PENDAHULUAN
A. Konteks Penelitian
pendidikan yang sudah ada jauh sebelum Negara Indonesia terbentuk menjadi
negeri NKRI. Pesantren pun sering dijadikan sebagai pusat atau base camp untuk
memerangi penjajah saat ini. Nahdlatul Ulama pernah menulis bahwa Santri
1
Abdurrahman Wahid sendiri mengakui bahwa istilah "subkultur" belum mendapat persetujuan
dari Pesantren sendiri. Penggunaan istilah ini harus dipahami dalam waacana pengenalan
identitas budaya pesasntren oleh pihak luar. Istilah "subkultur" untuk pesantren tidak berasal dari
pesantren itu sendiri.. Lihat; Abdurrahman Wahid, Menggerakkan tradiisi (Yogyakarta: LKIS,
2003), 1.
2
Nurcholish Madjid, Bilik-Bilik Pesantren ; Sebuah Potreet Perjalanan (Jakarta : Paramadina,
1997), 3.
1
2
mendalami dan menguasai ilmu agama Islam atau yang lebih dikenal dengan
dakwah menyebarkan Islam secara moral dan kubu umat. Sehubungan dengan itu,
materi yang diajarkan di pesantren adalah materi religi yang disarikan langsung
penting dalam penyebaran Agama Islam di Pulau Jawa. Bahkan pada zaman
pesantren. Selain itu, dari rahim pondok pesantrenlah banyak tokoh bangsa
dilahirkan, sebut saja KH. Hasyim Asyari, KH. Abdul Wahab Hasbullah, KH.
Wahid Hasyim, KH. Achmad Siddiq, KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur,
3
Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren, Pola Penggembangan Pondok
Pesanttren (Jakarta: Departemen Agama, 2003), 2.
4
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Lintasan Sejarah Peertumbuhan dan
Perkembangaan. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), 149.
5
Undang-Undang RI, Nomor 18, Tahun 2019 tentang Pesantren
3
mirip dengan akademi militer atau biara (monestory, convent) dalam artian yang
berbasis agama Islam yang mengikuti dua kurikulum dalam proses belajar
dan kurikulum agama Islam yang berlangsung di kelas malam 7. Sebagai Lembaga
komunitas yang memiliki kompleks, masjid, dan fasilitas pesantren di mana santri
(santri) dan ustazd (guru) makan, tidur, belajar, dan umumnya berinteraksi
sepanjang hari 9.
Tak hanya itu, apa yang disampaikan oleh seorang Kiai kepada santrinya
harus dijalankan. Padahal aturan semacam itu tidak diatur secara tertulis dan tidak
6
Greg Barton, Biografi Abdurrahman Wahid. (LKIS: Yogyakarta. 2010), 13.
7
Sofwan, M., & Habibi, A. Problematika dunia pendidikan Islam abad 21, dan tantangan pondok
Pesantren di Jambi. Journal Kependidikan, 46(2) (2016), 271-280
8
Daulay, H. P. Dinamika pendidikan Islam di asia tenggara. (Jakarta, Indonesia : Rineka
Cipta, 2009), 64. Lihat juga ; Kamil, dkk. From e d u c a t I o n a l p o l I c y to c l a s s r o o m
practices : Indonesian secondary school EFL teachers’ self - efficacy in developing school -
based EFL syllabus. Excellence in Higher Education Journal, 4 (2), (2014), 86 - 107.
9
Buang, S.. Madrasah and Muslim education : Its interface with urbanization . In W. T.
Pink & G. W. Noblit (Eds.), International haendbook of urban education, (pp. 321 –
342). (New York, NY: Springer, 2007), 105. Lihat juga ; Nilan, P. The spirit of education In
Indonesian pesantren. British Journal of Sociology of Education, 30 (2), (2007), 219 – 232
4
ada kesepakatan sebelumnya antara kiai dengan santri. Disinilah salah satu ciri
Pantai Sumatera dan Pula Jawa. Pada tahun 1831, lembaga pengajian dan
pesantren di Pulau Jawa mencapai 1853 lembaga, bahkan pada tahun 1885
dan tekanan global, namun telah mampu bertahan dan tetap berkembang. Ini
salah satu keunikan yang peneliti temukan pada studi pendahuluan ialah
banyak digunakan oleh kalangan umum, materi pemahaman kitab kuning yang
diterapkan ialah kitab Awamil fi annahwi, kitab mirqotu al ulum, dan kitab-kitab
belajar belajar kitab kuning. Kitab Awamil fi annahwi dan kitab mirqotu al ulum
model Nadhom atau lagu yaitu menggunakan Bahar Towil dan Bahar Rojaz,
dilengkapi dengan pengertian, makna dan maksud, sehingga santri mudah untuk
memahami materi dan isi yang ada dalam kitab. Disamping itu, pada dua kitab
tersebut juga dilengkapi dengan contoh yang sederhana sehingga siswa mudah
sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh pesantren yaitu tetap menjadikan
evaluasi dilakukan tes untuk seluruh santri dalam rangka mengukur kemampuan
dan pemahaman santri terhadap materi yang diajarkan yaitu melalui sistem
klasikal baik tertulis maupun lisan. Dengan demikian maka kekahasan atau
Lokal. Namun tetap berpegang teguh pada nilai-nilai tradisi yang menjadi ciri
yang dapat membina seluruh santri dengan kondisi yang sangat hiterogene.
agama, seperti fiqh, tarikh, hadits, dll. Dalam istilah Indonesia kita menyebutnya
“arab pegon”. Hal ini bertujuan agar siswa terbiasa menulis bahasa arab, dan lebih
semua santri anak laki-laki dibentuk dengan sarung dan sorban. Selain itu, seluruh
tersebut. Misalnya, mereka melepas sepatu ketika ingin masuk kelas. Mereka
mengaturnya di luar kelas. Selain itu, Pesantren Al Barokah juga memiliki budaya
yang sangat bagus. Anak laki-laki dan perempuan dipisahkan di setiap kelas.
delapan syarat dalam pembelajaran yaitu ; siswa, guru, tujuan, kurikulum, metode,
guru yang dituntut aktif, kemudian beberapa doktrin juga dianggap justru
mematikan daya nalar kritis seorang santri, lalu sarana pembelajarannya hingga
evaluasi pembelajarannya.
studi ini sebagai upaya untuk memberikan informasi kepada pembuat kebijakan
13
Oemar Hamalik. Kurikulum dan pembelajaran. ( Jakarta ; Bumi Aksara, 1999), 77
8
berbagai program pendukung atau pelatihan bagi pengelola dan guru di pondok
pesantren.
lingkungan, dan standar prestasi siswa merupakan faktor yang berpengaruh dalam
14
Baker, W. P., & Lawson, A. E., Classroom management for successful student inquiry.
The Clearing House, 75(5), (2002), 248 - 252. Lihat juga ; Fowler , J ., & Şaraplı , O.
Classroom management ; What ELT students expect. Procedia Social and Behavioral
Sciences, 3 , (2010), 94 - 97.
15
Depdiknas, Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia
nomor 65 tahun 2013 tentang standar proses pendidikan dasar dan menengah . (Jakarta ;
Depdiknas, 2013), 66
16
Sofwan, M, & Habibi, A. Problematika dunia pendidikan Islam abad 2.1. dan
tantangan pondok Pesantren di Jambi. Jurnal Kependidikan, 46 (2), (2016), 271 - 280
9
menjujung tinggi nilai kesederhanaan dalam budaya dan kondisi, serta terdapat
kitab khusus yang menjadi ciri khas pembelajaran kitab kuning di pesantren AL
Barokah yaitu Kitab awamil fi annahwi dan Kitab Mirqotu al Ulum sebagai kitab
utama yang dijadikan sebagai bahan untuk memberikan bekal pada santri untuk
mampu membaca, memahami, mengetahui dan menganalisis isi yang ada dalam
kitab kuning.
B. Fokus Penelitian
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
2. Manfaat Praktis
a. Bagi peneliti
c. Bagi Masyarakat
Pesantren.
E. Definisi Istilah
pengertian dan makanya nya perlu dipaparkan untuk dijadikan kata kunci
lanjut. Istilah istilah yang perlu ditegaskan adalah yang mengandung interpretasi
yang beragam. Untuk itu dalam penelitian ini terdapat beberapa kata kunci
1. Manajemen Pembelajaran
2. Pembelajaran di Pesantren
12
yang unik. Ciri-ciri pendidikan pesantren dapat dirunut dari berbagai aspek
yang lebih interaktif. Hal ini merupakan sebuah sistem yang menyampaikan
3. Pondok pesantren
masjid, dan pembelajaran kitab kuning. Dalam penelitian ini yang dimaksud
F. Sistematika Penulisan
13
yang akan memermudah alur penelitian serta penyajian laporan. Adapu sitematika
b. Bab dua kajian pustaka, berisi penelitian terdahulu, kajian teori, kerangka
konseptual
c. Bab tiga, Metode penelitian berisi, pendekatan dan jenis penelitian, lokasi
d. Bab empat, Paparan data dan analisis data berisi paparan data dan analisis,
temuan penelitian.
Bondowoso)
f. Bab enam, Penutup, membahas bagian terakhir yang berisikan kesimpulan dan
saran