Anda di halaman 1dari 21

BELAJAR

PSIKOLOGI UMUM

Dosen Pengampu:

Rillianda Arindra Putama, S.Psi., M.Si.

Disusun oleh :

1. Nilnazzakia (1860308221086)
2. Ellena Jovanka Putri Wijaya (1860308221088)
3. Muhamad Khoirul Huda (1860308222112)
4. Radhwaa Salsabiila Ulayyaa (1860308222115)

2D

PSIKOLOGI ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH


MEI 2023

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang,
marilah kita panjatkan puji syukur atas kehadiran-Nya, yang telah senantiasa melimpahkan
rahmat, hidayahnya. Sholawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW. Sehingga kami kelompok 7 dapat menyelesaikan makalah dalam rangka
menambah ilmu pengetahuan kami dan pembaca serta memenuhi tugas mata kuliah Psikologi
Umum. Terimakasih kami ucapkan kepada dosen pengampu kami yang telah memberikan
bimbingannya kepada kami, sehingga pembuatan makalah ini dapat berjalan dengan lancar.

Dalam makalah ini, kami menyadari bahwa adanya keterbatasan pengetahuan, rujukan,
serta sumber literasi membuat makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan
saran bagi pembaca sangat diperlukan untuk membangun makalah ini dan menutupi
kekurangannya. Semoga makalah ini dapat memberikan informasi serta pengetahuan yang
bermanfaat bagi kita semua. Kami mengucapkan terimakasih kepada para pembaca makalah ini.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN 4
A. Latar Belakang 4
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan Masalah 4
BAB II PEMBAHASAN 5
A. Pengertian Belajar 5
B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar dan Hasil Belajar 5
C. Teori Belajar Pengkondisian Klasik 5
D. Teori Belajar Pengkondisian Operan 6
E. Teori Belajar Observational Learning 7
F. Teori Belajar Kognitif8
BAB III PENUTUP 20
A. Kesimpulan 20
B. Saran 20
DAFTAR PUSTAKA 21

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
C. Latar Belakang
Psikologi sebagai ilmu yang mempelajari perilaku dan proses mental manusia,
memiliki fokus khusus pada aspek pembelajaran dan perkembangan manusia. Oleh
karena itu, makalah ini dapat membahas berbagai hal yang berkaitan dengan proses
belajar, seperti teori belajar, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dan hasil belajar.
Belajar berkaitan dengan cabang ilmu psikologi yang mempelajari tentang bagaimana
individu memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan perilaku melalui pengalaman dan
interaksi dengan lingkungan sekitar. Ilmu ini disebut psikologi belajar atau psychology of
learning.
Dalam makalah ini, akan dibahas mengenai pengertian dari belajar itu sendiri,
faktor yang mempengaruhi belajar dan hasil belajar, dan teori-teori yang berkaitan
dengan belajar. Tujuan dari makalah ini adalah untuk memperluas pemahaman tentang
bagaimana seseorang belajar dan bagaimana teori-teori psikologi belajar dapat diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian makalah ini diharapkan dapat
memberikan wawasan baru dan solusi praktis dalam mengoptimalkan proses belajar dan
pengembangan diri.
D. Rumusan Masalah
1. Apa pengertiandefinisi dari belajar?
2. Apa saja faktor yang mempengaruhi belajar dan hasil belajar?
3. TeoriBagaimana belajar dengan teori pengkondisian klasik?
4. TeoriBagaimana teori pengkodisian operan dengan belajar pengkondisian operan?
5. Teori belajarApa pengertian dari observational learning?
6. TeoriSeperti apa teori belajar kognitif?
E. TUJUAN MASALAH
F. Tujuan Masalah
1. Mengetahui pengertian belajar.
2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dan hasil belajar.

4
3. Mengetahui teori belajar pengkondisian klasik.
4. Mengetahui teori belajar pengkondisian operan.
5. Mengetahui teori belajar observational learning.
6. Mengetahui teori belajar kognitif.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Belajar

Belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku yang relatif menetap pada seseorang
akibat pengalaman atau latihan yang menyangkut aspek fisik maupun psikis, seperti dari tidak
tahu menjadi tahu, dari tahu menjadi lebih tahu, dari tidak berpengetahuan menjadi
berpengetahuan, dari tidak memiliki keterampilan menjadi memiliki keterampilan dan
sebagainya. Belajar dapat diperoleh dari mana saja, seperti dari sekolah, dari rumah, bahkan
sekarang dari internet pun kita bisa belajar. Tujuan dari belajar sendiri adalah terjadinya
perubahan dalam diri seseorang terhadap cara berpikir, mentalitas dan perilakunya yang meliputi
aspek kognitif (pengetahuan), afektif (pemahaman) dan psikomotorik (keterampilan). Menurut
Dalyono, belajar bertujuan mengadakan perubahan dalam diri antara lain perubahan tingkah
laku, mengubah kebiasaan yang buruk menjadi baik, mengubah sikap dari negatif menjadi
positif, tidak hormat menjadi hormat, benci menjadi sayang dan sebagainya. Dengan belajar
dapat memiliki keterampilan serta menambah pengetahuan dalam berbagai bidang ilmu.

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar dan Hasil Belajar

Terdapat dua (2) faktor yang mempengaruhi belajar dan hasil belajar, yaitu:

1. Faktor Internal yakni yang berasal dari diri siswa itu sendiri seperti faktor pertumbuhan,
kecerdasan, kesehatan, kondisi psikis, bakat, minat dan motivasi pribadi
2. Faktor Eksternal yakni yang berasal dari luar diri siswa tersebut seperti keluarga,
sekolah, masyarakat, perlengkapan belajar dan dukungan sosial.
C. Teori Belajar Pengkondisian Klasik

Ivan Pavlov berhasil memperoleh Nobel pada tahun 1904 karena penemuannya yang
dikenal dengan classical conditioning. Classical conditioning adalah teori belajar dengan

5
menggunakan Conditioned Reflex atau refleks terkondisi. Refleks tersebut muncul dengan
pembiasaan. Teori dengan objek penelitian seekor anjing ini menunjukkan air liur yang muncul
tanpa kondisi ketika diberikan makanan bisa dikendalikan atau dikondisikan dengan pemberian
bel sebagai benda netral dapat memberikan efek pada anjing (Rahman, 2017).

Pengkondisian klasik ini bisa diterapkan dalam metode belajar dengan membangun refleks
terkondisi terlebih dahulu. Seperti faktor dan aspek apa saja yang mempengaruhi motivasi ketika
belajar. Contohnya adalah ketika kita terbiasa belajar sambil melihat video. Ketika mengetahui
bahwa video membuat dirinya tidak mengantuk maka dia membangun sebuah refleks dimana
youtube digunakan untuk menonton video yang bersifat edukasi saja. Refleks tersebut akan
terbangun setelah pembiasaan diri atau adaptasi. Sehingga secara tidak disadari ketika membuka
platform youtube maka teringat untuk belajar atau materi yang ingin dipelajari apa saja.

D. Teori Belajar Pengkodisian Operan

Teori belajar dengan pengkodisian operan ini dikenalkan oleh B.F. Skinner. Teori ini
dipengaruhi oleh Thorndike dengan law of effect dan classical conditioning dari Pavlov
(Rahman, 2017). Dalam teorinya ini, Skinner menggunakan tiga asumsi dasar yaitu:

1. Tingkah laku itu mengikuti hukum tertentu


2. Tingkah laku dapat diramalkan
3. Tingkah laku dapat dikendalikan

Selain itu, Skinner juga mengontrol dan memahami tingkah laku dengan functional
analysis of behavior yaitu analisa perilaku individu dan sebab akibat yang mempertahankan
perilaku atau penguatan. Teorinya tersebut membahas bagaimana sebuah konsekuensi
mempengaruhi sebuah perilaku untuk diperkuat atau dihilangkan (Jaenuddin, 2015).
Pengkodisian Operan berisi:

1. Reinforcement: Penguatan perilaku dengan memberikan konsekuensi positif maupun


negatif.
2. Punishment: Menghilangkan perilaku dengan memberikan konsekuensi baik positif atau
negatif.
3. Konsekuensi: Sebab atau akibat yang mempengaruhi sebuah perilaku untuk diperkuat
atau dihilangkan.

6
4. Schedule reinforcement: pengaturan dalam memberikan konsekuensi yang memperkuat
respon atau perilaku dalam waktu atau frekuensi tertentu.

Pengkodisian operan ini sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari seperti: anak yang
dibelikan sepeda baru ketika mendapat peringkat satu dalam kelas. Anak yang dihukum tidak
diberi uang saku sekolah karena ketahuan merokok. Pengkodisian operan menjadi salah satu cara
efektif untuk meningkatkan motivasi individu untuk belajar atau melakukan sesuatu yang
menjadi target dirinya. Baik peringkat kelas, hadiah dan sebagainya.

E. Teori Belajar Obsevational Learning

Tokoh psikologi, Albert Bandura mengemukakan observational learning adalah


pembelajaran yang melibatkan keterampilan, strategi, dan kepercayaan dengan cara mengamati
orang lain. Apa yang dipelajari biasanya bukan salinan yang tepat dari apa yang dimodelkan
melainkan bentuk umum atau strategi yang sering diterapkan oleh pengamat dalam cara-cara
kreatif (Santrock, 2011). Observational learning tidak membutuhkan waktu yang banyak untuk
dipelajari, maka dari itu anak-anak mudah menyerap suatu pembelajaran yang mereka amati.

Penerapan teori ini hampir pada seluruh perilaku, dengan memberikan perhatian khusus pada
cara perilaku baru diperoleh melalui belajar mengamati dan meniru perilaku orang lain melalui
peniruan (imitation) ataupun dengan pemodelan (modelling). Dengan kata lain, informasi yang
didapatkan dari cara memperhatikan kejadian-kejadian yang ada di lingkungan sekitar atau
lingkungan sosial. Individu belajar banyak tentang perilaku melalui peniruan (modeling) bahkan
tanpa adanya penguat (reinforcement) yang diterimanya. Teori ini digunakan dengan mudah
untuk perkembangan agresi, perilaku yang ditentukan, ketekunan, belajar, dan reaksi psikologis
pada emosi.

Ada 4 tahap dalam Observational learning dalam perkembangan perilaku anak

1. Memperhatikan
Belajar melalui modelling, sang anak perlu memperhatikan dan mempersepsi perilaku model
secara tepat. Proses peniruan dapat terjadi secara sempurna ketika anak sebagai pengamat
memperhatikan pola-pola yang ada dengan seksama.

2. Retensi

7
Retensi ini dapat dilakukan dengan cara menyimpan informasi secara imaginal atau
mengkodekan peristiwa model ke dalam simbol-simbol verbal yang mudah dipergunakan. Yang
mencakup kode pengkodean simbolik, pengorganisasian pikiran, pengulangan simbol, dan
pengulangan motorik. Seorang individu mungkin tahu sebuah perilaku namun adakalanya ia
tidak menirunya karena ia lupa. Oleh karena itu penting untuk mengingat perilaku sebelum
mencoba menirunya karena tidak semua proses social learning langsung ditiru saat itu juga. Ada
juga proses meniru yang tertunda, dan baru akan terjadi beberapa saat setelahnya.

3. Reproduksi Gerak
Penyesuaian dibuat dalam rangkaian tindakan baru, dan rangkaian perilaku awal. Perilaku
sebenarnya dicatat oleh individu dan mungkin juga oleh pengamat yang memberikan timbal
balik yang benar dari perilaku suka meniru. Dasar penyesuaian dari timbal balik membuat
pengaturan simbolik rangkaian tindakan baru, dan rangkaian perilaku dimulai lagi.

4. Motivasi
Individu yang mempraktikkan apa yang sudah dipelajarinya ataupun tidak, tergantung pada
motivasinya. Anak akan cenderung mengadopsi perilaku model jika perilaku tersebut: (a) secara
internal pengamat memberikan penilaian yang positif; (b) pengamat melihat bahwa perilaku
tersebut bermanfaat bagi model itu sendiri, dan (c) menghasilkan imbalan eksternal. Antisipasi
terhadap akibat yang positif dan negatif menentukan aspek-aspek yang mana dari perilaku model
itu yang diamati atau diabaikan oleh anak (Abdullah, 2019).

Bandura yakin bahwa tindakan mengamati memberikan ruang bagi manusia untuk belajar
tanpa melakukan apa pun. Manusia belajar dengan mengamati perilaku orang lain. Jika individu
dapat belajar dengan mengamati, maka mereka pasti memusatkan perhatiannya,
mengonstruksikan gambaran, mengingat, menganalisis, dan membuat keputusan-keputusan
yang mempengaruhi pelajaran.

F. Teori Belajar Kognitif

Teori belajar kognitif merupakan suatu teori belajar yang lebih mementingkan proses
belajar daripada hasil belajar. Teori kognitf pada awalnya dikemukakan oleh Dewwy,
dilanjutkan oleh Jean Piaget, Kohlberg, Damon, Mosher, Perry dan lain-lain, yang
membicarakan tentang perkembangan kognitif dalam kaitannya dengan belajar. Kemudian

8
dilanjutkan oleh Jerome Bruner, David Asubel, Chr. Von Ehrenfels Koffka, Kohler, Wertheimer
dan sebagainya. Bagi penganut aliran ini, belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antar
stimulus dan respons. Namun lebih dari itu, belajar melibatkan proses berpikir yang sangat
kompleks. Belajar melibatkan prinsip-prinsip dasar psikologi, yaitu belajar aktif, belajar
lewat interaksi sosial dan lewat pengalaman sendiri.

Teori belajar kognitif muncul dilatarbelakangi oleh ada beberapa ahli yang belum
merasa puas terhadap penemuan-penemuan para ahli sebelumnya mengenai belajar,
sebagaimana dikemukakan oleh teori Behavior, yang menekankan pada hubungan stimulus-
respons-reinforcement. Munculnya teori kognitif merupakan wujud nyata dari kritik terhadap
teori Behavior yang dianggap terlalu naïf, sederhana, tidak masuk akal dan sulit
dipertanggungjawabkan secara psikologis. Menurut paham kognitif, tingkah laku seseorang
tidak hanya dikontrol oleh reward (ganjaran) dan reinforcement (penguatan). Tingkah laku
seseorang senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan untuk mengenal atau
memikirkan situasi di mana tingkah laku itu terjadi. Dalam situasi belajar, seseorang
terlibat langsung dalam situasi itu dan memperoleh pemahaman atau insight untuk
pemecahan masalah. Paham kognitifis berpandangan bahwa, tingkah laku seseorang sangat
tergantung pada pemahaman atau insight terhadap hubungan-hubungan yang ada di dalam
suatu situasi.

Menurut teori kognitif, ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seorang individu
melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak
berjalan secara terpisah-pisah, tetapi melalui proses yang mengalir, bersambung-sambung
dan menyeluruh. Ibarat seseorang yang memainkan alat musik, orang tidak akan bisa alat
memainkan musik tanpa memahami terlebih not-not balok yang terpampang pada portitur
sebagai informasi yang saling lepas dan berdiri sendiri, tetapi sebagai satu kesatuan yang
secara utuh masuk pikiran dan perasaannya.

a) Teori Kognitif dalam Pembelajarannya


1. Belajar dalam Prespektif Teori Kognitif
Belajar bukan hanya sekedar melibatkan hubungan stimulus dan respon, tetapi belajar pada
hakekatnya melibatkan proses berfikir yang sangat kompleks. Belajar adalah usaha
mengaitkan pengetahuan baru ke dalam struktur berfikir yang sudah dimiliki individu,

9
sehingga membentuk struktur kognitif baru yang lebih mantap sebagai hasil belajar. Teori
kognitif juga beranggapan bahwa, tingkah laku seseorang selalu didasarkan pada kognisi,
yaitu suatu perbuatan atau tingkahlaku individu ditentukan oleh persepsi atau pemahamannya
tentang diri dan situasi yang berhubungan dengan tujuan yang ingin dicapai. Dalam teori
kognitif, belajar pada prinsipnya adalah perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu
dapat dilihat sebagai perubahan tingkah laku yang kongkrit. Di sisi lain, teori belajar kognitif
lebih menekankan bahwa, belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran
manusia. Seperti diungkapkan oleh Winkel bahwa “belajar adalah suatu aktivitas mental atau
psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan
perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, nilai dan sikap,
perubahan itu bersifat relatif dan berbekas”.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat diketahui bahwa belajar menurut teori
kognitif adalah suatu proses atau usaha yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam
diri manusia sebagai akibat dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya untuk
memperoleh suatu perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah laku,
keterampilan, nilai dan sikap yang bersifat relatif dan berbekas. Misalnya, seseorang
mengamati sesuatu ketika dalam perjalanan. Dalam pengamatan tersebut terjadi aktivitas
mental. Kemudian ia menceritakan pengalaman tersebut kepada temannya. Ketika dia
menceritakan pengalamannya selama dalam perjalanan, dia tidak dapat menghadirkan objek-
objek yang pernah dilihatnya selama dalam perjalanan itu, dia hanya dapat menggambarkan
semua objek itu dalam bentuk kata-kata atau kalimat. Maka dengan demikian, telah terjadi
proses belajar, dan terjadi perubahan terutama terhadap pengetahuan dan pemahaman. Jika
pengetahuan dan pemahaman tersebut mengakibatkan perubahan sikap, maka telah terjadi
perubahan sikap, dan seterusnya.
2. Beberapa tokoh teori kognitif beserta pemikirannya
1) Teori kognitif menurut Jean Piaget
a) Belajar menurut teori kognitif Jean Piaget
Jean Piaget mengemukakan bahwa proses belajar akan terjadi apabila ada
aktivitas individu berinteraksi dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisiknya.
Pertumbuhan dan perkembangan individu merupakan suatu proses sosial. Individu
tidak berinteraksi dengan lingkungan fisiknya sebagai suatu individu terikat, tetapi

10
sebagai bagian dari kelompok sosial. Akibatnya lingkungan sosialnya berada di
antara individu dengan lingkungan fisiknya. Interaksi Individu dengan orang lain
memainkan peranan penting dalam mengembangkan pandangannya terhadap alam.
Melalui pertukaran ide-ide dengan orang lain, individu yang tadinya memiliki
pandangan subyektif terhadap sesuatu yang diamatinya akan berubah pandangannya
menjadi obyektif. Piaget mengemukakan bahwa, perkembangan kognitif memiliki
peran yang sangat penting dalam proses belajar. Perkembangan kognitif pada
dasarnya merupakan proses mental. Proses mental tersebut pada hakekatnya
merupakan perkembangan kemampuan penalaran logis (development of ability to
respon logically). Bagi Piaget, berfikir dalam proses mental tersebut jauh lebih
penting dari sekedar mengerti. Semakin bertambah umur seseorang, maka semakin
kompleks susunan sel syarafnya dan semakin meningkat pula kemampuan
kognitifnya. Proses perkembangan mental bersifat universal dalam tahapan yang
umumnya sama, namun dengan berbagai cara ditemukan adanya perbedaan
penampilan kognitif pada tiap kelompok manusia. Sistem persekolahan dan keadaan
sosial ekonomi dapat mempengaruhi terjadinya perbedaan penampilan dan
perkembangan kognitif pada individu, demikian pula dengan budaya, sisitem nilai
dan harapan masyarakat masing-masing.
Menurut Peaget, ada tiga proses yang mendasari perkembangan individu yaitu
asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi. Asimilasi ialah pemaduan data atau informasi
baru dengan struktur kognitif yang ada, akomodasi ialah penyesuaian struktur
kognitif yang sudah ada dengan situasi baru, dan ekuilibrasi ialah penyesuaian secara
seimbang, terus-menerus yang dilakukan antara asimilasi dan akomodasi. Asimilasi,
akomodasi dan ekuilibrasi sudah berlangsung sejak kehidupan pada masa bayi. Pada
saat seseorang tumbuh menjadi dewasa, akan mengalami adaptasi biologis dengan
lingkungannya dan akan menyebabkan adanya perubahan-perubahan kualitatif dalam
struktur kognitifnya. Apabila seseorang menerima informasi atau pengalaman baru
maka informasi tersebut akan dimodifikasi hingga sesuai dengan struktur kognitif
yang dimilikinya. Proses ini disebut asimilasi. Sebaliknya, apabila struktur
kognitifnya yang harus disesuaikan dengan informasi yang diterima, maka proses ini
disebut akomodasi. Asimilasi dan akomodasi akan terjadi apabila terjadi konflik

11
koginitif atau suatu ketidakseimbangan antara apa yang telah diketahui dengan apa
yang dilihat atau dialaminya sekarang. Adaptasi akan terjadi apa bila telah terjadi
keseimbangan dalam struktur kognitif. Proses penyesuaian tersebut terjadi secara
seimbang dan terus-menerus dilakukan secara asimilasi dan akomodasi, itulah yang
dinamakan ekuilibrasi.
b) Implikasi Teori Kognitif Piaget dalam Pembelajaran
Ada beberapa hal penting yang diambil terkait teori kognitif sebagaimana
dikemukakan oleh Piaget, diantaranya adalah :
1. Individu dapat mengembangkan pengetahuannya sendiri

Yang menjadi titik pusat dari teori belajar kognitif Piaget ialah individu mampu
mengalami kemajuan tingkat perkembangan kognitif atau pengetahuan ke tingkat
yang lebih tinggi. Maksudnya adalah pengetahuan yang dimiliki oleh setiap individu
dapat dibentuk dan dikembangkan oleh individu sendiri melalui interaksi dengan
lingkungan yang terus-menerus dan selalu berubah. Dalam berinteraksi dengan
lingkungan tersebut, individu mampu beradaptasi dan mengorganisasikan
lingkungannya, sehingga terjadi perubahan dalam struktur kognitifnya, pengetahuan,
wawasan dan pemahamannya semakin berkembang. Atau dengan kata lain, individu
dapat pintar dengan belajar sendiri dari lingkungannya.

2. Individualisasi dalam pembelajaran

Dalam proses pembelajaran, perlakuan terhadap individu harus didasarkan pada


perkembangan kognitifnya. Atau dengan kata lain, dalam proses pembelajaran harus
disesuaikan dengan tingkat perkembangan individu. Belajar akan lebih berhasil
apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Hal ini
disebabkan karena setiap tahap perkembangan kognitif memiliki karakteristik
berbeda-beda. Susunan saraf seorang akan semakin kompleks seiring dengan
bertambahnya umur. Hal ini memungkinkan kemampuannya semakin meningkat.
Oleh karena itu, dalam proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap
perkembangan tertentu sesuai dengan umurnya. Penjenjangan ini bersifat hirarki,
yaitu melalui tahap-tahap tertentu sesuai dengan umurnya. Seseorang tidak dapat
mempelajari sesuatu yang di luar kemampuan kognitifnya. Tingkat perkembangan

12
peserta didik harus dijadikan dasar pertimbangan guru dalam menyusun struktur dan
urutan mata pelajaran di dalam kurikulum. Hunt (dalam Abu Ahmadi dan Widodo
Supriyono) mempraktekkan di dalam program pendidikan TK yang menekankan
pada perkembangan sensorimotoris dan praoperasional. Misalnya: belajar
menggambar, mengenal benda, menghitung dan sebagainya. Seorang guru yang bila
tidak memperhatikan tahapan-tahapan perkembangan kognitif, maka akan
cenderung menyulitkan siswa. Contoh lain, mengajarkan konsep-konsep abstrak
tentang shalat kepada sekelompok siswa kelas dua SD, tanpa adanya usaha untuk
mengkongkretkan konsep-konsep tersebut, tidak hanya sia-sia, tetapi justru akan
lebih membingungkan siswa. Dalam proses pembelajaran juga harus memperhatikan
tingkat perkembangan peserta didik. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan
orang dewasa. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran, guru harus menggunakan
bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.

2) Teori Belajar J. S Bruner (Belajar Penamuan)


a) Gambaran Umum tentang Teori Belajar J. S Bruner
Teori kognitif J. S Bruner menekankan pada cara individu mengorganisasikan apa
yang telah dialami dan dipelajari, sehingga individu mampu menemukan dan
mengembangkan sendiri konsep, teori-teori dan prinsip-prinsip melalui contoh-
contoh yang dijumpai dalam kehidupannya. Untuk meningkatkan proses belajar,
menurut Bruner diperlukan lingkungan yang dinamakan “discovery learnig
envoirment” atau lingkungan yang mendukung individu untuk melakukan eksplorasi
dan penemuan-penemuan baru. Belajar penemuan (discovery learning) merupakan
salah satu model pembelajaran atau belajar kognitif yang dikembangkan oleh
Bruner. Menurut Bruner, belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar
penemuan yang terjadi dalam proses belajar. Guru harus menciptakan situasi belajar
yang problematis, menstimulus siswa dengan pertanyaanpertanyaan, mencari
jawaban sendiri dan melakukan eksperimen. Bentuk lain dari belajar penemuan
adalah guru menyajikan contoh-contoh dan siswa bekerja dengan contoh
tersebut sampai dapat menemukan sendiri dan melakukan eksperiman. Salah
satu model belajar penemuan yang diterapkan di Indonesia adalah konsep yang
kita kenal dengan Cara Belajar Siswa Aktif atau CBSA. Dengan cara seperti ini,

13
pengetahuan yang diperoleh oleh individu lebih bermakna baginya, lebih mudah
diingat dan lebih mudah digunakan dalam pemecahan masalah. Dasar pemikiran
teori ini memandang bahwa manusia sebagai pemeroses, pemikir dan pencipta
informasi. Bruner menyatakan, belajar merupakan suatu proses aktif yang
memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar informasi yang
diberikan kepada dirinya.
b) Tahap-tahap dalam Proses Pembelajaran

Menurut Bruner, belajar pada dasarnya merupakan proses kognitif yang


terjadi dalam diri seseorang. Ada 3 proses kognitif dalam belajar, yaitu:

1. Proses pemerolehan informasi baru.


2. Proses mentransformasikan informasi yang diterima.
3. Menguji atau mengevaluasi relevansi dan ketepatan pengetahuan.

Perolehan informasi baru dapat terjadi melalui kegiatan membaca,


mendengarkan penjelasan guru mengenai materi yang diajarkan atau
mendengarkan/melihat audiovisual dan lain-lain. Proses tranformasi yaitu tahap
memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta mentransformasikan
dalam bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain. Tahap
selanjutnya adalah menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan atau informasi
yang telah diterima tersebut atau mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap
kedua benar atau tidak.

Menurut Bruner, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran
agar pengetahuan dapat dengan mudah ditransformasikan, yaitu:

1. Struktur pengetahuan
Kurikulum harus berisikan struktur pengetahuan yang berisi berisi ide-ide,
gagasan, konsep-konsep dasar, hubungan antara konsep atau contoh-contoh dari
konsep yang dianggap penting. Hal ini sangat penting, sebab dengan adanya struktur
pengetahuan akan membantu siswa untuk melihat bagaimana fakta-fakta yang
kelihatannya tidak ada hubungan, dapat dihubungkan satu dengan yang lain, dan
dengan informasi yang telah dimiliki oleh siswa. Agar dalam proses pembelajaran

14
dapat berjalan efektif, sturuktur pengetahuan itu harus disesuaikan dengan
karakteristik dan tingkat perkembangan anak.
2. Kesiapan belajar
Terdiri atas kesiapan yang berupa keterampilan yang sifatnya sederhana yang
memungkinkan seseorang untuk menguasai keterampilan yang sifatnya lebih tinggi.
Kesiapan belajar sangat dipengaruhi oleh kematangan psikologi dan pengalaman
anak. Untuk mengetahui apakah siswa telah memiliki kesiapan dalam belajar,
maka perlu diberi tes mengenai materi awal berdasarkan topik yang diajarkan.
3. Intuisi
Dalam proses belajar harus menekankan proses intuitif. Intuisi yang dimaksud
Bruner adalah teknik-teknik intelektual untuk sampai pada formulasi tentatif tanpa
melalui langkahlangkah analitis. Setiap disiplin ilmu mempunyai konsepkonsep,
prinsip-prinsip dan prosedur yang harus dipahami sebelum seseorang mulai belajar.
Cara terbaik untuk belajar adalah memahami konsep, arti dan hubungan melalui
proses intuitif hingga akhirnya sampai pada satu kesimpulan atau menemukan
sesuatu (discovery learning). Menurut S. Nasution, berfikir intuitif hanya bisa
berlangsung apabila seseorang memiliki ilmu yang luas tentang bidang ilmu itu dan
memahami strukturnya.
4. Motivasi
Motivasi adalah keadaan yang terdapat di dalam diri seseorang yang mendorong
untuk melakukan aktifitas untuk mencapai tujuan tertentu. Dikaitkan dengan belajar,
kondisi tertentu dapat mempengaruhi siswa untuk belajar, dan dapat pula membantu
serta mendorong siswa mempunyai kemauan untuk belajar. Dalam belajar, siswa
harus diberi motivasi dengan berbagai cara, sehingga muncul minat belajar.
c) Implikasi Teori Belajar Jerome Bruner dalam Pembelajaran
Bruner lebih menekankan bagaiman mengeksplorasi potensi yang dimiliki oleh
individu. Ada beberapa hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam
pembelajaran terkait dengan teori Kognitif Bruner, diantaranya adalah:
a.) Partisipasi aktif individu dan mengenal perbedaan
Dalam proses pembelajaran harus menekankan pada cara individu
mengorganisasikan apa yang telah dialami dan dipelajari. Sehingga dengan

15
demikian individu mampu menemukan dan mengembangkan sendiri konsep, teori-
teori dan prinsip-prinsip melalui contoh-contoh yang dijumpai dalam kehidupannya.
Untuk mewujudkan hal tersebut, harus diciptakan lingkungan yang mendukung
individu untuk melakukan eksplorasi dan menemukan gagasan-gagasan baru. Oleh
karena itu tujuan pembelajaran bukan sepenuhnya untuk memperoleh pengetahuan
semata. Tetapi yang terpenting adalah melatih kemampuan intelek atau kognitif
siswa, merangsang keinginan tahu, dan memotivasi siswa. Tujuan pembelajaran
hanya diuraikan secara garis besar dan dapat dicapai dengan cara-cara yang tidak
perlu sama oleh siswa yang mengikuti pelajaran yang sama. Atau dengan kata lain,
tujuan pembelajaran hanya diuraikan secara garis besar. Untuk mendalami, merinci
dan mempertajam tujuan pembelajaran tersebut diperlukan peran aktif siswa
disesuaikan dengan potensi dan tingkat perkembangan siswa. Walaupun demikian,
pembelajaran terhadap individu tidak harus menunggu individu mencapai tahap
perkembangan tertentu. Individu dapat mempelajari sesuatu meskipun umurnya
belum memadai, asalkan materi pembelajaran disusun berdasarkan urutan isi dan
disesuaikan dengan karakteristik kognitifnya.
b.) Guru sebagai tutor, fasilitator, motivator dan evaluator

Dalam belajar penemuan (Discovery Learning), terjadi perubahan paradigma


terhadap peran guru. Guru bukan lagi sebagai pusat pembelajaran, tetapi guru
memiliki peran sebagai berikut:

(1). Merencanakan pelajaran demikian rupa sehingga pelajaran itu terpusat pada
masalah-masalah yang tepat untuk diselidiki oleh para siswa.

(2). Menyajikan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi para siswa
untuk memecahkan masalah. Materi pelajaran itu diarahkan pada pemecahan
masalah yang aktif dan belajar penemuan. Guru mulai dengan sesuatu yang sudah
dikenal oleh siswa-siswa. Kemudian guru mengemukakan sesuatu yang berlawanan.
Dengan demikian terjadi konflik dengan pengalaman siswa. Akibatnya timbullah
masalah. Dalam keadaan yang ideal, hal yang berlawanan itu menimbulkan suatu
kesangsian yang merangsang para siswa untuk menyelidiki masalah itu, menyusun

16
hipotesis-hipotesis, dan mencoba menemukan konsep-konsep atau prinsip-prinsip
yang mendasari masalah itu.

(3). Guru harus memperhatikan tiga cara penyajian, yaitu cara enaktif (melakukan
aktifitas), cara ikonik (dengan gambar atau visualisasi), dan cara simbolik. Dengan
kata lain, perkembangan kognitif individu dapat ditingkatkan dengan cara menata
strategi pembelajaran sesuai dengan isi bahan akan dipelajari dan karakteristik
kognitif individu.

(4). Bila siswa memecahkan masalah di laboratonium atau secara teoretis, guru
berperan sebagai seorang pembimbing atau tutor. Guru jangan mengungkapkan
terlebih dahulu prinsip atau aturan yang akan dipelajari, tetapi ia hendaknya
rnemberikan saran-saran bilamana diperlukan. Sebagai seorang tutor, guru sebaiknya
memberikan umpan balik pada waktu yang tepat. Umpan balik sebagai perbaikan
hendaknya diberikan dengan cara demikian rupa, hingga siswa tidak tergantung pada
pertolongan guru. Akhirnya siswa harus melakukan sendiri fungsi tutor itu.

(5). Pènilaian hasil belajar penemuan meliputi pemahaman tentang prinsip-prinsip


dasar mengenai suatu bidang studi, dan kemampuan siswa untuk menerapkan
prinsip-prinsip itu pada situasi baru. Untuk maksud ini bentuk tes dapat berupa tes
objektif, tes essay, penilaian autentik dan penilaian performance.

3) Teori Belajar Ausubel: Belajar Bermakna


Materi yang dipelajari diasimilasikan secara non arbitrer dan berhubungan dengan
pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Ausubel seorang psikologist kognitif,
ia mengemukakan bahwa yang perlu diperhatikan seorang guru ialah strategi
mengajarnya. Contoh pelajaran berhitung bisa menjadi tidak berhasil jika siswa
hanya disuruh menghafal formula-formula tanpa mengetahui arti formula-formula
itu. Sebaliknya bisa lebih bermakna jika murid diajari fungsi dan arti dari formula-
formula tersebut.
a) Belajar menurut Teori Ausubel
Menurut Ausubel, belajar dapat dilkasifikasikan ke dalam dua dimensi. Dimensi
pertama, berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran disajikan pada
siswa, melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua, menyangkut cara

17
bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang
ada.Struktur kognitif tersebut mencakup faktafakta, konsep-konsep dan generalisasi-
generalisasi yang telah dipelajari dan diinginkan oleh siswa.
Pada tingkat pertama dalam belajar, informasi dapat dikomunikasikan kepada
siswa baik dalam bentuk belajar penerimaan yang manyajikan informasi secara final,
maupun dalam bentuk belajar penemuan yang mengharuskan siswa menemukan
sendiri sebagian atau seluruh materi yang akan diajarkan. Pada tingkat kedua, siswa
menghubungkan atau mengaitkan informasi baru dengan struktur pengetahuan (fakta,
konsep-konsep, generalisasi dan lainnya) yang dimiliki oleh siswa, dalam hal ini
terjadi belajar bermakna (meaningful learning). Akan tetapi, siswa dapat juga
berusaha mencoba-coba menerima, menguasai dan menghafal informasi baru itu
tanpa menghubungkan dengan konsep-konsep yang ada dalam kognitifnya, maka
terjadilah belajar hafalan (rote learning).

Pada kontinum mendatar dalam gambar di atas menunjukkan bahwa, dari kiri ke
kanan semakin berkurangnya belajar menerima, dan bertambahnya belajar
penemuan. Sedangkan pada kontinum vertikal, dari bawah ke atas berkurangnya
belajar hafalan dan bertambahnya belajar bermakna. Menurut teori Ausubel, belajar
dengan cara menerima informasi dapat dibuat bermakna apabila dijelaskan,
kemudian dihubungkan antara konsep yang satu dengan yang lainnnya. Begitu
sebaliknya, belajar penemuan (termasuk penemuan mandiri) akan kurang bermakna
apabila hanya dilakukan dengan hafalan (coba-coba).

b) Faktor-faktor dan Syarat Belajar menurut Ausubel


Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi belajar bermakna, yaitu struktur
kognitif yang ada, stabilitas dan kejelasan pengetahuan. Semakin bagus dan stabil
struktur kognitif serta semakin jelas pengetahuan atau informasi baru masuk ke
dalam struktur kognitif, maka akan semakin mudah terjadinya proses belajar
bermakna, begitu juga sebaliknya. Di samping itu, ada persyaratan yang harus
dipenuhi dalam berlajar bermakna, yaitu: Pertama, materi yang akan dipelajari harus
bermakna secara potensial. Materi pelajaran dikatakan bermakna secara potensial
apabila materi tersebut logis dan relevan dengan struktur kognitif siswa. Materi

18
dikatakan logis apabila materi tersebut konsisten dengan apa yang telah diketahui
oleh siswa, dan dapat dinyatakan dengan berbagai cara tanpa mengubah makna.
Materi dikatakan sesuai dengan struktur kognitif siswa apabila sesuai dengan
pengalaman, tingkat perkembangan, intelegensi dan usia siswa. Kedua, Siswa yang
akan belajar harus bertujuan untuk melaksanakan belajar bermakna, (memiliki
kesiapan dan minat untuk belajar bermakna). Dari kedua syarat ini, tujuan siswa
merupakan hal yang sangat penting dalam belajar bermakna. Apabila siswa memiliki
tujuan, dalam arti memiliki kesiapan dan minat untuk belajar mermakna, maka akan
dengan mudah proses belajar bermakna dilaksanakan.
c) Implikasi Teori Belajar Ausubel dalam Pembelajaran
Dari uraian tentang teori Ausubel di atas dapat diambil bebarapa catatan penting
terkait dengan pembelajaran, diantaranya adalah :
a. Kunci keberhasilan dalam belajar terletak pada kebermaknaan bahan ajar yang
diterima atau yang dipelajari oleh siswa. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran
guru harus mampun memberikan sesuatu yang bermakna bagi siswa. Sesuatu yang
bermakna itu bukan hanya dapat diperoleh melalui belajar penemuan, tetapi dapat
diperoleh melalui banyak cara. Belajar dengan menghafal dan ceramah pun dapat
menemukan sesuatu yang bermakna, asal dilakukan secara sistematis, menjelaskan
dan menghubungkan antara konsep yang satu dengan konsep lainnya,
menguhubungkan konsep yang baru dengan konsep yang telah dimiliki oleh siswa.
Sebaliknya, belajar penemuan akan menjadi kurang bermakna, apa bila dilakukan
dengan coba-coba dan tidak sistematis. Untuk mewujudkan pembelajaran yang
bermakna ini, guru sangat dituntut untuk mempu menggali dan mengeksplorasi
segala potensi yang dimiliki oleh siswa dengan berbagai macam strategi, model,
metode dan pendekatan pembelajaran. Sehingga siswa terbantu dalam memperoleh
informasi, ide, keterampilan, cara berfikir dan mengekspresikan dirinya guna
memendapatkan sesuatu yang bermakna dari proses pembelajaran.
b. Belajar bermakna akan berhasil apabila ada motivasi intrinsik dari dalam diri
siswa
Menurut Ausubel, belajar bermakna akan terjadi apabila siswa memiliki minat
dan kesiapan untuk belajar. Minat dan kesiapan erat kaitannya dengan motivasi.

19
Dengan adanya motivasi intrinsik ini akan menumbuhkan minat dalam diri individu,
dan menggerakkan individu untuk mempersiapkan diri untuk belajar, baik
mempersiapkan diri secara fisik maupun psikis. Motivasi intrinsik ini sesungguhnya
dapat dibetuk melalui motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang datang dari luar diri
individu. Seperti dorongan dari orang tua, guru, teman dan sebagainya. Oleh karena
itu, guru dan orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam menumbuhkan
motivasi intrinsik dalam diri siswa. Dorongan, perhatian dan kasih sayang orang tua
dan guru merupakan salah satu faktor yang akan menumbuhkan motivasi intrinsik
dalam diri sisiwa terkait dengan belajar.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku yang relatif menetap pada seseorang
akibat pengalaman atau latihan yang menyangkut aspek fisik maupun psikis, seperti dari tidak
tahu menjadi tahu, dari tahu menjadi lebih tahu, dari tidak berpengetahuan menjadi
berpengetahuan, dari tidak memiliki keterampilan menjadi memiliki keterampilan dan
sebagainya. Belajar dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Belajar sendiri memiliki beberapa teori seperti teori belajar pengkondisian klasik, teori belajar
pengkondisian operan, teori belajar observational learning, teori belajar kognitif.

SARAN

Dalam membuat makalah ini, penulis berusaha semaksimal mungkin untuk


menyampaikan informasi sedetailnya dan menjelaskan, namun kami juga seorang manusia yang
memiliki kekurangan dalam hal menyampaikan dan menjelaskan dan dengan harapan sangat
besar ada kritik serta saran yang membangun untuk pembuatan makalah berikutnya.

20
DAFTAR PUSTAKA

IndoPositive. (2019). Retrieved from IndoPositive.org:


https://www.indopositive.org/2019/12/memahami-4-tahapan-teori-belajar-sosial.html

Jaenuddin, U. (2015). Pengkodisian Operan. In U. Jaenuddin, Teori Teori Kepribadian (pp. 43-45). CV
PUSTAKA SETIA.

Putri, C. A. (2019, 10 15). Retrieved from brilio.net: https://www.brilio.net/creator/4-proses-


observational-learning-ini-dapat-membentuk-perilaku-anak-4c9a07.html

Rahman, A. (2017). Classical Conditioning. In A. Rahman, Sejarah Psikologi dari Klasik hingga Modern
(pp. 154-155). PT RAJAGRAFINDO PERSADA.

Rahman, A. (2017). Pengkodisian Operan. In A. Rahman, Sejarah Psikologi dari Klasik hingga Modern (pp.
171-172). PT RAJAGRAFINDO PERSADA.

Sutarto. (2017). Teori Kognitif dan Implikasinya Dalam Pembelajaran. ISLAMIC COUNSELING, 3-18.

Syarifuddin, A. (2011). PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE. TA'DIB, 114-128.

Thabroni, G. (2022, 05 13). Pendidikan. Retrieved from serupa.id: https://serupa.id/teori-belajar-sosial/

21

Anda mungkin juga menyukai