Anda di halaman 1dari 30

KENAKALAN REMAJA DALAM BENTUK GHASAB DI

MABNA FATIMAH AZ – ZAHRA

LAPORAN PENELITIAN
Disusun untuk memenuhi tugas akhir semester
Mata kuliah bahasa indonesia yang dibina Nurul Shofia, M.Pd

Oleh:
Amarizka Diva Udyaningtyas
Psikologi A
19410001

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2019
ABSTRAK

Akhir-akhir ini muncul fenomena perilaku ghasab di lingkungan ma’had


atau pondok pesantren. Hal tersebut dapat mengarah pada kenakalan remaja
mengingat pelaku ghasab di lingkungan yang diteliti masih menginjak usia remaja
dan berdampak pada interaksi sosial antar santri. Penelitian ini bertujuan untuk
menemukan solusi alternatif untuk mengatasi perilaku ghasab di Mabna Fatimah
Az-Zahra.Sumber data penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder.Responden penelitian ini dipilih berdasarkan 2 kriteria, yaitu responden
merupakan mahasiswa baru UIN Maulana Malik Ibrahim Malang dan merupakan
mahasantri mabna Fatimah Az-Zahra. Data penelitian ini dikumpulkan dengan
cara observasi dan wawancara. Selanjutnya dianalisis dengan menggunakan
metode deskriptif.Sedangkan pendekatannya menggunakan pendekatan kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perilaku ghasab semakin meluas di
kalangan mahasantri bahkan mereka menganggap bahwa apa yang dilakukannya
merupakan budaya dari santri-santri sebelumnya. Dengan merujuk pada hasil
penelitian ini, perlu dilakukan sosialisasi tentang ghasab bahwa melakukan ghasab
itu merupakan hal yang tidak boleh dan harus segera ditinggalkan.

Kata kunci: Interaksi Sosial, Kenakalan Remaja, Perilaku Ghasab


KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT atas karunia, hidayah, dan
nikmatnya sehingga saya bisa menyelesaikan Laporan Penelitian yang berjudul
“Kenakalan Remaja dalam Bentuk Ghasab di Mabna Fatimah Az-zahra” yang
mana penulisan laporan penelitian ini bertujuan untuk memenuhi salah satu
tugasujian akhir semester yang diberikan oleh dosen mata kuliah bahasa
Indonesia, Ibu Nurul Shofia, M.Pd. Tidak lupa juga saya ucapkan terimakasih
kepada beliau sebagai dosen pengajar bahasa Indonesia sehingga bisa
terselesaikannya tugas ini. Laporan penelitian ini jauh dari sempurna, karena
keterbatasan saya sebagai penyusunnya. Oleh karena itu, saya berharap dengan
adanya kritik dan saran dari pembaca agar penulisan ini dapat diperbaiki menuju
yang lebih baik lagi.
Demikian laporan penelitian ini, semoga dapat bermanfaat bagi penulis dan
pembaca agar dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang proposal
penelitian yang berjudul “Kenakalan Remaja dalam Bentuk Ghasab di Mabna
Fatimah Az-zahra” ini.

Malang, 04 November 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Ma’had atau yang biasa dikenal dengan pesantren sama seperti halnya
dengan lembaga pendidikan lainnya yang seiring dengan berjalannya proses
pendidikan pastilah muncul berbagai persoalan. Dengan ini, peneliti
mengangkat tema penelitian mengenai persoalan pendidikan akhlak
mahasantri Ma’had Sunan Ampel Al ‘Aly Mabna Fatimah Az-Zahra.
Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang paling tua di
Indonesia.Pada lembaga pesantren biasanya ada kiai, ada santri, ada kegiatan
membaca kitab kuning, dan ada pondokan santri, dan ada masjid.Di pesantren
santri diajarkan membaca al Quran, keimanan Islam, fikih (ibadah), dan
akhlak.Pokoknya materi-materi pelajaran yang sering disebut bahan
pengajaran agama.
Dewasa ini moral bangsa semakin merosot, pesantren menjadi salah satu
lembaga yang berperan penting dalam membangun masyarakat agar memiliki
kecerdasan spiritual.Sebagaimana yang disebutkan A’la (2006) bahwa
pesantren menjadi wadah dalam menyelamatkan kemerosotan moral di dunia
global.Dimana hal ini menjadi modal pokok dalam membangun sebuah
bangsa yang kuat dan maju.
Mayoritas pesantren menggunakan sistem asrama dalam proses
pembelajarannya, di mana nantinya santri akan hidup bersama di satu tempat
dengan santri lainnya yang berasal dari berbagai daerah. Ma’had Sunan
Ampel Al ‘Aly (MSAA) merupakan salah satu lembaga Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang yang menerapkan sistem asrama yang
mewajibkan mahasiswa baru untuk tinggal di ma’had selama 1 tahun atau 2
semester. Dengan menggunakan sistem ini baik ustadz, ustadzah, murobbi,
murobbiah, musyrif, dan musyrifah berperan sebagai guru, pembimbing,
pembina, dan pemberi teladan, dapat hidup bersama dengan santri dalam
lingkungan yang sama. Sehingga proses belajar santri tidak hanya
terselenggara dalam pembelajaran formal di dalam kelas saja, melainkan juga
tercipta di kehidupan sehari-hari dalam lingkungan asrama. Di sanalah proses
kemandirian, pembentukan kepribadian dan sosialisasi yang sebenarnya
berlangsung.
Akan tetapi, pelabelan lingkungan agamis pada pesantren tidak menutup
kemungkinan akan terjadi suatu fenomena sosial yang bertentangan dengan
nilai agama maupun masyarakat. Jika dikaitkan dengan ilmu sosiologi,
terdapat suatu konsep mengenai kajian penyimpangan sosial, yakni
ketidaksesuaian perilaku masyarakat dengan kaidah normatif. Penelitian di
Ma’had Sunan Ampel Al ‘Aly menunjukkan bahwa prinsip-prinsip pesantren
mulai bergeser di kalangan santri karena terciptanya penyimpangan nilai-
nilai. Penyimpangan tersebut yakni berupa kenakalan remaja/ kenakalan
santri. Di antara bentuk-bentuk kenakalan remaja di pondok pesantren, antara
lain kabur dari pondok, berkelahi dengan teman, merokok, terlambat kembali
ke pondok (Aminatuzzuhriyah, 2010).
Selain fenomena yang sebelumnya dipaparkan di atas, terdapat perilaku
negatif yang dianggap telah menjadi budaya di lingkungan pesantren, yaitu
ghasab. Walaupun sebenarnya kasus seperti ini tidak hanya terjadi di
lingkungan pesantren saja. Ghasab merupakan tindakan menggunakan barang
milik orang lain tanpa seizin dan sepengetahuan pemiliknya. Penggunaan
barang tersebut tidak dimaksudkan untuk menjadi kepemilikan tetap, tetapi
hanya untuk memenuhi keperluan seketika.Setelah pengunaan selesai, barang
dikembalikan lagi, meski tidak selalu di tempat semula. Ghasab berbeda
dengan mencuri, karena pelaku tidak berniat untuk menjadikan barang yang
dipakai menjadi hak miliknya.
Namun nyatanya dalam penerapannya pesantren yang salah satu peran
dan fungsinya adalah membentuk insan-insan yang berakhlak mulia dan
berbudi pekerti luhur, justru di sana muncul kebiasaan yang bertentangan
dengan agama yang dilakukan oleh para santrinya. Tentu saja hal tersebut
menjadi pertanyaan besar, sungguh disayangkan hal tersebut bisa terjadi
dalam pesantren yang seluruh santrinya merupakan mahasiswa UIN Maulana
Malik Ibrahim Malang. Ekspektasi yang terbangun dalam kacamata
masyarakat tidak sesuai dengan realita. Sebuah pesantren yang hampir semua
santrinya adalah mahasiswa yang semestinya memiliki kedewasaan, justru
mempunyai kebiasaan perilaku menyimpang, yakni kebiasaan melakukan
ghasab. Sehingga, dalam laporan observasi ini ditawarkan alternatif solusi
untuk mengatasi atau paling tidak meminimalisir terjadinya budaya ghasab.
Hal ini penting dilakukan karena bisa jadi dari kebiasaan ghasab ini kemudian
muncul benih-benih mental korupsi. Karena menyepelekan hal-hal kecil
seperti perilaku menyimpang ini. Tentu kita semua masih ingat apa yang
terjadi dalam tubuh Departemen Agama RI. Ternyata, kasus korupsi di dalam
tubuh departemen kebanyakan dilakukan oleh orang-orang dari latar belakang
pendidikan agama yang tinggi.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana gambaran perilaku ghasab?
2. Bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku ghasab di mabna
Fatimah Azzahra?
3. Bagaimana upaya untuk mengatasi perilaku ghasab mahasantri mabna
Fatimah Az-Zahra?

C. Tujuan
1. Mendeskripsikan gambaran perilaku ghasab mahasantri mabna Fatimah
Az-Zahra
2. Memaparkan pandangan mahasantri mabna Fatimah Az-Zahra tentang
perilaku gasab
3. Mengamati faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku gasab di mabna
Fatimah Azzahra
4. Menemukan upaya atau solusi alternatif untuk mengatasi perilaku ghasab
mahasantri mabna Fatimah Az-Zahra
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Manfaat penelitian secara akademis adalah penelitian ini diharapkan
mampumenjadi salah satu sumber bacaan atau referensi untuk mahasiswa
lainnya guna menyelesaikan tugas membuat proposal penelitian.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Mahasiswa
Diharapkan penelitian ini mampu memberikan pemahaman bahwa
perilaku ghasab bukanlah suatu hal yang harusnya dianggap wajar,
justru perilaku ghasab dapat tergolong criteria kenakalan remaja
karena melanggar norma-norma yang berlaku.
b. Bagi Peneliti
Manfaat penelitian bagi peneliti selanjutnya adalah dapat menjadi
referensi dalam mengembangkan lagi keilmuan yang membahas
mengenai perilaku ghasab sebagai kenakalan remaja yang tertarik
untuk meneliti hal tersebut.
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Ghasab
1) Pengertian
Ghasab menurut bahasa ialah mengambil sesuatu (benda atau
barang) dengan cara zalim secara terang-terangan. Sedangkan menurut
istilah syara’ ialah menguasai hak orang lain secara aniaya.Sedangkan
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata ghasab berarti
mempergunakan milik orang lain secara tidak sah untuk kepentingan
sendiri. Kemudaian pada kajian ilmu fikih sendiri, ada beberapa
pengertian tentang ghasab yang dikemukakan oleh bebrapa ulama.
Pertama, menurut Mazhab Maliki, ghasab adalah mengambil harta orang
lain secara paksa dan sewenang-wenang, bukan dalam arti merampok.
Definisi ini membedakan antara mengambil barang dan mengambil
manfaat. Menurut mereka, perbuatan sewenang-wenang itu ada empat
bentuk, yaitu:
a. Mengambil harta tanpa izin–mereka menyebutnya sebagai ghasab,
b. Mengambil manfaat suatu benda, bukan materinya–juga dinamakan
ghasab,
c. Memanfaatkan suatu benda sehingga merusak atau
menghilangkannya, seperti membunuh hewan, yang bukan miliknya
tidak termasuk ghasab,
d. Melakukan suatu perbuatan yang menyebabkan rusak atau hilangnya
milik orang lain–tidak termasuk ghasab, tapi disebut ta’addi.
Sedangkan ulama Mazhab Hanafi menambahkan definisi ghasab
dengan kalimat ”dengan terang-terangan” untuk membedakan ghasab
dengan pencurian, karena apabila pencurian dilakukan secara diam-diam
atau sembunyi-sembunyi sedangkan ghasab dengan terang-terangan.Tapi
ulama Mazhab Hanafi tidak mengkategorikan dalam perbuatan ghasab
jika hanya mengambil manfaat barang saja.
Ulama Mazhab Syafi’i dan Mazhab Hanbali memiliki definisi yang
lebih bersifat umum dibanding keduadefinisi sebelumnya. Menurut
mereka ghasab adalah penguasaan terhadap harta orang lain secara
sewenang-wenang atau secara paksa tanpa hak. Ghasab tidak hanya
mengambil materi harta tetapi juga mengambil manfaat suatu benda.
Sehingga ghasab merupakan penguasaan terhadap harta orang lain secara
sewenang-wenang atau secara paksa tanpa hak, bukan dalam pengertian
merampok maupun mencuri, baik itu mengambil materi harta atau
mengambil manfaat suatu benda. Gambaran yang lebih nyatamengenai
fenomena ghasab di Mabna Fatimah Az-Zahra sendiri yaitu seringnya
para santri mempergunakan barang yang bukan miliknya yang ada
dilingkungan mabna tanpa meminta izin. Biasanya jenis barang yang
dighasab berupa barang-barang kecil yang menjadi kebutuhan sehari-
hari.Misalnya alas kaki, peralatan mandi, baju, juga buku.Kalau si
pemilik barang ada di tempat, biasanya mereka meminta izin terlebih
dahulu.Atau sebaliknya, mereka menggunakan barangnya tanpa izin,
baru meminta izin setelahnya saat sudah bertemu dengan si pemilik.Tapi
hal itu mencerminkan tindakan yang penuh kesewenangan atau bertindak
seenaknya sendiri, dan halinilah yang sebenarnya menjadi dasar utama
tindakan tersebut dikategorikan ghasab.

2) Ghasab sebagai bentuk kenakalan remaja


Menurut B. Simanjuntak dalam Sudarsono (2010) kenakalan remaja
atau juvenile delinquency adalah perbuatan yang bertentangan dengan
norma-norma yang ada dalam masyarakat di mana ia hidup. Dalam
pengertian yang lebih luas, kenakalan remaja ialah perbuatan kejahatan
atau pelanggaran yang dilakukan oleh remaja yang bersifat melawan
hukum, anti sosial, anti susila dan menyalahi norma-norma agama. Pada
prinsipnya kenakalan remaja adalah kejahatan dan pelanggaran pada
orang dewasa, akan tetapi menjadi juvenile deliquency karena pelakunya
adalah anak/kaum remaja, mereka yang belum mencapai umur dewasa
secara yuridis formal. Wujud kenakalan remaja adalah pembunuhan dan
penganiayaan (tergolong kejahatan-kejahatan kekerasan), pencurian,
penggelapan, penipuan, gelandangan dan lain sebagainya. (Sudarsono,
1990: 10)
Perilaku gasab di sini termasuk dalam perilaku menyimpang,
khususnya kenakalan remaja, karena perilaku ghasab bertentangan
dengan norma-norma yang ada di dalam pondok pesantren. Perilaku
gasab ini dilakukan oleh para santri yang sekaligus seorang mahasiswa
dan dapat terjadi karena kondisi dan proses sosial yang sama, yang
menghasilkan perilaku-perilaku sosial lainnya. Perilaku gasab ini
dipelajari melalui interaksi antar santri, sehingga santri tersebut
melakukan perilaku gasab sebagai hasil interaksi yang dilakukannya
dengan santri lainnya. Perilaku gasab ini termasuk dalam deliquensi
defek moral, yaitu perilaku anti sosial meskipun dalam dirinya tidak
terdapat penyimpangan dan gangguan kognitif, namun ada disfungsi pada
inteligensinya, dalam perilaku gasab ini para santri tidak mampu
mengenal dan memahami tingkah lakunya yang jahat, serta tidak mampu
mengendalikan dan mengaturnya. Selalu saja mereka ingin melakukan
perbuatan tersebut.

B. Teori Pertukaran Sosial


Dalam teori pertukaran sosial dikenal dua tokoh yang mengenalkan teori
ini,yaitu George Homans dan Peter Blau. Teori ini mamandang bahwa
hubungan interpersonal bagaikan suatu transaksi dagang. Orang berinteraksi
dengan orang lain disebabkan oleh harapan untuk memenuhi kebutuhannya.
Teori ini beranggapan bahwa setiap inidividu dalam interaksi sosialnya
senantiasa memiliki ganjaran dan biaya yang memuaskan bagi dirinya.
Menurut Homans suatu perilaku dikatakan sebagai pertukaran social yaitu
pertama apabila semakin sering tindakan khusus seseorang diberi hadiah,
semakin besar kemungkinan orang akan melakukan tindakan itu. Kedua,
apabila suatu kejadian di masa lalu menyebabkan orang diberi hadiah, maka
makin banyak orang melakukan tindakan serupa di masa kini. Ketiga, yaitu
dalam memilih tindakan alternatif, seseorang akan memilih satu diantaranya
yang dianggap memiliki nilai bagi dirinya. Pada intinya Homans mengakui
bahwa suatu interaksi tidak hanya face to face saja dan berlangsung secara
sepontan, akan tetapi juga penguatan.
Blau mengakui bahwa tidak semua perilaku manusia dibimbing oleh
pertukaran sosial. Ada dua syarat yang mesti dipenuhi yaitu, pertama, perilaku
tersebut harus berorientasi pada tujuan-tujuan yang hanya dapat dicapai
melalui interaksi dengan orang lain. Kedua, perilaku tersebut harus bertujuan
untuk memperoleh sarana bagi pencapaian tujuan-tujuan tersebut.Perilaku
gasab yang terjadi di pondok pesantren ini dikaji menggunakan teori
pertukaran sosial.
Perilaku gasab terjadi karena adanya beberapa pertimbangan yaitu perilaku
gasab terjadi karena tidak adanya hukuman yang diberikan kepada para pelaku
gasab, sehingga tindakan ini dilakukan secara berulang-ulang oleh santri yang
lainnya.Perilaku gasab ini terjadi karena adanya dorongan dari para santri
untuk melakukan perilaku gasab, karena tidak adanya hukuman yang diberikan
kepadanya sehingga para santri cenderung untuk melakukannya lagi.Para
pelaku gasab menganggap bahwa perilaku gasab sebagai salah satu alternatif
untuk memenuhi kebutuhannya ketika mendesak, yaitu saat santri tidak
memiliki fasilitas untuk memenuhi kebutuhannya pada saat itu juga. Pola-pola
yang terus diikuti oleh para santri dan telah membudaya ini merupakan salah
satu bentuk pertukaran sosial, di mana pertukaran sosial ini tidak terjadi secara
face to face antar kedua belah pihak, akan tetapi lebih pada penguatan
terhadap pengulangan tindakan yang sama.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Kerangka Penelitian
1) Jenis penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian kenakalan
remaja dalam bentuk perilaku ghasab di Mabna Fatimah Az-Zahra adalah
metode deskriptif yaitu menggambarkan gambaran perilaku ghasab
mahasantri mabna Fatimah Az-Zahra dan mengamati faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku tersebut secara gamblang dan sistematis yang
sesuai dengan fakta/kenyataan, sedangkan pendekatannya menggunakan
pendekatan fenomenologi.Yaitu strategi penelitian di mana di dalamnya
peneliti mengidentifikasi hakikat pengalaman manusia tentang suatu
fenomena tertentu.Memahami pengalaman-pengalaman hidup manusia
menjadikan filsafat fenomenologi sebagai suatu metode penelitian yang
prosedur prosedurnya mengharuskan peneliti untuk mengkaji sejumlah
subjek dengan terlibat secara langsung.

2) Tempat dan Waktu Penelitian


Untuk mendapatkan data tentang perilaku ghasab peneliti
melakukan penelitian selama 5 hari terhitung dari tanggal 1 sampai tanggal
6 November 2019 di Mabna Fatimah Az-Zahra.

B. Sumber Data dan Data


Data yang diperoleh peneliti terbagi dalam dua jenis, yaitu:
1) Data Primer
Dalam hal ini peneliti memperoleh data hasil wawancara dan
observasi dari enam narasumber yang dilakukan di lingkungan Mabna
Fatimah Az-Zahra
2) Data Sekunder
Tuturan yang menyatakan bagaimana pandangan mahasantri
mengenai perilaku ghasab dan solusi alternatif dalam menghadapi perilaku
ini di Mabna Fatimah Az-zahra

C. Teknik Pengumpulan Data


1) Wawancara
Wawancara dilakukan terhadap enam mahasantri Mabna Fatimah az-
Zahra untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
ghasab dan bagaimana upaya untuk mengatasi perilaku ghasab mahasantri
di mabna Fatimah Az-Zahra
2) Observasi
Sebelum peneliti melakukan wawancara, peneliti melakukan observasi
terlebih dahulu kepada mahasantri mabna Fatimah az-Zahra. Observasi
dilakukan untuk mengetahui bagaimana gambaran perilaku ghasab
mahasantri Mabna Fatimah az_zahra. Beberapa diantara mahasantri
tersebut memiliki kebiasaan-kebiasaan tertentu dalam berinteraksi dengan
santri lainnya. Misalnya dalam hal mengghasab mereka merasa tidak
bersalah karena anggapan kedekatan terhadap santri lain membuat mereka
tidak segan mengghasab barang santri lain.
BAB IV
HASIL PENELITIAN

A. Pelaksanaan/Setting Penelitian
Penelitian dilakukan selama lima hari terhitung dari tanggal 1 sampai
tanggal 6 November 2019 di Mabna Fatimah Az-Zahra. Penelitian
dilaksanakan pada saat kuliah regular berakhir berlangsung dari pukul
sepuluh pagi hingga pukul sebelas siang selama lima hari penelitian dan pada
saat sebelum PKPBA berlangsung untuk mengamati interaksi mahasantri
mengenai perilaku ghasab di area Mabna Fatimah Az-Zahra.
B. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku ghasab di mabna Fatimah
Azzahra
Hasil dari pencarian data yang diperoleh melalui metode penelitian yaitu
metode observasi dan metode wawancara yang dilakukan di Mabna Fatimah
Az-zahra. Dari hasil observasi yang telah dilakukan pada bulan November
2019, peneliti telah menemukan data-data yang mana akan dijelaskan
keterangan dalam hasil penelitian sebagai penyokong penelitian yang konkret
berdasarkan dari penelitian tersebut yaitu sebagai berikut.
Dari hasil data penelitian dengan metode survei yaitu dilakukannya
wawancara narasumber yang mana narasumber diambil dari mahasantri
Mabna Fatimah Az-Zahra. Bahwasanya narasumber menjawab pertanyaan
yang peneliti ajukan dengan jawaban yang beragam yang mana pertanyaan
yang diajukan meliputi pandangan mahasantri terhadap perilaku ghasab dan
faktor-faktor yang mendorong perilaku ghasab. Penyebab terjadinya ghasab
sendiri terbagi menjadi dua, yaitu faktor individu (internal) dan faktor
lingkungan (eksternal). Faktor individu yaitu lemahnya kesadaran santri
untuk tidak berbuat ghasab, para santri tahu tentang hukum ghasab tetapi
mereka tetap melakukan tindakan ghasab. Suka meremehkan barang yang
dighasab, para santri menganggap bahwa ghasab merupakan hal wajar
dikalangan pesantren dan santri yakin bahwa pemilik dari barang yang
mereka ghasab akan ikhlas barangnya dighasab. Tradisi bawaan dari
lingkungan (pesantren) sebelumnya, para santri yang pernah mondok
sebelumnya menyatakan bahwa mereka juga sering melakukan tindakan
ghasab di pesantren mereka dulu. Dan faktor lingkungan yaitu tidak adanya
teladan untuk tindakan ghasab di pesantren menajdi penyebab terjadinya
tindakan ghasab. Para santri senior seharusnya menjadi teladan justru
melakukan tindakan ghasab. Pola interaksi yang terlalu dekat di pesantren
yang disalahgunakan, di pesantren para santri sudah seperti keluarga sendiri.
Tidak adanya pengawasan sebagai upaya pencegahan tindakan ghasab di
Ma’had Sunan Ampel Al ‘Aly tidak ada peraturan yang membahas tentang
ghasab.
Menurut Dewi Maulana Azizah,

“bisa saja yang melatar belakangi perilaku ghasab


adalah sebelumnya mereka belum pernah melakukan hal
tersebut namun karena terburu-buru dan sangat
membutuhkan suatu barang akhirnya mau tidak mau
mereka melakukan hal di luar kebiasaannya, yaitu
mengghasab barang orang lain.”

Pernyataan di atas menunjukkan bahwa pelaku ghasab tidak selalu menjadi


pelaku pelanggaran norma, pelaku juga bisa tergolong korban sehingga ia
kembali mengghasab barangnya yang dighasab orang lain.Sedangkan
menurut Nur Laella Ali,

“faktor pendorong pelaku melakukan ghasab


disebabkan oleh lingkungan pesantren merupakan
kehidupan yang dilakukan bersama-sama, tidak individual
lagi. Sehingga dalam pesantren itu, kita merasa punya hak
satu sama lain, sehingga timbullah perilaku ghasab.”

Pernyataan ini serupa dengan pendapat Maufidatul Hasanah yang


menyatakan bahwa
“rasa kebersamaan membuat mereka lupa dan
menganggap ghasab adalah hal yang wajar karena antara
pelaku dan korban mempunyai hubungan yang dekat.”

Pernyataan di atas menujukkan bahwa kebersamaan individu akan


mendorong perilaku ghasab dengan berlatarbelakang alasan suatu hubungan
yang dianggap dekat dan wajar apabila melakukan ghasab.

C. Upaya untuk mengatasi perilaku ghasab mahasantri mabna Fatimah Az-


Zahra
Dari pendapat keenam informan yang merupakan mahasiswi sekaligus
mahasantri UIN Maulana Malik Ibrahim Malang yang tinggal di Ma’had
Sunan Ampel Al ‘Aly khususnya Mabna Fatimah Az-Zahra,mereka mengerti
betul mengenai perilaku ghasab. Namun hal tersebut tidak cukup untuk
membuat mereka tidak melakukan ghasab. Biasanya pelaku ghasab
melakukan hal tersebut dikarenakan lemahnya kesadaran untuk tidak berbuat
ghasab, meremehkan tindakan ghasab, anggapan bahwa ghasab merupakan
tradisi atau bawaan dari pesantren sebelumnya, dan juga pengaruh dari factor
lingkungan mereka.
Seperti yang mereka paparkan mereka juga memahami betul apa dampak
dari perilaku ghasab dengan interaksi sosial adalah semakin renggangnya
interaksi sosial karena setiap individu akan lebih waspada dan biasanya
sampai membatasi interaksi sosial karena takut terjadi hal yang tidak
diinginkan atau terlalu terbuka dengan orang lain yang akan menyebabkan
semakin mudahnya perilaku ghasab. Biasanya apabila barang yang dighasab
masih hal-hal kecil seperti sandal korban akan biasa saja, tetapi jika barang
yang dighasab sudah termasuk skala besar misalnya baju pelaku akan
dikucilkan dan dijauhi. Sebagaimana pandangan salah satu responden yaitu
Nazoiroh berpendapat bahwa

“dampak perilaku ghasab terhadap interaksi sosial


dapat menimbulkan rasa ketidak enakan hati manakala
perilaku ghosob diketahui oleh si pemilik barang sehingga
merenggangkan hubungan antar keduanya.Bahkan sampai
tidak bertegur sapa”

Pernyataan di atas menunjukkan bahwa perilaku ghasab dapat


menyebabkan kemrosotan interaksi sosial akibat ketidak enak hatian ketika
pelaku ghasab diketaui oleh pemilik barang yang ia ghasab. Sedangkan untuk
upaya dari mahad sendiri Maulidia mengatakan bahwa

“saya rasa di Ma’had Sunan Ampel Al ‘Aly sendiri


belum ada upaya yang lebih serius, hanya sekedar ucapan
semata melarang ghasab.”

Menurut pernyataan di atas sepertinya upaya penyelesaian masalah baik


dari upaya preventif maupun represif dari pihak mahad sendiri belum
dilakukan dengan baik. Sehingga para santri akan semakin menganggap
bahwa perilaku ghasab ini merupakan perilaku yang wajar dan akan
dilakukan secara berulang-ulang.
BAB V
PEMBAHASAN

A. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku ghasab di mabna Fatimah


Azzahra
Berikut adalah beberapa hal yang teridentifikasi oleh penyusun sebagai
faktor penyebab terjadinya budaya ghasab di Mabna Fatimah Az-Zahra:
1) Faktor individu
a. Lemahnya kesadaran untuk tidak berbuat ghasab
Dari keseluruhan santri yang berhasil diwawancarai, para santri
mengetahui tentang ghasab, baik dari pengertian, serta aturan hukum
tentangnya. Semuanya sepakat bahwa ghasab merupakan tindakan
yang tidak sesuai dengan norma agama dan pelakunya berarti telah
melakukan perbuatan dosa yang tercela. Namun, mereka juga
mengaku melakukan tindakan tersebut di Mabna Fatimah Az-Zahra,
walaupun dengan alasan yang berbeda-beda.
Salah satu santri sebagai contoh, dia mengerti betul tentang
larangan ghasab, namun hal tersebut tidak cukup untuk membuatnya
tidak melakukan ghasab. Padahal, dia adalah mahasiswa UIN Malang
dan sebelum menjadi santri di Ma’had Sunan Ampel Al ‘Aly, juga
pernah mengenyam pendidikan di sebuah pesantren di Gondanglegi.
Dengan asumsi bahwa pengetahuan di bidang agamanya baik,
berdasarkan latar belakang pendidikannya, seharusnya ia memiliki
kesadaran yang baik pula untuk mengerjakan sesuai dengan apa yang
telah ia ketahui dan pahami. Mana yang baik untuk dilakukan dan
mana yang melanggar norma aturan masyarakat. Dengan masih
melakukan ghasab, maka dengan sendirinya membuktikan bahwa
pengetahuan keagamaan yang mereka miliki belum mampu menjadi
sebuah kesadaran diri yang dapat mengendalikan perilaku mereka.
b. Suka meremehkan tindakan ghasab
Santri lain juga beralasan bahwa ia mengghasab karena ia yakin si
pemilik barang akan ikhlas jika mengetahui barangnya telah ia
ghasab. Terkadang ia mengghasab karena jika memakai barang
miliknya sendiri (sandal) maka ia harus mengambilnya terlebih dahulu
di kamar dan ia malas untuk melakukannya, sehingga untuk lebih
mudahnya dan tak perlu repot-repot, maka ia melakukan perbuatan
ghasab tersebut. Berdasar pengakuan santri beberapa santri di atas,
menunjukkan bahwa para santri tidak memandang kebiasaan ghasab
sebagai suatu masalah besar.Mereka menganggap hal tersebut lazim
terjadi. Mereka tidak mencoba berpikir bagaimana perasaan si pemilik
barang yang dighasab dan berpikir bagaimana seandainya ia sendiri
yang menjadi korban tindakan ghasab. Menurut penulis sendiri,
ghasab dikalangan pesantren sudah menjadi hal yang wajar karena di
pesantren sesama santri sudah memiliki rasa kekeluargaan yang sangat
dekat sehingga mereka yakin bahwa orang yang barangnya dighasab
akan ikhlas.
c. Tradisi bawaan dari lingkungan (pesantren) sebelumnya
Adanya pengaruh bawaan dari tradisi ghasab para santri saat berada
di pesantren sebelum MSAA memang tidak dapat dipungkiri. Dari
hasil wawancara dengan para santri terungkap bahwa mereka juga
menemukan dan melakukan budaya yang sama saat berada di
pesantren terdahulu, yaitu budaya ghasab. Seolah-olah hal ini
melegetimasi mereka untuk melakukan hal serupa saat mereka berada
di MSAA. Hasil wawancara dari Saudari Dewi juga memaparkan
bahwa ketika mereka di pondok pesantrennya dahulu juga sering
melakukan tindakan ghasab .mereka berkeyakinan bahwa ghasab
sudah menjadi hal yang wajar dikalangan santri di pesantren
2) Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan ini yang menurut penyusun menjadi factor utama
dari sulitnya menghilangkan budaya ghasab di Mabna Fatimah Az-Zahra.
Berikut adalah beberapa hal yang termasuk dalam faktor lingkungan :
a. Pola interaksi yang terlalu dekat
Beberapa santri memakai barang milik orang lain yang seharusnya
ijin terlebih dahulu, tapi tidak dilakukan karena alasan santri semua
sudah seperti keluarga. Jadi, tidak masalah jika ia tidak ijin terlebih
dahulu. Para santri ternyata banyak yang menyalahgunakan unsur
kedekatan sesama santri. Rasa kekeluargaan yang begitu kental
ternyata sudah dimanipulasi sebagai alasan untuk tidak menghargai
batas individu orang lain. Sangat keliru jika menganggap tindakan
ghasab sebagai bagian dari bentuk rasa kekeluargaan itu sendiri. Justru
yang terjadi bisa sebaliknya, yaitu akan merusak suasana
kekeluargaan di antara santri sendiri.
b. Tidak adanya kontrol sebagai usaha pencegahan
Selama ini tidak ada sanksi dari pengurus terhadap pihak yang
telah melakukan ghasab. Padahal setiap adanya tindakan ghasab jika
dibiarkan, akan memicu terjadinya tindakan ghasab yang lain. Hal ini
terlihat saat ada santri memberi alasan bahwa ia melakukan ghasab
karena barang miliknya juga telah dighasab. Wajar jika santri merasa
marah saat menjadi korban ghasab.Dan pengurus sudah seharusnya
menerapkan sanksi bagi pelaku ghasab, karena kalau dibiarkan,
korban yang marah tadi sangat mungkin untuk ganti mengghasab. Hal
ini akan menjadi mata rantai lingkaran ghasab, yang tidak ada
habisnya.
B. Upaya untuk mengatasi perilaku ghasab mahasantri mabna Fatimah Az-
Zahra
Berdasarkan rangkaian penjelasan tentang mata rantai terjadinya budaya
ghasab di Mabna Fatimah Az-Zahra, kemudian penyusun memberi alternatif
solusi untuk mengatasi atau paling tidak meminimalisir terjadinya budaya
ghasab di Mabna Fatimah Az-Zahra sebagai berikut:
1) Persepsi tentang ghasab diubah
Persepsi santri tentang ghasab perlu diubah, karena hal Ini adalah
hal mendasar yang perlu segera dilakukan, yaitu mengubah persepsi
sebagian para santri Mabna Fatima Az-Zahra yang memandang bahwa
tindakan ghasab yang mereka lakukan adalah sesuatu yang wajar, sehingga
seolah-olah menganggap bahwa ghasab menjadi sesuatu yang sah pula
untuk dikerjakan. Untuk itu, pengurus harus segera mensosialisasikan
bahwa ghasab merupakan hal yang tidak diperbolehkan oleh agama dan
harus segera ditinggalkan.Pengurus bisa mensosialisasikan tentang ghasab
setelan dibaan, menjelaskan kepada santri bahwa ghasab itu tidak boleh
atau langsung meminta kepada pengasuh untuk mensosialisasikannya
setelah pengajian beliau.Santri biasanya lebih mendengarkan dan
mematuhi nasehat dari Kyai atau pengasuh secara langsung.
2) Memberikan teladan untuk tidak melakukan ghasab
Jajaran pengurus serta ustadz harus mampu menjadi teladan yang
baik atas rekan-rekan santri yang lain. Mereka merupakan unsur terdepan
yang harus dapat menunjukkan bahwa mereka pantas dicontoh unutk tidak
melakukan tindakan ghasab.Jika benar-benar ingin budaya ghasab dikikis
habis maka peran ini harus mampu mereka kerjakan dengan baik.
3) Membuat peraturan tentang ghasab
Membuat peraturan tentang ghasab, maka terjadinya ghasab dapat
diharapkan semakin berkurang.Bagi santri yang melakukan tindakan
ghasab harus diberi hukuman.Misalnya, santri yang melakukan ghasab
diberi hukuman membersihkan kamar mandi, membuang sampah atau
membaca Al Qur’an sambil berdiri.Peraturan yang sudah dibuat nantinya
tidak hanya dibuat, tetapi juga harus benar-benar dilaksanakan dan
dipatuhi.Pengurus harusbenar-benar menegakkan kedisiplinan yang ada di
pondokpesantren agar tata tertib yang ada bisa berjalan.Bagi santri selain
menaati peraturan yang telah dibuat bersama juga harus memiliki
kesadaran diri untuk menaati peraturan yang ada dan yang terpenting sadar
diri untuk tidak melakukan tindakan ghasab. Karena, peraturan yang telah
dibuat akan percuma bila anggotanya tidak menjalankan peraturan tersebut
dan juga tidak sadar diri.
BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari keterangan dan uraian yang telah dikemukakan dalam bab-bab
terdahulu, dapat penyusun jelaskan bahwa penelitian ini merupakan suatu
bentuk penganalisaan dari data-data yang berhasil penyusun kumpulkan
dalam penelitian di Mabna Fatimah Az-Zahra, Ma’had Sunan Ampel Al ‘Aly.
Penyusun dapat menarik kesimpulan dari penelitian ini sebagai berikut:
Tindakan ghasab yang terjadi di Mabna Fatimah Az-Zahra, Ma’had Sunan
Ampel Al ‘Aly disebabkan oleh dua faktor yaitu:
a. Faktor individu
Faktor individu yaitu lemahnya kesadaran santri untuk tidak
berbuat ghasab, para santri tahu tentang hukum ghasab tetapi mereka
tetap melakukan tindakan ghasab. Suka meremehkan barang yang
dighasab, para santri menganggap bahwa ghasab merupakan hal wajar
dikalangan pesantren dan santri yakin bahwa pemilik dari barang yang
mereka ghasab akan ikhlas barangnya dighasab. Tradisi bawaan dari
lingkungan (pesantren) sebelumnya, para santri yang pernah mondok
sebelumnya menyatakan bahwa mereka juga sering melakukan tindakan
ghasab di pesantren mereka dulu
b. Faktor lingkungan
Tidak adanya teladan untuk tindakan ghasab di pesantren menajdi
penyebab terjadinya tindakan ghasab.Para santri senior seharusnya
menjadi teladan justru melakukan tindakan ghasab.Pola interaksi yang
terlalu dekat di pesantren yang disalahgunakan, di pesantren para santri
sudah seperti keluarga sendiri. Tidak adanya pengawasan sebagai upaya
pencegahan tindakan ghasab di Ma’had Sunan Ampel Al ‘Aly tidak ada
peraturan yang membahas tentang ghasab.
Solusi yang dapat ditawarkan sebagai upaya penanggulangan
tindakan ghasab yaitu mengubah persepsi tentang ghasab. Selama ini
baik santri, pengurus serta ustadz menganggap ghasab merupakan hal
yang wajar dilakukan di kalangan pesantren. Untuk itu perlu dilakukan
sosialisasi tentang ghasab bahwa melakukan ghasab itu merupakan hal
yang tidak boleh dan harus segera ditinggalkan. Sosialisasi ini bisa
dilakukan langsung oleh pengasuh setelah sholat shubuh atau sewaktu
irsyadat. Santri biasanya lebih patuh dan mendengarkan perintah kyai
atau pengasuh. Memberi teladan untuk tidak melakukan ghasab, jajaran
pengurus serta ustadz harus mampu menjadi teladan yang baik atas
rekan-rekan santri yang lain. Membuat peraturan tentang ghasab, selama
ini di Ma’had Sunan Ampel Al ‘Aly belum ada aturan yang mengatur
tentang ghasab. Jadi, santri bisa bebas melakukan tindakan ghasab tanpa
ada aturan yang membatasinya. Untuk saat ini upaya yang sudah
dilakukan Ma’had Sunan Ampel Al ‘Aly untuk mengurangi tindakan
ghasab yaitu mengubah persepsi tentang ghasab, memberi teladan untuk
tidak melakukan ghasab, dan meningkatkan mutu pendidikan akhlak.
B. Saran
Mahasiswa sebaiknya mengetahui secara jelas mengenai bagaimana
negatifnya perilaku ghasab dan bagaimana seharusnya cara berinteraksi yang
benar antar mahasantri agar tidak timbul konflik baik internal maupun
eksternal bagi mahasantri. Sedangkan bagi pihak kampus penelitian ini dapat
dijadikan pertimbangan untuk para pengurus dan dosen pengajar. Diharapkan
melalui penelitian ini pihak kampus dapat mempertimbangkan upaya atau
solusi dalam meminimalisir terjadinya fenomena sosial disosiatif yaitu
perilaku ghasab di lingkungan kampus. Dan bagi peneliti selanjutnya
diharapkan penelitian ini dapat menjadi referensi dalam mengembangkan lagi
keilmuan yang membahas mengenai perilaku ghasab sebagai kenakalan
remaja yang tertarik untuk meneliti hal tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Kustiono, Ahmad 2009, Pendidikan Akhlak di Pesantren (Studi Analisis


Terhadap Materi Pendidikan dan Tradisi Pondok Pesantren AlManar
Salatiga), Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo
Suryabrata, Sumadi 1997, Metodologi Penelitian,Ed. I, Cet. 10, Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada
Syukur, Amin 2010, Studi Akhlak, Semarang: Walisongo Press
Tafsir, Ahmad 1992, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya
LAMPIRAN

Pada bab ini berisi tentang hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan
6 mahasantri yang ada di mabna Fatimah Az-Zahra sesuai dengan metode
penelitian yang peneliti gunakan yaitu, metode kualitatif dengan wawancara.
Berikut hasil wawancara dari ke-6 mahasantri tersebut dengan instrument
pertanyaannya:
1. Apa yang anda ketahui tentang perilaku ghasab?
2. Perilaku ghasab seringkali terjadi di lingkungan pesantren, menurut anda apa
yang melatarbelakangi pelaku melakukan ghasab?
3. Apakah anda punya pengalaman pribadi tentang menggashab atau dighasab?
4. Menurut anda, bagaimana dampak perilaku ghasab terhadap interaksi social
antar santri?
5. Dari pihak mahad sendiri, apa usaha yang telah dilakukan untuk
meminimalisir ghasab?

Hasil wawancara 1
Nama: Maulidia Rintan Adisa

1. Ghasab adalah perilaku mengambil barang tanpa meminta izin dahulu namun
nanti dikembalikan, mengambil barang atau meminjam.
2. Karena dia memang dighasab dahulu dan dia akhirnya mengghasab teman
yang lain, namun ada juga yang mungkin memang sengaja mengghasab,
misalnya malas mengambil sandal di kamar akhirnya ghasab sandal seadanya
di depan mata
3. Pernah dua dua nya (menggashab dan dighasab)
4. Menurut saya bisa menyebabkan permusuhan karna pasti pribadi anak ada
yang mudah tidak menerima
5. Saya rasa di Ma’had Sunan Ampel Al ‘Aly sendiri belum ada upaya yang
lebih serius, hanya sekedar ucapan semata melarang ghasab

Hasil wawancara 2
Nama: Dewi Maulana Azizah

1. Perilaku mengambil barang orang lain yg bukan miliknya dan tanpa


sepengetahuan pemiliknya namun ada niat untuk mengembalikannya
2. Yang melatar belakangi adalah bahwa mereka sebelumnya belum pernah
melakukan hal tersebut dan karena terburu-buru dan membutuhkan sekali
akhirnya mau tidak mau mereka bisa melakukan hal di luar kebiasaannya,
yaitu mengghasab barang orang lain
3. Belum pernah
4. Dampak gashab dengan interaksi sosial menurut saya adalah semakin
renggangnya interaksi sosial karena setiap individu akan lebih waspada dan
biasanya sampai membatasi interaksi sosial karena takut terjadi hal yang tidak
diinginkan atau terlalu terbuka dengan orang lain yang akan menyebabkan
semakin mudahnya perilaku ghasab
5. Selalu mengingatkan bagi mahasantri untuk selalu menjaga keamanan
barangnya

Hasil wawancara 3
Nama: Maufidatul Hasanah

1. Ghasab adalah meminjam barang pada orang tanpa sepengetahuan dan tanpa
seizin pemilik barang
2. Rasa kebersamaan sering kali membuat mereka lupa
3. Pernah, dan halitu sering saya alami baik disekolahan maupun pesantren
4. Tidak selalu memberikan dampak negatif baik bagi pelaku maupun orang
yang dighasab, menurut saya hal itu tergantung bagaimana para korban
ghasab menyikapinya
5. Dari pihak ma'had selalu menghimbau untuk tidak meninggalkan sandal atau
sepatu didepan mabna dan menjaga barang berhaganya masing masing

Hasil wawancara 4
Nama: Nur Laella Ali
1. Perilaku ghasab adalah ketika kita meminjam barang seseorang tanpa
meminta izin, langsung kita ambil. Tapi dengan catatan dikembalikan lagi.
Bias jadi, setelah mengembalikan baru izin
2. Karena saat berada dalam pesantren merupakan kehidupan yang dilakukan
bersama-sama, tidak individual lagi. Dalam pesantren itu, kita merasa punya
hak satu sama lain, sehingga timbullah perilaku ghasab
3. Pernah, baik mengghasab dan dighasab. Saat itu saya mengghasab sandal,
karena terburu-buru ingin membeli sesuatu sedangkan sandal saya ada di
kamar lantai 3
4. Dampak dari perilaku ghasab itu ada dua, tergantung dari korban ghasab.
Apabila korban ghasab terima dengan perlakuan pelaku, bisa saja mereka
hanya saling ejek tapi bukan berarti terjadi suatu konflik. Sedangkan jika
korban merasa tidak terima bisa jadi menciptakan pertikaian.
5. Di pondok saya dulu ada tulisan “DILARANG MENGGHASAB”, dari hal
kecil seperti ini saja menurut saya sudah dapat digunakan untuk peringatan
kepada santri agar tidak melakukan ghasab

Hasil Wawancara 5
Nama: Nazoiroh
1. Ghasab adalah memakai barang yang bukan milik dirinya sendiri tanpa
adanya izin dari si pemilik
2. Biasanya karena adanya waktu yang darurat sehingga tidak sempat
mengambil barang miliknya, sehingga ketika barang orang lain ada d
depannya . langsung d pakai
3. Karenamanusia itu tempat salah dan lupa , maka jelas saya pernah khilaf
ghosob dan sering di ghosobi juga
4. Timbulnya rasa ketidak enakan hati manakala perilaku ghosob diketahui
oleh si pemilik barang sehingga merenggangkan hubungan antar
keduanya.Bahkan sampai tidak bertegur sapa
5. Memberlakukan hukuman bagi pengghasab agar jera

Hasil wawancara 6
Nama: Weka Desi M
1. Ghasab adalah memakai atau menggunakan barang milik orang lain tanpa
sepengetahuannya
2. Karena mereka menganggap bahwa ghasab itu traisi turun temurun, akibat
dari melihat dan mengamati kakak tingkat maupun senior
3. Pernah, sandal saya tertukar 3 kali di masjid ulul albab. Dan juga pernah
mengghasab tapi sudah saya kembalikan lagi
4. Biasanya apabila barang yang dighasab masih hal-hal kecil seperti sandal
korban akan biasa saja, tetapi jika barang yang dighasab sudah termasuk skala
besar misalnya baju pelaku akan dikucilkan dan dijauhi
5. Selalu mengingatkan untuk mahasantri untuk mengamankan barang
pribadinya di tempat yang aman

Anda mungkin juga menyukai