Anda di halaman 1dari 6

ANALISIS FAKTOR PENYEBAB ANAK PUTUS SEKOLAH DI DESA KRINJING

Noerma Anjalita Suryani, Shabrina Shalihatinisa Hakiki, Ika Indah Puspitasari, Awalya
Dewina Marjono

Universitas Tidar1, 2, 3, 4, 5

noerma.anjalita.suryani@students.untidar.ac.id, shabrina.hakiki@students.untidar.ac.id,
ika.indah.puspitasari@students.untidar.ac.id, awalya.dewina.marjono@students.untidar.ac.id

ABSTRAK

ABSTRACT

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan salah satu faktor terpenting bagi setiap individu, karena dengan pendidikan
individu dapat mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Dengan memperoleh pendidikan
maka individu mempunyai satu hak asasi manusia. Menurut (Lanawaang & Mesra, 2023) mengatakan
bahwa pendidikan merupakan hak asasi manusia setiap warga negara yang dijamin dengan UUD
1945. Pasal 31 Ayat 1 UUD 1945 berbunyi, “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.”
Pentingnya pendidikan menjadikan pendidikan dasar bukan hanya menjadi hak warga negara, namun
juga kewajiban negara. Menurut (Nurhazizah dkk., 2022) mengatakan bahwa pendidikan merupakan
elemen yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat, dan tidak dapat dipisahkan dalam
kehidupan kita baik itu dalam keluarga, maupun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan
adanya bekal pendidikan seseorang akan lebih mudah untuk menentukan arah dan tujuan masa
depannya nanti. Hal ini sudah diatur pada UUD 45 Pasal 28c (1) menurut vinny (Liani & Marpaung,
2019) mengatakan bahwa: “Setiap individu dapat mengembangkan dirinya dengan terpenuhinya
kebutuhan dasarnya, setiap individu juga berhak mendapatkan pendidikan dan juga berhak
memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan bahkan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan
kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan individu sendiri.” Pentingnya peran pendidikan ini
menandakan bahwa terdapatnya pembangunan sektor pendidikan yang harus menjadi prioritas utama
dalam pembangunan sumber daya manusia. Menurut (Sarfa, 2019) mengatakan bahwa pendidikan
merupakan salah satu indikator utama pembangunan dan kualitas sumber daya manusia, sehingga
kualitas sumber daya manusia sangat tergantung dari kualitas pendidikan. Pendidikan merupakan
bidang yang sangat penting dan strategis dalam pembangunan nasional, karena merupakan salah satu
penentu kemajuan suatu bangsa. Pendidikan bahkan merupakan sarana paling efektif untuk
meningkatkan kualitas hidup dan derajat kesejahteraan masyarakat, serta yang dapat mengantarkan
bangsa mencapai kemakmuran. Menurut (Budi Lestari dkk., 2020) mengatakan bahwa pendidikan
dikelompokkan menjadi tiga yaitu pendidikan formal, pendidikan Non formal dan pendidikan
informal. Pendidikan formal adalah salah satu pendidikan yang di lakasankan oleh lembaga
pendidikan. Pendidikan formal dibedakan sesuai jenjangnya antara lain SD, SMP, dan SMA.
Namun pada kenyataan dilapangan tidak semua masyarakat kita mengerti dan menganggap
pentingnya pendidikan dan juga kebanyakan dari orang tua sering beranggapan bahwa hanya
sekolahlah yang bertanggung jawab terhadap pendidikan anak-anak mereka, sehingga kebanyakan
orang tua menyerahkan sepenuhnya pendidikan anaknya kepada guru yang ada disekolah. Seperti
yang telah ditemukan oleh peneliti dilapangan pendidikan masyarakat yang ada di Desa krinjing
tergolong masih rendah. tingkat pendidikan anak yang ada di Desa krinjing dari tingkatan Sekolah
Dasar (SD), berjumlah 811 orang, pada tingkatan Sekolah Menengah Pertama (SMP), berjumlah 203
orang, pada tingkatan Sekolah Menengah Atas/Kejuruan (SMA/SMK), berjumlah 131 orang,
perguruan tinggi berjumlah 35 orang baik itu dari Diploma sampai Sarjana.

Tabel 1.1 data anak putus sekolah di desa krinjing kecamatan kajoran tahun 2023

Nama Usia Jenis kelamin (P/L) Alamat (RT/RW) Anak putus sekolah pada kelas
keterangan

Wahyu Hidayat L Mangundadi 04/01 6 Keterbelakangan mental

Restu arkayanto L Mangunsari 07/02 9 Mondok pesantren

Estu choirul faizah P Mangundadi 03/01 - Disabilitas intelektual

Rokhmatul aliyah 16 P Mangundadi 01/01 9 Mondok pesantren

Ahmad David adi saputra 17 P Mangunsari 07/02 9 Tidak mau sekolah

Lita rokhayani 17 P Mangunsari 08/02 9 Ekonomi

Harlen saputra L Mangundadi 01/01 9 Ekonomi

Afriza widianto L Mangundadi 04/01 9 Pengaruh lingkungan

Ahmad arifan musrifin L Mangundadi 01/01 9 Ekonomi

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa anak putus sekolah mulai dari tingkatan SMP ke tingkatan
SMA, hal ini menunjukan bahwa perlunya pendampingan dan pemberdayaan dan dukungan dari
berbagai pihak untuk meningkatkan kualitas Pendidikan yang ada di Desa krinjing. Menurut (Hikmah
dkk., 2015) mengatakan bahwa putus sekolah (dalam bahasa Inggris dikenal dengan Drof out) adalah
proses berhentinya siswa secara terpaksa dari suatu lembaga pendidikan tempat dia belajar. Pengertian
anak putus sekolah adalah seorang anak usia sekolah antara 7 sd 18 tahun yang tidak bersekolah
karena tidak mampu membayar biaya sekolah sebab keluarganya miskin sebagian besar menjadi
pekerja anak, termasuk anak jalanan dan sebagian lagi menganggur. Menurut Rifa’I dalam
(Nurhazizah dkk., 2022) menyatakan bahwa: “Putus sekolah merupakan nama yang diberikan kepada
mantan siswa yang tidak bisa menyelesaikan salah satu jenjang Pendidikan sehingga tidak bisa lanjut
kejenjang selanjutnya”. Misalnya, seorang warga masyarakat/ anak yang hanya mengikuti pendidikan
di Sekolah Dasar (SD) sampai kelas 5 (lima), disebut sebagai putus sekolah SD (sebelum tamat
SD/tanpa STTB) begitu juga dengan seorang warga masyarakat memiliki STTB SD melanjutkan ke
jenjang SMP sampai kelas 2 saja, itu berarti anak putus sekolah SMP dan seterusnya. Seperti yang
peneliti temukan di Desa Krinjing pada tanggal 17-30 juli 2023, masih ada anak yang seharusnya
sekolah dengan program wajib belajar 12 tahun tetapi masih ada anak yang putus sekolah terutama
pada jenjang SMA/SMK. Dapat diketahui bahwa jumlah anak yang putus sekolah pada jenjang
Sekolah Menengah Atas di Desa Krinjing terdapat 30 orang anak. Meskipun sekarang ini kesempatan
anak untuk sekolah terbuka dengan sangat besar dan luas, menurut (Rofiah & Kurniawan, 2017)
menggatakan bahwa Peraturan Pemerintah No 47 Tahun 2008 wajib belajar adalah program
pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggung jawab pemerintah
pusat dan pemerintah daerah. Program wajib belajar 12 tahun merupakan kewajiban bagi setiap warga
negara yang telah tamat SMP atau sederajat dengan batas usia 16-18 tahun untuk mengikuti
pendidikan SMA atau sederajat sampai tamat. Tetapi program tersebut tidak berjalan sepenuhnya dan
masih banyak yang hanya wajib 9 tahun. Seperti yang peneliti temukan di Desa Krinjing pada tanggal
17-30 juli 2023, masih ada anak yang seharusnya sekolah dengan program wajib belajar 12 tahun
tetapi masih ada anak yang putus sekolah terutama pada jenjang SMA/SMK. Menurut (Hakim, 2020)
mengatakan bahwa angka putus sekolah menggambarkan tingkat putus sekolah pada suatu
jenjang pendidikan dan merupakan proporsi anak usia sekolah yang sudah tidak sekolah lagi
atau tidak menamatkan suatu jenjang pendidikan tertentu yang disebabkan oleh bebrapa faktor.
Menurut Slameto (Herawati & Email, 2018) mengemukakan bahwa faktor eksternal dapat
dikelempokkan menjadi tiga faktor yaitu, faktor keluarga, faktor sekolah (organisasi) dan masyarakat.

Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 17-30 juli 2023 terdapat anak yang mengalami putus
sekolah di Desa Krinjing dengan berbagai faktor sebagai berikut : Pertama kuranganaya motivasi diri,
kedua konndisi ekonomi keluarga menurut (Liansyah dkk., 2018) mengatakan bahwa ada banyak
anak usia sekolah yang terhambat, bahkan kehilangan kesempatan mengikuti proses pendidikan hanya
karena keadaan ekonomi keluarga yang kurang mendukung, pekerjaan orang tua anak sebagian besar
sebagai petani yang tidak memiliki transportasi pribadi yang dikhususkan untuk anak pergi kesekolah,
maka hal ini akan menghambat anak menuju sekolah apabila jarak rumah dengan sekolah jauh. Ketiga
keterbelakangan mental dan intelektual, keempat pengaruh teman sebaya, dan kelima pindah sekolah
non formal. Orang tua sebenarnya sudah berperan dalam memberikan motivasi, dukungan dan upaya-
upaya agar anak tidak putus sekolah dan melanjutan untuk sekolah kembali, tetapi upaya tersebut
belum sepenuhnya mengubah pendirian anak untuk tetap sekolah, terdapat juga orang tua yang
memberikan kebebasan pada anaknya untuk melanjutkan sekolah lagi. Melalui uraian dan latar
belakang tersebut serta didukung oleh data-data yang telah dikumpulkan, penulis tertarik untuk
meneliti Analisis Faktor Penyebab Anak Putus Sekolah Di Desa Krinjing.

METODE

Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti yaitu metode deskriptif dan kualitatif. Metode
deskriptif diartikan sebagai cara pemecahan masalah dengan menggambarkan subjek dan objek sesuai
dengan data yang ada. Metode kualitatif adalah cara yang digunakan untuk mendapatkan data yang
detail termasuk maknanya dan penjelasan dijabarkan secara kontekstual. Penelitian ini berfokus pada
penyebab anak putus sekolah yang terletak di Desa Krinjing, Kecamatan Kajoran, Kabupaten
Magelang.

Teknik pemilihan informan dilakukan dengan teknik purposive sampling. Teknik ini dilakukan ketika
peneliti ingin yang memiliki karakteristik atau sifat yang relevan dengan tujuan penelitian. Informan
dalam penelitian ini berjumlah 9 anak yang putus sekolah dan orang tuanya. Teknik pengumpulan
data dalam penelitian ini yaitu melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Peneliti melakukan
pengamatan terhadap anak-anak berusia 3 sampai 18 tahun yang masih sekolah dan putus sekolah.
Setelah itu, wawancara dilakukan peneliti dengan cara mendatangi satu per satu rumah anak yang
putus sekolah menggunakan instrumen wawancara yang disediakan dalam aplikasi SIPBM ATS.
Dokumentasi menjadi bukti valid selama proses pengumpulan data.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Kurangnya Motivasi Diri


Motivasi menjadi alasan seseorang untuk melakukan suatu tindakan sehingga tujuan yang diinginkan
seseorang tersebut dapat tercapai termasuk dalam hal belajar. Motivasi dapat menentukan baik
tidaknya dalam mencapai tujuan sehingga semakin besar motivasinya akan semakin besar kesuksesan
belajarnya. Motivasi belajar seseorang dengan yang lainnya tidaklah sama, itu semua tergantung
dengan keinginan yang ingin dicapainya.

2. Kondisi Ekonomi Keluarga

Anak putus sekolah akibat dari faktor ekonomi merupakan situasi anak yang terpaksa berhenti sekolah
formal karena keterbatasan ekonomi keluarga. faktor ketidakmampuan keluarga membayar besaran
biaya pendidikan dipengaruhi oleh berbagai hal. Keadaan yang membuat seorang anak belum siap
menghadapi keadaan yang seharusnya tidak terjadi pada seorang siswa. Keadaan kontradiksi antara
keinginan besar untuk melanjutkan pendidikan dan tuntutan ekonomi keluarga yang terputus karena
kepala keluarga yang mengalami kecelakaan sampai kelumpuhan. Kepala keluarga yang menjadi
tulang punggung pencari nafkah justru tidak mampu bekerja. Mau tidak mau, sebagai anak harus
membantu ekonomi keluarga. Akibatnya, anak tersebut memilih untuk berhenti sekolah di tahun
kedua jenjang Sekolah Menengah Atas dan bekerja sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Mujiati dkk, dalam artikelnya menyebutkan bahwa
pendidikan orang tua dan lemahnya ekonomi keluarga menjadi faktor penyebab anak putus sekolah.
Rendahnya pendidikan orang tua mempengaruhi pekerjaan serta pendapatan ekonomi keluarga. hal ini
didukung oleh Julianto dan Utari dalam artikelnya yang mengungkapkan semakin tinggi pendidikan
seseorang memiliki dampak yang signifikan terhadap pendapatan ekonomi.

Oleh karena itu, bantuan pemerintah seperti Kartu Indonesia Pintar, pembebasan biaya, serta beasiswa
sangat diperlukan. Terlebih untuk orang-orang yang memiliki pendapatan dan ekonomi yang rendah.
Tidak terkecuali masyarakat yang terletak di daerah yang memiliki keterbatasan akses.

(informan lain)

(solusi)

3. Retardasi Mental

Retardasi mental atau keterbelakangan mental dan intelektual yang ditandai dengan
kemampuan kognitif dibawah rata-rata menjadi alasan anak untuk tidak melanjutkan pendidikan.
Kemampuan kognitif yang lambat dari anak umumnya menjadi masalah yang krusial. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Budiarti, siswa yang mengalami retardasi mental mengalami kesulitan
dalam membaca. Kurangnya kemampuan membaca menjadi penghambat seorang siswa dalam
mengikuti proses belajar mengajar. Mengingat keterampilan berbahasa yaitu menyimak, berbicara,
membaca, dan menulis, menjadi keterampilan penunjang fundamental anak dalam bertukar
informasi.
Adapun retardasi mental terjadi karena adanya kelainan genetik yang diturunkan oleh orang
tua anak. dimana seorang ayah yang mengidap retardasi mental dapat diturunkan kepada anaknya.
Sehingga anak tersebut memiliki resiko mengalami retardasi mental. Bahkan, hal ini dapat
mempengaruhi kemampuan anak dalam berkomunikasi, bersosialisasi, dan berinteraksi. Kurangnya
kemampuan ini memiliki potensi yang besar untuk mempengaruhi kognitif anak saat di sekolah.
Ketidakmampuan anak untuk mengikuti pelajaran menjadi alasan utama anak putus sekolah ke
jenjang yang lebih tinggi.
Oleh karena itu, seyogyanya anak diarahkan sekolah yang memiliki pola ajar yang sesuai
dengan kondisi anak. Adapun alternatif yang dapat dilakukan yaitu anak dapat disekolahkan di
sekolah inklusi atau sekolah luar biasa. Sehingga, anak tersebut dapat mendapatkan pendidikan yang
layak dan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
4. Pengaruh Teman Sebaya

Putus sekolah akibat pengaruh teman sebaya merupakan situasi seorang anak memutuskan untuk
berhenti sekolah karena pengaruh negatif teman-temannya. Faktor ini mampu mempengaruhi
keinginan dan komitmen seseorang terhadap keberlanjutan pendidikannya. Sebagai remaja, individu
merasa tertarik mengikuti perilaku merugikan dari teman sebayanya. Perilaku tersebut tentu
berpengaruh terhadap pendidikannya seperti terganggunya konsentrasi belajar, berkurangnya motivasi
belajar, dan tekanan sosial untuk mengikuti gaya hidup teman sebayanya. Orangtuanya, sebagai
informan, justru mendukung anaknya untuk melanjutkan sekolah karena tidak kekurangan secara
ekonomi.

(informan lain)

(solusi)

5. Pindah Sekolah Non Formal

Putus sekolah karena memilih sekolah nonformal merupakan situasi seorang anak memutuskan
berhenti sekolah di institusi formal dan pindah ke sekolah nonformal. Sekolah nonformal merupakan
lembaga pendidikan yang tidak mengikuti aturan kurikulum dari pemerintah. Situasi covid 19 menjadi
salah satu alasan orang tua memindahkan anaknya sekolah di sekolah nonformal. Pada masa pandemi,
semua kegiatan dialihkan secara virtual termasuk proses pembelajaran. Menurut informan, anaknya
tidak terlalu fokus dalam pembelajaran secara virtual. Maka dari ini, solusi yang dipilih orangtuanya
yaitu memindahkan anaknya di suatu pondok pesantren agar kegiatan pembelajaran lebih bervariasi.

(informan lain)

(solusi)

SIMPULAN DAN SARAN

UCAPAN TERIMA KASIH

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. R., Pairin, P., & Rasmi, R. (2020). Analisis Faktor Penyebab Anak Putus Sekolah
di Kecamatan Amonggedo Kabupaten Konawe. Dirasah: Jurnal Pendidikan Islam, 1(1), 19-25.

Marpaung, J., & Liani, T. (2019). Faktor Penyebab Anak Putus Sekolah. JCP (Jurnal Cahaya
Pendidikan) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, 5(2).
Pandu, K. T., Aminuyati, A., & Atmaja, T. S. (2022). ANALISIS FAKTOR PENYEBAB
ANAK PUTUS SEKOLAH JENJANG SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI DESA
MAJU KARYA KECAMATAN PARINDU KABUPATEN SANGGAU. Jurnal Pendidikan
Sosiologi dan Humaniora, 13(2), 543-549.

Rokhmaniyah, M. P., Suryandari, K. C., Fatimah, S., & Mahmudah, U. (2022). Anak Putus
Sekolah, Dampak, dan Strategi Mengatasisnya. CV Pajang Putra Wijaya.

Tefa, A. P. (2023). Analisis Faktor Penyebab Anak Putus Sekolah di Desa Oinlasi Kecamatan
Mollo Selatan Kabupaten Timor Tengah Selatan. PENSOS: Jurnal Penelitian dan Pengabdian
Pendidikan Sosiologi, 1(1), 47-56.

Utami, R., Harisnawati, H., & Akbar, W. K. (2022). Faktor Penyebab Anak Putus Sekolah Di
Desa Sukadamai Kecamatan Rimbo Ulu Kabupaten Tebo Provinsi Jambi. Jurnal Pendidikan
dan Konseling (JPDK), 4(5), 5387-5397.

Anda mungkin juga menyukai