1
Zaini Dahlan, Sejarah Pendidikan Islam, (Medan: Widya Puspita,2018), hlm. 144
2
Ibid, hlm. 147
utama masjid dan langgar digunakan untuk tempat pendidikan bagi orang dewasa
maupun anak-anak. Pengajian yang dilakukan untuk orang dewasa adalah
penyampaian ajaran Islam oleh para mubaligh (ustadz, guru, kyai) kepada para
jama'ah dalam bidang yang berkaitan dengan aqidah, ibadah dan akhlak.
Sedangkan pengajian yang dilaksanakan untuk anak-anak berpusat kepada
pengajian al qur’an yang menitikberatkan pada kemampuan membaca dengan
baik dan benar yang sesuai dengan kaidah tajwid.
3
Ibid, hlm. 148
4
Abdul Mukti, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam di
Indonesia, (Bandung: Citapustaka Media, 2008), hlm. 108
agama. Meunasah setingkat dengan Sekolah Dasar (SD). Dalam hal ini fungsi
meunasah adalah mempersiapkan murid-murid yang akan melanjutkan
pendidikannya pada tingkat menengah yakni Rangkang.
Rangkang adalah tempat tinggal murid, yang dibangun di sekitar masjid.
Rangkang menyelenggarakan pendidikan pada tingkat menengah (SLTP), sebagai
kelanjutan dari meunasah. Karena itu lembaga pendidikan ini tidak dijumpai pada
setiap gampong, akan tetapi dijumpai pada setiap wilayah kemukiman.5
Kurikulum pendidikan di rangkang berpusat pada pendidikan agama dan
bahasa Arab. Untuk pengetahuan bahasa Arab digunakan kitab al-Jurumiyyah,
Mutammimah. Sementara untuk pengetahuan agama dipakai Matan Taqrib dan
kitab Hasyiyyat al-Bajuri. Sistem pendidikan di rangkang ini sama dengan sistem
pendidikan di pesantren, murid duduk melingkar dan guru menerangkan
pelajaran. Kemudian guru meminta salah seorang murid untuk membaca ulang
dan memperbaiki kesalahan bacaan murid. Fungsi Rangkang adalah untuk
mempersiapkan murid yang akan melanjutkan pendidikannya ke tingkat Dayah.
Dayah berasal dari bahasa arab, zawiyah yang berarti sudut suatu bangunan,
dan sering dikaitkan dengan masjid. Dayah merupakan lembaga yang
menyelenggarakan pendidikan tinggi di Aceh sejak masa Kesultanan Pasai.
6
Pendidikan dayah terkesan sangat monoton karena penyusunan kurikulum yang
masih berorientasi kepada sistem lama karena tidak ada perubahan dan
perkembangan kurikulum. Hal ini disebabkan pengaruh dari pendahulu yang
begitu kuat sehingga tidak ada tokoh dayah yang berani untuk mengembangkan
kurikulum. Sebagaimana yang dikemukakan Haidar tentang dayah adalah sebuah
lembaga pendidikan yang mengajarkan mata pelajaran agama yang bersumber
dari bahasa Arab, misalnya fiqh, bahasa arab, tauhid, tasawuf, dan tingkat
pendidikannya adalah sama dengan tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
(SLTA).
5
Zaini Dahlan, Sejarah Pendidikan Islam, hlm. 152
6
Ibid, hlm. 154
C. Pesantren
Kata pesantren berasal dari kata santri, dengan awalan pe dan akhiran -an
berarti tempat tinggal santri. Pesantren merupakan lembaga pendidikan islam
tertua di Indnesia, yang lahir dan berkembang semenjak masa permulaan islam
datang ke Indonesia. Pesantren yaitu suatu lembaga pendidikan islam, yang
didalamnya terdapat seorang kiai (pendidik) yang mengajar dan mendidik para
santri (peserta didik) dengan sarana masjid yang digunakan untuk
menyelenggarakan proses pendidikan dan adanya pemondokan atau asrama
sebagai tempat tinggal para santri.7
Ciri-ciri khusus pesantren adalah isi kurikulum yang dibuat berfokus pada
ilmu-ilmu agama, misalnya ilmu sintaksis Arab, morfologi Arab, hukum Islam,
sistem yurisprudensi Islam, Hadits, tafsir Al-Qur’an, teologi Islam, tasawuf,
tarikh, dan retorika. Literatur ilmu-ilmu tersebut memakai kitab-kitab klasik yang
disebut dengan istilah “kitab kuning”.
7
Maudy Talia dkk, Sistem Pendidikan Islam di Indonesia. Jurnal Program Studi PGMI, 9 (1) hlm.
69
8
Ibid, 70
secara garis besar yaitu pesantren salafi adalah pesantren yang masih terkait
dengan sistem dan pola yang lama dan pesantren khalafi adalah pesantren yang
telah menerima unsurunsur pembaharuan.
D. Surau
9
Zaini Dahlan, Sejarah Pendidikan Islam, hlm. 163
Tinggi Agama. Secara sederhana, proses pendidikan yang dikembangkan di
sekolah, madrasah dan perguruan tinggi bertujuan untuk mencetak alumni yang
“cerdas” dan “berakhlak mulia”.
A. Sekolah
Sekolah dipimpin oleh kepala sekolah dan dibantu oleh beberapa wakil kepala
sekolah untuk membantu mengatur semua kegiatan yang berhubungan dengan
sekolah. Sekolah menitikberatkan kepada pendidikan formal, di sekolah prosedur
pendidikan telah diatur sedemikian rupa, ada guru, ada siswa, ada jadwal
pelajaran yang berpedoman kepada kurikulum dan silabus, ada jam-jam tertentu
waktu belajar serta dilengkapi dengan sarana dan fasilitas pendidikan serta
perlengkapan-perlengkapan dan peraturan-peraturan lainnya.
10
Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia,
(Jakarta: Prenada Media Group,2007), hlm.63
B. Madrasah
11
Maudy Talia dkk, Sistem Pendidikan Islam di Indonesia. Jurnal Program Studi PGMI, 9 (1)
hlm. 68
C. Pendidikan Tinggi Islam
Keinginan umat Islam untuk mendirikan pendidikan tinggi telah muncul
sejak masa penjajahan Belanda, dan ide tersebut sudah ada sejak tahun 1930-an.
Sejarah pendidikan tinggi Islam di Indonesia dimulai pada awal tahun 1945 ketika
Masyumi memutuskan untuk mendirikan lembaga pendidikan tinggi Islam di
Jakarta. Akibat keputusan tersebut, Masyumi mengadakan konferensi di Jakarta
pada bulan April 1945, yang dihadiri oleh organisasi-organisasi Islam, intelektual
dan cendekiawan, serta pejabat pemerintah.12
Kesimpulan :
12
Ibid, 70
Pendidikan Islam berlangsung sejak masuknya Islam ke Indonesia pada
tahap awal yang terjadi karena interaksi antara mubaligh dengan
masyarakat. Sehingga melalui interaksi tersebut mereka mulai belajar
mengenal islam dan mengadakan proses belajar mengajar di masjid atau
langar, meunasah, rangkang dan dayah serta pesantren yang merupakan
tempat Pendidikan tertua yang ada di Indonesia yang semakin berkembang
mengikuti zaman. Juga adanya Lembaga pendidikan islam setelah adanya
pembaharuan seperti sekolah, madrasah dan perguruan tinggi yang
berkembang mengikuti zaman yang modern dimana lulusan dari lembaga
tersebut menjadi generasi yang cerdas dan berakhalaq mulia.
Dapus :