Anda di halaman 1dari 16

WAWASAN NUSANTARA

MAKALAH KONSEPTUAL

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kewarganegaraan yang diampu

oleh Nurul Shofiah, M.Pd

Oleh:

Kharisma Indah Cahyaniengtias (200401110013)


Alfiani Anggareta (200401110020)
Sean Kafka Adhyaksa (200401110038)
Revy Arifah Fatikhahsari (200401110045)
Ananda Tasyah Salsabillah (200401110014)

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2021
LATAR BELAKANG

Sebagai negara kepulauan yang bersemboyan Bhinneka Tunggal Ika, Indonesia memiliki

unsur-unsur kekuatan sekaligus kelemahan. Kekuatan terletak pada posisi dan keadaan geografi

yang strategis dan kaya akan sumber daya alam. Sementara kelemahannya terletak pada wujud

kepulauan dan keanekaragaman masyarakat yang harus disatukan dalam satu bangsa, satu

negara, dan satu tanah air.

Dalam kehidupannya, Indonesia tidak terlepas dari pengaruh interaksi dan interelasi

dengan lingkungan sekitarnya, baik regional maupun internasional. Dalam hal ini bangsa

Indonesia memerlukan prinsip-prinsip dasar sebagai pedoman agar tidak terombang-ambing

dalam memperjuangkan kepentingan nasional untuk mencapai cita-cita serta tujuan nasionalnya.

Salah satu pedoman bangsa indonesia adalah wawasan nasional yang berpijak pada wilayah

nusantara yang disebut dengan “Wawasan Nusantara”. Hanya dengan upaya inilah Indonesia

dapat tetap eksis dalam melakukan perjuangan menuju terciptanya masyarakat yang adil,

makmur, dan sentosa.

Konsep Wawasan Nusantara

Secara etimologi, Wawasan Nusantara berakar dari dua kata, yaitu Wawasan, dan

Nusantara. Wawasan berarti cara pandang, atau perspektif pendapat. Kata Nusantara sendiri

berasal dari gabungan kata “Nusa”—Bahasa Sansekerta yang berarti kepulauan, dan “Antara”

yang mengandung makna relasi. Jika digabungkan, Nusantara berarti kesatuan kepulauan yang

terletak di antara dua samudra dan dua benua (Indonesia) (Pasha, 2008, dalam Kemristekdikti,

2016). Maka, konsep Wawasan Nusantara dapat dipahami sebag pengetahuan tentang wilayah

kepulauan Indonesia (Ismail & Hartati, 2020).


Dari sudut terminologi, Wawasan Nusantara menurut rumusan GBHN 1998 adalah “cara

pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya, dengan mengutamakan

persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara” (Kemristekdikti, 2016). Pemahaman Wawasan

Nusantara mencakup cara pandang kesatuan wilayah kepulauan geografis, masyarakat, dan

kesatuan politik di Indonesia (Ishak, 2016). Hakikat Wawasan Nusantara adalah keutuhan dan

kesatuan wilayah tanah air Indonesia yang tidak dapat terpisahkan demi mewujudkan

kepentingan negara (Basyir dkk., 2013; Ishak, 2016).

Wawasan Nusantara menjadi syarat terealisasikannya keadaan Indonesia yang merdeka,

berdaulat, adil dan makmur. Wawasan Nusantara terbentuk dari penggabungan pemikiran

kesatuan kewilayahan darat dan udara, serta proses dinamika kehidupan masyarakat Indonesia

yang bersatu berdasarkan filosofi Pancasila dan UUD 1945. Atas dasar ini, Wawasan Nusantara

menjadi bahan bakar pendorong serta menjadi pedoman kebijakan geopolitik Indonesia untuk

mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia seperti yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945

(Nugraha, 2013).

Wawasan Nusantara memiliki peran yang vital bagi negara Indonesia sebagai pengarah,

motivasi, dan pegangan dalam penentuan kebijakan, tindakan, putusan bagi pemerintah pusat dan

daerah, serta bagi seluruh warga negara Indonesia Tujuan utama dari Wawasan Nusantara adalah

untuk membangun kehidupan sosial yang damai dan sejahtera dengan mengawal kesatuan

wilayah dan kawasan di Indonesia untuk menjaga rasa persatuan rakyat Indonesia demi mencapai

kepentingan nasional (Ismail & Hartati, 2020).

Urgensi Wawasan Nusantara


Pengertian Wawasan Nusantara menurut rumusan GBHN 1998 adalah “cara pandang dan

sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya, dengan mengutamakan persatuan dan

kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara” (Kemristekdikti, 2016). Tentu saja, Wawasan Nusantara menjadi

pedoman yang kuat untuk sebagai fondasi pemikiran rasa nasionalisme, sehingga wawasan

nusantara dapat disebut sebagai wawasan nasional atau landasan ketahanan nasional. Wawasan

Nusantara dikembangkan secara universal, sehingga dibentuk dan dijiwai oleh paham kekuasaan

dan geopolitik yang dipakai negara Indonesia dan dasar wawasan nusantara.

1. Paham kekuasaan Indonesia

Bangsa Indonesia yang berfalsafah dan berideologi Pancasila menganut paham tentang

perang dan damai berdasarkan : “Bangsa Indonesia cinta damai, akan tetapi lebih cinta

kemerdekaan”. Dengan demikian wawasan nusantara tidak mengembangkan ajaran kekuasaan

dan adu kekuatan karena hal tersebut mengandung persengketaan dan perpecahan .

2. Geopolitik Indonesia

Indonesia menganut paham negara kepulauan berdasar archipelago concept yaitu laut

sebagai penghubung daratan sehingga wilayah negara menjadi satu kesatuan yang utuh sebagai

Tanah Air dan ini disebut negara kepulauan.

3. Dasar pemikiran Wawasan Nusantara

Bangsa Indonesia dalam menentukan Wawasan Nusantara mengembangkan dari kondisi

nyata. Indonesia dibentuk dan dijiwai oleh pemahaman kekuasaan dari bangsa Indonesia yang

terdiri dari latar belakang sosial budaya dan kesejarahan Indonesia.

Beberapa fungsi Wawasan Nusantara meliputi:


1. Wawasan Nusantara sebagai ketahanan nasional. Dijadikan konsep pembangunan

nasional, pertahanan keamanan, dan kekayaan.

2. Wawasan Nusantara sebagai cakupan pembangunan yang mencakup kesatuan politik,

kesatuan ekonomi kesatuan sosial.

3. Wawasan Nusantara sebagai pertahanan dan keamanan negara geopolitik Indonesia

sebagai satu kesatuan pada seluruh wilayah dan segenap kekuatan negara.

4. Wawasan Nusantara sebagai kewilayahan adalah untuk menjadi pembatas negara agar

tidak terjadi sengketa antarnegara tetangga.

Pada era globalisasi, banyak pemuda Indonesia tidak mengenal kebudayaan-kebudayaan

yang dimiliki, tidak hafal butiran Pancasila, kurang aktif berpartisipasi dalam pelaksanaan

pemerintahan dan negara. Melihat kondisi ini, peran Wawasan Nusantara menjadi amat penting

dalam mempertahankan jati diri masyarakat Indonesia, yaitu dengan menumbuhkan rasa cinta

tanah air (nasionalisme) dan rasa cinta terhadap kebudayaan yang dimiliki di daerahnya. Dengan

Wawasan Nusantara tertanam dalam hati, maka rasa cinta tanah air akan tumbuh dalam diri

masyarakat Indonesia. Wawasan Nusantara juga berguna untuk mewujudkan persepsi yang sama

pada seluruh warga di negara tersebut demi mewujudkan tujuan dan cita-cita dari bangsa itu.

Latar belakang historis, sosiologis, dan politik tentang Wawasan Nusantara

Wawasan Nusantara adalah paradigma bangsa Indonesia untuk meyakini sebuah tujuan

nasional dalam kesatuan wilayah kepulauan Indonesia. Dalam hal ini Ada sumber historis

(sejarah), sosiologis, dan politis terkait dengan munculnya konsep Wawasan Nusantara. Sumber-

sumber itu melatarbelakangi berkembangnya konsepsi Wawasan Nusantara.

A. Sumber Historis Wawasan Nusantara


Wawasan Nusantara lahir ketika bangsa Indonesia berjuang membebaskan diri dari segala

bentuk penjajahan, mulai dari Portugis, Belanda, Inggris, dan Jepang. Perjuangan bangsa

Indonesia waktu itu yang masih bersifat lokal ternyata tidak membawa hasil, karena belum ada

rasa persatuan dan kesatuan, sedangkan di sisi lain kaum kolonial terus menggunakan politik adu

domba atau “devide et impera”. Kendati demikian, catatan sejarah perlawanan para pahlawan itu

telah membuktikan kepada kita tentang semangat perjuangan bangsa Indonesia yang tidak pernah

padam dalam usaha mengusir penjajah dari Nusantara. Dalam perkembangan berikutnya, muncul

kesadaran bahwa perjuangan yang bersifat nasional, yakni perjuangan yang berlandaskan

persatuan dan kesatuan dari seluruh bangsa Indonesia akan mempunyai kekuatan yang nyata.

Lahirnya konsepsi Wawasan Nusantara bermula dari Perdana Menteri Ir. H. Djuanda

Kartawidjaja yang pada tanggal 13 Desember 1957 mengeluarkan deklarasi yang selanjutnya

dikenal sebagai Deklarasi Djuanda. Isi pokok deklarasi ini adalah penetapan luas laut teritorial

Indonesia 12 mil yang dihitung dari garis yang menghubungkan pulau terluar Indonesia. Dengan

garis teritorial yang baru ini wilayah Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah. Laut di antara

pulau bukan lagi sebagai pemisah, karena tidak lagi laut bebas, tetapi sebagai penghubung pulau.

(Kemristekdikti, 2016)

Konsepsi Wawasan Nusantara berdasar Deklarasi Djuanda ke forum internasional agar

mendapat pengakuan dari bangsa-bangsa dan negara-negara lain atau masyarakat internasional.

Melalui perjuangan panjang, akhirnya Konferensi PBB tanggal 30 April 1982 menerima

dokumen yang bernama The United Nation Convention on the Law Of The Sea (UNCLOS).

Konvensi Hukum Laut 1982 tersebut diakui asas negara kepulauan (archipelago state). Indonesia

diakui dan diterima sebagai kelompok negara kepulauan. UNCLOS 1982 kemudian diratifikasi

melalui Undang-Undang No. 17 Tahun 1985. Berdasar konvensi hukum laut tersebut, wilayah
laut yang dimiliki Indonesia menjadi sangat luas, yakni mencapai 59 juta km2 terdiri atas 32 juta

km perairan teritorial dan 2,7 juta km perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE). Luas perairan ini

belum termasuk landas kontinen (continental shelf).

B. Sumber Sosiologis Wawasan Nusantara

Wawasan Nusantara bermula dari wawasan kewilayahan Sebagai konsepsi kewilayahan.

Bangsa Indonesia memandang bentangan wilayah negara yang luas sebagai satu kesatuan.

Seiring perkembangan, konsep Wawasan Nusantara mencakup pandangan akan kesatuan politik,

ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan, termasuk persatuan sebagai satu bangsa.

Berdasarkan kondisi sosial budaya masyarakat Indonesia, Wawasan Nusantara yang pada

awalnya berpandangan “persatuan bangsa”. Bangsa Indonesia tidak ingin terpecah-belah. Untuk

mewujudkan persatuan bangsa itu, dibutuhkan penguatan semangat kebangsaan secara terus

menerus. Semangat kebangsaan Indonesia sesungguhnya telah dirintis melalui Kebangkitan

Nasional 20 Mei 1908, ditegaskan dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, dan berhasil

diwujudkan dengan Proklamasi Kemerdekaan negara Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.

Oleh karena itu, jauh sebelum Deklarasi Djuanda 1957, konsep semangat dan kesatuan

kebangsaan sudah tumbuh dalam diri bangsa.

C. Sumber Politik Wawasan Nusantara

Dari sudut pandang politik, terdapat kesadaran akan kepentingan nasional yang berandai-

andai, bagaimana wilayah yang luas dengan bangsa yang bersatu seperti Indonesia ini dapat

dikembangkan, dilestarikan, dan dipertahankan secara terus menerus. Kepentingan nasional itu

merupakan turunan lanjut dari cita-cita nasional, tujuan nasional, maupun visi nasional. Cita-cita
nasional bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945 alinea II adalah

untuk mewujudkan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur

sedangkan tujuan nasional Indonesia sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945 alinea

IV salah satunya adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah

Indonesia. (Kemristekdikti, 2016)

Wawasan Nusantara yang bermula dari Deklarasi Djuanda 1957 selanjutnya dijadikan

konsepsi politik kenegaraan. Rumusan Wawasan Nusantara dimasukkan ke dalam naskah Garis

Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai hasil ketetapan MPR sejak tahun 1973 hingga 1998.

Setelah itu, GBHN tidak berlaku disebabkan MPR tidak lagi diberi kewenangan menetapkan

GBHN. Konsep Wawasan Nusantara dimasukkan pada rumusan Pasal 25 A UUD NRI 1945

hasil Perubahan Keempat tahun 2002.

Dinamika dan tantangan Wawasan Nusantara

Dengan konsepsi Wawasan Nusantara, Indonesia telah berkembang pesat dari dimensi

flora, fauna, dan penduduk di wilayah tersebut. Wilayah Indonesia yang luas tentu saja

merupakan tantangan bagi rakyat Indonesia, karena luasnya area tersebut merupakan ancaman

potensial. Sebaliknya, hamparan wilayah kepulauan Indonesia juga memiliki potensi yang sangat

baik untuk diambil kemudahannya. Setidaknya ada 3 macam tantangan dalam Wawasan

Nusantara, yaitu:

1. Pemberdayaan masyarakat

John Naisbitt menyatakan dalam bukunya “Global Paradox” bahwa negara harus dapat

memberikan warganya peran yang paling besar. Kondisi nasional (pembangunan) yang tidak

merata menyebabkan keterbelakangan, yang membahayakan integritas. Penguatan masyarakat


sangat dibutuhkan daerah tertinggal. Keadaan ini menyebabkan kemiskinan dan ketidaksetaraan

sosial di masyarakat. Ini adalah ancaman untuk tetap tegak dan utuh NKRI. untuk memperkuat

masyarakat, perlu memberikan prioritas pada pengembangan daerah tertinggal agar masyarakat

dapat berperan dan berpartisipasi aktif dalam pembangunan di semua aspek kehidupan.

2. Dunia tanpa batas

Perkembangan IPTEK, saat ini sangat maju dan pesat, begitu pula pengaruh globalisasi

yang menyebar cepat. Didukung oleh kemajuan IPTEK, terutama dibidang teknologi informasi,

komunikasi dan transformasi, seolah-olah dunia telah bergabung menjadi satu komunitas global.

Dunia menjadi transparan tanpa mengetahui perbatasan nasional, seolah dunia tidak ada

batasnya.

Kenichi Ohmae dalam bukunya “Borderless World” dan “The End of Nation State”

berpendapat bahwa dalam perkembangan masyarakat global, geografi nasional dan batas-batas

politik masih relatif konstan, tetapi tinggal di satu negara tidak dapat membatasi kekuatan global

dalam bentuk informasi, investasi, dan konsumen menjadi semakin individual.untuk mengatasi

kekuatan global satu negara, peran pemerintahan pusat harus dikurangi dan peran pemerintahan

daerah dan masyarakat diperkuat.

3. Era baru kapitalisme

Sloan and Zureker, dalam bukunya “Dictionary of economics” sebuah sistem ekonomi

yang didasarkan pada hak kepemilikan pribadi atas berbagai barang dan kebebasan individu

untuk membuat perjanjian dengan pihak lain dan untuk melakukan kegiatan ekonomi sendiri

kepentingan mendapatkan keuntungan anda sendiri


Lester thurow, dalam bukunya “The Future of Capitalism” menekankan antara lain,

bahwa bertahan hidup di era baru kapitalisme membutuhkan strategi baru yang mencari

keseimbangan antara pemahaman individu dan pemahaman sosialis. Bersamaan dengan era baru

kapitalisme, yang tidak dapat dilihat secara terpisah dan globalisasi, negara kapitalis, yaitu

negara industri, untuk mempertahankan mata pencaharian mereka secara ekonomi, menekankan

negara-negara yang berkembang dengan masalah global. (Ismail & Hartati, 2020)

Wawasan Nusantara telah menjadi landasan visional bagi bangsa Indonesia untuk

memperkokoh kesatuan wilayah dan persatuan bangsa. Upaya memperkokoh kesatuan wilayah

dan persatuan bangsa akan terus menerus dilakukan. Hal ini dikarenakan visi tersebut dihadapkan

pada dinamika kehidupan yang selalu berkembang dan tantangan yang berbeda sesuai dengan

perubahan zaman. Salah satu dinamika masyarakat yang berkembang di Indonesia itu, misalnya,

jika pada masa lalu penguasaan wilayah, dilakukan dengan penduduk militer maka sekarang ini

lebih ditekankan pada upaya perlindungan dan pelestarian alam di wilayah tersebut. Tantangan

yang berubah adalah adanya dari kejahatan konvensional menjadi kejahatan didunia maya.

(Kemristekdikti, 2016)

Esensi Wawasan Nusantara

Esensi atau hakikat dari wawasan nusantara adalah "kesatuan wilayah dan persatuan

bangsa" Indonesia. Sejarah wawasan nusantara adalah persyaratan persatuan atau keutuhan

wilayah Indonesia, yang membentang dari Sabang ke Merauke. Wilayah itu harus menjadi unit

yang tidak lagi dipisahkan oleh keberadaan laut bebas. Sejauh ini kita tahu bahwa wilayah

Indonesia terfragmentasi sebagai akibat dari hukum kolonial Belanda, Ordonansi 1939

(Kemristekdikti, 2016). Bangsa Indonesia sebagai kesatuan memiliki keunikan, yaitu:


1. Memiliki keragaman suku, yakni sekitar 1.128 suku bangsa

2. Memiliki jumlah penduduk besar, sekitar 242 juta

3. Memiliki keragaman ras

4. Memiliki keragaman agama

5. Memiliki keragaman kebudayaan.

Sebagai konsekuensi dari keragaman suku dan budaya Indonesia, Konsep Wawasan

Nusantara menciptakan kesan bahwa Indonesia sebagai unit regional adalah unit kebijakan

politik, sosial budaya, ekonomi dan pertahanan dan keamanan. Atau, dengan kata lain,

perwujudan wawasan nusantara sebagai unit politik, sosial budaya, ekonomi, pertahanan, dan

keamanan. Perspektif seperti itu penting sebagai dasar visual bagi masyarakat Indonesia,

terutama ketika melaksanakan proyek pembangunan.

a) Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Politik Memiliki makna:

1) Bahwa kebulatan wilayah nasional dengan segala isi dan kekayaannya merupakan

satu kesatuan wilayah, wadah, ruang hidup, dan kesatuan matra seluruh bangsa serta

menjadi modal dan milik bersama bangsa.

2) Bahwa bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku dan berbicara dalam berbagai

bahasa daerah serta memeluk dan meyakini berbagai agama dan kepercayaan

3) terhadap Tuhan Yang Maha Esa harus merupakan satu kesatuan bangsa yang bulat

dalam arti yang seluas-luasnya.

4) Bahwa secara psikologis, bangsa Indonesia harus merasa satu, senasib

sepenanggungan, sebangsa, dan setanah air, serta mempunyai tekad dalam mencapai

cita-cita bangsa.
b) Bahwa Pancasila adalah satu-satunya falsafah serta ideologi bangsa dan negara yang

melandasi, membimbing, dan mengarahkan bangsa menuju tujuannya.

1) Bahwa kehidupan politik di seluruh wilayah Nusantara merupakan satu kesatuan

politik yang diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

2) Bahwa seluruh Kepulauan Nusantara merupakan satu kesatuan sistem hukum dalam

arti bahwa hanya ada satu hukum nasional yang mengabdi kepada kepentingan

nasional.

3) Bahwa bangsa Indonesia yang hidup berdampingan dengan bangsa lain ikut

menciptakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan

keadilan sosial melalui politik luar negeri bebas aktif serta diabdikan pada

kepentingan nasional.

c) Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Ekonomi Memiliki makna:

1) Bahwa kekayaan wilayah Nusantara baik potensial maupun efektif adalah modal dan

milik bersama bangsa, dan bahwa keperluan hidup sehari-hari harus tersedia merata di

seluruh wilayah tanah air.

2) Tingkat perkembangan ekonomi harus serasi dan seimbang di seluruh daerah, tanpa

meninggalkan ciri khas yang dimiliki oleh daerah dalam pengembangan kehidupan

ekonominya.

3) Kehidupan perekonomian di seluruh wilayah Nusantara merupakan satu kesatuan

ekonomi yang diselenggarakan sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan dan

ditujukan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat.


d) Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Sosial Budaya Memiliki makna:

1) Bahwa masyarakat Indonesia adalah satu, perikehidupan bangsa harus merupakan

kehidupan bangsa yang serasi dengan terdapatnya tingkat kemajuan masyarakat yang

sama, merata dan seimbang, serta adanya keselarasan kehidupan yang sesuai dengan

tingkat kemajuan bangsa.

2) Bahwa budaya Indonesia pada hakikatnya adalah satu, sedangkan corak ragam

budaya yang ada menggambarkan kekayaan budaya bangsa yang menjadi modal dan

landasan pengembangan budaya bangsa seluruhnya, dengan tidak menolak nilai–nilai

budaya lain yang tidak bertentangan dengan nilai budaya bangsa, yang hasil-hasilnya

dapat dinikmati oleh bangsa. Implementasi wawasan nusantara dalam kehidupan

sosial-budaya akan menciptakan sikap batiniah dan lahiriah yang mengakui semua

bentuk perbedaan sebagai fakta kehidupan maupun anugerah Tuhan.

e) Perwujudan kepulauan Nusantara sebagai satu sesatuan pertahanan dan keamanan

bermakna:

1) Bahwa ancaman terhadap satu pulau atau satu daerah pada hakikatnya merupakan

ancaman terhadap seluruh bangsa dan negara.

2) Bahwa tiap-tiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam

rangka pembelaan negara dan bangsa. Implementasi wawasan nusantara ke dalam

kehidupan pertahanan dan keamanan akan meningkatkan kesadaran akan cinta tanah

air dan bangsa, yang selanjutnya membentuk sikap membela negara terhadap setiap

warga negara Indonesia. Kesadaran dan sikap cinta tanah air dan bangsa, serta
pembelaan negara ini, akan menjadi modal utama yang akan memobilisasi partisipasi

setiap warga negara Indonesia untuk menghadapi ancaman apa pun.

KESIMPULAN

Wawasan Nusantara adalah “cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan

lingkungannya, dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah

dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara” (Kemristekdikti,

2016). Wawasan Nusantara menjadi syarat terealisasikannya keadaan Indonesia yang merdeka,

berdaulat, adil dan makmur dengan menjadi bahan bakar pendorong serta menjadi pedoman

kebijakan geopolitik Indonesia untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia seperti yang

tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 (Nugraha, 2013).

Beberapa fungsi Wawasan Nusantara yaitu: sebagai ketahanan nasional, cakupan

pembangunan, sebagai pertahanan dan keamanan negara, dan sebagai batas kewilayahan. Peran

dari Wawasan Nusantara dalam mempertahankan budaya sebagai warga negara Indonesia yaitu

dengan menumbuhkan rasa cinta tanah air (nasionalisme) dan rasa sayang terhadap kebudayaan

yang dimiliki di daerahnya.

Lahirnya konsepsi Wawasan Nusantara bermula dari Perdana Menteri Ir. H. Djuanda

Kartawidjaja yang pada tanggal 13 Desember 1957 mengeluarkan deklarasi yang selanjutnya

dikenal sebagai Deklarasi Djuanda. Semangat kebangsaan Indonesia sesungguhnya telah dirintis

melalui Kebangkitan Nasional 20 Mei 1908, ditegaskan dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober

1928, dan berhasil diwujudkan dengan Proklamasi Kemerdekaan Bangsa pada tanggal 17

Agustus 194.
Indonesia diakui dan diterima sebagai kelompok negara kepulauan. UNCLOS 1982

kemudian diratifikasi melalui Undang-Undang No. 17 Tahun 1985. Berdasar konvensi hukum

laut tersebut, wilayah laut Indonesia sangat luas, yakni mencapai 59 juta km2 terdiri atas 32 juta

km perairan teritorial dan 2,7 juta km perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE). Luas perairan ini

belum termasuk landas kontinen (continental shelf). secara politis, ada kepentingan nasional

bagaimana agar wilayah yang utuh dan bangsa yang bersatu ini dapat dikembangkan,

dilestarikan, dan dipertahankan secara terus menerus.

Adapun 3 macam tantangan dalam Wawasan Nusantara, yaitu:

1. Pemberdayaan masyarakat, kondisi nasional (pembangunan) yang tidak merata

menyebabkan keterbelakangan, yang membahayakan integritas

2. Dunia tanpa batas, perkembangan iptek yang sangat maju dan perkembangan masyarakat

global tidak dapat membatasi kekuatan global dalam bentuk informasi, investasi, dan

perkembangan masyarakat global konsumen menjadi semakin individual.

3. Era baru kapitalisme, sistem ekonomi yang didasarkan pada hak kepemilikan atas barang

dan kebebasan individu serta bertahan hidup di era baru kapitalisme membutuhkan

strategi baru yang mencari keseimbangan antara pemahaman individu dan pemahaman

sosialis.

Esensi atau hakikat dari wawasan nusantara adalah "kesatuan wilayah dan persatuan

bangsa" Indonesia. Wilayah itu harus menjadi unit yang tidak lagi dipisahkan oleh keberadaan

laut bebas yang membentang dari Sabang sampai Merauke.


REFERENSI

Basyir, K., Fauzun M., Umam, H., Medan, A. A., Hakim, F., Muhdi, Taufiq, A., Yasin, A.,

Saoki, L. F., Bachtiar, M. A., Wijaya, A., Muchlis, Wigati, S., Mustofa, A., Hamdani, A.

S., Bachtiyar, M., Asiah, N., & Tamwifi, I. (2013). Pancasila Dan Kewarganegaraan:

Buku Perkuliahan Program S-1 IAIN Sunan Ampel Surabaya Rumpun Mata Kuliah

Pengembangan Kepribadian (MPK). Sunan Ampel Press.

Ishak, O. S. (2016). Pancasila, Hak Asasi Manusia, dan Ketahanan Nasional. Komnas HAM.

Ismail, & Hartati, S. (2020). Pendidikan Kewarganegaraan: Konsep Dasar Kehidupan

Berbangsa dan Bernegara di Indonesia. Qiara Media.

Kementerian Riset, Teknologi, dan Perguruan Tinggi Republik Indonesia (2016). Pendidikan

Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi. Direktorat Jenderal Pembelajaran dan

Kemahasiswaan.

Nugraha, N. (2013). Pengembangan Pendidikan Bertaraf Internasional Guna Meningkatkan

Kepemimpinan Visioner dalam Rangka Pembangunan Nasional. Lembaga Ketahanan

Nasional Republik Indonesia http://lib.lemhannas.go.id/public/media/catalog/0010-

011600000000258/swf/5831/mobile/index.html#p=1

Situmorang, F. (2013, 29 Januari). ‘Wawasan nusantara’ vs UNCLOS. The Jakarta Post.

http://www.thejakartapost.com/news/2013/01/29/wawasan-nusantara-vs-unclos.html

Anda mungkin juga menyukai