruh Iklim Kelas
Terhadap Penguasaan Materi PAI Siswa di SMP Darussalam Ciputat?

2
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pembatasan dan perumusan masalah tersebut, maka penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh iklim kelas
terhadap penguasaan materi PAI siswa di SMP Darussalam Ciputat.
2. Manfaat penelitian
Adapun manfaat kegunaan yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:
a. Secara teoritik, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi dan menambah wawasan keilmuan bagi praktisi pendidikan
dan memperkaya wacana keilmuan dalam dunia pendidikan serta dapat
menjadi rujukan bagi peneliti lain dalam mengembangkan kajian sejenis.
b. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi yang berkaitan tentang pengaruh iklim kelas terhadap
penguasaan materi PAI siswa di SMP Darussalam Ciputat.

BAB II
KAJIAN TEORI
Kemampuan guru dalam mengelola kelas menjadi salah satu ciri seorang guru
yang profesional, sebab pengelolaan kelas diperlukan karena dari waktu ke waktu
tingkah laku dan perbuatan peserta didik akan selalu berubah. Kemampuan
pengelolaan kelas diarahkan untuk mewujudkan suasana belajar mengajar yang
efektif dan menyenangkan serta dapat memotivasi siswa untuk belajar sesuai
kemampuan agar terlaksana tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Setiap guru
masuk ke dalam kelas, maka pada saat itu pula ia menghadapi dua masalah pokok,
yaitu masalah pengajaran dan masalah manajemen. Masalah pengajaran adalah
usaha membantu anak didik dalam mencapai tujuan khusus pengajaran secara
langsung. Seperti, membuat satuan pelajaran, penyajian informasi, mengajukan
pertanyaan, evaluasi dan masih banyak lagi. Sedangkan masalah manajemen
adalah usaha untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi sedemikian rupa
sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif dan efisien.
Salah satu hal yang perlu disiapkan bagi seorang peserta didik sebelum
memulai pembelajaran adalah mengetahui materi apa yang akan diajarkan oleh
guru, setelah mengetahui materi pelajarannya, peserta didik harus mampu

3
menguasai materi pelajaran yang disampaikan oleh guru tersebut. Menurut Moh
Uzer Usman dalam buku menjadi guru profesional mengatakan bahwa
penguasaan materi bagi siswa dimana materi yang harus dikuasai secara minimal
oleh siswa adalah materi yang tercantum dalam GBPP. Jika memungkinkan siswa
dapat diberi program pengayaan baik secara horizontal maupun vertikal tentang
materi pelajaran yang di pelajari.
Menurut M. Arifin dalam buku Ilmu Pendidikan Islam mengatakan bahwa
“Pendidikan islam adalah usaha orang dewasa muslim yang bertakwa secara sadar
mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta perkembangan (kemampuan
dasar) anak didik melauli ajaran agama Islam ke arah titik maksmal pertumbuhan
dan perkembangannya.”
Sedangakan menurut Abdul Mudjid dalam buku ilmu pendidikan Islam
mengatakan bahwa “Pendidikan Agama Islam mempunyai arti tarbiyah yaitu
proses transformasi ilmu pengetahuan dari pendidik kepada peserta didik.” Dan
para ahli berpendapat bahwa ilmu pendidikan Islam adalah teori-teori
kependidikan yang didasarkan pada konsep dasar Islam yang diambil dari
penelaah terhadap Al-Qur‟an, hadits dan teori-teori keilmuan lain yang ditelaah
dan dikonstruksikan secara integratif oleh intelektual („alim) muslim untuk
menjadi sebuah bangunan teori-teori kependidikan yang bisa
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Pendidikan agama Islam diberikan dengan mengikuti tuntunan bahwa
agama diajarkan kepada manusia dengan visi untuk mewujudkan manusia yang
bertakwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia, serta bertujuan untuk
menghasilkan manusia yang jujur, adil berbudi pekerti, etis, saling menghargai,
disiplin, harmonis dan produktif, baik personal maupun sosial.
Dengan demikian pendidikan agama Islam yaitu usaha sadar yang terencana
dan sistematis dari seorang pendidik Islam kepada peserta didik yang tujuannya
untuk mewujudkan manusia yang bertakwa kepada Allah SWT, beriman, beraklak
mulia serta membentuk manusia yang sempurna.

4
Desain Penelitian

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan penelitian yang akan peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kuantitatif. Sedangkan jenis penelitian ini adalah penelitian
deskriptif yaitu penelitian yang digunakan untuk mengambarkan (to describe),
menjelaskan, dan menjawab persoalan-persoalan tentang fenomena
sebagaimana adanya maupun analisis hubungan antar variabel dalam suatu
fenomena. Yang bertujuan untuk mengambarkan pengaruh iklim kelas
terhadap penguasaan materi PAI siswa di SMP Darussalam Ciputat.

B. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di SMP Darussalam Ciputat, yang terletak di Jl.
Otista No. 36 Cimanggis Ciputat pada siswa kelas IX angkatan 2018/2019
yang terdiri dari 240 peserta didik pada semester genap tahun ajaran
2018/2019. Pelaksanaan penelitian ini pada bulan Mei.

5
C. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel. Yaitu:
a. Variabel bebas atau independent variable (variabel X) adalah variabel yang
menjadi sebab terjadinya perubahan nilai pada variabel terikat. Variabel
bebas pada penelitian ini yang menjadi variabel X adalah pengaruh iklim
kelas. Pengaruh iklim kelas pada penelitian ini diperoleh melalui data
angket.
b. Variabel terikat dependent variable (variabel Y) adalah variabel yang
dipengaruhi, terikat, tergantung pada variable lain yaitu variabel bebas.
Variabel terikat yang terdapat dalam penelitian ini yang menjadi variabel Y
adalah penguasaan materi PAI siswa. Sebagai hasil pengukuran yang
mencerminkan tingkat penguasaan pengetahuan, keterampilan dan materi
pelajaran sebagai hasil dari proses belajar mengajar. Penguasaan materi PAI
siswa pada penelitian ini diperoleh melalui data rapot siswa kelas IX
semester genap untuk mata pelajaran PAI.

D. Deskripsi Obyek Penelitian


1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan siswa kelas IX SMP
Darussalam Ciputat tahun ajaran 2018/2019 yang berjumlah 240 siswa.
2. Sampel
Sampel yang diambil berdasarkan teknik simple random sampling. Simple
random sampling adalah cara pengambilan sampel secara acak (random),
dimana semua anggota populasi diberi kesempatan atau peluang yang sama
untuk dipilih menjadi anggota sampel.
Dalam pengambilan sampel, jika jumlah anggota popolasi berada antara 101
sampai dengan 500, maka sampel dapat diambil 30-40%. Mengingat jumlah
siswa kelas IX SMP Darussalam Ciputat mencapai 240 siswa, maka dalam
penelitian ini peneliti akan mengambil sampel 30%. Dengan demikian,
maka penentuan jumlah sampel dari populasi sebanyak 240 siswa adalah 72
siswa sebagai responden.

6
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data penelitian ini terdiri dari data primer dan data
skunder:
1. Data Primer
Pengumpulan data pada penelitian ini berupa observasi, angket, dan
wawancara.
2. Data Skunder
Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan dokumentasi.

F. Instrumen Penelitian
Pada instrument penelitian ini, setelah observasi di SMP Darussalam Ciputat,
penulis melakukan wawancara dengan guru PAI kelas IX dan siswa kelas IX
kemudian menyebar angket/kuesioner kepada siswa kelas IX di SMP
Darussalam Ciputat tahun ajaran 2018/2019.
Instrumen yang digunakan untuk variabel Y (Penguasaan Materi PAI Siswa)
menggunakan dokumentasi nilai rapot mata pelajaran PAI siswa kelas IX. Dan
juga melaukakan wawancara sebagai data sekunder.

G. Teknik Pengolahan Data


Langkah-langkah dalam mengolah data sebagai berikut:
1. Editing
Prosedur editing yakni semua angket harus diteliti kelengkapannya dan
kebenarannya dalam pengisiannya, dengan tujuan supaya terhindar dari
kekeliruan dan kesalahan.
2. Scoring
Skoring adalah dengan memberikan skor untuk memudahkan perhitungan,
masing- masing diberikan bobot nilai mulai 1-4.
Nilai:
Sangat Setuju :4
Setuju :3
Tidak Setuju :2
Sangat Tidak Setuju :1

7
3. Tabuling
Pengolahan data dengan memindahkan jawaban resonden yang terdapat
dalam angket ke format yang tersusun rapi dan rinci dalam bentuk tabel.
4. Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkattingkat kevalidan
atau kesahihan suatu instrumen. Cara menguji validitas butir kuesioner
adalah menggunakan teknik statistik korelasi bivariate pearson dengan
bantuan aplikasi SPSS versi 22.
Dalam pengambilan keputusan untuk uji validitas adalah jika nilai r hitung >
r tabel, maka item pertanyaan atau pernyataan dalam angket berkorelasi
signifkan terhadap skor total artinya item angket dinyatakan valid.
Sebaliknya, jika nilai r hitung < r tabel, maka item pertanyaan atau
pernyataan dalam angket tidak berkorelasi signifkan terhadap skor total
artinya item angket dinyatakan tidak valid. Dalam hal ini nilai r tabel pada
taraf signifikan 5% = 0,235.
5. Uji Reliabilitas
Tujuan pengujian reliabilitas adalah untuk melihat apakah instrumen
penelitian merupakan instrumen yang handal dan dapat dipercaya. Salah
satu cara yang digunakan untuk pengujian reliabilitas adalah dengan
mengunakan teknik Corbach Alpha21dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:
r = Reliabilitas Instrumen
k = Banyaknya butir pertanyaan

= Jumlah varian butir


= Varians total
Penentuan tingkat reliabilitas instrumen dalam penelitian ini digunakan
pedoman berdasarkan nilai koefisien reliabilitas korelasi sebagai berikut:

8
Intrepretasi Tingkat Reliabilitas
Nilai Keterangan
<0,200 Sangat Rendah
0,200-0,399 Rendah
0,400-0,599 Cukup
0,600-0,799 Tinggi
0,800-1,000 Sangat Tinggi

H. Teknik Analisis Data


1. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif dilakukan untuk mencari dan menyajikan jumlah
responden (N), Harga rata-rata (mean), varians (variance), simpangan baku
(standard deviation), distribusi frekuensi, modus (mode), median,
pembuatan histogram dari skor X (Iklim Kelas) dan skor Y (Penguasaan
Materi PAI Siswa). Adapun tahapan analisis deskriptif secara umum sebagai
berikut:
00%
Keterangan:
P = Hasil yang di cari
F = Frekuensi jawaban
N = Jumlah sampel
100% = Harga tetap

2. Analisis Korelasi Product Moment


Penelitian ini adalah untuk melihat apakah ada pengaruh antara iklim kelas
terhadap penguasaan materi PAI siswa, maka yang di pakai adalah rumus
“r” product moment, namun perlu diketahui, sebelum kita menggunakan
rumus product moment terlebih dahulu kita sudah mengetahui rincian data
dari variabel X (iklim kelas) dan variabel Y (penguasaan materi PAI siswa).
Setelah itu baru menggunakan rumus product moment. Adapun langkah-
langkah operasional analisis data sebagai berikut:

9
a. Mencari angka korelasi dengan rumus:

Keterangan :

= Angka indeks korelasi


N = Number of Cases
ΣXY = Jumlah hasil perkalian antara skor X dan skor Y
ΣX = Jumlah seluruh skor X
ΣY = Jumlah seluruh skor Y
b. Memberikan interpretasi terhadap (rxy), yaitu:
Setelah diperoleh angka indeks product moment korelasi “r”, maka
dilakukan interpretasi secara sederhana dengan mencocokkan hasil
penelitian dengan angka indeks korelasi “r” product moment.

Interpretasi terhadap angka indeks korelasi “r” product moment dengan


berpedoman pada tabel nilai “r” product moment.

10
I. Hipotesis Penelitian
Dugaan sementara terhadap judul penelitian ini adalah Hipotesis Alternatif
(Ha) diterima, yakni terdapat pengaruh positif yang signifikan antara variabel
X (Iklim Kelas) dan variabel Y (Penguasaan Materi PAI Siswa) di SMP
Darussalam Ciputat.

BAB IV
HASIL PENELITIAN
Hasil analisis data dari penelitian ini menunjukkan rxy = 0,418, hal ini
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara iklim kelas
terhadap penguasaan materi PAI siswa di SMP Darussalam Ciputat. Kemudian
hasil analisis data penelitian ini juga dapat dibuktikan berdasarkan perhitungan
rxy = 0,418 yang terletak diantara 0,40-0,70 yang berarti antara variabel X dan
variabel Y terdapat korelasi yang sedang atau cukup. Hal ini menunjukkan bahwa
terdapat pengaruh posistif yang signifikan antara iklim kelas terhadap penguasaan
materi PAI siswa di SMP Darussalam Ciputat.

BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan data dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik
kesimpulan bahwa terdapat pengaruh antara iklim kelas terhadap penguasaan
materi PAI siswa di SMP Darussalam Ciputat. Hal ini dapat diketahui dari hasil
pengujian hipotesis, yaitu diperoleh t hitung > t tabel. Berdasarkan kriteria
pengujian hipotesis, apabila t hitung > t tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima,
yang berarti terdapat pengaruh iklim kelas terhadap penguasaan materi PAI siswa.
Dari hasil perhitungan menggunakan analisis korelasi product moment didapatkan
nilai rxy sebesar 0,418 yang termasuk dalam kategori cukup. Dengan demikian,
iklim kelas cukup mempengaruhi penguasaan materi PAI siswa. Selain itu, iklim
kelas di SMP Darussalam Ciputat tergolong dalam kategori baik karena guru PAI
disana selalu berupaya untuk menciptakan iklim kelas yang kondusif agar proses
belajar mengajar dan tujuan pembelajaran berhasil dan berjalan dengan baik, hal
ini juga dilihat dari nilai rapot PAI siswa kelas IX di mana nilai-rata-rata siswa
pada mata pelajaran PAI adalah 86,6 yang berarti penguasaan materi PAI siswa

11
kelas IX berada dalam kategori baik. Sehingga semakin baik iklim kelas yang
diciptakan maka akan semakin baik pula penguasaan materi PAI siswa yang
didapatkan. Adapun faktor pendukung dalam penelitian ini yaitu guru PAI
menjelaskan cara-cara yang dilakukan untuk menciptakan iklim kelas yang baik
dan kondusif, penulis juga beberapa kali mengikuti kegiatan proses belajar
mengajar PAI di kelas sehingga penulis dapat mengetahui seperti apa penciptaan
iklim kelas yang terjadi di kelas tersebut, selain ituketika memberikan angket
responden (siswa) menuliskan nama dan nomor absen sehingga penulis dengan
mudah mendapatkan data nilai rapot PAI siswa untuk dijadikan data pada variabel
penguasaan materi PAI. Sedangkan faktor penghambat dari penelitian ini yaitu
instrumen penelitian berupa angket sehingga mengandalkan pada kejujuran
responden dalam mengisi angket pernyataan yang sesuai untuk data penelitian.
Proses penyebaran angket juga dilakukan setelah pelaksanaan Ujian Nasional,
sehingga kelas IX sudah tidak melakukan kegiatan belajar di kelas, yang membuat
proses penyebaran angket dilakukan selain dengan cara bertemu langsung dengan
responden juga dengan menyebarkan angket secara online.

12

Anda mungkin juga menyukai