Anda di halaman 1dari 62

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/289193100

TEORI BELAJAR BEHAVIORISME DAN IMPLIKASINYA DALAM PRAKTEK


PENDIDIKAN

Article · December 2015

CITATIONS READS

0 47,628

1 author:

Jamri Dafrizal
SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN
24 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

I conduct the research "Preparing Teacher Candidates With Emerging Technology In Digital Native Classrooms" View project

All content following this page was uploaded by Jamri Dafrizal on 04 January 2016.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


1

TEORI BELAJAR BEHAVIORISME


DAN IMPLIKASINYA DALAM PRAKTEK PENDIDIKAN
Oleh Jamridafrizal,S.Ag.S.S.M.Hum
Mahasiswa Pascasarjana S3 Teknologi Pendidikan UNJ

Teori pembelajaran :masa lalu, masa kini dan masa mendatang

Perlu kita ketahui bahwa sudah sejak lama umat manusia tertarik dengan kajian
psikologi. Paling tidak sejak zaman Yunani kuno , para filosof telah merenungkan topik-
topik yang sekarang dipandang sebagai bagian dari psikologi. Bagaimana berpikir,
merasa, belajar, mengetahui, membuat keputusan, menjalankan keputusan? Upaya
untuk menjawab pertanyaan ini mengisi banyak bagian dalam sejarah filsafat.
Meskipun demikian baru sejak abad ke- 19 orang mulai mengkaji topik-topik ini secara
eksperimental. Laborium psikologi yang pertama didirikan oleh Wilhelm Wundt di
Jerman 1879, tahun ini secara umum dipandang sebagai titik awal bagi psikologi ilmiah
modern untuk berpijak di atas landasan institusional yang kukuh
Wundt dan teman-temannya di bidang psikologi ilmiah yang pertama terinsperasi oleh
para filosof. Pada umumnya mereka tertarik oleh pengalaman sadar manusia . Mereka
ingin memahami sensasi,pikiran dan perasaan manusia.mereka ingin mengamati
perubahan kesadaran manusia dan menganalisisnya menjadi komponen-komponen
dasarnya. Apakah citra-citra dalam memori sama dengan yang ada pada sensasi ?
Apakah perasaan merupakan sensasi yang terkait dengan intensitas stimulus fisik yang
menghasilkannya? Pertanyaan-pertanyaan seperti inilah yang dikaji oleh para psikolog
eksperimental yang pertama

APA YANG DISEBUT DENGAN BELAJAR?


Sebelum kita menjelaskan apa yang dimaksud dengan belajar secara rinci menurut para
ahli psikologi pendidikan, sebaiknya terlebih dahulu perlu diperhatikan beberapa contoh
berikut ini:
(1) Seorang bayi bicara “da-da-da-da-da, ha-ha-ha-ha
(2) Seorang penyair bersenandung “lebih baik dipaksa masuk sorga daripada
dibujuk masuk neraka”
(3) Seorang anak usia sekolah dasar lari ketika melihat seekor ular

Setelah memperhatikan ketiga contoh di atas manakah contoh yang termasuk


dengan belajar ? Ibarat pertama seorang bayi bicara “da-da-da-da-da” tidak dapat
dikatakan dengan belajar karena apa yang dilakukannya bersifat dorongan biologis,
atau kita mewarisi sejak lahir, pemberian langsung dari Tuhan Yang Maha Pemberi
yang sudah siap pakai, tidak dipelajari, kata orang Arab di sebut dengan gharizah ( ‫ﻏرﯾزة‬
) atau instinct kata orang inggris. Bila ditinjau dari konsep neoropsychology bahwa
kemampuan tersebut sudah ditanam Tuhan pada otak manusia, tepatnya di batang
otak. Contoh lain misalnya, kita tidak harus diajari untuk menelan makanan, berteriak,
atau berkedip saat silau. Adapun contoh ke dua dan ketiga merupakan hasil dari belajar
2

karena ada unsur pengetahuan pada peristiwa yang diperoleh dari proses belajar baik
didapat melalui membaca, melalui guru, maupun lewat pengalaman
Sekarang Marilah kita membahas secara umum mengenai belajar dengan
mengemukakan beberapa pendapat berikut ini.
Pertama, belajar dapat didefinisikan sebagai pengaruh permanen atas perilaku,
pengetahuan, dan keterampilan berpikir,yang diperoleh melalui pengalaman.1 Untuk
dapat memahami pengertian ini secara rinci maka sebaiknya kita lihat arti kata tersebut
satu persatu dalam kamus besar bahasa Indonesia edisi tahun 2008. Pengaruh artinya
daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang, benda) yg ikut membentuk watak,
kepercayaan, atau perbuatan seseorang;Permanen artinya tetap (tidak untuk sementara
waktu);Perilaku artinya tanggapan atau reaksi terhadap rangsangan atau
lingkungan;Pengetahuan artinya segala sesuatu yg diketahui,kepandaian;Keter-ampilan
artinya kecakapan untuk menyelesaikan tugas; Berpikir artinya mencari upaya untuk
menyelesaikan sesuatu dengan menggunakan akal budi, mempertimbangkan.
Jika arti kata ini dirangkai menjadi suatu pengertian maka dapat diambil sebuah
defenisi bahwa belajar adalah daya yang ada atau timbul dari seseorang yang ikut
membentuk watak, kepercayaan, atau perbuatan seseorang yang bersifat tetap
pada:1)Tanggapan atau reaksi terhadap rangsangan atau lingkungan; 2) Segala
sesuatu yg diketahui,kepandaian; 3) Kecakapan untuk menyelesaikan tugas,mencari
upaya untuk menyelesaikan sesuatu dengan menggunakan akal budi Yang diperoleh
melalui suatu yang sudah dirasakan atau menjalani

Kedua belajar adalah penambahan pengetahuan, suatu perubahan perilaku yang


bertahan dalam kehidupan yang tidak disebabkan oleh kecenderungan genetik,
perubahan perilaku yang relative permanent sebagai hasil dari latihan. Akan tetapi
bagian yang paling penting belajar adalah perubahan prilaku atau kapasitas yang
diperoleh melalui pengalaman. Beberapa teori–teori belajar berusaha untuk
menjelaskan bagaimana kita dirubah oleh pengalaman kita2.
Sebuah ibarat, saat anak belajar cara menggunakan komputer, mereka mungkin
melakukan kesalahan dalam proses belajarnya, namun pada suatu saat mereka akan
terbiasa melakukan tindakan yang dibutuhkan untuk menggunakan komputer secara
efektif. Anak akan berubah dari seseorang yang tidak bisa mengoperasikan komputer
menjadi orang yang bisa mengoperasikannya. Setelah mereka mempelajari cara
menggunakan komputer, mereka tidak akan kehilangan keahlian itu, Hal ini mirip
dengan belajar menyetir mobil. Setelah Anda bisa menguasainya, Anda tidak harus
belajar lagi.
Dari pendapat di atas dapat dikemukakan bahwa bahwa ada beberapa unsur dalam
belajar yaitu : adanya perubahan atau penambahan perilaku, pengetahuan dan
keterampilan berpikir dan pengalaman yang bersifat relative permanen
Bila unsur-unsur tersebut dikonstruksi menjadi sebuah defenisi maka dapat dibuat
suatu defenisi mengenai belajar. Belajar adalah perubahan dan penambahan perilaku,
pengetahuan, keterampilan berpikir yang bersifat relative permanen yang di peroleh

1
Santrock,JW. Educational psychology,New York: McGraw-Hill, 2006, hal..210
2
Parsons, Richard D., dkk, Educational psychologu: A Practicioner-Researcher Model of teaching, Singapure:
Wadsworth,Thomson Learning, 2001, hal.206
3

melalui pengalaman dan latihan dan bukan disebabkan oleh kecenderungan genetik
atau bawaan

CAKUPAN PEMBELAJARAN
Dalam kamus bahasa Indonesia tahun 2008 kata cakupan berarti merangkum
beberapa hal. Rangkuman pembelajaran melibatkan perilaku akademik dan non-
akademik. Pembelajaran dapat berlangsung di sekolah & di mana saja di seputar dunia
anak.3 Perilaku secara sempit dapat diartikan reaksi yang dapat diamati secara umum
atau objektif. Dalam pengertian paling luas tingkah laku mencakup segala sesuatu yang
dilakukan atau dialami seseorang. Ide-ide, impian-impian, reaksi-reaksi kelenjer, lari,
menggerakkan suatu kapal angkasa, semua itu tingkah laku.4 Kata akademik adalah
isitilah yang dipakai dalam tulisan-tulisan psikologis untuk memberikan ciri kepada
program-program eksperimental dan aliran-aliran fikiran yang tujuannya mencari hal-
hal yang teoritis5

Asumsi mengenai belajar ( perlu ditambah penjelasan lanjut !)


kata asumsi menurut kamus besar bahasa indonesia (2008:98) berarti anggapan;
dugaan; pikiran. Sedangkan pengertian asumsi menurut kamus psikologi (
Chapli,1999:41) berarti perkiraan, praanggapan, perandaian; suatu premis atau
perkiraan (anggapan) yang menyatakan bahwa sesuatu itu benar untuk tujuan
perkembangan teroritis. Istilah ini mencakup hipotesa, yaitu satu prinsip atau asas dasar
yang harus dites secara eksperimental, dan postulat, yaitu satu prinsip yang diduga
benar untuk tujuan pengembangan satu teori.
Ada sejumlah pakar dari berbagai aliran mengemukakakan pendapat mereka
mengenai asumsi belajar
Pertama, Parson (2001:206) mengemukakan bahwa ada empat asumsi mengenai
belajar yaitu ;
1. Kita dapat mempelajari hal yang bermanfaat dan hal yang kurang bermanfaat
2. Kita tidak selalu menyadari apa yang sudah kita pelajari
3. hasil belajar tidak selalu mudah kelihatan atau tampak
4. Ada jenis dan tingkat belajar

Kedua, Ormrod (2003:300) mengemukakan bahwa ada lima asumsi dasar


mengenai belajar menurut pandangan behaviorisme yakni;
1. Sebagian besar prilaku orang diperoleh dari pengalaman karena rangsangan
dari lingkungan
2. Belajar merupakan hubungan berbagai peristiwa yang dapat diamati yakni
hubungan antara stimulus dan respon
3. Belajar memerlukan suatu perubahan prilaku
4. Belajar paling mungkin terjadi ketika stimulus dan respon muncul pada waktu
berdekatan

3
Santrock,JW. Educational psychology,New York: McGraw-Hill, 2006, 238
4
J.P Chaplin. Kamus lengkap psikologi. Jakarta: Grapindo,1999.h.53.
5
J.P Chaplin. Kamus lengkap psikologi. Jakarta: Grapindo,1999.h.4
4

5. Banyak spesies, termasuk manusia belajar dengan cara -cara yang hampir
sama.

Tak dapat dipungkiri bahwa asumsi mengenai belajar ini tentulah berimplikasi
pada pendidikan. Pada tabel di bawah ini dapat digambarkan bagaimana asumsi dasar
mengenai belajar ( behviorisme ) dan implikasinya terhadap pendidikan
(Ormrod,h.300)
Table: asumsi dasar belajar behaviorime dan implikasi pendidikan
ASUMSI IMPLIKASI PENDIDIKAN CONTOH
Pengaruh Mengembangkan lingkungan Ketika seorang siswa sering mengalami
lingkungan kelas yang memelihara kesulitan dalam mengerjakan tugas
prilaku yang diinginkan sekolah maka pujilah siswa tersebut
secara santun (tidak menyolok) ketika
dia sudah menyelesaikan tugasnya
tanpa peringatan
Fokus pada Identifikasi stimulus khusus ( Jika seorang siswa sering terlibat
peristiwa termasuk prilakumu sendiri) prilaku yang mengganngu dalam kelas ,
yang dapat yang dapat mempengaruhi pertimbangkan apakah anda mungkin
diamati prilaku yang ditanpakan sedang mendorong prilaku tersebut
siswa dengan memberi perhatian setiap prilaku
itu muncul
Belajar Jangan beranggapan bahwa Cari bukti konkrit bahwa belajar telah
sebagai belajar dapat terjadi kecuali terjadi lebih dari sekedar asumsi bahwa
perubahan jika siswa menampakkan siswa telah belajar dengan sederhana
prilaku suatu perubahan karena mereka mengatakan bahwa
penampilan di kelas mereka sudah memahami apa yang
mereka pelajari
Persambung Jika anda menginginkan Masukan kegiatan pendidikan yang
an peristiwa siswa anda belum disenangi kedalam jadwal harian
mengasosiasikan dua sebagai suatu cara membantu siswa
peristiwa (stimulus dan/atau mengasosiasikan mata pelajaran
respon) satu sama lain, dengan perasaan yang dapat
pastikan peristiwa-peristiwa menyenangkan .
tersebut muncul berdekatan
Kemiripan Ingat bahwa penelitian Perkuat siswa yang hiper aktif untuk
prinsip- dengan spesies yang bukan duduk tenang dalam jangka waktu
prinsip manusia sering memiliki yang lama berturut-turut
belajar hubungan dalam praktik di
lintas kelas
spesies

BERBAGAI PENDEKATAN MENGENAI PEMBELAJARAN (BELAJAR)


Pendekatan mengenai belajar dapat dikemukakan beberapa pendapat psikolog
pendidikan yang pada hakikatnya satu dengan yang lain mempunyai kemiripan.
Pendekatan-pendekatan tersebut adalah
Pendapat Pertama, Santrock mengemukakan pengertian belajar dapat dilihat dari
berbagai sudut pandang. Dia mengemukakan bahwa ada dua sudut pandang mengenai
5

belajar yaitu pandangan menurut golongan behavioral dan pandangan belajar menurut
kelompok kognitif. Kelompok behavioral berpandangan bahwa perilaku harus dapat
dijelaskan melalui pengalaman yang dapat diamati, bukan dengan proses mental.
Menurut mereka bahwa perilaku adalah segala sesuatu yang kita lakukan dan bisa
dilihat secara langsung, misalnya anak membuat gambar, guru tersenyum ramah pada
siswa, siswa mengganggu temanya dan lain sebagainya.
Adapun kelompok kognitif mendefenisikan belajar sebagai proses mental yang
mencakup pikiran, perasaan, dan motif yang kita alami akan tetapi orang lain tidaklah
dapat melihatnya dengan mata kepala. Walaupun pikiran, perasaan, dan motif tersebut
tidak dapat dilihat secara langsung namun semuanya itu adalah nyata adanya dalam
diri manusia. Ibarat yang dapat kita jadikan contoh adalah bagaimana cara membuat
gambar, perasaan bahagia guru terhadap anak didik dan motivasi anak untuk
mengendalikan tingkah lakunya. Menurut kelompok behavioral pikiran, perasaan, dan
motif bukanlah sesuatu yang tepat untuk ilmu perilaku dikarenakan semuanya itu tidak
bisa diamati secara kasat mata
Pendekatan kognitif mencakup empat pendekatan pembelajaran yakni 1)
Pendekatan Pembelajaran kognitif sosial, 2) Pendekatan pemrosesan informasi
kognitif,3) Pendekatan konstruktivis kognitif dan 4) Pendekatan konstruktivis sosial6.
Sementara itu kelompok behavioral terdiri dari tiga pendekatanan pembelajaran
yaitu 1) Pembelajaran menurut pandangan pengkondisian klasik dan 2)
Operan.Keduanya dikenal dengan sebutan classical dan operant conditioning. Dan 3)
Koneksionisme Thorndike ( 1874-1949). Dua kelompok pertama ( classical dan
operant) menekankan pada pembelajaran asosiatif (associative learning) yang
menyatakan bahwa belajar merupakan saling keterkaitan dua kejadian ( associated)
(Pearce,2001). Umpamanya belajar asosiatif terjadi ketika siswa mengaitkan suatu
peristiwa yang menyenangkan dengan belajar sesuatu di sekolah. Contohnya guru
tersenyum senang ketika siswa mengajukan pertanyaan yang menarik.7 Sedang
kelompok ketiga ( Koneksionisme Thorndike) bahwa semua pembelajaran dijelaskan
melalui hubungan atau ikatan yang dibentuk antara stimulus dan respon. Hubungan-
hubungan ini muncul lebih utama melalui trial dan error ( coba dan gagal), yaitu suatu
proses yang oleh kemudian hari disebut oleh Thorndike sebagai koneksionisme atau
belajar melalui seleksi dan hubungan.
Thorndike merumuskan hukum belajar yang tidak fleksibel, melainkan aturan-aturan
agar belajar nampak dipatuhi. Dia mengutarakan tiga hukum belajar utama yaitu 1)
hukum kesiapsiagaaan ( law of readiness), 2. Hukum latihan (law of exercise ), 3).
Hukum pengaruh ( law of effect). Ketiga Hukum ini diterapkan langsung dalam
pendidikan8
Pendapat kedua dikemukakan oleh Ormrod bahwa ada tiga pendekatan/perspektif
psikologi mengenai belajar yaitu belajar menurut perspektif behaviorisme, kognitive
social, dan psikologi kognitive.9

6
Santrock,John W. Educational psychology,New York: McGraw-Hill, 2006, hal..210-211
7
Santrock,John W. Educational psychology,New York: McGraw-Hill, 2006, hal..210-211
8
Elliott, dkk Educational Psychology, New York: MCGraw-Hill, 2000, hal. 206
9
Ormrod ,Jeanne Allis, Educational Psychology:Developing Learners. New Jersey:Prentice Hall,2003,p.191
6

Pendapat yang lain yang diwakili oleh Pearson bahwa ada tiga pendekatan
mengenai belajar yaitu behaviorisme, neobehaviorisme dan kognitivisme 10
sebagaimana yang dapat dilihat pada kolom di bawah ini :
Unsur BEHAVIORISME NEOBEHAVIORISM KOGNITIVISME
E
Belajar adalah kegiatan Belajar adalah Belajar adalah proses
terang-terangan kegiatan terangan- internal
Pengelolaan kondisi belajar terangan dan proses
untuk perubahan prilaku internal
peserta didik
Perubahan prilaku belajar
ASUMSI harus dapat diamati dan
dapat diukur
Pembelajaran menggunakan
reinforcement, feedback,
behavioral objectives,
pengukuran thd hasil belajar

Watson (1878-1958) Bandura Piaget


Thorndike (1874-1949) Meichenbaum Bruner
Mayor
Skinner (1904- Ausubel
Therist
Ivan Pavlov (1849-1936)
Edwin R. Guthrie (1886-1959)
Kajian laboraturium dengan Kajian laboraturium Kajian mengenai
RISET bintang dengan binatang manusia
dan manusia
Social learning Pemrosesan
Classical Conditioning and (pembelajaran informasi,
PROSES
Operant Conditioning social) dan modelling Strukturalisme
(peniruan) Kognitive

Untuk memperoleh pemahaman lebih mendalam maka perlu diuraikan secara


rinci beberapa teori mengenai belajar menurut pandangan 1) behaviorisme (
pembiasaan klasik, Koneksionisme Thorndike dan pengkondisian operan), 2)
Pendekatan pembelajaran sosial dan 3) Perspektif kognitif

I. PANDANGAN BEHAVIORISME ( PENGKONDISIAN KLASIK, KONEKSIONISME


DAN PENGKONDISIAN OPERANT)

A. Pengkondisian Klasik

10
Parsons, Richard D., dkk, Educational psychologu: A Practicioner-Researcher Model of teaching, Singapure:
Wadsworth,Thomson Learning, 2001, hal.209
7

Teori belajar Behaviorime mencakup pembiasaan klasik,koneksionisme


Thorndike dan Pengkondisian Operant. Sebuah karya tulis Ivan Pavlov ( 1849-1936)
yang terkenal mengenai refleks yang dikondisikan ( conditioned reflexes ) (1927)
berpengaruh besar terhadap kemunculan psikologi behaviorisme. Kajian-kajiannya Ivan
Pavlov mengenai pencernaan binatang telah membawanya pada suatu temuan penting
dalam bidang psikologi. Temuan tersebut disebut dengan “Refleks yang dikondisikan”
(conditioned reflexes)11. Dalam eksperimennya tersebut dikemukakan bahwa “Keinginan
anjing untuk makan menyebabkan air liurnya mengalir”. Perlu dicatat bahwa teori
pembiasaan klasik atau classical conditioning berkembang berdasarkan hasil
eksperimen ini. Pavlov meneliti mengenai munculnya kelenjer pangkreas (sekresi)
dalam perut pertama-tama dipicu oleh anjing mengunyah atau melihat makanan, bukan
karena karena adanya makanan yang memasuki perut. Ia mencatat bagaimana sekresi
antisipatoris ini menunjukan aspek paling menarik dalam proses pencernaan. Untuk
mempelajari hal itu iapun berfokus pada bagian lain dari pencernaan anjing, yakni
sekresi kelenjer liur dalam mulut, yang bisa diukur melalui operasi yang lebih
sederhana, Pavlov memasang pipa pada kelenjer liur di mulut anjing. Ketika Pavlov
menyodorkan makanan kepada seekor anjing yang telah dipasang pipa di dalam
mulutnya, tetesan air liurpun mengalir melalui pipa itu masuk ke sebuah wadah. Tetesan
air liur ternyata juga menunjukkan respon anjing terhadap stimuli selain makanan di
dalam laboraturium
Pada dasarnya classical conditioning adalah suatu teori yang menjelaskan
bagaimana kita kadangkala mempelajari respon-respon yang baru sebagai sebuah
hasil dari dua stimulus atau lebih yang muncul hampir pada waktu yang sama12 Pavlov
mengemukakan bahwa hukum-hukum pengkondisian bisa dijelaskan oleh kegiatan
timbal balik dari dua proses utama di dalam otak: eksitasi dan inhibisi. Eksitasi adalah
proses pembangkitan, proses yang cendrung membuat respon terjadi, sementara
inhibisi adalah prosess penekanan yang cendrung mencegah terjadinya respon.
Dengan demikian eksitasi dan inhibisi beroperasi dengan cara saling bertentangan.
Diantara keduanya, eksitasi memainkan peran yang jauh lebih besar dalam
menciptakan pengkondisian, namun inhibisi bisa menjelaskan bagaimana
berlangsungnya pengkondisian dalam hal-hal khusus13
Dalam temuanya Ivan Pavlov menyimpulkan bahwa US ( Unconditioned
Stimulus atau ransangan alami) akan melahirkan UR (Unconditioned Response) respon
alami. Bila kita berikan hidangan makanan maka akan menyebabkan air liur anjing
mengalir. Jika hanya diberikan ransangan semata ( NS,Neutral Stimulus) misalnya
berupa bunyi, maka anjing tidak akan memberikan respon ( tidak mengeluarkan air liur).
Kemudian dilakukan eksperimen berkali-kali yakni Anjing diberi makan setelah adanya
bunyi bell ( NS+US, Neutral + Unconditioned Stimulus), akibatnya anjing
mengeluarkan air liur. Proses pembiasaan pemberian respon dengan makanan yang
diikuti dengan bunyi bell yang mengakibatkan keluarnya air liur anjing adalah proses
pembentukan pembiasaan prilaku

11 rd
Elliot ,Stephen N. dkk, Educational Psychology: Effective Teaching,Effective Learning. 3
ed.Toronto:McGrawHill, @2000, hal.203
12
Ormrod ,Jeanne Allis, Educational Psychology:Developing Learners. New Jersey:Prentice Hall,2003,p.302
13
Hill, Winfred F.Theories of learning (teori-teori belajar ).Jakarta: Nusa Media,,2009.p.38
8

Pada akhirnya ketika bell dibunyikan tanpa disertai makanan maka anjing tetap
mengeluarkan air liurnya. Anjing mengasosiasikan bahwa setiap bunyi bell pasti
dibarengi dengan makanan. Respon anjing mengeluarkan air liur setelah mendengarkan
bunyi bell disebut dengan refleks yang dikondisikan. Temuan tersebut dapat dirumuskan
sebagai berikut:
 US (Unconditioned Stimulus /Stimulus Alami) melahirkan UR ( Unconditioned
Response
/ Respon Alami).
Makanan  Air Liur

 NS ( Neutral Stimulus /rangsangan semata) tidak menghasilkan respon.


Bunyi semata  Tak ada respon.

 NS + US (Neutral + Unconditioned Stimulus/ Stimulus Netral dan Alami)


menghasilkan
UR (Unconditioned Response/ Respon Alami).
Bunyi disertai makanan  Air liur

 CS ( Conditioned Stimulus/ Stimulus yang dikondisikan ) menghasilkan CR


(Conditioned
Response/Respon yang sudah dikondisikan)
Bunyi semata  Air liur

a) Penerapan Teori Pengkondisian Klasik Dalam kelas


Melalui proses pengkondisian klasik, manusia dan binatang dapat belajar
memberikan respon secara otomatis kepada satu stimulus yang pada ketika tidak
memiliki efek ataupun memiliki satu efek yang sangat berbeda pada mereka. Respon
yang dipelajari mungkin merupakan reaksi emosional, seperti takut atau senang, atau
respon psikologis, seperti ketegangan otot. respon tak sengaja ini pada dasarnya dapat
dikondisikan, atau dipelajari, sehingga akan tampak otomatis dalam situasi-situasi
tertentu. Dengan melihat pada eksperimen awal mengenai pengkondisian klasik akan
membatu membuat jenis proses pembelajaran di kelas. Anda mungkin heran apa
hubungan keluarnya air liur anjing dengan pembelajaran di kelas. Terdapat sejumlah
alas an mengapa penelitian yang dilakukan dengan binatang dapat diakui. Dengan
menggunakan binatang kemungkinan untuk mengisolasi efek beberapa variable pada
proses pembelajaran. Juga, binatang tidak memiliki kekhawatiran mengenai seberapa
baik mereka melakukan atau mencoba untuk lebih memintari peneliti, yang
merupakan cara yang sering dilakukan oleh manusia.
Temuan Pavlov dan mereka yang mengkaji pengkondisian klasik setidaknya
memiliki dua implikasi bagi guru. Pertama, tidak mungkin bahwa banyak dari reaksi
emosi kita atas berbagai situasi dipejari secara khusus dengan pengkondisian klasik.
Kedua. Prosedur yang didasarkan pada pengkondisian klasik dapat digunakan untuk
membantu orang mempelajari respon emosional yang lebih adaptif. Contoh. Orang
dapat belajar untuk mengurangi ketakutan dan kegelisahan dalam situasi yang
mengancamnya, seperti berbicara di depan umum atau mengerjakan tes. Emosi dan
sikap juga fakta dan ide dipelajari di kelas, dan kadangkala pembelajaran emosional ini
9

dapat masuk dalam pembelajaran akademis.14 Beberpa contoh pengkondisian klasik


dalam kelas. Contoh yang tidak diinginkan oleh semua orang yaitu seorang pelajar takut
atau benci sekolah setelah mengalami pengalaman menakutkan di sekolah. Atau
contoh lain yang diinginkan. Ketika seorang siswa sering mengalami keberhasilan di
sekolah, maka mereka mungkin akan memberikan respon pada tugas belajar baru
dengan penuh percaya diri bukan gelisah. Siswa yang relative berhasil dalam
pembelajaran aljabar biasanya akan menghadapi subyek baru seperti geometri
dengan sikap yang lebih santai. Sebaliknya siswa yang mengalami kesulitan dalam
pembelajaran al-jabar akan berkeringat dingin ketika meghadapi pelajaran geometri.

b) Keutamaan Teori Pengkondisian Klasik


Beberapa keutama pengkondisian klasik ( Elliot:2000:204) yaitu: 1)
Penyamarataan stimulus ( stimulus generalization), 2) Pembedaan (discrimination ), 3)
Penghapusan (Extinction)

1) Generalisasi peransang
Dalam kamus psikologi karangan J.P Chaplin Generalisasi peransang berarti
prinsip yang menyatakan bahwa apabila subjek telah dikondisikan untuk memberikan
reaksi terhadap satu stimulus, maka perangsang yang mirip akan dibagkitkan pula.
Generalisasi peransang mengacu pada proses respon yang dikondisikan berpindah
ke perangsang lain yang mirip dengan ransangan yang dikondisikan yang asli.
Santrock (2006:
Contoh, dalam islam diajarkan bahwa ketika orang membaca al-Qur’an maka
yang mendengarkan harus diam, maka ketika kita dalam suasana berisik lalu terdengar
orang mengumandangkan azan maka kita cendrung diam untuk mendengarkan bacaan
tersebut dengan khusuk. Bacaaan al qur’an memiliki kemiripan dengan lafaz azan yang
sama-sama berbahasa arab.
Generalisasi stimulus adalah suatu proses yang terletak pada pusat ‘transfer
belajar’ di kelas. Kita menginginkan siswa kita mampu menggunakan materi yang
sudah mereka pelajari di kelas dalam kondisi yang beragam. Misalnya remaja yang
sudah belajar bahaya pergaulan bebas dan narkoba melalui media tercetak maupun
media visual maka diharapkan terhindar dari pergaulan bebas dan narkoba meskipun
ditawari oleh siapa saja dan dimana saja.
Ada dua fakta penting mengenai generalisasi yang perlu dicatat, yaitu:
1. Sekali pengkondisian terhadap stimulus yang muncul, maka efektifitasnya tidak
terbatas pada stimulus tersebut.
2. Jika suatu stimulus kurang mirip dengan yang aslinya, maka kemampuan untuk
melahirkan suatu respon menjadi berkurang. (Hulse, Egert, & Deese, 1980)15.

2) Diskriminasi
Diskriminasi merujuk pada suatu proses yang kita pelajari tidak untuk merespon
stimulus-stimulus yang mirip dengan cara yang sama. Pembedaan berbanding terbalik

14
Woolfolk, Anita E. dan Lorraine McCune-Nicolich.Educational Psychology for teachers.(terjemahan M.Khairul
Anam). Jakarta:Inisiasi Press, 2004. Hal. 214-216
15
S.Hulse, H Eget dan J.Deese.The Pyschologi of learnig, New York:McGrawhill,1980
10

dengan generalisasi, dimana generalisasi bermaksud merespon dengan cara yang


sama terhadap dua stimulus yang berbeda, sedangkan diskriminasi bermaksud
merespon dengan cara berbeda dua stimulus yang mirip.
Kita dapat menggambarkan implikasi dalam ruangan ruangan kelas. Misalnya siswa
mempunyai masalah dalam belajar membaca jika mereka tidak dapat menceritakan
perbedaan garis lingkaran dengan garis kurva, garis vertikal dengan garis horizontal,
atau juga tidak dapat memedakan antara huruf v dengan huruf u, tanda-tanda ini
menandakan bahwa siswa mempunyai masalah dalam membaca. Atau juga siswa tidak
dapat membedakan angka 21 dengan 12 atau angka 75 dengan 57.

3) Ekstingsi (Extinction)
Ekstingsi adalah suatu proses dimana respon yang dikondisikan gagal atau hilang.
Dalam eksperimennya Pavlov menemukan bahwa dengan menghadirkan bunyi
semata, akhirnya dia dapat menghapuskan respon yang dikondisikan, dengan kata lain
jika suatu ketika tak ada makanan berbarengan bunyi bell, maka anjing akan berhenti
mengeluarkan air liur ketika hanya ada bunyi bell semata. Tentunya dilakukan
berulang-ulang
Dalam dunia pendidikannya sering kita temui dalam pengalaman, misalnya siswa
senior memperingatka juniornya tentang guru “A” yang pemarah yang akan
mengajarnya pada tingkatan kelas berikutnya, hal ini menyebabkan siswa junior jadi
cemas, namun setelah beberapa minggu masuk dan berjumpa dengan guru
“A”.Ternyata guru “A” adalah seorang yang ramah dan menyenangkan. Pada akhirnya
rasa cemas dan takut siswa junior tersebut berangsur hilang. Penganut behaviour
tertarik mengikuti langkah Pavlov dikarenakan respon siswa tersebut membentuk
prilaku dengan sengaja.

c.) Aplikasi dan implikasi


Pavlov yakin bahwa prinsip-prinsip pengkondisian bisa digunakan menjelaskan
bermcacam –bermacam fenomena ( Hill,40

B) Koneksionisme Thorndike (Thorndike’s Connectionism)


Pandangan Edwar Lee Thorndike ( 1874-1949) mengenai pembelajaran yakni
bahwa semua pembelajaran dijelaskan melalui hubungan atau ikatan yang dibentuk
antara stimulus dan respon. Hubungan-hubungan ini muncul lebih utama melalui trial
dan error ( coba dan gagal), yaitu suatu proses yang oleh kemudian hari disebut oleh
Thorndike sebagai koneksionisme atau belajar melalui seleksi dan hubungan.
Thorndike merumuskan hukum belajar yang tidak fleksibel, melainkan aturan-aturan
agar belajar nampak dipatuhi. Dia mengutarakan tiga hukum belajar utama yaitu hukum
kesiapsiagaaan ( law of readiness), 2. Hukum latihan (law of exercise ), 3). Hukum
pengaruh ( law of effect). Ketiga Hukum ini diterapkan langsung dalam pendidikan16

1). Hukum kesiapsiagaaan ( law of readiness).


Makhluk hidup ( manusia dan hewan ) memiliki kesiapan untuk membentuk
hubungan-hubungan, jika makhluk hidup melakukanya akan mendapatkan kepuasaan
dan jika tidak melakukannya akan merasa kecewa. Thorndike percaya bahwa kesiap
16
Elliott, dkk Educational Psychology, New York: MCGraw-Hill, 2000, hal. 206
11

siagaaan merupakan satu kondisi penting untuk belajar, karena kepuasan atau
kekecewaan tergantung pada keadaan kesiap siagaan seseorang. Dia menyatakan (
1923; p.133)17 bahwa kesiapsiagaan seperti seorang petugas pengintai yang mengirim
sinyal ke stasiun yang menjadi tujuan kereta untuk membuka palang pintu perlintasan.
Sekolah tidak dapat memaksa siswa untuk belajar jika mereka tidak siap secara fisik
dan psikologis. Mereka dapat belajar jika mereka sudah merasa siap.

2) Hukum latihan ( Law of exercise)


Hukum ini menyatakan bahwa hubungan antara stimulus dan respon itu akan
kuat apabila suatu kegiatan sering dilakukan atau semakin sering suatu perbuatan
dilakukan maka semakin kuat hubungan antara stimulus dan respon, sebaliknya
hubungan antara stimulus dan respon akan lemah apabila intensitas suatu perbuatan
menurun. Hukum ini mendapat kritikan dari banyak orang bahwa hukum latihan semata
tidak cukup untuk melakukan perbaikan, mesti juga ada kesadaran dari pelaku akibat
yang dapat ditimbulkan dari suatu perbuatan. Suatu perbuatan akan tidak effective jika
dapat menimbulkan bahaya bagi pelakunya

3) Hukum Pengaruh (Law of effect ).


Hukum ini merupakan hukum yang paling penting dari hukum-hukum belajar
Thorndike. Hukum effek menyatakan bahwa respon yang dibarengi oleh kepuasan
akan terjadi hubungan yang lebih kuat antara stimulus dan respon, jika respon
dibarengi oleh perasaan tidak menyenangkan maka hubungan antara antara stimulus
dan respon akan melemah. Semakin tinggi tingkat kepuasan maka semakin kuat
hubungan antara stimulus dan respon jika semakin besar perasaan yang tidak
menyenangkan yang ditimbulkan maka semakin lemah pula hubungan antara stimulus
dan respon. Pada tahun 1932 Thorndike merevisi hukum yang menekankan bahwa
penguatan effek reward ( hadiah) lebih besar dari effek hukum ( funishment) yang
dapat melemahkan hubungan antara stimulus dan respon. Siswa cendrung belajar lebih
effective dan lebih mudah serta dapat bertahan belajar lebih lama jika memiliki akibat
yang menyenangkan.
Hergenhahn (1988)18 menyatakan bahwa Thorndike percaya pengajaran yang baik
dimulai dengan pengetahuan yang ingin diajarkan oleh guru ( stimulus). Anda juga
harus mengidentifikasi respon-respon yang ingin ingin dikaitkan dengan stimulus, dan
pemilihan waktu oleh pemuas yang tepat. Thorndike berkata maka pertimbangkan hal-
hal sebagai berikut:
1. Pertimbangkan lingkungan siswa
2. Pertimbangkan respon yang ingin anda ingin anda kaitkan dengannya
3. Bentuk hubungan ( dengan memuaskan )

C) Pengkondisian Operant (Operant Conditioning )

Pengkondisian operan dipelopori oleh Skinner. Skiner mengembangkan suatu


penjelasan mengenai belajar yang memberikan penekanan kepada konsekuensi

17
E.Thorndike.Educational Psychology.vol.1. New York:Teacher Collage Press,1913
18
B.R.Hergenhahn. an introduction to theories of learning . Englewood Cliffs,NJ:Prentice Hall,1988
12

prilaku. Apa yang akan terjadi setelah kita melakukan semua hal penting. Penguatan
telah memberikan bukti menjadi alat yang kuat dalam membentuk dan mengendalikan
prilaku baik di luar maupun di dalam kelas.
Pengkondisian operan dinamakan juga Pengkondisian instrumental adalah bentuk
pembelajaran dimana konsekwensi-konsekwensi dari prilaku menghasilkan perubahan
dalam probabilitas prilaku itu akan diulang. Arsitek utama dari Pengkondisian operan
adalah B.F Skinner, yang pandangannya didasarkan pada Pandangan E.L. Thorndike 19
B.F.Skinner dalam karya-karyanya, the behavior of organisme (193820), science and
human behaviour (195321), Verbal bahavior (1957)22,The technology of teaching
(1968)23,Beyond freedom and dignity(1971)24 mengemukakan pendapatnya bahwa
lingkungan ( orang tua,guru, dan teman sebaya) memberikan reaksi terhadap prilaku
kita baik dengan cara menguatkan atau menghapus prilaku tersebut. Lingkungan
mempunyai pengaruh yang jauh lebih besar dalam belajar dan prilaku kita. Lingkungan
memegang peranan kunci untuk memahami prilaku ( Bales,199025).
Bagi Skinner prilaku adalah satu rangkain sebab musabab dari tiga mata rantai (1)
suatu operasi yang dilakukan atau dilaksanakan terhadap organisme dari luar. Contoh:
Seorang anak datang ke sekolah tanpa sarapan; (2) beberapa keadaan tersembunyi,
misalnya: Dia merasa lapar;(3) Sejenis tingkah laku, misalnya: dia nampak kelesuan di
kelas.
Guru semestinya tidak berspekulasi mengenai siswanya ketika dia tidak memiliki
informasi yang cukup mengenai keadaan yang tersembunyi atau batiniah siswanya.
Contoh: ketika guru melihat siswa hanya lesu dan tidak perhatian selama dalam kela
jangan diartikan sebagai bentuk tidak adanya perhatian siswa terhadap pelajaran yang
sedang disampaikan guru.. Skinner akan mengejek orang-orang yang mengatakan
bahwa anak itu tidak termotivasi. Skinner akan bertanya “Apakah maksudnya yang
demikan itu ?” “Bagaimana anda dapat menjelaskannya secara prilaku?”. Guru atau
konselor menelusuri penyebab berhenti secara keliru pada mata rantai kedua yaitu
beberapa keadaan batin ( yang tersembunyi), seperti anak merasa lapar atau juga
siswa mungkin memiliki kesulitan secara fisik atau masalah dengan orang tuanya.

Skinner dan penguatan


Skinner mengemukakan ada dua jenis penguatan yaitu penguatan positive,
penguatan negative dan hukuman
Penguatan posisitiv ( Santrock,2001,245) 26

19
Santrock,Jw. 2006.hal.215
20
Skinner,B.F. The behavior of organisms. New York:McMillan,1938
21
Skinner,B.F.Science and Human nature, New York:McMillan,1953
22
Skinner,B.F.Verbal behavior, New York: Appleton-century croft,1957
23
Skinner,B.F.The Technology of teaching, New York:Appleton-century croft,1968
24
Skinner,B.F Beyond freedom and dignity, New York:Knoft,1971
25
J.Bales, Skinner get award, ovations at APA Talk, The APA Monitor,21 (10),1,6
26
Santrock,JW. Educational psychology,New York: McGraw-Hill, 2001, 245
13

PRILAKU KONSEKWENSI PRILAKU YANG AKAN


DATANG
Siswa mengajukan Guru memuji siswa Siswa mengajukan lebih
pertanyaan yang bagus banyak pertanyaan yang
bagus

Pengutan negative
PRILAKU KONSEKWENSI
PRILAKU YANG AKAN
DATANG
Siswa menyerahkan Guru berhenti Terjadi peningkatan
tugas pada waktunya mengkritik siswa penyerahan tugas sesuai waktu

Hukuman
PRILAKU KONSEKWENSI
PRILAKU YANG AKAN
DATANG
Siswa menyela Guru menegur Siswa berhenti menyela
(interupsi) guru (mengomeli) siswa (interupsi) guru

Bila dianalisis keseluruhan sistem Skinner, kita akan bertemu secara konsisten
istilah penguatan yang oleh Skinner dianggap sebagai satu unsur kunci untuk
menjelaskan bagaimana dan mengapa pembelajaran muncul. Penguatan digunakan
secara khas sbb27:
 Penguat (reinforce) adalah satu peristiwa stimulus yang cendrung mempertahankan
atau meningkatkan kekuatan dari suatu respon, satu hubungan stimulus respon,
atau satu hubungan stimulus-stimulus ( Hulse dkk,1980,p.23)28.Dalam mempelajari
karya Skinner, sangat penting untuk membedakan antara prinsip-prinsip dasar
prilaku dan prosedur perubahan prilaku yang beragam. Penguatan adalah suatu
prinsip prilaku, di dalamnya tergambar suatu hubungan fungsional antara prilaku dan
variable-variable yang mengontrol. Sebaliknya, prosedur perubahan prilaku adalah
suatu metode yang digunakan untuk menerapkan prinsip-prinsip kedalam praktek.
Sebagai contoh, pujian adalah suatu prosedur yang dapat sebagai penguat yang
berpengaruh (kuat). Jika seorang guru memuji respon yang benar dari siswa dengan
segera dan siswa meningkatkan responnya yang benar, maka pujian dapat
diidentifikasi sebagai satu prosedur perubahan prilaku yang berfungsi sebagai
penguat.
 Istilah prinsip penguatan mengacu pada suatu peningkatan frekuensi dari suatu
respon ketika konsekuensi tertentu segera mengikutinya. Kensekuensi yang
mengikuti prilaku harus tergantung pada prilaku. Suatu peristiwa yang mungkin
terjadi yang meningkatkan frekuensi prilaku dianggap sebagi penguat ( Kazdin,
1989,p.105).29 Suatu ketika anda memuji respon yang benar dari seorang siswa,
27 rd
Stephen N.Elliot dkk, Educational psychology: effective teaching,effective learning. 3 ed.Toronto:McGrawHill,
@2000, hal.209
28
Hulse,S.,Egeth,H.&Deese,J.(1980).The Psychology of learning,New York:McGraw-Hill.
29 th
A.E Kazdin. Behavior modification in applied setting (5 .ed.) Pacific Grove,CA: Brookes/Cole.1994
14

maka anda meningkatkan kemungkinan siswa akan menunjukan respon tersebut


pada masa mendatang,dengan situasi yang mirip.
 Penguatan (reinforcement) tidak sinonim dengan hadiah (reward).Orang tua boleh
saja membelikan anak es krim sebagai hadiah untuk “menjadi baik”. Hal ini
merupakan pernyataan yang luas yang mana tak ada prilaku spesifik yang
teridentifikasi. Bagaimanapun para psikolog memandang penguatan agak bersifak
khas. Mereka yakin bahwa penguatan menjadi effective ketika diterapkan pada
prilaku yang spesifik. Seorang siswa menerima pujian seorang guru sebagi sebuah
solusi dari suatu masalah atau atau jawaban yang benar bagi suatu jawaban

Sifat dari penguatan.


Dalam analisisnya, Skinner (1953)30 berkonsentrasi terhadap prilaku yang
mempengaruhi lingkungan karena konsekuensi dari prilaku tersebut merupakan
umpan balik diri siswa. Dengan demikian peningkatan tendensi orgnisme untuk
melahirkan prilaku tersebut dalam keadaan yang mirip. Skinner berkesimpulan bahwa
dia mempertahankan pendapatnya sebagai suatu alat yang kuat untuk menganalisis
prilaku.
 Penggunaan Penguatan
Bayangkan seorang anak yang baru berumur 10 tahun. Selama liburan sekolah
diperintahkan bapaknya untuk membersihkan rumput yang ada di kebun. Namun
beberapa hari berjalan si Anak sama sekali tak menyentuh pekerjaan tersebut. Hal yang
demikian dengan cepat dipahami oleh Ibunya. Si Ibu membujuk anak tersebut untuk
melakukan pekerjaan yang diperintahkan ayahnya dengan iming-iming akan dibelikan
sepatu, tas dan baju baru. Dengan janji tersebut selama musim libur si anak memotong
rumput dikebunnya dengan penuh riang dan gembira dan tanpa rasa taku, paksaan,
dan makian.
Pada contoh tersebut di atas, tak satupun mampu mengenali stimulus yang
menyebabkan si anak sudi memotong rumput selama liburan sekolah. Hanya hal-hal
yang pasti ( yang dapat diraba)yang menyebabkan si anak mau bekerja dengan
prilakunya (faktanya anak memotong rumput) dan penguat ( sepatu, tas dan baju baru).
Ingat Bapaknya menyuruhnya untuk memotong rumput juga dan si anak menghindari
tugas tersebut. Kita dapat meringkaskan pikiran Skinner dengan mengatakan begini
“kendalikan penguat (kendalikan sepatu, tas dan baju baru), kendalikan prilaku (
kendalikan pemotongan rumput).
Lebih jauh kita mendiskusikan penguat “posisitif” dan penguat “negative”. Istilah ini
seringkali membingungkan. Mungkin cukup membantu, ketika anda mengingat bahwa
penguatan selalu merujuk kepada proses yang meningkatkan prilaku. Penguat
“positive” berarti sesuatu yang mengikuti prilaku dipresentasikan, dan prilaku meningkat.
Penguat negative berarti sesuatu yang mengikuti prilaku dihilangkan, dan prilaku
meningkat. (Kazdin,1989)31. Pikirkanlah mengenai istilah “positif” dan “negative” sebagai

30
B.F.Skinner.Science and Human nature, New York:McMillan,1953
31 th
Kazdin, Behavior modification in applied setting,4 . Ed.CAlifornio:Brooks/Cole,1989
15

sesuatu yang mirip dengan istilah “positif” dan “negative” yang mendiskripsikan angka.
Penguatan positif ( sperti angka positif) memiliki penambahan atau penampakan
stimulus. Penguatan negataif ( seperti angka negative) memiliki pengurangan atau
penghilangan stimulus. Dalam kedua kasus ini, prilaku biasanya muncul kembali dalam
situasi yang mirip. Skinner (1953) mencatat bahwa suatu peristiwa negative adalah
penguat negative yang terjadi hanya ketika penghapusannya meningkatkan kinerja
suatu respon. Contoh, jika anda sedang berbicara dengan telepon dan anda menutup
pintu untuk mengurangi kebisingan yang ditimbulkan oleh bunyi CD player saudara
anda,stimulus ( kebisingan ) dihilangkan dengan adanya respon ( menutup pintu)
Ada kemungkinan yang meningkat pada masa mendatang, anda akan melakukan
prilaku hal yang sama ( menutup pintu lagi). Dalam analisis Skinner ( 1974.p.46)32
bahawa ” penguat negative mengokohkan prilaku yang dapat mengurangi atau
membatasi nya”. Penguat positive maupun negative berfungsi meningkatkan prilaku.
Penguat negative tidak semestinya disalah tafsirkan dengan hukuman, namun
bagaimana juga hal itu dapat mengurangi prilaku negative.
Penguatan negative dapat terjadi dalam berbagai keadaan. Penting adanya
beberapa peristiwa agar prinsip ini bekerja. Karena anda ingin menghindari
membangun peristiwa penting dalam ruangan kelas. Prosedur ini semestinya sering
digunakan dalam program pendidikan nasional. Namun bagaimanapun juga sangatlah
penting memahami konsep dan dampaknya secara potensial kuat terhadapa prilaku
Konsep penguatan negative mungkin akan lebih jelas bagi anda jika membaca
contoh tambahan berikut ini :
Contoh penguatan negative berikut ini diambil dari buku karya John dan Janice
Baldawin (1981) yang berjudul Behavioral principles in everyday life ( prinsip
behavioural dalam kehidupan sehari-hari)
Menghindari biaya perjalanan.
Terdapat….cara-cara untuk mengatasi masalah transportasi urban dan konversi
minyak. Metode yang menggunakan penguatan negative dicoba di San Francisco.
Jembatan Oakland Bay adalah jembatan berbiaya yang membawa banyak orang
masuk ke Francisco setiap hari. Karena orang yang masuk ke Francisco saja
menyebabkan kurangnya kemacetan urban dan menggunakan lebih sedikit minyak
jika mereka melakukan perjalanan dengan mobil rombongan ( dari pada satu orang
satu mobil), maka orang yang melakukan perjalanan bersama dihargai. Mobil
dengan tiga orang penumpang atau lebih diperbolehkan melintasi jembatan tanpa
membayar biaya dan tanpa harus memelankan untuk biaya parker. Oleh karena itu
penggunaan mobil rombongan secara negative ditingkatkan dengan penghindaran
dua peristiwa sebaliknya: 1) membayar biaya secara reguler; dan 2) Penundaan
oleh garis biaya (parkir). Karena penguatan negative, persentase orang yang
menggunakan mobil rombongan meningkat secara signifikan, yang sebaliknya
membantu meringankan perjalanan urban.33

 Jenis-Jensi Penguat

32
B.F.Skinner. About behaviorism.New York,1974
33
Anita E.Woolfolk dan Lorraine McCune-Nicolich.Educational Psychology for teachers.(terjemahan M.Khairul
Anam). Jakarta:Inisiasi Press, 2004. Hal.224-225
16

Skinner mengakatagorikan penguat sbb;


1. Penguat utama (Primary reinforcers) adalah penguat yang mempengarhui
prilaku tanpa perlu belajar: makanan, minuman, seks. Ini disebut penguat alami
2. Penguat sekunder (Secondar reinforcers ). Adalah penguat yang
membutuhkan tenaga penguat karena sudah diasosiasikan dengan penguat
utama. Contoh: jika seekor burung merpati mematuk cakram, lampu hijau akan
nyala, diikuti oleh yang kedua dengan kedatangan sepotong jagung.
Tambahkan penjelasan!
3. Penguat secara umum (Generalized reinforcers ) merupakan bentuk
penguat sekunder yang menghendaki tenaga penguat sebab penguat ini telah
dibarengi beberapa penguat utama. Uang termasuk dalam kategori ini karena
uang memandu untuk memiliki makanan, cairan, dan barang-barang yang
bermanfaat lainnya. Uang kemudian menjadi penguat secara umum untuk
berbagai prilaku, perhatikan table di bawah ini34

Kategori penguat ( reinforcers)

Kategori Jenis Penggunaan


Primer 1.Biologis (alami)
(utama)
Amakanan, minuman, kesenang Berikan permen, es krim,musik-musik
an indrawi. lembut
Sekunder 1.sosial
a. ekspresi wajah Mengerutkan dahi, senyum
b.proximity Merubah tempat duduk
c.kata-kata pujian
d.hak-hak istimewa menunjukan kepada peran
kepemimpinan
2.aktivitas Main game setelah melengkapi tugas
sekolah
a.kesenangan atau prilaku
dengan frekwensi tinggi
Secara a.tanda-tanda Membolehkan siswa yang
umum menggabungkan 25 point untuk
b.skor-skor, dipilih Aktivitas-aktivitas yang
menyenangkan seperti : membaca
bebas,membangun model
c.sesuatu yang dapat digunakan

 Jadwal penguatan
Skinner mengidentifikasi dua macam penguatan yaitu penguatan berjangka
(Interval

34 rd
Stephen N.Elliot dkk, Educational psychology: effective teaching,effective learning. 3 ed.Toronto:McGrawHill,
@2000, hal.211
17

reinforcement ) dan penguatan berbanding ( ratio reinforcement )


Interval reinforcement adalah penguatan yang dijadwalkan atau yang muncul
pada interval waktu yang telah ditentukan ; contoh: anda memutuskan untuk memuji
seorang siswa yang berbicara dengan seksama hanya jika siswa tersebut tetap diam
selama lima menit. Setelah itu baru diberikan pujian, tidak ada penguatan tambahan
ang diberikan sampai berlalu lima menit berikutnya.
Ratio penguatan adalah penguatan yang muncul setelah sejumlah respon
tertentu. Contoh: anda mendesak seorang siswa melengkapi empat soal matematika
sebelum bermain game. Jika rasio perlahan-lahan berubah, maka sejumlah respon
yang menakjubkan muncul dari sejumlah penguatan yang sangat rendah.Skinner juga
mengembangkan jadwal yang dapat dirubah-rubah untuk interval dan ratio penguatan,
diaman penguatan dapat muncul setelah beberapa interval waktu dan sejumlah respon
( Ferster&Skinner,1957)35
Pentingnya penguatan dan identifikasi terhadap kelompok penguat memandu
Skinner untuk menimbang apa yang terjadi terhadap prilku yang luput dari penguatan
yang tetap untuk beberapa alas an. Anda tidak perlu memberikan dorongan bagi setiap
respon yang ingin mereka tunjukan. Siswa menerima secara berkala dan demikian
pula halnya dengan para buruh setiap minggu bahkan setiap bulannya menerima
upah, akan tetapi mereka terus berprilaku yang pantas
Jawabannya terletak pada effektivitas dari penguatan yang seketika-seketika,
penguat seketika, ( yakni ketika hanya beberapa kemunculan dari suatu respon yang
diperkuat), khususnya penggunaan jadwal dari penguatan. Kajian mengenai empat
kelompok jadwal (Perhatikan table) telah menghasilkan temuan-temuan yang konsisten
sebagai berikut:36
1. Rasio tetap (Fixed ratio), dimana penguatan tergantung pada sejumlah respon
yang terbatas. Misalnya anda menghendaki siswa melengkapi tiga puluh masalah
pada lembaran kerja sebelum mereka dapat mengerjakan sesuatu yang lain,
mungkin lebih menarik. Hal itu berarti anda telah menempatkannya pada jadwal
rasio yang tetap.
2. Rasio yang dapat berubah ( variable ratio), dimana sejumlah respon yang
dibutuhkan untuk penguatan yang berbeda-berbeda dari satu penguatan ke
penguatan berikutnya. Sejumlah respon-respon yang dihendaki barangkali
bermcama-macam, dan siswa tidak tahu respon yang mana akan diperkut. Contoh:
beberapa guru tidak ingin melihat hanya tugas yang sempurna. Mereka juga
meminta untuk melihat tahapan proses dan sasaran yang sudah dikerjakan.
3. Interval tetap (fixed interval ), dimana suatu respon menghasilkan penguatan
setelah jangka waktu tertentu ( khusus). Selanjutnya adalah sebagai berikut:
penguatan –dua puluh detik- penguatan; penguatan-dua puluh detik- penguatan.
Ingat bahwa respon-respon yang terjadi selama interval waktu dua puluh lima detik
tidak diperkuat. Guru kadang terjabak kedalam pola yang mana mereka
memerintahkan siswa berkeja secara bebas, dan kemudian meminta respon selama

35
Ferster,C.B & Skinner,B.F. (1991). Schedules of reinforcement, New York:Appleton-Century-Crofts.
36
Elliott, dkk Educational Psychology, New York: MCGraw-Hill, 2000, hal. 212-213
18

sepuluh atau lima belas menit kedalam periode waktu kerja. Siswa mempelajari hal
pola ini dan mulai mengerjakan hanya sebelum guru sebelum memanggil mereka
4. interval yang dapat berubah (variable interval) dimana penguatan tergantung
pada waktu dan suatu respon, tetapi waktu antara penguatan berbeda-beda. Dari
pada menunggu menunggu sepuluh atau lima belas menit, guru meminta respon
dengan segera pada waktu yang berbeda.

Kesimpulan yang dapat diambil dari analisis Skiner mengenai Jadwal


penguatan yaitu:

Pertama, penguatan berkelanjutan (ketika suatu respon diperkuat setiap saat


kemunculannya) mengasilkan suatu tingkatan respon yang tinggi hanya selama
penguatan berlangsung. Pelajaran bagi tiap guru adalah tidak perlu secara
konsisten melakukan penguatan kepada siswa sebab mereka akan mengharap-
harapnya.

Kedua, Penguatan seketika-seketika membutuhkan waktu lebih lama untuk bekerja


tetapi lebih mungkin berlanjut

Ketiga, Jadwal rasio dapat digunakan untuk membangkitkan respon tingkat tinggi,
tetapi kelelahan dapat saja mengganggu penampilan siswa. Rasio tetap adalah hal
yang umum dalam pendidikan; kita mendorong siswa untuk menyelesaikan
makalahnya, proyek- dan ujian. Bagaimanapun juga setelah siswa merespon dan
menerima penguatan, tingkah laku akan menurun dratis dan effesiensi belajar akan
menurun ( Skinner, 1953)
Keempat, Jadwal interval menghasilkan prilaku yang paling stabil. ( Skinner
(1968,p.159)37 merangkum makna jadwal ini untuk pendidikan sbb;
Siswa akan jadi kurang mandiri terhadap penguatan segera dan konsisten jika
mereka digiring dibawah kendali penguatan jeda sebentar, jika proporsi (bagian )
respon diperkuat (terhadap jadwal rasio yang dapat berubah atau tetap ) maka
menfaatnya berkurang, suatu tahapan dapat dicapai pada prilaku adalah
mempertahankan secara bebas melalui sejumlah kecil penguatan.

Tipe Makna Out come / keluaran


Fixed Ratio (FR) Penguatan tergantung pada Aktivitas berjalan lambat
Rasio tetap sejumlah respon terbatas- setelah penguatan dan
contoh: setiap respon kesepuluh kemudian cepat
Variable Ratio (VR) Sejumlah respon dibutuhkan Aktivitas yang paling besar
untuk sejumlah dari semua hasil jadwal
penguatan,misalnya -sepuluh
respon, penguatan; lima respon,
penguatan
Fixed Interval ( FI) Penguatan tergantung pada Aktivitas meningkat karena
faktu yang telah ditetapkan – semakin dekatnya batas

37
Skinner.The Technology of teaching, New York:Appleton-century croft,1968
19

contoh: setiap tiga puluh detik. waktu ( contoh: siswa


harus menyelesaikan tugas
pada waktu yang sudah
ditentukan)
Variable Interval (VI) Waktu antara penguatan Aktifitas tetap yang
berubah-rubah berkesudahan

Tip-tip tentang belajar (Penggunaan Teknik-Teknik Operant Dalam Ruangan Kelas)


Prinsip : Belajar muncul ketika prilaku akademik baru di perkuat
Strategi : Amati kesempatan-kesempatan guna menemukan siswa yang
tertarik dalam prilaku akademik ( contoh: membaca,
menyelesaikan tugas) Perkuat prilaku dengan perhatian
social, seperti pujian.
Strategi : Cari tugas-tugas akademik yang disenangi siswa. Jadikan
tugas-tugas belajar enak dengan menempatkan siswa dalam
kelompok yang terlibat dalam kesempatan belajar bersama.
Ketika siswa tertarik dalam tugas, perkuat prilaku yang terlibat
dalam kehadiran dan proses akademik
Strategi : Gunakan reinforcemen jeda sebentar untuk menjaga
penampilan skill akademik,seperti: spelling ( pengejaan).
Mulailah dengan menguatkan setelah siswa mengeja huruf
dengan benar, setelah itu kurangi frekwensi penguatan bila
siswa sudah dapat mengeja huruf dengan baik

Skinner dan hukuman


Kita sudah membicarakan peran penting penguatan ( baik positive maupun
negative) dalam kontek prilaku, penguat positive ( positive reinforce) stimulus yang
kehadiranya memperkuat prilaku dan penguat negative ( negative reinforce) adalah
stimulus yang dengan ketiadaannya menguatkan prilaku. Tapi apa yang akan terjadi
ketika seorang guru atau orang tua meniadakan penguat positif ( contohnya: katakana
bahwa seorang anak tak dapat pergi ke gedung bioskop) atau perkenalkan padanya
sesuatu yang tidak menyenangkan ( contoh: mengomel, omelan). Skinner percaya
percaya bahwa kedua jenis aksi ini merupakan hukuman.
Kazdin ( 1989)38 mendefenisikan hukuman secara formal sebagai “ keberadaan
suatu peristiwa yang bersifat penolakan atau menghilangnya suatu peristiwa positive
setelah suatu respon yang mengakibatkan dapat mengurangi frekwensi respon (p.144).
Catat bahwa Kazdim menyinggung dua hal aspek hukuman.
 Sesuatu yang tidak menyenangkan yang muncul setelah respon. Hal ini disebut
(stimulus yang tidak menyenangkan (aversive stimulus). Contoh: orang tua mungkin
menampar anaknya ketika seorang anak berteriak pada orang tuanya; guru
menegur siswanya yang mengobrol dalam kelas ketika pelajaran sedang
berlangsung. Pada kedua kasus tersebut sesuatu yang tidak menyenangkan setelah
respon

38
Kazdin.A ( 1989).behavior modification in applied settings (4.th.ed).Pecific Grove,C.A:Brooks/Cole
20

 Sesuatu yang positive (menyenangkan) menghilang setelah suatu respon.


Seorang anak yang menendang seorang anak perempuang yang lebih muda ketika
bermain mungkin akan diusir keluar rumah. Seorang anak remaja yang keluyuran
pada malam hari mungkin dapat sangsi dari orang tuangyaberupa tidak akan diajak
tamasya atau tidak boleh membawa motor. Pada kedua contoh tsb sesuatu yang
tidak menyenangkan setelah prilaku yang tidak diinginkan.

Kategori Hukuman

Hukuman mengacu pada kehadiran atau menghilangnya beberapa peristiwa


yang mengakibatkan berkurangnya frekwensi prilaku. Ada tiga kategori hukuman. 1)
adanya peristiwa yang tidak menyenangkan, 2) menghilangnya kensekwensi positive, 3)
konsekwensi didasarkan pada aktivitas ( Kazdin,1989)39
Yang paling umum dikenal bentuk hukuman yang mencakup peristiwa yang tidak
mengenakkan setelah adanya suatu tindakan atau respon dari individu. Jika peristiwa
kehadirinnya dapat mengurangi frekwensi prilaku, secara fungsional didefenisikan
dengan hukuman. Perlu dicatat bahwa peristiwa tertentu yang tidak menyenangkan ,
seperti perteriak, mungkin secara aktual meningkatkan prilaku, karena itu dapat
didefenisikan sebagai penguat., bahkan jika intensi seseorang berteriak adalh untuk
mengurangi prilaku ofensive. Pernyataan verbal seperti:menampar umumnya berfungsi
sebagai hukuman, akan tetapi mungkin akan hilang effektivitasnya jika dilakukan
berkali-kali. Sebaliknya peristiwa yang tidak menyenangkan, seperti intervensi secara
fisik diidentifikasi mempunyai efek hukum yang fungsional, tapi mereka seharusnya
tidak melakukanya kecuali dalam kondisi yang sangat terpaksa atau darurat, dan
bahkan hal tersebut akan menjadi sesuatu yang kontroversial
Menghilangny kensekwensi positive dapat juga mengurangi frekwensi
beberapa prilaku dan dapat dianggap sebagai hukuman. Dua bentuk utama
menghilangnya konsekwensi positive adalah jeda ( time out ) dari penguatan dan biaya
respon ( respon cost )
Jeda ( time out ) dari penguatan positive mangacu pada berpindahnya semua
penguat Posisitve pada periode waktu tertentu. Jeda sering tidak effective sebab tidak
semua sumber penguatan hilang. Secara singkat jeda ( time out) dijumpai dapat
menjadi effective tapi dapat membawa kerugian dalam lapangan pendidikan. Pertama,
guru dan yang lainnya cendrung menggunakan jeda sebagai satu-satunya metode
untuk mendisiplin siswa. Selama periode ini, anak sering diluar aktivitas belajar, kedua,
Bahayanya bahwa guru dapat kembali memperlama-lama jeda tanpa adanya manfaat
bagi siswa.
Biaya respon (respon cost) menyebabkan hilangnya suatu penguat positive dan
tidak memerlukan sebuah periode selama peristiwa-peristiwa positive tidak tersedia.
Respon cost kebanyakan sering melibatkan suatu hukuman. Contoh. siswa diberi
akses ke penguat yang sudah dijaukah dari prilaku yang tak pantas. Respon cost
seharusnya digunakan dengan prosedur positive. Sungguh, Respon cost tergantung
pada peristiwa positive yang ada untuk dapat bekerja secara efektive.

39 th
Kazdin, Behavior modification in applied setting,4 . Ed.CAlifornio:Brooks/Cole,1989
21

Agak relative baru suatu teknik hukuman didasarkan pada ketidak senangan
setelah beberapa respon.contoh: meminta seseorang untuk melakukan sesutu agar
terlibat dalam usaha atau kerja untuk mengurangi respon dan karena itu berfungsi
sebagai hukuman. Overcorrection adalah suatu prosedur yang termasuk dalam
kategori ini; Overcorrection meliputi suatu hukuman yang masuk dalam dua komponen.
Pertama, ganti rugi ( restitusi ) termasuk dalam hal ini. Karena seseorang mengoreksi
efek aksi negative. Contoh. Seorang siswa yang menghancurkan pensil siswa yang lain
diminta untuk menggantinya. Kedua, Kegiatan positive. Prosedur ini terdiri dari praktek
prilaku yang pantas secara berulang-ulang. Contoh, siswa yang sama diminta untuk
mendemonstrasikan penggunaan pensil yang benar dengan cara menulis. Tentu tidak
semua prilaku yang dicoba oleh guru untuk mengurangi dapat digunakan dengan
kedua komponen overcorrection

Bagaimana suatu hukuman bekerja


Kazdin (1989) dalam Elliot (2000,216)40 menjelaskan kajian mekanisme psikologi
menggaris bawahi hukuman, peneliti mengidentifikasi beberapa elemen penting yang
mempengaruhi effektifitas suatu hukuman yaitu:
1. Jadwal hukuman. Pada nya hukuman lebih effective ketika dilakukan
setiap saat, dari pada jika hanya dilakukan sewaktu-waktu. Bagaimanapun juga
jika anda tidak melanjutkan hukuman, hidupkan respon yang pada mulanya
merupakan hasil dari hukuman yang dilakukan lebih keras sebelumnya. Seorang
guru yang mengomeli seorang siswa yang melanggar peraturan dinasehati
untuk menegur setiap kali siswa tersebut melanggar aturan.
2. Intensitas hukuman. Diyakini bahwa meningkatnya intensitas dapat
meningkatkan efektifitas hukuman. Bagaimanapun juga tidaklah masalah jika
hukuman dianggap perlu maka gunakanlah hukuman yang ringan
3. Sumber penguatan. Hukuman biasanya meningkat ketika sumber-
sumber penguatan yang mempertahankan prilaku menghilang. Sangat penting
untuk mengenali bahwa prilaku (baik positive maupun negative) dipertahankan
dengan kemungkinan penguatan yang beragam. Karena itu hukuman akan lebih
efektive ketika prilaku tertentu tidak diperkuat bersamaan dengan hukuman
itu dilakukan. Contoh ketika seorang guru mencoba menggunakan hukuman di
kelas, umumnya temannya yang lain akan memperkuat prilaku siswa yang tidak
pantas tersebut dengan cara mentertawakan atau bertepuk tangan. Hukuman
akan menjadi kurang effektife ketika teman sebayanya menyokong siswa
tersebut
4. Pemilihan waktu penguatan. Kebanyakan prilaku siswa terdiri dari
serangkaian aksi yang membangkitkan respon atau prilaku. Hukuman biasanya
lebih effektiv ketika dilaksanakan lebih awal dari prilaku yang membentuk suatu

40
Elliott, dkk Educational Psychology, New York: MCGraw-Hill, 2000, hal. 216
22

respon. Pertimbangkan siswa yang meludahi ruanganatau melemparkan kertas


di kelas sebagai respon hukuman tsb.. Melempar baik dengan gulungan kertas
maupun dengan dengan sebuah bola, batu atau kapur di ruangan kelas
sebenarnya merupakan rangkaian aksi yang akhirnya mendorong untuk
melakukan pelemparan tersebut. Hukuman yang diberikan mendahului sebelum
munculnya prilaku yang tidak menyenangkan tersebut akan lebih effective untuk
mencarikan solusi terhadap prilaku siswa yang tak mengenakkan. Misalnya
sebelum pelajaran dimulai guru mengingat dengan tegas bahwa selama
pelajaran berlangsung tidak ada yang boleh mengobrol, bercanda, rebut dan
lain-lain.
5. Pengunduran hukuman. Semakin lama interval waktu antara prilaku dan
hukuman, maka semakin kurang effective hukuman tersebut. Konsekwensi dari
suatu prilaku, kesenangan, atau kepedihan menjadi paling effektive jika
dilakukan dengan segera setelah prilaku tersebut muncul. Penjelasan effektif
tidaknya suatu hukuman terletak pada interval anatar prilaku dan hukuman.
Jika intervalnya cukup panjang maka prilaku yang tidak diinginkan akan muncul
boleh jadi akan diperkuat oleh seseuatu atau seseorang pada suatu lingkungan.
Penggunaan waktu untuk mendisiplin siswa, siswa akan mendapat perhatian
dari teman-temannya. Mereka mungkin saja akan mentertawakan atau
melempari anak dengan sesuatu atau bentuk-bentuk lain yang yang
menyebabkan anak tersebut terdorong untuk melakukan lagi prilaku yang tidak
baik.
6. Variasi hukuman. Kazdin (1980) mencatat bahwa walaupun hukuman
biasanya dilakukan setelah suatu prilaku, variasi hukuman setelah suatu
prilaku sebenarnya dapat meningkatkan effek suatu hukuman. Bagaimanapun
juga hati-hati bahwa variasi hukuman bukanlah kombinasi bermacam hukuman.
Mengkombinasikan hukuman akan mendapat tantangan baik secara moral
maupun secara praktis
7. Penguatan dari prilaku alternative. Kazdim membuat dua hal penting
yang harus dipertimbangkan dalam menggunakan teknik hukuman. Pertaman,
peristiwa-peristiwa yang tidak menyenangkan dengan intensitas yang jarang (
hukuman ringan) mampu menekan prilaku jika Penguatan juga tersedia untuk
respon positive. Kedua, hukuman biasanya melatih seseorang mengenai apa
yang tak perlu dilakukan, dari pada mengenai apa yang perlu dilakukan. Dengan
demikian penting sekali bahwa anda mengikutinya dengan penguatan yang
positive ketika digunakan, sebab hal itu akan meningkatkan efektifitas
hukuman sebagai suatu prosedur, fokuslah mengajarkan prilaku positive untuk
menggantikan prilaku negative yang anda usahan untuk menghilangkannya,
kurangilah efek negatife penggunaan strategi ayng tidak menyenangkan

Penerapan nya Dalam Kelas


B.F.Skinner secara konstan dan mengobservasi secara kritis praktek
pendidikan sekarang. Misalnya praktek pengajaran Aritmatik, Skinner mencatat
bahwa siswa harus mempelajari respon verbal khusus (misalnya kata-kata, tanda-
tanda, gambar-gambar) yang menunjukkan fungsi aritmatik. Akibatnya, guru harus
23

membantu siswanya untuk membawa prilaku ini dibawah kendali stimulus41.Siswa


harus belajar berhitung, menambah, membagi, mengurangi sebelum mereka dapat
memecahkan masalah. Mengajari prosedur ini menjamin penggunaan penguatan
yang pantas, yang harus disegerakan dan sering ( terutama pada tahap awal
pengajaran). Contoh, Skinner memperkirakan selama empat tahun pertama
sekolah, guru dapat menyusun hanya ribuan kemungkinan penguatan prilaku, akan
tetapi prilaku matematis yang efisien menghendaki sedikitnya dua puluh lima ribu
kemungkinan selama tahun-tahun ( Skinner,1968)42. Lalu bagaimana kemungkinan-
kemungkinan dapat ditingkatkan?
Skinner sebagaimana dalam Elliot ( 2000, 21) percaya bahwa sekolah
seharusnya: Pertama menelusuri penguat –penguat positive yang mereka buang.
Seperti karangan, lukisan, teka-teki silang dan aktivitas yang disenangi siswa.
Kedua,Tahapan berikutnya adalah menjadikan mereka menggunakan kemungkinan
tersebut untuk prilaku yang mereka inginkan. Salah satu caranya yaitu dengan
mengkombinasikan hal tersebut di atas melalui penggunaan mesin dalam
pengajaran ( teaching machine, komputer). Berhubungan pada masa sekarang kita
sudah memiliki komputer maka material dapat dibagi menjadi bagian yang kecil
yang dapat dipejari dan dapat meningkat kegiatan belajar yang berhasil. Peralatan
komputer merupakan hal yang disukai oleh setiap orang dan komputer juga dapat
meningkatkan penguatan positive. Komputer juga dapat mengurangi atau
menghilangkan stimulus yang tidak menyenangkan
Ada beberapa keuntungan dalam menggunakan mesin ( computer) dalam
pengajaran
o Penguatan untuk jawaban yang benar didapatkan dengan segera;
hanya dengan menggunakan mesin ini dapat dilakukan penguatan
o Mesin memungkinkan presentasi materi terawasi dengan baik yang
mana suatu masalah dapat tergantung pada jawaban atas masalah sebelumnya.
Yang pada akhirnya mengarah pada pengembangan prilaku yang kompleks.
o Jika suatu material kurang memiliki karakter yang dapat meningkat
rangsangan, maka penguat yang lain dapat diambil sebagai alternative untuk
melengkapi suatu program ( Skinner,1986)43.
Dengan memperhatikan sejarah penggunaan mesin dalam pengajaran,
Skinner (1986) mencatat bahwa penggunaan mesin dalam pengajaran adalah asset
yang besar untuk meningkatkan motivasi, perhatian, dan apresiasi. Motivasi dapat
ditingkatkan karena program yang bagus dapat “memaksimalkan efek keberhasilan”
dengan mendorong siswa melakukannya secara bertahap dan membantu mereka
melakukan nya hingga berhasil ( Skinner,1986,p.108) Perhatian siswa akan
meningkat karena siswa ( seperti kita semua) akan mengikuti hal tersebut di atas

41
Uraian yang lebih rinci tentang topic Aritmatika atau mental aritmatika dapat dilihat dalam buku “Anak
Unggul Berotak Prima, pada Bab Peran Mental Aritmatika oleh Ir Clementine Ardiati,p.108”. terbitan
Gramedia,2002)
42
B.F.Skinner.The Technology of teaching, New York:Appleton-century croft,1968
43
Lebih rinci tentang dampak penggunaan computer dalam pendidikan lebih rinci dapat dibaca dalam buku
(Anak unggulan berotak prima, Bab Peran pogram computer dalam pendidkan oleh Bambang Yuwono
(2002:101-10)
24

yang juga akan menguatkan kita. Apresiasi seni, musik atau suatu disiplin ilmu
dikuatkan melalui serangkaian penguatan yang disusun dengan hati-
hati.Pendidikan dapat menjadi lebih effisien jika menggunakan teknologi yang ada.
Sekarang sudah ada beragam teknologi mesin yang dapat dipergunakan untuk
pengajaran, disamping computer, ada juga dekstek dan laptob yang dapat ditenteng
kemana-mana.
Kesimpulannya, Adapun pengaruh Karya karya Skinner terhadap pendidik ( guru)
sbb:
1) Penguatan tetap sebagai suatu alat yang mempunyai kekuatan untuk
mengendalikan prilaku yang perlu disadari oleh guru untuk diberikan secara
terus menerus.
2) Penerapan prinsip Premack. Prinsip ini ditemukan oleh David Premack (
(1965) menyatakan bahwa menyatakan bahwa aktivitas berprobabilitas tinggi
dapat berfungsi sebagai penguat aktivitas berprobabilitas rendah. Atau akses ke
prilaku yang berfrekwensi tinggi berperan sebagai penguat untuk terjadnya
prilaku yang berfrekwensi rendah44 .Catatlah aktivitas yang lebih disukai siswa,
kemudian anda dapat menggunakan ini sebagai penguat positive. Contoh.
beberapa anak laki-laki yang menghindari pelajaran matematika dan menyukai
bermain bola, maka seorang guru yang cerdik bisa menjanjikan kepada mereka
bahwa mereka dibiarkan main bola bila mereka telah menyelesaikan tugas
mereka.
Prinsip Premack akan bekerja ketika guru murid SD berkata kepada
muridnya, Jika kamu selesai mengerjakan tugas menulis, kamu bisa main game
di komputer atau seorang guru berkata kepada anak didiknya, "Jika kamu mau
mengambil bata itu, maka kamu bisa membantu Bu Weni untuk menyiapkan
cemilan. Penggunaan prinsip Premack tidak dibatasi hanya pada satu anak saja.
Prinsip ini juga bisa digunakan untuk seluruh kelas. Guru bisa mengatakan
kepada semua muridnya di kelas, Jika kelas ini bisa menyerahkan PR pada hari
Jumat, kita ikan mengadakan wisata minggu depan." 45
3) Stimulasi yang tidak menyenangkan ( hukuman) dapat menimbulkan banyak
masalah dari pada pemecahkannya. Gunakan hukuman sangat sedikit dan hati-
hati, sadari bahwa banyak kesempatan diwaktu lowong. Jika anda harus
menghukum, cobalah menerima siswa yang melakukan kesalahan untuk
melakukan sesuatu yang dapat anda perkuat secara positive, lakukanlah
sesegra mungkin.
4) Guru seharusnya selalu siap siaga terhadap pemilihan waktu penguatan.
Gagasan pemilihat waktu untuk melakukan penguatan tidak mungkin untuk
menguatkan semua prilaku yang diinginkan, ketika anda memutuskan bahwa
prilaku tertentu penting, maka perkuatlah dengan segera, jangan biarkan berlalu.
5) Guru seharusnya memustuskan dengan tepat apa yang mereka inginkan
untuk dipelajari siswa kemudian susun bahan sehingga mereka siswa hanya
membuat sedikit mungkin kesalahan.46

44
Elliott, dkk Educational Psychology, New York: MCGraw-Hill, 2000, hal. 218
45
Santrock,JW. Educational psychology,New York: McGraw-Hill, 2001, 248
46
Elliott, Op.cit.hal. 218
25

Suatu kajian mengenai prilaku yang menggangu di kelas-kelas sekolah


menengah menggambarkan ide-ide ini ( McNamara,Evans,& Hill,1986)47. Dimana
ada elas-kelas yang mengalami perbaikan pelajaran matematika. Kasunya satu
kelas yang memiliki siswa 17 orang dengan usia 12 sampai 13 tahun, kelas yang
lain dengan jumlah siswa 15 orang berumur 13 sampai 14 tahun. Kedua kelas ini
membuat gaduh dan prilaku mengganggu pada permulaan pelajaran. Mereka
mendorong meja bersama-sama dan berbicara keras-keras, kondisi demikian tak
memungkinkan pelajaran dimulai.
Seorang guru wanita berusia 23 tahun telah memiliki pengalaman mengajar
selama 1 tahun di sekolah dan merasa berhubungan baik dengan siswa-siswa
secara individu tetapi memiliki kekurangan dalam mengawasi secara kelompok.
Beberapa prosedur yang disarankan untuk melakukan teknik intervensi adalah sbb:
1. Meja disusun berbaris dengan 2 siswa pada masing-masing meja, disini
guru berusaha mencoba untuk menyusun lingkungan ruangan kelas untuk
membantunya menggunakan teknik prilaku.
2. Aturan-aturan kelas disajikan di atas bagan table besar ditempatkan di
depan ruangan kelas. Aturan juga dicetak di atas kertas dan didistribuskan ke
setiap kelas.Auran memmuat: waktu kedatangan, bekerja dengan senyap,
bawalah bahan yang diperlukan, jangan berteriak, jangan menggangu yang lain (
Peraturan mestilah mengenai prilaku yang dapat diterima).
3. Guru diminta untuk membuat pernyataan-pernyataan evaluatif tentang
tingkah lakuk mereka ( ceritakan ke siswa bagaimana mereka telah
melakukannya) pada akhir pelajaran. Disini ukuran penilaian perlu
diperkenalkan )
4. Jika evaluasi bernilai positive, maka sepuluh menit pelajaran sebelum
berakhir dapat dapat diisi dengan teka-teki silang ( ingat prinsip Premack)
5. Penilaian sendiri meliputi pemeriksaan terhadap aturan yang telah diikuti
siswa yang sudah ada di secara tertulis yang sudah didistribusikan sebelumnya.
Disini guru bekerja keras untuk mengawasi kendali diri siswa)

ANALISIS PERILAKU TERAPAN DALAM PENDIDIKAN (santrock- 246)


Banyak aplikasi pengkondisian operan telah dilakukan di luar riset laboratorium,
antara lain di kelas, rumah, setting bisnis, rumah sakit, dan tempat lain di dunia nyata
(Hill, 2002).

APA ITU ANALISIS PERILAKU TERAPAN?


Analisis perilaku terapan penerapan prinsip pengkondisian operan untuk
mengubah perilaku manusia. Ada tiga penggunaan analisis perilaku yang penting dalam
bidang pendidikan: 1. meningkatkan perilaku yang diinginkan, 2. menggunakan
dorongan (prompt) dan pembentukan (shaping), dan 3) mengurangi perilaku yang tidak
diharapkan (Alberto & Troutman, 1999)48. Aplikasi analisis perilaku terapan sering kali
47
McNamara,Evans,& Hill,1986). The reduction of disruptive behaviour in two secondary school classes.British
Journal of educational psychology,36,209-215

48
Alberto, P.&Troutman.(1999,). Applied behavio analysis for teachers. Englewood Cliffs,N.J:Merrill.
26

menggunakan serangkaian langkah (Hayes, 2000)49. Langkah ini biasanya dimulai


dengan beberapa observasi umum dan kemudian menentukan perilaku sasaran spesifik
yang perlu diubah, dan mengamati kondisi antesedennya. Kemudian ditentukan tujuan
behavioralnya, memperkuat atau menghukum perilaku yang dipilih, melakukan program
manajemen perilaku, dan mengevaluasi kesuksesan atau kegagalan program tersebut.

1. Meningkatkan Perilaku yang Diinginkan


Lima strategi pengkondisian operan dapat dipakai untuk meningkatkan prilaku
anak yang diharapkan: 1). memilih penguat yang efektif; 2).membuat penguatan bersifat
kontingen dan tepat waktu; 3).memilih jadwal penguatan yang terbaik;
4).mempertimbangkan penggunaan perjanjian (contracting); dan 5).menggunakan
penguatan negatif secara efektif

1) Memilih Penguat yang Efektif.


Tak semua penguat akan sama efeknya bagi anak. Analis perilaku terapan
menganjurkan agar guru mencari tahu penguatan yang paling baik buat anak-yakni
mengindividualisasikan penggunaan pengur tertentu. Untuk satu murid mungkin bisa
menggunakan pujian, untuk murid lain bisa dengan memberi kesempatan padanya
untuk melakukan kegiatan yang disukainya, untuk murid lain bisa dengan membiarkan
murid bermain musik dan untuk anak lainnya bisa dengan mengajaknya menjelajahi
Internet. Untuk mencari penguat yang paling efektif bagi seorang anak, Anda bisa
meneliti anak yang memotivasi anak di masa lalu (sejarah penguatan), apa yang ingin
dilakukan murid tapi tidak mudah diperolehnya, dan persepsi anak terhadap manfaat
atau nilai penguat. Beberapa analis perilaku terapan merekomendasikan agar guru
bertanya kepada anak tentang penguat apa yang mereka sukai (Raschke, 1981)50
Rekomendasi lainnya adalah menggunakan penguat baru untuk mengurangi kebosanan
anak. Penguat alamiah seperti pujian dan privilese biasanya lebih dianjurkan ketimbang
penguat imbalan materi, seperti permen, mainan, dan uang (Hall & Hall, 1998)51.
Penguat yang paling sering dipakai guru adalah aktivitas. Prinsip Premack,
yang ditemukan oleh David Premack, menyatakan bahwa aktivitas berprobabilitas tinggi
dapat berfungsi sebagai penguat aktivitas berprobabilitas rendah. Prinr Premack akan
bekerja ketika guru murid SD berkata kepada muridnya, Jika kamu selesai mengerjakan
tugas menulis, kamu bisa main game di komputer atau seorang guru berkata kepada
anak didiknya, "Jika kamu mau mengambil bata itu, maka kamu bisa membantu bu
Weni untuk menyiapkan camilan. Penggunaan prinsip Premack tidak dibatasi hanya
pada satu anak saja. Prinsip ini juga bisa digunakan untuk seluruh kelas. Guru bisa
mengatakan kepada semua muridnya di kelas, Jika kelas ini bisa menyerahkan PR
pada hari Jumat, kita ikan mengadakan wisata minggu depan."

2) Menjadikan Penguat Kontingen dan Tepat Waktu.

49
Hayes, S.C( 2000). Applied behavior analysis dalam A.Kazdin (ed). Encypledia of psychology. Washington,D.C,
and New York:American Psychological Association and Oxford U.press
50
Raschke, D ( 1981.). Resigning reinforcement serveys: Let the student choose the reward . teaching
exceptional student, 14, 92-96
51
Hall R.V & Hall, M.L.( 1998). How to select reinforcers (2nd ed.) Austin:Pro-Edu.
27

Agar sebuah penguat dapat efektif, guru harus memberikan hanya setelah murid
melakukan perilaku tertentu. Analis perilaku terapan sering kali menganjurkan agar guru
membuat pernyataan “Jika ... maka" kepada anak. Misalnya, "Hadi, apabila kamu bisa
menyelesaikan soal matematika, maka kamu boleh bermain." Ini menjelaskan pada
Hadi apa yang harus dilakukannya agar memperoleh penguat itu. Analis perilaku
terapan mengatakan bahwa adalah penting untuk membuat penguat itu kontingen pada
perilaku anak. Artinya, anak harus melakukan suatu perilaku agar mendapatkan
imbalan. Apabila Hadi tidak menyelesaikan sepuluh soal matematika tapi guru
mengizinkannya bermain, maka berarti tidak ada kontingensi di sini.
Penguat akan lebih efektif jika diberikan tepat pada waktunya, sesegera mungkin
setelah murid menjalankan tindakan yang diharapkan. Ini akan membantu anak melihat
hubungan kontingensi antar-imbalan dan perilaku mereka. Jika anak menyelesaikan
perilaku sasaran (seperti mengerjakan sepuluh soal matematika) tapi guru tidak
memberikan waktu bermain pada anak sampai sore hari, maka anak itu mungkin akan
kesulitan membuat hubungan kontingensi.
3).Memilih Jadwal Penguatan Terbaik.
Kebanyakan contoh kita di atas adalah penguatan berkelanjutan (continuous);
artinya, anak diperkuat setiap kali dia memberi respons. Dalam penguatan
berkelanjutan, anak belajar dengan cepat, namun saat penguatan dihentikan (misalnya
guru tidak lagi memuji), pelenyapan juga cepat terjadi. di kelas, jarang digunakan
penguatan berkelanjutan ini. Guru dengan 25 atau 30 murid tidak bisa memuji setiap
muridnya setiap kali murid memberikan respons yang tepat.
Penguatan parsial adalah memperkuat suatu respons hanya pada waktu tertentu.
Skinner (1953) menyusun konsep jadwal penguatan, yang merupakan jadwal
penguatan parsial yang menentukan kapan suatu respons akan diperkuat. Empat jadwal
penguatan utama adalah rasio-tetap, rasiovariabel, interval-tetap, dan interval-variabel.
Pada jadwal rasio-tetap, suatu perilaku diperkuat setelah sejumlah respons.
Misalnya, guru dapat memuji murid hanya setelah muncul empat respons yang tepat,
bukan sesudah setiap respons. Pada jadwal rasio-variabel, suatu perilaku diperkuat
setelah terjadi sejumlah respons, akan tetapi tidak berdasarkan pada basis yang dapat
diprediksi. Misalnya, pujian guru rata-rata diberikan setelah respons kelima, tetapi pujian
itu diberikan setelah respons yang benar kedua, setelah delapan lagi respons yang
benar, setelah tujuh lagi respons yang benar, dan setelah tiga lagi respons yang benar.
Jadwal interval ditentukan berdasarkan jumlah waktu yang berlalu sejak perilaku
terakhir diperkuat. Pada jadwal interval-tetap, respons tepat pertama setelah beberapa
waktu akan diperkuat. Misalnya, seorang guru memberikan pujian dua menit kemudian
setelah anak mengajukan pertanyaan yang bagus, atau memberi soal latihan setiap
minggu. Pada jadwal interval-variabel (suatu respons diperkuat setelah sejumlah
variabel waktu berlalu. Pada jadwal ini, guru memuji murid yang mengajukan
pertanyaan yang bagus setelah tiga menil berlalu, lalu memuji lagi setelah lima belas
menit berlalu, kemudian setelah tujuh menit berlalu, dan seterusnya. Memberi soal
latihan pada interval yang berbeda-beda juga merefleksikan jadwal interval-variabel.

Apa efek dari penggunaan jadwal penguatan ini bagi anak?


 Pembelajaran awal biasanya lebih cepat dengan penguatan berkelanjutan
ketimbang penguatan parsial, yang berarti bahwa ketika suatu perilaku dipelajari
pertama kali, penguatan berkelanjutan akan bekerja lebih bail, Tetapi, penguatan
28

parsial menghasilkan persistensi yang lebih besar dan resistansi yang lebih besar
terhadap pelenyapan (Hackenberg, 2000). Jadi setelah satu respons dikuasai,
penguatan parsial akan lebih baik ketimbang penguatan berkelanjutan.
 Anak pada jadwal tetap menunjukkan persistensi yang lebih sedikit dan
pelenyapan respons yang lebih cepat ketimbang anak pada jadwal variabel
Persistensi paling tinggi ditunjukkan oleh anak pada jadwal interval-variabel Jadwal
ini menghasilkan respons lambat dan tetap karena anak tak tahu kapan waktu
menunggu akan selesai. Seperti telah disebut di muka, latihan soal pada interval
yang tidak tetap adalah contoh yang baik dari jadwal interval-variabel. Jika guru
membuat latihan soal bisa diprediksi (misalnya setiap minggu pada hari Jumat),
anak akan menunjukkan pola siap-berhenti yang menjadi ciri jadwal interval-tetap.
Yakni, mereka tak akan bekerja keras dalam seminggu itu, dan baru menjelang
pemberian soal mereka akan belajar, Jadi, jika tujuan Anda sebagai guru adalah
meningkatkan persistensi murid setelah perilaku terbentuk, jadwal variabel adalah
yang paling baik, terutama jadwal interval-variabel (Lee & Belfiore, 1997). Gambar
7.5 menunjukkan pola respons berbeda yang diasosiasikan dengan jadwal
penguatan yang berbeda.

4).Mempertimbangkan penggunaan Perjanjian.


Perjanjian (contracting) adalah menempatkan kontingen penguatan dalam tulisan.
Jika muncul problem dan anak tidak bertindak sesuai harapan, guru dapat merujuk anak
pada perjanjian yang mereka sepakati. Analis perilaku terapan mengatakan bahwa
perjanjian kelas harus berisi masukan dan guru dan murid. Kontrak kelas mengandung
pernyataan "Jika ... maka" dan ditandatangani oleh guru dan murid, dan kemudian diberi
tanggal. Guru dan murid bisa sepakat pada kontrak yang menyatakan bahwa anak
setuju untuk menjadi warga yang baik dengan melakukan ______ , dan ______.
Sebagai bagian dari kontrak, guru setuju untuk apabila murid berperilaku demikian.
Dalam beberapa kasus, guru meminta murid lain untuk menandatangani perjanjian itu
sebagai saksi.

5). Menggunakan Penguatan Negatif Secara Efektif.


Ingat bahwa dalam penguatan negatif, frekuensi respons meningkat karena
respons tersebut menghilangkan stimulus yang dihindari (tidak menyenangkan) (Alberto
& Troutman, 1999). Seorang guru mengatakan, 'Pepeng, kamu harus duduk dan
menyelesaikan tugas mengarang sebelum kamu boleh bergabung dengan murid lain
untuk membuat poster." Ini berarti dia menggunakan penguatan negatif. Kondisi negatif
disuruh duduk saat murid lain melakukan sesuatu yang menyenangkan akan
dihilangkan jika Pepeng sudah menyelesaikan tugas mengarangnya. Dalam contoh
penguatan negatif lain, Gustiara menghentikan perilakunya yang galak agar tidak diejek
oleh teman-temannya.
Menggunakan penguatan negatif memiliki sejumlah kekurangan. Kadang-
kadang ketika guru menggunakan strategi behavioral ini, anak marah, lari keluar ruang,
atau mengu brak -abrik barang. Hasil negatif ini biasanya terjadi jika murid tidak memiliki
kemampuan atau keahlian untuk melakukan apa-apa yang disuruh oleh gurunya. Kita
akan mendiskusikan ini nanti.
29

2. Menggunakan Prompt dan Shaping.


Dalam diskusi kita tentang pengkondisian operan diatas, nampak bahwa
diskriminasi adalah membedakan stimuli-stimuli atau kejadian-kejadian lingkungan.
Murid dapat belajar memilah stimuli atau kejadian melalui penguatan diferensial. Dua
strategi penguatan diferensial yang tersedia bagi guru adalah prompt dan shaping
(Alberto & Troutman, 1999).
Prompt. Sebuah prompt (dorongan) adalah stimulus tambahan atau isyarat
tambahan yang diberikan sebelum respons dan meningkatkan kemungkinan respons itu
akan terjadi. Guru yang berdiri memegang kartu bertuliskan huruf a·d-e dan berkata
"Bukan dea, tetapi .... " berarti menggunakan dorongan verbal. Seorang guru seni yang
menempatkan label "cat air" pada satu kumpulan lukis dan "minyak" pada alat lukis
lainnyajuga berarti menggunakan dorongan. Prompt membantu perilaku terus berlanjut.
Setelah murid secara konsisten menunjukkan respons yang benar, maka prompt itu
tidak dibutuhkan lagi.
Instruksi dapat dipakai sebagai prompt. Misalnya, saat pelajaran menggambar
akan selesai, guru berkata, "Mari bersiap untuk pelajaran membaca." Jika murid masih
saja menggambar, guru bisa menambahkan, "Baiklah, letakkan gambar kalian dan ikut
saya ke ruang membaca." Beberapa prompt berbentuk petunjuk, seperti ketika guru
menyuruh murid untuk berbaris "dengan tenang." Papan buletin biasanya menjadi lokasi
untuk prompt, sering kali menampilkan aturan kelas, tenggat waktu tugas, lokasi
pertemuan, dan sebagainya. Beberapa prompt disajikan secara visual, seperti ketika
guru meletakkan tangan di telinganya saal murid kurang keras bicaranya.
Shaping. Ketika guru menggunakan prompt, mereka berasumsi bahwa murid
dapat melakukan perilaku yang diinginkan. Tetapi, kadang-kadang murid tidak punya
kemampuan untuk melakukannya. Dalam kasus ini diperlukan shaping (pembentukan).
Shaping adalah mengajari perilaku baru dengan memperkuat perilaku yang mirip
dengan perilaku sasaran. Pada awalnya, Anda memperkuat setiap respons yang mirip
dengan perilaku yang diharapkan. Kernudian, Anda memperkuat respons yang lebih
mirip dengan perilaku sasaran, dan seterusnya sampai murid itu melakukan perilaku
sasaran, dan kemudian Anda memperkual perilaku sasaran tersebut (Chance, 2003)52.
Misalkan Anda punya murid yang tak pernah menyelesaikan 50 persen atau
lebih dari tugas matematikanya. Anda menentukan perilaku sasarannya adalah 100
persen, tetapi Anda memperkuatnya untuk perilaku yang mendekati perilaku sasaran
Anda pertama-tama memberi penguat (privilese, misalnya) jika dia menyelesaikan 60
persen, kemudian penguat akan diberikan apabila dia menyelesaikan 70 persen. lalu 80
persen, lalu 90, dan akhirnya 100 persen. Misalkan anak lelaki yang pemalu. Perilaku
sasarannya adalah membuatnya mau berkelompok dan berbicara dengan teman
sebayanya. Pada awalnya Anda perlu memperkuatnya dengan memberinya senyum di
kelas. Kemudian, Anda memperkuatnya hanya jika dia mengatakan sesuatu untuk
teman sekelasnya, Kemudian, Anda memperkuatnya hanya jika melakukan percakapan
yang lama dengan teman sekelasnya. Dan terakhir, Anda harus memberinya imbalan
hanya jika dia melakukan perilaku sasaran, yakni bergabung dengan teman-temannya
dan berbicara dengan mereka.
Shaping atau pembentukan ini bisa menjadi alat penting untuk guru di kelas
karena kebanyakan murid perlu penguatan untuk mencapai tujuan belajar, Shaping bisa
52
Chance, 2003
30

sangat membantu tugas belajar yang membutuhkan waktu dan persistensi untuk
penyelesaiannya. Tetapi, saat menggunakan shaping, perlu diingal bahwa shaping
diimplementasikan hanya jika tipe penguatan positif dan prompt tidak berhasil. Selain
itu, Anda juga harus bersabar. Shaping membutuhkan penguatan sejumlah langkah
kecil menuju ke perilaku sasaran, dan ini mungkin memerlukan waktu yang lama.

3. Mengurangi Perilaku yang Tidak Diharapkan


Ketika guru ingin rnengurangi perilaku yang tidak diharapkan (seperti mengejek
mengganggu diskusi kelas, atau sok pintar), apa yang harus dilakukan? Analis perilaku
terapan Paul Alberto dan Anne Troutman (1999) merekomendasikan bahwa jika guru
ingin mengurangi perilaku yang tidak diharapkan, mereka harus menggunakan empat
langkah berikut ini secara berurutan:
1) Menggunakan penguatan diferensial.
2) Menghentikan penguatan (pelenyapan).
3) Menghilangkan stimuli yang diinginkan.
4) Memberikan stimuli yang tidak disukai (hukuman).

Jadi, opsi pertama adalah penguatan diferensial. Hukuman harus dipakai hanya
sebagai pilihan terakhir, dan selalu harus diiringi dengan informasi perilaku yang tepat
bagi anak.
1) Menggunakan Penguatan Diferensial.
Dalam penguatan diferensial, guru memperkuat perilaku yang lebih tepat atau
yang tidak sesuai dengan apa yang dilakukan anak. Misalnya, guru mungkin lebih
memperkuat aktivitas be1ajar anak di komputer ketimbang bermain game, atau
memperkuat perilaku sopan, atau anak yang duduk tenang ketimbang berlarian di kelas,
atau anak yang mengerjakan pekerjaan rumah tepat pada waktunya.
2) Menghentikan Penguatan (Pelenyapan).
Strategi menghentikan penguatan ini adalah menarik penguatan positif terhadap
perilaku tidak tepat atau tidak pantas. Banyak perilaku tidak tepat yang secara tak
sengaja dipertahankan karena ada penguatan positif terhadapnya, terutama oleh
perhatian guru. Analis perilaku terapan menunjukkan bahwa ini bisa terjadi bahkan saat
guru memberi perhatian pada perilaku tidak tepat dengan menegurnya,
mengancamnya, atau membentak murid. Banyak guru kesulitan untuk mengetahui
apakah mereka telah memberi perhatian terlalu banyak pada perilaku tidak tepat. Salah
satu strategi yang bagus adalah meminta seseorang mengobservasi kelas Anda
beberapa kali dan menggambarkan pola penguatan yang Anda berikan pada murid
Anda. Jika Anda kemudian menyadari bahwa Anda terlalu banyak memberi perhatian
pada perilaku murid yang tidak tepat, abaikan perilaku itu dan beri perhatian pada
perilaku murid yang tepat. Selalu kombinasikan penghilangan perhatian pada perilaku
tidak tepat dengan memberi perhatian pada perilaku yang tepat. Misalnya, ketika murid
berhenti memonopoli percakapan dalam diskusi kelompok setelah Anda tidak
memedulikannya, beri murid perhatian pada perilaku tepat yang dilakukan murid itu.

3) Menghilangkan Stimuli yang Diinginkan.


Misalkan Anda mencoba dua opsi pertama, dan ternyata tidak berhasil. Opsi
ketiga adalah menghilangkan stimuli yang diinginkan murid. Dua strategi dalam opsi ini
adalah time-out dan response cost.
31

Time-out. Strategi yang paling sering dipakai guru untuk menghilangkan stimuli
yang diinginkan adalah time-out (atau "jeda waktu"). Dengan kata lain, jauhkan
penguatan positif dari murid.
Response cost. Strategi kedua untuk menjauhkan stimuli yang diinginkan
adalah response cost, yakni menjauhkan penguat positif dari murid, seperti mencabut
privilese murid. Misalnya, setelah seorang murid berperilaku salah, guru bisa menyuruh
anak tidak boleh istirahat saat jam istirahat tiba. Response cost biasanya menggunakan
beberapa bentuk hukuman atau denda. Seperti halnya dengan time-out, response cost
harus diiringi dengan strategi untuk meningkatkan perilaku positif si murid.

Strategi Pengajaran
Menggunakan Time-Out
Dalam menggunakan time-out Anda punya beberapa opsi:
 Suruh anak tetap di kelas, tetapi halangi anak itu mendapatkan penguatan positif.
Strategi ini paling sering dipakai ketika murid melakukan kesalahan kecil. Guru bisa
meminta murid itu menundukkan kepala di meja selama beberapa menit atau
memindahkan murid ke bangku pojok belakang sehingga murid masih bisa melihat
murid lain mendapatkan penguatan positif.
 Agar time-out ini efektif, setting di mana murid dijauhkan haruslah mengandung
penguatan positif dan setting di mana murid ditempatkan harus tidak mengandung
penguatan positif. Misalnya, jika Anda menempatkan murid di luar kelas dan murid
dari kelas lain melihatnya dan berbicara dengannya, maka strategi time-out ini jelas
tidak berguna.
 Jika Anda menggunakan time-out, pastikan mengidentifikasi perilaku murid yang
menyebabkannya dihukum Misalnya, katakan kepada murid itu, "Peng! Kamu sudah
menyobek kertasnya Mia,jadi sekarang kamu keluar selama lima menit." Jangan
berbantahan dengan murid atau menerima alasan dari murid agar tidak "disetrap".
Jika perlu, ajak murid ke lokasi time-out. Jika perilaku salah itu berulang, identifikasi
lagi dan tempatkan murid dalam time-out lagi. Jika murid mulai berteriak-teriak,
menggebrak meja, dan sebagainya saat Anda menilai time-out, tambahkan waktu
time-out-nya. Pastikan keluarkan murid dari time-out setelah waktunya habis. Jangan
berkomentar tentang seberapa baik murid berperilaku selama time-out, cukup suruh
murid kembali beraktivitas seperti biasa.
 Catat sesi waktu time-out, terutama jika menggunakan ruangan. Ini akan membantu
Anda memonitor penggunaan time-out secara efektif dan etis.

4) Menyajikan Stimuli yang Tidak Disukai (Hukuman).


Kebanyakan orang mengasosiasikan presentasi stimuli yang tidak disukai (tidak
menyenangkan) dengan hukuman seperti saat guru membentak murid atau orang tua
menampar anaknya. Namun menurut definisi hukuman yang disinggung di awal bab ini,
konsekuensi ini haruslah mengurangi perilaku yang tidak diharapkan (Branch, 2000;
Mazur, 2002). Tetapi, sering kali stimuli tidak menyenangkan ini bukan hukuman efektif
karena stimuli itu tidak mengurangi perilaku yang tidak diinginkan dan bahkan kadang-
kadang menambah perilaku yang tak diinginkan. Satu studi baru-baru ini, menemukan
bahwa ketika orang tua menggunakan tamparan untuk mendisiplinkan anak saat
32

mereka masih berumur 4 atau 5 tahun, tamparan itu malah meningkatkan perilaku
bermasalah (McLoyd & Smith, 2002)53.
Tipe paling umum dari stimuli yang tidak menyenangkan ini adalah guru
menggunakan teguran verbal. Ini lebih efektif apabila guru dekat dengan murid, tidak
dipisahkan oleh ruang, dan apabila diiringi dengan teguran nonverbal sepertibmuka
merengut atau kontak mata (Van Houten, dkk., 1982)54.
Teguran lebih efektif jika dilakukan segera setelah perilaku buruk terjadi
ketimbang dilakukan belakangan, dan jika dilakukan dengan langsung dan cepat.
Teguran ini tidak selalu berupa bentakan dan omelan, yang justru malah menambah
kebisingan kelas dan membuat guru menjadi contoh buruk bagi murid. Cukup katakan
dengan legal "jangan lakukan itu" dan diiringi dengan kontak mata. Ini biasanya
sudahbcukup, untuk menghentikan perilaku yang tidak diharapkan itu. Strategi lainnya
adalah memanggil murid lalu ditegur dalam ruang tersendiri, bukan di depan kelas.
Banyak negara, seperti Swedia, telah melarang penggunaan hukuman fisik pada anak
sekolah (yang biasanya dengan memukul) oleh guru atau kepala sekolah. Akan tetapi,
di Amerika, 24 negara bagian masih mengizinkannya (Hyman, 1994). satu studi terbaru
terhadap murid di 11 negara menemukan bahwa AS dan Kanada lebih mendukung
hukuman badan ketimbang negara lain (Curran, dkk., 2001; Hyman, Eisenstein,
Amidon, Kay, 2001)
Di AS, murid minoritas pria dari latar belakang miskin lebih sering mendapatkan
hukuman fisik di sekolah. Menurut kami, hukuman fisik atas murid tidak boleh dianjurkan
dalam situasi apa pun. Hukuman ini bisa bersifat abusif dan memperbesar semua
problem yang di-asosiasikan dengan hukuman.
Ada sejumlah problem yang berhubungan dengan penggunaan stimuli yang
tidak menyenangkan (Hyman, 1997; Hyman & Snook, 1999):
o JikaAnda menggunakan hukuman berat seperti membentak atau mengomeli
dengan keras, maka Anda akan menjadi contoh orang yang pemarah dan galak saat
menghadapi situasi yang menekan.
o Hukuman bisa menimbulkan rasa takut, kemarahan, dan penghindaran. Ke-
prihatinan Skinner terbesar adalah sebagai berikut: Hukuman mengajarkan kita cara
untuk menghindari sesuatu. Misalnya, murid yang berurusan dengan guru yang suka
menghukum mungkin akan menunjukkan rasa tidak suka kepada si guru dan tidak
mau sekolah lagi.
o Ketika murid dihukum, mereka mungkin akan marah dan cemas sehingga
tidakbisa berkonsentrasi pada tugas mereka selama beberapa waktu setelah
hukuman diberikan.
o Hukuman akan mengajari murid apa yang tidak boleh dilakukan, bukan apa yang
seharusnya dilakukan. Jika Anda membuat pernyataan hukuman seperti "Jangan,
itu salah," jangan lupa beri juga dengan umpan balik positif seperti "Sebaiknya
lakukan ini saja."
o Apa yang dimaksudkan sebagai hukuman dapat berubah menjadi penguat.
Seorang murid mungkin belajar bahwa berperilaku buruk bukan hanya akan

53
McLoyd & Smith, 2002
54
Van Houten, dkk., 1982)
33

mendapat perhatian guru, tetapi juga membuatnya disegani di antara teman-teman


sekelas.

Pesan terakhir adalah meluangkan waktu lebih banyak untuk memantau apa yang
dilakukan murid dengan benar ketimbang apa yang mereka lakukan secara keliru
(Maag, 2001). Sering kali perilaku mengganggu, perilaku tidak kompeten, adalah
perilaku yang mendapat perhatian guru. Sebaiknya Anda mulai memantau perilaku
murid yang positif yang jarang Anda perhatikan dan beri perhatian pada murid yang
bertindak positif.

Mengevaluasi Pengkondisian Operan dan Analisis Perilaku Terapan


Pengkondisian operan dan analisis perilaku terapan mernberi banyak kontribusi
untuk praktik pengajaran (Kazdin, 2001; Martin & Pear, 2002; Purdy, dkk., 2001).
Konsekuensi penguatan dan hukuman adalah bagian dari kehidupan guru dan murid.
Guru memberi nilai, pujian dan teguran, senyum, dan kemarahan Mempelajari
bagaimana konsekuensi ini memengaruhi murid akan bisa menambali kemampuan
Anda sebagai guru. Jika dipakai secara efektif, teknik behavioral dapat membantu Anda
mengelola kelas. Memperkuat perilaku tertentu dapat memperbaiki perilaku murid dan,
jika digunakan bersama dengan time-out, dapat menambah perilaku yang diinginkan
dalam diri beberapa murid bandel (Charles 2002; Kauffman, dkk., 2002).
Kritik terhadap pengkondisian operan dan analisis perilaku terapan mengatakan
bahwa seluruh pendekatan itu terlalu banyak menekankan pada kontrol eksternal atas
perilaku murid. Mereka mengatakan bahwa strategi yang lebih baik adalah membantu
murid belajar mengontrol perilaku mereka sendiri dan menjadi termotivasi secara
internal. Beberapa kritikus mengatakan bahwa bukan ganjaran dan hukuman yang akan
mengubah perilaku, namun keyakinan atau ekspektasi bahwa perbuatan tertentu akan
diberi ganjaran atau hukuman (Schunk,2000) Dengan kata lain, teori-teori behavioral
tidak memberi cukup perhatian pada proses kognitif dalam proses belajar. Para
pengkritik juga menunjukkan problem etika potensial saat pengkondisian operan dipakai
secara tidak tepat, seperti ketika guru langsung menghukum murid tanpa
mempertimbangkan strategi penguatan. lebih dahulu, atau menghukum murid tanpa
memberi informasi tentang perilaku yang tepat. Kritik lainnya mengatakan bahwa ketika
guru menghabiskan banyak waktu menggunakan analisis perilaku terapan, mereka
mungkin akan terlalu fokus pada perilaku murid dan bukan pada pembelajaran
akademik mereka.

II PEMBELAJARAN KOGNITIF SOSIAL (SOCIAL COGNITIVE LEARNING)


Teori pembelajaran Sosial atau Pembelajaran kognitve sosial merupakan teori
yang menguji bahwa murid belajar melalui observasi, modeling, dan peniruan prilaku
orang lain teori pembelajaran sosial sering digunakan untuk menjelaskan kelacaran
berbahasa dan prilaku yang kompleks55
Albert Bandura (1986, 1997,2000,2001) adalah salah satu arsitek utama teori
pembelajaran kognitif sosial. Dia mengatakan bahwa ketika murid belajar, mereka dapat
merepresentasikan atau mentransformasi pengalaman mereka secara kognitif. Ingat
bahwa dalam pengkondisian operan, hubungan terjadi hanya antara pengalaman
55
Henson,Kenneth T. Educational Psychology for effective teaching, Singapore: Wadsworth, 1999, hal. 220.
34

lingkungan dengan perilaku. Ada tiga faktor penting dalam pembelajaran ini yaitu faktor
sosial, faktor kognitif dan faktor prilaku. Bandura mengembangkan model determinisme
resiprokal yang terdiri dari tiga faktor utama: perilaku, person/kognitif, dan lingkungan.
Ketiga faktor ini merupakan faktor-faktor yang bisa saling berinteraksi untuk
memengaruhi pembelajaran: Faktor lingkungan memengaruhi perilaku, perilaku
mempengaruhi lingkungan, faktor person (orang/kognitif) memengaruhi perilaku, dan
sebagainya. Bandura menggunakan istilah person, tetapi kita memodifikasinya menjadi
person (cognitive) karena banyak faktor orang yang dideskripsikannya adalah faktor
kognitif. Faktor person Bandura yang tak punya kecenderungan kognitif terutama adalah
pembawaan personalitas dan temperamen.56
Bagi Bandura, pembelajaran kognitif sosial ( Social Cognitive Learning ) berarti
bahwa informasi yang kita proses karena mengamati orang lain, benda, dan peristiwa-
peristiwa yang mempengaruhi cara kita bertindak. Anak-anak dalam semua budaya
belajar melalui pengamatan orang yang berpengalaman bertaut dengan aktivas penting
secara kultur. Dengan cara ini guru dan orang tua membantu siswa untuk beradaptasi
dengan lingkungan baru, membantu mereka dalam upaya pemecahan masalah, dan
memandu mereka untuk menerima tanggung jawab terhadap prilaku mereka ( Rogoff,
1990)57
Teori pembelajaran kognitif social menurut Bandura teori adalah proses dimana
informasi yang kita kumpulkan sedikit demi sedikit melalaui pengamatan pengaruh-
pengaruh lain prilaku kita. Atau belajar muncul melalui kegiatan mengobeservasi yang
lain, bahkan ketika pengamat tidak meniru respon-respon model selama akuisisi dan
karena itu tidak menerima penguatan secara langsung (Bandura,Ros,&Ross 1963)58.
Pikiran murid memengaruhi prilaku dan pembelajaran mereka. Dalam bagian ini
kita akan membahas beberapa variasi tema ini, dimulai dengan teori kognitif sosial. teori
ini berkembang dari teori behavioral tetapi lebih mengarah ke aspek kognitif (Schunk,
2000)59
Teori kognitif sosial menyatakan bahwa faktor sosial dan kognitif, dan juga faktor
perilaku, memainkan peran penting dalam pembelajaran. Faktor kognitif mungkin
berupa ekspektasi murid untuk meraih keberhasilan; faktor sosial mungkin mencakup
pengamatan murid terhadap perilaku orang tuanya.
Perhatikan bagaimana model Bandura dalam kasus perilaku akademik murid
sekolah menengah yang kita sebut saja sebagai Jihan.
1) Kognisi memengaruhi perilaku. Jihan mengembangkan strategi kognitif untuk
berpikir secara lebih mendalam dan logis tentang cara menyelesaikan suatu
masalah. Strategi kognitif meningkatkan perilaku akademiknya.
2) Perilaku memengaruhi kognisi. Proses (perilaku) belajar Jihan membuatnya
mendapat nilai baik, yang pada gilirannya menghasilkan ekspektasi positif ten tang
kemampuannya dan membuat dirinya percaya diri (kognisi).

56
Santrock,J.W p.226
57
Rogoff,B (1990). Apprenticeship in thinking.New York:Oxford
58
Bandura,Ros,&Ross 1963. imitation of film-mediated aggressive models. Journal of Abnormal and cosial
Pschology,66,-3-11
59 rd
D.H.Schunk, 2000,Learning theories:an educational perspective.3 .ed. Upper Saddle river,New Jersey:Prentice
Hall.
35

3) Lingkungan memengaruhi perilaku. Sekolah tempat Jihan belajar baru-baru ini


mengembangkan program percontohan keterampilan-belajar untuk membantu murid
belajar cara membuat catatan, mengelola waktu, dan mengerjakan ujian secara
lebih efektif. Program keterampilan-belajar ini meningkatkan perilaku akademik
Jihan.
4) Perilaku memengaruhi lingkungan. Program keterampilan-belajar ini berhasil
meningkatkan perilaku akademik banyak murid di kelas Jihan. Perilaku akademik
yang meningkat ini memicu sekolah untuk mengembangkan program itu sehingga
semua murid di sekolah itu bisa turut serta.
5) Kognisi memengaruhi lingkungan. Harapan dan perencanaan dari kepala
sekolah dan para guru memungkinkan program keterampilan belajar itu terwujud.
6) Lingkungan memengaruhi kognisi. Sekolah tersebut mendirikan pusat sumber
daya di mana murid dan orang tua dapat mencari buku dan materi tentang
peningkatan keterampilan belajar. Pusat sumber daya ini juga memberikan layanan
tutoring keterampilan-belajar untuk murid. Jihan dan orang tuanya memetik
keuntungan dari tutoring dan pusat sumber daya ini. Layanan ini meningkatkan
keterampilan berpikir Jihan60
Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran
penting. Faktor person (kognitif) yang ditekankan Bandura (1997, 2001) pada masa
belakangan ini adalah self-efficacy, yakni keyakinan bahwa seseorang bisa menguasai
situasi dan menghasilkan hasil positif. Bandura mengatakan bahwa self-efficacy
berpengaruh besar terhadap perilaku. Misalnya, seorang Raudoh yang self-efficacy-nya
rendah mungkin tidak mau berusaha belajar untuk mengerjakan ujian karena dia tidak
percaya bahwa belajar akan bisa membantunya mengerjakan soal.
Berikutnya, kita akan membahas sebuah proses pembelajaran yang
penting, yang merupakan kontribusi Bandura lainnya. Saat Anda membaca
tentang pembelajaran observasional, perhatikan bagaimana faktor person
(kognitif) terlibat. Pertimbangakan untuk dihapus
Belajar melalui observasi memiliki relevansi ruangkelas khusus, karena anak
tidak melakukan saja apa yang dikatakan orang dewasa kepada mereka untuk
dilakukan, tapi lebih dari apa yang mereka lihat dari apa yang diperbuat orang dewasa.
Jika asumsi Bandura benar adanya, guru dapat menjadi kekuatan yang manjur dalam
membentuk prilaku anak didik mereka yaitu dengan mengajari prilaku yang mereka
demostrasikan di rungan kelas. Pentingnya model terlihat dalam interpretasi Bandura
diantara apa yang terjadi sebagai hasil mengamati terhadap yang lain yaitu:
 Pengamat barangkali memperoleh respon baru.
 Pengamatan terhadap model – model dapat memperkuat atau
memperlemah respon yang ada.
 Pengamatan terhdap model – model dapat dapat menyebabkan kemunculan
kembali respon sudah dilupakan.
Jika siswa menyaksikan prilaku yang tidak diinginkan diperkuat atau dibiarkan
tanpa hukuman, maka yang muncul adalah prilaku siswa yang tidak diinginkan. Prilaku
guru yang konsisten maka dapat memberikan implikasi positive terhadap suasana kelas
yang sehat.

60
Santrock,JW. Educational psychology,New York: McGraw-Hill, 2006, 226
36

Dalam satu kajian klasik, Bandura dan koleganya (1963) mempelajari effek
teladan yang masih hidup, agresi manusia yang difilmkan, Agresi karton yang yang
difilmkan pengaruhnya terhadap prilaku agresif anak pra-sekolah (pre-school). Agresi
manusia yang difilmkan yaitu membawakan peran orang dewasa yang melakukam
agres terhadap seorang gadis cantik. Agresi karton yang di filmkan merupakan sebuah
karakter yang yang menyajikan prilaku yang sama sebagai manusia. Teladan yang
masih hidup menyajikan agresi yang lebih identik dengan apa yang ada difilm.
Akhirnya, anak-anak memperlihatkan secara signifikan prilaku yang lebih agresif dari
anak yang usia lebih tua dalam satu kelompok pengendali. Ternyata model yang
difilmkan juga dapat menjangkitkan prilaku agresi anak yang keefektifannya sama
dengan teladan yang masih hidup. Research memberikan saran bahwa model yang
prestisius, kuat, dan tangkas lebih cepat ditiru jika dibandingkan dengan model yang
kurang berkualitas ( Bandura dkk, 1963)61. Berdasarkan pengaruh modelling dalam
proses pengajaran, beberapa program menjadikan penggunaan peragaan video lebih
berat. Contoh, Webster-Stratton (1996) mengembangkan suatu program pelatihan
orang tua guna menangani anak-anak yang bermasalah dengan menggunakan
contoh rangkaian modeling video.62

Pembelajaran Observasional (sambungan dari mana ? apa hubungannya dengan


pembelajaran kognitif
Sumbangan pemikirin lain dari Bandura Adalah kontribusinya dalam model
Pembelajaran observasional juga dinamakan imitasi atau modeling, adalah
pembelajaran yang dilakukan ketika seseorang mengamati dan meniru perilaku orang
lain. Kapasitas untuk mempelajari pola perilaku dengan observasi dapat mengeliminasi
pembelajaran trial and error yang membosankan. Dalam banyak kasus, pembelajaran
observasional membutuhkan lebih sedikit waktu ketimbang pengkondisian operan63

Penjelasan mengenai modeling (peragaan)64


Prilaku dengan model dapat digambar seperti pengamatan seseorang terhadap
prilaku orang lain dan mempejari prilaku tersebut dalam bentuk yang dapat
digambarkan tanpa merespon secara serentak (Bandura,1986)65.
Dalam sebuah eksperimen yang dilakukan Bandura (1965) mengilustrasikan
bagaimana observasional pembelajaran dapat dilakukan hanya dengan mengamati
model yang bukan sebagai penguat atau penghukum. Eksperimen ini juga

61
Bandura,A.,Ross,D.,&Ross,S. (1963) Imitation of film-mediated aggressive models, Journal of Abnormal and
Social Psychology,66,3-11
62
Bahkan sekarang (2008) sudah ada model program penanganan masalah anak yang disiarkan setiap hari Ahad
jam 16.00. di Metro TV dengan nama Nani 911.dan sudah diterbitkan bukunya dengan judul Nani 911 serta buku
yang berjudul Smart discipline –menanamkan disiplin dan menumbuhkan rasa percaya diri pada anak oleh Larry
J.Koenig diterbitkan oleh Gramedia,2003
63
Santrock,J.W.p.227
64
Untuk mendapat perbandingan yang memadai dapat juga dibaca buku Modifikasi prilaku :alternative
penanganan anak luar biasa oleh Edi Purwanta hal.30 diterbitkan oleh Diknas,2004
65
Bandura,A. (1986),Social foundations of thought and action: A social-cognitive theory.Engliwood
Cliffs,NJ:Prentice Hall.
37

mengilustrasikan perbedaan antara pembelajaran dan kinerja (performance). Sejumlah


anak taman kanak-kanak secara acak ditugaskan untuk melihat tiga film di mana ada
seseorang (model) sedang memukuli boneka plastik seukuran orang dewasa yang
dinamakan boneka Bobo (lihat Gambar 1). Dalam film pertama, penyerangnya diberi
permen, minuman ringan, dan dipuji karena melakukan tindakan agresif. Dalam film
kedua, si penyerang ditegur dan ditampar karena bertindak agresif. Dalam film ketiga,
tidak ada konsekuensi atas tindakan si penyerang boneka.

Gambar 1. Studi Boneka Bobo Klasik Bandura: Efek Pembelajaran Obervasional


Terhadap Agresi Anak Pada gambar kiri, seorang model dewasa secara agresif
menyerang boneka Bobo. Di gambar kanan, searang siswi TK yang telah melihat
tindakan agresif model ikut-ikutan memukuli boneka. Dalam eksperimen Bandura ini,
dalam kondisi apakah anak meniru tindakan agresif dari model?

Kemudian, masing-masing anak dibiarkan sendiri berada di ruangan penuh


mainan, termasuk boneka Bobo. Perilaku anak diamati melalui cermin satu arah. Anak
yang menonton film di mana perilaku penyerang diperkuat atau tidak dihukum apa pun
lebih sering meniru tindakan model ketimbang anak yang menyaksikan si penyerang
dihukum. Seperti yang Anda duga, anak lelaki lebih agresif ketimbang anak perempuan.
Namun, poin penting dalam studi ini adalah bahwa pembelajaran abservasional terjadi
sama ekstensifnya baik itu ketika perilaku agresif diperkuat maupun tidak diperkuat.
Point penting kedua dalam studi ini difokuskan pada perbedaan antara
pembelajaran dan kinerja. Karena murid tidak melakukan respons bukan berarti mereka
tidak mempelajarinya. Dalam studi Bandura, saat anak diberi insentif (dengan stiker
atau jus buah) untuk meniru model, perbedaan dalam perilaku imitatif anak dalam tiga
kondisi itu hilang. Bandura percaya bahwa ketika anak mengamati perilaku tetapi tidak
memberikan respons yang dapat diamati, anak itu mungkin masih mendapatkan
respons model dalam bentuk kognitif.
Model Pembelajaran Observasional Kontemporer Bandura. Sejak eksperimen
awalnya, Bandura (1986) memfokuskan pada proses spesifik yang terlibat dalam
pembelajaran observasional. Proses itu adalah: atensi (perhatian), retensi, produksi,
dan motivasi (lihat Gambar 2):

Gambar 2 Model Pembelajaran Observasional Bandura


Dalam model pembelajaran observasional Bandura, perlu diperhatikan empat proses: atensi (perhatian), retensi,
produksi, don motivasi. Bagaimana proses ini muncul dalam situasi kelas di mana guru sedang menunjukkan cara
membaca jam?
38

Ada empat proses penting yang tercakup dalam belajar yang dapat diamati (
observational learning)66 yakni:
1) Perhatian (attention). Untuk dapat belajar secara efekti seorang pelajar harus
memperhatikan model secara sungguh. Sebelum terjadi peniruan prilaku, siswa
harus mengobservasi secara hati-hati ketika guru memperagakan sesuatu.67
Peristiwa kebetulan terhadap model tidak menjamin kemahiran suatu prilaku.
Seorang pengamat harus menyertai atau mengikuti terhadap apa yang menjadi
perhatiannya dan menyadari perbedaan dari respon yang diberikan oleh model68.
Seorang murid yang terganggu oleh dua murid lainnya yang sedang bicara mungkin
tak mendengar apa yang dikatakan guru. Atensi pada model dipengaruhi oleh
sejumlah karakteristik. Misalnya, orang yang hangat, kuat, dan ramah akan lebih
diperhatikan ketimbang orang yang dingin, lemah, dan kaku. Murid lebih mungkin
memerhatikan model berstatus tinggi ketimbang model berstatus rendah. Dalam
kebanyakan kasus, guru adalah model berstatus tinggi di mata murid.69
2) Ingatan (retention). Setelah memperhatikan, siswa harus mengingat apa yang
dilakukan oleh model70. Peniruan terhadap prilaku yang diinginkan secara tidak
langsung seorang siswa guna memelihara secara simbolis prilaku yang
diobservasinya. Bandura bercaya bahwa “pengkodean simbolis”(symbolic coding)
membantu untuk menjelaskan lamanya ingatan terhadap prilaku yang diobservasi.
Contoh: seorang siswa melakukan pengkodean, mengelompokkan, menata ulang,
respon-respon oleh model kedalam unit-unit yang bermakna secara pribadi, dengan
demikian dapat membantu memori. Maksudnya adalah karena siswa anda
mengamati anda mereka harus juga membentuk beberapa tipe kesan atau skema

66
Elliott, dkk Educational Psychology, New York: MCGraw-Hill, 2000, p. 221-222
67 
` Ibid, p.342
68
Elliott, dkk Educational Psychology, New York: MCGraw-Hill, 2000, p. 221
69
Santrock,JW. Educational psychology,New York: McGraw-Hill, 2006, p.228
70
Ormrod, J.E.,p.342
39

mental yang berkaitan dengan apa yang sedang anda lakukan sebenarnya. Tugas
anda adalah mendorong mereka secara diam-diam atau terang-terangan atau
keduanya guna membentuk kesan ketika anda sedang mendemostrasikannya.71
Untuk mereproduksi tindakan model, murid harus mengodeka: informasi dan
menyimpannya dalam ingatan (memori) sehingga informasi' bisa diambil kembali.
Deskripsi verbal sederhana atau gambar yang menarik dan hidup dari apa yang
dilakukan model akan bisa membantu daya retensi murid. Misalnya, guru mungkin
berkata, "Saya akan menunjukkan Carl untuk memperbaikinya. Kalian harus
melakukan langkah pertama ini, lalu langkah kedua, lalu ketiga" sembari
menunjukkan cara memecahkan matematika. Video dengan karakter yang penuh
warna yang menunjukan pentingnya memerhatikan perasaan orang lain
kemungkinan akan diingat secara lebih baik ketimbang apabila guru hanya sekadar
menyuruh murid untuk memerhatikan perasaan orang lain. Karakter penuh warna
itulah yang menyebabkan populernya acara Sesame Street. Retensi murid akan
meningkat jika guru memberikan demonstrasi atau contoh yang hidup dan jelas72
3) Proses peniruan gerak ( motor reproduction processes). Untuk menghadirkan
dan mengingat kembali apa yang sudah dicontohkan oleh model maka pelajar harus
memiliki kemampuan untuk memproduksi kembali secara fisik. Jika siswa belum
mampu memperagakan sebagaimana model maka guru dapat memberikan
bimbingan berikutnya disertai dengan petunjuk verbal yang lebih dapat dipahami
siswa. Bandura mencatat bahwa pengkodean simbolis menghasilkan model–model
internal mulai dari lingkungan yang memandu prilaku pengamat dimasa yang akan
dating. Pedoman kognitive prilaku merupakan hal yang penting bagi Bandura,
karena pedoman tersebut menjelaskan bagaimana aktivitas yang dijadikan model
diperoleh tanpat penampakan. Tetapi aktivitas kognitif tidak bersifat otonomi;
stimulus dan penguatan mengendalikan tabiat dan kejadian. Maksudnya adalah
setelah observasi dan setelah mendorongan siswa anda untuk membentuk suatu
ide sebagai bagian dari solusi dari tugas yang diberikan. Sudahkah mereka
mendemonstrasikan solusi sesegera mungkin, dapatkah mereka melakukannya?
Kemudian anda dapat memperkuat prilaku yang benar dan merubah respon yang
salah. Jangan merasa puas dengan hanya “tunjukan dan ceritakan” mengenai
perananmu; sudahkah mereka meniru prilaku yang penting sehingga mekanisme
belajar yang digunkan adalah stimulus-kognisi-respon-penguatan.
Anak mungkin memerhatikan model dan mengingat apa yang mereka lihat,
tetapi, karena keterbatasan dalam kemampuan geraknya, mereka tidak bisa
mereproduksi perilaku model. Seorang anak berumur 13 tahun mungkin
menyaksikan pemain bulu tangkis Taufik Hidayat melakukan keahlian atletik mereka
dengan sempurna, atau melihat seorang pianis tersohor atau artis terkenal
menampilkan keahlian mereka, Tetapi anak itu tidak mampu untuk mereproduksi
atau meniru apa yang dilakukan si model tersebut. Belajar, berlatih, dan berusaha
dapat membantu murid untuk meningkatkan kinerja motor mereka
4) Proses motivasi (motivational processes). walaupun siswa mendapatkan dan
mempertahankan kemampuan untuk memperagakan prilaku yang dimodelkan,

71
Elliott, dkk Educational Psychology, New York: MCGraw-Hill, 2000, hal. 221
72
Santrock,JW. Educational psychology,New York: McGraw-Hill, 2001, 258
40

bahwa prilaku atau tugas tidak akan diperagakan jika hanya kondisi dalam
keadaan baik. Contoh: Jika penguatan sebelumnya dibarengi dengan prilaku yang
mirip maka individu cendrung melakukannya lagi, tetapi penguatan yang seolah–
olah mengalaminya sendiri ( dengan mengamati model yang diperkuat) dan
penguatan sendiri ( mendapat kepuasan dengan prilaku sendiri) juga merupakan
penguat manusiawi yang sangat kuat.73
Sering kali anak memerhatikan apa yang dikatakan atau dilakukan model,
menyimpan informasi dalam memori, dan memiliki kemampuan gerak untuk meniru
tindakan model, namun tidak termotivasi untuk melakukannya. Ini tampak dalam
studi boneka Bobo ketika anak yang melihat model dihukum tidak mereproduksi
atau meniru tindakan agresif si model. Tetapi, setelah mereka diberi insentif atau
penguat (stiker atau jus buah), mereka melakukan apa yang dilakukan model. 74
Bandura memperkenalkan perbedaan yang halus yang membantu untuk
membedakan teori belajar sosial ( social learning theory) dengan operant
conditioning ( pembiasan prilaku respon) dari Skinner. Tindakan penguatan
dilakukan terhadap motivasi siswa untuk bersikap dan bukan terhadap prilaku itu
sendiri. Dengan cara ini Bandura mencatat bahwa hasil belajar lebih kuat dan
tahan lama jika dibandingkan dengan hanya melakukan penguatan prilaku semata.
Bandura percaya bahwa penguatan tidak selalu dibutuhkan agar pembelajaran
observasional terjadi. Tetapi jika anak tidak meniru atau mereproduksi perilaku yang
diinginkan, ada tiga jenis penguat yang bisa menolong: (1) memberi imbalan pada
model; (2) memberi imbalan pada anak; atau (3) memerintahkan anak untuk
membuat pemyataan untuk memperkuat diri, seperti "Bagus, aku melakukannya"
atau 'Oke, saya sudah melakukan hampir semua tugas yang baik dengan benar.
Kalau aku terus mencoba, aku akan bisa menyelesaikannya." Kita akan membahas
tentang strategi manajemen ini sebentar lagi.75

Self-Efficacy( kemampuan sendiri)


Pembelajaran kognitive sosial (social cognitive learning) berasal dari interaksi
antara prilaku, lingkungan proses kognitif dan faktor pribadi ( Schunk,1989)76. Faktor-
faktor ini,khususnya lingkungan, mempengaruhi perasaan mampu ( feelings of
competency) mengenai tugas atau keahlian tertentu. Perasaan mampu berkembang
dari informasi yang didapat dari pengalaman-pengalaman kemenangan, Pengalaman-
pengalaman yang seakan-akan dialami sendiri (vicarious experiences), Persuasi
verbal, keadaan afektif dan psikologis. Perasaan mampu disebut dengan “self-efficacy”
yang secara harfiah berarti kemampuan sendiri ( Bandura ,1986)

Self-efficacy merupakan pengembangan dari empat komponen berikut yaitu:

73
Elliott, dkk Educational Psychology, New York: MCGraw-Hill, 2000, hal., 221
74
Santrock,JW. Educational psychology,New York: McGraw-Hill, 2006, 229
75
Santrock,JW. Educational psychology,New York: McGraw-Hill, 2006, 229
76
Schunk,D.(1989) Self-efficacy and cognitive skill learning dalam C.Ames&R.Ames (Eds), Research on
motivation in education: Vol.3.Goal and cognition,111-142. San Diego,C.A:Academic Press
41

1. Pengalaman-pengalaman kemenangan. Kita menghendaki informasi yang


efektif dan pribadi dari apa yang kita lakukan, kita belajar dari tangan pertama
bagaimana kesuksesan kita dalam menguasai lingkungan
2. Pengalaman-pengalaman yang seakan-akan dialami sendiri. Menyaksikan
penampilan orang yang mirip,kita meyakinkan diri kita bahwa kita mungkin juga
dapat melakukan aksi tersebut, demikian pula sebaliknya.
3. Persuasi verbal.Bujukan ( persuasi) berupa kata-kata dapat membimbing
siswa kita untuk meyakini bahwa mereka dapat mengatasi kesulitasn mereka dan
memperbaiki penampilan mereka
4. Keadaan afektif dan psikologis. Situasi stress merupakan sumber informasi
pribadi. Jika kita memperhitungkan suatu gagasan sebagai sesuatu yang tidak pada
tempatnya dan perasaan takut dalam kondisi tertentu, berarti kita meningktakan
kemungkinan prilaku yang demikian terjad, tapi jika seorang model yang dikagumi
mendemostrasikan “kesejukan atau sesuatu yang mendamaikan” bahwa prilaku
tersebut dapat mengurangi tendensi untuk mengurangi prilaku emosional

Menerima informasi dari keempat sumber tersebut di atas memungkinkan kita untuk
meningkatkan “self-efficacy” kita yakni kesuksesan meningkatkan perasaaan “self-
efficacy” meningkatnya, sebaliknya kegagalan akan lenyap “self-efficacy”. Anda dapat
melihat bagaimana umpanbalik yang anda berikan dapat kepada siswa anda
mempunyai efek yang sangat kuat terhadap perasaan –perasaan mampu mereka.
Karena seorang model yang dihormati, penilaian anda mempunyai pengaruh yang
berarti. Ketika anda katakana “tentulah anda dapat melakukannya,jihan”, anda telah
melakukan bujukan verbal yang kuat. Kemudian anda mestilah mengikutinya terus
dorongan ini dengan memberikan jaminan bahwa kecakapan penampilan siswa sesuai
dengan harapan siswa dan anda.
Teknik pengajaran anda juga sangatlah penting. Penelitian telah menunjukan secara
konsisten bahwa ketika siswa-siswa anda diajar bagaimana menyelesaikan tugas
ketika mereka diberi latihan strategi maka penampilan mereka meningkat (
Paris,Cross,&Lipson,1984)77. Hal ini pada gilirannya mempengaruhi “self-efficacy”
mereka yaitu Percayaan bahwa apa yang mereka lakukan dapat memperbaiki control
mereka dalam mengendalikan situasi.
Menggunakan model juga efektif dalam memperbaiki “self-efficacy”. Bekerja
dengan siswa-siswi sekolah dasar yang mengalami kesulitan dalam pelajaran
matematika, Schunk,Hanson, dan Cox (1987)78 telah mengobservasi video tape siswa-
siswa yang berada dalam berbagai kondisi belajar. Mereka menemukan bahwa:
1. Beberapa siswa mengamati seorang guru memantu siswa-siswi
memecahkan masalah yang mereka hadapi
2. Ada Kelompok lain juga mengamati model sebaya (peer models) yang dapat
memecahkan masalah dengan mudah dan kemudia mempuat pernyataan positif
yang mencermibkan “self-efficacy”

77
Paris,Cross,D., & Lipson,M (1984).informed strategies for learning;A Program to improve children’s reading
awareness and comprehension, Journal of educational psychology,76,1239-1252
78
Schunk, D., Hanson,A&Cox, P. (1987) Peer model attributes and children’s achievement behaviors. Journal of
educational psychology,79, 54-61
42

3. Kelompok lainnya mengamati model yang ditiru (coping model)79 dimana


siswa-siswi yang mengalami kesulitan dan kesalahan tapi juga mengucapkan
pernyataan “ Saya harus kerja keras menyelesaikan hal ini”. Kemudian siswa
nampak menjadi lebih mahir

Alhasil observasi yang dilakukan terhadap model yang ditiru “coping model”
memperlihatkan hasil yang lebih bermanf bermanfaat.

Penerapan teori belajar cognitive social ( social cognitive lerning theory ) di kelas
Ide Bandura mempunyai relevansi khusus di kelas, khususnya pendapat-
pendapatnya mengenai karakter-karakter dari model-model yang diinginkan dan
keutamaan pribadi siswa khususnya “self-efficacy” mereka. Karakter tertentu sang
model nampaknya berhubungan secara positive dengan belajar melalui pengamatan:
mereka yang mempunyai status, kompetensi, dan tenaga yang tinggi lebih efektif
untuk ditiru prilakunya dari kelompok model yang lain( Bandura,1977,p.88)80
Prilaku orang –orang yang telah mencapai status tertentu dan terhormat akan
melahirkan konsekwensi yang sukse, hal tersebut memberiakn kesan nilai yang tinggi
bagi mereka yang mengamatinya. Dapat juga dikatakan siswa yang ingin mendapat
kesuksesan yang sama sebagai orang yang terhormat di kelas, jadi siswa boleh
mengikuti jejak yang mengarah keberhasilan. Prilaku model juga memberikan informasi
tentang konsekwensi yang mungkin dari prilaku yang sama dengan jika hal demikian
diperbuat oleh mereka yang mengamatinya. Dengan demikian karakteristik tidak hanya
menarik bagi orang yang mengamati dikarenan status yang sudah dicapai model
tersebut bahkan disertai dengan sanjungan ( sebagai contoh bintang Indonesian idol
atau bintang kdi), tapi juga dikarenakan prilaku mereka yang membawa dampak
penghargaan yang nyata, seperti uang dan kekuasaan. Misalnya tahun 2008 banyak
artis yang terjun ke dunia poltik. Beberapa nama yang cukup terkenal misalnya Rano
Karno menjadi wakil Bupati Kab.Tangerang, Dede Yusuf sebagai wakil gubernut Jawa
Barat.
Karena itu bagi siswa, Bandura (1981:p.201)81 mengutarakan perhatiannya
mengenai perkembangan pengetahuan diri, khususnya gagasan mengenai “self-
afficacy”. Dia menyatakan bahwa “self-afficacy” berkaitan dengan pertimbangan
mengenai sebaik apa seseorang dapat menata dan memutuskan tujuan dari suatu
tindakan yang diinginkan yang berkaitan dengan situasi yang ambigus, tak terduga,
dan sering menegangkan.Schuk dan Zimmerman (1997) dalam Elliott (2000, 225)
meninjau sebuah penelitian mengenai sumber sifat senang bergauli bagian dari
pengaturan diri. Mereka mencatat bahw efek dari seorang model terhadap orang yang
mengamati mereka ( misalnya, siswa di dalam kelas) tergantung pada persepsi dari
“self-afficacy”. Membangun “self-afficacy” dalam diri siswa semestinya menjadi tujuan
utama para guru.

79
Pembahasan tentang coping model dapat dilihat kedalam buku :Adult development and Aging:Diane
E.Papalia (411-415)
80
Bandura,A. (1977). Social Learning Theory Englewood Cliffs,Nj: Prentice Hall
81
Bandura,A. (1981). Self-referent thought: a development analysis of self-efficacy. In J. Flavell & L.Ross (eds).
Social cognitive development New York:Cambeidge University Press.
43

Penilaian dari “self-afficacy” berpengaruh terhadap pilihan aktivitas dan kondisi


kita yaitu kita mempu menghindari dari apa yang kita takutkan akan melampui
kemampuan kita, meskipun kita mampu melakukan aktifitas tersebut. Self-afficacy juga
mampu menaksir pengaruh kualitas prilaku dan ketekunan kita dalam menghadapi
tugas –tugas sulit.
Sekolah menawarkan sebuah kesempatan yang unggul untuk pengembangan
“self-afficacy” ; konsekwensinya praktek pendidikan semestinya mencerminkan realita
yang ( Bandura,1997}82. Materi dan metode pengajaran seharusnya di evaluasi tidak
hanya demi skill akademik dan pengetahuan, tapi juga agar mereka mampu
menyempurnakan persepsi mereka sendiri dan hubungan-hubungan social. Patrick
(1997) mencatat bahwa riset kognitif sosial telah mengidentifikasi banyak dari faktor-
faktor kognitf social yang sama begitu penting dalam regulasi pekerjaan akademik
sekaligus juga menjadi penting bagi hubungan social.
Jadi untuk menterjemahkan teori belajar social kedalam praktek ruangan kelas
yang bermakna , maka perlu diingat beberapa hal:
1. Parsisnya apa yang anda inginkan untuk di sajikan pada siswa ( prilaku khusus
muntuk menjadi tauladan (model) ?
2. Apakah yang demikian itu bermanfat? (penguatan apa saja yang tersedia demi
respon yang benar)?
3. Bagaimana caranya anda menceritakan, menunjukkan, dan mendorong mereka
untuk memvisualisasikan prilaku yang diinginkan?
4. Apakah pelajaran berkualitas sehingga akan memperbaiki “self-efficacy” siswa?

Strategi pengajaran

Menggunakan Pembelajaran Observasional Secara Efektif


Pikirkan tentang model tipe apa yang akan Anda hadirkan untuk murid. Setiap hari, jam
demi jam, murid akan melihat dan mendengar apa yang Anda katakan dan lakukan.
Murid akan menyerap banyak informasi dari Anda. Mereka akan menyerap kebiasaan
baik dan buruk Anda, ekspektasi Anda atas prestasi tinggi dan rendah mereka,
semangat Anda, kebosanan Anda, cara Anda menghadapi stres, gaya pembelajaran
Anda, sikap gender Anda, dan banyak aspek lain dari perilaku Anda.
1 Tunjukkan dan ajari perilaku baru. Demonstrasi berarti Anda, sebagai guru, menjadi
model atau contoh untuk pembelajaran observasional murid. Mendemonstrasikan
bagaimana melakukan sesuatu, seperti memecahkan soal matematika, membaca,
menulis, berpikir, mengontrol kemarahan, dan menampilkan keahlian fisik, adalah
perilaku guru yang umum dijumpai di kelas. Misalnya, guru mungkin mencontohkan
cara menggambar diagram kalimat, menyusun strategi memecahkan persamaan
aljabar, atau melemparkan bola basket. Saat mendemonstrasikan cara melakukan
sesuatu, Anda perlu menarik perhatian murid pada detail pembelajaran yang
relevan. Demonstrasi Anda juga harus jelas dan mengikuti urutan logika.
Pembelajaran observasional dapat efektif terutama untuk mengajar perilaku baru
(Schunk, 1996). Murid yang baru pertama kali diminta belajar perkalian,

82
Bandura, A. (1997). self-efficacy: the exercise of control, new York: Freeman
44

memecahkan persamaan aljabar, menulis paragraf dengan tema, atau menyajikan


pidato yang efektif, akan mendapat manfaat dengan mengamati dan mendengarkan
model yang kompeten.
2 Pikirkan cara menggunakan teman sebaya sebagai model yang efektif. Guru bukan
satu-satunya model di kelas. Murid bisa saja mengikuti kebiasaan baik dan buruk
yang dilakukan teman-temannya, orientasi prestasinya, dan sebagainya, melalui
pembelajaran observasional. Ingat bahwa murid sering kali termotivasi untuk meniru
model berstatus tinggi. Teman yang lebih tua biasanya punya status lebih tinggi
ketimbang teman seusia. Jadi, strategi yang baik adalah meminta teman yang lebih
tua dari model kelas yang lebih tinggi untuk mencontohkan cara melakukan suatu
perilaku yang Anda harapkan akan dilakukan oleh murid Anda. Bagi murid dengan
kemampuan rendah atau tidak mampu melakukan perilaku tertentu dengan baik,
sebaiknya diberi model seorang murid berprestasi rendah yang berjuang dengan
susah payah sampai bisa menguasai suatu perilaku (Schunk, 1996).
3 Pikirkan cara agar mentor dapat digunakan sebagai model. Murid dan guru
memperoleh manfaatjika punya mentor-seseorang yang mereka hormati dan rujuk,
sese orang yang berfungsi sebagai model kompeten, seseorang yang bersedia
bekerja dengan mereka dan membantu mereka mencapai tujuan. Sebagai guru,
mentor potensial bagi Anda adalah guru yang lebih berpengalaman, seseorang yang
sudah lama mengajar dan punya pengalaman bertahun-tahun dalam menghadapi
problem dan isu yang juga akan harus Anda tangani.
Dalam program Quantum Opportunities, murid dari keluarga miskin mendapat
banyak manfaat dari pertemuan dengan seorang mentor selama empat tahun
(Carnegie Council on Adolescent Development, 1995). Para mentor mencontohkan
perilaku yang tepat dan strategi yang benar, memberi dukungan berkelanjutan, dan
memberi bimbingan. Meluangkan waktu beberapa jam dalam seminggu dengan
mentor bisa membuat perbedaan dalam kehidupan murid, terutamajika orang tua
murid tidak bisa menjadi model peran yang baik.
4 Cari tamu kelas yang akan memberikan model yang baik bagi murid Anda. Siapa lagi
yang bisa menjadi model yang baik bagi murid Anda? Untuk mengubah kehidupan
kelas Anda, undang tamu yang punya sesuatu yang berharga untuk dibicarakan
atau ditunjukkan. Kemungkinan ada beberapa domain (fisik, musik, artistik, atau
yang lainnyal di mana Anda tak punya keahlian yang bisa membuat Anda menjadi
model untuk murid Anda. Saat Anda perlu memperlihatkan keahlian itu kepada
murid, luangkan waktu untuk mencari model yang kompeten di dalam komunitas.
Undang mereka untuk datang ke kelas Anda guna menunjukkan dan mendiskusikan
keahliannya. Jika ini tidak bisa dilakukan, lakukan perjalanan dengan membawa
anak didik Anda melihat para ahli itu biasa tampil menunjukkan keahliannya.
5 Pertimbangkan model yang dilihat anak di televisi, video, dan komputer. Murid
mengamati model saat mereka menonton acara televisi, video, film, atau layar
komputer di kelas Anda. Prinsip pembelajaran observasional yang kita deskripsikan
di muka juga berlaku untuk media ini. Misalnya, sejauh mana murid menganggap
model di media sebagai sosok berstatus tinggi atau rendah, menarik atau
membosankan, dan sebagainya, akan memengaruhi sejauh mana pembelajaran
observasional mereka.
45

Pendekatan Perilaku Kognitif dan Regulasi Diri


Pengkondisian operan memunculkan banyak aplikasi untuk berbagai setting
dunia riil. Minat terhadap pendekatan behavioral kognitif juga memunculkan aplikasi
yang serupa.
Pendekatan Perilaku Kognitif. Dalam pendekatan perilaku kognitif,
penekanannya adalah untuk membuat murid memonitor, mengelola dan mengatur
perilaku mereka sendiri, bukan mengontrol mereka melalui faktor eksternal. Di beberapa
kalangan ada yang dinamakan modifikasi perilaku kognitif. Pendekatan perilaku kognitif
berasal dari psikologi kognitif, yang menekankan pada efek pikiran terhadap prilaku, dan
behaviorisme, yang menekankan pada teknik mengubah perilaku. Pendekatan perilaku
kognitif berusaha mengubah miskonsepsi murid, memperkuat keahlian mereka dalam
menangani sesuatu, meningkatkan kontrol diri, dan mendorong refieksi diri yang
konstruktif (Kendall,2000; Meichenbaum, 1993). 83
Metode instruksi-diri (self instructional method) adalah sebuah teknik perilaku
kognitifyang dimaksudkan guna mengajari individu untuk memodifikasi perilaku mereka
sendiri. Metode self-instructional ini membantu orang mengubah apa yang anggapan
mereka tentang diri mereka sendiri.
Bayangkan sebuah situasi di mana murid sekolah menengah atas sangat gugup
saat akan menempuh ujian standar, misalnya UAN. Murid itu bisa diajak untuk berbicara
kepada dirinya sendiri secara positif. Berikut ini beberapa strategi bicara pada diri
sendiri (self talk) yang bisa dipakai guru dan murid untuk mengatasi situasi yang
menggelisahkan itu (Meichenbaum, Turk, & Burstein, 1975)84:
 Bersiap menghadapi stres atau kecemasan
“Apa yang harus aku lakukan?"
“Aku akan menyusun rencana untuk menanganinya. ”
“Aku sedang memikirkan apa yang hams kulakukan.”
”Aku tidak akan cemas. Sikap khawatir tidak akan memperbaiki apa pun,”
“Aku punya banyak strategi yang bisa kupakai. ”
 Menghadapi dan menangani kecemasan atau stres
“Aku bisa menghadapi tantangan itu.”
“Aku akan menjalaninya setahap demi setahap. ”
“Aku bisa mengatasinya. Aku akan tenang, menarik nafas dalam-dalam, dan
menggunakan salah satu strategi yang ada. ”
“Aku tidak akan memikirkan stresku. Aku hanya akan berpikir tentang apa yang
harus kulakukan. ”
 Mengatasi perasaan pada saat kritis/ mendesak
“Apa ini yang harus kulakukan?"
“Aku tahu aku akan tambah cemas. Aku cukup mengontrol diriku sendiri.”
“Jika kecemasan datang, aku akan berhenti sejenak dan tetap fokus pada apa yang
harus kulakukan.”

83
Kendal,P. ( 2000).Cognitive behavior therapy. Dalam Kazdin (ed).Encyclopedia of psychology. Washington D.C,
and Yew York: American Psychology Association and Exford U Press
84
Meichenbaum, D.,Turk,D.,& Burstein, S. (1975). The Nature of coping with stress. Dalam I. Sarason & C.
Spielberger (Eds.) Stress and anxiety. Washington, DC:Hemisphere.
46

 Menggunakan pemyataan penguat diri


“Bagus. Aku bisa.”
“Aku bisa mengatasinya dengan baik.”
“Aku tahu aku bisa melakukannya.”
“Aku akan beri tahu orang bagaimana aku berhasil melakukannya.”

Dalam banyak kasus, strateginya adalah mengganti pernyataan negatif dengan


pernyataan positif. Misalnya, murid mungkin berkata kepada dirinya sendiri, 'Aku tak
akan pernah bisa menyelesaikan ini besok pagi." Ini bisa diganti denganper· nyataan
positif, semisal: "Ini akan sulit tapi aku pikir aku bisa melakukannya.' "Aku akan
menganggapnya sebagai tantangan, bukan sebagai sesuatu yang menyusahkan." "Jika
aku bekerja keras, aku mungkin bisa menyelesaikannya.' Atau, jika hendak
berpartisipasi dalam diskusi kelas, murid bisa mengganti pikiran negatif seperti, "Semua
orang tahu lebih banyak ketimbang diriku, jadi apa gunanya aku mengatakan sesuatu?"
dengan pernyataan positif seperti: 'Aku punya hal untuk dikatakan kepada orang lain."
"Ideku mungkin berbeda tapi ideku tetap bagus." "Tak masalah sedikit gugup; aku akan
santai dan bicara." Gambar 3 menunjukkan poster yang dibuat anak grade lima untuk
membantu mereka mengingat bagaimana cara bicara kepada diri sendiri sembari
mendengarkan, melihat, bekerja, dan mengecek.

Poster 1 . Poster 2
Saat Mendengar Saat Merencanakan
Apakah ini masuk akal? Apa saya sudah punya semuanya?
Apa saya paham? Apakah saya menyuruh teman saya tenang
Saya perlu mengajukan pertanyaan sebelum saya sehingga saya bisa menyelesaikan ini?
lupa. Saya pertama-tama perlu merapikan. Seperti apa
Perhatikan urutan yang seharusnya?
Mampukah saya melakukan apa yang diminta guru? Saya tahu soal ini.

Poster 3
Saat Bekerja Poster 4
Apa kerja saya sudah cukup cepat? Saat Mengecek
Berhenti melirik pacar dan kembali bekerja. Apakah saya sudah menyelesaikan semuanya?
Berapa lama waktu yang tersisa? Apa yang saya perlukan untuk mengecek ulang?
Apa saya perlu berhenti dan memulai lagi? Apakah saya bangga atas pekerjaan saya ini?
Ini sulit tapi saya bisa mengatasinya Apakah saya menulis semua kata?
Saya sudah selesai. Saya sudah mengatur diri
saya sendiri. Tapi apakah saya terlalu banyak
melamun?

Gambar.3 Beberapa Poster Yang Dapat Digunakan Untuk Membantu Siswa Mengingat
Cara Berbicara Dengan Diri Sendiri Secara Efektif

Berbicara positif kepada diri sendiri dapat membantu guru dan murid
mewujudkan potensi penuh mereka. Menantang pikiran negatif bisa membuat kita
mewujudkan potensi diri. Anda kira Anda tidak bisa melakukannya, maka Anda pun tak
bisa melakukannya. Jika pembicara negatif pada diri sendiri ini merupakan masalah
47

Anda, cobalah sesekali tanyakan pada diri Anda, "Apa yang akan aku katakan pada
diriku sekarang?" Momen yang Anda anggap akan sangat menekan adalah mamen
yang tepat untuk memeriksa pembicaraan diri Anda sendiri. Juga pantaulah
pembicaraan diri para murid. Apabila Anda mendengar murid berkata: 'Aku tidak bisa
melakukannya" atau "Aku sangat lamban sehingga tidak bisa menyelesaikan sesuatu"
maka luangkan waktu Anda untuk membantu mereka mengganti pernyataan diri negatif
dengan pernyataan yang positif.
Para behavioris kognitif merekomendasikan agar murid meningkatkan pre stasi
mereka dengan cara memonitor perilaku mereka sendiri. Ini bisa berarti menyuruh murid
untuk membuat diagram atau catatan atas tindakan mereka. Guru dapat menyuruh
murid melakukan hal yang sama untuk memonitor kemajuan mereka dengan mencatat
berapa banyak tugas yang telah mereka selesaikan, berapa buku yang telah mereka
baca, berapa banyak pekerjaan rumah yang telah mereka serahkan tepat pada
waktunya, berapa hari mereka tidak ribut di kelas, dan sebagainya.
Dalam beberapa kasus, guru menempatkan diagram ini di din ding kelas. Atau,
jika guru menganggap membanding-bandingkan murid akan membuat beberapa murid
stres, maka strategi yang lebih baik adalah menyuruh murid menyimpan catatan pribadi
(dalam buku catatan, misalnya) yang secara periodik akan di periksa guru.
Monitoring diri adalah strategi yang bagus untuk meningkatkan pembelajaran,
dan Anda dapat membantu murid belajar melakukannya secara efektif..

Pembelajaran Regulasi Diri. Pembelajaran regulasi diri adalah memunculkan dan


memonitor sendiri pikiran, perasaan, dan perilaku untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan
ini bisajadi berupa tujuan akademik (meningkatkan pemahaman dalarn membaca,
menjadi penulis yang baik, belajar perkalian, mengajukan pertanyaan yang relevan),
atau tujuan sosioemosional (mengontrol kemarahan, belajar akrab dengan teman
sebaya). Apa karakteristik dari pelajar regulasi diri ini? Pelaja regulasi diri (Winne, 1995,
1997,2001): 85
a. Bertujuan memperluas pengetahuan dan menjaga motivasi.
b. Menyadari keadaan emosi mereka dan punya strategi untuk mengelola
emosinya.
c. Secara periodik memonitor kemajuan ke arah tujuannya.
d. Menyesuaikan atau memperbaiki strategi berdasarkan kemajuan yang
mereka buat.
e. Mengevaluasi halangan yang mungkin muncul dan melakukan adaptasi
yang diperlukan.
Peneliti menemukan bahwa murid berprestasi tinggi sering kali merupakan
pelajar yang juga belajar mengatur diri sendiri (Paris & Paris, 2001; Pintrich, 2000;
Pintrich & Schunk, 2002; Zimmerman, 1998, 2000, 2001; Zimmerman& Schunk, 2001).
Misalnya, dibandingkan dengan murid berprestasi rendah, murid berprestasi tinggi
menentukan tujuan yang lebih spesifik, menggunakan lebili banyak strategi belajar,
memonitor sendiri proses belajar mereka, dan lebih sistematis dalam mengevaluasi
kemajuan mereka sendiri.

85
Winne,P.H.(1995). Inherent details in self regulated learning. Educational psychology,30,173-187. dan
Winne,P.H. (1997) experimenting to bootstrap self regulated learning. Journal of educational psychology,89.397-
410.
48

Guru, tutor, mentor, konselor, dan orang tua dapat membantu murid agar
menjadi pembelajar regulasi diri (Randi & Como, 2000; Weinstein, Husman, & Dierkin&
2000). Barry Zimmerman, Sebastian Bonner, dan Robert Kovach (1996)
mengembangkan model untuk mengubah murid yang enggan mengatur diri menjadi
murid yang mau melakukan hal-hal sebagai berikut: (1) mengevaluasi dan memonitor
diri sendiri; (2) menentukan tujuan dan perencanaan strategis; (3) melaksanakan
rencana dan memonitornya; dan (4) memonitor hasil dan memperbaiki strategi (lihat
Gambar 3).
Zimmerman dan rekannya mendeskripsikan seorang murid grade tujuh yang
jeblok dalam pelajaran sejarah dan kemudian menerapkan regulasi diri untuk murid itu.
Pada langkah 1, dia mengevaluasi studinya dan persiapan tesnya dengan membuat
catatan yang detail. Guru memberi petunjuk cara melakukan Pencatatan ini. Setelah
beberapa minggu, murid itu mempelajari catatan ini dan mengetahui bahwa nilai
buruknya disebabkan oleh kesulitannya dalam memaharni materi bacaan.

Penilaian diri (Self Assesment)


Menitoring diri. Monitoring diri dapat bermanfaat bagi Anda dan murid Anda.
Banyak pelajar yang sukses secara teratur memonitor kemajuan mereka dengan
melihat bagaimana mereka melakukan usaha mereka untuk menyelesaikan suatu
tugas, mengembangkan keahlian, atau melakukan ujian. Untuk bulan selanjutnya,
pantaulah studi Anda dalam pelajaran psikologi pendidikan yang Anda tempuh saat ini.
Untuk mendapatkan nilai tinggi, kebanyakan pengajar merekomendaslkan agar murid
menghabiskan waktu dua atau tiga jam di luar kelas untuk belajar, mengerjakan PR,
dan menger)akan tugas di kelas ( Santrock & Halonen, 2002). Pengalaman memonitor
sendiri studi Anda akan memberi Anda pemahaman betapa pentingnya keterampilan ini
bagi murid Anda. Anda bisa mengambillembaran ini untuk pekerjaan rumah murid Anda.
Ingat dari diskusi kita tentang teori pembelajaran sosial kognitif Bandura, bahwa self-
efficacy melibatkan keyakinan bahwa Anda bisa menguasai situasi dan memproduksi
hasil yang positif. Satu cara untuk mengevaluasi self-efficacy adalah pengharapan atau
ekspektasi Anda untuk mendapatkan nilai tertentu pada tes atau ujian yang akan
datang. Tentukan berapa skor atau nilai yang ingin Anda raih pada ujian nanti.
Kemudian untuk studi Anda setiap hari, hitung rata-rata self-efficacy untuk meraih sekor
yang Anda inginkan berdasarkan pada skala 3 poin: 1 = tidak percaya diri; 2 = cukup
percaya diri; 3 = sangat percaya diri.
Lembar Monitoring Diri
Konteks Studi
Waktu Waktu
Tanggal Tugas Self Efficacy
Mulai selesai Di Dengan
Gangguan
mana? siapa

1. Evaluasi dan Monitoring Diri


 Guru membagikan formulir yang dapat dipakai murid untuk memonitor aspek
spesifik dari studi mereka.
 Guru memberi tugas harian kepada murid untuk mengembangkan kemampuan
monitoring diri mereka dan soal mingguan untuk menilai seberapa jauh mereka telah
mempelajari metode tersebut.
 Setelah beberapa hari, guru mulai menyuruh murid saling menukar pekerjaan rumah
dengan temannya. Temannya diminta untuk mengevaluasi akurasi pekerjaan rumah dan
seberapa efektifkah murid dalam melakukan monitoring diri. Kemudian guru mengumpulkan
pekerjaan rumah untuk dinilai dan mengulas saran yang diberikan temanteman murid.
2. Menentukan Tujuan dan Perencanan Strategis
 Setelah seminggu monitoring dan latihan pertama, guru menyuruh
murid mengemukakan persepsi mereka tentang kekuatan dan kelemahan strategi belajar
mereka. Guru menekankan hubungan antara strategi pembelajaran dengan hasil belajar.
49

Evaluasi dan Monitoring Diri

Melaksanakan Rencana dan Menentukan Tujuan dan Perencanaan


Memonitornya Strategis

Melaksanakan Rencana dan


Memonitornya

Gambar 3 Model Pembelajaran Regulasi Diri


Dalam langkah 2, murid ini menentukan tujuan, yang meningkatkan pemahaman
dalam membaca dan merencanakan cara untuk mencapai tujuan ini. Guru
membantunya membagi-bagi tujuan ini menjadi komponen-komponen, seperti
menemukan ide utama dalam paragraf dan menentukan tujuan spesifik untuk
memahami serangkaian paragraf dalam buku teksnya. Guru juga memberi murid
petunjuk strategi, seperti memfokuskan pad a kalimat pertama paragraf dan kemu· dian
membaca kalimat lain sebagai cara untuk mengidentifikasi ide-ide utamanya. Bantuan
lain yang diberikan guru misalnya memberi tutoring membaca. Dalam langkah 3, murid
melaksanakan rencananya dan mulai memonitor kema· juannya. Pada awalnya, dia
mungkin butuh bantuan dari guru atau tutor untuk mengidentifikasi ide-ide utama dalam
bacaannya. Umpan balik ini dapat memo bantunya memonitor pemahaman
pembacaannya secara lebih efektif.
Dalam langkah 4, murid memonitor kemajuan pemahaman pembacaannya
dengan mengevaluasi apakah bacaannya itu memengaruhi hasil pembelajarannya.
Yang penting: Apakah peningkatannya dalam pemahaman membaca ini membuatnya
lebih baik dalam mengerjakan ujian sejarah?
Evaluasi diri menunjukkan bahwa strategi mencari ide utama atau pokok kalimat hanya
meningkatkan sebagian saja dari pemahamannya, dan itu pun jika pokok kalimatnya
ada di kalimat pertama paragraf. Jadi, guru merekomendasikan strategi lainnya.
50

Perkembangan regulasi diri dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya adalah


modeling dan self-efficacy ( Pintrich & Schunk, 2002; Zimmerman & Schunk, 2001).
Model adalah sumber penting untuk menyampaikan keterampilan regulasi diri, Di an
tara keterampilan regulasi diri yang dapat dicontohkan oleh model adalah perencanaan
dan pengelolaan waktu secara efektif, memerhatikan dan konsentrasi,
mengorganisasikan dan menyimpan informasi secara strategis, membangun lingkungan
belajar/kerja yang produktif, dan menggunakan sumber daya sosial, Misalnya, murid
mungkin mengamati guru yang melakukan strategi manajemen waktu yang efektif dan
menjelaskan prinsip yang tepat. Dengan mengamati model itu, murid dapat percaya
bahwa mereka juga bisa merencanakan dan mengelola waktu secara efektif, yang
menciptakan perasaan self-efficacy terhadap regulasl diri akademik dan memotivasi
murid untuk melakukan aktivitas itu.
Self-efficacy dapat memengaruhi murid dalam memilih suatu tugas, usahanya,
ketekunannya, dan prestasinya (Bandura, 1997, 2001; Pintrich & Schunk, 2002;
Zimmerman & Schunk, 2001). Dibandingkan dengan murid yang meragukanke·
mampuan belajamya, murid yang merasa mampu menguasai suatu keahlian atau
melaksanakan suatu tugas akan lebih siap untuk berpartisipasi, bekerja keras, lebih ulet
dalam menghadapi kesulitan, dan mencapai level yang lebih tinggi. Self-efficacy bisa
memengaruhi prestasi, tetapi ia bukan satu-satunya faktor pengaruh, Tingkat tinggi tidak
akan menghasilkan kinerja yang kompeten apabila murid tak pu punya atau kekurangan
pengetahuan dan keahlian yang harus dipenuhi.
Ketika guru mendorong murid untuk menjadi pelajar yang mau menata diri
sendiri maka pada sa at yang sama dia sebenarnya menyampaikan pesan bahwa murid
harus bertanggung jawab atas tindakannya sendiri, menjadi lebih terpelajar, dan bisa
memberi kontribusi bagi masyarakat. Pesan lain yang tersirat dalam pembelajaran
regulasi diri adalah bahwa pembelajaran merupakan pengalaman personal yang
memerlukan partisipasi aktif dan ketekunan murid (Zimmerman, 1998, Bonner, &
Kovach, 1996).86

Mengevaluasi Pendekatan Kognitif Sosial


Pendekatan kognitif sosial telah memberi kontribusi penting untuk mendidik
anak. Selain mempertahankan aroma ilmiah kaum behavioris dan menekankan pada
observasi yang cermat, pendekatan ini juga memperluas penekanan pembelajarannya
sampai ke faktor kognitif dan sosial. Pembelajaran dilakukan dengan mengamati dan
mendengarkan model yang kompeten dan kemudian meniru apa yang mereka lakukan.
Penekanannya pendekatan perilaku kognitif pada pembelajaran instruksi diri,
pembicaraan diri, dan regulasi diri, telah menimbulkan pergeseran penting dari
pembelajaran yang dikontrol orang lain ke kemauan untuk bertanggung jawab atas
pembelajaran yang dilakukannya seseorang (Higgins, 200087; Pintrich & Schunk,
200288). Strategi ini dapat meningkatkan kemampuan belajar murid secara signifikan.
86
Zimmerman,B.J. (1989,April) Achieving academic excellence: the role of self afficay and self-regulatory skill.
Paper presented at the meeting of the American psychology Association,San Diego.
87
Higgins,E.T (2000). Self-regulation. In a KAzdin (ed). Encyclopedia of psychology.washington DC> and New York;
American Psychological Association and oxford U Press
88
Pintrich, PR The role of goal orientation in self regulated learning.dalam M Boekarts,P.R. Pintrich,& M
Zeidner (eds) Handbooks of self regulation.San Diega.Academic Press
51

Muncul sejumlah kritik terhadap pendekatan kognitif sosial ini. Beberapa teoretisi
kognitif percaya bahwa pendekatan tersebut masih terlalu fokus pada perilaku dan
faktor eksternal dan kurang menjelaskan secara detail bagaimana berlangsungnya
proses kognitif seperti pikiran, memori, pemecahan masalah, dan sebagainya Beberapa
developmentalis mengkritik pendekatan ini karena dipandang bersifal non-
developmental, dalam pengertian bahwa pendekatan ini tidak menyebutkan urutan
perubahan pembelajaran berdasarkan usia. Dan teoretisi humanis mengkritik
pendekatan ini karena tidak memberi cukup perhatian pada rasa penghargaan diri dan
hubungan yang penuh perhatian dan suportif. Semua kritikiru juga bisa diarahkan pada
pendekatan behavioral, seperti pengkondisian operan Skinner, yang didiskusikan di
muka.

Ringkaskan pendekatan kognitif sosial untuk pembelajaran. (santrock, 2001, 268)


1) Albert Bandura adalah arsitek utama dari teori kognitif sosial. Model
determinisme pembelajaran resiprokalnya mencakup tiga faktor utama:
person/kognisi, perilaku, dan lingkungan. Faktor person (kognitif) yang
ditekankan Sandura belakangan ini adalah self-efficacy, keyakinan bahwa
seseorang bisa menguasai situasi dan menghasilkan hasil positif.
2) Pembelajaran observasional, yang juga dinamakan modeling dan imitasi, adalah
pem belajaran yang terjadi ketika seseorang mengamati dan meniru perilaku
orang lain. Dalam percobaan boneka Sobo, Bandura mengilustrasikan
bagaimana pembelajaran observasional dapat terjadi bahkan dengan
menyaksikan seorang model yang tidak diperkuat atau di hukum. Eksperimen
tersebut juga menunjukkan perbedaan antara pembelajaran dan kinerja. Sejak
eksperimen awalnya, Sandura menitikberatkan pada proses tertentu yang ada
dalam pembelajaran observasional. Proses ini antara lain atensi, retensi,
produksi, dan motivasi.
3) Pendekatan perilaku kognitif bertujuan membuat murid memonitor, mengelola,
dan mengatur perilaku sendiri ketimbang dikontrol oleh faktor eksternal. Dalam
beberapa kalangan pendekatan ini dinamakan modifikasi perilaku kognitif.
Pendekatan perilaku kognitif berusaha mengubah miskonsepsi murid,
memperkuat keterampilan mereka dalam mengatasi masalah, meningkatkan
kontrol diri mereka, dan mendorong refleksi diri konstruktif. Metode instruksi diri
adalah teknik perilaku kognitif yang dimaksudkan untuk mengajari murid
memodifikasi perilaku mereka sendiri. Dalam banyak kasus, direkomendasikan
agar murid mengganti pernyataan negatif tentang diri menjadi pernyataan yang
lebih positif. Para behavioris kognitif percaya bahwa murid dapat meningkatkan
kinerja mereka dengan memonitor perilaku mereka. Pembelajaran regulasi diri
adalah usaha memunculkan dan memonitor sendiri pemikiran, perasaan, dan
perilaku dalam rangka mencapai suatu tujuan. Murid berprestasi tinggi kerap kali
adalah pelajar dengan regulasi diri yang baik. Salah satu model pembelajaran
regulasi diri melibatkan komponen-komponen berikut: evaluasi dan monitoring
diri, penentuan tujuan dan perencanaan strategis, melaksanakan rencana, dan
memonitor hasil dan memperbaiki strategi. Pembelajaran regulasi diri memberi
murid tanggung jawab atas pembelajaran mereka.
4) Pendekatan kognitif sosial memperluas cakupan pembelajaran dengan
memasukkan faktor perilaku, kognitif, dan sosial. Konsep pembelajaran
52

observasional adalah penting, dan banyak pembelajaran di kelas dilakukan


dengan cara ini. Penekanan pendekatan perilaku kognitif pada pembelajaran
instruksi diri, pembicaraan diri, dan regulasi diri telah menimbulkan pergeseran
penting dari pembelajaran yang dikontrol oleh orang lainke pembelajaran yang
dikontrol diri sendiri. Pengkritik pendekatan pembelajaran sosial dan kognitif
mengatakan bahwa pendekatan itu masih terlalu banyak menekankan pada
faktor perilaku dan eksternal dan kurang memerhatikan detail proses kognitif.
Pendekatan ini juga dikritik karena bersifat non-developmental dan tidak
memberi cukup perhatian pada rasa penghargaan diri dan hubungan yang
hangat.

TEORI-TEORI BEHAVIOR DAN PENGAJARAN


1 Teknk-teknik untuk meningkatkan prilaku
Dalam pembicaraan sebelumnya mengenai penguatan, kita menitik beratkan hanya
peristiwa-peristiwa yang memperkuat atau meningkatkan prilaku yang dapat disebut
dengan penguatan. Penguatan yang positive dalam beberapa peristiwa mengikuti
prilaku yang dapat meningkatkan keuntungan pada masa datang dan berkemungkinan
meningkatkan prilaku tersebut. Negative penguatan juga mencakup kemungkinan
meningkatnya suatu prilaku mengikuti perpindahan peristiwa setelah prilaku tersebut
ditunjukkan.
Konsekwensi - Konsekwensi harus tergantung pada prilaku yang pantas Urutan
dalam penguatan.positive adalah sbb:
1. Guru menjelaskan kepada siswa dengan sejelas-jelasnya bahwa tugas harus
diselesaikan sebelum mereka bermain
2. Siswa menyelesaikan tugas-tugasnya
3. siswa mulai bermain game
4. ada kecendrungan yang meningkat bahwa siswa ini akan melengkapi
tugasnya pada masa mendatang

Dapat diilustrasikan sebagai berikut


Situasi Stimulus Harus selesaikan tugas

Respon Selesaikan tugas

Penguatan. Main game

Kemungkinan lebih besar siswa akan menyelsaikan


Effek
tugasnya masa mendatang

Penguat yang Efektif


Tak senantiasa mudah untuk mengidentifikasi penguat yang positif karena apa
yang ditunjukkan siswa secara baik dapat saja berlawanan dengan yang lain.
Perhatian merupakan salah satu contoh yang baik. Anak remaja khususnya dapat
menunjukkan reaksi mereka yang sungguh-sungguh terhadap perhatian guru. Kadang-
kadang beberapa dari mereka ingin melarikan diri atau menghindar , atau tergantung
53

pada riwayat penguatan mereka. Adakalnya, ketika penguatan tidak memperlihatkan


hasil yang diinginkan.
Jika anda ingin menggunakan penguatan positive ( dan kita semua melakukan dengan
sengaja datau dengan bijaksana) kemudian menyadari bagaimana anda
menerapkannya. Berikut ini ada sejumlah daftar yang dapat membantu anda dalam
memilihnya penguat yang pantas adalah sbb:
1. Pertimbangkan usia, dan kebutuhan siswa. Sebuah permen tidak dapat digunakan
untuk memotivasi anak remaja, tetapi mereka harus menjadi yang terbaik.
2. Ketahui secara pasti prilaku yang ingin anda perkuat dan jadikan penguat anda
memadai.
3. Catatlah penguat yang potensial yang menurut anda diperluakan sekali.
4. Jangan lupa keefektifan dari “Prinsip Premack”
5. Selang selingkanlah penguat anda.
6. Simpan catatan keefektifan penguat yang variatif terhadap siswa.

Penguat sekunder
Perbedaan antara penguat primer dan sekunder yaitu penguat primer
merupakan penguat yang mempengaruhui prilaku tanpa perlu belajar antara lain
makanan, minuman, seks. Adapun penguat sekunder adalah penguat yang
membutuhkan tenaga penguat karena sudah diasosiasikan dengan penguat utama.
Kebanyakan guru ingin sering menggunakan penguat sekunder. Penguat sekunder
ini dapat dikelompokkan menjadi
1. Penguat social,meliputi perhatian baik secara verbal maupun non verbal.
Contoh: ekspresi wajah anda mempunyai suatu pesan yang terang pada siswa.
Biasanya penguat social berupa verbal, ungkapan ini membarengi beberapa bentuk
penguatan yang lain atau berupa kata pujian hal itu merupakan ungkapan rasa
senang anda terhadap prilaku tertentu dari siswa anda. Penguat social mencakup
ekspresi, kontak, kedekatan, hak-hak istimewa dan kata-kata.
2. Penguat aktifitas. Penguat aktifitas digunakan setelah prilaku yang
berfrekwensi rendah.
3. Penguat secara umum. Penguat jenis ini diasosiasikan dengan variasi dari
penguat-penguat yang lain. Misalnya senyum kepad siswa diasosiakan dengan
pengalaman yang menyenangkan. Penguat secara umum dapat juga barang
(seperti emas atau kenang-kenangan) yang mungkin dapat ditukar dengan barang
lain yang bernilai

Saran-Saran Penggunaan
Penguatan positive adalah prinsip yang kuat dan dapat memberikan
keuntungan yang besar bila diterapkan. bagi semua pengajar mulai dari pre-school
sampai tingkat doctor gunakanlah reinforcemen positive. Namun kita harus menghindari
agar siswa menjadi orang yang begitu tergantung dengan penguatan, khususnya jika
kita me memulai program yang terstruktur untuk siswa-siswi. Kita menginginkan
mereka bekerja karena penguat-penguat yang bersifat alami.
Pengurangan adalah proses pengurangan ketergantungan terhadap penguat
seperti kenang-kenangan, dengan jarangnya memberikan penguatan. Sejumlah besar
prilaku yang pantas harus muncul sebelum munculnya penguatan. Anda semestinya
menyadari keuntungan dari pengurangan penguatan:
54

 Tingkatan penguatan yang lebih konstan dengan prilaku yang pantas ( siswa secara
mengikuti peraturan dalam kelas )
 Antisipasi yang berkurang dari penguatan ( siswa mempelajari untuk tidak
tergantung terhadap penguatan yang berasal dari penguatan )
 Perubahan kontrol terhadap prosedur dalam kelas, seperti pujian sekali-sekali (
siswa secara perlahan membutuhkan perasaan puas dari kesuksesan mereka
sendiri di kelas)
 Mempertahankan prilaku yang pantas lebih lama dari periode waktu ( siswa tidak
lagi membutuhkan pengutana yang konstan untuk menyelesaikan tugasnya
dengan baik)

Ingat : Penggunaan penguatan positive yang benar menuntut guru memberikan


stimulus ( pujian, hadiah, kenang-kenangan ) sepantas mungkin

2. Teknik Pengurangan Prilaku


Penggunaan prosedur positive semestinya menjadi tujuan guru sesering
mungkin. Bagaimanapun juga kadang-kadang tujuannya adalah untuk mengurangi
atau menghilangkan prilaku yan salah, guru mempertimbangkan penggunaaan
hukuman. Sebuah kata peringatan “jangan jatuh dalam perangkap yang mengandalkan
hukuman”. Mudah sekali; peringatan tersebut sering dapat bekerja dalam jangka waktu
yang singkat ( walaupun sebaik siswa sekolah menengah); dan peringatan tersebut
memberikan anda perasaan memiliki kendali yang kokoh, yang baiknya kalau anda
mengandalikan secara eksklusif hukuman dengan tujuan mempertahankan perintah,
akan tetapi hukuman juga dapat merusak hubungan dengan siswa jika digunakan
terlalu sering. Hukuman melahirkan reaksi yang akan menyentuh semua siswa dan
mempengaruhi pengajaran anda dan hukuman memiliki efek samping yang tidak anda
sadari. Perasaan kolektif atau perasaan senasib dapat menimbulkan pembangkangan
dari siswa yang lain.
Menganalisa hukuman dan alternatifnya, Alberto dan Troutman (1986)89
menawarkan suatu hirarki yang berurutan dengan empat tingkatan dengan maksud
mengurangi prilaku yang tidak pantas. Hirarki ini dimulai dari level 1 berakhir dengan
level 4 secara berurutan sbb:
Strategis Level I
Prosedur ini dirancang sebagai opsi yang lebih disukai karena dalam
penggunaanya, guru menggunakan teknik-teknik positive. Prosedur -prosedur ini
didasarkan padasebuah gagasan penguatan yang berbeda yakni dengan cara mereka
mengandalkan penguatan untuk mengurangi atau melenyapkan habis beberapa
prilaku. Penguatan yang berbeda karena rendahnya nilai prilaku adalah suatu teknik
dirancang untuk mencegah prilaku yang sama karena mengacaukan. Contoh,
penguatan dapat memotivasi siswa untuk berkontribusi bukan untuk mendominasi
diskusi kelompok. Contoh lainya : anda ingin untuk menghapus suatu prilaku siswa
yang suka bicara keras. Dengan menggunakan penguatan yang berbeda terhadap

89
Alberto, P.&Troutman.(1986,).Applied behavio analysis for teachers. Columbus,OH: Meril
55

prilaku yang bernilai rendah, anda dapat memilih suatu periode waktu, barangkali
sepuluh menit; ketika siswa duduk diam, anda dapat memberikan pujian
Penguatan yang berbeda karena prilaku yang tidak baik berarti anda
memperkuat beberapa prilaku yang bertentangan dengan prilaku yang ingin anda
hilangkan. Contoh: anda dapat memutuskan untuk menguatkan membaca diam;
seorang siswa tidak dapat membaca dengan diam ketika berbicara keras.

Strategis Level II.


Strategi pada kategori ini dimaksudkan untuk mengurangi prilaku yang salah
dengan tidak memberi penguatan. Sebab Alberto dan Troutman ( 1986) mencatat,
bahwa guru menghentikan perhatiannya untuk mengurangi prilaku yang ada karena
perhatian. Penghilangan paling baik digunakan dengan penguatan positive.
Jangalah berkecil hati jika efek penghilangan tidak segera terwujud, sebab
siswa akan memperlihatkan suatu fenomena yang disebut dengan resistance to
extinction ( penolakan terhadap penghilangan ). Guru perlu menghadapi peningkat
prilaku yang tidak tidak pantas seelum efek penghilangan menjadi nyata. Bahkan
setelah prilaku yang tidak mengenakkan tersebut hilang, hal itu adakalanya muncul
lagi, fenomena seperti ini disebut dengan “kebangkitan spontan”. Setiap kali
menganggap sepi prilaku yang tidak mengenakkan tersebut maka perilaku tersebut
akan menghilang dengan cepat.
Guru harus hati-hati bahwa siswa yang lain tidak akan mengulangi prilaku yang
tidak mengenakkan tersebut ketika mereka melihat guru menganggap sepi prilaku
salah seorang teman sekelas mereka. Jika guru sukses mengidentifikasi sumber-
sumber prilaku yang salah ( bahkan mungkin perhatian teman sebaya), guru biasanya
dapat menipulasi penguat yang lain untuk dikombinasikan guna menghilangkan
prilaku yang tidak menyenangkan tersebut dan melakukan penguatan yang positif.

Strategis Level III.


Pada level ini strategi penggunaan teknk hukuman, mulai dari paling ringan
sampai ke yang lebij berat. Pertama sekali strategi yang disarankan adalah ,respon
cost,guru berupaya untuk mengurangi prilaku dengan menghilangkan penguat (
Alberto&Troutman,1986,p.246). Sekali prilaku yang salah muncul maka penguat-
penguat khusus menghilang.
Contoh, perusahaan telkom telah membicarakan masalah terlalu banyak
permintaan informasi tentang nomor telepon. Mereka secara khusus memberikan
layanan ini secara Cuma-Cuma, tentulah penguat positif bagi penelpon. Ketika
perusahaan mulai meminta bayaran serhadap jasa ini, maka permintaan menurun
secara drsatis. Menghilangna penguat ( layanan bebas) sebagai tindakan hukuman.
Guru dapat mengadopsi praktek-praktek yang demikian di dalam kelas. Suatu teknk
yang terbukti efektif mengggabungkan suatu system penguatan dengan harga
respon. Siswa tidak dapat hanya mendapat penghargaan terhadap sesuatu yang
diinginkan tapi juga kehilangan penghargaan karena prilaku yang salah. Seorang siswa
yang suka bicara keras untuk memperolah penghargaan dengan cara berdiam diri
56

walaupun tidak berteriak keras maka dengan bicara yang tidak pantas saja anak juga
akan kehilangan penghargaan
Berikut ini saran-saran untuk menggunakan secara produktif teknik respon yang
baik ( Alberto &Trautman,1986)
 Yakinkan bahwa anda sebenarnya menghilangkan penguat –penguat ketika
dibutuhkan. Barangkali sebaiknya hindari penggunaaan aksi fisik. Jika anda
memberikan permen kepada siswa anda yang lebih muda, suruh mereka
memasukan sebanyak mungkin permen itu ke mulut mereka dan suruh
menelannya.
 Ketahui apa saja yang dapat menjadi penguat bagi siswa
 Pastikan bahwa siswa memahami secara jelas apa saja yang membentuk
prilaku yang salah dan konsekwensinya ?
 jangan menjebak diri sendiri: pastikan bahwa anda sungguh menghilangkan
penguat
 kombinasikan konsekwensi respon dengan penguat yang positif

kedua strategi level III memerlukan penggunaan prosedur waktu jeda ( time-out
procedures) dalam hal siswa yang mengingkari penguatan selama periode tertetu.
Lagi-lagi guru harus yakin bahwa mereka tahu secara pasti apa saja yang menguatkan
siswa secara individu.
Ada dua prosedur waktu jeda
1. waktu jeda pendekatan diri ( Nonseclusionary time out). Siswa tetap dalam
ruangan kelas tapi terhalang dari penguat yang normal. Gunakan perintah
“letakkan kepala anda di atas meja anda selama lima menit mendatang” larang
siswa untuk menerima penguat dari guru lain atau teman sekelasnya.
Beberapa tipe prosedur yang menghalangi penguatan saat menahan siswa
dalam ruangan kelas.
2. waktu jeda pengasingan diri ( Seclusionary time out). Siswa dijauhkan dari
aktifitas atau dari ruangan kelas. Anda boleh mengambil jalan teknik ini
dengan mendudukan siswa sendirian di ruangan terpisah selama masa
tertentu. Meletakkan seorang siswa dalam ruangan terpisah adalah suatu
teknik biasanya menyediakan waktu tertentu dan harus digunakan secara hati-
hati dan perhatian

Strategis Level IV.


Pada level ini melibatkan penggunaan stimulus yang tak mengenakkan dan
apakah yang paling banyak dituntut sebagai hukuman. Contoh: seseorang dapat
menghadirkan stimulus yang tidak mengenakkan ( misalnya, kegaduhan ) setelah
respon. Jika kegaduhan mengurangi frekwensi prilaku, maka keberisikan tersebut
berfungsi sebagai hukuman. Prosedur ini mestilah jarang dipakai sekolah.

Teknik untuk mempertahankan prilaku


Ketika prilaku siswa telah berubah, anda ingin siswa tersebut
mempertahankan prilaku yang diinginkan berulangkali dan tanpa penguatan yang
diprogramkan. Anda juga menginginkan siswa anda untuk mendemostrasikan prilaku
yang pantas dalam kelas yang lain. Contoh, setelah anda sukses mengurangi prilaku
57

mengobrol dengan suara keras dalam mata pelajaran anda. Dengan kata lain guru
berusaha keras demi penyamarataan

Strategi untuk menfasilitasi penyamarataan


Para guru mengharapkan bahwa apa yang mereka ajarkan kepada siswa
mereka di dalam kelas akan ditransfer ke keadaan lain dan akan diingat sepanjang
masa.Para peneliti behaviorisme telah mengembangkan suatu teknologi yang dapat
dipergunakan guru di ruangan kelas untuk membantu siswa untuk menyamaratakan
pengtehuan mereka dan prilaku mereka. Penciptaan mengenai karya klasik Stokes
dan Baer ( 1977)90, White dan asosiasinya (1988)91 menghadirkan sebuah tinjauan
strategis guna memfasilitasi penyamarataan yang merupakan nilai khusus bagi guru.
Mereka menggambarkan dua belas strategi yaitu:
1. Mengajar dan berharap. Dalam strategi tradisional ini, guru menyediakn intruksi
secara teratur dan berharap bahwa prilaku anak akan melakukan penyamarataan (
generalisasi). Contoh: Guru memperkenalkan beberapa kosa kata baru di kelas,
Penekanannya terhadap pengertian mereka. Beberapa siswa dapat mengingat, tapi
sebagian besar tidak. Sementara anda berharap sebagian besar siswa mampu
mengingatnya.”guru dan harapan” adalah sebenarnya ketiadaan teknik khusus
untuk memfasilitasi penyamarataan dan pada umumnya dalam ruangan kelas.
2. Mengajar dalam lingkungan alami. Mengajar dilakukan secara langsung minimal
mengajarkan satu skil atau pengetahuan. Kemudian penyamarataan di diperkirakan
dalam lingkungan yang tidak bersifat penagajaran.Contoh:guru boleh meminta
kepada orang tua untuk mengajarkan anaknya kosa kata baru di sekolah setelah
mereka diajarkan disekolah. Guru yang effektif sering menggunakan taktik ini.
3. Mengajar sacara berurutan.strategi ini meruapakn perluasan dari strategi 2 dalam
hal pengajaran dilakukan dalam satu lingkungan dan penyamarataan dinilai dalam
lingkungan atau suasana yang lain dan banyak kondisi. Jika perlu pengajaran
dilakukan secara berurutan dalm beragam lingkungan hingga penyamarataan bagi
semua dalam lingkungan yang dirancang sesuai dengan keinginan. Contoh
seorang guru tertarik mengajarkan ketrampilan social pada anak maka sang guru
dapat menjadwalkan pengajaran keahlian tersebut dalam kelas, di rumah dan
tempat bermain.
4. Perkenalkan siswa pada kemungkinan pertahanan alami. Dalam strategi ini guru
menjamin bahwa siswa mengalami konsekwensi alami dari sebuah ketrampilan
melalui: a) mengajarkan keahlian yang fungsional kemungkinan besar diperkuat
dari luar lingkungan instruksional. b) Mengajarkan suatu kecakapan yang
menjadikan ketrampilan benasr-benar dapat berguna.c) pastikan bahwa siswa
sebenarnya mengalami konsekwensi alami. d). Mengajarkan pada siswa untuk
menemukan penguatan diluar dari instruksional. Anda dapat mempertimabgnkan
kandungan akademik yang bermanfaat bagi siswa di luar kelas. Seperti

90
Stokes, T. F.,& Baer ,D.M.( 1977). An implicit knowledge of generalization. Journal of applied behaviour
analysis,11,285-303
91
White ,O.R & Asosiasinya (1988). Review and analysis of strategis for generalization.In N.G.Haring (ed).
Generalizaton for student with severe handicap:strtegies and solutions (pp-15-51) Seattle:University of
Washington Press
58

mengajarkan siswa kosa –kata yang ingin mereka gunakan ketika berinteraksi
dengan teman sebaya dan orang dewasa
5. Gunakan kemungkinan yang tidak diskriminatif. Kadang-kadang akibat alami tidak
dapat diharapkan untuk memfasilitasi dan mempertahankan penyamarataan.
Dalam kasus yang demikian perlu menggunakan akibat buatan. Sangat baik bahwa
pelajar tidak dapat menentukan dengan tepat ketika akibat itu akan tersedia.
Pengajaran skill social untuk siswa pra sekolah akan menjadi strategi selama
pengajaran awal.
6. Latih siswa untuk penyamarataan. Dengan strategi ini siswa diperkuat hanya untuk
menampakkan beberapa contoh umum sebuah ketrampilan baru. Penampilan
versi skill yang diperkuat sebelumnya tidak lagi diperkuat. Contoh, siswa dapat
diajarkan nama-nama bentuk yang beragam. Kemudian penguatan akan diberikan
ketika siswa menyebutkan nama bentuk-bentuk yang tidak diajarkan sebelumnya.
7. Programlah stimulus yang bersifat biasa. Seorang guru dapat memilih diam, tetapi
perlu berkaitan dengan tugas, stimulus dari situasi yang penyamarataan yang
diinginkan dan meliputi stimulus dalam program pengajaran. Contoh, siswa dapt
diajarkan keahlian dengan menhadirkan teman sebaya nya. Ketrampilan ini
kemudian diharapkan didapatkan dalam kondisi yang lain ketika teman sebayanya
hadir ( yakni ketika stimulus ada)
8. Gunakan contoh yang dapat ditiru secara memadai. Strategi ini memerlukan
tambahan stimulus dengan program pengajaran sampai penyamarataan ke semua
stimulus berhubugan yang tampak. Keahlian yang berbeda menghendaki sejumlah
contoh yang berbeda untuk menjamin penyamarataan dan anda seharusnya
menentukan ketetapan ini didasarkan pada performa siswa. Contoh, ketika
mengajarkan kaidah mengeja huruf “a,i,u,e,o” guru harus menyediakan beberapa
ilustrasi yang memuat tantangan untuk pengejaaan.
9. Gunakan multi contoh yang dapat ditiru. Penggunaan teknik ini dengan maksud
untuk mengajar pada waktu bersamaan beberapa contoh kelompok stimulus yang
diinginakn penyamarataannya. Guru yang menggunakan multi contoh sebuah
konsep atau sebuah ketrampilan yang akan meningkatkan peluang bahwa siswa
akan menggunakan ketrampilan tersebut dalam lingkungan non pengajaran.
10. Lakukan pemograman kasus yang umum. Gunakan strategi ini, guru harus
melakukan analisis dengan hati-hati baik lingkungan maupun ketrampilan terhadap
penyamarataan yang diinginkan
11. Mengajarlah dengan lepas. Dengan mengajar lepas kita tidak bermaksud bahwa
anda menjadi seorang guru yang tidak kompeten. Maksudnya adalah anda
seharusnya mengajar dengan bermacam variasi, terhindar dari rutinitas, terstruktur
dengan baik, program yang tidak bervariasi merintangi penyamarataan.
Pengajaran yang melibatkan lingkungan, material dan penguatan yang bervariasi.
Yang akan membantu siswa memfasilitasi penyamarataan
12. Menengahi penyamarataan. Taktik seperti melibatkan pengajaran suatu strategi
atau prosedur lain untuk membantu siswa mengingat ketika menjeneralisir atau
mengurangi perbedaan antara lingkungan pengajajaran dan penyamarataan. Siswa
diajarkan untuk memonitor prilakunya yang tepat lingkungan

Behaviorisme Dan Masa Depan


59

Seiring dengan perkembangan zaman para behavioris berusaha menyesuaikan


diri dengan cara melakukan beberapa strategis yakni:
1) Memperkuat dan memperbaiki metodologinya
2) Menggabungkan konsep-konsep koginitif dalam konsep mereka
para ahli behaviorisme telah memberikan kontrbusi terhadap dunia pendidikan.
Contohnya: kajian-kajian behaviorisme telah memperlihatkan hampir semua siswa,
tanpa mengiraukan kesiap-siagaan, ketidak mampuan, dapat belajar. Bahaviorisme juga
telah membobol tembok penghalang dari belajar siswa ( Sulzer-Azaroff&Mayer,1991)92

PENERAPAN ANALISIS BAHAVIOR DALAM PENDIDIKAN


Skinner beragument bahwa prosedur prilaku ( behavioral procedures) telah
sukes diterapkan dalam dunia pendidikan. Skinner (1984) mengutarakan bahwa
kelangsungan hidup umat manusia tergantung pada bagaimanacaranya kita mendidik.
Bagaimanapun pendidikan tidak secara luas mengambil pandangan-pandanganya.
Kritik mengenai prosedur prilaku telah tercatat bahwa prosedur ini sering diingkari
karena mereka membatasi atau mengisolasi masalah-masalah di sekolah.
Guna meningkatkan penggunaan prosedur prilaku di sekolah, Greer dan asosiasinya di
Fakultas Keguruan pada University Columbia telah mengembangkan suatu model
yang disebut dengan CABAS ( Comprehensive Application of Behavior Analysis to
Schooling) (Gree,1996;Selinske,Greer, & Lodhi,1991). Model ini dirancang guna
menerapkan analisis prilaku dengan peran siswa, guru dan supervisor sekolah. Model
ini juga mencakup komponen-komponen prilaku seperti: pengajaran langsung, sistem
pengajaran perseorangan, pengajaran yang terprogram, dan komponen-komponen
manajemen prilaku organisasi untuk supervisi dan administrasi . Berikut ini gambaran
untuk masing-masing komponennya:
1) Aplikasi untuk siswa. Seksi ini terdiri dari pengumpulan data bagi semua
pengajaran. Kurikulum mengkhususkan stimulus segala hal yang mencetuskan
atau atau menyebakan prilaku yang dipermasalahkan, respon-respon, dan
konsekwensi-konsekwensi untuk semua pengajaran. Contoh. Seorang siswa
diperkenalkan dengan objek tiga dimensi ( contohnya kubus); siswa meraba
objek tersebut dan guru bertanya “ Berbentuk apa banda ini?”. Siswa diberi
waktu lima detik untuk menjawab. Respon yang salah akan mengalami suatu
prosedur pembetulan. Jika respon benar melahirkan pujian dan pemberian
penguat berupa sesuatu yang dapat dimakan, kenang-kenangan atau jenis lain
yang dapat dijadikan symbol untuk sebuah pujian. Guru mentat memberi tanda
minuns (- ) untuk jawaban yang salah dan tanda plus ( + )untuk jawaban yang
benar.
2) Aplikasi untuk guru. Pada seksi ini meliputi pengajaran guru untuk
menggunakan ketrampilan dan terminology analisis prilaku dengan latihan di di
dalam kelas ( on the job training ) dan latihan di luar kelas melalui system
pengajaran perseorangan. Guru kemudian menerapakan prinsip-prinsip prilaku
untuk latihan ini pada siswa.
3) Aplikasi untuk supervisor. Supervisor yang terlibat dalam pelatihan guru,
khususnya mereka yang merencang modul untuk guru dan mengajar secara

92
Sulzer-Azaroff, B.&Mayer, G.R. (1991). Behavior analysis for lasting change. Fort
Worth:Holt,Rinehart&Winston.
60

privat ( tutor) untuk maksud penguasaan suatu mata pelajaran tertentu.


Supervisor juga memelihara buku harian aktifitas mereka, dan mereka harus
memenuhi kriteria kinerja mereka.

SARAN-SARAN SKINNER
Skinner (1984) menyatakan pada dunia pendidikan Amerika dan menemukan
kekurangan utama dari prinsip-prinsip psikologi behavior. Skinner yakin bahwa
kebangkitan psikologi humanistis dan kognitif telah membuktikan suatu hambatan
utama untuk kemajuan dalam kelas.( kemajuan melalui Pengajaran Terpogram)
Untuk mencari solusi masalah ini, Skinner ( 1984) merekomendasikan suatu
kembali pada prinsip-prinsip dan tujuan-tujuan dari behaviorisme:
1) Jelas apa yang akan anda ajarkan. Hal ini akan berimplikasi bahwa guru mesti
berkonsentrasi mengenai apa yang dipejari. Contoh, kita tidak mengajar “ejaan”,
akan tetapi kita mengajari siswa bagaimana cara mengeja huruf .
2) Memulai dari bahan yang pertama.Guru seharusnya menghindari usaha –
usaha mencapai usaha akhir dengan cepat, karena materi mata pelajaran
mesti dipelajari secara bertahap dan setiap rangkaian tahapan harus dikuasai
siswa untuk mencapai hasil akhir.
3) Mengajar berdasarkan perbedaan individu. Ini merupakan skema favorit Skinner,
siswa dapat mencapai kemajuan hanya menurut kemampuan mereka. Untk
merespon kebenaran ini Skinner semenjak lama menyarankan menggunakan
mesin untuk mengajar( teaching machines), pengajaran yang terprogram, dan
komputer
4) Buatlah program mata pelajaran. Tidak seperti teks, program secara individu
membujuk siswa untuk melakukan atau untuk mengatakan sesuatu ketika
mereka diharuskan melakukan atau mengatkannya Skinner menyebut hal ini
dengan “ dasar” prilaku dan menetapkan bahwa saran-saran ini dibuat
kedalam program yang harus secara perlahan hilang sampai prilaku muncul
tanpa bantuan. Pada point ini, konsekwensi yang menguatkan karena jadi benar
menjadi effektif yang tinggi dalam menopang prilaku. Mengenai hal ini Skinner
berkata
“Ada jalan yang terbaik yakni mengemukakan alasa yang lebih baik kepada
siswa dan guru untuk belajar dan mengajar. Yakni dimana sains mengenai
prilaku dapat memberikan sebuah sumbangan. Mereka dapat
mengembangkan praktek pengajaran begitu effektif dan begitu menarik
dengan kata lain bahwa tak seorangpun ( siswa, guru, dan administrator)
perlu dipaksa untuk menggunakannya ( Skinner, 1984,p.952)93

Beberapa pencapaian /prestasi yang diklaim oleh Ahli behaviorime sbb:


1) Behaviorisme telah membuktikan kesuksesanya dalam pendidikan anak cacat,
teknik yang terkontrol juga nampak membantu siswa untuk belajar untuk
ketingkat yang lebih tinggi

93
Skinner, B (1984.September).The shame of American Educaton.American Psychologist, 39(9),947-954
61

2) Behaviorisme tidak hanya effektif untuk pengajaran dengan topic yang


sederhana, namun juga untuk mengajran yang kompleks
3) Behaviorisme jelas bahwa kunci untuk pengajaran yang ketrampilan yang
kompleks adalah untuk membedakan , dengan jelas dan tepa, keutamaan
penting dari sebuah tugas yakni prilaku apa yang parsisnya yang berubah
dibawah kondisi seperti apa
4) Behaviorisme telah melacak masalah perbedaan prilaku individu yang unik
dalam kelas. Jika beberapa siswa anda gagal untuk mencapai tujuan, hal itu
mungkin disebabkan mereka kurang menguasai ketrampilan dasar. Contoh anda
tidak bisa mengharapkan siswa untuk menyelesaikan soal pembagian pada
mata pelajaran matematika sampai mereka mampu dalam hal menambah,
mengurangi dan mengalikan.94

94
Elliott, dkk Educational Psychology, New York: MCGraw-Hill, 2000, ha.237-238

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai