Anda di halaman 1dari 23

BAB II

LANDASAN TEORI
A. Pondok Pesantren

1. Pengertian Pondok Pesantren

Asal katanya pesantren berasal dari kata ”santri” yang mendapat


imbuhan awalan ”pe” dan akhiran ”an” yang menunjukkan tempat, maka
artinya adalah tempat para santri. Terkadang pula pesantren dianggap
sebagai gabungan dari kata ”santri” (manusia baik) dengan suku kata ”tra”
(suka menolong) sehingga kata pesantren dapat diartikan tempat
pendidikan manusia baik-baik (Zarkasy, 1998: 106).

Lebih jelas dan sangat terinci Madjid (1997 : 19-20) mengupas asal
usul perkataan santri, ia berpendapat ”Santri itu berasal dari perkataan
”sastri” sebuah kata dari Sansekerta, yang artinya melek huruf,
dikonotasikan dengan kelas literary bagi orang jawa yang disebabkan
karena pengetahuan mereka tentang agama melalui kitab-kitab yang
bertuliskan dengan bahasa Arab. Kemudian diasumsikan bahwa santri
berarti orang yang tahu tentang agama melalui kitab-kitab berbahasa Arab
dan atau paling tidak santri bisa membaca Al-Quran, sehingga membawa
kepada sikap lebih serius dalam memandang agama. Juga perkataan santri
berasal dari bahasa Jawa ”cantrik” yang berarti orang yang selalu
mengikuti guru kemana guru pergi menetap (istilah pewayangan) tentunya
dengan tujuan agar dapat belajar darinya mengenai keahlian tertentu.
Pesantren juga dikenal dengan tambahan istilah pondok yang dalam arti
kata bahasa Indonesia mempunyai arti kamar, gubug, rumah kecil dengan
menekankan kesederhanaan bangunan atau pondok juga berasal dari
bahasa Arab ”Fundũq” yang berarti ruang tidur, wisma, hotel sederhana,
atau mengandung arti tempat tinggal yang terbuat dari bambu (Zarkasy,
1998: 105-106). Pesantren atau lebih dikenal dengan istilah pondok
pesantren dapat diartikan sebagai tempat atau komplek para santri untuk

13
belajar atau mengaji ilmu pengetahuan agama kepada kiai atau guru ngaji,
biasanya komplek itu berbentuk asrama atau kamar-kamar kecil dengan
bangunan apa adanya yang menunjukkan kesederhanaannya.

Lembaga pendidikan di Indonesia bermacam-macam, sebagaimana


kita ketahui berbagai jenjang pendidikan diadakan di Indonesia, bahkan
sampai dikelompokkan menurut usia mulai dari anak-anak sampai dewasa.
Bukan hanya dikelompokkan menurut usia namun adapula ada yang dibagi
menurut jenis terdapat tiga yang utama yaitu formal, nonformal dan
informal. Selanjutnya terdapat dua jalur pendidikan jika dilihat dari
strukturnya yang pertama yaitu pendidikan terstruktur yang di Indonesia
sendiri yaitu dipertanggung jawabkan oleh Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud RI). Pendidikan formal
yaitu pendidikan yang diadakan disekolah pada umumnya yang dibawahi
oleh pemerintah, dan jenjangn pendidikannya diklasifikasikan dengan jelas
dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Pendidikan nonformal
biasanya paling banyak diadakan oleh instansi tertentu disesuaikan dengan
kebutuhan pada kelompok masyarakat tertentu seperti Taman Pendidikan
Al-Qur’an (TPA) yang terdapat di masjid-masjid serta berbagai pendidikan
bidang yang dikhususkan seperti kursus-kursus. Selanjutnya pendidikan
informal biasa diadakan di lingkungan keluarga yang sengaja dibentuk
secara sadar.

Pondok pesantren jika dilihat dillihat dari tujuan dalam


mengembangkan potensi seseorang yaitu termasuk pada pendidikan
nonformal. Pesantren jika dilihat dari historisnya menurut Nurchalish
Madjid mengatakan bahwa pesantren merupakan suatu artefak dalam
peradaban Indonesia sebagai lembaga pendidikan keagamaan yang
bercorak pada tradisional, unik dan indigenous, Nuchalis juga menegaskan
kembali bahwa pesantren ini mempunya historis yang berkesinambungan
dengan lembaga pendidikan pra islam yang telah ada sejak periode Hindu-
Budha, Pendapat ini diperkuat oleh Denis Lombard yang mengatakan
14
bahwa dikatakan berkesinambungan karena adanya penyebab yaitu
terdapat beberapa kesamaan pada letak dan posisi yang mengisolasi diri
dari keramaian, adapun kebiasaan berkelana yang biasa dialkukan oleh
kiyai dan santri yang bertujuan untuk pencarian ruhani dari satu tempat
ketempat yang lain bersamaan dengan penyebaran dakwah islam di
kepulauan Melayu-Nusantara (dalam Amin Haedari dkk, 2004:3).

Pondok pesantren sangat menekankan yang kuat pada studi dan


pemahaman dan pengalaman ajaran-ajaran islam secara holistik, di pondok
pesantren mengajarkan berbagai ilmu dalam islam seperti Al-Qur’an,
hadis, fiqh (ilmu hukum islam), akhlak (etika), dan sejarah islam dengan
tujuan utama Pendidikan di pondok pesantren adalah untuk memperkuat
iman serta menyiapkan generasi yang shalih dan shalihah. Menurut M.
Quraish Shihab (2011:459), pondok pesantren merupakan Lembaga
Pendidikan islam yang berbasis pada sistem pengajian kitab kuning dan
pengembangan akhlakul karimah. Pondok pesantren juga memiliki
karakteristik dalam pengasuhan dan pembinaan santri, serta
pengembangan kemandirian dan kepribadian santri tersebut. Menurut M.
Arifin (2014:229), pondok pesantren merupakan Lembaga Pendidikan
islam yang memiliki tujuan untuk membentuk generasi muda yang
berakhlak mulia, berilmu, dan beramal shalih. Pondok pesantren juga
memiliki peran penting dalam menjaga dan mempertahankan nilai-nilai
keislaman di masyarakat (dalam Amin Haedari dkk, 2004:5).

Terlepas dari perkembangan yang ada pondok pesantren juga sangan


mementingkan pada Pendidikan karakter yang selalu mengajarkan nilai-
nilai kehidupan seperti kesederhanaan, kerendahan hati, kejujuran,
kesabaran serta keikhlasan. Santri selalu diajarkan untuk menghargai dan
menghormati orang lain serta berperilaku sopan dan santun sehingga
menumbuhkan rasa nyaman dan aman dalam menjalani kehidupan di
pondok pesantren. Pembelajaran dan pengajaran di pondok pesantren juga
tidak terlepas dengan adanya silsilah dan tradisi pada umumnya memiliki
15
silsilah (garis keturunan) yang terkait dengan pendiri atau tokoh-tokoh
terkemuka dimasa lalu dan mereka mempertahankan tradisi dan nilai-nilai
yang diwariskan dari generasi ke generasi,menjadikannya sebagai landasan
bagi pendidikan dan pengajaran santri.

2. Jenis-jenis Pondok Pesantren

Ada beberapa jenis pondok pesantren yang dapat ditemukan di


Indonesia. Pesantren biasa dipergunakan sebagai tempat tinggal atau biasa
disebut dengan asrama untuk para santri belajar di sekolah-sekolah
ataupun di perguruan tinggi luarnya. Pendidikan dan pengajaran di pondok
pesantren diberikan diluar waktu sekolah yang akan diikuti oleh setiap
santrinya. Dan diperkirakan berikut adalah penjelasan tentang beberapa
jenis pondok pesantren yang umum (Kompri, 2018) dalam (Sahrawi dan
Elfridawati, 2021:4).

Bahri Ghozali, 2022 juga mengungkapkan beberapa tipe pondok


pesantren terbagi pada tiga tipe yaitu:

a. Pondok Pesantren Tradisional

Pondok pesantren tradisional merupakan pondok yang


menyelenggarakan pembelajaran dan pengajarannya secara
pendekatan tradisional. Pembelajaran yang dilakukan di pondok
pesantren tradisional yaitu pelajaran-pelajaran agama islam yang
dipelajari dengan metode individual atau kelompok dengan media
kitab-kitab klasik, kitab kuning berbahasa arab. Kitab yang biasa
dikaji diadopsi dari karya-karya ulama besar.

b. Pondok Pesantren Modern

Pondok pesantren modern merupakan pondok pesantren yang


penyelenggaraannya dilakukan secara modern yang tidak hanya
mengadakan kajian-kajian klasik berbahasa arab tapi juga

16
mengadakan pendidikan formal baik berupa madrasah maupun
sekolah tapi tetap mempertahankan metode kalsikalnya.

c. Pondok Pesantren Komprehensif

Pondok pesantren komprehensif ini menjadi pondok pesantren yang


model pengajaran dan pembelajarannya diadopsi dari pondok
pesantren tradisional dan pondok pesantren modern. Didalam
pembelajarannya mengkombinasikan pengajaran kitab kuning dengan
metode sorogan, bandongan, wetonan serta Pendidikan formalnya di
madrasah atau sekolah yang terus dikembangkan., dalam (Sahrawi dan
Elfridawati, 2021:4).

Muhammad Hamzah Aryanto, 2021 menjelaskan dalam tulisannya


yaitu ada beberapa macam jenis serta karakteristik yang dimiliki oleh
pondok pesantren di Indonesia, ada yang memiliki karakteristik yang
umum dan karakteristik yang khusus. Pesantren yang memiliki karakter
khusus yaitu pondok pesantren yang memiliki metode pembelajaran yang
khusus sehingga memiliki output khusus dari diterapkannya metode
tersebut. Berikut beberapa jenis pesantren di Indonesia yang memiliki
karakteristik khusus menurut Ubay DC salah satunya yaitu pesantren
Tahfidz. Pesantren tahfidz merupakan pesantren yang memfokuskan
pembelajarannya pada menghafal Al-qur’an, namun dibeberapa pondok
pesantren tahfidz ini tidak hanya untuk menghafal Al-Qur’an tapi
mempelajari juga kitab-kitab klasikal lainnya, perbedaannya dengan
pondok pesantren lainya yaitu dari porsi waktu yang digunakan untuk
menghafal Al-Qur’an lebih banyak serta output yang dihasilkan yaitu
santri dapat menyandang gelar hafidz/hafidzoh.

3. Elemen-elemen Pondok Pesantren

Lahirnya sebuah pondok pesantren dipastikan memiliki elemen-


elemen pendukungnya, setidaknya terdapat lima elemen dasar yang

17
mendukung adanya sebuah pondok pesantren yaitu kyai, pondok, santri,
masjid serta pengajaran kitab-kitab islam klasik atau biasa dikenal
dengan kitab kuning. Elemen-elemen tersebut merupakan ciri khas umum
pada pondok pesantren tradisional yang artinya disetiap pondok
pesantren pasti memiliki elemen yang berbeda. M. Arifin (1995:257)
mengelompokkan bagian-bagian yang termasuk kepada elemen pondok
pesantren setidaknya pesantren harus mempunyai infrastruktur maupun
suprastruktur, yang termasuk pada kategori infrastruktur yaitu meliputi
perangkat lunak (soft ware) seperti kurikulum, metode pembelajaran dan
perangkat keras (hard ware) seperti bangunan pondok, masjid, sarana dan
prasarana sekolah lainnya. Selanjutnya yang termasuk pada kategori
suprastruktur yaitu Yayasan, kyai, santri, ustadz, pengasuh dan para
pembantu kyai atau ustadz. Sedangkan menurut Zamakhsyari (1986:44)
mengklasifikasikan pesantren dalam tiga kategori yaitu pertama,
pesantren kecil atau yang mempunya jumlah santri kurang dari seribu,
kedua pesantren menengah atau pesantren yang mempunyai jumlah santri
antara seribu sampai duaribu dan yang ketiga, pesantren besar atau
pesantren yang memiliki popularitas yang luas bukan hanya di tanah air
bahkan sampai ke luar negeri lainnya (dalam, HM. Amin Haedari, dkk,
2004: 26-27).

Dari kedua pendapat diatas maka berikut beberapa elemen yang


mahsyur pada umumnya yang terdapat pada pondok pesantren tradisional
khususnya yaitu sebagai berikut:

a. Kyai

Kyai merupakan salah satu elemen yang sangat esensial di pondok


pesantren kyai juga pada umumnya merupakan seorang yang menjadi
penggagas adanya sebuah pondok pesantren. Pada daerah pulau Jawa-
Madura kyai merupakan sosok yang disegani oleh masyarakat
dilingkungan pondok pesantren dengan kharismatik, wibawa dan

18
pengaruhnya yang kuat sehingga dalam hal ini pondok pesantren sangat
berpatokan pada perannya seorang kyai (Amin Haedari, dkk 2004:28).

b. Pondok

Pondok sering disebut sebagai tempat tinggal untuk para santri,


terdapat beberapa alasan bagi pesantren untuk menyediakan pondok
(asrama) untuk tempat tinggal santri yaitu pertama, kemahsyuran seorang
kyai serta kedalaman pengaruhnya yang membuat daya tarik santri yang
belajar atau mengaji terutama bagi yang berjarak jauh untuk itu perlu
adanya tempat tinggal untuk menetap santri.

c. Masjid

Masjid merupakan elemen yang sama pentingnya dengan pondok


sebagai tempat beribadah para santri, secara etimologi M. Quraish Shihab
mengartikan masjid yang berasal dari bahasa arab “sajada” yang
mempunyai arti yaitu taat, patuh serta tunduk dengan penuh rasa hormat
dan takdzim, sedangkan menurut terminologi yaitu tempat seseorang
beraktifitas yang mencerminkan kepatuhannya kepada Allah swt. (M.
Quraish Shihab, 1996:459).

d. Santri

Santri menurut John E. berasal dari Bahasa Tamil yang artinya guru
mengaji (Huda dan Yani, 2015: 743). Sedangkan menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia santri adalah seseorang yang sedang berusaha
memperdalam ilmu agama islam dengan sungguh-sungguh. Adapula
yang mengartikan santri itu berasal dari kata “cantrik” yang memiliki arti
seorang yang selalu mengikuti gurunya kemanapun beliau pergi.
Selanujutnya Nurcholis Majid melihat asal-usul kata santri itu dari dua
pendapat, pendapat yang pertama menjelaskan bahwa “santri” berasal
dari kata “sastri” yang merupakan Bahasa sanskerta yang mempunyai arti
melek huruf. Zamakhsyari Dhofier berpendapat, kata santri dalam bahasa
19
India berarti seseorang yang mengetahui buku-buku suci agama Hindu,
atau seorang sarjana ahli kitab suci agama Hindu. Atau secara umum
dapat diartikan buku-buku suci, buku-buku agama, atau buku-buku
tentang ilmu pengetahuan.

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa santri


merupakan seseorang yang mempunyai tekad untuk memperdalam ilmu
agama kepada seorang guru dan siap untuk mengabdi dan bersedia
tinggal ditempat oleh seorang guru untuk para santrinya yang ingin
menuntut ilmu. Dengan demikian santri terbagi menjadi dua golongan,
menurut Dhofier (1968:51-52). Pertama, santri mukim yaitu santri-santri
yang menetap di pesantren atau biasanya santri yang berasal dari daerah
yang jauh dari pesantren. Kedua, santri kalong yaitu para santri yang
rumahnya tidak jauh dari lingkungan pesantren dan mereka biasanya
tidak menginap atau menetap di pondok pesantren namun mereka bolak-
balik (nglajo) ke rumahnya masing-masing dalam (Haedari, dkk,
2004:35).

e. Pengajaran Kitab Kuning

Pengajaran kitab kuning di pondok pesantren biasanya memakai


kitab berwarna kuning berbahasa arab dan tidak memakai harakat atau
biasa disebut dengan istilah kitab gundul. kitab gundul ini yang menjadi
ciri khas di setiap pesantren terutama pesantren salaf, dalam proses
mengkaji kitab kuning ini para santri akan di bekali dengan ilmu-ilmu
nahwu dan shorof untuk dapat memberi harakat pada kitab kuning serta
akan membantu para santri untuk mempelajari suatu kitab serta
memperdalam keahliannya dalam Bahasa Arab.

4. Metode Pengajaran Pondok Pesantren

Metode pengajaran disebuah pondok pesantren menjadikan pondok


pesantren tersebut terarah dalam pembelajarannya. Menurut Kyai

20
Zarkasyi pendiri pesantren Gontor menyebutkan bahwa metode
pengajaran di pondok pesantren akan selalu mengalami perubahan sesuai
dengan perkembangan serta perubahan zaman agar lebih efektif serta
efisien dalam pembelajarannya, namun demikian selama rentang waktu
yang sudah lama metode sorogan dan bandongan ini sudah lazim
dipergunakan disetiap pesantren dalam (M. Habib Chirzin, 1988).

Selain metode sorogan dan bandongan adapula yang dinamakan


dengan metode halaqoh metode ini merupakan pengelompokkan dari
sistem kelas bandongan. Halaqoh sendiri mempunyai arti lingkaran
murid/para santri yang belajar yang dibimbing oleh seorang ustadz atau
guru dalam satu tempat. Beberapa metode lainnya yang sering
dipergunakan di pondok pesantren salah satunya yaitu

a) Hafalan (Tahfidz)

b) Hiwar atauMusyawarah

c) Bahtsul Masa’il (Mudzakarah)

d) Fathul Kutub

e) Muqoronah

f) Muhawarah / Muhadatsah

B. Stres

1. Pengertian Stres

Stres adalah suatu kondisi yang terjadi ketika individu mengalami


tekanan atau beban yang berlebihan dalam menghadapi situasi atau
tuntutan yang sulit. Menurut Lazarus dan Folkman (1984), stres adalah
suatu proses yang terjadi ketika individu mengalami ketidakseimbangan
antara tuntutan yang diberikan oleh lingkungan dan sumber daya yang
dimilikinya untuk menghadapi tuntutan tersebut. Sedangkan menurut

21
Selye (1976), stres adalah suatu respon fisiologis yang terjadi ketika
individu mengalami tekanan atau beban yang berlebihan.

Stres dapat terjadi dalam berbagai bentuk, seperti stres akut, stres
kronis, stres fisik, dan stres psikologis. Stres akut terjadi ketika individu
mengalami tekanan atau beban yang berlebihan dalam waktu singkat,
sedangkan stres kronis terjadi ketika individu mengalami tekanan atau
beban yang berlebihan dalam waktu yang lama. Stres fisik terjadi ketika
individu mengalami tekanan atau beban yang berlebihan pada tubuhnya,
seperti kelelahan, sakit kepala, atau sakit perut. Sedangkan stres psikologis
terjadi ketika individu mengalami tekanan atau beban yang berlebihan
pada pikirannya, seperti kecemasan, depresi, atau ketakutan.

Stres dapat mempengaruhi kesehatan fisik dan mental individu. Stres


yang terus-menerus dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan,
seperti penyakit jantung, diabetes, dan depresi. Oleh karena itu, penting
bagi individu untuk mengelola stres dengan baik agar dapat menjaga
kesehatan fisik dan mentalnya.

Echols (1992) menyebutkan bahwa stres secara bahasa artinya


ketegangan, tekanan. Lalu stres juga didefinisikan oleh Kartini Kartono
(1987) bahwa stres menurut bahasa adalah Ketegagan, tekanan batin,
konflik. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
disebutkan bahwa stres merupakan gangguan atau kekacauan mental dan
emosional, tekanan yang dimaksud didalam pengertian secara behasa
merupakan tekanan batin serta kekacauan mental dirinya maupun
emosional karena adanya beberapa pengaruh dari dalam dirinya maupun
dari luar. Dalam pendekatan interaksionis stres merupakan adanya
transaksi antara tekanan dari luar dengan karakteristik indiviu yang akan
menentukan apakah tekanan tersebut dapat menimbulkan stres atau tidak
dalam (Safaria & Saputra, 2009:27).

22
Secara epistemologi menyebutkan bahwa stres adalah suatu reaksi
yang dirasakan seseorang ketika mendapatkan tekanan dari dalam dirinya
maupun dari luar. Stres juga suatu kekuatan atau tekanan fisik yang
ditimpakan kepada suatu objek dan mempunyai konsekuensi yang tidak
terhindarkan atau dalam pengertiannya adalah sres merupakan interaksi
antara kemampuan seseorang dengan menyesuaikan dirinya dengan
tuntutan-tuntutan yang menekannya. Selanjutnya menurut Hawari
(1999:23) menyebutkan bahwa stres merupakan suatu tanggapan atau
reaksi tubuh terhadap tuntutan maupun beban atasnya yang bersifat
nonspesifik.
Permasalahan-permasalahan yang sering kali muncul dalam hidup
manusia merupakan suatu garis takdir yang sudah ditentukan oleh Allah
Swt. Permasalahan tersebut dapat menjadikan pengingat bagikta sebagai
manusia agar selalu bersabar dalam setiap keadaan apapun sesuai dengan
yang difirmankan dalam Al-Qur’an pada surat Al-Baqarah ayat 155
sebagai berikut:

‫وع َونَ ْقص ِمنَ ٱ ْْل َ ْم َٰ َو ِل َوٱ ْْلَنفُ ِس‬ ْ ِ ‫ش ْىء ِمنَ ٱ ْلخ َْو‬ َ ِ‫َولَنَ ْبلُ َونَّ ُكم ب‬
ِ ‫ف َوٱل ُج‬
َّ َٰ ‫ت ۗ َوبَش ِِر ٱل‬
َ‫صبِ ِرين‬ ِ ‫َوٱلث َّ َم َٰ َر‬
Artinya :”Dan sesungguhnya akan kami berikan cobaan kepadamu dengan
sedikit ketakutan,kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan.dan
berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” (Qs. Al-
Baqarah:155)
Sudah jelas di Al-Qur’an dijelas bahwa manusia akan selalu
dihadapkan dengan ujian dan cobaan maka perintah Allah yaitu bersabar.
Beberapa permasalahan dan cobaan akan membuat kita merasa beban
hidup kita menjadi sangat berat, kita seringkali juga berputus asa dari
nikmat Allah swt.

23
2. Penyebab Timbulnya Stres

Menurut Sarafino sumber-sumber timbulnya stres dapat dibedakan


menjadi tiga sumber yaitu sebagai berikut:

a. Sumber stres dari dalam diri individu


Salah satu sumber timbulnya stress yaitu dari dalam diri sendiri
contohnya yaitu disebabkan adanya rasa kesakitan fisik yang
dialaminya. Stress yang timbul dari dalam diri sendiri juga
dipengaruhi oleh umur seseorang, karena dalam perkembangan
fisiknya semakin tua umur seseorang semakin menurun juga kekuatan
fisiknya, sehingga sering munculnya rasa sakit yang menimbulkan
stress.
Selain dari sebab rasa sakit dan umur yaitu dari konflik didalam
dirinya, konflik ini merupakan sumber stress yang utama dalam diri
individu. Konflik timbul karena adanya tuntutan yang secara tidak
langsung sikap dari individu tersebut yang selalu menilai tuntutan dan
hambatan tersebut berasal dari dalam lingkungan sehingga individu
selalu merasa untuk memenuhi tuntutan tersebut yang pada akhirnya
adanya ketidakseimbangan antara tuntutan dengan kemampuan yang
dimilikinya.
b. Sumber stres dari dalam komunitas dan lingkungan
Tidak menutup kemungkinan jika seorang manusia untuk tidak
melakukan interaksi dengan sesame manusia yang lain. Perselisihan
diantara sesam individu merupakan suatu hal wajar karena isi kepala
setiap orang berbeda sehingga adanya perbedaan pendapat dan
persepsi dalam menjalankan kehidupannya. Selain dengan sesame
individu permasalahan timbul dari lingkungan ketidaknyamanan
seseorang pada lingkungannya akan menjadikan sebuah masalah besar
bagi individu baru untuk beradaptasi dengan lingkungan baru. Semua
hal tersebut dapat menjadi penyebab timbulnya stress hubungan yang

24
kurang baik dengan sesama individu dan lingkungannya menjadi
tantangan bagi indiviidu untuk dapat menyesuaikannya.
c. Sumber stres dari dalam keluarga
Ikatan darah tidak bisa menjadi jaminan untuk dapat menyatukan
beberapa pemikiran dalam sebuah anggota keluarga. Banyak interaksi
yang biasa dilakukan oleh sesame anggota keluarga seperti seorang
ibu yang selalu menginkan anaknya menuruti keinginannya namun
tidak sedikit seorang anak yang berbeda pendapat dengan ibunya
sehingga akan menimbulkan perselisihan diantaranya, selain
perselisihan antara anak dengan ibu terdapat beberapa perselisihan
lain yang timbul dalam keluarga yaitu perselisihan dalam masalah
keuangan, perasaan saling acuh tak acuh dan lain sebagainya kondisi
itullah yang dapat menimbulkan stress pada individu yang bersumber
dari keluarga.
3. Gejala dan Dampak Stres

Stress dapat berdampak baik maupun buruk, dampak tersebut dapat


berupa fisik maupun psikis yaitu sebagai berikut:

a. Dampak fisik
1) Seseorang yang terkena stres dapat mengakibatkan penyakit jantung,
karena stres yang tinggi cenderung meningkatkan kadar kolesterol,
kadar kolesterol yang tinggi menimbulkan hambatan aliran darah
dalam pembuluh-pembuluh nadi sehingga meningkatkan
kemungkinan terjadinya penyakit jantung.
2) Adanya penyakit tungkak lambung yaitu akibat ketidakseimbangan
pengeluaran cairan pencernaan dan timbulnya bercak pada kulit serta
penyakit asma.
3) Stres mengakibatkan efisiensi kekebalan tubuh atau daya tahan
tubuh menurun, melemah sehingga mudah masuk angin, pilek.
4) Ketegangan pada bagian otot menyebabkan perasaan pegal di bahu,
pinggang, leher, kepala.
25
5) Gerakan-gerakan yang dilakukan diluar kemauan, sebagai kebiasaan
tanpa rangsangan yang jelas, merupakan suatu ekspresi dari konflik
emosi.
6) Menggaruk-garuk kepala, menggigit kuku, menggosokgosok tangan
dan gejala-gejala lain sebagai perwujudan adanya ketegangan.
7) Sindrom ketegangan pra-menstrual : nyeri di tubuh, mual, sakit
kepala, rasa tidak nyaman sebelum haid, disebabkan terganggunya
keseimbangan hormon, yang sering berkaitan dengan stres seseorang
dan haid yang tidak teratur.
8) Disfungsi seksual: penderita stres sering mengeluh masalah seksual,
impotensi, frigiditas, ejakulasi dini.
9) Stres selain mengakibatkan penyakit jantung dan lainnya
sebagaimana di atas dapat juga menyebabkan penyakit kanker,
tekanan darah tinggi, migraine, radang usus besar, sembelit, diare,
tukak, penyakit gula, rematik dan lainnya.
b. Dampak Psikis
Orang yang menderita stres selain berdampak pada fisiknya juga
berdampak pada psikisnya, yaitu sebagai berikut:
1) Ansietas: perasaan tidak menentu, cemas dan takut yang tidak jelas
dan tidak terkait pada suatu ancaman yang jelas dari luar. Perasaan
khawatir, cemas, tidak nyaman dapat menyebabkan penderita
menjauhkan diri, menghindar dari lingkungan sosial atau tempat dan
keadaan tertentu.
2) Seseorang yang cemas, tertekan, mudah terkena depresi bilamana
tidak bisa mengatasi masalahnya dan merasa putus asa, bingung,
apatis, sedih, gangguan tidur, kehilangan minat terhadap aktivitas
dan orang lain, pikiran-pikiran negatif mengenai dirinya,
pengalaman dan hari depan, pikiran dan dorongan melakukan
percobaan bunuh diri.
3) Ketidakseimbangan emosi : suasana hati mudah berubah, cepat
marah, emosi cepat meluap, menjadi histeris.
26
4) Stres mempercepat proses menua dengan gejala : a) Mampu
mengingat peristiwa lama tetapi lupa peristiwa baru b) Kecemasan
akan perubahan pada tubuh, penyakit dan kematian c) Perasaan akan
kehilangan kecantikan, rambut berubah, kerut-kerut di wajah, otot
yang mengendor d) Bertingkah laku muda lagi, terlihat dalam
penampilan, pakaian dan perilaku.
5) Kondisi orang yang stres atau terganggu kesehatan jiwanya
mengakibatkan adanya persepsi buruk terhadap dirinya dan orang
lain; perilaku menyimpang dan perasaan tidak bahagia sehingga
melemahkan kemampuan dalam membuat keputusan, lemah dalam
melaksanakan tanggung jawab dengan efisiensi dan lemah dalam
membina hubungan yang harmonis dengan sesama.
6) Stres berat dapat menyebabkan seseorang lumpuh, tidak bahagia,
seolah-olah tidak berdaya atas dirinya dan membawa pada keadaan
statis, dan dapat menurun produktivitas sehingga berbagai aspek
kehidupan menjadi kacau.
C. Al-Qur’an

1. Sejarah Turunnya Al-Qur’an

Banyak pengertian mengenai Al-Qur’an secara luas yang dikemukakan


oleh para ulama. Al-Qur’an merupakan firman Allah swt. Yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad saw. Sebagai salah satu mu’jizatnya, kandungan
Al-Qur’an memuat berbagai makna diantaranya menjadi sumber hukum
dan syariat, berisi tentang proses terjadinya langit dan bumi, kisah-kisah
teladan, sumber hukum fikih dan lain sebagainya, untuk itu Al-Qur’an
dijadikan sebagai pedoman bagi umat muslim dalam kehidupannya.

Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur, sampai terjadi


perbedaan pendapat para ulama mengenai kapan tepatnya turunAl-Qur’an
namun tetap dengan landasan yang tepat pada setiappendapat tersebut.
Salah satu dalil yang melatarbelakangi turunnya Al-Qur’an yaitu Qs.Al-

27
Anfal ayat 41 yang berbunyi “Jika kamu tidak beriman kepada Allah Dan
kepada apa yang kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari
Furqan, yaitu dihari bertemunya dua pasukan” ulama yang memakai
landasan ini mempunyai pendapat bahwa Al-Qur’an diturunkan pada
malam 17 Ramadhan. Yang dijalaskan pula oleh imam Thabari
menjelaskan dari sanad Hasan Bin Ali, bahwa yang dimaksud dengan
bertemunya dua pasukan itu adalah pasukan antara kaum muslimin dengan
kaum musyrikin yang dimana bertemunya kedua golongan ini pada
peristiwa perang badar pada tahun 2H.

Disisi lain yang melatarbelakangi turunnya Al-Qur’an yaitu pada


Qs.Al-Qodr ayat 1 yang berbunyi :”Sesungguhnya Kami telah
menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam Qodr.” Serta beberapa pendapat
yang mendukung firman tersebut yaitu dari Hadist Nabi yang diriwayatkan
oleh Bukhori dan Muslim “ Carilah malam lailatul Qodr di (malam ganjil)
pada 10 hari terakhir di Bulan Ramadhan”. Sejalan dengan kedua pendapat
tersebut dapat disimpulkan bahwa perbedaan pendapat darikeduanya
tidaklah harus di perdebatkan oleh kita sebagai umat muslim,yang perlu
kita lakukan adalah mengimani adanya kitab Al-Qur’an serta menjaga dan
mengamalkan isinya.

2. Pengertian Al-Qur’an

Al-Qur’an merupakan suatu mukjizat bagi Nabi Muhammad saw.


sebagai penghapusan terhadap penyembahan berhala dengan mukjizat Al-
Qur’an menentang manusia yang menentang dan sewenang-wenang
sehingga tidak dapat berkutik (Mursaid dan Kisa’i, 2020:1-2).
Sesungguhnya Al-Quran adalah kitab Allah SWT. Setiap kali seorang
muslim membaca, mencintai dan menghafalnya maka Allah akan
mengaruniakan kepadanya pemahaman yang benar. Dia tidak
memberikannya kepada siapapun, namun Dia hanya memberikannya

28
kepada ahli Allah (para wali Allah), yang mereka itu adalah ahli Al-Qur’an
(para penghafal Al-Qur’an) (Az-Zawawi, 2013:37).

Secara etimologi, ada beberapa pendapat tentang asal-usul kata Al-


Quran. Namun, secara garis besar bisa dikelompokkan menjadi tiga:

1) menurut Subhi Al-Shalih (1977:18) kata Al-Qur‘an adalah isim ‘alam


(nama) yang digunakan untuk menyebut kitab suci yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad. Ia tak ubahnya seperti Taurat dan Injil yang
digunakan untuk menyebut kitab yang diberikan kepada Musa dan Isa.
Menurut pendapat ini, Al-Qur‘an bukan turunan (musytaqq) dari kata
apapun, melainkan isim murtajal, yakni kata yang terbentuk seperti itu
sejak semula. Pendapat ini dikemukaan antara lain oleh Al-Syafi‘i (150-
204 H/767-820 M) dalam (Syukran, 2019:91).

2) Kata Al-Qur‘an berasal dari qarana yang berarti menghimpun atau


menggabung. Hal ini sesuai dengan sifat Al-Qur‘an yang menghimpun
huruf, ayat, dan surat. Pendapat ini dikemukakan oleh Abu Al-Hasan Al-
Asy‘ary (260- 324 H/767-820 M). Pendapat yang hampir sama
dikemukakan oleh Al-Farra (w. 207 H/823 M) yang mengatakan Al-Qur‘an
berasal dari kata qara’in (jamak qarinah). Secara morfologis, kata qara’in
juga berasal dari qarana. Qara’in berarti pasangan, bukti, atau sesuatu yang
menjelaskan. Dinamakan demikian karena ayat-ayat Al-Qur‘an bersifat
saling berhubungan dan saling menjelaskan satu dengan lainnya (dalam
Jalaluddin, 2008:116).

3) Kata Al-Qur‘an adalah bentuk masdar dari qara’a yang berarti


membaca. Qur’an merupakan masdar yang juga bermakna maf‘ul,
sehingga artinya bacaan. Bentuk ini sama dengan ghufran (ampunan) yang
merupakan masdar dari ghafara (mengampuni), atau rujhan yang
merupakan masdar dari rajaha. Pendapat ini disampaikan oleh Al-Lihyany
(w. 215 H/831 M) dan Al-Zajjaj (w. 311 H/928 M). Namun, Al-Zajjaj lebih
memilih mengumpulkan sebagai makna qara’a. Meskipun begitu, antara
29
membaca dan mengumpulkan sesungguhnya memiliki kaitan makna,
karena membaca hakikatnya adalah mengumpulkan huruf dan kata dalam
ucapan, sehingga antara keduanya bisa berarti sama. Pendapat ini juga
didasarkan pada ayat Al-Qur‘an yang berbunyi: Sesungguhnya tanggungan
Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai)
membacanya. Maka, apabila Kami selesai membacakannya, ikutilah
bacaannya itu. (Al-Qiyamah: 17-18) (dalam Syukran, 2019:92).

3. Menghafal Al-Qur’an

a. Keutamaan Menghafal Al-Qur’an

Penghafal Al-Quran mempunyai banyak keutamaan dan banyak


sekali manfaat dan jaminan Allah kepada para penghafal Al-Qur’an,
entah itu jaminan dunia maupun akhirat.beberapa keutamaan-
keutamaan tersebut diantaranya yaitu:

a) Penghafal Al-Qur’an mendapat kenikmatan serta kebaikan dari Allah


swt.

b) Nikmat yang didapat oleh para penghafal Al-Qur’an sama dengan


nikmat yang Allah berikan kepada para Nabi.

c) Para penghafal Al-Qur’an merupakan keluarga Allah dipermukaan


bumi.

d) Al-Qur’an dapat memberi syafaat kepada para penghafal Al-Qur’an,


akan menjadi penolong di hari kiamat.

e) Penghafal AL-Qur’an dapat meninggikan derajat seseorang didalam


surga.

f) Penghafal Al-Qur’an akan diberi mahkota dan jubah yang mewah


didalam surga.

30
g) Kedua orang tua penghafal Qur’an akan diberikan kemuliaaan oleh
Allah swt, disurga.

h) Penghafal AL-Qur’anlebih banyak mendapatkan pahala daripada orang


biasa, karena setiap huruf yang dibacakannya sama dengan sepuluh
kebaikan.

b. Adab dalam Menghafal Al-Qur’an

Menurut al-Attas, secara etimologi (bahasa) adab berasal dari


bahasa Arab yaitu addaba-yu’addibu-ta’dib yang telah diterjemahkan
oleh al-Attas sebagai ‘mendidik’ atau ‘pendidikan’. Dalam kamus Al-
Munjid dan Al-Kautsar, adab dikaitkan dengan akhlak yang memiliki
arti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat sesuai dengan nilai-
nilai agama Islam. Sedangkan, dalam bahasa Yunani adab disamakan
dengan kata ethicos atau ethos, yang artinya kebiasaan, perasaan batin,
kecenderungan hati untuk melakukan perbuatan. Ethicos kemudian
berubah menjadi etika (Nasir, 1991:14).

Al-Kahil (2011:19) salah satu norma yang perlu diperhatikan


adalah ketika berinteraksi dengan kalam Allah yaitu Al-Quran Al-
Karim. Baik ketika membaca, menghafal atau mempelajarinya. Al-
Quran adalah kalam Allah, menghafalkannya adalah aktivitas yang
paling besar nilainya, karena hal itu akan membuka pintu-pintu
kebaikan. Dan ingatlah bahwa Rasulullah SAW diutus karena sesuatu
yang penting dan mendasar, yaitu Al-Quran dalam (Ismail dan Hamid,
2020:223).

Jadi, adab membaca Al-Quran adalah norma, tata cara, budi


pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat yang sesuai dengan nilai-nilai
agama Islam dalam berinteraksi dengan kalam Allah agar dapat
mengetahui dan mendekatkan diri dengan Allah. Hal ini untuk
mengetahui siapa Allah, harus memahami dulu ciptaan-Nya.

31
Ismail dan Abdullah Hamid (2020:224-229) menurut pendapat
Imam Nawawi dalam kitab At-Tibyan fi adabi Hamalatil Qur’an ada
beberapa adab dalam membaca Al-Qur’an yaitu sebagai berikut:

1) Ikhlas
2) Membersihkan Mulut
3) Selalu dalam kondisi Suci
4) Bertayamum jika tidak mendapati air
5) Selalu menjaga kebersihan tempat
6) Menghadap Kiblat
7) Memulai Qira’ah dengan Ta’awudz
8) Membiasakan mengawali setiap surah dengan basmalah
9) Mentadaburi setiap ayat Al-Qur’an
10) Mengulang-ulang ayat tertentu untuk direnungi
11) Membaca dengan tartil
12) Memohon karunia Allah saat membaca ayat rahmat
13) Menghormati Al-Qur’an
14) Tidak boleh membaca Al-Qur’an dengan bahasa selain arab
15) Boleh membaca Al-Qur’an dengan menggunakan Qiraah Sab’ah
16) Membaca Al-Qur’an sesuai dengan urutan mushaf
17) Membaca Al-Qur’an dengan melihat mushaf
18) Tidak mengeraskan suara saat membaca Al-Qur’an
19) Dianjurkan membaguskan suara ketika Qira’ah
4. Kualitas Hafalan Al-Qur’an

a. Pengertian Kualitas Hafalan Al-Qur’an

Kualitas merupakan arti dasar dari kata kualitet yang memiliki


makna tingkat baik buruknya suatu hal. Selanjutnya jika dilihat secara
istilah kata kualitas merupakan suatu tingkat atau kenaikan mutu pada
32
arah perbaikan yang lebih baik lagi, karena dalam kualitas terdapat bobot
tinggi rendahnya nilai sesuatu.

Kata hafal dalam KBBI memiliki arti telah masuk dalamingatan


dan dapat mengucapkannya diluar kepala (tanpa melihat buku atau
catatan tertentu). Menurut bahasa kata menghafal diambil dari bahasa
aarab yaitu Al-Hafidz yang mempunyai arti ingat, sehingga kata
menghafal memiliki arti mengingat. Mengingat merupakan suatu
kegiatan yang menanamkan suatu materi kedalamingatan dengan tujuan
dapat diingat kembali secara harfiyah, sesuai dengan yang telah
diingat/dihafalkan sebelumnya. Dalam konteks ini yaitu
menghafal/mengingat ayat-ayat Al-Qur’an yaitu suatu kegiatan
menanamkan ayat-ayat Al-Qur’an kedalam ingatan dan dapat
melafalkannya kembali tanpa melihat mushaf Al-Qur’an.

Setelah dipaparkan setiap kata maka dapat disimpulkan bahwa


kualitas hafalan Al-Qur’an adalah mutu dan kemapanan baik atau
buruknya ingatan dalam menghafal Al-Qur’an pada setiap individu atau
santri yang menghafalkan Al-Qur’an dengan dapat melafalkan ulang
ayat-ayat Al-Qur’an yang telah dihafalnya dengan kaidah-kaidah huruf,
ayat, tajwid bahka makna dari ayat Al-Qur’an tersebut dan tetap
membiasakan nya untuk menjaga hafalan AL-Qur’annya.

b. Indikator Kualitas Hafalan Al-Qur’an

Dalam menilai suatu kualitas hafalan Al-Qur’an seseorang secara umum


dapat dilihat dari ketetapan dalam melafalkan ayat Al-Qur’an yang telah
dihafalnya tanpa melihat mushaf. Namun ada beberapaindikator yang
harus dipenuhi agar bacaan atau hafalan Al-Qur’an seseorang berkualitas
yaitu sebagai berikut:

a) Kaidah Ilmu Tajwid

33
Tajwid merupakan bentuk mashdar dari fi'il madhi yang berarti
membahayakan, menyempurnakan dan memantapkan. Sedangkan
menurut istilah

‫التجويد هو علم يعرف به إعطاء كل حرف حقه ومستحقه من الصفات والمدود‬


‫وغير ذلك كالترقيق والتقييم ونحوهما‬

Artinya :“Ilmu tajwid adalah ilmu yang berguna untuk mengetahui


bagaimana cara memenuhkan/memberikan hak huruf dan mustahaqnya.
Baik yang berkaitan dengan sifat, mad dan sebagainya, seperti tarqiq dan
tafkhim dan selain keduanya.”

Tujuan mempelajari ilmu tajwid adalah menjaga lisan dari


kesalahan saat membaca al- Qur'an (Ahmad Annuri, 2010:17-23) Oleh
karna itu, hukum mempelajari ilmu tajwid wajib bagi para pembelajar al-
Qur’an agar mendapatkan bacaan yang benar. Bacaan al-Qur’an dapat
dibedakan menjadi baik, sedang dan kurang baik bisa dilihat dari
kemampuan kesesuaian sifat huruf, makharijul huruf, ahkam al huruf dan
ahkam al mad wa al qashr (Al-Juraisy, 2016:16).

Ilmu Tajwid dalam membaca Al-Qur’an harus sepenuhnya


diterapkan dengan tujuannya yaitu untuk membaguskan bacaan dan tetap
menjaga makna yang terkandung dalamAL-Qur’an tersebut. Beberapa
hal yang harus diperhatikan dan dipelajari dalam ilmu tajwid yaitu:

● Hukum bacaan alif lam


● Hukum bacaan nun sukun dan tanwin
● Hukum bacaan mim sukun dan tanwin
● Hukum bacaan mad
● Cara membaca makharijul huruf
● Cara membaca qolqolah
● Cara berhenti di setiap waqaf
b) Fashahah

34
Fashahah merupakan kejelasan dalam melafalkan ayat-ayat Al-
Qur’an, ada beberapa poin yang harus diperhatikan dalam fashahah ini
adalah sebagai berikut:
● Al Waqfu Wal Ibtida (ketepatan antara memulai bacaan dan
menghentikan bacaan)
● Muru’atul Huruf Wal Harakat (ketepatan pada setiap huruf dan
harakat)
● Muru’atul Kalimah Wal Ayah ( ketepatan setiap kalimat dan ayat)
c) Kelancaran Hafalan
Kelancaran hafalan Al-Qur’an seseorang dapat dilihat dari
kemampuannya membacakan kembali ayat-ayat yang telah
dihafalnya.kunci agar lancar dalam melafalkan kembali ayat Al-Qur’an
ataumenghafalnya yaitu dengan cara sering mengulang-ulang hafalan
yang dimilikinya secara kontinu.
Secara singkat, memori melewati tiga proses: perekaman,
penyimpanan, dan pemanggilan. Perekaman (encoding) adalah
pencatatan informasi melalui reseptor indera dan sirkuit saraf internal.
Penyimpanan (storage), proses ke dua, adalah menentukan berapa lama
informasi itu berada beserta kita baik dalam bentuk apa dan di
mana.Sedangkan pemanggilan (retrieval) adalah mengingat
kembali/menggunakan informasi yang telah disimpan Kelancaran hafalan
bisa dilihat dari kemampuan mengucap kembali atau memanggil kembali
dengan baik informasi yang telah dihafal atau dipelajari. Dalam
menghafal Al-Qur’an, hafalan Al-Qur’an bisa dikategorikan baik jika
orang yang menghafal mampu melafalkan ayat Al- Qur’an tanpa melihat
mushaf dengan benar dan sedikit kesalahan. Agar seorang penghafal
benar- benar menjadi penghafal Qur’an yang representatif, dalam arti ia
mampu memproduksi kembali ayat- ayat yang telah dihafalnya, maka
ayat-ayat yang telah dihafal harus dimantapkan sehingga benar- benar
melekat dalam ingatannya.

35

Anda mungkin juga menyukai