#Hari Ke 10
#Genre : Nonfiksi
PONDOK PESANTREN
Secara terminologi (istilah kata) pondok pesantren berasal dari dua kata yaitu pondo’
dimungkinkan berasal dari bahasa Arab funduk yang berarti asrama atau tempat tinggal.
Kemudian pesantren kata yang mendapat konflik pe-an mempunyai arti yang sama dengan
pondok yaitu tempat tinggal santri. Sedangkan secara etimologi pesantren berasal dari kata
pe-santri-an dimana kata santri berasal dari bahasa Jawa cantrik yang berarti murid.
Secara garis besar pondok pesantren dikategorikan dalam dua bentuk yaitu pondok
pesantren Shalafiyah dan Khalafiyah. Pondok pesantren Shalafiyah biasanya menerapkan
pendidikan non formal yang bersifat tradisional. Sedangkan pondok pesantren Khalafiyah
yang disebut juga Ashriyah menerapkan pendidikan yang sudah dikombinasikan dengan
sistem pendidikan formal
Metode pembelajaran yang diterapkan di pondok pesantren cenderung konvensional
atau tradisional seperti setoran, wetonan, sorogan, bandongan, halaqah serta mudhakarah.
Masing – masing metode tersebut mempunyai cara penyampaian yang berbeda.
Setoran yaitu kegiatan menyimak hafalan antara santri dengan kiai/ustadz seperti
bacaan doa, fasholatan/nadhoman. Setoran secara etimologi dari kata setor yang berarti
menyerahkan. Biasanya untuk santri yang sudah hafal diujikan ke pengajarnya.
Wetonan adalah metode pembelajaran di mana para santri mengikuti pelajaran dengan
duduk mengelilingi kiai yang menerangkan materi. Wetonan sendiri secara etimologi berasal
dari kata weton dalam bahasa Jawa yang berarti waktu. Karena pelajaran tersebut
disampaikan pada waktu–waktu tertentu, biasanya sebelum atau sesudah salat wajib.
Sorogan adalah metode pembelajaran di mana para santri menghadap kiai dengan
membawa kitab yang akan dipelajari. Sebagai sarana pembelajaran utama untuk menggali
ajaran – ajaran Islam dengan menggunakan kitab Kuning atau kitab Turats. Sorogan berasal
dari bahasa Jawa sorog yang artinya menyodorkan di mana setiap santri secara bergiliran
membaca atau menghafal pelajaran sebelumnya.
Tradisi adalah kebiasaan yang turun menurun dan menjadi bagian dari kehidupan suatu
kelompok masyarakat. Tradisi sangat penting bagi masyarakat untuk menunjukkan corak
masyarakat tersebut. Pondok pesantren yang ada di Indonesia mempunyai tradisi dan ciri
khas yang secara turun temurun masih dilakukan dan mempunyai keunikan sendiri
Tradisi utama di pesantren adalah santri harus menjadikan kiai sebagai panutannya.
Penghormatan terhadap seorang kiai menjadi kewajiban semua santri. Tradisi – tradisi lain
yang ada di pondok pesantren berupa istila – istilah yang tidak asing bagi seseorang yang
pernah belajar di pondok pesantren. Tradisi tersebut dilakukan turun temurun sehingga
mejadi hal yang biasa bagi para santri.
Ngrowot merupakan salah satu tradisi yang sering dilakukan para santri, yaitu tidak
makan menggunakan nasi, makanan yang dikonsumsi biasanya diganti dengan tiwul, mie,
singkong dan lainnya.
Takziran yaitu istilah yang digunakan untuk para santri yang melanggar peraturan. Hal
ini dilakukan untuk memberikan pengajaran bagi para santri agar patuh dan melaksanakan
perintah yang telah ditetapkan. Biasanya santri yang melanggar aturan pesantren mendapat
takzir yang sudah ditentukan.
Mayoran yang merupakan tradisi kegiatan makan bersama sepiring berdua atau bahkan
menggunakan nampan untuk 8-10 orang, bisa juga dengan menggunakan daun pisang yang
dijejer kemudian ada makanan di atasnya untuk dinikmati bersama. Tradisi ini menunjukkan
kebersamaan para santri yang tidak membedakan satu sama lain.
Ghosob merupakan tindakan yang paling sering terjadi dilingkungan pondok
pesantren. Meski mereka tidak ada niat untuk mencuri atau mengambil barang tersebut.
Ghosob yaitu mengambil atau meminjam barang yang bukan miliknya. Korban ghosob tidak
hanya terjadi pada santri saja, bahkan tamu yang berkunjung pun sering menjadi sasaran.
Untuk itu, di beberapa pesantren ada aturan melarang perbuatan ghosob, sehingga ada takzir
bagi para pelaku yang ketahuan.
Membahas perihal tradisi di pondok pesantren sepertinya ada saja permasalahan yang
menjadi hal lumrah bagi para santri. Kebersamaan selama di pesantren membentuk pribadi
santri menjadi insan sosial yang peduli terhadap sesama.
Menjadi santri sama dengan menjadi manusia tangguh. Para santri selalu survive dalam
kondisi apa pun. Ketangguhan para santri tidak hanya sebatas perihal kemandirian hidup,
tetapi santri juga harus tangguh dalam menghadapi praktek pembulian yang sering terjadi di
lingkungan pesantren.
Selain tradisi–tradisi yang berkaitan dengan aktifitas santri ada satu ciri khas yang ada
di pondok pesantren terkait masalah kesehatan. Bukan hal yang mengherankan kalau seorang
santri mempunyai penyakit gudhig bahkan ada yang mengatakan kalau belum gudhigen
belum afdal mondoknya. Penyakit gudhig ini disebut Scabies. Meski tidak semua santri
mengalaminya kenyataan sampai saat ini scabies masih belum dapat diatasi secara tuntas
meski pesantren yang mempunyai sarana prasarana air bersih yang mengalir.
Anggapan yang diyakini kalau belum gudhigen belum afdal menjadi santri membuat
penyakit ini kerasan di pesantren. Ada juga yang berpendapat kalau penyakit gatal tersebut
adalah upaya pengeluaran detoks atau racun oleh tubuh. Bahkan ada yang mempercayai kalau
penyakit gatal tersebut adalah bagian dari penyucian diri agar lebih khusuk dalam menyerap
kehidupan religius di pesantren.